Dokumen tersebut membahas tentang osteoporosis, mulai dari definisi, proses pembentukan tulang, klasifikasi, etiologi, hingga asuhan keperawatan pada pasien osteoporosis. Secara ringkas, osteoporosis adalah penyakit tulang yang disebabkan penurunan massa dan kerapuhan tulang, yang dapat terjadi akibat faktor usia, hormon, atau penyakit lain.
1. 1 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah usia lanjut dan osteoporosis semakin menjadi perhatian dunia hal ini
dilator belakangi oleh meningkatnya usia harapan hidup. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan penyakit menua yang menyertainya diantaranya osteoporosis. Masalah
osteoporosis di Indonesia dihubungkan dengan masalah hormonal pada menopause.
Menopause lebih cepat dicapai wanita Indonesia pada usia 48 tahun dibandingkan wanita
barat usia 60 tahun. Mulai berkurangnya paparan terhadap sinar matahari, kurangnya asupan
kalsium, perubahan gaya hidup seperti merokok, alcohol dan berkurangnya latihan
fisik,penggunaan obat steroid jangka panjang serta risiko osteoporosis tanpa gejala klinis.
Menurut WHO (1994), angka kejadian patah tulang (fraktur) akibat osteoporosis di
seluruh dunia mencapai angka 1,7 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus
meningkat hingga mencapai 6,3 juta orang pada tahun 2050 dan 71% kejadian ini akan
terdapat di negara –negara berkembang. Di Indonesia 19,7 % dari jumlah lansia atau sekitar
3,6 juta orang diantaranya menderita osteoporosis (klinik medis, 2008). Lima provisi dengan
risiko osteoporosis lebih tinggia adalah Sumatra selatan (27,7%), jawa tengah (24,02%),
Yogyakarta (23,5%), Sumatra utara (22,82%), jawa timur (21,42%), Kalimantan timur
(10,5%) (depkes,2005). Patah tulang osteoporosis telah hampir 24% dari ansia yang
mengalami patah tulang pinggul meninggal dunia pada tahun pertama sedangkan 50%
mempunyai risiko tidak bias melakukan aktivitas seumur hidup dan 25% memerlukan
perawatan jangka panjang dan butuh dana yang besar serta tidak akan bias hidup tanpa
bantuan orang lain (Lane, 2001 dan Yatim 2000).
Osteoporosis sebenarnya dapat dicegah sejak dini atau paling sedikit ditunda
kejadiannya dengan membudayakan perilaku hidup sehat yang intinya mengkonsumsi
makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsure kaya serat,
rendah lemak dan kaya kalsium (1000-1200 mg kalsium per hari), berolahraga secara
teratur, tidak merokok,dan tidak mengkonsumsi alkohol karena rokok dan alcohol
meningkatkan risiko osteoporosis dua kali lipat, namun kurangnya pengetahuan masyarakat
yang memadai tentang osteoporosis dan pencegahannya sejak dini cenderung meningkat
angka kejadian osteoporosis (Depkes, 2004).
2. 2 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
Meilani (2007) dan Ashar (2008) dalam penelitiannya mengenai pengaruh
pengetahuan dan upaya lansia terhadap osteoporosis menyatakan bahwa terdapat hubungan
substansial antara pengetahuan dan upaya pencegahan dini osteoporosis. Lansia yang kurang
pengetahuannya mengenai osteoporosis dan upaya yang kurang tepat mempunyai resiko
lebih tinggi untuk meningkatnya derajat osteoporosis, dengan meningkatkan pengetahuan
lansia tentang osteoporosis dapat mencegah meningkatnya osteoporosis (Ashar, 2008).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Osteoporosis?
2. Bagaimana proses pembentukan tulang?
3. Bagaimana klasifikasi dari Osteoporosis?
4. Bagaimana etiologi dari Osteoporosis?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari Osteoporosis?
6. Bagaimana patofisiologi dari Osteoporosis?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada pasien dengan Osteoporosis?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari Osteoporosis?
9. Apa saja komplikasi dari Osteoporosis?
10. Bagaimana prognosis dari Osteoporosis?
11. Bagaimana woc (web of caution) dari Osteoporosis?
12. Bagaimana pelaksanaan senam Osteoporosis?
13. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Osteoporosis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan pengertian dari Osteoporosis, senam osteoporosis dan asuhan
keperawatan pada klien dengan Osteoporosis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi dari Osteoporosis.
2. Menjelaskan proses pembentukan tulang.
3. Menjelaskan klasifikasi dari Osteoporosis.
4. Menjelaskan etiologi dari Osteoporosis.
3. 3 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
5. Menjelaskan manifestasi klinis dari Osteoporosis.
6. Menjelaskan patofisiologi dari Osteoporosis.
7. Menjelaskan pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada pasien dengan
Osteoporosis.
8. Menjelaskan penatalaksanaan dari Osteoporosis.
9. Menjelaskan komplikasi dari Osteoporosis.
10. Menjelaskan prognosis dari Osteoporosis.
11. Menjelaskan WOC (web of caution) dari Osteoporosis.
12. Menjelaskan pelaksanaan senam Osteoporosis.
13. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan Osteoporosis.
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang
osteoporosis, asuhan keperawatan pada klien dengan osteoporosis dan senam osteoporosis
serta mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.
4. 4 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah
penyakit skeletal sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan perubahan
mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas tulang dan
meningkatnya kerentanan terhadap patah tulang. Osteoporosis adalah kelainan dimana
terjadi penurunan massa tulang total (Lukman dan Nurna Ningsih, 2012).
Osteoporosis adalah suatu keadaan penyakit yang ditandai dngan rendahnya massa
tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, menyebabkan kerapuhan tulang
sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Keadaan tersebut tidak memberikan
keluhan klinis, kecuali apabila telah terjadi fraktur. Pada osteoporosis, terjadi penurunan
kualitas tulang dan kuantitas kepadatan tulang, padahal keduanya sangat menentukan
kekuatan tulang sehingga penderita Osteoporosis mudah mengalami patah tulang atau
fraktur (Helmi, 2012).
Osteoporosis (pengeroposan tulang) merupakan gangguan metabolic tulang dengan
meningkatkan kecepatan resorpsi tulang tetapi kecepatan pembentukannya berjalan lambat
sehingga terjadi kehilangan massa tulang. Tulang yang terkena gangguan ini akan
kehilangan garam-garan kalsium serta fosfat dan menjadi porous, rapuh serta secara
abnormal rentan terhadap fraktur (Kowalak, 2011).
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total.
Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih
besar dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang total.
Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang menjadi mudah
fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal (Brunner
& Suddarth, 2000).
2.2. Proses Pembentukan Tulang
Modeling tulang adalah suatu kondisi saat proses resorpsi dan
pembentukan tulang terjadi pada permukaan tulang yang berlainan (pembentukan dan
resorpsi tidak berpasangan). Contohnya pada pertambahan panjang dan diameter tulang
5. 5 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
panjang. Modeling tulang terjadi sejak kelahiran hingga dewasa dan proses ini berperan
dalam penambahan massa dan perubahan bentuk kerangka. Pada kondisi ini proses
pembentukan tulang lebih dominan terjadi daripada proses resorpsi tulang.
Remodeling tulang adalah pergantian jaringan tulang tua dengan jaringan
tulang muda. Kondisi ini sebagian besar terjadi pada kerangka hewan dewasa
untuk mempertahankan massa tulang. Proses ini mencakup pembentukan dan
resorpsi tulang secara bersamaan (berpasangan). Remodeling merupakan sebuah
proses yang dinamis termasuk penggantian dan pengisian kembali baik tulang
kompak maupun trabekular. Proses ini terus-menerus terjadi untuk
mempertahankan massa tulang serta integritas dan fungsi kerangka. Proses ini
kompleks dan dikendalikan oleh susunan syaraf pusat melalui hormon dan oleh
tekanan mekanis. Proses ini bergantung pada keterpaduan aksi dari osteoblas,
osteosit, dan osteoklas. Secara bersamaan, ketiga sel ini membentuk BMU (Basic
Multicellular Unit) atau unit remodeling tulang yang berperan dalam proses
remodeling pada hewan dewasa (Mills 2007).
Proses remodeling tulang terjadi dalam beberapa fase (Gambar 1), yaitu:
1. Aktivasi
pre-osteoklas terstimulasi menjadi
osteoklas dewasa yang aktif.
2. Resorpsi
osteoklas mencerna matriks tulang tua.
3. Pembalikan
akhir dari proses resorpsi, saat osteoklas
digantikan oleh osteoblas.
4. Pembentukan
osteoblas menghasilkan matriks tulang
yang baru.
5. Fase pasif
osteoblas selesai menghasilkan matriks
dan terbenam di dalamnya. Beberapa
osteoblas membentuk sederet sel yang
berjejer di permukaan tulang yang baru
(IPB, tt).
Gambar 1: Proses remodeling tulang (IOF 2009)
6. 6 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
2.3. Klasifikasi Osteoporosis
Menurut Farida Mulyaningsih (2008), osteoporosis diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Osteoporosis Postmenopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu
mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul
pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat
ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita
osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah
menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
2. Osteoporosis Senilis
Merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan
ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang
yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini
biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita.
Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
3. Osteoporosis Sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan
medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal
ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan
obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang
berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk
keadaan osteoporosis.
4. Osteoporosis Juvenil Idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya belum diketahui. Hal ini terjadi pada
anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal,
kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya
tulang (Mulyaningsih, 2008).
7. 7 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
2.4. Etiologi Osteoporosis
Osteoporosis postmenopause terjadi karena kekurangan estrogen (hormone utama
pada wanita), yang membantu mengatur pengankutan kalsium ke dalam tulang pada
wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia dintara 53 – 73 tahun, tetapi bisa
muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama
untuk menderita osteoporosis postmenopause, pada wanita kulit putih dan daerah timur
lebih mudah menderita penyakit ini daripada kulit hitam.
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium
yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya
tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis yaitu keadaan penurunan massa tulang
yang hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasnya terjadi pada usia lanjut. Penyakit
ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan dua kali lebih sering menyerang wanita.
Wanita seringkali menderita osteoporosis postmenopause dan senilis.
Kurang dari lima persen penderita osteoporosis juga menngalami osteoporosis
sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini
bisa diakibatkan oleh gagal ginjal kronik dan kelainan hormonal (terutama tiroid,
paratiroid, dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturate, antikejang,
dan hormone tiroid yang berlebihan). Pemakaian alcohol yang berlebihan dan kebiasaan
merokok bisa memperburuk keadaan ini.
Osteoporosis juvenile idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang tidak diketahui
penyebabnya. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan
fungsi hormone yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab
yang jelas dari rapuhnya tulang (Lukman dan Nurna Ningsih, 2012).
Faktor resiko terjadinya osteoporosis:
1. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon
estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu,
wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.
2. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85
tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan
8. 8 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi
hormon paratiroid meningkat.
3. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki
risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah.
Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk
dari hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang
signifikan meskipun rendah.
4. Keturunan Penderita Osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah.
Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan
perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur
genetik tulang yang sama.
5. Gaya Hidup Kurang Baik
a. Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung fosfor
yang merangsang pembentukan horman parathyroid, penyebab pelepasan kalsium
dari dalam darah.
b. Minuman berkafein dan beralkohol.
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos,
rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari
creighton University Osteoporosis Research Centre di Nebraska yang menemukan
hubungan antara minuman berkafein dengan keroposnya tulang. Hasilnya adalah bahwa
air seni peminum kafein lebih banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal
dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat toksin yang
menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas).
c. Malas Olahraga
Mereka yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya (proses
pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang.
Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk
massa.
9. 9 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
d. Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat
rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan
tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon
estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam
menghadapi proses pelapukan. Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa
mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh
tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi.
Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara langsung tidak langsung. Saat
masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena proses
pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada
tulang akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah
berhenti.
e. Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang
akanmengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.
6. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit
asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering
dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid
menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan anti kejang juga menyebabkan
penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis ini
agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.
Tulang adalah jaringan dinamis yang diatur oleh faktor endokrin, nutrisi, dan
aktivitas fisik. Biasanya penanganan gangguan tulang terutama osteoporosis hanya
fokus pada masalah hormon dan kalsium, jarang dikaitkan dengan olahraga. Padahal,
Wolff sejak 1892 menyarankan bahwa olahraga sangatlah penting.
Osteoporosis (kekeroposan tulang) adalah proses degenerasi pada tulang. Mereka
yang sudah terkena perlu berolahraga atau beraktivitas fisik sebagai bagian dari
pengobatan. Olahraga teratur dan cukup takarannya tidak hanya membentuk otot,
melainkan juga memelihara dan meningkatkan kekuatan tulang. Dengan demikian,
10. 10 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
latihan olahraga dapat mengurangi risiko jatuh yang dapat memicu fraktur (patah tulang)
(Mulyaningsih, 2008).
2.5. Manifestasi Klinis Osteoporosis
1. Patah tulang
2. Punggung yang semakin membungkuk
3. Penurunan tinggi badan
4. Postur tubuh kelihatan memendek akibat dari Deformitas vertebra thorakalis
5. Nyeri punggung
6. Nyeri tulang akut. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan
atau tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak
7. Nyeri berkurang pada saat beristirahat di tempat tidur
8. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah bila melakukan aktivitas
9. Deformitas tulang. Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan
kifosis angular yang menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat terjadi
paraparesis
10. Gambaran klinis sebelum patah tulang, klien (terutama wanita tua) biasanya datang
dengan nyeri tulang belakang, bungkuk dan sudah menopause sedangkan gambaran
klinis setelah terjadi patah tulang, klien biasanya datang dengan keluhan punggung
terasa sangat nyeri (nyeri punggung akut), sakit pada pangkal paha, atau bengkak pada
pergelangan tangan setelah jatuh
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis
senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala pada beberapa
penderita. Jika kepadatan tulang sangat berkurang yang memnyebabkan tulang menjadi
kolaps atau hancur, maka akan tibul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Tulang-tulang yang
terutama terpengaruh pada osteoporosis adalah radius distal, kaput vertebra terutama
mengenai T8-L4, dan kollum femoris.
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang
yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri
timbul secara tiba-tiba dan dirasaklan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah
nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit,
11. 11 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau
beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan
yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan terjadinya
ketegangan otot dan rasa sakit.
Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau
karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Selain
itu yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungan
dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Pada penderita osteoporosis, patah
tulang cenderung mengalami penyembuhan secara perlahan (Lukman dan Nurna Ningsih,
2012).
Osteoporosis mengakibatkan patah tulang yang paling sering adalah pada punggung,
paha, dan lengan bawah. Menurut Susan J. G dialihbahasakan oleh Anton C. W (2001: 205-
206), tulang yang pertama kali terkena osteoporosis biasanya pada vertebra spinalis dan
tipikalnya mengenai vertebra torakalis bawah dan vertebra lumbalis atas. Vertebra
torakalis menyokong terjadinya fraktur berbentuk baji, sedangkan fraktur yang remuk
sering mengenai vertebra lumbalis. Fraktur baji vertebra torakalis membentuk punuk
wanita tua (dowager’s hump). Proporsi lengan dan tungkai terhadap kerangka aksial
tubuh tidak normal dan tampak lebih panjang. Penurunan tinggi badan karena osteoporosis
bisa mencapai 5 sampai 8 inchi. Keadaan ini dapat berlangsung terus, sehingga rongga
rusuk bagian bawah menyentuh crista iliaca anterior.
Gambar 2: Bagian osteoporosis pada punggung
Keterangan: Perubahan kerangka pada osteoporosis pasca-menopause.
12. 12 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
Pada bagian paha, yang biasanya patah adalah bagian leher femur dan
trochanterica, dimana usia penderita pada leher femur rata-rata adalah 75 tahun.
Penderita patah tulang trochanterica umumnya berusia lima tahun lebih tua dari
penderita pada leher femur. Di negara maju, masalah patah tulang pangkal paha sudah
menjadi masalah kesehatan masyarakat. Patah tulang pangkal paha pada penderita
osteoporosis merupakan salah satu komplikasi yang serius. Penderita penyakit ini
mempunyai risiko 50% tidak bisa melakukan aktivitas seumur hidup, 25% memerlukan
perawatan jangka panjang, dan kematian dalam tahun pertama setelah patah tulang
sebesar 20% (Faisal Yatim, 2000: 3).
Patah tulang lengan bawah terjadi pada bagian distal radius (ujung tulang, tepat
sebelum sendi pergelangan tangan) yang biasanya disebut Colles fractures. Resiko
wanita mengalami Colles fractures adalah kira-kira 15%, biasanya terjadi setelah
menopause tetapi ada juga yang terjadi pada pra-menopause (Prasetyo, tt).
Gambar 3: Bagian osteoporosis pada paha dan lengan bawah
Keterangan: Pada paha yaitu di leher femur dan trochanterica, sedangkan bagian lengan
bawah adalah di distal radius. (Prasetyo, tt)
13. 13 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
2.6. Patofisiologi Osteoporosis
Didalam kehidupan, tulang akan selalu mengalami proses perbaharuan. Tulang
memiliki2 sel, yaitu osteoklas (bekerja untukmenyerap danmenghancurkan/merusak
tulang) dan osteoblas (sel yang bekerja untuk membentuk tulang). (Compston, 2002).
Tulang yang sudah tua dan pernah mengalami keretakan, akan dibentuk kembali.
Tulang yang sudah rusak tersebut akan diidentifikasi oleh sel osteosit (sel osteoblas
menyatu dengan matriks tulang). (Cosman, 2009) Kemudian terjadi penyerapan kembali
yang dilakukan oleh sel osteoklas dan nantinya akan menghancurkan kolagen dan
mengeluarkan asam. (Tandra, 2009) Dengan demikian, tulang yang sudah diserap
osteoklas akan dibentuk bagian tulang yang baru yang dilakukan oleh osteoblas yang
berasal dari sel prekursor di sumsum tulang belakang setelah sel osteoklas hilang.
