Program studi banding internasional guru dan siswa berprestasi ke Malaysia dan Singapura bertujuan untuk memotivasi anak didik dan guru menjadi warga yang lebih berkualitas serta memberi pengalaman internasional untuk menjadi warga internasional."
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Pengalaman Berharga Untuk Menjadi Warga Dunia
1. Catatan Mengikuti Studi Banding Internasional
Malaysia dan Singapura 2011:
Pengalaman Berharga Untuk
Menjadi Warga Dunia
Oleh:
Marjohan, M.Pd
(Face Book: marjohanusman@yahoo.com)
Pemerintah Kabupaten Tanah Datar
Dinas Pendidikan
SMA Negeri 3 Batusangkar
Tahun 2011
2. DAFTAR ISI
BAB. I PROSES KREATIF
A.Menulis untuk menciptakan kualitas pribadi…………………… 1
B.Peluncuran dan Reward Buku……………………………………. 4
C. Langkah-Langkah Menjadi Penulis…………………………….. 6
D. Jasa Penulis Dalam Mendidik dan Menghibur
Jutaan Anak-Anak………………………………………………... 11
BAB.II IKUT SERTA DALAM PROGRAM STUDI BANDING
A. Sebuah Kesempatan………………………………………………. 19
B. Pembekalan Pengalaman………………………………………… 21
BAB. III PENGALAMAN SELAMA PERJALANAN
A. Keberangkatan…………………………………………………… 25
B. Bermalam di Islamic Centre Pagaruyung…………………….. 29
C. Kuala Lumpur Air Port………………………………………….. 35
D. Nilai University dan Istana Sri Menanti………………………… 47
E. Bapak Rusdi di Attase Budaya KBRI Kuala Lumpur………... 57
F. Genting Highland………………………………………………… 61
G. Johor Baru dan Singapura……………………………………… 71
H. Malaka……………………………………………………………. 83
I. Kembali Ke Sumatra……………………………………………… 86
BAB IV. MENERAPKAN PENGALAMAN STUDI BANDING
A. Manfaat Studi Banding Bagi Siswa……………………………… 88
B.Manfaat Secara Umum…………………………………………… 90
3. Ucapan Terima Kasih
Program studi banding internasional guru dan siswa berprestasi ke
Malaysia dan Singapura bertujuan untuk memotivasi anak didik dan guru menjadi
warga yang lebih berkualitas. Program ini juga memberi peserta pengalaman
internasional untuk menjadi warga internasional.
Laporan perjalanan ini berjudul :pengalaman berharga menjadi warga
dunia. Laporan perjalanan ini dapat penulis selesaikan karena bantuan banyak
puhak. Ucapan terima kasih atas terselenggaranya perjalanan studi banding
internasional ke Malaysia dan Singapura terlaksana atas peran dari:
1. Bapak Bupati Kabupaten Tanah Datar
2. Anggota Dewan (DPRD) Kabupaten Tanah Datar
3. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tanah Datar
4. Kepala Kementrian Pendidikan agama Kabupaten Tanah Datar
5. Kepala SMA N 3 dan Majlis guru Batusangkar.
7. Travel Biro JAP (Jalur Angkasa Prima).
Terima kasih juga penulis aturkan kepada istri dan dua orang anak penulis
(Fachrul dan Nadhilla). Tulisan dalam laporan ini diharapkan bisa memberi
inspirasi dan motivasi bagi pembaca. Tidak ada gading yang tidak retak. Laporan
perjalanan ini agaknya ada kekurangan dan butuh kritikan positif dari
pembacanya. Kritikan positif dapat disampaikan melalui email
marjohanusman@yahoo.com. Atas perhatian dari pembaca kami ucapkan terima
kasih.
Batusangkar, Desember 2011
Marjohan M.Pd
4. BAB. I PROSES KREATIF
A. Menulis untuk menciptakan kualitas pribadi
Ada empat keterampilan berbahasa yang harus kita kuasai yaitu
membaca, berbicara, menyimak (mendengar) dan menulis. Keempat
keterampilan tersebut mutlak dimiliki secara optimal dan maksimal. Dari
empat jenis keterampilan ini kita dapat mengelompokannya menjadi
keterampilan bahasa yang bersifat reseptif (menerima) yaitu: membaca dan
mendengar, serta keterampilan bahasa yang bersifat produktif (menghasilkan)
yaitu: menulis dan berbicara.
Keterampilan menulis sangat penting, namun keterampilan ini jarang
diaplikasikan. Menulis yang dimaksud disini adalah mengarang. Kegiatan
mengarang meliputi menulis surat, menulis dokumen, menulis proposal, cerita
pendek, menulis novel dan sampai kepada menulis skripsi, tesis dan disertasi.
Dalam kehidupan orang hanya banyak melakukan aktivitas berbicara
dan mendengar, Sementara itu aktivitas membaca dan menulis bisa terabaikan.
Kedua aktivitas ini perlu mendapat perhatian karena menentukan kualitas
hidup seseorang. Orang-orang yang tekun dalam membaca dan menulis bisa
menjadi orang-orang yang berkualitas. Agama Islam sendiri juga mengajarkan
bahwa membaca (iqra’) sangat penting dan ayat pertama yang diturunkan
Allah Swt kepada Rasul adalah ayat “iqra’ atau bacalah...!”
Selanjutnya dari dua bentuk aktivitas: membaca dan menulis, maka
“menulis” adalah keterampilan yang paling terabaikan. Dewasa ini lebih
banyak orang yang suka membaca daripada menulis. Bila mereka disuruh
menulis maka mereka akan mengeluh “wah aku tidak punya ide, kosa kata
5. terbatas, tidak punya motivasi”. Keluhan ini disebabkan menulis belum
menjadi kebutuhan dalam hidup.
Penulis juga menyadari bahwa menulis ini sangat penting. Ketika
duduk di bangku sekolah dasar ia belum memiliki bakat menulis sampai suatu
hari, saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama- SMP Negeri 1
Payakumbuh, ia membaca biografi tentang seorang penulis. Ia memahami
bagaimana manfaat menulis dan bagaimana cara memulai untuk menulis.
Saat duduk di bangku SMP, penulis mempunyai minat dalam bidang
korespondensi atau bersahabat pena. Ia mempunyai banyak sahabat di
nusantara dari Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irian. Ia juga punya
sahabat pena dari luar negeri: Pakistan, Srilangka, Malaysia dan Amerika
Serikat.
Saat duduk di bangku SMA, hobbi berkorespondensi penulis agak
terganggu, namun ia punya hobbi baru yaitu menulis. Sering bila punya waktu
luang penulis membuat cerpen dan ia sendiri sebagai tokoh utama. Bila
cerpen-cerpennya selesai, ia menyuruh teman-temannya membaca dan ia
sendiri memperoleh rasa senang, karena cerpen yang ia tulis mempunyai
tujuan sebagai sarana untuk hiburan.
Hobi menulis sangat mendukung jurusan yang ia pilih di Universitas. Ia
memilih jurusan Bahasa Inggris. Begitu pula orang-orang yang memilih
jurusan Bahasa, apakah Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Bahasa Jepang, Bahasa-
bahasa yang lain maka mereka idealnya memiliki hobi dalam menulis. Tentu
saja menulis dalam bahasa asing akan mampu membuat kualitas pemahaman
bahasa asing mereka menjadi sangat bagus.
6. Saat penulis menjadi guru di SMA Negeri 1 Lintau Buo- Kabupaten
Tanah Datar, penulis mulai menulis dalam bentuk non fiksi yaitu artikel
pendidikan. Ia menulis artikel bila punya waktu senggang dan ia
mempublikasikannya pada koran-koran yang terbit di Sumatera setiap minggu.
Tahun 1992, artikelnya yang pertama dengna judul “Tidak Perlu Frustasi bila
Gagal ke Perguruan Tinggi” terbit pada koran Singgalang. Munculnya
publikasi artikel pada koran menambah semangat dan motiviasi menulisnya.
Saat zaman dengan sarana informasi dan teknologi datang maka ia
menulis menggunakan komputer dan internet sehingga tulisannya bisa diakses
oleh banyak orang. Ia juga memposkan tulisannya pada jejaring “Pak Guru
Online” dan “E-newsletter disdik”. Samapai tulisannya juga terbaca oleh Prof.
Dr. Jalius Jama, seorang dosen senior di Universitas Negeri Padang.
Itu ia ketahui saat ia melakukan seminar untuk tesis pascasarjananya.
Dan dalam acara pengujian tesis, profesor Jalius Jama berkomentar “ini
rupanya saudara Marjohan tersebut, kalau tulisan anda sudah sering penulis
baca. Tulisan anda banyak sekali dan sangat layak untuk dikompilasi menjadi
buku”. Pernyataan tadi memberi gairah/ semangat bagi penulis untuk selalu
menulis.
Setelah menyelesaikan pendidikannya pada program pasca sarjana UNP
ia segera mengkompilasi tulisannya menjadi sebuha buku. Pada mulanya ia
mengalami kesulitan dalam mencari judul buku. Sebab judul cukup
menentukan dalam memberikan daya tarik. Pada mulanya judul bukunya
“Beranda Sekolah”, namun judul ini terasa kurang begitu menggigit, akhirnya
7. ia mengganti judul naskah buku menjadi “School Healing – menyembuhkan
problem sekolah”, penulis juga mengalami kesulitan untuk mencari penerbit.
Penulis mempostingkan naskah bukunya pada blogger pribadi yaitu
pada http://penulisbatusangkar.blogspot.com. Agaknya blogger pribadinya
terbaca oleh redaktur penerbit “Insan Madani Yogyakarta”. Akhirnya redaktur
menelpon penulis dan membut MOU (Memorandum of Understanding)
hingga buku School Healing bisa terbit dan beredaran di pasar terutama di
Toko Buku Gramedia.
Setahun kemudian (2010) penulis juga menyelesaikan buku yang ke
dua dengan judul “Generasi Masa Depan- Memaksimalkan Potensi Diri
Melalui Pendidikan”. Buku ini diterbitkan oleh penerbit Bahtera Buku,
Jogjakarta.
Buku pertama terbit Buku yang ke dua
B.Peluncuran dan Reward Buku
Bulan November 2009 adalah hari yang bersejarah bagi penulis
sebenarnya pada bulan tersebut ada seminar yang diselenggarakan oleh
program bermutu (Better Education Through Reformed Management and
8. Universal Teacher Upgrading) untuk mengadakan seminar. Penulis
mengambil inisiatif untuk membagi-bagikan fotokopi buku school healing
dalam kegiatan seminar tersebut
Saat itu ada rombongan tim Bank Dunia (world bank) yang
membiayai penyelenggaraan program “bermutu” tersebut. Tempatnya di
gedung Indo Jolito dan di sana juga ada utusan yang berasal dari berbagai
kota dan Kabupaten di Propinsi Sumatera Barat. Juga ada para pejabat seperti
Wakil Bupati dan Kepala Sekolah se Kabupaten Tanah Datar.
Dalam acara seminar tersebut, penulis memperkenalkan bukunya.
Pertanyaan wakil bupati (Bapak Aulizul) yang masih berkesan adalah
“Bagaimana pendapat anda tentang siswa yang nakal di dalam kelas?”
Spontan penulis menjawab “Menurut penulis, tidak ada siswa yang nakal,
yang ada hanyalah siswa yang mengalami fenomena skin hunger atau kulit
yang haus akan sentuhan dan belaian guru. Jadi bila kita melihat seorang
murid tampak nakal, sebetulnya ia hanya butuh sebuah sentuhan dan kata-kata
yang menentramkan jiwanya.
Semua pendengar memberi tepuk tangan pada penulis, Aulizul Syuib,
Wakil Bupati dalam kesempatan tersebut menjanjikan reward kepada penulis
untuk ikut comparative study (studi banding) bagi guru dan siswa berprestasi
Tanah Datar ke negara Malaysia dan Singapura.
Penulis berfikir apakah ia bisa berangkat studi banding dalam tahun
2010 (?) dan ternyata tidak. Ia memperoleh informasi bahwa jadwal studi
banding untuk penulis adalah taun 2011, jadi ia harus menunggu satu tahun.
9. C. Langkah-Langkah Menjadi Penulis
Menulis adalah aktifitas yang sulit bagi sebagian orang. Banyak orang
mengatakan bahwa menulis itu sungguh sulit. Ada yang mengatakan tidak punya
waktu untuk menulis, kalau menulis mata menjadi berair. Ada pula yang senang
berlindung berlindung dibalik alas an dan kata “tapi”. Penulis ingin menulis tapi
sibuk, penulis ingin menulis tapi anak sering mengganggu, penulis ingin …”tapi”,
dan masih ada belasan alas an dibalik kata “tapi”.
Bagi penulis sendiri pada mulanya juga beranggapan bahwa menulis itu
juga sulit. Beruntung penulis berlangganan majalah Kawanku saat belajar di SMP
Negeri 1 Payakumbuh di tahun 1980an. Ada profil Leila Chudori Budiman (yang
kemudian sering menulis dalam Koran Kompas) pada majalah tersebut dan
bercerita bagaimana ia bisa menjadi penulis. Saat itu penulis berfikir “wah enak
sekali ya menjadi penulis, bisa menjadi orang ngetop, punya banyak teman dan
mendapat bonus”.
Rasa ingin tahu penulis tentang bagaimana menjadi penulis terobati saat ia
berkenalan dengan berbagai buku biografi para penulis. Ada tetangganya, Bapak
Maran mantan Camat di kota Payakumbuh yang bisa bermain biola dan memiliki
koleksi buku-buku. Maka penulis sangat suka membaca biografi Ernest
Hemingway, Zakiah Daradjat, Buya Hamka dan beberapa biografi penulis novel
dan ia menjadi tahu bahwa untuk menulis memang butuh latihan. .
Saat penulis remaja, tidak banyak godaan untuk tumbuh dan berkembang.
Tidak banyak stasium televisi dan program yang mengganggu kosentrasi belajar,
kecuali hanya tayangan televisi. Tidak ada HP kamera untuk diotak atik dan juga
tidak ada VCD player untuk home theatre, apalagi computer, laptop dan internet
10. seperti zaman sekarang. Oleh karena itu televise bisa berlatih banyak dan ia
mempunyai lusinan buku diari yang penuh dengan coretan-coretan mimpi dan
pengalaman.
