Dokumen ini menceritakan tentang pertunjukan teater yang mengangkat tema sejarah dan kegelapan di sebuah desa. Pertunjukan dimulai dengan penampilan aktor dan pengusung yang membawa peti berisi jenasah pemimpin desa lalu diikuti munculnya berbagai karakter. Pertunjukan berlanjut dengan dialog antara aktor dan karakter lain tentang arti sejarah bagi masing-masing individu dan desa serta ancaman kegelapan.
1. PARADE DI NEGERI GELAP
Gong dan gendang berbunyi bertalu-talu!!!
Vox : saudara-saudari, masyarakat Allah Yang tercinta di kahyangan nan Durja di wilayah paling
suci. Sebentar lagi anda sekalian akan menyaksikan pertunjukkan teraneh di abad babak
belur ini. Kami ajak anda sekalian menyaksikan keanehan ini bukan dengan mata, tapi
dengan cekikan hati yang paling memerdekakan. Selamat menyaksikan!!!!!!
(vox tinggalkan panggung. Bunyi kembali bertalu-talu.)
(seorang aktor bersama lima orang muncul dari tengah panggung sambil menandu sekotak
gardus hitam berbentuk peti jenasah bergambar berjas lengkap berkopiah. Di samping
gambar itu tergambar sebuah tangan yang sedang menggenggam Alkitab dan sebatang
tongkat kecil). (sambil berarak, seorang yang lebih tua dari orang-orang itu berjalan di
depan, bongkok-bongkok sambil meneteng sebuah lampu gas bernyala. Di pundaknya
tergantung sebuah bungkusan yang dibungkus dengan kain hitam) (ketika perarakan
sampai di puncak, di panggung....tandu diletakkan di tengah! Pak tua terus menghilang!)
LAGU : Bernuansa Balada
(sepuluh orang lain berwajah menakutkan muncul dari arah penonton dengan gaya
Jaipongan yang compang-camping sambil memekik berirama kata-kata: OH LANGIT....OH
BUMI.....!!! DATANGLAH BERBARIS SEJURUS, MERAMPAS DENDAM LAKNAT YANG
TERTUMPAH BERIBU ABAD DI BUKIT INI. JUNJUNGLAH DIA KE NEGERI SERIBU
DAMAI TANPA KATA PERMISI..............Terus dan terus hingga tandu diletakkan ditengah
panggung)
Orang 1 : Hidup bukit!
Orang 2 : Hidup darah!
Orang 3 : Hidup tanah!
Orang 4 : Hidup batu!
Orang 5 : Hidup vonis!
Orang 6 : Hidup angin!
2. Orang 7 : Hidup langit!
Orang 8 : Hidup bumi!
Orang 9 : Hidup suara!
Orang 10 : Hidup dinding!
(Para pengusung ketakutan, merapatkan diri pada sang aktor. Semua terbelalak.
Heran. Bingung. Ada yang memeluk dan mengguncang-guncangkan tubuh sang
aktor. Sang aktor merentangkan kedua tangan, memejamkan kedua bola mata. Tak
lama kemudian orang-orang menghilang lenyap ke balik dinding batu)
Aktor : Tenang saudara-saudara! Tenang....Tenanglah!!! Tidak apa-apa...Tenanglah!!! Di
hari-hari belakangan ini, penduduk bukit ini sering mengalami kejadian seperti
yang barusan kita lihat. Tapi....yakinlah bahwa tidak terjadi apa-apa dengan diri
kita. Penduduk bukit ini telah menganggapnya sebagai tontonan di musim kemarau
bikinan penghuni langit di atas bukit ini. Anda sekalian perlu tahu bahwa orang-orang
tadi cumalah roh-roh yang punya hobi jalan-jalan dari satu daerah ke daerah
yang lain. Katakanlah: perjalanan mereka adalah sebuah usaha studi banding. Dan
saudara-saudara....satu hal ini mungkin lebih penting untuk anda ketahui:
Pertunjukkan macam tadi sudah menjadi bagian dari sejarah kami di bukit ini. Jadi
saudara –saudara... jika orang – orang itu muncul lagi, biarkan saja mereka.
Janganlah digubris. Masaklah manusia takut sama roh? Kalau boleh anggaplah
mereka juga sebagai bagian dari sejarahmu. Itu prinsipnya kalau mau aman!
Pgsng I : Yang dulu begitu, yang sekarang harus begitu juga!
Aktor : Maaf Bukan itu yang saya maksudkan!