(Cosman, 2009) Proses remodelling tulang tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah
ini.
Gambar 4: Siklus remodelling tulang, Cosman, 2009
Menurut Ganong, ternyata endokrin mengendalikan proses remodeling tersebut.
Dan hormon yang mempengaruhi yaitu hormon paratiroid (resorpsi tulang menjadi lebih
cepat) dan estrogen (resorpsi tulang akan menjadi lama). Sedangkan pada osteoporosis,
terjadi gangguan pada osteoklas, sehingga timbul ketidakseimbangan antara kerja
osteoklas dengan osteoblas. Aktivitas sel osteoclas lebih besar daripada osteoblas. Dan
secara menyeluruh massa tulang pun akan menurun, yang akhirnya terjadilah
pengeroposan tulang pada penderita osteoporosis. (Ganong, 2008) Gambar 2.2
menunjukan perbedaan tulang yang normal dan tulang yang sudah mengalami
pengeroposan.
14. 14 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
Gambar 5: Tulang Normal dan Keropos
Tulang terdiri atas sel dan matriks. Terdapat dua sel yang penting pada
pembentukan tulang yaitu osteoclas dan osteoblas. Osteoblas berperan pada
pembentukan tulang dan sebaliknya osteoklas pada proses resorpsi tulang. Matriks
ekstra seluler terdiri atas dua komponen, yaitu anorganik sekitar 30-40% dan matrik
inorganik yaitu garam mineral sekitar 60-70 %. Matrik inorganik yang terpenting adalah
kolagen tipe 1 ( 90%), sedangakan komponen anorganik terutama terdiri atas kalsium
dan fosfat, disampinh magnesium, sitrat, khlorid dan karbonat.
Dalam pembentukan massa tulang tersebut tulang akan mengalami perubahan
selama kehidupan melalui tiga fase: Fase pertumbuhan, fase konsolodasi dan fase
involusi. Pada fase pertumbuhan sebanyak 90% dari massa tulang dan akan berakhir
pada saat epifisi tertutup. Sedangkan pada tahap konsolidasi yang terjadi usia 10-15
tahun. Pada saat ini massa tulang bertambah dan mencapai puncak ( peak bone mass ) pada
pertengahan umur tiga puluhan. Serta terdapat dugaan bahwa pada fase involusi massa
tulang berkrang ( bone Loss ) sebanyak 35-50 tahun
Secara garis besar patofisiologi osteoporosis berawal dari Adanya massa
puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang. Massa puncak
tulang yang rendah ini diduga berkaitan dengan faktor genetic, sedangkan faktor yang
menyebabkan penurunan massa tulang adalah proses ketuaan, menopause, faktor lain
seperi obat obatan atau aktifitas fisik yang kurang serta faktor genetik. Akibat massa
puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang menyebabkan
Densitas tulang menurun yang merupakan faktor resiko terjadinya fraktur.
15. 15 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
Kejadian osteoporosis dapat terjadi pada setiap umur kehidupan. Penyebabnya
adalah akibat terjadinya penurunan bone turn over yang terjadi sepanjang kehidupan.
Satu dari dua wanita akan mengalami osteoporosis, sedangkan pada laki-laki hanya 1
kasus osteoporsis dari lebih 50 orang laki-laki. Dengan demikian insidensi osteoporosis
pada wanita jauh lebih banyak daripada laki-laki. Hal ini di duga berhubungan dengan
adanya fase masa menopause dan proses kehilangan pada wanita jauh lebih banyak.
Gambar 6: Percepatan Pertumbuhan Tulang
Gambar diatas menunjukan bahwa terjadi percepatan pertumbuhan tulang,
yang mencapai massa puncak tulang pada usia berkisar 20 - 30 tahun, kemudian
terjadi perlambatan formasi tulang dan dimulai resorpsi tulang yang lebih dominan.
Keadan ini bertahan sampai seorang wanita apabila mengalami menopause akan terjadi
percepatan resorpsi tulang, sehingga keadaan ini tulang menjadi sangat rapuh dan
mudah terjadi fraktur.
Setelah usia 30 tahun, resorpsi tulang secara perlahan dimulai akhirnya akan
lebih dominan dibandingkan dengan pembentukan tulang. Kehilanga massa tulang
menjadi cepat pada beberapa tahun pertama setelah menopause dan akan menetap pada
beberapa tahun kemudian pada masa postmenopause. Proses ini terus berlangsung
pada akhirnya secara perlahan tapi pasti terjadi osteoporosis. Percepat osteoporosis
tergantung dari hsil pembentukan tulang sampai tercapainya massa tulang puncak.
Massa tulang puncak ini terjadi sepanjang awal kehidupan sampai dewasa
muda. Selama ini, tulang tidak hanya tumbuh tetapi juga menjdai solid. Pada usia rata-rata
25 tahun tulang mencapai pembentuk massa tulang puncak. Walaupun demikian massa
16. 16 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
puncak tulang ini secara individual sangat bervariasi dan pada umumnya pada laki-laki
lebih tinggi dibanding pada wanita. Massa puncak tulang ini sangatlah penting, yang
akan menjadi ukuran seseorang menjadi risiko terjadinya fraktur pada
kehidupannya. Apabila massa puncak tulang ini rendah maka akan mudah terjadi fraktur
kan saja, tetapi apabila tinggi makan akan terlindung dari ancaman fraktur. Faktor faktor
yang menentukan tidak tercapainya massa tulang puncak sampai saai ini belum dapat
dimengerti sepenuhnya tetapi diduga terdapat beberapa faktor yang berperan, yaitu
genetik, asupan kalsium, aktifitas fisik, dan hormon seks. Untuk memelihara dan
mempertahan massa puncak tulang adalah dengan diet, aktifitas fisik, status reproduktif,
rokok, kelebiham konsumsi alkohol, dan beberapa obat (Permana, 2009).
2.7. Pemeriksaan Diagnostic Pada Pasien dengan Osteoporosis
Seseorang yang ingin menentukan terjadinya osteoporosis atau tidak, biasanya diagnosis
yang digunakan yaitu dengan pemeriksaan densitas mineral tulang (DMT) agar
mengetahui kepadatan tulang pada orang tersebut. (Hartono, 2004). Untuk menentukan
kepadatan tulang tersebut, ada 3 teknik yang biasa digunakan di Indonesia, antara lain :
1. Densitometri DXA (dual-energy x-ray absorptiometry)
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling tepat dan mahal.
Orang yang melakukan pemeriksaan ini tidak akan merasakan nyeri dan hanya
dilakukan sekitar 5 - 15 menit. Menurut Putri, DXA dapat digunakan pada wanita
yang mempunyai peluang untuk mengalami osteoporosis, seseorang yang
memiliki ketidakpastian dalam diagnosa, dan penderita yang memerlukan keakuratan
dalam hasil pengobatan osteoporosis. (Putri, 2009).
Keuntungan yang didapatkan jika melakukan pemeriksaan ini yaitu dapat
menentukan kepadatan tulang dengan baik (memprediksi resiko patah tulang pinggul)
dan mempunyai paparan radiasi yang sangat rendah. Akan tetapi alat ini memiliki
kelemahan yaitu membutuhkan koreksi berdasarkan volume tulang (secara
bersamaan hanya menghitung 2 dimensi yaitu tinggi dan lebar) dan jika pada saat
seseorang melakukan pengukuran dalam posisi yang tidak benar, maka akan
mempengaruhi hasil pemeriksaan tersebut. (Cosman, 2009)
Hasil dari DXA dapat dinyatakan dengan T-score, yang dinilai dengan
17. 17 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
melihat perbedaan BMD dari hasil pengukuran dengan nilai rata-rata BMD puncak.
(Tandra, 2009) Hasil dari pemeriksaan BMD dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 7: Hasil Pemeriksaan Osteoporosis Berdasarkan BMD
Menurut WHO, kriteria T-score dibagi menjadi 3, yaitu T-score > -1 SD
yang menunjukkan bahwa seseorang masih dalam kategori normal. T-score <-1 sampai -
2,5 dikategorikan osteopenia, dan < - 2,5 termasuk dalam kategori osteoporosis,
apabila disertai fraktur, maka orang tersebut termasuk dalam osteoporosis berat.
(WHO, 1994)
2. Densitometri US (ultrasound)
Kerusakan yang terjadi pada tulang dapat didiagnosis dengan pengukuran
ultrsound, yaitu dengan mengunakan alat quantitative ultrasound (QUS). Hasil
pemeriksaan ini ditentukan dengan gelombang suara, karena cepat atau tidaknya
gelombang suara yang bergerak pada tulang dapat terdeteksi dengan alat QUS. Jika
suara terasa lambat, berarti tulang yang dimiliki padat. Akan tetapi, jika suara cepat,
maka tulang kortikal luar dan trabekular interior tipis. Pada beberapa
penelitian,menyatakan bahwa dengan QUS dapat mengetahui kualitas tulang, akan
tetapi QUS dan DXA sama-sama dapat memperkirakan patah tulang . (Lane, 2003)
Dengan alat ini, seseorang tidak akan terpapar radiasi karena tidak
menggunakan sinar X. Kelemahan alat ini, yaitu tidak memiliki ketelitian yang
baik (saat dilakukan pengukuran ulang sering terjadi kesalahan), tidak baik dalam
mengawasi pengobatan (perubahan massa tulang) (Cosman, 2009).