Pulang sekolah televise terbiasa menulis. Ia merasa sebagai siswa yang
paling jago dalam segala hal. Ia jago dalam bidang olah raga, jago matematik dan
beberapa mata pelajaran lain, jago dengan bahasa Inggris dan semua teman kagum
padanya. Penulis juga jatuh cinta dengan teman sekelas. Mimpi dan ilusi nya
sebagai orang yang paling jago penulis paparkan dalam buku tulis. Apabila selesai
menulis, maka ia serahkan pada teman yang gemar membaca namun tidak bisa
menulis. Kadang-kadang penulis juga mengundang adik-adik dan anak tetangga
untuk mendengar kisah kisa cinta yang penulis tulis.
Bertambah umur tentu bertambah pula pengalaman hidup. Saat kuliah di
UNP (saat itu IKIP Padang) penulis bekerja paroh waktu sebagai pemandu wisata.
Ada pengalaman suka duka selama menjadi guide; dibentak oleh bule-bule,
karena mereka tidak memakai bahasa Inggris, atau memperoleh uang tip dari
perusahaaan. Pengalaman tersebut juga penulis tulis pada buku diari.
Membaca banyak buku, artikel dan fikiran-fikiran orang lain tentu bisa
membuat tulisan lebih berkualitas. Tahun 1997, penulis memutuskan untuk
menjadi pembaca yang baik. Ia berlatih, membuat target untuk membaca 100
halaman setiap hari. Banyak membaca tentu akan membuat tulisan lebih menarik,
penulis bisa memaparkan banyak ilustrasi dan contoh-contoh dalam kehidupan.
Tahun 1990-an, penulis menajdi guru di SMAN 1 Lintau. Ia tidak ingin
menjadi guru kebanyakan yang aktifitasnya sangat monoton dan tidak bervariasi-
pulang ke sekolah, masuk kelas dan mengajar dengan metode konvensional. Ia
11. ingin menjadi guru dengan kepintaran berganda- guru, menguasai bidang studi,
menguasai seni berkomunikasi, menguasai bahasa asing yang lain dan trampil
dalam menulis. Untuk itu ia membaca banyak buku seputar paedagogy, psikologi,
filsafat, biografi dan kisah kisah pencerahan dari orang lain. Akhirnya
kemampuan dan energi menulis penulis makin meningkat.
Setiap minggu penulis mampu menulis satu atau dua artikel per-minggu.
Penulis memutuskan untuk mempublikasikanya pada Koran-koran di Sumbar.
Saat itu ada tiga Koran yaitu Canang, Haluan dan Singgalang. Tahun 1992 tulisan
penulis pertama terbit di Koran Singgalang engan judul “Melacak pergaulan
remaja dan tidak perlu frustasi bila gagal masuk perguruan tinggi”. Ia sangat
bahagia dan enerjik menulis semakin bertambah, penulis terus mengirim artikel ke
Koran-koran. Bila dipublikasi penulis tentu senang dan kalau ditolak penulis
berusaha untuk tidak kecewa apalagi sampai menjadi frustasi. Frustasi tentu bisa
membunuh kreatifitas menulis dan energi untuk melakukan aktifitas lain.
Di awal tahun 1990-an ada beberapa orang asing dari Perancis- Francoise
Brouquisse, Anne Bedos dan Louis Deharveng. Mereka bertugas di LIPI
(Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Jakarta dan melakukan penelitian tentang
hutan tradisionil di Lintau. Orang- orang Perancis tersebut kemudian menjadi
temn baik penulis dan mereka datang ke Sumatra dan berkunjung ke Rumah
penulis. Mereka membatunya dalam mempelajari bahasa Perancis dan meminta
penulis menulis untuk dipublikasi dalam. Dengan demikian tulisan penulis tentang
parawisata juga dipublikasi pada journal mereka, speleologie,di kota Tarbes,
Perancis.
12. Ternyata ada manfaat menulis dalam pengembangan karir penulis sebagai
guru. Tahun 1998 ada seleksi guru teladan (sekarang guru berprestasi). Porto folio
penuh dengan klipping artikel-artikel dan tulisan penulis dalam bentuk lain,
seperti resensi buku. Kemampuan menguasai dua bahasa asing, Inggris dan
Perancis, dan skor ujin tulis membuat penulis bisa mewakili kecamatan Lintau
Buo dan selanjutnya untuk tingkat Kabupaten Tanah Datar untuk seleksi guru
Teladan. Di tingkat Provinsi, penulis masuk nominasi dan akhirnya tahun 1998
penulis tercatat sebagai guru teladan Sumatera Barat dalam usia tiga puluh tahun.
Tahun 2005, penulis mutasi ke kota Batusangkar dan bertugas di sekolah
baru pada sekolah “Pelayan Unggul” satu atap SMP-SMA unggul, yang mana
kemudian berubah nama menjadi SMP Negeri 5 Batusangkar dan SMA Negeri 3
Batusangkar. Berdomisili di kota batusangkar membuat penulis mudah
bersentuhan dengan tekhnologi- computer dan internet. Ia terus menulis dan
menyalurkan tulisan lewat internet, mengirim artikel ke berbagai Koran lewat e-
mail. Kemudian penulis juga membuat situs gratisan lewat blogspot. Sebetulnya
ada beberapa bentuk blog gratisan lain seperti wordpress dan multiply. Namun
penulis suka fitur blogspot. . Situs penulis sendiri ada pada alamat:
http://penulisbatusangkar.blogspot.com.
Tahun 2006, penulis memperoleh beasiswa untuk mengikuti program
pascasarjana di Universitas Negeri Padang. Kemampuan menulis membuat kuliah
lancar dan penulis bisa selesai pendidikan pada Pascasarjana. Kemampuan
menulis membuat tesis penulis bisa selesai lebih cepat penulis wisuda pada
pertengahan tahun 2008.
13. Issue sertifikasi untuk guru professional pun bergulir dan segera menjadi
realita. Bagi yang mampu memenuhi angka atau skor porto folio bisa lulus dan
memperoleh sertifikasi sebagai guru professional. Ia mengetik ulang semua artikel
yang pernah diterbitkan pada Koran-koran. Artikel yang telah diketik ulang
penulis kirim lagi ke Koran, tentu saja diedit lagi. Semuanya terbit lagi dan
penulis memperoleh honorarium lagi. Ia juga mempostingkan tulisan tadi dalam
blogspot penulis dan kumpulan artikel yang pernah dipublikasikan membuat nya
bisa lulus sertifikasi lewat portofolio. Betul-betul dana sertifikasi yang telah
penulis terima membuat penulis dan keluarga menjadi lebih sejahtera, bisa
membeli laptop dan memperbaiki bangunan rumah.
Penulis ingin menjadi penulis buku dan tidak harus menulis buku tebal
dari awal sampai akhir sebanyak 250 halaman. Ia menseleksi beberapa tulisa yang
sama temanya menjadi satu buku. Temanya tentang pendidikan dan penulis beri
judul: SCHOOL HEALING MENYEMBUHKAN PROBLEM SEKOLAH. Bulan
Februari 2009 ini penulis punya rencana untuk menyerahkan pada teman untuk
diterbitkan di Provinsi Riau, namun lebih dahulu ada telepon dari Jogjakarta-
penerbit Pustaka Insan Madani- ingin mencetak dan meberbit naskah buku atau
tulisannya. Penulis menyetujui. Insyaallah, menurut pihak penerbit bahwa dalam
bulan Agustus 2009 ini buku penulis sudah siap cetak dan siap untuk diluncurkan
untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Moga-moga bermanfaat oleh masyarakat.
Kemampuan menulis ternyata adalah sebuah keterampilan. Semua orang
bisa menjadi penulis asal dia banyak berlatih dan menyenangi aktifitas menulis.
Menulis bisa mendatangkan manfaat. Penulis bisa berbagi ide dan opini dengan
pembaca, bisa memperoleh honor dan sangat membantu bagi guru untuk
14. memperoleh skor portofolio untuk sertifikasi guru. Penulis artikel bisa
mengembangkan diri menjadi penulis buku dan memperoleh royalty pada akhir
tahun. Buku kedua penulis kemudian juga terbit pada penerbitan :Bahtera buku di
Jogjakarta. Buku tersebut berjudul “Generasi Masa Depan- Memaksimalkan
Potensi Diri Melalui Pendidikan”.
D. Jasa Penulis Dalam Mendidik dan Menghibur Jutaan Anak-Anak
Jutaan anak-anak di dunia bisa bermimpi dan berbagi cerita tentang tokoh
cerita yang telah mereka baca. Jutaan anak-anak di dunia bisa terhibur dan bisa
berhenti menangis setelah ibu, ayah , nenek mereka menceritakan tokoh-tokoh
hebat yang tidak cengeng dan jutaan anak-anak terdidik, berubah karakter jadi
baik, gara-gara tokoh cerita yang mereka kagumi. Itulah berkah karena adanya
penulis cerita anak anak yang bisa berjasa mendidik dan mendatangkan
kedamaian ke hati mereka.
Anak-anak yang gemar dengan sastra (cerita anak-anak) lebih mengenal
tokoh cerita daripada penulis cerita tersebut. Mereka lebih mengenal “kisah si
kerudung merah dan Cinderella” dari pada penulisnya “Charles Perrault”, lebih
mengenal cerita “Pinokio” dari pada penulisnya “Carlo Collodi”, cerita “Putri
Salju” dari pada penulisnya “Hans Christian Andersen”, cerita “Harry Porter” dari
penulisnya J.K Rowling, atau “Elisa di negeri ajaib” dari pada penulisnya Lewis
Caroll. Pada umumnya cerita-cerita menarik tersebut banyak yang berasal dari
daratan Eropa, seperti Ceko, Perancis, Jerman, Denmark, Italia, Swiss, Inggris,
Irlandia, dan juga dari Amerika SErikat. Penyebabnya bisa jadi karena bahasa-
15. bahasa Eropa menjadi bahasa Internasional seperti bahasa Inggris, Perancis,
Jerman, dan Spanyol. Karya sastra anak anak pun menyebar melalui bahasa ini
Sekali lagi anak-anak sedunia begitu kagum dengan tokoh cerita-cerita
yang telah disulap menjadi film film kartun yang lucu, menghibur dan mendidik.
Kita juga perlu mengenal cerita tersebut namun juga perlu tahu siapa
pengarangnya dan bagaimana latar belakang kehidupan mereka, agar kita juga
bisa menimba pengalaman sukses mereka sebagai penulis hebat.
1) Putri Salju
Hans Christian Andersen lahir di Odense, Denmark (1805), ia penulis dan
penyair yang paling terkenal berkat karya dongengnya. Ayah Andersen adalah
tukang sepatu yang miskin dan buta huruf (namun rajin), dan ibunya adalah
seorang binatu (buruh cuci). Walau dari keluarga miskin, namun sejak kecil Hans
Christian Andersen sudah mengenal berbagai cerita dongeng, sang ibunya yang
membuat H.C Andersen berkenalan dengan certa-cerita rakyat. Di kemudian hari,
H.C. Andersen sempat melukiskan sosok sang ibu dalam berbagai novelnya.
Ayahnya juga seorang pencinta sastra, dan kerap mengajak Hans
menonton pertunjukkan sandiwara (atau theater). Setiap Minggu ia membuatkan
gambar-gambar dan membacakan certa-cerita dongeng untuk Andersen. Sikap dan
pengalaman dari orang tua itulah yang membuat H.C. Andersen tertarik dengan
dunia mainan, cerita, sandiwara termasuk karya sastra. Setelah ayahnya
meninggal. H.C. Andersen yang belum lama mengenyam pendidikan formal,
merasakan susahnya kehidupan. Akhirnya ia bekerja serabutan di antaranya
pernah bekerja di sebuah pabrik, magang di sebuah penjahit dan bekerja sebagai
penenun. Ia terpaksa memburuh untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
16. Anderson mencoba menjadi seorang penulis sandiwara. tetapi penulisng,
semua karyanya ditolak dimana-mana. Hans Andersen beruntung bisa bertemu
dengan Raja Denmark, Frederik VI, karena ia cerdas dan gagah, Raja tertarik
dengan penampilan Hans muda dan mengirimkannya untuk bersekolah
(memberinya bea-siswa). Andersen melanjutkan studi ke Universitas
Kopenhagen. Sambil kuliah, pada tahun 1828 Hans Christian menulis kisah
perjalanan yang berjudul Fodreise fra Holmens Kanal Til Ostpynten af Amager
(Berjalan kaki dari Kanal Holmen ke Titik Timur Amager).
Hans Christian Andersen pergi berkelana ke luar negeri selain Jerman. ke
Perancis, Swedia, Spanyol, Portugal, Italia bahkan hingga Timur Tengah. Dari
berbagai kunjungan itu melahirkan setumpuk kisah perjalanan. Ketika melawat ke
Paris, Andersen bertemu dengan Victor Hugo, Alexandre Dumas, Heinrich Heine
dan Balzac. Di tengah perjalanan panjang ini pula, ia sempat menyelesaikan
penulisan "Agnette and the Merman".
Pada awal 1835, novel pertama Andersen terbit dan meraih sukses besar.
Sebagai novelis, ia membuat terobosan lewat The Imrpvisator, karya yang
ditulisnya pada tahun yang sama. Cerita yang mengambil setting Italia
inimencerminkan kisah hidupnya sendiri; melukiskan upaya seorang bocah miskin
masuk ke dalam lingkungan pergaulan masyarakat. Malah sampai akhir hayatnya,
buku The Improvisatore inilah yang paling banyak dibaca orang banyak
dibandingkan dengan karya karya Andersen yang lain. Sejak buku ini terbit, masa
masa sulit Andersen mulai berubah. Sepanjang 1835, ia meluncurkan tujuh cerita
dongeng yang disusun jauh hari sebelumnya.
17. Kendati novel-novelnya mendapat sambutan besar, nama Hans Christian
Andersen di dunia justru menjulang sebagai penulis dongeng anak-anak. Pada
1835, ia meluncurkan cerita anak-anak Tales for Children dalam bentuk buku
saku berharga murah. Lalu kumpulan cerita bertajuk Fairy Tales and Story
digarapnya dalam kurun 1836-1872.
