1. 1. Latar Belakang
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information Communication and
Technology (ICT) di era globalisasi saat ini sudah menjadi kebutuhan yang mendasar
dalam mendukung efektifitas dan kualitas proses pendidikan. Isu-isu pendidikan di
Indonesia seperti kualitas dan relevansi pendidikan, akses dan ekuitas pendidikan,
rentang geografi, manajemen pendidikan, otonomi dan akuntabilitas, efisiensi dan
produktivitas, anggaran dan sustainabilitas, tidak akan dapat diatasi tanpa bantuan
TIK. Pendidikan berbasis TIK merupakan sarana interaksi manajemen dan
administrasi pendidikan, yang dapat dimanfaatkan baik oleh pendidik dan tenaga
kependidikan maupun peserta didik dalam meningkatkan kualitas, produktivitas,
efektifitas dan akses pendidikan.
Perkembangan TIK atau multimedia di Indonesia khususnya dalam dunia pendidikan
masih belum optimal dibandingkan dengan negara-negara tetangga sepertI Singapura,
Malaysia dan Thailand. Terdapat beberapa masalah dan kendala yang masih dirasakan
oleh masyarakat khususnya tenaga pendidik dan profesional pendidikan untuk
memanfaatkan TIK di berbagai jenjang pendidikan baik formal maupun non formal.
Permasalahan tersebut terutama berkaitan dengan kebijakan, standarisasi, infrastruktur
jaringan dan konten, kesiapan dan kultur sumber daya manusia di lingkungan
pendidikan. Oleh karena itu, berbagai upaya yang telah dan akan dilakukan baik
pemerintah maupun masyarakat dalam rangka pemanfaatan TIK dalam pendidikan
sangat urgen dan mutlak dilakukan secara terintegrasi, sistematis dan berkelanjutan.
Dalam makalah ini khususnya akan dibahas bagaimana kebijakan dan standarisasi
mutu penyelenggaraan pendididkan berbasis TIK. Apa standarisasi mutu yang
disyaratkan untuk penyelengganan pendidikan berbasis TIK yang efektif dan efisien
serta akuntabel.
2. Konsep Teknologi Informasi dan Komunikasi
Secara sederhana Elston (2007) membedakan antara Teknologi Informasi (IT) dan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT), yaitu “IT as the technology used to
managed information and ICT as the technology used to manage information and aid
communication”. Sementara itu, UNESCO (2003) mendefinisikan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai berikut: “ICT generally relates to those
technologies that are used for accessing, gathering, manipulating and presenting or
communicating information. The technologies could include hardware e.g. computers
and others devices, software applications, and connectivity e.g. access to the internet,
local networking infrastructure, and video conferencing”.
Dalam praktek di lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun non formal, TIK
meliputi komputer, laptop, network komputer, printer, scanner, video/DVD player,
kamera digital, tape/CD, interactive whiteboards/smartboard. Dengan demikian, perlu
ditegaskan bahwa peran TIK adalah sebagai enabler atau alat untuk memungkinkan
terjadinya proses pendidikan dan pembelajaran. Jadi TIK merupakan sarana untuk
mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri.
Morsund dalam UNESCO (2003) mengemukakan cakupan TIK secara rinci yang
meliputi sebagai berikut:
2. piranti keras dan piranti lunak komputer serta fasilitas telekomunikasi
mesin hitung dari kalkulator sampai super komputer
perangkat proyektor / LCD
LAN (local area network) dan WAN (wide area networks)
o Kamera digital, games komputer, CD, DVD, telepon selular, satelit
telekomunikasi dan serat optik
mesin komputer dan robot
Sejatinya TIK memiliki potensi yang besar untuk dapat dimanfaatkan khususnya di
bidang pendidikan. Rencana cetak biru TIK Depdiknas, paling tidak menyebutkan
tujuh fungsi TIK dalam pendidikan , yaitu sebagai sumber belajar, alat bantu belajar,
fasilitas pembelajaran, standard kompetensi, sistem administrasi, pendukung
keputusan, dan sebagai infrastruktur.