18. 18 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
3. Pemeriksaan CT (computed tomography)
Pemeriksaan CT merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan dengan memeriksa biokimia CTx (C-Telopeptide). Dengan
pemeriksaan ini dapat menilai kecepatan pada proses pengeroposan tulang dan
pengobatan antiesorpsi oral pun dapat dipantau. (Putri, 2009) Kelebihan yang
didapatkan jika menggunakan alat ini yaitu kepadatan tulang belakang dan tempat
biasanya terjadi patah tulang dapat diukur dengan akurat. Akan tetapi pada tulang
yang lain sulit diukur kepadatannya dan ketelitian yang dimiliki tidak baik serta
tingginya paparan radiasi. (Cosman, 2009) (Agustin, 2009).
Penilaian langsung densitas tulang untuk memngetahui ada tidaknya osteoporosis
dapat dilakukan secara:
1. Radiologic
2. Radioisotope
3. QCT (Quantitative Computerized Tomography)
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
5. Densitometer (X-ray absorpmetry)
Penilaian osteoporosis secara laboratorik dilakukan dengan melihat patanda biokomia
untuk osteoblas, yaitu osteokalsin, prokolagen I peptide dan alkali fosfatase total serum.
Petanda kimia untuk osteoklas; dioksipiridinolin (D-pyr), piridinolin (Pyr) Tartate
Resistant Acid Phosfotase (TRAP), kalisium urin, hidroksisiprolin dan hidroksi glikosida.
Secara bioseluler, penilaian biopsi tulang dilakukan secara histopometri dengan menilai
aktivitas osteoblas dan osteoklas secara langsung. Namun pemeriksaan diatas biayanya
masih mahal.
2.8. Penatalaksanaan Osteoporosis
1. PENGOBATAN
Pengobatan osteoporosis di fokus kan kepada memperlambat atau
menghentikan kehilangan mineral, meningkatkan kepadatan tulang, dan mengontrol
nyeri sesuai dengan penyakitnya. tujuan dari pengobatan ini adalah mencegah
terjadinya fraktur (patah tulang).
Penanganan terkini
19. 19 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
Secara teoritis osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja
osteoklas dan atau meningkatkan kerja osteoblas. Akan tetapi saat ini obat-obat yang
beredar pada umumnya bersifat anti resorpsi. Yang termasuk obat antiresorpsi
misalnya: estrogen, kalsitonin, bisfosfonat. Sedangkan Kalsium dan Vitamin D tidak
mempunyai efek antiresorpsi maupun stimulator tulang, tetapi diperlukan untuk
optimalisasi meneralisasi osteoid setelah proses pembentukan tulang oleh sel
osteoblas.
a. Estrogen
Mekanisme estrogen sebagai antiresorpsi, mempengaruhi aktivitas sel
osteoblas maupun sel osteoklas, telah dibicarakan diatas. Pemberian terapi estrogen
dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis dikenal sebagai Terapi Sulih Hormon
(TSH). Estrogen sangat baik diabsorbsi melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran
cerna. Efek samping estrogen meliputi nyeri payudara (mastalgia), retensi cairan,
peningkatan berat badan, tromboembolisme, dan pada pemakaian jangka panjang
dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Kontraindikasi absolut penggunaan
estrogen adalah: kanker payudara, kanker endometrium, hiperplasi endometrium,
perdarahan uterus disfungsional, hipertensi, penyakit tromboembolik, karsinoma
ovarium, dan penyakit hait yang berat Beberapa preparat estrogen yang dapat dipakai
dengan dosis untuk anti resorpsi, adalah estrogen terkonyugasi 0,625 mg/hari, 17-
estradiol oral 1 Ð 2mg/ hari, 17-estradiol perkutan 1,5 mg/hari, dan 17-estradiol
subkutan 25 Ð 50 mg setiap 6 bulan.46 Kombinasi estrogen dengan progesteron akan
menurunkan risiko kanker endometrium dan harus diberikan pada setiap wanita yang
mendapatkan TSH, kecuali yang telah menjalani histerektomi.
Saat ini pemakaian fitoestrogen (isoflavon) sebagai suplemen mulai
digalakkan pemakaiannya sebagai TSH. Beberapa penelitian menyatakan memberikan
hasil yang baik untuk keluhan defisiensi estrogen, atau mencegah osteoporosis.34
Fitoestrogen terdapat banyak dalam kacang kedelai, daun semanggi.
Ada golongan preparat yang mempunyai efek seperti estrogen yaitu golongan
Raloksifen yang disebut juga Selective Estrogen Receptor Modulators (SERM).
Golongan ini bekerja pada reseptor estrogen-b sehingga tidak menyebabkan
perdarahan dan kejadian keganasan payudara. Mekanisme kerja Raloksifen terhadap
20. 20 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
tulang diduga melibatkan TGF yang dihasilkan oleh osteoblas yang berfungsi
menghambat diferensiasi sel osteoklas.
b. Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis.
Bifosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2 asam fosfonat yang diikat
satu sama lain oleh atom karbon. Bisfosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh
sel osteoklas dengan cara berikatan dengan permukaan tulang dan menghambat kerja
osteoklas dengan cara mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal di bawah
osteoklas. Pemberian bisfosfonat secara oral akan diabsorpsi di usus halus dan
absorpsinya sangat buruk (kurang dari 55 dari dosis yang diminum). Absorpsi juga
akan terhambat bila diberikan bersama-sama dengan kalsium, kation divalen lainnya,
dan berbagai minuman lain kecuali air. Idealnya diminum pada pagi hari dalam
keadaan perut kosong. Setelah itu penderita tidak diperkenankan makan apapun
minimal selama 30 menit, dan selama itu penderita harus dalam posisi tegak, tidak
boleh berbaring. Sekitar 20 Ð 50% bisfosfonat yang diabsorpsi, akan melekat pada
permukaan tulang setelah 12 Ð 24 jam. Setelah berikatan dengan tulang dan beraksi
terhadap osteoklas, bisfosfonat akan tetap berada di dalam tulang selama berbulan-
bulan bahkan bertahuntahun, tetapi tidak aktif lagi. Bisfosfonat yang tidak melekat
pada tulang, tidak akan mengalami metabolism di dalam tubuh dan akan diekresikan
dalam bentuk utuh melalui ginjal, sehingga harus hati-hati pemberiannya pada
penderita gagal ginjal..
Generasi Bisfosfonat adalah sebagai berikut:
1) Generasi I : Etidronat, Klodronat
2) Generasi II: Tiludronat, Pamidronat, Alendronat
3) Generasi III: Risedronat, Ibandronat, Zoledronat
Hormon lain: hormon-hormon ini akan membatu meregulasi kalsium dan fosfat
dalam tubuh dan mencegah kehilangan jarungan tulang.
1) Kalsitonin
2) Teriparatide
21. 21 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
Kalsium: kalsium dan vtamin D diperlukan untuk meningkatkan kepadatan
tulang.
1) Konsumsi perhari sebanyak 1200-1500 mg (melalui makanan dan suplemen).
2) Konsumsi vitamin D sebanyak 600-800 IU diperlukan untuk meningkatkan
kepadatan tulang.
c. Latihan pembebanan (olahraga)
Olahraga merupakan bagian yang sangat penting pada pencegahan maupun
pengobatan osteoporosis. Program olahraga bagi penderita osteoporosis sangat
berbeda dengan olahraga untuk pencegahan osteoporosis. Gerakan-gerakan tertentu
yang dapat meningkatkan risiko patah tulang harus dihindari.48 Jenis olahraga yang
baik adalah dengan pembebanan dan ditambah latihanlatihan kekuatan otot yang
disesuaikan dengan usia dan keadaan individu masing-masing. Dosis olahraga harus
tepat karena terlalu ringan kurang bermanfaat, sedangkan terlalu berat pada wanita
dapat menimbulkan gangguan pola haid yang justru akan menurunkan densitas tulang.
Jadi olahraga sebagai bagian dari pola hidup sehat dapat menghambat kehilangan
mineral tulang, membantu mempertahankan postur tubuh dan meningkatkan
kebugaran secara umum untuk mengurangi risiko jatuh. Monoklonal antibodi RANK-
Ligand.
Seperti diketahu terjadinya osteoporosis akibat dari jumlah dan aktivitas sel
osteoklas menyerap tulang. Dalam hal ini secara biomolekuler RANK-L sangat
berperan. RANK-L akan bereaksi dengan reseptor RANK pada osteoklas dan
membentuk RANK- RANKL kompleks, yang lebih lanjut akan mengakibatkan
meningkatnya deferensiasi dan aktivitas osteoklas. Untuk mencegah terjadinya reaksi
tersebut digunakanlah monoklonal antibodi (MAbs) dari RANK-L yang dikenal
dengan: denosumab. Besarnya dosis yang digunakan adalah 60 mg dalam 3 atau 6
bulan (Kawiyana, 2009).
