Novel ini menceritakan kisah cinta antara Mariamin dan Aminu'ddin yang terhalang oleh adat istiadat dan keinginan orang tua Aminu'ddin. Meskipun akhirnya Aminu'ddin menikah dengan gadis pilihan orangtuanya, cinta Mariamin dan Aminu'ddin tetap kuat hingga akhir hayat Mariamin yang penuh derita.
2. Suatu keluarga mempunyai dua orang anak, seorang bernama
Tohir (setelah dewasa bergelar Sutan Baringin), dan seorang lagi
perempuan, adik Sutan Baringin yang kemudian menikah dengan
Sutan di atas, seorang Kepala Kampung A dari Luhak Sipirok, dan
mempunyai seorang anak tunggal laki-laki bernama Aminu'ddin. Ayah
Sutan Baringin bersikap keras dalam mendidik sutan Baringin, sikap
ini bertentangan dengan istrinya yang selalu memanjakan Sutan
Baringin. Apapun yang diminta Sutan Baringin selalu dipenuhi.
Akibatnya, setelah dewasa ia tumbuh menjadi seorang pemuda yang
angkuh, bertabiat buruk, serta suka menghambur-hamburkan harta
orang tuanya.
Sinopsis
3. Kedua orang tuanya menikahkan Sutan Baringin dengan Nuria,
seorang wanita yang berbudi luhur pilihan ibunya. Namun, kebiasaan
buruk Sutan Baringin tetap dilakukannya sekalipun ia telah
berkeluarga. Ia tetap berfoya-foya menghabiskan harta benda kedua
orang tuanya, bahkan ia sering berjudi dengan Marah Sait, sahabat
karibnya. Ketika ayahnya meninggal, tabiat buruknya semakin
menjadi-jadi. Bahkan ia tidak sungkan-sungkan untuk menghabiskan
seluruh harta warisan untuk berjudi. Akibatnya, hanya dalam waktu
sekejap saja, harta warisan yang diperolehnya terkuras habis. Ia pun
jatuh miskin dan memiliki banyak utang. Dari perkawinannya dengan
Nuria, Sutan Baringin mempunyai dua orang anak, yang satu adalah
perempuan bernama Mariamin, sedangkan yang satunya lagi laki-
laki. Mariamin sangat menderita akibat tingkah laku ayahnya.
4. Ia selalu dihina oleh warga kampung, karena
hidupnya sengsara, cinta kasih wanita yang berbudi luhur ini dengan
Aminu’ddin pun mendapat halangandari kedua orang tua Aminu’ddin.
Persahabatan Aminudin dan Mariamin terjalin semenjak masa kanak-
kanak. Menginjak remaja, hubungan keduanya beranjak menjadi
hubungan percintaan. Aminu’ddin hendak mempersunting Mariamin.
Ia mengutarakan niatnya pada kedua orang tuanya. Ibunya tidak
keberatan, tersebab ayah Mariamin, Sutan Baringin, adalah kakak
kandungnya. Namun, ayah Aminu’ddin, Baginda Diatas
berpandangan berbeda. Mariamin tak layak untuk menikah dengan
putranya. Sebagai kepala kampung yang kaya dan disegani di daerah
Sipirok ia merasa derajat sosialnya akan direndahkan apabila
anaknya menikah dengan anak dari almarhum Sutan Baringin
bangsawan kaya raya yang jatuh miskin akibat boros dan serakah itu.
5. Baginda Diatas menginginkan anaknya menikah dengan anak
bangsawan kaya yang terhormat. Ia pun menyusun siasat untuk
menggagalkan pernikahan Aminu’ddin dengan Mariamin dengan
melibatkan seorang dukun. Demikianlah, Baginda Diatas mengajak
istrinya menemui dukun itu untuk meminta pertimbangan atas
peruntungan anaknya kelak jika menikah dengan Mariamin. Dukun
yang sebelumnya telah dibayar untuk menjalankan siasat Baginda
Diatas itu meramalkan jika Aminu’ddin menikah dengan Mariamin
maka hidupnya tidak akan bahagia. Istrinya pun termakan ramalan
palsu itu. Mereka membatalkan niat untuk menikahkan anaknya
dengan Mariamin. Sebagai ganti, mereka meminang anak gadis dari
keluarga kaya yang sederajat kebangsawanan dan kekayaannya
dengan baginda Diatas.
6. Aminu’ddin yang telah bekerja sebagai pegawai rendah di
Medan begitu berbunga-bunga hatinya, ketika sebuah telegram dari
ayahnya sampai kepadanya. Ayahnya menjanjikan akan mengantar
calon istrinya ke medan. Namun, betapa kecewa ketika yang
mendapati bahwa calon istri yang diantarkan oleh ayahnya itu
bukanlah Mariamin. Sifat Kepatuhan kepada orang tua yang dimiliki
Aminu’ddin membuat ia tiada mungkin menolak pernikahannya
dengan gadis itu. Dengan hati luka, Aminu’ddin mengabari Mariamin
melalui surat. Mariamin menerima surat itu dengan perasaan kecewa.
