SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 22
Zakat Profesi dan Perbedaan UU
   Nomor 38 tahun 1999 dan UU Nomor
   23 Tahun 2011
   OPINI | 31 August 2012 | 11:56   Dibaca: 104     Komentar: 0     Nihil

A. Pengertian

           Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima‟iyyah yang memiliki posisi yang
   sangat penting, strategis dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran Islam
   maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Sebagai suatu ibadah pokok,
   zakat termasuk salah satu rukun ketiga dari rukun Islam, sehingga keberadaannya
   dianggap sebagai (ma‟luum minad-diin bidh-dharuurah atau diketahui secara
   otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari Islaman seseorang).
           Dalam pasal 1 ayat 2 UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan
   zakat dijelaskan :
   “ Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan
   usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat
   Islam” 1[1]

           Di dalam al Qur‟an terdapat 27 ayat yang menyejajarkan kewajiban shalat
   berfungsinya zakat sebagai instrument pemerataan dan belum terkumpulnya zakat
   secara optimal di lembaga pengumpul zakat, karena pengetahuan masyarakat
   terhadap harta yang wajib dikeluarkan zakatnya masih terbatas.
           Berdasarkan hasil survey PIRAC (Public Interest Research and Advocacy
   Center) mengatakan potensi dana zakat di Indonesia yang populasinya sekitar 87
   persen muslim, sangat besar hingga mencapai 9,09 triliun rupiah pada tahun 2007.
   Potensi ini meningkat 4,67 triliun dibandingkan tahun 2004 yang potensinya
   hanya sebesar 4,45 triliun. Berbeda dengan PIRAC, Alfath mengatakan bahwa
   potensi zakat di Indonesia mencapai Rp. 20 Triliun per tahun. Namun dari jumlah
itu, yang tergali baru Rp. 500 milyar per tahun (berdasarkan asumsi tahun
   2006)2[2]
          Zakat mengandung beberapa arti seperti membersihkan, bertumbuh dan
   berkah. Digunakan kata “zaka” dengan arti membersihkan itu, untuk ibadah
   pokok rukun Islam dan hikmahnya untuk mebersihkan jiwa dan harta orang yang
   berzakat. Dalam terminologi hukum (Syara‟) zakat diartikan “ pemberian tertentu
   dari harta tertentu kepada orang tertentu menurut syarat-syarat            yang
   ditentukan”3[3]
          Hukum zakat adalah wajib „aini dalam arti kewajiban yang ditetapkan
   untuk diri pribadi dan tidak mungkin dibebankan kepada orang lain, walaupun
   dalam pelaksanaannya dapat diwakilkan kepada orang lain.
          Tujuan disyariatkan zakat diantaranya adalah untuk jangan harta itu hanya
   beredar di kalangan orang-orang kaya saja. Rukun zakat yaitu orang yang
   berzakat, harta yang dizakatkan dan orang yang menerima zakat. Syarat harta
   yang dizakatkan adalah harta yang baik, milik yang sempurna dari yang berzakat,
   berjumlah satu nisab atau lebih dan telah tersimpan selama satu tahun qamariyah
   atau haul.
B. Zakat Profesi

          Yusuf al Qaradawi menyatakan bahwa diantara hal yang sangat penting
   untuk mendapatkan perhatian kaum muslimin saat ini adalah penghasilan atau
   pendapatan      yang diusahakan melalui keahliannya, baik keahlian         yang
   dilakukannya secara sendiri, maupun secara bersama-sama. Yang dilakukan
   secara sendiri misalnya : dokter, bidan, guru, penjahit, mubaligh dan lain
   sebagainya. Yang dilakukan secara bersama-sama misalnya pegawai pemerintah
   maupun swasta, pejabat Negara dan hakim.4[4]
Wahbah al Zuhaili mengemukakan pendapatan yang diterima seseorang
   dalam waktu relatif tetap, seperti sebulan sekali dalam fikih dikenal dengan nama
   (al maal al mustafaad).
           Landasan hokum kewajiban zakat profesi adalah firman Allah dalam surat
   at Taubah ayat 103, al Baqarah 267 dan firman Allah dalam surat Adz dzaariyat
   ayat 19 :
    Artinya : “ Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang
               meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”