2. PENCEGAHAN
a. Mengurangi asupan protein hewani: Protein hewani meningkatkan kehilangan
kalsium.
Studi lintas budaya telah menemukan hubungan yang kuat antara asupan
protein hewani dan risiko patah tulang pinggul. Tingginya asupan daging (lima atau
22. 22 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
lebih porsi per minggu) secara signifikan meningkatkan risiko retak tulang lengan
bawah pada perempuan, dibandingkan dengan makan daging kurang dari sekali per
minggu. Wanita lansia yang mengkonsumsi sejumlah besar daging kehilangan tulang
lebih cepat dan risiko lebih besar terkena retak tulang pinggul.Risiko masalah tulang
tampaknya berkurang ketika protein hewani diganti dengan protein dari sumber nabati,
terutama kedelai. Dalam studi klinis dengan wanita menopause, makanan kedelai telah
ditemukan mencegah keropos tulang. Penelitian telah menunjukkan hubungan positif
antara protein kedelai dan kepadatan mineral tulang pada wanita menopause. Hal ini
mungkin karena konsentrasi senyawa yang relatif tinggi yang disebut isoflavon dalam
protein nabati.
b. Peningkatan konsumsi buah dan sayuran
Penelitian telah menunjukkan bahwa diet kaya buah-buahan dan sayur-sayuran
berkaitan dengan kepadatan mineral tulang lebih tinggi pada pria dan wanita. Asosiasi
ini mungkin karena kalium, magnesium, dan vitamin K dalam buah-buahan dan
sayuran.
c. Mengurangi asupan natrium
Beberapa studi telah menemukan bahwa asupan tinggi natrium menyebabkan
hilangnya kalsium dari tubuh. Namun, efek dari pembatasan natrium terhadap
integritas tulang jangka panjang dan risiko patah tulang masih belum jelas dan
memerlukan penelitian lebih lanjut.
d. Pola makan rendah lemak
Studi telah menemukan bahwa asupan lemak yang lebih tinggi dikaitkan
dengan kehilangan tulang yang lebih besar dan risiko patah tulang lebih besar.
Mekanisme yang mungkin meliputi kecenderungan asupan lemak yang berlebihan
mengurangi penyerapan kalsium dan mempengaruhi produksi hormon. Secara khusus,
asam lemak omega-6 dapat menyebabkan hilangnya tulang dengan mengorbankan
pembentukan tulang baru.
e. Moderasi dalam penggunaan kafein
Penelitian telah menemukan bahwa perempuan yang mengkonsumsi paling
banyak kafein telah mempercepat kehilangan tulang belakang dan hampir tiga kali
lipat risiko terkena patah tulang pinggul. Resiko kehilangan tulang tampak tertinggi
23. 23 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
pada wanita yang mengkonsumsi lebih dari 18 ons kopi per hari, atau 300 mg kafein
dari sumber lain.
f. Membatasi suplemen vitamin A
Penelitian telah menunjukkan bahwa asupan vitamin A yang terlalu tinggi, baik
dengan makanan atau suplemen, dapat menyebabkan penurunan kepadatan tulang dan
peningkatan risiko fraktur pinggul. Asupan sehat dan cukup vitamin A dapat
dipastikan dengan beta-karoten dari sumber tanaman, sayuran terutama oranye dan
kuning.
g. Kombinasi suplemen vitamin D dan kalsium
Pada pasien dengan obat-yang menyebabkan osteoporosis, kombinasi dari
kedua nutrisi tampaknya bermanfaat signifikan dalam mengurangi kehilangan tulang
lebih lanjut. Suplemen vitamin D (500 sampai 800 IU/hari) dan kalsium (1200-1300
mg/hari) juga telah ditemukan meningkatkan kepadatan tulang dan penurunan
kehilangan tulang dan risiko patah tulang pada wanita dewasa yang lebih tua. Pasien
wanita dengan diagnosa osteoporosis harus mendapatkan asupan kalsium total dari
pola makan dan suplemen sekitar 1500 mg/hari dalam dosis terbagi tiga atau lebih,
ditambah sedikitnya 400 sampai 800 IU vitamin D setiap hari. Namun, pasien yang
tidak berisiko tinggi untuk osteoporosis mungkin tidak memerlukan suplemen
kalsium. Hal ini terutama berlaku untuk pria, yang mungkin memiliki peningkatan
risiko terkena kanker prostat jika mereka mengkonsumsi terlalu banyak kalsium atau
susu.
2.9. Komplikasi Osteoporosi
Komplikasi osteoporosis yang mungkin meliputi:
1. Fraktur spontan ketika tulang kehilangan densitasnya dan menjadi rapuh serta lemah
2. Syok, perdarahan, atau emboli lemak (komplikasi fraktur yang fatal) (Kowalak, 2011).
Komplikasi osteoporosis merupakan kondisi sekunder, gejala maupun keadaan lain
yang disebabkan oleh osteoporosis. Pada banyak kasus, cukup sulit umtuk membedakan
gejala osteoporosis maupun komplikasi osteoporosis sehingga keduanya sering disamakan.
Hal ini disebabkan karena osteoporosis disebut dengan silent disease, yang tidak
menunjukkan manifestasi klinis berarti sampai munculnya fraktur. Gejala awal dari
24. 24 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
osteoporosis yang dapat dilihat antara lain rasa sakit punggung yang berat, tinggi badan
berkurang dan terjadi kelainan bentuk tulang belakang seperti kifosis.
Berbagai fraktur yang terjadi akibat komplikasi dari osteoporosis antara lain :
a. Fraktur-lebih dari 1,5 juta orang setiap tahun mengalami osteoporosis di USA
b. Fraktur vertebrae, sekitar 700.000 orang setiap tahunnya mengalami fraktur ini di
USA
c. Fraktur pinggul, sekitar 300.000 orang terkena fraktur yang dikarenakan osteoporosis
di USA
d. Fraktur pergelangan tangan, sekitar 250.000 fraktur pergelangan tangan dilaporkan di
USA.
e. Fraktur lain, lebih dari 300.000 fraktur tulang lainnya di USA.
f. Dowager’s hump, kondisi kifosis akibat osteoporosis tingkat lanjut. Spinal vertebrae
menjadi keropos dan lemah sehingga menyebabkan fraktur spontan. Proses yang
terjadi antara lain: wedge fracture: depan vertebra kolaps, biconcave fracture: bagian
medial vertebra kolaps, dan crush fracture: seluruh vertebra kolaps (Wahyuningtyas,
2010).
2.10. Prognosis Osteoporosis
Kondisi kronis merupakan salah satu penyebab utama kecacatan pada pria dan
wanita. Kompresi fraktur pada tulang belakang menyebabkan rasa tidak nyaman dan
mengganggu pernafasan (Wirasadi, 2010).
25. 25 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
2.11. WOC (web of caution) Osteoporosis
Wanita Keturunan
Penderita
Osteo-
porosis
Ras Usia
Malas
Olahraga
Mengan-
dung
fosfor
H. estrogen
↓
Kurang CaMinuman
berkafein
dan
beralkohol
a.
Mengeluark
an urin yg
mengandun
g Ca
b. Toksin,
menghamb
at
pembentuk
an massa
tulang
Melepas Ca
dari dalam
darah
Merokok Konsumsi
obat
Merang-
sang
pemben-
tukan PTH
Daging
merah dan
minuman
bersoda
Lifestyle
Kulit putih
Fungsi
organ
tubuh ↓
Usia (+)
b. Susunan
sel tidak
kuat
c. darah
tersumbat
a.
Mempercepat
penyerapan
tulang
b. H.
estrogen ↓
c. Ht, Peny.
jantung,
tersumbatnya
aliran darah
nikotinStruktur
genetic
tulang yg
sama
Kesamaan
perawakan
dan bentuk
tulang
tubuh
Konsumsi
Ca,
terutama pd
wanitanya
rendah
Resiko
besar
Kepadatan
massa tulang ↓
Menghambat
proses
pembentukan
tulang
c. Sulit terjadi
proses
pembentukan
tulang
Ca tubuh
(−) Kortikosteroid
Dikonsumsi
dlm jmlh tinggi
(-) massa
tulang
Termsuk
dari tulang
Mengambil
Ca dr bag.