UNESCO telah mengidentifikasi 4 (empat) tahap dalam sistem pendidikan yang
mengadopsi TIK, yaitu :
1) Tahap emerging; yaitu perguruan tinggi/sekolah berada pada tahap awal. Pendidik
dan tenaga kependidikan mulai menyadari, memilih/membeli, atau menerima donasi
untuk pengadaan sarana dan prasarana (supporting work performance)
2) Tahap applying; yaitu perguruan tinggi/sekolah memiliki pemahaman baru akan
kontribusi TIK. Pendidik dan tenaga kependidikanu menggunakan TIK dalam
manajemen sekolah dan kurikulum (enhancing traditional teaching)
3) Tahap infusing; yaitu melibatkan kurikulum dengan mengintegrasikan TIK.
Perguruan tinggi/sekolah mengembangkan teknologi berbasis komputer dalam lab,
kelas, dan administrasi. Pendidik dan tenaga kependidikan mengekplorasi melalui
pemahaman baru, dimana TIK mengubah produktivitas professional (facilitating
learning).
4) Tahap Transforming; yaitu perguruan tinggi/sekolah telah memanfatkan TIK dalam
seluruh organisasi. Pendidik dan tenaga kependidikan menciptakan lingkungan belajar
yang integratif dan kreatif (creating innovative learning environment) melalui TIK.
Dewasa ini pemanfaatan TIK dalam pendidikan dapat dilakukan melalui berbagai
mode yang dikenal dengan Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh (PTJJ). Bates (2005)
membedakan pendidikan terbuka, pendidikan jarak jauh dan pendidikan fleksibel
sebagai berikut: “Open learning is a primarily a goal. An essential characteristics of
open learning is the removal of barriers to learning. In distance learning students can
study in their own time, at any place and without face-to-face contact with a teacher.
Flexible learning is the provision of learning in a flexible manner”.
PTJJ merupakan alternatif model dalam proses pembelajaran yang memberikan
kesempatan yang luas bagi peserta didik untuk belajar “kapan saja, dimana saja dan
dengan siapa saja”.
3. Kebijakan Pemanfaatan TIK Pendidikan
3.1. Tantangan Pendidikan Nasional
3. Pendidikan nasional memiliki banyak tantangan baik dari sisi input, proses maupun
output. Beberapa tantangan pendidikan nasional tersebut adalah sebagai berikut:
Banyak anak usia sekolah yang belum dapat menikmati pendidikan dasar 9
tahun. Anak usia 7 – 12 tahun masih dibawah 80% yang telah menikmati
pendidikan (APK SMP 85,22, dan APK SMA 52,2).
Tidak meratanya penyebaran sarana dan prasarana pendidikan/sekolah sebagai
contoh: tidak semua sekolah memiliki telepon, apalagi koneksi internet.
Tidak seragamnya dan rendahnya mutu pendidikan di setiap jenjang sekolah
yang ditunjukkan dengan masih rendahnya tingkat kelulusan Ujian Nasional
dan nilai Ujian Nasional.
Rendahnya jumlah perguruan tinggi baik negeri maupun swasta ( PTN – 82
dan PTS – 2.236 (Dikti,2003))
Rendahnya daya tampung dan tingkat partisipasi kuliah (Daya tampung sekitar
3,2 juta mahasiswa dengan tingkat partisipasi 12.8%. Padahal, Filipina
mencapai 32% dan Thailand telah mencapai 30%.
BAN sebagai penentu kualitas pendidikan menginformasikan bahwa hampir
50% pendidikan tinggi berakreditasi C (46,35% program diploma dan 47.97%
PTN dan PTS).