           Semua penghasilan melalui kegiatan professional tersebut apabila telah
   capai nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Pada saat Muktamar Internasional
   Pertama tentang zakat di Kuwait (29 Rajab 1404 H bertepatan dengan tanggal 30
   April 1984 M) telah sepakat tentang wajibnya zakat profesi apabila telah capai
   nisab, meskipun pesertanya berbeda pendapat dalam cara mengeluarkannya.5[5]
           Dalam Bab IV Pengumpulan Zakat pada pasal 11 ayat 2 huruf (f) UU
   nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, dijelaskan bahwa harta yang
   dikenai zakat adalah (hasil pendapatan dan jasa).6[6]
           Kemudian pada tahun 2011,DPR beserta pemerintah merevisi UU Nomor
   38 Tahun 1999 dan mengeluarkan UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan
   zakat. Pada pasal 4 ayat 2 huruf (h) UU Nomor 23 Tahun 2011 dijelaskan “Zakat
   Mal meliputi (pendapatan dan jasa)”.7[7]
           Dalam menentukan nisab, kadar dan waktu mengeluarkan zakat profesi
   dalam hal ini ada 2 pendapat :8[8]
1. Jika zakat profesi dianologikan kepada zakat perdagangan, maka nisab, kadar dan
   waktu mengeluarkan sama dengan zakat emas dan perak. Nisabnya senilai 85
gram emas, kadar zakatnya 2,5 persen dan waktu mengeluarkan setahun sekali,
   setelah dikeluarkan kebutuhan pokok.

   Contoh : Jika si A berpenghasilan Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) setiap bulan
   dan kebutuhan pokoknya perbulan sebesar Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah), maka
   besar zakat yang dikeluarkan adalah 2,5 % x 12 x Rp. 2.000.000 = Rp. 600.000
   (enam ratus ribu ) per tahun atau Rp. 50.000 (lima puluh ribu) per bulan.

2. Jika dianalogikan kepada zakat pertanian, maka nisabnya senilai 5 ausaq atau 653
   kg padi atau gandum, kadar zakatnya sebesar 5 % dan dikeluarkan pada setiap
   mendapatkan gaji atau penghasilan, misalnya sebulan sekali. Dalam contoh kasus
   : Jika si A berpenghasilan Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) setiap bulan dan
   kebutuhan pokoknya perbulan sebesar Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah), maka
   kewajiban zakat si A adalah sebesar 5 % x 12 x Rp. 2.000.000 =

   Rp. 1.200.000 (satu juta dua ratus ribu rupiah) per tahun atau Rp. 100.000 (seratus
   ribu perbulan). Kalau dianalogikan kepada zakat pertanian, maka bagi zakat
   profesi tidak ada ketentuan haul, ketentuan waktu menyalurkan adalah pada saat
   menerima, misalnya tiap bulan. Karena itu profesi yang menghasilkan pendapatan
   setiap hari (seperti : dokter yang membuka praktek sendiri aau para da‟i yang
   setiap hari berceramah) zakatnya dikeluarkan sebulan sekali. Sama dengan zakat
   pertanian yang dikeluarkan saat pada panen (sesuai firman Allah Surat al An‟aam
   : 141).