Namun, apa boleh buat? Aminu’ddin telah memilih untuk menerima
gadis yang dipilihkan oleh orang tuanya. Satu tahun setelah peristiwa
itu, ibunda Mariamin menjodohkan anaknya dengan Kasibun, lelaki
yang tiada jelas benar asal usulnya.
7. Kasibun mengaku bekerja sebagai kerani di Medan. Ibunya
berharap, pernikahan anaknya dengan Kasibun akan mengurangi
beban penderitaan mereka. Belakangan barulah diketahui Kasibun
ternyata telah beristri, dan menceraikan istrinya itu sebab ingin
menikahi Mariamin. Kasibun membawa Mariamin ke Medan. Namun,
penderitaan yang diderita Mariamin tidak kian berkurang. Kasibun
memiliki penyakit kelamin. Sebab itu Mariamin sering menghindar
ketika diajaknya behubungan intim. Pertengkaran demi pertengkaran
tak dapat lagi dihindarkan. Kasibun tak segan-segan main tangan
kepada istrinya. Suatu ketika, Aminuddin datang bertandang ke
rumah Kasibun, dengan tiada disengaja berjumpa dengan Mariamin.
Pertemuan yang sesungguhnya berlangsung secara wajar antara
kekasih lama itu membangkitkan cemburu di hati Kasibun.
8. Lelaki itu menghajar Mariamin sejadi-jadinya. Kesabaran
Mariamin yang telah melampaui batas, membuat Mariamin
melaporkan hal itu ke kantor polisi. Ia melaporkan segala
keburukan yang telah dilakukan oleh suaminya pada polisi. Dan
polisi pun kemudian memutuskan bahwa Kasibun harus
membayar denda sekaligus memutuskan tali perkawinannya
dengan Mariamin. Setelah resmi bercerai dengan Kasibun, dia
kembali ke kampung halamannya dengan hati yang hancur.
Kesengsaraan dan penderitaan batinserta fisiknya yang terus
mendera dirinya menyebabkan ia mengalami penderitaan yang
berkepanjangan hingga akhirnya ajal datang merenggut
nyawanya.
9. Tema : Cinta yang terhalang adat
Alur : Campuran
Pengenalan tokoh, di waktu senja, saat Aminu’ddin
berpamitan pada Mariamin hendak pergi ke medan untuk mencari
pekerjaan, kemudian menceritakan saat Mariamin dan Aminu’ddin
masih kanak-kanak dan orang tua dan keduanya dari sejak menikah
kemudian kembali menceritakan Aminu’ddin yang telah berada di
medan dan memperoleh pekerjaan, selanjutnya Aminu’ddin menikah
dengan gadis lain pilihan ayahnya, setelah dua tahun Mariamin pun
menikah dengan orang yang tidak dikenalnya, pernikahannya tidak
bahagia dan Mariamin pun bercerai .
Unsur Intrinsik
10. Latar
Waktu : Pagi ( hal : 20 )
Siang ( hal : 11)
Malam ( hal : 13 )
Tempat : Tepi Sungai ( hal : 25 )
Pesanggrahan ( hal : 31 )
Sawah ( hal : 45 )
Rumah ( hal : 17 )
Suana : Menyedihkan ( hal : 51 )
Mengharukan ( hal : 71 )
Bahagia ( hal : 82 )
12. Penokohan
Aminu’ddin : Baik hati, pengibah, senang membantu, rajin
dan pandai
Marimin : Baik hati, pemaaf, rajin, setia, berbakti
kepada orang tua dan lemah lembut.
Nuria : Sabar, bijaksana, sayang kepada
keluarganya, baik, dan lemah lembut.
Sutan Baringin : Pemarah, penjudi, suka berbicara kasar, suka
berperkara.
Baginda Diatas : Sombong, mau menang sendiri, baik hati dan
gengsi.
Ibunda Aminu’ddin : Baik hati, sayang pada keluarganya dan
peduli pada penderitaan saudaranya.
Marah Sait :Jahat dan suka menghasut orang lain.
13. Kasibun : Pemarah, pencemburu, suka
memaksakan kehendak, dan kasar.
Sudut pandang pengarang : Sudut pandang orang
ketiga(pengamat/penonton)
Gaya Penulisan
Gaya Penulisan dalam Novel Azab dan Sengsara
mempergunakan bahasa melayu dan juga banyak sekali
mempergunakan majas khususnya majas metafora dan
personifikasi yang memberikan kesan lebih indah didalam
melukiskan suasana dalam novel tersebut.
Amanat
1. Sebagai anak yang berbakti, kita hendaknya menuruti
kemauan orang tua kita selama kemauan itu adalah
wajar.
14. 2. Hendaklah kita berpikir terlebih dahulu sebelum
bertindak, karena penyesalan datangnya belakangan.
3. Bagaimana pun besarnya cobaan dan derita yang kita
hadapi, janganlah kita lupa pada Allah SWT.
4. Janganlah mencintai seseorang hanya karena harta,
derajat dan kedudukan yang dimilikinya.
5. Anak yang sudah cukup umur hendaklah disekolahkan
atau diberi pendidikan.