tubuh lain
Tubuh
mengeluar
kan
hormon
Massa
tulang (-)
Menghambat
proses
osteoblas
Ca tubuh
(−)
Malas
Olahraga
26. 26 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
Fraktur
Femur
Tulang menjadi rapuh dan mudah patah
Penurunan massa tulang
Penyerapan tulang lebih banyak
daripada pembentukan baru
OSTEOPOROSIS
MK: Pola nafas tidak efektif
dipsnea
Insufisiensi paru
Relaksasi otot abdominal,
perut menonjol
Perubahan postural
↓ tinggi badan
Kifosis progresif
Kolaps bertahap tulang vertebra
MK: Hambatan
mobilitas fisik
MK: Ggn citra
diri, Ansietas
Fraktur
Colles
Ggn fungsi ekstremitas atas
bawah; pergerakan fragmen
tulang, spasme otot
MK: Nyeri
Fraktur kompresi
lumbalis
Kompresi saraf
pencernaan ileus
paralitik
Konstipasi
MK: Ggn
eliminasi alvi
↓ kemepuan pergerakan
MK: Risiko tinggi taruma
Deformitas skelet
Perubahan postural
Fraktur kompresi
vertebra torakalis
dowager’s hump
27. 27 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
2.12. Senam Osteoporosis
Pada osteoporosis,latihan jasmani dilakukan untuk meencegah dan mengobati
penyakit osteoporosis. Latihan jasmani menggunakan beban berguna untuk melenturkan
dan menguatkan tulang. (Widianti, 2010)
Banyak orang tidak menyadari kalau osteoporosis atau penyakit keropos tulang
merupakanpembunuh tersembunyi ( silent killer ). Penyakit ini hampir tidak menimbulkan
gejala yang jelas. Seringkali osteoporosis diketahui justru ketika sudah parah. Contoh
kasus seseorang terpeleset ringan ternyata mengalami patah tulang di bagina tulang
pangkal paha atau di pergelangan tangan. Banyak ahli mengatakan untuk menghindari
osteoporosis tidak bisa dilakukan sekali saja,tetapi harus melalui proses yang dimulai dari
pencegahan semenjak dini karena patah tulang yang dialami seseorang seperti kurang
mengonsumsi kalsium, jarang berolahraga , tidak mengkonsumsi gizi seimbang , dan
mingisi kegiatanya dengan gaya hidup tidak sehat, seperti merokok ,minum minuman
beralkohol, dan lain sebaginya. Pola makan yang hidup seperti itu bisa mendorong
terjadinya osteoporosis. (Widianti, 2010)
Dalam mencegah osteoprosis selain dengan faktor gizi, harus dibarengi dengan
latiham fisik untuk itu ada senam osteoporosis yang bermanfaat untuk mencegah dan
mengobati terjadinya pengeroposan tulang. Daerah yang rawan osteoporosis adalah area
tulang punggung, pangkal paha, dan pergelangan tangan. (Widianti, 2010)
Olahraga osteoporosis
Sebenarnya ada beberapa jenis lahraga, yang semuany berguna untuk
mempertahankan kebugaran, memperbaiki kesehatan serta mencegah osteoporosis, yaitu
olahraga aerobic, olahraga feksibilitas, olahraga atau latihan keseimbangan, latihan tahanan
serta olahraga beban. (Tandra, 2009)
Prinsip pelatihan fisik untuk kesehatan tulang adalah latihan pembebanan, gerakan
dinamis dan ritmis, serta latihan daya tahan ( endurance ) dalam bentuk aerobik low
impact. Semua jeis latihan ini telah dikemas dalam bentuk senam pencegahan osteoporosis
dan senam terapi osteoporosis. Bentuk kedua jenis senam ini berbeda, karena dipruntukkan
bagi kelompok yang berbeda pula, dengan sangat memperhatikan faktor manfaat dan
keamanan bagi para pesertanya. Selain bermanfaat bagi kesehatan tulang, peserta juga akan
28. 28 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
lebih merasa lebih segar dan bugar. Senam ini dikhususkan bagi para peserta usia dewasa
dan lanjut usia baik pria maupun wanita. (Widianti, 2010)
Senam pencegahan dan terapi osteoporosis.
Selain menjaga kebugaran , senam ini juga berguna untuk melindungi tubuh
terutama tulang- tulangnya agar menjadi lebih kuat. Dengan begitu, pertahanan
tulangnyamaupun otot-ototnya menjadi lebih baik lagi. Tetapi ada baiknya para manula
mencegah terjadinya osteoporosis sejak dini dengan mengetahui masalah osteoporosis
secara tuntas, konsumsi susu dan kacag-kacangan dan beraktifitas serta latihan fisik secara
rutin. (Widianti, 2010)
Senam osteoporosis terdiri dari :
1. Pemanasan + peregangan.
2. Latihan inti : aerobik, latihan beban, latihan keseimbangan
3. Pendinginan + peregangan. (Widianti, 2010)
Gerakan senam bagi penderita osteoporosis lebih banyak mengandalkan posisi
duduk di kursi, menggunakan tongkat atau beban ( dumble) serta mantras. Posisi duduk
yang digunakan dalam senam osteoporosis ini oleh karena pada penderita osteoporosis, ada
tiga lokasi yang renta parah dan mudah rapuh yaitu tulang belakang, pergelangan tanga,
dan tulang paha atas ( daerah panggul.). Sebelum melakukan senam penderita harus
melakukan pemerikasaan tensi darah dan nadi terlebih dahulu. Bila ada pendertita yang
memiliki tekanan darah tinggi atau memiliki keluhan sakit di bagian tertentu disarankan
untuk tidak mangikuti beberapa gerakan dan juga tak menggunakan alat. (Widianti, 2010)
Gerakan-gerakan yang ada pada senam pencegahan osteoporosis ini berupa double
low impact, dan senam ini hanya membutuhkan waktu sekitar 45 menit. Pada gerakan inti,
terbagi menjadi lima gerakan yaitu sedikit aerobik yang terdiri dari lima gerakan yaitu
sedikit aerobik yang terdiri dari lima gerakan dengan hitungan satu gerakan 4 x 8, dan
terakhir matras yang terdiri tujuh gerakan yang setiap gerakannya dengan hitungan 4 x 8.
(Widianti, 2010)
Olahraga Aerobik
Senam aerobic memperbaiki funsi jantung dan peredaran darah, dan baik untuk
penderita hipertensi atau diabetes. Contoh olahraga aerobic adalah jalan kaki, jogging,
sepeda statis, berenang atau senam.
29. 29 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
Pada jalan aerobic, tulang tungkai dan panggul bergerak teratur sedeangkan kedua
kaki menginjak atau menyentuh tanah secara bergantian. Apabila jalan aerobic dilakukan
dengan perlahan-lahan atau intensitas ringan, hanya sedikit pengaruhnya bagi kepadatan
tulang. Bila diteliti memang ditemukan bahwa jalan kaki bisa diperbaiki masa tulang
panggul dan tulang belakang dengan intensitas yang lebih keras, artinya harus jalan cepat,
dengan kecepatan sampai 8-10 km per jam. Jalan perlahan-lahan atau hanya 4-6 km per
jam tidak banyak gunanya untuk kepadatan tulang.
Aerobic lain yang dianjurkan untuk tulang adalah dansa, jogging, atau naik turun
tangga. Sedangkan olahraga ski, cross country, atau hiking tidak ada manfaatnya bagi
tulang. (Tandra, 2009)
Program Aerobik Bertumpu pada Kaki
Meliputi berjalan kaki atau berlari pelan, berdansa, olahraga raket, dan aerobik.
Bisa menggunakan alat-alat olahraga seperti Itreadmill, elipiticak walker, alat stepper atau
stair-climbing, alat yang meniru ski lintas alam.
Apabila menggunkan alat-alat olahraga
1. Mulailah dengan sangat pelan
2. Menggunakan lebih dari satu alat tetapi biasanya total durasinya tidak boleh lebih dari
45-60 menit
3. Apabila sebelumnya tidak aktif mulailah dengan latihan selama 5-10 menit dengan
kecepatan yang sangat pelan
4. Secara perlahan tingkatkan durasi latihan sampai total sekitar 30 menit tambahkan
sekitar 1-2 menit setiap 1 atau 2 minggu
5. Setelah durasi 30 menit tercapai tingkatkan kecepatan dengan sangat pelan, dengan
melakukan perubahan kecil setidaknya setiap 1-2 minggu.(Cosman, 2003)
Olahraga Flesibilitas
Yaitu gerakan peregangan otot yang bertujuan untuk keseimbangan dan
menghindari jatuh, yang membuat sendi-sendi menjadi lebih kuat dan lebih lentur.
Contohnya adalah yoga, dengan berbagai variasinya, merupakan olahraga yang menyangga
berat badan dan gerakan ototnya bisa merangsang proses pembentukan tulang kembali.