             Kedua pendapat di atas menggunakan qiyas yang ilat hukumnya
   ditetapkan berdasarkan metode syabah. Contoh (qiyas syabah) yang dikemukakan
   oleh Muhammad al Amidi adalah hamba sahaya yang dianalogikan pada 2 hal
   yaitu pada manusia (nafsiyyah) menyerupai orang yang merdeka (al hur) dan
   dianalogikan pada kuda karena dimiliki dan dapat diperjual belikan di pasar.
             Pada tahun 2003, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa
   tentang zakat penghasilan sesuai dengan “Keputusan Fatwa Majelis Ulama
   Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang zakat penghasilan. Dalam fatwa tersebut
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap pendapatan
seperti gaji, honorium, upah, jasa dan lain-lain yang diperoleh dengan cara yang
halal, baik rutin seperti pejabat Negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak
rutin seperti dokter, pengacara, konsultan dan sejenisnya, serta pendapatan yang
diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya. Dalam hal ini terdapat perbedaan antara
Yusuf Qardhawi dan Majelis Ulama Indonesia dalam mengartikan penghasilan
atau pendapatan. Kalau menurut Yusuf Qardawi penghasilan adalah didasarkan
berdasarkan keahlian yang dilakukan secara sendiri maupun bersama-sama.
Sedangkan dalam fatwa MUI tersebut penghasilan diartikan sebagai pendapatan
rutin atau tidak rutin. Namun pemakalah lebih memilih mengikuti pendapat
berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
       Dalam fatwa MUI juga dijelaskan bahwa semua bentuk penghasilan yang
halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nisab satu tahun
yaitu senilai emas 85 gram. Adapun kadar zakat penghasilan adalah 2,5 %. Waktu
pengeluaran zakat yaitu :
       1. Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima, jika sudah
           cukup nisab.
       2. Jika tidak mencapai nisab, maka semua penghasilan dikumpulkan
           selama satu tahun, kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan
           bersihnya sudah cukup nisab.
       Berdasarkan uraian diatas, penulis berpendapat bahwa setiap keahlian dan
pekerjaan apapun yang halal, apabila telah mencapai nisab, maka wajib
dikeluarkan zakatnya. Hal ini didasarkan :
       1. Ayat al a Quran yang bersifat umum yang mewajibkan semua harta
           untuk dikeluarkan zakatnya.
       2. Berbagai pendapat ulama terdahulu maupun sekarang, meskipun dengan
           menggunakan istilah berbeda. Sebagian menggunakan istilah bersifat
           umum yaitu (al amwaal), sementara sebagian lagi secara khusus
           memberikan istilah dengan istilah (al maal al mustafaad) seperti
           terdapat dalam fikih zakat dan al fiqh al Islamy wa „adillatuhu.
3. Dari sudut keadilan yang merupakan cirri utama ajaran Islam, penetapan
           kewajiban zakat pada setiap harta yang dimiliki akan terasa sangat
           jelas, dibandingkan dengan hanya menetapkan kewajiban zakat pada
           komoditas-komoditas tertentu saja yang konvensional. Petani yang
           saat ini kondisinya secara umum kurang beruntung, tetap harus
           berzakat, apabila hasil pertaniannya telah mencapai nisab. Karena itu
           sangat adil pula, apabila zakat ini pun bersifat wajib pada penghasilan
           yang didapatkan para dokter, para dosen dan profesi lainnya.
       4. Sejalan dengan kehidupan umat manusia, khususnya dalam bidang
           ekonomi, kegiatan melalui keahlian dan profesi akan semakin
           berkembang dari waktu ke waktu. Penetapan kewajiban zakat
           kepadanya, menunjukkan betapa hukum Islam sangat aspiratif dan
           responsif terhadap pekembangan zaman.
       Pada kesempatan ini penulis juga akan menyampaikan perbedaan cukup
mendasar antara UU Nomor 38 Tahun 1999 dan UU Nomor 23 tahun 2011
tentang pengelolaan zakat :
       1. Pada pasal 6 ayat 1 UU Nomor 38 tahun 1999 dijelaskan bahwa
           Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh
           pemerintah. Kemudian dalam pasal 6 ayat 2 huruf ( c ) dijelaskan
           bahwa di daerah dapat dibentuk Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten
           (BAZDA). Namun, dalam pasal 15 ayat 3 UU Nomor 23 Tahun 2011
           tidak dikenal lagi dengan BAZDA, namun disebutkan adalah
           BAZNAS Kabupaten. Jadi ada perubahan penyebutan, artinya mesti
           ada perubahan nama dari BAZDA Kabupaten menjadi BAZNAS
           Kabupaten.
       2. Mengenai masalah pembentukan juga terdapat perbedaan. Dalam pasal
           6 ayat 1 UU Nomor 38 Tahun 1999 dijelaskan bahwa pembentukan
           BAZDA Kabupaten adalah oleh Bupati atau Walikota atas usul
           Departemen Agama Kabupaten atau Kota. Namun dalam pasal 15 ayat
           3 UU Nomor 23 Tahun 2011 dijelaskan bahwa BAZNAS Kabupaten
           dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul
Bupati/Walikota setelah mendapat pertimbangan ke BAZNAS.
          Artinya UU Nomor 23 Tahun 2011menjelaskan bahwa pembentukan
          BAZNAS Kabupaten dan Kota mesti dibentuk oleh Menteri atas usul
          Bupati dan Walikota. Kalau dalam UU Nomor 38 Tahun 1999
          dijelaskan bahwa BAZDA Kabupaten dan Kota dibentuk oleh Bupati
          dan Walikota. Artinya pengelolaan zakat ada peningkatan dalam UU
          Nomor 23 Tahun 2011, karena mesti dibentuk oleh Menteri.
       3. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2011 tidak dikenal lagi Badan Amil Zakat
          (BAZ) Kecamatan, padahal dalam pasal 6 ayat 2 huruf ( c ) UU
          Nomor 38 Tahun 1999 dikenal Badan Amil Zakat Kecamatan.
       Kemudin jika terjadi sengketa masalah zakat, maka menurut pasal 49
huruf ( f ) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, maka
mesti diselesaikan dan diputus oleh Pengadilan Agama.