Dua dari cerita dongengnya yang amat kesohor, The Little Mermaid dan
The Emperor's New Clothes, diterbitkan dalam kumpulan cerita pada 1837. Tujuh
dongengnya yang lain: Little Ugly Duckling, The Tinderbox, Little Claus and Big
Claus, Princess and the Pea, The Snow Queen, The Nightingale dan The Steadfast
Tin Soldier, juga dikenal di berbagai belahan dunia sebagai cerita yang kerap
didongengkan pada anak-anak.
Bisa dilihat dari kisah dongeng The Emperor's new Clothes. Pesan bahwa
keserakahan itu tidak baik disampaikan Andersen lewat parodi raja lalim yang
cukup menggelikan itu. Salah satu ciri lain yang menonjol dalam cerita dongeng
Andersen adalah hadirnya kaum papa dan mereka yang tidak beruntung dalam
hidup, namun juga punya semangat juang untuk hidup.
2) Pinokio
Carlo Collodi (nama pena dari Carlo Lorenzini) adalah pengarang dari
dongeng anak-anak yang sangat terkenal berjudul Pinokio. Dongeng Pinokia
merupakan suatu cerita edukatif tentang boneka kayu yang berubah menjadi anak
laki-laki bernama Pinokio karena bantuan peri. Pinokio memiliki petualangan
yang merubahnya dari anak yang nakal dan suka berbohong menjadi anak yang
baik dan patuh pada orang tua. Selain menjadi pengarang dongeng, dia juga
dikenal sebagai penulis artikel di surat kabar, buku, dan novel.
18. Carlo Collodi merupakan anak pertama dari 10 bersaudara dengan orang
tua bernama Domenico Lorenzini, seorang juru masak, dan Angela Orzali,
seorang penjahit. Masa kecilnya dihabiskan di desa, menyelesaikan pendidikan
sekolah dasar dan dikirim ke seminari selama 5 tahun. Setelah lulus dari seminari,
dia bekerja menjadi penjual buku. Ketika pergerakan unifikasi atau persatuan
Italia mulai penyebar, Collodi yang berusia 22 tahun menjadi jurnalis yang ikut
memperjuangkan kemerdekaan Italia.
Semasa hidupnya, Collodi menulis komedi, koran, dan juga berbagai
ulasan. Ketika Italia menjadi negara persatuan, Collodi berhenti dari dunia
jurnalisme dan setelah tahun 1870 menjadi editor naskah teater dan editor
majalah. Kemudian Collodi beralih ke dunia fantasi anak-anak dan
menerjemahkan dongeng karya penulis Perancis, Charles Perrault, ke dalam
bahasa Italia. Sejak saat itu, Collodi banyak menghasilkan berbagai karya,
terutama cerita anak-anak yang sukses dan disukai oleh masyarakat.
3) The Tale of Peter Rabbit
Helen Beatrix Potter adalah seorang pengarang dan ilustrator, botanis dan
konservasionis berkebangsaan Inggris. Ia terkenal karena buku ceritanya, yang
menampilkan tokoh hewan seperti Peter Rabbit. Ia dilahirkan di Kensington,
London pada tanggal 28 Juli 1866. Ia dididik dan belajar di rumah, sehingga ia
mempunyai sedikit kesempatan untuk berkumpul bersama teman-teman
sebayanya. Bahkan adik laki-laki Potter, Bertram, sangat jarang berada di rumah;
dia disekolahkan di sekolah asrama, sehingga Beatrix hanya sendirian bersama
hewan peliharaannya. Ia mempunyai katak dan kadal, dan bahkan kelelawar. Ia
juga pernah memiliki dua ekor kelinci. Kelinci pertamanya adalah Benjamin, yang
19. ia gambarkan sebagai "benda kecil yang bermuka tebal dan kurang ajar",
sedangkan kelinci keduanya adalah Peter, yang selalu dibawanya ke manapun ia
pergi bahkan di dalam kereta api. Potter sering memperhatikan hewan-hewan ini
selama berjam-jam dan membuat sketsa mereka. Sedikit demi sedikit, sketsa yang
dibuatnya semakin baik, membuat bakatnya berkembang sejak usia dini.
Ketika Potter beranjak dewasa, orang tuanya menunjuknya sebagai
pengurus rumah dan mengurangi pengembangan intelektualnya,
mengharuskannya untuk mengurusi rumah. Sejak umur 15 tahun sampai sekitar
umur 30 tahun, ia mencatat kehidupan kesehariannya di sebuah jurnal,
menggunakan kode rahasia (yang tidak terdekripsi sampai beberapa dekade
setelah kematiannya).
Hal yang mendasari kebanyakan proyek dan ceritanya adalah hewan-
hewan kecil yang menyelundup ke dalam rumah atau yang ia amati ketika liburan
keluarga di Skotlandia dan Distrik Lake. Dia didorong untuk mempublikasi cerita
The Tale of Peter Rabbit, dan ia pun berjuang untuk mencari penerbit sampai ia
akhirnya diterima saat berumur 36 tahun pada 1902. Buku kecilnya dan karya-
karyanya yang lain diterima masyarakat dengan baik dan ia memperoleh
pendapatan dari penjualan karyanya tersebut.
4) Harry Porter
Joanne Kathleen Rowling atau lebih dikenal sebagai J.K. Rowling
dilahirkan tahun 1965 di Chipping Sodbury, dekat Bristol, Inggris. Sebagai
seorang ibu tunggal yang tinggal di Edinburgh, Skotlandia, Rowling menjadi
sorotan kesusasteraan internasional pada tahun 1999 saat tiga seri pertama novel
20. remaja Harry Potter mengambil alih tiga tempat teratas dalam daftar New York
Times best-seller setelah memperoleh kemenangan yang sama di Britania Raya.
Lulusan Universitas Exeter, Rowling berpindah ke Portugal pada tahun
1990 untuk mengajar Bahasa Inggris. Di sana dia berjumpa dan menikah dengan
seorang wartawan Portugis. Anak perempuan mereka, Jessica dilahirkan pada
tahun 1993. Selepas perkawinannya berakhir dengan perceraian, Rowling
menghadapi masalah untuk menghidupi diri dan anaknya. Semasa hidup dalam
kesusahan itu, Rowling mulai menulis sebuah buku. Dikatakan bahwa Rowling
mendapat ide tentang penulisan buku itu sewaktu dalam perjalanan menaiki kereta
api dari Manchester ke London pada tahun 1990.
Menjadi penulis besar, apalagi penulis kaliber dunia, tidak mudah. Tidak
semudah membalik telapak tangan. Untuk menjadi penulis besar butuh perjuangan
dan persiapan diri. Mereka yang menjadi penulis besar selalu belajar dari
pengalaman dan hasil karya pendahulu mereka. Tidak perlu mencari alas an, “wah
bagaimana aku akan menjadi penulis besar, orang tua ku saja susah dan melarat”.
Christian Andersen si penulis dongeng anak-anak yang hebat (Cinderella) juga
punya orang tua yang melarat. Namun factor dukungan orang tua juga
menentukan, bahwa sangat perlu setiap rumah juga menyediakan koleksi cerita
dan sastra (novel dan biografi) untuk konsumsi anggota keluarga. Carlo Collodi,
penulis Pinokio, juga berasal dari orang tua yang hidup susah-ayahnya cuma
buruh masak (juru masak) dan ibunya buruh cuci (tukang cuci) dan ia sendiri juga
tidak terbiasa bermalas-malas dan juga mencari kegiatan untuk menghidupi diri,
maka jadi kayalah pengalaman emosionalnya.
21. Menjadi besar bukan berarti hidup cengeng (suka mengeluh) sebagaimana
Andersen juga melakukan kerja serabutan dan sempat menjadi buruh untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Adalah isapan jempol bagi mereka yang cuma betah
nongol di rumah untuk bisa menjadi hebat, untuk itu perlu melakukan
penjelajahan- mengunjungi banyak tempat, berkenalan dan berdialog dengan
banyak orang- mencari ribuan pengalaman hidup untuk menjadi bahan cerita.
Menjadi penulis juga perlu banyak berlatih. Sebelum menjadi hebat
seorang penulis tentuh telah menulis (berlatih) ribuan helai kertas dan
menghabiskan lusinan tinta. Begitu karyanya selesai- apakah puisi, cerpen,
cerbung (cerita bersambung), biografi atau novel, dikirim ke penerbit bukan
langsung diterima (diterbitkan). Seringkali karya-karya mereka buat pertama
kalinya ditolak, namun mereka tentu tidak mengenal kata “patah hati” apalagi
frustasi dan berhenti menulis.
Sebelum mengakhiri tulisan ini, penulis ingin pula memaparkan tentang
rahasia pengajaran sastra yang menyenang seperti yang tertulis pada dinding
Rumah Puisi- yang didirikan oleh Sastrawan Taufiq Ismail- berlokasi di Nagari
Aie Angek, Kecamatan Sepuluh Koto, Padang Panjang. Bahwa cara pandang
pengajaran sastra harus asyik, nikmat, gembira dan mencerahkan. Siswa harus
membaca langsung karya sastra, dan perpustakaan sekolah musti punya koleksi
buku-buku sastra yang menarik, kemudian kelas mengarang perlu menyenangkan
dan selalu dikembangkan. Dan terakhir suasana belajar musti menyenangkan-
bebas dari suasana mengkritik apalagi penuh tekanan.
22. BAB.II IKUT SERTA DALAM PROGRAM STUDI BANDING
A. Sebuah Kesempatan
Penulis tidak memikirkan kalau ia harus ikut studi banding, suatu hari
Bapak H. Rosfairil (Kepala SMA Negeri 3 Batusangkar) memberi sinyal kalau
sudah waktu bagi penulis untuk tahu apakah ia berangkat atau tidak. Maka
Bapak H. Rosfairil melakukan kontak telepon ke kantor Dinas Pendidikan
Kabupaten Tanah Datar. Namun saat itu ada sinyal buat penulis untuk
bergabung, namun belum lagi diumumkan secara resmi, baru sebatas info dari
mulut ke mulut (tidak resmi).
Kemudian, suatu hari secara tiba-tiba, penulis diminta untuk
melengkapi bahan yang diperlukan oleh kantor imigrasi seperti “kartu nikah,
KTP, kartu keluarga, ijazah, akta kelahiran, surat izin dari istri dan juga
materai Rp. 6.000 (tiga lembar)”. Semua bahan dokumen ini diserahkan ke
Kantor Dinas Pendidikan di Pagaruyung. Di sana penulis juga berjumpa
dengan beberapa orang guru yang juga mau berangkat studi banding. “Setiap
dokumen yang asli harus ada fotocopinya”.
Setelah dua atau tiga minggu, ada perintah untuk pengumpulan bahan
dokumen- untuk verifikasi. Panitia studi banding mengirim pesan melalui
SMS kepada semua peserta. Hingga semua peserta comparative study (studi
banding) berkumpul di aula Dinas Pendidikan.
Untuk memudahkan manajemen maka panitia studi banding membagi
peserta atas 6 kelompok. Penulis sendiri berada dalam kelompok 3 dan
sekaligus menjadi guru pembimbing. Saat itu semua peserta mengisi blanko
23. yang diminta oleh Kantor Imigrasi dan dibutuhkan tiga lembar materai untuk
di tempel pada dokumen aslinya.
Di antara peserta tentu saja sudah mulai bersosialisasi- saling
berkenalan. Penulis saat itu baru mengenal beberapa orang anggota
rombongan. Bersamanya juga ada dua orang siswanya sendiri (dari SMA
Negeri 3 Batusangkar) yaitu Fauzi, reward sebagai siswa jago Kimia tingkat
Sumbar dan Mayang Berliana, reward atas prestasinya sebagai juara umum di
SMAN 3 Batusangkar. Ia juga tahu bahwa siswinya ‘Fitria Rahmadani” juga
ikut dan ia telah memiliki passport.
Suatu hari kami memperoleh SMS bahwa semua peserta grup 3 diminta
untuk hadir jam 8.00 wib di Kantor Dinas Pendidikan. Mereka akan brangkat
menuju kantor Imigrasi di Bukit Tinggi menggunakan bus Pemda Tanah Datar
untuk menggurus penerbitan pass port secara kolektif. Saat itu peserta sudah
mulai terlihat jelas “siapa saja dan dari mana saja”. Mereka adalah siswa yang
berasal dari juara umum Kecamatan untuk siswa SD, terus dari MTsN, SMP,
SMK, MA dan SMA di Kabupaten Tanah Datar. Juga ada guru berprestasi
lainnya, siswa yang masih dibawah umur 17 tahun, musti didampingi oleh
orang tua mereka.
Setelah satu jam dari Batusangkar, akhirnya bus Pemda tiba di Kantor
Imigrasi, Di Belakang Balok Bukittinggi. Gedung kantor imigrasi terlihat
biasa-biasa saja, namun terlihat cukup bersih. Pengunjung yang datang, ada
orang-orang desa, mereka datang untuk mengurus pasport buat pergi umrah
ke Mekkah, juga ada rombongan anak-anak pramuka dari Pesantren Al-Hira
(Padang Panjang) jumlah mereka cukup banyak. Mereka akan mengikuti
24. kegiatan pramuka di Malaysia dan setiap peserta membayar seribu dollar
(apakah Dollar Amerika, Australia atau Dollar Singapura). Rombongan dari
Tanah Datar (peserta Comparative study) juga cukup banyak di gedung
tersebut.
Saat rombongan kami tiba belum banyak aktivitas di kantor tersebut,
namun kami datang lebih cepat dan berharap bisa urusan cepat selesai.
Pertama kami antrian menunggu panggilan untuk pengambilan dokumen asli,
setelah itu membayar biaya pembuatan paspor pada loket kasir. Kami harus
menunggu beberapa saat untuk proses selanjutnya. Biaya pembuatan pasport
ditanggung oleh Pemda Tanah Datar, masing-masing memperoleh Rp.
270.000, dengan rincian untuk biaya pembuatan pasport Rp. 255.000, dan
sisanya buat beli minuman. Satu per satu anggota rombongan kami dipanggil
untuk pemotretan dan setelah semua selsai rombongan mencari kuliner untuk
mengisi perut yang lapar dan setelah itu kami kembali berangkat menuju
Batusangkar. Katanya bahwa urusan passport dan dokumen lainnya sudah
selesai. Kami semua kembali ke Batusangkar.