(Tandra, 2009)
30. 30 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
Konsentrasi pada sebagian otot besar panggul, bahu, dan lengan atas, pantat, panggul,
dan kaki bagian atas. Jika menggunakan peralatan senam atau alat-alat olahraga :
1. Umumnya lebih baik tidak menggunakan lebih dari dua alat atau perlengkapan didaerah
otot yang sama
2. Mulailah dengan 1 set alat yang diulang 3-12 kali, tergantung pada kekuatan dasar anda
3. Mulailah dengan tidak menambahkan beban
4. Tingkatkan jumlah pengulangan maksimum sampai 15 kali
5. Tambahkan beban sebesar mungkin (perlu mengurangkan jumlah pengurangan beban
atau mulai ditambahkan)
6. Jangan menambahkan beban lebih dari satu kali setiap 2 minggu
7. Tambahkan 2 set pengulangan jika semua latihan diatas sudah dilakukan (Cosman, 2009)
Untuk punggung :
1. Gravitron atau alat lain yang bisa diangkat dan bisa diturunkan
2. Alat untuk memperpanjang punggung
3. Sepeda duduk
4. Latissimus pull-downs (alat untuk melatih otot punggung bagian bawah) (Cosman, 2009)
Untuk lengan atas :
1. Gravitron yang bisa diangkat atau diturunkan
2. Latissimus pull-downs
3. Bench press/arm press (alat angkat beban dengan berbaring diatas bangku dan
mengangkat beban dengan kedua tangan) (Cosman, 2009)
Untuk pantat :
1. Elliptical walker mundur (1 menit)
2. Stair-climbing maju atau mundur
3. Pergelangan kaki dikaitkan pada universal gym dengan gerakan menekuk pinggul atau
meluruskan pinggul
4. Leg abductor and abductor machine (alat untuk melatih otot kaki) (Cosman, 2009)
Untuk kaki bagian atas :
1. Alat quadricep (meluruskan lutut)
2. Alat harmstring (menekuk lutut)
3. Leg press
31. 31 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
4. Thigh abductor dan adductor machine (alat untuk melatih otot paha) (Cosman, 2009)
Latihan keseimbangan (Balance Training)
Dengan bertambahnya usia, keseimbangan tubuh cenderung akan makain terganggu.
Contoh olahraga jenis ini adalah taichi, yang akan melatih anda menjaga keseimbangan.
Olahraga ini terbukti baik dan mengurangi kemungkinan terjatuh pada orang tua sampai 47
persen, selain juga menambah kekuatan, kelenturan, serta memperbaiki ketahanan tubuh
menghadapi radang sendi yang kronis seperti osteoarthritis. Olahraga ini baik sebagai
gerakan menyangga berat badan, dan bisa untuk mengurangi bengkak dan nyeri sendi.
(Tandra, 2009)
Gambar 8: Latihan Keseimbangan
Latihan Tahanan (Resistance Training)
Latihan ini memakai beban, missal mengangkat beban, yang bermanfaat untuk
membangun seluruh tulang kerangka, terutama di daerah yang rentan terhadap fraktur.
Selain itu juga untuk merangsang kekuatan otot dan memperbaiki stamina dan
keseimbangan.
Yang dinamakan latihan tahanan adalah semua gerakan yang melawan sesuatu
atau melawan tahanan, seperti mendorong, mernarik, atau mengakat. Gerakan seperti ini
memacu pertumbuhan tulang, karena otot yang menempel pada tulang terus digerakan,
sehingga otot semakin kuat dan sel tulang menjadi lebih aktif.
Mengangkat barbel (barbell) atau dumbel (dumbbell) termasuk olahraga tahanan
ini. Gerakan mengangkat kursi, mengangkat cucu bagi orang tua, atau naik turun tangga
juga termasuk aktivitas fisik yang menyangga beban dan menguatkan otot. Latihan
32. 32 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
tahanan bermanfaat untuk menambah massa tulang dan otot, bahkan mencegah terjadinya
fraktur tulang. (Tandra, 2009)
Gambar 9: Latihan Tahanan untuk Anggota Gerak Atas
Gambar 10: Gerakan naik turun tangga
Petunjuk Umum Untuk Latihan
1. Konsultasi dahulu kepada dokter atau petugas kesehatan
2. Lakukan pemanasan untuk mencegah cedera otot atau sendi
3. Mulai dari olahraga yang ringan, kemudian intensitasnya berangsur ditingkatkan
4. Mulai dari otot besar seprti otot paha, dilanjutkan dengan otot kecil seperti otot kaki
5. Beban atau tahanan untuk kanan dan kiri harus sama
33. 33 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
6. Jangan berlatih berlebihan
7. Atur napas dengan baik, otot yang dilatih memerlukan oksigen yang cukup
8. Lakukan peregangan otot pada akhir latihan untuk menghindari kekakuan atau cedera
(Tandra, 2009)
34. 34 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Uraian Kasus
Ny. M umur 59 tahun datang ke RSU Sutomo dengan keluhan ngilu pada
persendian daerah kaki yang sering dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, rasa ngilu itu sudah
dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu, namun Ny. M tidak memperdulikannya. Ketika
memeriksakan diri ke dokter Ny. M dianjurkan untuk tes darah dan rongent kaki. Hasil
rongent menunjukkan bahwa Ny. M menderita osteoporosis diperkuat lagi dengan hasil
BMD (Bone Mineral Density) T-score -3. Klien mengalami menopause sejak 7 tahun yang
lalu. Menurut klien dirinya tidak suka minum susu sejak usia muda dan tidak menyukai
makanan laut. Klien beranggapan bahwa keluhan yang dirasakannya karena usianya yang
bertambah tua. Riwayat kesehatan sebelumnya diketahui bahwa klien tidak pernah
mengalami penyakit seperti DM dan hipertensi dan tidak pernah dirawat di RS. Pola aktifitas
diketahui klien banyak beraktifitas duduk karena dulu dirinya bekerja di perkantoran.
Riwayat penggunaan KB hormonal dengan metode pil. Pemeriksaan TB 165 cm, BB 76 kg
(BB sebelumnya 78 kg).
3.2 Pengkajian
1. Data demografi
Nama : Ny. M
Umur : 59 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. M umur 59 tahun datang ke RSU Sutomo dengan keluhan ngilu pada
persendian daerah kaki yang sering dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, rasa ngilu itu
sudah dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu, namun Ny. M tidak
memperdulikannya.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Klien terlihat bungkuk (kifosis), penurunan berat badan, perubahan gaya berjalan.
35. 35 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
b. Palpasi
Klien merasakan nyeri saat dilakukan palpasi pada area punggung.
4. Riwayat Psikososial
Klien cemas untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang berat.
5. Hasil pemeriksaan laboratorium
BMD T-score -3
3.3 Analisis Data
Data Etiologi Masalah
keperawatan
DS:
1. Klien mengatakan ngilu di bagian
sendi didaerah kaki sejak beberapa
tahun lalu.
2. Klien mengatakan banyak beraktifitas
duduk karena dulu dirinya bekerja di
perkantoran
3. Klien mengatakan terasa sakit pada
sendi ketika berjalan
4. Klien mengatakan aktivitas sehari-hari
terhambat
DO :
1. Klien mengalami menopause sejak 6
tahun yang lalu.
2. Riwayat penggunaan KB hormonal
dengan metode pil.
3. Wajah klien terlihat meringis.
4. Sering terlihat memegang area yang
sakit
5. Skala nyeri 7
Penurunan massa tulang /
osteoporosis
Fraktur vertebra
Deformitas
Vertebra
Teregangnya ligamentum dan otot/
spasme otot
Nyeri
Nyeri
36. 36 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
DS:
1. Klien mengatakan ngilu di bagian
sendi sejak beberapa tahun lalu.
2. Klien mengatakan banyak beraktifitas
duduk karena dulu dirinya bekerja di
perkantoran
3. Klien mengatakan terasa sakit pada
sendi ketika berjalan
4. Klien mengatakan aktivitas sehari-hari
terhambat
5. Klien mengatakan merasakan ngilu
saat beraktivitas yang berat.
DO :
1. Ny. M umur 59 tahun
2. Hasil rongent menunjukkan bahwa
Ny. M menderita osteoporosis.
3. Hasil BMD T-score -3.
4. Hasil darah lengkap dalam (ca: 9,98
mg/dL, na: 142 mmol/L, K: 47
mmol/L, Cl: 108 mmol/L )
5. Pemeriksaan TB 165 cm, BB 76 kg.
6. Kifosis
Penurunan massa tulang /
osteoporosis
Fraktur vertebra
Deformitas
Vertebra
Bungkuk
Hambatan mobilitas fisik
Mobilitas fisik
DS :
Klien mengatakan merasakan ngilu saat
beraktivitas yang berat.
DO :
1. Klien terlihat sangat berhati-hati
berjalan.
2. Klien terlihat kifosis ( bungkuk)
3. Hasil rongent menunjukkan bahwaNy.
Penurunan massa
tulang/osteoporosis
Resiko cedera
Resiko cedera
37. 37 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
M menderita osteoporosis
4. Hasil BMD T-score -3.
3.4 Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
Intervensi Keperawatan Rasionalisasi
Nyeri
berhubungan
dengan dampak
sekunder dari
fraktur, spasme
otot, deformitas
tulang
1. Pantau tingkat nyeri pada punggung,
nyeri terlokalisasi atau menyebar pada
abdomen atau pinggang.
2. Ajarkan pada klien tentang alternative
lain untuk mengatasi dan mengurangi
rasa nyerinya.
3. Kaji obat-obatan untuk mengatasi
nyeri.
4. Rencanakan pada klien tentang
periode istirahat adekuat dengan
berbaring dalam posisi telentang
selama kurang lebih 15 menit
1. tulang dalam peningkatan jumlah
trabekular, pembatasan gerak
spinal.
2. Alternatif lain untuk mengatasi
nyeri, pengaturan posisi, kompres
hangat dan sebagainya.