6. Aturan-aturan dalam adat yang sudah tidak sesuai
dengan adat yang dimiliki oleh masyarakat sekarang ini,
baiknya dihilangkan daripada memberi kesulitan bagi
seseorang. Seperti halnya dalam perjodohan
15. Nilai moral
1. Aminu’ddin adalah seorang anak yang rajin dan penurut
terhadap kemauan orang tuanya.
2. Tali perkauman tidak akan putus meskipun itu terjalin
antara si Kaya dan si Miskin.
Nilai agama
1. Nuria adalah seorang yang taat dan yakin kepada
agama.
2. Keyakinannya kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang yang member kekuatan baginya akan
menerima nasibnya yang baik dan buruk.
3. Kalau sekiranya ia tiada menaruh kepercayaan yang
kuat kepada Allah SWT, tentulah ia akan melarat dan
tentu iblis dapat mendayanya.
Unsur Ekstrinsik
16. Nilai kebudayaan
1. Menurut kebiasaan orang Batak yang mendiami
Tapanuli, ada dua nama yang dipakai oleh masing-
masing pria. Satu nama diberikan sebelum kawin, dan
satu nama setelah kawin yang disebut dengan gelar.
2. Bagi orang Tapanuli, sebelum mereka menikahkan
anaknya, terlebih dahulu mereka pergi ke dukun
untuk menanyakan untung dan rugi daripada
perkawinan anak mereka kelak.
3. Menurut adat orang Batak, orang yang meminta
maaf akan kesalahannya, harus harus membawa nasi ke
rumah orang tempat ia meminta maaf itu, supaya
langkahnya berat. Nasi itu biasanya dibungkus
dengan daun pisang sehingga disebut dengan nasi
bungkus.
17. Nilai sosial
1. Kalau kita dalam kekayaan, banyaklah kaum dan
sahabat. Bila kita jatuh miskin, seorang pun tak ada
lagi yang rapat, sedang kaum yang karib itu
menjauhkan dirinya.
2. Untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya,
Nuria mengumpulkan kaum keluarganya serta para tetua di
kampungnya untuk menasihati suaminya.
Nilai pendidikan
1. Setelah Mariamin berumur tujuh tahun, ia pun
dimasukkan orang tuanya ke sekolah.
2. Meskipun ibu bapaknya orang kampung saja, tahu
jugalah mereka itu, bahwa anak-anak perempuan
pun harus juga di sekolahkan.
18. Kepengarangan
Merari Siregar dilahirkan di Sipirok pada tanggal 13 Juli
1836, Sumatera Utara. Ia adalah seorang sastrawan Indonesia
yang berasal dari Angkatan Balai Pustaka. Setelah meraih
ijazah Handelscorrespondent Bond A di Jakarta, ia bekerja
sebagai guru bantu di Medan, kemudian bekerja di Rumah Sakit
Umum Jakarta, dan terakhir di Opium & Zoutregie Kalianget,
Madura. Selain Azab dan Sengasara, yang merupakan tonggak
kesusastraan Indonesia, ia juga menulis cerita si Jamin dan si
Johan yang merupakan saduran karya Jus vVan Maurik (1918).
19. Kelebihan Buku
Sebagaimana pengertian dari novel adat, novel Azab dan
Sengsara benar-benar menceritakan tentang adat istiadat yang
dimiliki oleh masyarakat Tapanuli.
Di dalamnya terkandung berbagai tuntunan yang baik bagi para
remaja yang biasanya berputus asa jika tengah menghadapi
suatu kegagalan.
Pegarang menggunakan istilah-istilah sehari-hari yang dipakai
oleh masyarakat Tapanuli, sehingga pembaca dapat
mengetahui bahasa di daerah Tapanuli.
Pengarang mencantumkan pengertian dari istilah yang
digunakan, sehingga pembaca dapat lebih mengerti.
Pengarang menggunakan ungkapan yang sesuai dengan isi
cerita, seperti jantung hati, sehingga menambah nilai
kesusastraan dalam cerita.
20. Kekurangan Buku
Terdapat penulisan kata-kata yang tidak baku, misalnya:
Merengkah : merekah
Laki : suami
Bini : istri
Pujuk : buju
Dalam novel Azab dan Sengsara, terdapat gaya penceritaan
yang terlalu bertele-tele, bahkan seringkali melenceng dari
pokok pembahasan yang sedang diceritakan.
Terdapat penulisan kalimat yang strukturnya tidak baku, seperti
Baiklah anakku dahulu makan.
21. SIMPULAN
Kisah cinta abadi penuh duka antara Mariamin dan Aminuddin. Dua sejoli yang
dipisahkan oleh harapan akan nasib baik di tanah rantau dan terhalangnya adat.
SARAN
Novel Azab dan Sengsara sangat menarik untuk dibaca karena didalamnya
terdapat nilai-nilai adat yang ada di daerah Tapanuli, terdapat tuntunan yang baik
untuk remaja dan juga terdapat motivasi bagi remaja agar tidak putus asa dalam
menghadapi masalah. Serta dapa tmengambil sisi positif dari kisah Mariamin yang
sangat mengharukan. Jadi untuk remaja sebaiknya membaca novel ini karena
bermanfaat bagi kita semua.