B. Pembekalan Pengalaman
Kami kembali berkumpul untuk memperoleh pembekalan pengalaman
tentang keimigrasian dan melancong ke luar negeri. Pada umumnya peserta
studi banding (guru dan siswa) belum pernah melakukan kunjungan ke
Malaysia dan Singapore. Penyelenggara kegiatan ini adalah dari Dinas
Pendidikan Tanah Datar dan dari biro perjalanan JAP (Jalur Angkasa Prima).
Mereka merasa perlu untuk memberi pembekalan pengalaman bagaimana dan
25. mengapa dengan negara Malaysia dan Singapura- bagaimana kultur, politik
dan budaya mereka.
Bapak Mardalius, kepala sub bidang Dinas Pendidikan Tanah Datar,
mengatakan bahwa Pemda Tanah Datar menyediakan anggaran sekitar Rp.
500 juta untuk membiaya studi comparative siswa dan guru berprestasi
tersebut. Mereka terdiri dari anak-anak juara umum di Kecamatan, dan juara
umum di sekolah bagi siswa tingkat SLTP dan SLTA dan juga guru-guru
pilihan atau guru berprestasi.
Dana yang dianggarkan tersebut merupakan reward bagi warga Tanah
Datar dari segi pendidikan, tentu saja penganggaran ini telah disetujui oleh
DPRD dan Pemerintah Tanah Datar. Dapat dikatakan bahwa dalam kegiatan
tersebut guru-guru juga berfungsi sebagai unsur pembimbing dan mereka
perlu memberikan perhatian atas keselamatan dan kesehatan siswa. Oleh
karena ini dalam rombongan sekarang (studi banding yang ke 5) juga ikut
seorang dokter yang berprestasi (Dr. Susi Julianti, dari Dinas Kesehatan
Kecamatan Limo Kaum) untuk tingkat Sumatera Barat.
Kegiatan studi banding kali ini, pada mulanya direncanakan sebelum
lebaran haji yang jatuh tanggal 6 November 2011, namun diundur menjadi
tanggal 17 November 2011. Dikatakan bahwa semua pasport sudah selesai dan
siap dibagikan. Passport adalah sebagai dokumen atau identitas seseorang
yang ingin berpergian ke negara lain dan paspor akan distempel di bahagian
keimigrasian di Bandara Internasional Minangkabau dan bandara kedatangan
Malaysia. Atau pasport distempel oleh pihak imigrasi saat keluar dan saat
masuk suatu negara.
26. Diingatkan bahwa selama berada di luar negeri, paspor musti ada pada
diri kita. Kalau paspor kita hilang (dokumen penting ini) maka kita tidak bisa
meninggalkan suatu negara, kita malah akan ditahan oleh pihak imigrasi dan
polisi dan dianggap sebagai warga illegal.
Dewasa ini negara Malaysia sudah maju, dan Singapura lebih maju lagi.
Orang-orang di negara tersebut lebih teliti dan disiplin. Fenomena teliti
tersebut bisa cenderung menjadi karakter pencuriga. Kadang-kadang karakter
curiga sering dijumpai pada petugas imigrasi di bandara terhadap orang-orang
yang membawa barang/tentengan yang berlebihan. “Mereka bisa dicurigai,
misalnya memperoleh titipan drug atau narkoba dari seseorang”.
Untuk itu disarankan agar siapa saja yang berkunjung ke luar negeri dan
melewati kantor atau petugas immigrasi agar tidak mudah menerima titipan
tas/barang dari seseorang sebelum masuk bandara, karena dikhawatirkan akan
menjadi titipan narkoba oleh pengedarnya. Sebab penerima titipan akan bisa
terlibat kasus dan ikut berurusan dengan imigrasi dan polisi “sekali lagi
diingatkan bahwa JANGAN MENERIMA BARANG TITIPAN DI
BANDARA”. Demikian pesan Pemda kepada kami semua.
Merokok dilarang di Singapura, untuk itu jangan merokok selama
berada di Singapura. Juga diingatkan bahwa bila kita pergi keluar negeri
dalam bentuk grup maka kita harus memperhatikan keselamatan dan
kesehatan anggotagrup. Terutama kesehatan dan keselamatan diri pribadi.
Biasanya orang yang telah pergi ke luar negeri akan punya banyak
cerita menarik yang akan bisa menjadi pengalaman bagi orang lain. Misalnya
orang yang bernama “Salman dan Imam” bisa ditahan dan diinterogasi di
27. Bandara Singapura. Alasannya bahwa nama tersebut mirip dengan nama
Salman Rusdie, penulis buku The Satamic Verses (ayat-ayat setan) dan Imam
Samudra, gembong teroris yang ikut meledakkan bom di pulau Bali.
Ditambahkan bahwa keberangkatan rombongan tidak sekaligus, namun
dipecah menjadi dua kali dengan pesawat Air Asia yang terbang dari bandara
Padang menuju Kuala Lumpur. Juga dinyatakan lagi bahwa di Sumatera Barat
program reward studi banding bagi warga yang berprestasi hanya ada di
Kabupaten Tanah Datar. Warga yang berprestasi di Tanah Datar akan diberi
reward oleh Pemerintah.
28. BAB. III PENGALAMAN SELAMA PERJALANAN
A. Keberangkatan
Tanggal 16 November 2011 kami berkumpul di Aula Islamic Centre,
pukul 13.00 siang peserta sudah datang dari seluruh kecamatan. Penulis sendiri
tiba di Aula hampir pukul 14.00, karena harus menyelesaikan penulisan naskah
ujian Bahasa Inggris untuk kelas XI. Kabupaten Tanah Datar (semester 1 tahun
2011/2012) dan ada sedikit problem dengan editing ukuran margin kertas ujian.
Alhamdulillah akhirnya penulis bisa merampungkan penulsian dan
pengaturan ukuran kertas ujian sesuai dengan ukuran standar. Ia kemudian harus
menuju Griya Alam Segar –rumahnya- untuk shalat zuhur dan menyiapkan
travelling bagnya. Ia sempat menitipkan pesan pada anak laki-lakinya
(Muhammad Fachrul Anshar) untuk berkumpul di Islamic Center Pagaruyung dan
seterusnya terbang menuju Kuala Lumpur.
Opening session bersama Bupati Shalat berjamaah di Mesjid Nurul Amin
Penulis bergabung dengan peserta studi banding yang lain, setelah ditelpon
oleh beberapa orang tua siswa peserta studi banding. Ppenulis menyusup dalam
kerumunan orang tua yang mau melepas keberangkatan anaknya. Dalam aula di
gedung Islamic Center telah terpajang pamflet “Selamat Jalan rombongan Studi
29. Banding Internasional Siswa/Siswi, guru, pengawas dan UPTD berprestasi Tanah
Datar ke Malaysia dan Singapura, 17 sampai 22 November 2011, Penghargaan
bagi yang berprestasi”.
Semua peserta menunggu kedatangan Bupati Tanah Datar, Bapak Shadiq
Pasadigoe, jam 15.15 sore. Penulis dan juga orang-orang lain menghilangkan
ringtone phone cell, khawatir kalau mengganggu kekhidmatan acara di ruangan
tersebut.
Kami semua memberikan applause (tepuk tangan) dan Bupati begitu juga
rombongan telah datang. Mereka bergegas dan melangkah menuju deretan kursi
paling depan untuk memberikan arahan dan juga melepaskan keberangkatan kami
secara formal. Kepala Dinas Pendidikan Tanah Datar, Bapak Drs. H. Darisman,
adalah ketua pelaksana studi banding siswa berprestasi ke Singapura dan
Malaysia.
Dikatakan bahwa kegiatan studi banding telah menjadi kegiatan rutin sejak
tahun 2006. Tanah Datar merupakan satu-satunya kabupaten di Sumatera Barat
yang memberikan reward buat warga yang berprestasi, tentu saja sebagai cara
terbaik dalam memotivasi warga. Program tersebut juga sangat bermanfaat untuk
menambah wawasan peseta tentang budaya, etos belajar dan etos kerja masyarakat
Malaysia dan Singapura yang negara mereka sudah maju tersebut.
Jumlah peserta ada 137 guru, 107 siswa dan 30 orang guru pembimbing.
Bapak Darisman memperkenalkan peserta per grup, mereka berdiri dan
memperoleh applause. “Oh, sungguh memberi semangat dan keceriaan bagi
semua peserta”.
30. Ada dua kloter penerbagangan, peserta nomor 1-95 ditambah dengan
nomor 136, dan 137 musti bermalam di Islamic Centre. Mereka akan berangkat
menuju BIM (Bandara Internasional Minangkabau) pada pukul 3.00 dini hari.
Kemudian kloter kedua adalah nomor 96-135. Seterusnya, Bapak Darisman
menjelaskan bahwa rencana perjalanan adalah pada tanggal 17-22 November.
Esok hari kami terbang dari padang menuju Kuala Lmpur dan melakukan city
tour, mengunjungi Putra Jaya dan masjid Negara.
Di Bandara BIM Padang Di Bandara Kuala Lumpur
Thanks bahwa studi banding ini bisa terlaksana karena dukungan dana
APBD (Anggaran Pengeluaran Belanja Daerah) tahun 2011. Ternyata jaket
berwarna hitam dan bertulisan “peseta studi banding internasional Malaysia dan
Singapura” yang kami pakai adalah sumbangan dari BPD (Bank Nagari)
Batusangkar.
Ada beberapa pengarahan yang kami peroleh. Bapak Yasman, S.Ag dari
komisi I, anggota DPRD Kabupaten Tanah Datar juga menyampaikan beberapa
arahan. Ia mengatakan bahwa Tanah Datar tidak memiliki pabrik dan tambang,
maka SDM yang bagus juga merupakan aset berharga yang perlu untuk
ditingkatkan. Di Kabupaten Tanah Datar, motto ajaran Islam yang berbunyi “Man
31. Jadda wa jadda” yang berarti siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil
diwujudkan oleh pemerintah.
“Pemerintah memberikan respon dalam bentuk program yaitu reward studi
banding internasional ke Malaysia dan Singapura”. Tentu saja harapan dari
program ini adalah pulang dari Malaysia dan Singapura, maka etos kerja dan etos
belajar mereka menjadi lebih baiklagi”.
Rombongan yang jumlahnya 137 orang ini bisa memberi citra Tanah
Datar, andai kami punya citra yang jelek, maka tentu orang akan berfikir
“o…begini ya, karakter orang Batusangkar”. Oleh sebab itu kami perlu selalu
menjadi warga yang sopan santun selama berpergian.
Bupati Tanah Datar, Bapak Shodiq Pasadigoe, mengatakan bahwa 60%
dari APBD tersedot buat kebutuhan belanja pegawai. Anggaran studi banding juga
termasuk ke dalam APBD, dimana setiap peserta diberi dana Rp. 3,7 juta,
termasuk uang saku. Ia mengatakan tour ke luar negeri berbeda dengan tour dalam
negeri, misalnya tour ke Jakarta. Tentu saja tour ke Jakarta tanpa pemeriksaan
imigrasi, sementara tour ke Singapura dan Malaysia tentu melalui pemeriksaan.
Melalui program studi banding ke luar negeri tentu saja akan ada
pembelajaran yang bisa diperoleh. Harapan dari pemerintah “agar guru
pembimbing memberi pengalaman buat siswa secara langsung”. Tanah Datar
bukanlah kabupaten yang kaya, namun bisa menyediakan anggaran Rp. 580 juta
untuk mendukung acara studi banding tersebut, sebuah doa agar siswa yang
berprestasi bisa kuliah di Singapura dan Malaysia. “Dengan Bismillah,
rombongan studi banding penulis lepas” ucap Bapak Bupati sambil memberikan
32. ketukan tiga kali. Dan kami semua memberikan tepuk tangan, beberapa saat
kemudian acara pelepasan rombongan studi banding ini pun berakhir.
B. Bermalam di Islamic Centre Pagaruyung- Batusangkar
Setelah Bupati meninggalkan aula Islamic Centre, kegiatan masih ada
yaitu penyelesaian administrasi. Pembagian (pendistribusian) kokarde, pasport,
buku petunjuk dan yang paling penting adalah penyerahan uang saku buat siswa
dan guru pembimbing. Kami kemudian pergi ke lantai atas untuk mencari kamar,
rupanya hanya ada dua kamar yang luas buat grup pria dan grup wanita. Penulis
menuju ruangan 4, kamar besar buat grup pria.
Ternyata bermalam bersama peserta studi banding di Islamic Centre juga
asyik. Kami semua shalat di Masjid Nurul Amal yang terletak di samping Islamic
Centre. Dinding masjid dicat putih, ruangannya luas dan bersih. Habis shalat kami
merebahkan diri dan terasa sangat rileks, anak-anak lain saling berkenalan dan
berbagi cerita.
Penulis dan beberapa teman berfikir kalau panitia studi banding
menyediakan makan malam ternyata tidak. Untuk mengatasi perut yang terasa
keroncongan kami mencari makan dan susah sekali mencari warung malam itu.
Penulis dan Febrianto (guru SMAN 3 Batusangkar) berjalan ke luar untuk
mencari warung. Kami bisa membeli ketupat gulai nangka yang terletak persis di
depan Istano Basa Pagaruyung. Rasa ketupat gulai nangka cukup lezat (mungkin
perut lapar). Penulis juga melahap goreng tahu dan kerupuk, penulis
memperkirakan harganya sama dengan hargama makanan di pasar, ternyata
harganya cukup murah, yaitu separo harga pasar.
33. Menjelang tidur penulis duduk di antara siswa peserta, penulis berbagi
cerita tentang cara belajar, tentang motivasi dan tentang kepribadian. Penulis juga
membuat kalimat-kalimat lelucon, ternyata siswa peserta senang dan tampak
rileks, mereka makin ramai.
“Wah kita jam 3.00 dini hari harus bangun dan bertolak menuju Bandara
Internasional Minangkabau di Padang, untuk itu harus tidur”, kata penulis.