3. Keyakinan klien tidak dapat
menoleransi obat yang adekuat
atau tidak adekuat untuk
mengatasi nyerinya.
4. Kelelahan dan keletihan dapat
menurunkan minat untuk aktivitas
sehari-hari.
Hambatan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan disfungsi
sekunder akibat
perubahan skeletal
(kifosis), nyeri
sekunder atau
fraktur baru.
1. Kaji tingkat kemampuan klien yang
masih ada.
2. Rencanakan tentang pemberian
program latihan
3. Bantu klien jika diperlukan latihan
4. Ajarkan klien tentang aktivitas hidup
sehari hari yang dapat dikerjakan
5. Ajarkan pentingnya latihan.
6. Bantu kebutuhan untuk beradaptasi
dan melakukan aktivitas hidup sehari
hari, rencana okupasi .
1. Dasar untuk memberikan
alternative dan latihan gerak
yang sesuai dengan
kemapuannya.
2. Latihan akan meningkatkan
pergerakan otot dan stimulasi
sirkulasi darah.
3. Aktifitas hidup sehari-hari secara
mandiri
4. Dengan latihan fisik:
5. Masa otot lebih besar sehingga
38. 38 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
7. Peningkatan latihan fisik secara
adekuat:
dorong latihan dan hindari tekanan
pada tulang seperti berjalan
8. instruksikan klien untuk latihan selama
kurang lebih 30menit dan selingi
dengan istirahat dengan berbaring
selama 15 menit
9. hindari latihan fleksi, membungkuk
tiba– tiba,dan penangkatan beban berat
memberikan perlindungan pada
osteoporosis
6. Program latihan merangsang
pembentukan tulang
7. Gerakan menimbulkan kompresi
vertical dan fraktur vertebra.
Risiko cedera
berhubungan
dengan dampak
sekunder
perubahan skeletal
dan
ketidakseimbangan
tubuh.
1.Ciptakan lingkungan yang bebas dari
bahaya:
a) Tempatkan klien pada tempat tidur
rendah.
b) Amati lantai yang membahayakan
klien.
c) Berikan penerangan yang cukup
d) Tempatkan klien pada ruangan yang
tertutup dan mudah untuk diobservasi.
e) Ajarkan klien tentang pentingnya
menggunakan alat pengaman di
ruangan.
2. Berikan dukungan ambulasi sesuai
dengan kebutuhan:
a) Kaji kebutuhan untuk berjalan.
b) Konsultasi dengan ahli therapist.
c) Ajarkan klien untuk meminta bantuan
bila diperlukan.
d) Ajarkan klien untuk berjalan dan
keluar ruangan.
e) Bantu klien untuk melakukan aktivitas
2. Menciptakan lingkungan yang
aman dan mengurangi risiko
terjadinya kecelakaan.
Ambulasi yang dilakukan tergesa-
gesa dapat menyebabkan mudah
jatuh.
39. 39 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
hidup sehari-hari secara hati-hati.
6.
3.Ajarkan pada klien untuk berhenti
secara perlahan, tidak naik tanggga, dan
mengangkat beban berat.
8. 4.Ajarkan pentingnya diet untuk
mencegah osteoporosis:
a) Rujuk klien pada ahli gizi
b) Ajarkan diet yang mengandung
banyak kalsium
c) Ajarkan klien untuk mengurangi atau
berhenti menggunakan rokok atau
kopi
d) Ajarkan tentang efek rokok terhadap
pemulihan tulang
1 5. Observasi efek samping obat-obatan
yang digunakan
6. Penarikan yang terlalu keras akan
menyebabkan terjadinya fraktur.
7.
Pergerakan yang cepat akan lebih
memudahkan terjadinya fraktur
kompresi vertebra pada klien
osteoporosis.
8. Diet kalsium dibutuhkan untuk
mempertahankan kalsium serum,
mencegah bertambahnya kehilangan
tulang. Kelebihan kafein akan
meningkatkan kalsium dalam urine.
Alcohol akan meningkatkan asidosis
yang meningkatkan resorpsi tulang
Rokok dapat meningkatkan
terjadinya asidosis.
9. Obat-obatan seperti diuretic,
fenotiazin dapat menyebabkan
pusing, megantuk, dan lemah yang
merupakan predisposisi klien untuk
jatuh.
40. 40 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Osteoporosis adalah suatu keadaan penyakit yang ditandai dngan rendahnya massa
tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, menyebabkan kerapuhan tulang
sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Keadaan tersebut tidak memberikan
keluhan klinis, kecuali apabila telah terjadi fraktur. Pada osteoporosis, terjadi penurunan
kualitas tulang dan kuantitas kepadatan tulang, padahal keduanya sangat menentukan
kekuatan tulang sehingga penderita Osteoporosis mudah mengalami patah tulang atau
fraktur (Helmi, 2012).
Faktor resiko terjadinya osteoporosis: Wanita, Usia, Ras/Suku, Keturunan Penderita,
Osteoporosis, Gaya Hidup Kurang Baik, Mengkonsumsi Obat. Kolaps tulang belakang
menyebabkan nyeri punggung menahun. Osteoporosis mengakibatkan patah tulang yang
paling sering adalah pada punggung, paha, dan lengan bawah. Fraktur baji vertebra torakalis
membentuk punuk wanita tua (dowager’s hump).
Pengobatan osteoporosis di fokus kan kepada memperlambat atau menghentikan
kehilangan mineral, meningkatkan kepadatan tulang, dan mengontrol nyeri sesuai dengan
penyakitnya. tujuan dari pengobatan ini adalah mencegah terjadinya fraktur (patah
tulang).Pengobatannya bisa dengan pemberian estrogen, bisfosfonat, latihan pembebanan
(olahraga). Untuk pencegahannya, dapat dilakukan dengan mengurangi asupan protein
hewani: Protein hewani meningkatkan kehilangan kalsium, peningkatan konsumsi buah dan
sayuran, mengurangi asupan natrium, pola makan rendah lemak, moderasi dalam
penggunaan kafein, membatasi suplemen vitamin A, kombinasi suplemen vitamin D dan
kalsium.
4.2 Saran
Sebagai seorang perawat hendaknya kita mampu memahami dengan baik tentang
penyakit osteoporosis mulai dari pengertian hingga penatalaksanaannya hingga mampu
menerapkan asuhan keperawatan secara langsung kepada pasien yang menderita
osteoporosis.
41. 41 | K e p e r a w a t a n M u s k u l o s k e l e t a l / O s t e o p o r o s i s
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, Ratih. 2009. Hubungan Status Gizi. Diakses dari http://www.lontar.
ui.ac.id/file?file=digital/125633-S-5641-Hubungan%20status-Literatur.pdf Tanggal 9
Oktober 2012 Pukul 06.15 WIB
Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3, Jakarta:
EGC
Cosman, Felicia. 2009. Osteoporosis. Jogjakarta: B First
Helmi, Zairin. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jarkarta: Salemba Medika
IPB. tt. Tulang. Diakses dari http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46666/
BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka_%20B11abe.pdf?sequence=5, Tanggal 10 Oktober
2012 Pukul 08.05 WIB
Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua, Penerbit PT Bhuana
Ilmu Populer.
Kawiyana, I Ketut Siki. 2009. Osteoporosis Patogeneis Diagnosis dan Penanganan Terkini.
Jurnal Penyakit Dalam, Vol. 10 (Nomor 2), Halaman 157-170
Kowalak, Jennifer. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Lippincott dkk. 2011. Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : PT Indeks.
Lukman dan Nurna Ningsih. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Mulyaningsih, Farida. 2008. Mencegah dan Mengatasi Osteoporosis dengan Berolahraga. Diakses
dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131808341/Mencegah%20dan%20Mengatasi%
20Osteoporosis.pdf Tanggal 9 Oktober 2012, Pukul 06.25 WIB
Permana, Hikmat. 2009. Patogenesis dan Metabolisme Osteoporosis pada Manula. Diakses dari
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/09/patogenesis_dan_metabolisme_oste
oporosis_pada_manula.pdf Tanggal 9 Oktober 2012 Pukul 06.08 WIB
Prasetyo, Yudik. tt. Latihan Beban Bagi Penderita Osteoporosis. Diakses dari
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132308484/yudik_medikora_LATIHAN_BEBAN_
BAGI_PENDERITA_OSTEOPOROSIS.pdf Tanggal 9 Oktober 2012 Pukul 06.35 WIB
Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Internal Publishing.
Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Faktor Spesifik Penyebab Penyakit Osteoporosis Pada Sekelompok
Osteoporosis Di RSIJ, 2005. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.2, No.2, Juli
2006:107-126.
Tandra, Hans, 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosisi
Mengenal, Mengatasi, Dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Wahyuningtyas, Riska. 2010. Komplikasi Osteoporosis dan Fraktur Osteoporosis. Diakses dari
http://www.scribd.com/doc/45879603/Komplikasi-Osteoporosis. Tanggal 8 Oktober 2012
Pukul 20.05 WIB
Widianti, Tri 2009. Senam Kesehatan. Jakarta: Muha Medika