Pointer Penting Undang-Undang
Zakat Baru No. 23 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat Pengganti UU
No.38 Tahun 1999
       Pengesahan Undang Undang No. 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono pada 25
November 2011 disikapi beragam oleh para praktisi dan pemerhati
pengelola zakat. Perbedaan ini sah-sah saja dan merupakan dinamika
yang lazim dalam setiap pengambilan sebuah keputusan politik termasuk
pengesahan UU tentang Pengelolaan Zakat. Walau demikian, kejelasan
kondisi atau permasalahan perlu dipahami bersama agar pensikapan
selanjutnya tidak masuk pada area perselisihan bahkan perpecahan yang
berdampak pada kontra produktif dalam dunia perzakatan.
       Pemahaman yang perlu dibangun diantara para pengelola zakat
agar dapat secara obyektif melihat UU Pengelolaan Zakat adalah
memahami      karakteristik   pengelolaan     zakat.    Dengan   memahami
karakteristik pengelolaan zakat maka kita akan melihat dari sisi pandang
     yang sama dan insya Allah benar sehingga melahirkan pemahaman dan
     pensikapan yang tidak bertentangan secara diametral.
     Beberapa pointer perubahan yang signifikan dari Undang-Undang zakat
     yang baru antara lain:
1.   Adanya Penguatan Kelembagaan BAZNAS yang terintegrasi sampai ke
     BAZNAS tingkat Kota/kabupaten (dahulu BAZ Kota/Kabupaten). BAZ
     Kecamatan menjadi UPZ Kecamatan
     Penguatan kelembagaan BAZNAS               akan menciptakan keteraturan,
     sinergitas dan harmoni dengan aktivitas pengumpulan zakat yang sudah
     berjalan di masjid-masjid dan di tempat lainnya dengan memberi wadah
     UPZ supaya terkoordinir dengan baik. Sebab itu, undang-undang yang
     baru tidak menggunakan kata ”pengorganisasian” seperti pada undang-
     undang yang lama, melainkan ”pengoordinasian” dalam ketentuan umum
     pengelolaan zakat.
2.    Lebih diperjelasnya ikatan hubungan BAZNAS dengan pemerintah
     Daerah.
     Dalam kerangka otonomi daerah, walaupun agama termasuk urusan
     pemerintahan yang tidak diotonomikan, namun dalam undang-undang
     pengelolaan zakat, Pemerintah Daerah memiliki peran yang strategis
     seperti yang berjalan selama ini. Berikut empat klausul yang mengikat
     secara permanen hubungan BAZNAS dengan Pemerintah Daerah, ialah:
     (a) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri
     Agama     atas   usul    Gubernur   atau   Bupati/Walikota.   (b)   BAZNAS
     kabupaten/kota dan BAZNAS provinsi wajib menyampaikan laporan
     pengelolaan zakat, infaq, shadaqah dan dana sosial keagamaan lainnya
     kepada BAZNAS setingkat di atasnya dan kepada Pemerintah Daerah
     secara berkala. (c) Dalam melaksanakan tugasnya BAZNAS provinsi dan
     BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan anggaran pendapatan dan
     belanja daerah (APBD). (d) Gubernur dan Bupati/Walikota melaksanakan
pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS provinsi dan BAZNAS
     kabupaten/kota.

3.   Kepengurusan BAZNAS yang dibentuk langsung oleh menteri atas usul
     kepala daerah mengindikasikan sebuah tanggung jawab yang lebih besar
     bagi kepengurusan BAZ. Kepengurusan BAZ yang lebih ramping
     berjumlah sebanyak-banyaknya (11 orang) terdiri dari 8 (delapan) orang
     dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah. Dalam
     melaksanakan tugasnya Pengurus dibantu oleh sekretariat.
4.   Adanya Pengaturan terhadap izin pendirian LAZ (lembaga Amil Zakat)
     antara lain paling sedikit memenuhi syarat (1) terdaftar sebagai organisasi
     kemasyarakat Islam yang mengelola pendidikan, dakwah dan sosial, (2)
     Berbentuk badan hukum, (3) mendapat rekomendasi BAZNAS, (4)
     memiliki pengawas syariat, (5) memiliki kemampuan teknis, administrasi,
     dan keuangan dll. Untuk LAZ yang sudah resmi dikukuhkan oleh Menteri
     dinyatakan LAZ yang resmi.
5. undang-undang pengelolaan zakat tidak menghambat masyarakat untuk
     berbuat baik melalui pemberdayaan infaq, shadaqah, dan sebagainya.
     Khusus mengenai zakat, bahwa menunaikan zakat bukan hanya urusan
     manusia dengan Tuhan. Tetapi ada bagian-bagian yang memang harus
     dilembagakan. Pemerintah dan lembaga legislatif (dalam hal ini DPR-RI)
     telah mengambil langkah yang bijak ketika memutuskan nama undang-
     undang, yaitu Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat, dan bukan
     Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqah.
     6. Adanya sanksi bagi orang yang dengan sengaja bertindak sebagai amil
     melakukan pengumpulan dan pendistribusian zakat tanpa izin pejabat
     yang berwenang dengan sanksi kurungan (1) tahun atau denda sebanyak-
     banyaknya              Rp.50.000.000               juta             rupiah.
     7. akan dialokasikannya dana operasional BAZNAS dalam APBN melalui
     DIPA Kementerian Agama.
        Regulasi atau undang-undang bukanlah tujuan, melainkan alat yang
     kita gunakan bersama untuk mencapai tujuan pengelolaan zakat.
Sebagaimana yang dikatakan Prof. Dr. Nasaruddin Umar bahwa “regulator
sejati dalam hukum zakat ialah Allah SWT”. Wallahualam (Haryati/
Sekretaris BAZ)