Mereka harus tidur dan ternyata tidur yang mudah adalah dikamar sendiri,
dirumah sendiri. Namun penulis melihat bahwa sebagian masih sibuk dengan
kebiasaan sendiri, otak atik HP, mendengar MP3, sampai ada membaca komik
dan berbagi cerita.
Penulis fikir bahwa sebagian besar peserta tidak tidur bisa dengan pulas,
kecuali hanya sebagian, “oh..ternyata bagi anggota kloter 2 yang akan berangkat
jam 3 sore dan fikiran mereka rileks hingga bisa tertidur”.
Anak-anak pasti sibuk dengan pikiran mereka. Mereka tentu berfikir
tentang bagaimana kegiatan selanjutnya, penulis sendiri juga tidak tidur dengan
pulas, telinga dengan jelas mendengar percakapan demi percakapan orang-orang
yang berada dalam ruangan tidur besar tersebut. Penulis sengajat menutup mata
agak lama agar bisa memperoleh rasa istirahat yang lebih lama, meskipun tidak
tertidur lelap. Paling kurang melalui cara tersebut penulis masih bisa memperoleh
tidur atau istirahat yang lebih berkualitas.
Anak-anak peserta studi banding ini tentu saja anak-anak pilihan di
sekolah atau di Kecamatan mereka. Mereka amat mudah termotivasi untuk
melakukan hal-hal positif, saat penulis berada di dalam aula Islamic Centre
kemaren, penulis sibuk menuliskan pengalaman pada buku catatan dan sambil
34. berbagi cerita pada anak-anak yang duduk dekat penulis bahwa “menuliskan
pengalaman adalah cara yang terbak buat menyelesaikan pengalaman”. Lagi pula
nanti setelah acara “comparative study” selesai maka kita akan diminta untuk
menulis laporan. Tentu saja kita akan dengan mudah dapat menyelesaikan laporan
perjalanan.
Danau Singkarak Terlihat Dari Pesawat Berfoto foto di Bandara
Mendengar penjelasan ini maka dengan serta merta beberapa siswa pergi
ke luar ruangan Islamic Centre untuk mendapatkan (membeli) buku catatan dan
pulpen. “Betapa mudah memotivasi anak-anak pilihat buat berhasil dalam hidup
mereka, tinggal lagi kualitas pemberian motivasi dan mengarahkan mereka untuk
melakukan aktivitas selanjutnya untuk menggenjot SDM (Sumber Daya Manusia)
mereka”.
Siswa peserta ternyata mampu mengurus diri dalam memanfaatkan waktu.
Islamic Centre hanya memiliki dua kamar mandi, namun semua peserta mampu
membersihkan diri. Di malamm itu (dini hari) penulis turun agak lambat dan
ternyata orang-orang sudah siap berpakaian rapi. Mereka bisa mandi meski kamar
mandi hanya dua, tidak sebanding dengan jumlah peserta yang lebih dari seratus
orang.
35. Perjalanan menuju Padang pada waktu dini, pukul 3.00 pagi terasa
nyaman, mobil melaju dengan mulus. Tidak ada kendaraan dan transportasi lain
yang mengganggu perjalanan kami. Cuaca pagi dini hari juga sejuk membuat
semua penumpang ingin untuk menikmati tidur, apalagi mata pun masih
mengantuk. Penulis sendiri juga enggan membuka mata, lebih enak untuk
memejamkan mata, tidak merasa rugi untuk melihat pemandangan apalagi
pemandangan yang akan dilihat sudah bisa dilalui sepanjang waktu.
Hanya perjalanan sedikit terganggu setelah melewati pasar Sicincin.
Terlihat polisi mengatur arus lalu lintas, ada sebuah mobil pecah ban, namun juga
ada pemeriksaan terhadap mobil travel, khawatir kalau mobil travel yang lewat
saat dini hari membawa barang-barang yang dicurigai polisi.
Tak lama kemudian, ada kumandang azan subuh, rombongan mobil
Pemda berhenti pada sebuah masjid di pinggir jalan di Kayu Tanam. Kami shalat
subuh, dan rombongan kami segera membuat jamaah masjid menjadi ramai pada
pagi subuh itu. Penulis tidak ingin berlama-lama duduk dalam masjid, ia lebih
memilih duduk segera dalam bus deretan nomor dua dari depan, tentu saja kami
selanjutnya menuju Padang Airport- BIM (Bandara Internasional Minangkabau).
Mata kami tidak lagi mengantuk. Hari juga sudah mulai menyingsing,
berkas sinar matahari mulai membersit di cakrawala. Memang masih terasa letih
rasanya. Penulis menikmati pemandangan menuju BIM kembali.
Dalam mobil yang penulis tumpangi, terdapat dua grup, yaitu grup 5 dan
6. Penulis sendiri menjadi grup pembimbing untuk grup 5 penulis duduk
bersebelahan dengan seorang siswa asal Lintau, dia tinggal di Ujung Tanah, Tepi
Selo. Penulis mengajak ia untuk bertukar fikiran dan melihat bagaimana gaya dan
36. pola berfikir. Tentu saja namanya anak-anak pikiran mereka masih dangkal.
Namun untuk selanjutnya mereka perlu melatih diri lewat menulis, bertukar
fikiran dan membaca untuk memiliki fikiran yang dalam dan berkualitas.
Akhirnya rombongan mobil kami sampai pada jalan fly over dekat nagari
Duku- Kabupaten Padang Pariaman dan terus menuju Bandara. Jalan raya menuju
bandara sebagai beranda Sumatera Barat sudah sangat bagus dan terawat dengan
baik. Tiang-tiang listrik dengan simbol Minangkabau memberi keanggunan
tersendiri. Pada pos memasuki bandara juga ada jalan kecil yang disediakan buat
sepeda motor atau ojek. Namun mereka hanya berada pada pinggiran hamparan
halaman bandara. Ojek tentu saja kurang bagus berkeliaran di seputar Bandara,
apalagi ini kan bandara standar Internasional.
Kami semua turun, penulis sendiri membantu menurunkan bagasi para
penumpang. Kami selanjutnya harus cek in, direncanakan kami akan terbang
menuju Kuala Lumpur dengan pesawat Air Asia pukul 8.30 wib.
Kami duduk-duduk sesaat. Ada yang menggunakan waktu ini untuk
mengobrol ringan, juga untuk mengambil foto buat sweet memory nanti. Kami
kemudian cek in, pemeriksaan barang-barang “Tentu saja itu sebuah pengalaman
yang baru dan menarik bagi anak-anak untuk menjadi warga internasional”.
Beberapa anak laki-laki barangkal belum memiliki valuta asing (ringgit Malaysia
dan Singapura Dolar), mereka berdiri di depan money changer, “Oh masih pagi,
tentu saja belum buka untuk money changer”.
Akhirnya money changer, pukul 7.15 wib sudah open, namun peserta studi
banding tampak bengong – mau tukar uang apa-. Apalagi pada billboard tidak ada
tertulis mata uang Malaysia. Penulis mengambil inisiatif dan mulai menukar uang,
37. pada mulanya mau beli 200 ringgit dan harganya lebih dari Rp. 500.000,- “Wah
kalau begitu 100 ringgit saja, dan penulis harus bayar Rp. 295.000,-. Setelah itu
anak-anak juga tertarik mengikuti penulis, mereka juga menukarkan mata uang
Rupiah dengan Ringgit Malaysia atau Dollar Singapura.
Rombongan kami cukup banyak, jadi kami agak lama berada di depan
pemeriksaan imigrasi untuk terbang menuju Kuala Lumpur. Hingga akhirnya
pihak travel biro menyerahkan tiket dan kartu keberangkatan, kami antri dan
menyerahkan kartu ini pada petugas imigrasi, kami masuk dan ada lagi
pemeriksaan terakhir. Tubuh kita harus dilepaskan dari benda-benda logam untuk
pemeriksaan metal detector. Ya akhirnya kami berada di ruangan tunggu pesawat.
Di belakang penulis duduk ada satu grup warga asing, mereka ngobrol
tentang Mentawai. Agaknya Mentawai menjadi tempat favorite bagi warga asing
untuk berlibur. Pemerhati wisata perlu berfikir untuk mengembangkan pariwisata
Mentawai yang juga memiliki ombak tinggi seperti ombak di Hawaii. Maklum
ada ombak dari samudera lepas- Samudera Hindia yang sangat luas
Penulis duduk pada bangku 16 F Pesawat Air Asia, AK 1371 dekat
jendela, jadi dapat melihat pemandangan. Tentu saja terbang ke Kuala Lumpur,
berarti kami melewati Sumatara Barat menuju timur. Penulis bisa melihat danau
Singkarak dari ketinggian, begitu pula dengan Gunung Sago.....atau mungkin juga
gunung yang lain “Wah aku tidak kenal gunungnya”.
Matahari berada di sebelah kanan (jendela) penulis dan cuaca cerah.
Samudra awan terbentang di bawah pesawat. Hamparan samudra awan di angkasa
tentu memberi kesejukan bagi warga yang berada di bumi. Jauh di atas juga ada
38. awan tipis menghiasi angkasa yang lebih tinggi lagi. Wah penulis ingat dengan
pelajaran geografi.
Pesawat Air Asia memiliki attentant flight berusia muda dengan wajah dan
penampilan ganteng. Juga ada seorang attendant flight wanita berwajah India.
Peswat Air Asia yang kami tumpangi adalah jenis pesawat air bus. Penulis duduk
pas pada bagian sayap atau bagian pinggang. Penumpang lain mencari kesibukan
seperti membaca majalah yang mereka ambil dari kantong kursi, seperti majalah
sky shop dan high flying fashion. Penulis mengintip pemandangan dan sekali-
sekali memotret ke arah luar jendela.
Flight attendant menginformasikan bahwa suhu mendekati kuala lumpur
290 C. Pesawat kami terbang melewati daerah Riau dan terus selat Malaka. Lautan
awan tampak agak tipis. Itu berarti cuaca memang agak panas di kawasan
tersebut, ketinggian pesawat berpengaruh pada telinga penulis karena saraf-saraf
pendengaran penulis sedikit sakit dan begitu pula dengan lobang telinga. Akhirnya
pesawat turun, berarti kami akan mendarat di Kuala Lumpur. Menjelang mendarat
penulis sempat melihat lalu lintas kapal di Selat Malaka.
C. Kuala Lumpur Air Port
Daratan Malaysia terlihat jelas. Tidak banyak terlihat hutan, kecuali
perkebunan dan lahan-lahan yang terhampar untuk dijadikan industri. Pesawat Air
Asia AK 1371 akhirnya mendarat, kami turun dan harus berjalan melalui koridor
yang cukup panjang. Papan billboard menggunakan empat bahasa yaitu bahasa
Arab, Bahasa Melayu, Bahasa China dan Bahasa Inggris.
39. “Wah idealnya Bandara Internasional Minangkabau (BIM) juga demikian,
musti menggunakan banyak bahasa, karena warga yang datang akan senang kalau
melihat bahasa mereka juga dipakai pada billboard- munghkin nanti ada aksara
China, Jepang, Thailand, India, Arab...dan lain-lain untuk mewujudkan bandaya
yang benar benbar untuk banyak warga dunia”. Pekerja pada bandara antar bangsa
Kuala Lumpur umumnya berwajah Melayu dan India.
Kami pergi ke tumpukan barang-barang. Masing-masing menemui koper.
Akhirnya kami bergerak menuju pintu exit. Suasana di luar bandara hampir mirip
dengan suasana pada BIM Padang, penulis juga menemui ada warga yang
merokok dan mobil-mobil keluaran tahun-tahun lalu. Hanya saja suasana bahasa,
tentu saja bahasa Melayu dan juga mungkin bahasa Tamil, China dan bahasa
Eropa.
Kami sudah ditunggu oleh armada mobil pariwisata, mereka menyebutnya
dengan “Bas Pesiaran”. Rombongan kami masih pada nomor mobil nomor 2,
namun mobil ini untuk gurp 4, 5 dan 6. Bisnya cukup panjang dan besar.
Pemandu kami bercerita panjang lebar tentang Malaysia, pendidikan,
sosial dan budaya. Penulis juga merekam suara pemandu dan akan mendengarnya
nanti lagi. Seperti dikatakan bahwa hari pertama kami adalah berada di Kuala
Lumpur adalah acara untuk sight seeing city tour dengan rute kota Putra Jaya dan
Kuala Lumpur.
“Ya sesuai petunjuk buku perjalanan bahwa tanggal 17 November 2011,
Rute kami Padang- Kuala Lumpur. Rombongan pertama berkumpul di BIM jam
06.00 WIB, rombongan ke dua jam 13.00 WIB untuk penerbangan ke Kuala
Lumpur. Tiba di Malaysia, rombongan akan langsung melaksanakan City Tour ke
40. Putra Jaya, Dataran Merdeka, Mesjid Negara, kemudian check in di hotel agar
peseta studi banding bisa bersitirahat”.
Penulis menangkap pemahaman dari cerita pemandu bahwa Putra Jaya
adalah sebuah Kota Baru. Dahulu merupakan desa penuh belukar, ide membuka
wilayah ini menjadi Kota Baru, yang diberi nama dengan Putra Jaya atau cyber
Jaya, oleh Perdana Menteri Dr. Mahatir Muhammad, sekarang Putra Jaya
merupakan kota pusat pemerintahan, sementara Kuala Lumpur adalah ibu kota
Malaysia.
Penulis berfikir bahwa Putra Jaya akan merupakan kota satelit, atau kota
penyangga dari Kota Kuala Lumpur. Putra Jaya merupakan kota dengan taman
yang begitu luas, memiliki banyak pekerja taman untuk merawat taman setiap
saat. Dibanding dengan daerah Tanah Datar atau Batusangkar, geografi Putra jaya
tidak begitu menarik, gersang. Namun Batusangkar di lereng gunung, dikelilingi
oleh bukit-bukit dan gunung, hamparan sawah dan kebun serta belantara tampak
lebih cantik. Namun penata kota Putra Jaya membangun perkantoran pada
tumpukan bukit kecil dan meniru gedung populer di dunia. Untuk bangunan
gedung di kota ini, misalnya ada bangunan mirip Taj Mahal, ada bangunan mirip
gedung di Australia, Eropa, Arab, Iran, Jepang, China. Begitu pula dengan
jembatan, ada jembatan yang dibangun mirip dengan jembatan golden gate di
Amerika Serikat, jembatan di Perancis dan di Australia. Akhirnya kota Baru ini
bisa menjadi turis destination.