Rendahnya Tenaga Pengajar Non Formal (PLS). Kebutuhan guru PLS
mencapai angka 519.790 orang. Sementara yang ada hanya sebesar 113.622
orang atau 22%. Sehingga diperlukan 406.168 guru atau 78%. (PMPTK
2006).
Rendahnya tenaga pendidik yang belum memenuhi syarat sertifikasi (dari
2.692.217 orang guru yang ada, 727.381 orang (27%) memenuhi syarat
sertifikasi, sisanya 1.964.836 (73%) belum memenuhi syarat sertifikasi.
Berdasarkan survey HDI th 2005, Indonesia menduduki ranking 112 dari 175
negara (jauh berada di bawah Malaysia dan Bangladesh).
Rendahnya tingkat pemanfaatan TIK di sekolah/kampus (Digital Divide), yang
ditunjukkan dengan kondisi dimana tidak semua sekolah mempunyai sarana
TIK. Sekalipun ada, jumlahnya terbatas dan pemanfaatannya masih belum
optimal.
3.2. Peran Strategis TIK untuk Pendidikan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan pemanfaatan TIK dalam pendidikan melalui Pendidikan Jarak
Jauh bahwa “(1) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada semua jalur, jenjang
dan jenis pendidikan, (2) Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan
pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan
secara tatap muka atau reguler, (3) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam
bentuk, modus dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta
sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional
pendidikan. Jadi sistem pendidikan jarak jauh telah menjadi suatu inovasi yang berarti
dalam dunia pendidikan nasional. Sistem pendidikan jarak jauh yang dimulai dengan
generasi pertama korespondensi (cetak), generasi kedua multimedia (Audio, VCD,
DVD), generasi ketiga pembelajaran jarak jauh (telekonferensi/TVe), generasi
keempat pembelajaran fleksibel (multimedia interaktif) dan generasi kelima e-
Learning (web based course), akhirnya generasi keenam pembelajaran mobile
(koneksi nirkabel/www).
4. Seperti tercantum secara eksplisit dalam Rencana Strategis Departemen Pendidikan
Nasional 2005 – 2009, terlihat jelas bahwa TIK memainkan peran penting dalam
menunjang tiga pilar kebijakan pendidikan nasional, yaitu:(1) perluasan dan
pemerataan akses; (2) peningkatan mutu, relevansi dan daya saing; dan (3) penguatan
tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pendidikan, untuk mewujudkan pendidikan
yang bermutu, akuntabel, murah, merata dan terjangkau rakyat banyak.
Dalam Renstra Depdiknas 2005 – 2009 dinyatakan peran strategis TIK untuk pilar
pertama, yaitu perluasan dan pemerataan akses pendidikan, diprioritaskan sebagai
media pembelajaran jarak jauh. Sedangkan untuk pilar kedua, peningkatan mutu,
relevansi dan daya saing, peran TIK diprioritaskan untuk penerapan dalam
pendidikan/proses pembelajaran. Terakhir, untuk penguatan tata kelola,
akuntabilitas dan citra publik, peran TIK diprioritaskan untuk sistem informasi
manajemen secara terintegrasi.
3.3. Infrastruktur Jaringan dan Konten TIK Depdiknas
Depdiknas telah memiliki infrastruktur backbone teknologi informasi dan komunikasi
yang cukup besar dan siap untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya baik untuk
kebutuhan pendidikan, penelitian, maupun adminisitrasi.
Jardiknas dikategorikan kedalam tiga zona, yaitu:
Zona Personal/Komunitas; yang diperuntukkan sebagai akses personal bagi
guru, dosen, dan siswa.
Zona Perguruan Tinggi; yang diperuntukkan bagi seluruh Perguruan Tinggi
dan Kopertis; dan
Zona Kantor Dinas/UPT/Sekolah; diperuntukkan bagi sekolah, Dinas
Pendidikan Kab/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, dan Unit-unit Kerja
Depdiknas.