Penjelasan UU RI no 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat

1. Latar Belakang Masalah
Undang-undang RI no 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat merupakan
Undang-undang yang baru. Sesuai dengan dengan namanya, undang-undang No
38 Tahun 1999 ini lebih menekankan pada aspek pengelolaan zakat, yakni
kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap
pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan dana zakat. Di dalam
undang-undang tersebut, kita tidak akan menemukan ketentuan nisab, kadar, dan
waktu pengeluaran zakat. Hal yang terbanyak diungkapkan di dalam undang-
undang no 38 tahun 1999 ini adalah tentang prinsip-prinsip dan teknis
pengelolaan zakat.
Sebenarnya gagasan untuk membuat undang-undang tentang pengelolaan dana
zakat ini sudah ada pada zaman orde baru. Karena, zakat merupakan suatu ibadah
yang dapat memperkuat rasa persatuan dan kesatuan. Oleh karena itu, maka
pemerintah secara akomodatif membuat suatu aturan-aturan yang berproses untuk
mengakomodir ibadah ini.
Adapun latar belakang dikeluarkannya undang-undang nomor 38 tahun 1999 ini
tentang pengelolaan zakat adalah:1. Adanya pasal 19 ayat 1 Undang-undang
Dasar 1945 bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
beribadah menurut agamanya masing-masing.
2. Penunaian zakat merupakan kewajiban umat Islam di Indonesia yang mampu
dan berhasil mengumpulkan dana zakat yang merupakan sumber dana yang
berpotensial bagi upaya mewujudkan kesejahteraan umat.
3. Zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia dengan masyarakat yang kurang mampu.
4. Upaya sistem pengelolaan dana zakat perlu harus ditingkatkan agar hasil guna
dan berdaya, untuk itu diperlukan undang-undang pengelolaan dana zakat.
Dengan dibentuknya undang-undang pengelolaan zakat ini diharapkan dapat
ditingkatkan kesadaran Muzakki untuk menunaikan kewajiban zakat dalam
rangka penyucian diri terhadap harta yang dimilikinya, mengangkat derajat
Mustahiq dan meningkatkan keprofesionalan lembaga zakat dalam mengelola
zakat itu sendiri, yang semuanya untuk mendapatkan ridha dari Allah Swt.

Maka patut kita syukuri telah lahir undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat. Ketentuan ini semakin mengokohkan eksistensi BAZIS di
Negara kita.
Hal ini merupakan dukungan terhadap tuntunan Al-Qur‟an surat At-Taubah ayat
60 "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Yang berhak menerima zakat Ialah: 1. orang fakir: orang yang Amat sengsara
hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
2. orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam Keadaan
kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan
membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan
orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 5. memerdekakan
budak: mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang
kafir. 6. orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang
bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang
untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat,
walaupun ia mampu membayarnya. 7. pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk
keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang
berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum
seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. orang yang sedang dalam
perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
Adapun pengelolaan zakat adalah meningkatkan pelayanan bagi masyarakat
dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama Islam, meningkatkan
fungsi dan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan keadilan sosial, serta meningkatkan hasil guna dan daya guna
dana zakat itu sendiri.
Dalam perspektif Islam salah satu wujud meningkatkan peran serta umat Islam
dalam pembangunan nasional yang sejalan dengan rukun Islam adalah, dalam
bentuk pemberian zakat. Zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang
mampu untuk membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak
menerimanya. Sehingga, zakat merupakan sumber dana potensial yang perlu
dikelola secara profesional dan bertanggungjawab untuk memajukan
kesejahteraan umum.
Untuk menjadi badan pengelolaan zakat yang dapat dipercaya masyarakat,
keadaan ini akan memaksa pengelolaan zakat untuk mempunyai manajemen
pengelolaan zakat yang baik. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang memadai
tentang terlaksananya fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, serta pengawasan terhadap pendayagunaan atau
pendistribusian dana zakat.
Akan tetapi pola manajemen dan pengelolaan zakat di Indonesia dinilai belum
optimal dikelola dengan baik, karena kurangnya tenaga ahli yang profesional,
sehingga zakat yang memiliki banyak fungsi, bahkan belum diatur oleh
pemerintah dengan benar sesuai syariah, adapun fungsi zakat tersebut adalah:
a. Zakat itu sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt.
b. Zakat merupakan sarana pencintaan kerukunan hidup antara golongan kaya
dengan golongan fakir miskin.
c. Membersikan harta yang kotor, karena telah telah tercampur dengan harta
Mustahiq (Golongan orang yang menerima zakat).
d. Memberikan modal kerja kepada golongan lemah untuk menjadi manusia yang
mampu hidup secara layak.
e. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana
yang harus dimiliki umat Islam.
f. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu
instrumen pemerataan pendapatan.
Zakat umumnya yang kita kenal hanya Zakat Fitrah, Zakat Maal (emas dan
perak), zakat perdagangan dan pertanian, padahal zakat di dunia perekonomian
modern memiliki sumber lebih beragam seperti zakat profesi, zakat perusahaan,
zakat surat-surat berharga, zakat perdagangan mata uang, dan lainnya yang
membutuhkan sebuah lembaga dengan para pengelola (Amil) yang profesional
agar dapat mengatur dan mengembangkan sumber zakat tersebut.
Pengelolaan zakat yang profesional terutama dalam manajemen zakat di Lembaga
Amil Zakat (LAZ) sebagaimana dirumuskan menjadi lebih teknis, operasional dan
terukur yaitu usaha bersama untuk menanamkan keyakinan, menumbuhkan sikap
dan prilaku umat manusia baik perorangan maupun kelompok dengan cara lisan
dan perbuatan menurut nilai-nilai ajaran Islam untuk dihayati dalam kehidupan
sehari-hari secara pribadi, keluarga dan masyarakat sehingga menjadi ummat yang
sejahtera lahir dan batin, bahagia dunia dan akhirat.