Pgsng I : Jadi ?
Aktor : Sejarah milik kita. Masing – masing kita tinggal dalam sejarah kita. Tubuh kita
adalah tempat persemayaman sejarah itu. Dan... Kita sendiri adalah sejarah itu.
Iya’kan?
Semua : (Angguk tiga kali)
Aktor : Tapi... kita harus hati – hati!
3. Aktor : Beda pula dengan kami yang dipercayakan untuk mengatur wilayah bukit ini.
Sejarah kita berbeda – beda. Tapi harus dihati – hatikan!
Pgsng II : Kenapa?
Aktor : Sejarah yang satu menjadi sebuah kebohongan bagi sejarah yang lain. Sejarah nenek
moyang kita bisa menjadi bumerang kepalsuan bagi kita. Yang dulu begini belum
tentu sekarang begitu.
Pgsng 3 : omong-omong.....Dimanakah pak tua yang pegang lampu tadi?
Aktor : barangkali membawa lampu ke tempat lain.
Pgsng 3 : bukankah kita pun sedang kegelapan?
Pgsng 4 : ( Langsung sambar) haaaaa....bukankah kita sekarang sedang saling melihat?
(Kepada Pgsng 3) Engkau Toh Ini? Terang Begini, kok dibilang gelap. Dasar sialan!
Pgsng 3 : Apa katamu? Memang, Orang buta politik!
Aktor : Heeee.....sudah! sudah!! Sudah susah, Tidak punya tanah, masih bertengkar lagi!
Sesama saudara sendiri Baku tengkar. Apalagi kalau dengan orang lain? Bisa
hancurrrr!!!
Pgsng 1 : kita harus kembalikan pak tua yang membawa lampu tadi ke kelompok kita. Kita
butuh Dia! Saya takut kegelapan!
Pgsng 2 : Ya, Dia harus ada bersama kita! Tapi bagaimana caranya?
(jedah!)
Pgsng 3 : Tanpa dia, Arah perjalanan kita akan amburadul. Bisa saja kita semua dihinggapi
kegelapan hingga kita berubah wujud jadi gelap, jadi seperti burung gagak yang suka
bikin kacau kalau orang lagi hening!
Aktor : Sssssssttt......Tenang! Firasatku mengatakan bahwa pak tua itu sedang bergerak
kemari!
(Orang-Orang Berusaha Melihatnya. Seakan Kerinduan itu tak tertahan lagi)
Pgsng 4 : Itu dia!!! Kita tahan Dia! Biar dia mau bergabung dengan kita.
Pgsng 1 : Bukan! Bukan, Dia!!
4. Aktor : Ayo kita lihat!
(Lalu.......terdengar bunyi gendang bertalu-talu dari kejauhan. Suara itu makin
mendekat, sambung-menyambung. Orang-orang nampak cemas, bergerak perlahan
ke arah bunyi sambil berusaha menangkap arti bunyi itu, selidiki bunyi itu dan
berharap cemas menanti peristiwa apa yang bakal terjadi. Tiba-tiba orang-orang
muncul dari balik bebukitan. Seorang memegang salib. Mereka berarak menuju
bukit itu)
Org 1 : Hidup pahlawan!
Org 2 : Hidup sejarah!
Org 3 : Hidup kejujuran!
Org 4 : Hidup pembohong!
Org 5 : Hidup Pengecut!
Org 6 : Hidup Zaman!
Org 7 : Hidup kuasa!
Org 8 : Hidup neraka!
Org 9 : Hidup manusia!
Org 10 : Hidup malaekat!
Semua : Hidup korbaaaaaaaaannnnnn!!!!!!!
(Halilintar sambar-menyambar. Bumi bergoncang hebat. Aktor dan para pengusung
ketakutan. Orang – orang memancangkan salib di hadapan mereka. Berlutut
menghadap salib. Orang – orang berurusaha mendekap sang aktor hingga
kecapehan dan terlelap dalam tidur. Suara memecah di balik bebatuan)
Vox : Oh dewata ... oh alam...
Nasibmu terbakar hangus
Sejarahmu mandek terberangus
Kamu masuk ke ruang gelap parade kemenangan
5. Kebenaran putus asa menunggu gilir
Kuucapkan selamat datang
Dan kuangkat kamu jadi pahlawan
Karena telah kamu bayarkan nyawa
Kepada jiwa-jiwa pembantai
Kepada jiwa – jiwa pembohong
Kepada jiwa-jiwa arogan
Demi saudara-saudarimu sendiri
Yang memonopoli sejarah tanpa mengenal tata sopan santun
Orang – orang : (Sambun g-menyambung sambil menghilang ke bebukitan)
Hidup kita!