Infrastruktur ini akan diisi oleh konten yang dikelompokkan dalam dua ketegori yaitu:
Kontent e-learning; konten e-learning dapat meliputi konten yang
dikembangkan oleh Pustekkom, Ditdikdasmen, Ditjen Dikti, Setjen, atau unit-
unit lain.
Konten e-administration; e-content administration meliputi online
transaction proccessing (OLTP), data center warehouse (DCW) dan online
analysis processing (OLAP)
4. Pembelajaran Berbasis TIK (e_Learning)
Cisco (2001) menjelaskan filosofis e-learning sebagai berikut. Pertama, e-learning
merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line.
Kedua, e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar
secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-
ROM, dan pelatihan berbasis komputer), sehingga dapat menjawab tantangan
perkembangan globalisasi. Ketiga, e-learning tidak berarti menggantikan model
belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut
melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan. Keempat,
5. Kapasitas peserta didik amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara
penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar konten dan alat penyampai dengan
gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas peserta didik yang pada gilirannya akan
memberi hasil yang lebih baik.
Pembelajaran berbasis TIK atau e-Learning adalah sumber pembelajaran baik secara
formal maupun informal yang dilakukan melalui media elektronik, seperti Internet,
Intranet, CDROM, video tape, DVD, TV, Handphone, dan PDA
Pola-pola seperti di atas semua berbeda satu dengan yang lain. E-learning lebih luas
dibandingkan dengan online learning. Online learning hanya menggunakan
Internet/intranet/LAN/WAN tidak termasuk menggunakan CD ROM.
Dalam pembelajaran berbasis TIK terdapat perbedaan komunikasi antara
pembelajaran langsung (syncronous) dan tidak langsung (ansyncronous), dengan
sebuah terminologi untuk mendeskripsikan bagaimana dan kapan pembelajaran
berlangsung.
4.1. Pembelajaran Langsung (Syncronous Learning)
Dalam pembelajaran langsung, proses belajar dan mengajar berlangsung dalam waktu
yang sama (real time) walaupun pendidik dan para peserta didik secara fisik berada
pada tempat yang berbeda satu sama lain. Sebagai contoh yaitu:
1. Mendengarkan siaran Radio.
2. Menonton siaran Televisi
3. Konferensi audio/video.
4. Telepon Internet.
5. Chatting
6. Siaran langsung Satelite dua arah.
4.2. Pembelajaran Tidak Langsung (Ansyncronous Learning)
Dalam pembelajaran tidak langsung, proses belajar dan mengajar berlangsung dengan
adanya delay waktu (waktu yang berbeda) dan pendidik dan peserta didik secara
fisik berada pada tempat yang berbeda. Sebagai contoh yaitu:
1. Belajar sendiri menggunakan internet atau CD-Rom.
2. Kelas belajar menggunakan video tape.
3. Presentasi web atau seminar menggunakan audio/video.
4. Rekaman suara.
6. 5. Mentoring tanya jawab.
6. Membaca pesan e-mail.
7. Mengakses content online
8. Forum diskusi
Karakteristik dari pembelajaran tidak langsung (ansyncronous) adalah pendidk harus
mempersiapkan terlebih dahulu materi belajar sebelum proses belajar mengajar
berlangsung. Peserta didik bebas menentukan kapan akan mempelajari materi belajar
tersebut.
Contoh TIK yang digunakan dalam komunikasi pembelajaran secara syncronous dan
asyncronous sebagai berikut:
Asyncronous Learning Syncronous Learning
Fax Telephone
E-Mail Screen Sharing
Knowledge Base Chat
Newsgroups Web conferences
Computer Based Training Online Seminar
Quick Reference Guide Compressed video classes
Sedangkan karakteristik e-learning dapat dikemukakan sebagai berikut:
Karakteristik Penjelasan
Non-linearity Pemakai (user) bebas untuk mengakses (browse)
tentang objek pembelajaran dan terdapat fasilitas untuk
memberikan persyaratan tergantung pada pengetahuan
pemakai.