2. Teori Pengelolaan Zakat
Zakat, sebagai salah satu bentuk peribadatan yang lebih mengedepankan nilai-
nilai sosial disamping pesan-pesan ritual, tampak memiliki akar sejarah yang
sangat panjang. Bisa diduga hampir sepanjang usia umat manusia itu sendiri
(generasi Nabi Adam As) atau paling sedikit mulai generasi beberapa Nabi Allah
sebelum Nabi Muhammad Saw.
Akan halnya empat rukun Islam yang lain, yakni : Syahadat, Shalat, Puasa, dan
Haji, zakat umum diposisikan sebagai rukun ketiga, pada dasarnya juga telah
disyariaatkan Allah sejak generasi para Nabi sebelum Nabi Muhammad Saw.
Bahkan tidak menutup kemungkinan sejak zaman Nabi Adam As. Hal-hal yang
dikemukakan di atas jelas-jelas mengindikasikan wujud persyariatan zakat kepada
para Nabi Allah yang terdahulu. Hanya saja, umat mereka (umat Nabi sebelum
Nabi Muhammad) mengingkari persyariatan zakat ini. Pengingkaran itu,
sesungguhnya tidak hanya terjadi pada masa-umat sebelum Nabi Muhammad
Saw.
Dalam pengelolaan zakat secara produktif (dimensi sosial ekonomi) banyak
menghadapi permasalahan, diantaranya :
a) Fiqh zakat yang berkembang dan dipahami oleh umat Islam Indonesia
merupakan hasil rumusan para Ulama terdahulu sehingga banyak yang tidak
sesuai dengan perkembangan keaadaan zaman.
b) Belum adanya persamaan persepsi dan langkah dalam pengelolaan zakat,
sehingga mereka melakukannya secara sendiri-sendiri baik perorangan maupun
kelompok sesuai dengan kepentingannya.
c) Belum adanya pola (manajemen) pengelolaan zakat yang standar untuk menjadi
pedoman.
d) Kurangnya motivasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pengelolaan
zakat.
Pada masa yang akan datang, perlu sebuah rumusan dan langkah pengelolaan
zakat yang profesional dan bertanggungjawab serta mendapat dukungan dari
semua kelompok umat Islam, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan pendayagunaan diarahkan untuk usaha-usaha produktif.
Secara demografik dan kultural, bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Muslim
sebenarnya memiliki potensi strategi yang layak dikembangkan menjadi salah satu
instrumen pemerataan pendapatan, yaitu institusi zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS).
Karena secara demografik, mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, dan
secara kultural, kewajiban zakat, dorongan untuk berinfaq, dan bershadaqah di
jalan Allah telah mengakar kuat dalam tradisi kehidupan masyarakat Indonesia,
secara ideal, bisa terlihat dalam mekanisme pengelolaan zakat. Apabila semua itu
bisa terlaksana dalam aktivitas sehari-hari umat Islam, maka secara hipotetik,
zakat berpotensi mempengaruhi aktivitas ekonomi nasional.