“Pantaslah moto parawista Kerajaan Malaysia adalah Malaysia the truly
Asia. Semua icon yang ada di asia terbentang dalam kota Putra Jaya”.
41. Penulis melihat kota Putra Jaya hanya ibarat kota dengan banyak
perumahan elit. Gedungnya banyak namun kendaraan pada sepi, tentu saja
kendaraan yang begini bisa membuat nyaman bagi banyak penumpang, karena
kita tidak terjebak ke dalam kemacetan lalu lintas. Selama berada di Kota Putra
Jaya, penulis tidak pernah menemui pohon kelapa sebagai ciri khas pohon di
daerah tropis, yang terlihat hanyalah hamparan pohon kelapa sawit di pinggir
kota.
Penulis dalam Mesjid Negara di Putra Wisatawan dalam Masjid Negara Putra
Jaya Jaya
Dalam acara keliling kota, kami berhenti di depan Masjid negara
Malaysia. Mesjidnya sangat besar dan megah. Masjid ini dirancang menyerupai
masjid yang berada di Iran. Dikatakan bahwa tinggi masjid tersebut adalah 200
kaki dan menampung jamaah sebanyak 8.000 orang.
Ruang tempat berwudhu ada pada ruang bawah tanah dan disana dekat
gerbang halaman masjid. Di sana juga ada kulkas sistem koin untuk beli
minuman. Penulis melaksanakan shalat jamak zuhur dan ashar. Usai shalat penulis
42. mengambil rekaman kamera dan juga ngobrol dengan Yusuf, seorang wistawan
warga Saudi Arabia yang kuliah dan menuntut ilmu di Australia.
Masjid tersebut selain tempat untuk shalat, juga menjadi tourist
destination. Penulis meminta brochure tentang dakwah Islam dalam bahasa
Inggris dan beberapa bahasa Eropa lain kepada pengurus masjid tersebut. Penulis
tampak asyik dan selalu terlambat hadir kembali ke mobil wisata nomor dua.
Kami kemudian dibawa ke sebuah restoran dengan masakan Malaysia.
Tetapi cita rasanya mirip dengan masakan Padang karena di sana juga dengan
cabe. Tentu saja masakanya rasa citarasa masakan Padang karena juru masaknya
berasal dari Sumatera Barat.
Siang tadi kami makan siang dengan hidangan dan sup serta goreng ikan.
Usai makan siang tour kami terus menuju Kuala Lumpur. Kuala Lumpur ya
langsung bersebelahan dengan kota Putra Jaya. Penulis melihat Ternyata Kuala
Lumpur adalah bertetangga dengan Putra Jaya. Memang terlihat kondisi kedua
kota juga berbeda, seperti kebersihan kota dan traffic jam sedikit ada di Kuala
Lumpur.
Di kota Kuala Lumpur ada jalur kereta api bawah tanah dan jalur di atas
fly over (jalan jalur atas) sehingga bahaya tabrakan atau kecelakaan kereta api
hampir tidak ada terdengar. Juga di Kuala Lumpur hampir tidak terlihat
pengamen, anak jalanan dan pengemis. Begitu pula dengan ojek seperti yang ada
di Tanah Air juga tidak ada.
Gedung-gedung di Kuala Lumpur sebagian juga terlihat sudah tua.
Barangkali kami tadi lewat melalui wilayah kota tua dan sebelumnya kami
43. berhenti di lapangan kota Kuala Lumpur sambil mengambil foto-foto. Di sana
penulis dibantu mengambilkan foto oleh warga Kuala Lumpur yang cukup ramah.
Orang-orang (penduduk Kuala Lumpur) hidup cukup rileks, tidak terburu-
buru. Penulis fikir bahwa kota Palembang mungkin lebih sibuk dari Kuala
Lumpur. Perbandingan ini terasa karena penulis sendiri pernah tinggal di
Palembang selama 10 hari. Namun pada beberapa bagian kota Kuala Lumpur ada
yang terlihat gedung megah dan pada beberapa tempat tampak lain lagi corak
gedungnya.
Akhirnya rombongan bis pesiar kami menuju Grand Hotel Pasific, sebagai
tempat menginap kami. Bis melewati jalan-jalan sempit dan kami turun. Sopir-
sopir bis di kota Kuala Lumpur sangat menghargai pejalan kaki sesuai dengan
pesan yang pernah terlihat di bandara antar bangsa “Beri Laluan Buat Pejalan
Kaki”.
Bis pesiar berhenti, kami semua turun. Kami masuk dan berkumpul ke lobi
hotel Grand Pasifik. Personalia hotel ini sebagian berwajah India. Dalam bis,
pemandu sempat menceritakan bahwa penduduk Melayu dianggap penduduk asli
atau disebut sebagai “bumi putra”. Mereka memperoleh perlakuan istimewa dari
negara. Misal discount diberikan oleh Bank 20% untuk warga Melayu, sementara
untuk keturunan Cina dan India tidak begitu, sehingga kedua etnis ini melalui
politik (parlemen) meminta hak-hak persamaan. Pemerintah takut kalau ini
menjadi perpecahan, maka pemerintah segera membentuk semboyan “one
Malaysia for China, Melayu and India”.Atau juga ada semboyan untuk persatuan
yang berbunyi “world under one roof atau dunia dibawah satu atap”
44. Salah seornag rombongan kami berbisik “kita tidur di hotel kelas Melati
ya…”katanya, karena hotel Grand Pacific dari luar terlihat kecil, tidak punya
halaman parker. Maklum karena hotel berlokasi persis di persimpangan jalan
besar, penulis juga berfikir demikian.
Akhirnya pihak travel biro membagi kami untuk tidur per kamar, group
wanita berpisah dengan grup pria, penulis memperoleh teman grup rombongan
anak 3 orang, yaitu David (David Al Azis dari SMPN 1 Batipuh, Raihan (Rayhan
Fajar Matheza dari SMPN 1 Batusangkar dan Syandi (Shandi Alfajar dari SMPN
1 Tanjung Emas) ya mereka sekolah di SMP semuanya. Kami memperoleh kamar
428, kami segera menuju pintu lift.
Petugas travel memberi petunjuk cara mengoperasikan lift untuk menuju
kamar 428 “tekan tombol menjadi angka empat, tutup pintu, nanti lift menuju
lantai empat. Kalau sampai di lantai 4 maka tekan tombol buka. Begitu pula kalau
mau turun. Ya cukup praktis”. Anak anak dan penulis sendiri memperoleh
pengalaman internasional dan sangat berharga yaitu bagaimana tinggal di hotel
dan memanfaatkan fasilitas publik.
Anak-anak yang satu grup dengan penulis cukup percaya diri untuk
mencoba mengoperasikan tombol lift, dan penulis memberi pujian “kamu cukup
pintar ya, tidak sia-sia satu grup dengan Mr. Joe” dan yang lain tentu saja tertawa
dan juga jadi termotivasi.
Ternyata Hotel Grand Pacifik bukan hotel kelas melati seperti yangh kami
fikirkan sebelumnya. Karena begitu sampai di lantai 4 terlihat susunan kamar
hotel yang begitu rapi dan bersih, lantai hotel dilapisi dengan karpet, ruang cukup
terang dan juga sejuk oleh Air Conditioner. Kami terus masuk ke kamar 428,
45. kamarnya cukup luas. Juga ada TV set dengan 4 tempat tidur bersih. “Oh
nyamannya..!”
Kami langsung bersosialisasi satu sama lain. Teman kecil penulis yang
bernama David membeli kartu Malaysia dan menukar kartu dengan kartu phone
Indonesia. Namun ia merasa gagal karena kurang mengerti dalam
mengoperasikannya. Lagi lagi phonecell tidak punya baterai lagi dan setiap orang
ingin mencharge baterai HP, tetapi susah karena charge outlet listrik pada dinding
butuh socket listrik kaki tiga. Penulis berfikir bagaimana untuk mencari alat un
tuk charger baterai.
Iseng-iseng penulis masuk ke kamar lain, ada siswa yang bernama “Amru”
(Amru Mufid dari SMPN 5 Batusangkar), cukup pendiam, ia sibuk sendirian
dengan HPnya, “oo…lagi main internet ya.., bagaimana kamu main internet, kan
mahal harga pulsa disini?’
“Tidak Mister, saya menggunakan wifi, tadi penulis minta password yaitu
“grand hotel pacifik” Kata Amru Mufid.
“Ya…bantu…dong…!!!”
Akhirnya penulis juga bisa main facebook. Penulis bisa mengupload 3 foto
dan juga membalas SMS teman lewat facebook. Penulis mohon maaf tidak bisa
membalas SMS atau telepon langsung karena biaya roaming yang sangat mahal
antara “my maxis dengan telkomsel” soalnya begitu masuk Kuala Lumpur kartu
HP kita spontan berganti menjadi my maxis.
“Penulis menerima SMS dari teman di Batusangkar dan penulis membalas
SMS. Kemudia penulis cek biaya kirim ya ampun satu SMS biayanya Rp. 4.600,.
Penulis juga pernah menerima telefon dari orang tua siswa peserta studi banding,
46. ya ampun biayanya Rp. 24.000. Jadi untuk biaya SMS sampai 400 %, mahal
amat....biaya roaming mahal- so jangan telefon aku...jangan SMS aku...nanti kita
dua-duanya rugi”.
Penulis ingat dengan David yang masih kesulitan dalam mengoperasikan
kartu baru Malaysianya. Penulis mengantarkannya ke kamar Amru, seorang siswa
yang pendiam, namun ternyata cerdas dalam otak atik HP. Amru pun membantu
David “Hei…akhirnya bisa, dan David pun senang, ia akhirnya bisa membalas
SMS semua- orang tuanya dan familinya, dengan harga standar. Penulis pun nanti
juga akan minta SMSnya untuk mengirim kabar ke sekolah penulis “SMAN 3
Batusangkar” tentang tugas-tugas yang harus diselesaikan oleh siswa selama
penulis berada di Malaysia dan Singapura.
Malam itu TV di ruangan kamar hotel kami menyala “ohh…ada
pertandingan sepak bola dalam Sea Game Jakarta-Palembang”. Penulis sendiri
langsung percaya diri bahwa TIMNAS (tim nasional bolakaki Indonesia) bakal
menang karena penampilan pemainnya cukup gagah dibanding pemain yang
cukup bersahaja dari tim Malaysia. Apalagi komentar penonton TIMNAS yang
cukup emosional, meniru ucapan Bung Karno “Ganyang Malaysia”- padahal
ungkapan ini tidak perlu dipakai lagi karena bisa mengeruhkan suasana hubungan
Indonesia dan Malaysia.
Penulis menyaksikan kalimat dari spanduk illegal supporter TIMNAS
yang disorot oleh TV 2 Malaysia. Dalam hati penulis yang menonton acara ini
dari kamar hotel di Kuala Lumpur menjadi malu “wah supporter TIMNAS kita
terlalu emosional dan kekanak-kanakan”. Namun komentar dari komentator TV 2
Malaysia cukup bersahaja dan tersenyum ringan (Maaf bukan maksud
47. merendahkan bangsa sendiri, namun demi perbaikan karakter segelintir dari
bangsa kita).
Dalam babak pertama tim sepakbola Malaysia dengan mudah menang 1-0.
Aku menjadi enggan untuk mengikuti kelanjutan acara Sea Games ini dan berfikir
bahwa ini gerangan akibat supporter TIMNAS kita yang cukup takabur alias
sombong. “ya, doa orang sombong tidak didengar oleh Allah, bisa membuat kalah
meskipun pemain timnas kita sudah menjadi pemain pilihan. Meskipun Indonesia
memimpin perolehan medali, namun kalau tim sepak bola gagal, ya cukup sia-sia.
Apalagi sepak bola adalah olah raga yang cukup bergengsi. Namun moga moga
kita bisa koreksi diri untuk kemajuan sepakbola kita.
Malam pun tiba. Untuk makan malam, buat pertama diantar oleh pihak
travel biro dalam bentuk makanan box. Kami segera turun melalui lift dan kami
memperoleh empat box makanan dan juga empat botol air mineral untuk anggota
grup kami.
Kami mengenal seisi kamar hotel, rupanya ada kopi, gula dan kream
dalam kantong-kantong kecil dalam laci meja. Anak-anak dari grup penulis
memanaskan air dan membuatkan kopi panas buat penulis.
Kopinya masih panas, penulis menunda minum dan memutuskan untuk
membals email lewat facebook. Mata terasa mengantuk dan kepala terasa berat,
namun penulis masih punya kopi, dan mubazir kalau tidak diminum.
Astaga, penulis menjadi sedikit susah tidur setelah minum kopi setelah
jam 10.00 malam, anak-anak bisa tertidur pulas namun penulis tidak- gara-gara
minum kopi mungkin. Penulis mengosongkan fikiran agar bisa tidur.
48. Pada waktu dini hari penulis terbangun. Di luar terdengar hingar bingar
raungan musik. Mungkin ada suara karaoke dari klub malam. Penulis berfikir
kalau-kalau waktu subuh sudah masuk, “ooh… ternyata baru jam 2.00 dini hari”.
“wah mengapa aku tidur, lebih baik aku terus menyelesaikan tulisan
tentang perjalanan ini”, bisik penulis dalam hati.
Dibawah, dari balik jendela, terlihat jalan-jalan Kuala Lumpur yang
cukup sepi, tidak ramai seperti di Jakarta. Antrian pada persimpangan jalan juga
tidak begitu lama seperti di Jakarta, jadi Kuala Lumpur terlihat biasa-biasa saja.
Hari pertama di Kuala Lumpur, penulis belum melakukan shopping yang
berarti, kecuali baru dalam bentuk membeli cenderamata yaitu satu box miniatur
“twin tower” sebagai ciri khas kota Kuala Lumpur yang harganya RM 30 (atau 30
x Rp. 2.900), atau hampir Rp. 90.000,- yang penulis beli dari sebuah kedai di
komplek Masjid Negara di Putra Jaya. Mungkin termasuk mahal untuk ukuran
cendera mata. “Ya…makanya penulis hati-hati untuk shopping di Malaysia”, ini
cenderamata dibeli cukup penting sebagai simbol bahwa kita sudah kembali dari
Malaysia.