Hidup kita!
Hidup kita!
Hidup kita!
Hidupppppp!!!
Lagu : Bernuansa Ballada
Aktor : (Bangun dari duduk. Mengusap mata. Mengamati tempat sekeliling. Para
Undangan lemas tak berdaya)
Apa artinya semua ini!!!
(Pak Tua muncul dari tengah panggung. Kali ini sambil memegang juga sebuah
senter yang dinyalakan)
Pak Tua : Apa yang kalian sudah perbincangkan dan... apa yang telah terjadi atas diri kalian?
Aktor : Kemanakah anda tadi? Tidak tahukah anda bahwa kegelapan jagad ini telah
menguasai kami?
6. Pak Tua : Yaa... Aku sedang mengembara ke negri paling gelap. Dekat sini ada sebuah istana
megah nan gerlap, penuh kertas map-map yang indah. Mungkin map-map itu berisi
kumpulan orang- orang hebat yag suka mancing di air keruh dan suka tertawa kalau
ada orang yang sedang nangis. Wajah mereka yang urus map –map itu pun pada
gelap semuanya. Ketika aku lewat di depan mereka, semua mereka pada tutup mata,
sambil mencibir aku penuh siis lalu beramai elempari aku. Mendadak aku matikan
lampu gasku. Tapi, aku masih punya senter ini. Ketika aku menyinarkan mereka
dengan cahaya lampu dari senter ini semua mereka pada lari tunggang langgang.
Semua : Haaaaa...
Pak Tua : Hus!!! Jangan terlalu keras ketawamu. Nanti kamu dituduh memfitnah!
Pgsng 3 : Tertawa juga fitnah!!!
Pak Tua : Tertawanya kalian itu punya nuansa politisnya. Di negri yang lagi gelap ini apa –
apa saja selalu mencurigakan.
Aktor : Hal semacam ini sudah menjadi sejarah negri ini!
Pak Tua : Sejarah? (Bergerak ke pinggir salib) Sejarah... ya...sejarah!!! (tunjuk pada salib) Ini
pun adalah sebuah sejarah pembungkaman keadilan dan kebenaran yang terluncur
dari sebuah mulut yang paling agung. Dalam kegagahan politik sebuah
kekeuasanlah, sejarah ini mengubah wajah negri ini!!!
Aktor + pgsng : (Menghadap salib, para pengusung memeluk kaki salib)
Aktor : (Kepada salib) Sejarakah engkau?? Sejarahkah engkau??
Aktor : (Kepada pak tua) Apakah sejarah ini punya jati diri?
Pak Tua : Kitalah jati dirinya!!! Ya... kitalah jati dirinya!!! (Semua hening!) Eh... omong, apa
sih isi bungkusan yang kalian tandu tadi? (semua bergerak ke bungkusan yang
sedari tadi tidak menjadi bahan perbincangan) (Para pengusung saling mengekor
mata lalu saling pandang dan angguk-angguk kecil. Pak tua keheranan.)
Pgsng 4 : Bapa boleh mengetahuinya tapi ada syaratnya?
Pak Tua : Apa Syaratnya?
Pgsng 4 : Begitu lihat dan tahu isinya, bapak tidak boleh menceritakannya kepada siapapun
termasuk kepada istri bapak!
7. Pak Tua : Saya tidak punya istri!
Pgsng 5 : (tersendat) Bapak... Pastor???
Pak Tua : Bukan!
Pgsng 5 : Lalu?
Pak Tua : Cuma pencinta pastor!
Semua : Ooooooohhhhh...
Pak Tua : Tapi bagimana dengan mereka yang sedang menonton kita di negri yang gelap ini?
Pgsng 1 : Sebagian besar mereka sudah tahu, sudah paham dan sudah maklumi isi bungkusan
itu. Ada yang sudah tahu tapi tidak mengerti. Lebih tepat kalau dibilang pura- pura
tidak mengerti. Ada yang cuek, tapi punya nyali ingin tahu. Katanya, kalau mereka
ikut tahu secara terng-terangan, gaji bulanan mereka dipotong setengah.
Pak Tua : Massya Allah!!!
Pgsng 1 : Ya... Begitulah yang terjadi dinegri gelap ini!!! Mau bilang apa???