Secara substantif, zakat, infaq, dan shadaqah merupakan bagian dari mekanisme
keagamaan yang berintikan semangat pemerataan pendapatan. Dana zakat
diambilkan dari harta orang yang berkelebihan dan disalurkan kepada orang-orang
yang kekurangan. Zakat tidak dimaksudkan memiskinkan orang kaya, juga tidak
melecehkan jerih payah orang kaya. Hal ini disebabkan karena zakat diambil dari
sebagian kecil harta yang wajib dizakati. Jadi, alokasi dana zakat dapat disalurkan
kepada kelompok masyarakat tertentu.
Seperti halnya dengan zakat, walaupun infaq dan shadaqah tidak wajib, dua
institusi ini merupakan media pemerataan pendapatan bagi umat Islam yang
sangat dianjurkan. Artinya, infaq dan shadaqah merupakan media untuk
memperbaiki taraf kehidupan, selain kewajiban zakat bagi orang Islam yang
mampu. Dengan demikian, dana zakat, infaq, dan shadaqah bisa diuapayakan
secara maksimal untuk memperdayakan ekonomi masyarakat.
Pengembangan pemaknaan zakat semacam ini perlu dilakukan karena pemaknaan
zakat oleh seseorang atau lembaga dapat mempengaruhi orientasi dan model
pengelolaan dana zakat dalam kehidupan bermsyarakat dan bernegara. Secara
teologis, zakat adalah memberikan sebagian kekayaannya untuk orang lain atas
dasar kepatuhannya kepada Allah Swt. Sedangkan secara sosial ekonomi, zakat
diharapkan dapat membantu dan memperbaiki taraf sosial-ekonomi penerimanya
serta mempererat hubungan si kaya dan si miskin. Selain itu, apabila zakat
dimaknai secara politis strategis, maka zakat juga diharapkan mampu memberikan
implikasi yang besar pada penguatan daya tahan bangsa dalam melangsungkan
kehidupannya. Demikian pula dengan pengembangan pemaknaan infaq dan
shadaqah.
Dalam perspektif nasional, lembaga amil zakat diharapkan tidak hanya terpaku
untuk memikirkan kebutuhan sendiri, melaikan juga harus peduli terhadap warga
masyarakat untuk mengatasi kemiskinan dan kemelaratan. Kehadiran lembaga
amil zakat selain bersifat keagamaan, juga ditempatkan dalam konteks cita-cita
bangsa, yaitu membangun masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, da makmur.
Jadi, peningkatan daya guna lembaga amil zakat, khususnya dalam melakukan
pembangunan ekonomi masyarakat, mesti dilestarikan.
Sebagaimana telah diketahui, bahwa dua undang-undang penting yang berkenaan
dengan soal perzakatan ditanah air dilahirkan, yakni UU Nomor 38 tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat. Dan salah satu tahap penting setelah proses legislasi
selesai dilakukan adalah tahap implementasi termasuk didalamnya adalah proses
institusionalisasi. Institusionalisasi dari UU No. 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat tersebut kiranya akan lebih banyak mengenai lembaga
pengelolaan zakat (LPZ). Sebagaimana telah dimaklumi juga, LPZ-LPZ sebelum
UU Pengelolaan Zakat dilahirkan bukannya tidak ada. Sudah ada, bahkan
jumlahnya baik yang dibentuk atas prakarsa masyarakat atau pemerintah, juga
cukup banyak.
Berlakunya undang-undang tersebut jelas akan memberikan implikasi yang cukup
banyak terhadap Lembaga Pengelola Zakat baik yang sudah ada maupun yang
akan diadakan.
Entah harus dimulai dari mana mengurus terabaikannya zakat selama ini. Kalau
ditelusuri ke belakang pada masa penjajahan, memang zakat tidak akan menjadi
sesuatu yang missal mengingat perbedaan kepentingan pemerintah Hindia
Belanda. Bahkan menurut penelitian Aqib Sumito dalam karyanya, Politik Islam
Hindia Belanda, dana kas Masjid di sebuah daerah Jawa Timur, digunakan untuk
merehab rumah seorang pejabat Hindia Belanda. Lantas bila diusut jauh lagi
kebelakang, juga masih ada tanda tanya besar, apakah zakat sudah menjadi bagian
keseharian dari budaya Indonesia dimasa kerajaan-kerajaan Islam?. Informasi
tentang sejarah zakat di Indonesia memang sangat minim. Tetapi bila di tinjau dari
sosial, berlangsungnya dakwah sedikit lebih banyak telah ditopang oleh sistem
zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS) yang tumbuh dimasyarakat.
Berbeda dengan perkembangan perbankan syariah, pertumbuhan lembaga
pengelola zakat (LPZ) pun berjalan seolah tanpa persiapan yang matang. Pada
tahun 1968, Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), menggelar seminar zakat.
Seusai seminar, Presiden mendukung pembentukan Lembaga Amil Zakat
berdasarkan SK No. 07/Prin/1968. Berdasarkan SK itu, Guberbur DKI Jakarta,
segera membentuk Badan Amil Zakat (BAZ) dengan SK Gubernur
GB/14/8/18/68 tahun 1973. Dari nama BAZ dirubah menjadi BAZIS, karena juga
menghimpun dana Infaq dan Shadaqah.
Artinya jelas, tanpa pendidikan mengelola zakat, BAZ berjalan hanya berdasarkan
surat keputusan saja. Maka hingga awal tahun 90-an, secara resmi bicara zakat
adalah bicara BAZIS. Karena ditopang lebih serius oleh Pemda DKI, maka
BAZIS DKI menjadi satu-satunya referensi perusahaan bermunculan Baitul Maal
(BM) yang menghimpun dana ZIS karyawan setempat.
Pada tahun 1990, DPR menyetujui rancangan UU tentang zakat yang kemudian
tersahkan menjadi UU. Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.
Artinya disahkannya UU itu, sedikit banyak tak lepas kaitannya dengan peran dan
eksistensi LPZ non-pemerintah. Dan memang dalam UU itu, keberadaan LPZ
non-pemerintah diakui eksistensinya. Pada saat yang bersamaan, dengan kelahiran
UU No. 38 tahun 1999, di masyarakat sendiri sudah terdengar kabar, bahwa akan
lahir sebuah lembaga yang khusus berkiprah dalam penyiapan SDM LPZ. Maka
di awal tahun 2000, lembaga bernama Institut Manajemen Zakat (IMZ) itu lahir.