Penulis juga membeli tabloid, berbahasa Inggris “STAR, the people’s
paper” atau korannya masyarakat, yang harganya sangat murah hanya hampir dua
ringgit, sementara tabloid tersebut terdiri atas 72 halaman, ya murah sekali. Hal
lain yang terasa, karena perubahan situasi adalah penulis merasa sulit untuk buang
air besar, dalam hati penulis berfikir untuk membeli buah-buahan, kalau memesan
buah-buahan atau juice lewat hotel terasa sangat mahal.
Water melon RM 8 (Rp. 24.000)
Honey RM 8 (Rp. 24.000)
49. Papaya RM 8 (Rp. 24.000)
Malah harga juice jauh lebih mahal lagi, seperti dalam daftar
Orange/Mango RM 10 (Rp. 30.000)
Juice nanas RM 12 (Rp. 36.000)
“Oh ya.....harga di hotel jadi mahal karena meliputi pajak 6%, dan 10%
untuk harga …., ini tertulis dalam daftar menu service, bagaimana harga diluar ya,
lebih baik penulis beli di open place nanti”.
Jam 4.00 pagi dini, bisa jadi jam 5.00 pagi karena penulis lupa mengubah
waktu WIB menjadi waktu Malaysia. Ada suara ringtone dari intercome, ya pihak
hotel membangunkan kami, ya masih dini hari, aku menjawab “good morning”,
tapi masih pagi dan istirahat dulu sebentar.
Kesan penulis terhadap orang Kuala Lumpur, mereka sangat ramah, tanpa
bertanya, mereka sudah duluan berbicara. Kemaren ketika di restoran, wanita
pemilik restoran berkata bahwa juru masak direstorannya adalah orang Indonesia.
Saat berada di taman kota- lapangan terbuka- di Kuala Lumpur, seorang wanita
Malaysia keturunan India juga menawarkan diri untuk memotret penulis, begitu
juga dengan orang-orang yang penulis temui di hotel atau dalam box lift juga
dengan mudah berbicara lebih duluan. Jadi berada di Kuala Lumpur ya seperti
berada di kampung halaman sendiri.
Penulis terbangun jam 2.00 dini hari, memutuskan tidak tidur, ya buat apa
tidur, sebab datang ke Kuala Lumpur adalah untuk studi banding dan penulis
merasa rugi kalau buang-buang waktu. Lebih baik memanfaatkan waktu buat
menulis, menulis apa yang dilihat dan apa yang dirasakan selama berada di
Malaysia dan Kuala Lumpur, bukankah menulis yang terbaik sesuai dengan
50. kondisi dan tempat kita berada. Apalagi kalau ditunda untuk menulis, memori
perjalanan saat tiba kembali di Batusangkar maka tentu ada banyak hal penting
tidak tercover oleh kapasitas memori kita, maka “jangan menunda waktu dalam
menulis”.
Menara Kembar di Kuala Lumpur Lapangan terbuka di Ibu kota- Kuala
Lumpur
D. Nilai University College dan Istana Sri Menanti
Hari kedua di Kuala Lumpur, penulis bangun lebih cepat jam dua pagi,
tidak buang-buang waktu untuk tidur, tetapi untuk menulis. Penulis menulis dari
jam 2 pagi sampai subuh, kemudian jam 5.00 waktu Kuala Lumpur, habis shalat
subuh, penulis membangunkan anka-anak juga mencari channel berita yang
menarik, tidak ada channel yang menarik.
Anak-anak juga bangun, shalat dan mengurus diri sendiri. Oh…ternayta
tidak begitu kami turun ke lantai bawah, orang-orang sudah pada selesai sarapan,
namun kami belum. Mereka sudah siap naik bis melanjutkan perjalanan tour.
Penulis menyempatkan diri untuk sarapan. Penulis mengambil sedikit sarapan dan
51. penulis butuh makan papaya, oh…juga orange juice. Orange juice dan pepaya
sangat bagus untuk kesehatan perut, membuat BAB jadi lancar.
David, salah seorang anak di kamar penulis masih tertinggal, entah apa
yang diurusnya, ya…kami naik lagi kelantai atas. Dia sedang merapikan tempat
tidur, namun dia harus segera turun, karena hanya dia saja yang ditunggu. Penulis
membantu mengambil roti dan selai, David butuh waktu kalau menikmati
sarapannya, maka ia membawa sarapannya ke mobil, karena waktu buat berangkat
melanjutkan tour sudah datang.
Masih ada sedikit waktu dalam bis sebelum berangkat, penulis masih
punya sedikit ide untuk menulis. Iwan, peserta dari MTsN Tanjugn Barulak
melihat penulis dalam menulis, ya…sambil bertukar pengalaman cara menulis dan
belajar bahasa.
Bis berangkat, pemandu kami bernama Azam. Ia berbicara tenrang Kuala
Lumpur yang terletak di Selangor, wilayahnya cukup kecil, umumnya Malaysia
memmpunyai 13 sultan, kecuali Sabah, Sarawak, Malaka dan Penang yaitu hanya
gubernur.
Nama “Kuala Lumpur...?” Kuala yaitu sungai bertemu sungai, kalau
muara, sungai bertemu laut. Di Malaysia ada beberapa kota menggunakan kata
“Kuala” seperti Kuala trengganu, Kuala Lumpur dan mungkin ada yang lain.
Penulis masih ingat dengan kota “Putra Jaya” yang sekarang merupakan
kawasan baru yang dibuka pada tahun 1999 atas ide Mahatir Mahmud. Saat itu
kantor-kantor pemerintah dipindahkan ke Putra Jaya. Dengan demikian kemacetan
di Kuala Lumpur bisa diatasi. Jarak Putra Jaya ke Kuala Lumpur hanya 25 km.
52. Pemandu wisata kami berganti dan pemandu kami yang kedua ini terlihat
lebih cerdas. Ia berbicara tentang banyak hal seperti koin, nama kota, asal usul
kota. Contoh Selangor berasal dari kata “seekor langor”. Wah terlalu banyak
untuk dicatat dan untuk didengar dari pemandu yang kedua ini, namanya Azam.
Dekat Musem Minangkabau di
Daerah Sri Menanti- Negeri
Sembilan
Di Nilai Universitas College
Azam menambahkan tentang hal lain. Jalan tol, dalam bahasa Melayu
“Lebuh Raya”, pusing berarti berputar, tetapi pusing dalam bahasa Indonesia
berarti pening.
Pemandu wisata kami menceritakan bahwa dahulu etnis Cina banyak yang
kaya, namun sekarang etnis Cina ada yang kaya, tetapi juga banyak yang miskin,
sudah seperti etnis India dan etnis Melayu.
“dalam buku paduan bahwa tanggal 18 November, rute kami adalah Kuala
Kumpur dan beberapa kunjungan. Setelah sarapan pagi rombongan melakukan
kunjungan ke tempat yang telah ditentukan seperti Nilai University sampai
selesai, mengunuungi Istana Sri Menanti sampai selesai, shalat Jum’at di masjid
Tuanku Ja’far, setelah itu langsung menuju Keduataan Besar Indonesia di Kuala
Lumpur, Bukit Bintang, makan malam dan kembali ke hotel dan istirahat”.
53. Kunjungan pertama di hari kedua di bumi Malaysia adalah berkunjung ke
“Nilai Colloege Universiti”. Niilai adalah nama sebuah kota dekat Selangor.
Jaraknya 70 km dari Kuala Lumpur.
Universitas college di Kota Nilai ini adalah Universitas swasta, lokasinya
berada di kawasan yang sepi. Penulis berfikir bahwa pasti universitas ini akan
kekurangan mahasiswa. Apalagi mengingat jumlah pepulasi Malaysia yang juga
relatif kecil yaitu hanya 27 juta orang. Namun universitas swasta ini mampu
membawa lembaga ini menjadi universitas populer dan bertaraf internasional. Ia
menjual program universitas ini ke luar negeri dan mengundang mahasiswa asing
untuk menjadi mahasiswanya. Universitas terasa sepi karena saat kedatangan
kami disana mungkin lagi liburan. Dan saat itu kami dipandu atau dilayani oleh
mahasiswa Nilai College university asal Kenya.
Promosi keluar negeri sangat penting, apalagi untuk meyakinkan dan
sekaligus untuk menarik mahasiswa untuk datang kesana. Sebagai kawasan
internasional, maka disana hanya dipakai bahasa Inggris sebagai bahasa
pengantar. Ini terjadi karena mahasiswa nya adalah multi bangsa dan secara tidak
langsung bahasa Inggris menjadsi bahasa penghubung. Kemudian rekruitmen atau
penerimaan mahasiwa juga menekankan penggunaan bahasa Inggris, wawancara
dalam penerimaan bahasa Inggris.
Penulis merasa, saat berada di lingkungan kampus Universitas Nilai
College ini biasa-biasa saja. Mahasiswanya juga terkesan tidak begitu menonjol,
ya biasa biasa saja. Yang diterima sebagai mahasiswa di sana mungkin tingkat
kecerdasan mahasiswa asing yang juga biasa-biasa saja. Malah mahasiswa yang
kuliah di Indonesia seperti di UI, ITB, UNPAD dan lain-lain terkesan lebih
54. cerdas. Penulis merasakan bahwa agar bisa diterima di Universitas Indonesia di
ITB atau di UNPAD terkesan lebih sulit dan ada persaingan, malah lebih terasa
bergengsi.
Di Universitas Nilai terasa biasa-biasa saja. Itu karena ia tidak
menekankan persyaratan pada standar nilai UAN (Ujian Akhir Nasional). Ia
mengatakan bahwa nilai UAN (atau UN) hanya untuk sistem pendidikan nasional
di Indonesia. Jadi masuk Universitas Nilai College itu mudah- kalau punya
banyak uang ya...selesai urusan untuk jadi mahasiswa di sana. Universitas Nilai
College hanya menekankan pada nilai raport saja.
Persyaratan penerimaan mahasiswa di Universitas ini begitu mudah, nilai
rata-rata rapor paling rendah 7.00, bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris.
Sekali lagi, penulis berfikir bahwa itu adalah universitas internasonal untuk level
mahasiswa biasa-biasa saja, asal bisa berbahasa Inggris, ada uang….ya langsung
jebol”, namun persyaratan beasiswa 100%, 50%. 25% tentu lebih ketat, misalnya
nilai rata-rata 85 dan TOEFL dengan skor yang lebih tinggi.
Kunjungan kami di Nilai Universitas College disambut dalam ruangan
kuliah umum oleh seorang wanita muda, berwajah Cina. Ia berkomunikasi dengan
lincah dalam bahasa Melayu bercampur aksen Indonesia. Sebagaimana ia
mengatakan bahwa ia pernah beberapa kali tinggal di Semarang.
Pada mulanya penulis berfikir kalau ia adalah seorang dosen atau stake
holder. Kemudian penulis tahu bahwa ia adalah tenaga khusus dalam bidang
promosi kampus untuk internasional. Untuk informasi lebih lanjut, kami diberi
buku panduan atau buku promosi dan juga kami diberi formulir pendaftaran dan
mengisinya. Setelah itu mengumpulkannya kembali. Penulis berfikir bahwa
55. formulir itu berguna sebagai angket untuk melihat gambaran kami terhadap
universitas tersebut.
Universitas Nilai College memang luas kompleksnya dan terlihat rapi serta
megah. Kompleknya dibangun pada kawasan seluas 14 kali lapangan bola kaki,
lokasinya jauh di luar ibu kota negeri Selangor, 70 km dari Seremban.
Untuk kerapian dan perawatan, Universitas ini merekrut banyak tenaga
wanita mulai dari sekuriti depan, penjaga kebun, dan untuk kebersihan.
Kebanyakan yang direkrut adalah wanita keturunan India. Penulis berasumsi
bahwa wanita dalam bekerja lebih tekun dan lebih amanah dibanding laki-laki,
tentu saja itu tergantung pada kualitas wanitanya.
Sebelum mengakhiri kegiatan di kampus ini, kami diajak berjalan melihat-
lihat kampus namun ada komplain dari rombongan kami, “Wah kenapa
pemandunya diam-diam saja”. Tidak ada cerita-cerita yang disampaikan oleh
pendamping yang bernama “Elvie” berwajah Cina dan usianya sekitar 20 tahun.
“Ya kami dipandu berkeliling oleh pemandu yang kurang dalam
komunikasi dan kecuali ia masih muda dan berwajah cantik”.
Yang sedikit mengesankan bahwa kami pergi ke bengkel perawatan
pesawat. Di dalamnya ada satu pesawat kecil, ternyata rombongan kami datang
untuk berfoto-foto, dan penulis menghampiri salah satu staf. Ternyata ia adalah
dosen disana. Penulis bertanya jawab dengannya, ia menjelaskan bahwa bengkel
itu untuk latihan perawatan pesawat. Universitas tersebut merujuk pada standar
Eropa.
Tidak banyak yang kami lihat di Universitas Nilai ini kecuali hanya
sekedar melihat luasnya komplek dan bagusnya gedung, padahal yang perlu kami
56. lihat adalah suasana pendidikan dan ruangna belajar yang ada disana. Namun
kami tetap berterima kasih atas sambutan mereka yang cukup ramah.
Rombongan kami melanjutkan perjalanan menuju Istana Seri Menanti.
Dalam fikiran penulis bahwa Seri Menanti itu apa (?). Ternyata seri Menanti
adalah nama daerah yang pada mulanya nama dari seorang Raja Melayu.
Dalam perjalanan guide kami bercerita apa-apa saja yang terlintas dalam
fikirannya. Ia juga menjelaskan tentang populasi Kuala Lumpur yang luasnya 430
km persegi, penduduk 1,6 juta jiwa dan mobil yang beredar di jalan raya sebanyak
2 juta mobil.
Dikatakan saat kami melewati daerah Nilai bahwa disana juga banyak
dihuni oleh warga keturunan Minangkabau, orang-orang yang bekerja di Kuala
Lumpur juga banyak yang tinggal di luar ibukota (Kuala Lumpur) yang jaraknya
mungkin dua jam perjalanan, seperti di Kota Selangor, Ipoh, Pahang dan Perak.