Pak Tua : Bolekah saya melihatnya sekarang?
Pgsng 2 : Bagaimana dengan syarat tadi?
Pak Tua : Saya sanggup!
(Para pengusung mengapiti pak tua. Pengusung 4 membuka bungkusan, Cuma
setengah terbuka. Pak tua melihatnya Cuma sesaat. Lalu... Ia roboh bagai tubuh tak
bertulang. Para pengusung kelabakan. Mereka memapahnya, berusaha buat dia jadi
sadar. Setelah sadar...)
Pak Tua : (Terbata-bata) Di...manakah ini?
Semua : (Cuma menggeleng. Ada yang mengangguk)
Pak Tua : Bukankah itu (sambil menunjuk ke arah bungkusan tadi) ...” Jenasah para
pemimpin kita?”
Semua : (Rameh-rameh angguk)
Pak Tua : Mengapa Ia ada dalam bungkusan itu?
8. Pgsng 3 : Kami Cuma mau menghindarnya dari kegelapan yang sedang melanda negri ini!
Pak Tua : Dan... Bukankah gambar yang terpampang disamping jenasah itu adalah sanak
kerbatnya sedang meratap pilu?
Semua : (Rameh-rameh angguk)
Pak Tua : Mengapa merekapun ada dalam bungkusan itu?
Pgsng 4 : Merekapun perlu dihindarkan dari bayang-bayang kegelapan..
Pgsng 5 : Dan... Pak! Apa isi bungkusan yang kau peluk itu?
(Jedah!)
Pak Tua : Ini Cuma beberapa buah senter dan korek api.
Pgsng 5 : Untuk apa itu?
Pak Tua : (Membuka bungkusannya, lalu membagikan isinya kepada para pengusung.
Masing- masing dapat satu senter dan satu bungkus korek api) Ini... ambilah
semua!!! Pakailah senter ini kalau lagi jalan – jalan di negri ini. Dan ini... ambilah
korek api ini! Gunakan ia bila sentermu macet. Tapi ... ingat! Jangan pakai untuk
membakar!
(Para pengusung menghidupkan senter dan tinggalkan arena pertunjukan. Tinggal
aktor seorang diri. Disamping kaki salib ia mengaduh...)
Aktor : Sangkakala pengadilan terakhir boleh berbunyi kapan saja, mereka akan tampil di
depan takhta pengadilan yang maha kuasa dengan bungkusan ditangan mereka.
Mereka akan dengan lantang mengatakan: disinilah terbungkus apa yang saya
perbuat, apa yang saya pikirkan , siapakah saya ini dimasa lalu. Dengan Keterbukaan
yang sama, mereka telah mengisahkan yang baik dan yang buruk. Mereka tidak
mendiamkan sesuatupun yang buruk dan tidak melebih-lebihkan sesuatupun yang
baik. Kalau disana-sini mereka menambah sedikit dekorasi, maka hal itu hanya
disebakan karena beberapa kali terpaksa mereka mengisi lubang-lubang yang ada.
Mereka mengandaikan sebagai benar apa yang menurut hati nurani mereka bisa
Benar; tidak pernah mereka mengemukakan sesuatu sebagai Benar, sedangkan
mereka yakin tentang kebalikannya. Mereka telah menggambarkan diri mereka
seperti adanya; Terhina dan rendah bila mereka sungguh-sungguh Demikian; baik,
murah hati, dan besar bila mereka memang begitu. Semoga setiap orang yang
9. menyaksikan pertunjukan teraneh ini bisa mengeluarkan isi hatinya dengan
keterbukaan yang sama di tahta Yang Maha Kuasa dan semoga tiada seorangpun
yang berani mengatakan kepada Yang Maha Kuasa: aku lebih baik dari manusia ini!
Selamat Menuju Kahyangan baru, Buatmu semua!
Nb: Kata-kata Sang Aktor yang terakhir ini adalah kata-kata Rousseau, seorang filsuf asal
Perancis.
10. menyaksikan pertunjukan teraneh ini bisa mengeluarkan isi hatinya dengan
keterbukaan yang sama di tahta Yang Maha Kuasa dan semoga tiada seorangpun
yang berani mengatakan kepada Yang Maha Kuasa: aku lebih baik dari manusia ini!
Selamat Menuju Kahyangan baru, Buatmu semua!
Nb: Kata-kata Sang Aktor yang terakhir ini adalah kata-kata Rousseau, seorang filsuf asal
Perancis.