Self Managing Pemakai dapat mengelola sendiri prosespembelajaran
dengan mengikuti struktur yangtelah dibuat.
Feedback-Interactivity Pembelajaran dapat dilakukan dengan interaktifdan
disediakan feedback pada prosespembelajaran.
5. Standarisasi Pendidikan Berbasis TIK dari SEAMOLEC
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, pasal 35,
menyatakan bahwa Standar Nasional Pendidikan (SNP) terdiri atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan
berkala. Standarisasi pendidikan mutlak diperlukan untuk menjamin mutu proses dan
hasil pendidikan. Pada dasarnya SNP merupakan persyaratan minimum yang
ditetapkan UU, namun secara teknis diperlukan perumusan standar mutu dalam sistem
pendidikan seperti Sistem Manajemen Mutu – ISO 9001:2008 / IWA 2.
McGee, Carmean dan Jafari (2005) menyatakan pentingnya standard dan spesifikasi
dalam pendidikan berbasis TIK, karena memungkinkan terjadinya pembelajaran
7. sebagai berikut: 1) Interoperability, sistem berinteraksi dengan sistem lain dalam
organisasi, 2) Reusability, sumber / objek belajar mudah digunakan dalam kurikulum,
latat, profil peserta didik yang berbeda, 3) Manageability, sistem telusur informasi
tentang peserta didik dan konten, 4) Accessibility, semua peserta didik memiliki
kemudahan menerima konten setiap saat, dan 5) Sustainability, teknologi terus
berkembang sesuai standar untuk menghindari keusangan.
1. Simpulan dan Saran
Pemanfaatan tekonologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan mutlak
dilakukan untuk menjawab permasalahan di bidang pendidikan terutama akses dan
pemerataan serta mutu pendidikan. Kebijakan dan standarisasi mutu pendidikan
menjadi pondasi yang harus dibangun untuk mendukung pendidikan berbasis TIK
yang efektif dan efisien. Implementasi pendidikan berbasis TIK dapat dilakukan
melalui model hybrid (dual system) yang mengkombinasikan pembelajaran klasikal
(face 2 face) dengan belajar terbuka dan jarak jauh (on line). Sedangkan pembelajaran
berbasis TIK dapat dilaksanakan secara lansung (syncronous learning) dan tidak
langsung (asyncronous Learning). Hal ini tergantung dengan kondisi teknologi dan
jaringan yang tersedia. Standarisasi dalam pemanfaatan TIK dalam pendidikan sangat
penting untuk menjamin mutu proses dan hasil pendidikan.
Beberapa saran yang dapat dikemukakan untuk mendukung keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan berbasis TIK sebagai berikut.
1. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pendidikan
baik di sekolah atau perguruan tinggi menjadi hal mutlak mengingat kondisi
permasalahan pendidikan yang makin kompleks. Pendidikan berbasis TIK
hanya akan berhasil apabila dikelola dan ditangani dengan terencana,
sistematis dan terintegrasi.
2. Perencanaan dalam pemanfaatan TIK dalam pendidikan yang integratif
meliputi kebijakan, standarisasi mutu, infrastruktur jaringan dan konten,
kesiapan dan kultur SDM pendidikan menjadi penting untuk ditata dan
dikelola dengan efektif dan efisien.
3. Penyelenggaraan pendidikan berbasis TIK melalui pendidikan terbuka dan
jarak jauh (e-Learning), membutuhkan dukungan dari semua pihak khususnya
pemerintah, swasta serta masyarakat untuk mengalokasikan anggaran dan
investasi pendidikan yang memadai.
4. Standarisasi mutu penyelenggaran pendidikan berbasis TIK perlu
ditindaklanjuti dengan standarisasi konten untuk menjamin kualitas,
aksesibilitas dan akuntabilitas program pendidikan berbasis TIK.