Alasan mereka bekerja dan bola-balik ke Kuala Lumpur adalah alasan lebih enak
tinggal bersama orang tua, keluarga di kampung sendiri dan juga karena biaya beli
rumah yang cukup tinggi di Kuala Lumpur.
Di kawasan kota Nilai juga terdapat perumahan atau perkampungan warga
keturunan Eropa, berkulit putih. Kalau di Indonesia, orang kulit putih disebut
dengan bule, tetapi orang Melayu (Malaysia) menyebut orang berkulit putih
dengan “Mat Saleh”.
Asal kata “Mat Saleh” adalah “Mad Sailor” atau “Pelaut yang Gila”,
dahulu kala dikatakan bahwa pelaut asal Eropa, mendarat di Melaka dan mereka
memperkenalkan diri sebagai “Mad Sailor” atau pelaut yang gila, kata Mad Sailor
disesuaikan dengan lidah orang Melayu menjadi “Mat saleh”. Namun sebutan ini
57. juga memberi kesan sebagai karakter yang baik yaitu “Mat Saleh juga dapat
diterjemahkan menjadi “Mak yang sholeh, atau Mak yang taat”.
Penulis melihat bahwa daerah Malaysia sudah sangat maju, jalan-jalan tol
menghubungkan antar state (propinsi) cukup panjang dan lebar. Kedua sisi jalan
diberi pagar, dan tentu saja sopir perlu membayar sesuai dengan standar mobil dan
jarak jalan yang ditempuh. Penerangan jalan sangat memadai, kebutuhan listrik
Malaysia menggunakan energi gas yang dikelola oleh Petronas, ya semacam
Pertamina untuk Indonesia.
Sekali lagi, pemandu kami juga menjelaskan asal kata “Selangor” yaitu
“Seekor Langau” atau seekor lalat. Tentu saja ia menjelaskan anecdote yang
cukup lucu buat menghibur kami semua. Terlihat bahwa untuk menjadi guide
perlu memiliki wawasan luas, komunikasi, anecdote dan juga rasa humoris yang
tinggi. Dalam memandu kami dalam bus, guide memajang peta Malaysia pada
kaca depan bus. Jadi saat itu kami hanya berada di negara bagian Selangor dan
sekitarnya (negeri Sembilan, Selangor dan juga Johor Baru).
Terkesan bahwa daerah perkotaan dan juga perbukitan seputar ibu kota
telah direkayasa, dan ditanam dengan pohon sawit, pohon akasia. Itulah mengapa
alam Malaysia terasa monoton. Burung-burung jarang terlihat, dan setelah
memasuki state Negeri Sembilan, yang warganya keturunan Minangkabau
suasana terasa seperti di Sumatera Barat, hutan yang masih asli, rumah penduduk
seperti penduduk Minang.
Setelah duduk dalam kendaraan agak lama, mungkin dua atau tiga jam
kami sampai pada persimpangan jalan. Di sana ada gerbang dengan ciri
Minangkabau. “Ohh…ternyata jalan menuju Istana Seri Menanti”. Penulis merasa
58. mengantuk, namun enggan untuk tidur karena merasa rugi untuk melewati
suasana Minang di Negeri Sembilan.
Di daerah ini memang ditemukan pohon-pohon kelapa sebagai ciri khas
yang banyak tumbuh di daerah panas. Disamping itu juga ada daerah pertanian
sawah, pematang sawah terlihat bersih dan rapi.
Mobil kami memasuki komplek istana Sri Menanti. Kami turun dan
merasa terpesona melihat museum Sri Menanti. Namun museum ini tidak
bercorak rumah Minang, namun lebih bercorak rumah adat Melayu Riau. Museum
ini dicat hitam dan di depannya terdapat replika (duplikat) batu basurek dan juga
batu kasur seperti yang terdapat di kota Batusangkar. Halaman yang luas
terhampar di depan komplek istana dan museum ini.
Kami disambut oleh ketua pengurus Istana Sri Menanti. Kami diberitahu
tentang sejarah hubungan negeri Sembilan dengan Minangkabau. Terasa bahwa
sistem raja masih dipelihara di Negeri Sembilan, malah kerajaan menguasai
militer dan juga agama, sementara di Batusangkar, kerajaan Pagaruyung hanya
tinggal nama saja lagi, rajanya sendiri entah dimana lagi.
Pihak Istana Sri Menanti, mengizinkan kami untuk berfoto-foto, kecuali di
dalam museum tidak boleh, kami kemudian diizinkan untuk memasuki gedung
tempat penobatan raja, istananya megah dengan hamparan karpet persia dan kursi-
kursi untuk tamu. Pada beberapa dinding terdapat potret keluarga raja. Penulis dan
juga beberapa peserta studi banding memotret momen dalam istana, kita tidak
boleh memasuki lantai yang dekat kursi tahta raja, disana terdapat tali pembatas.
Kami dijanjikan untuk makan siang di sana setelah shalat jumat, usai dari
ruang ini kami disuguhi tas kertas, ya tas promosi wisata Negeri Sembilan dengan
59. gambar cantik. Di dalamnya ada kue besar, seperti martabak ambon, sebotol air,
buku atau brochure wisata, kartu-kartu pos, gelas dengan tadah keramik, terasa
kami diberi pemanjaan. Tadinya perut terasa lapar dan bisa jadi kenyang setelah
melahap bika ambon.
Tiba-tiba hujan cukup lebat turun, walau hanya sesaat, namun kami batal
untuk shalat jumat dan kami ganti dengan sholat Zohor yang dijamak dengan
sholat Ashar, ya kamikan semua musafir di negeri Jiran. Para wanita pekerja
dapur sudah menyuguhkan makan berjamba dalam ruang luas, namun terasa
sempit karena jumlah kami cukup ramai yaitu 140 orang.
Kami makan duduk dihamparan, yang datang dulu ya makan dulu, yang
datang belakangan cari tempat untuk duduk. Di sana ada ciri khas dalam makan,
bahwa (begitu juga di restoran) yaitu menyuguhkan minuman sirup. Penulis fikir
bahwa minum sirup lebih sering berbahaya bagi kesehatan ginjal karena sirup
punya zat pewarna dan zat penyadap”.
Usai makan kami turun, masih sempat berfoto-foto, dalam beberapa menit
kemudian kami sampai di komplek masjid, penulis melihat ada dua masjid,
o…ternyata bangunan sebelah kiri yang mirip masjid adalah tempat makam
(kuburan) raja, di depan (dalam ruang berbentuk masjid) juga ada tiga calon
tempat kuburan buat raja-raja berikutnya kalau mangkat. Kami pun berlalu
meninggalkan kompleks kerajaan Sri Menanti dan perut terasa kenyang, karena
penulis menghabiskan kue bika (martabak) ambon yang berukuran jumbo
ditambah pula dengan makan siang di kompleks istana.
Penulis mencoba menikmati cita rasa masakan Melayu Negeri Sembilan,
gulainya terasa bumbu sereh (sarai). Terasa agak manis dan kurang pas dalam
60. lidah Padang, sementara ada rendang bada, tetapi terlalu asin, hanya satu yang
cocok untuk lidah Padang penulis yaitu “sambalado”.
Kami kembali dan meninggalkan daerah Sri Menanti. Selanjutnya Kami
menuju kota Kuala Lumpur, hari mulai gelap dan penulis memejamkan mata,
karena tidak merasa penting lagi untuk melihat pemandangan, o…ternyata kami
harus menuju kompleks KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia).
E. Prof. Rusdi di Attase Budaya KBRI Kuala Lumpur
Bis pesiar berhenti dan kami bergegas masuk kompleks KBRI di Kuala
Lumpur. Begitu memasuki gedung KBRI kami menyempatkan diri untuk berfoto-
foto. Latar belakang yang dipilih adalah merek KBRI Kuala Lumpur yang sebagai
bukti bahwa kami memang benar-benar berada di KBRI Kuala Lumpur,
rencananya kami juga akan diundang makan di KBRI.
Kami semua duduk dalam aula KBRI dan menunggu kedatangan pejabat
KBRI. “Subhanallah…dada penulis berdesir bahwa ternyata yang tampil itu
adalah Prof. Rusdi, sebagai attase budaya Kuala Lumpur, Pak Rusdi adalah teman
sekelas penulis saat kuliah di IKIP Padang (kini berganti nama jadi UNP Padang)
dari tahun 1984 hingga 1988.
Bapak Rusdi langsung disambut oleh Kepala Dinas Pendidikan Tanah
Datar, penulis juga bergegas kedepan untuk menyalaminya, Bapak Rusdi
menyapa nama penulis “Hello, Johan…” Ternyata ingat sekali dengan pribadi
penulis.
Tentu saja masih ingat karena kami penya pengalaman emosional. Saat
mahasiswa dulu, kami sering pergi bersama dan penulis beberapa kali datang ke
61. rumah kosnya di seberang kompleks Ring-Dam tempat latihan militer di Air
Tawar, Padang, membawa bahan makanan dan kami pun makan di rumah kos
Rusdi yang sangat sederhana. Rusdi dan penulis membakar ikan dan membuat
sambalado dan kami makan bareng-bareng. Kenangan inilah yang agaknya selalu
terkenang dalam memori Bapak Rusdi hingga sekarang, ya sebagaimana ia
paparkan dalam kata sambutannya.
Setelah itu kami berpisah sejak tahun 1989 dan kami berjumpa lagi tahun
2006, ya penulis menjadi mahasiswa Bapak Rusdi pada program pasca sarjana
UNP Padang, dan Bapak Rusdi menjadi dosen pasca sarjana dengan mata kuliah
psikolinguistik dan sosiolinguistik.
Tamat dari kuliah strata satu pada jurusan pendidikan Bahasa Inggris,
Rusdi tidak memutuskan untuk menjadi guru, seperti yang penulis lakukan
menjadi guru. Ia mencari beasiswa melalui yayasan Bunda yang dikelola oleh
Gubernur saat itu (Gubernur Azwar Anas), ia melanjutkan pendidikan
pascasarjana (S.2) di Australia.
Selesai pascasarjana ia kembali ke Indonesia menjadi dosen pada IKIP
(UNP) Padang, beberapa saat kemudian melanjutkan program Post Graduate di
Curtin University, Australia Baratoard. Ia memperoleh Ph.D dan kembali menjadi
dosen di UNP (tugas belajar).
Rusdi membawa keluarganya sambil kuliah di Australi, malah dua orang
anaknya lahir di Australia, komunikasi dengan kedua anaknya memakai bahasa
Inggris, Rusdi memperkenalkan banyak pengalaman buat anak-anaknya.
Rusdi ternyata menjadi dosen juga pada program pascasarjana dan
program doktor di UNP. Penulis pernah menjadi mahasiswanya tahun 2006-2007
62. di pascasarjana. Pada umumnya mahasiswa Rusdi merasa senang belajar dengan
Rusdi, karena ia mempunyai pribadi yang hangat, humoris dan selalu memberi
kemudahan dalam perkuliahan. Posisi sebagai pembimbing tesis sangat
menyenangkan, karena Rusdi memberi solusi, memberi kontribusi dan tidak
membuat mahasiswa stress.
Rusdi memiliki pribadi yang hangat, mudah berkomunikasi dan juga bisa
tegas, dengan bahasa yang santun, inilah yang membuat Rusdi bisa meraih posisi
demikian. Agaknya Rusdi, sebagai manusia, punya keinginan positif, tentu saja ia
pingin untuk menjadi rektor, wah…penulis berfikir bahwa agak sulit untuk meraih
posisi rektor, maka mungkin secara kebetulan ada posisi untuk mengisi attase
budaya di luar negeri.
Sebagaimana dijelaskan oleh Pak Rusdi, sesuai dengan pertanyaan dengan
Pak Rusdi saat acara temu ramah di Aula KBRI, bahwa secara iseng-iseng ia ikut
tes, mengisi formulir. Ia mengikuti beberapa kali seleksi dan lulus, saat ada
beberapa orang attase yang akan ditempatkan pada beberapa perwakilan RI
(KBRI) di luar negeri, agaknya diantara yang lulus tersebut barangkali Pak Rusdi
wajahnya paling Melayu, maka ia ditempatkan di Kuala Lumpur.
KBRI adalah ibarat rumah sendiri bagi warga Indonesia di luar negeri, jadi
tidak layak kalau datang ke rantau orang untuk tidak singgah ke rumah sendiri”
seloroh Rusdi.
Dalam acara kunjungan pada KBRI Kuala Lumpur, rombongan kami
menyuguhkan kesenian dalam bentuk tari Minang. Grup tari mempertunjukan tari
kreasi yang baru, dengan kostum cerah, gerak lincah dan para penari juga
menebarkan senyum ceria mereka. Penulis seolah-olah tidak percaya kalau semua
63. penari itu adalah anggota rombongan sendiri. Setelah itu juga ada pembacaan
puisi oleh Fitria, jago baca puisi tingkat propinsi yang juga ikut lomba baca puisi
tingkat nasional di Makasar, beberapa waktu yang lalu. Akhirnya lagu Mars
Tanah Datar untuk mengingatkan kita kembali pada keelokan alam Tanah Datar.
Perut kami masih kenyang, karena sebelumnya disuguhi makan siang dan
makan martabak ambon dari istana Seri Menanti. Malam itu kami juga disuguhi
makan oleh KBRI dalam bentuk hidangan mie rebus, pakai bakso, wah sangat
enak….. Semua hidang rasa selera Indonesia jadi ludes- terasa lesat.
Tiba-tiba Pak Rusdi menyeret penulis. Kami bergerak menuju lift untuk
menuju ruang kantornya. Agaknya Rusdi berbagi kebahagiaan berdasarkan
memori kami pada masa remaja bahwa ternyata ia masih merasa bermimpi bisa
berkantor di KBRI Kuala Lumpur. Sepanjang jalan menuju kantornya Rusdi
bercerita-cerita tentang masa lalu. Penjaga pintu dan ajudan mempersilahkan
penulis untuk mengikuti langkah Pak Rusdi. Seperti mimpi saja perjalanan karir
Pak Rusdi tersebut.
Prof. Rusdi dan Penulis di KBRI Penulis di KBRI Kuala Lumpur
Kuala Lumpur