Dasar-dasar hukum pengelolaan zakat adalah :
a) Undang-undang RI Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat;
b) Perundang-undangan RI Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Perubahan Ketiga atas
UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
c) Keputusan Menteri Agama RI Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU
Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat;
d) Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji
Nomor D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
Memajukan kesejahteraan umum merupakan salah satu tujuan Nasional Negara
Republik Indonesia yang diamanatkan dalam Pembentukan Undang-undang dasar
1945. Untuk mewujudkan tujuan Nasional tersebut, perlu dilakukan upaya, antara
lain dengan menggali dan memanfaatkan dana melalui zakat. Zakat merupakan
sumber dana potensial. Agar zakat dapat dimanfaatkan bagi pembangunan Bangsa
dan ketahanan Negara, terutama dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan
menghilangkan kesenjangan sosial, perlu adanya pengelolaan zakat secara
profesional dan bertanggungjawab yang dilakukan oleh masyarakat dan
pemerintah.
B. Deskripsi Data
Perdebatan mengenai UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat
merupakan sesuatu hal yang menarik. Hal menarik inilah yang melatar belakangi
penelitian ini. Setelah membaca UU No 38 Tahun 1999 ini tentang pengelolaan
zakat tentu banyak persepsi masyarakat yang menyikapi tentang pengelolaan
zakat ini terlebih lagi warga masyarakat Kelurahan Palmerah Jakarta Barat.
Dalam hal ini, objek penelitiannya berasal dari kalangan masyarakat, yaitu
masyarakat Kelurahan Palmerah Jakarta Barat. Mengingat bahwa masyarakat
Kelurahan Palmerah yang sangat rajin membayar zakat, dan nalar tentang
keagamaannya sangat tinggi, yang diimbangi akhlak dan moral yang baik, baik
hal menerima, meresap, menyaring, dan memanfaatkan segala bentuk berita dan
informasi yang didapat.

Penjelasan UU No 23 Tahun 2011
Prasetyo



Naskah asli dapat diunduh dari http://www.djpp.kemenkumham.go.id


PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2011
TENTANG
PENGELOLAAN ZAKAT

I. UMUM
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Penunaian zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai
dengan syariat Islam. Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk
meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan
kemiskinan.

Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus dikelola
secara melembaga sesuai dengan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan,
kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelayanan dalampengelolaan zakat.

Selama ini pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti. Pengelolaan zakat
yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi kegiatan perencanaan,
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan.

Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentuk Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota negara, BAZNAS provinsi,
dan BAZNAS kabupaten/kota. BAZNAS merupakan lembaga pemerintah
nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden
melalui Menteri. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas
pengelolaan zakat secara nasional.

Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat
(LAZ). Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang
ditunjuk oleh Menteri. LAZ wajib melaporkan secara berkala kepada BAZNAS
atas pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang
telah diaudit syariat dan keuangan.

Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam.
Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan
prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Zakat dapat didayagunakan untuk
usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas
umat apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.

Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah,
dan dana sosial keagamaan lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaan infak,
sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat
Islam dan dilakukan sesuai denganperuntukan yang diikrarkan oleh pemberi dan
harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri.

Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS provinsi dan BAZNAS
kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan
Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.



II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Huruf a.
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan asas “amanah” adalah pengelola zakat harus dapat
dipercaya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan asas “kemanfaatan” adalah pengelolaan zakat dilakukan
untuk memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi mustahik.
Huruf d
Yang dimaksud dengan asas “keadilan” adalah pengelolaan zakat dalam
pendistribusiannya dilakukan secara adil.
Huruf e
Yang dimaksud dengan asas “kepastian hukum” adalah dalam pengelolaan zakat
terdapat jaminan kepastian hukum bagi mustahik dan muzaki.
Huruf f
Yang dimaksud dengan asas “terintegrasi” adalah pengelolaan zakat dilaksanakan
secara hierarkis dalam upaya meningkatkan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat.
Huruf g
Yang dimaksud dengan asas “akuntabilitas” adalah pengelolaan zakat dapat
dipertanggungjawabkan dan diakses oleh masyarakat.

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “rikaz” adalah harta temuan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “badan usaha” adalah badan usaha yang dimiliki umat
Islam yang meliputi badan usaha yang tidak berbadan hukum seperti firma dan
yang berbadan hokum seperti perseroan terbatas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pihak terkait” antara lain kementerian, Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), atau lembaga luar negeri.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Ayat (1)
Di Provinsi Aceh, penyebutan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota
dapat menggunakan istilah baitul mal.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud “tempat lainnya” antara lain masjid dan majelis taklim.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “usaha produktif” adalah usaha yang mampu
meningkatkan pendapatan, taraf hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
Yang dimaksud dengan “peningkatan kualitas umat” adalah peningkatan sumber
daya manusia.
Ayat (2)
Kebutuhan dasar mustahik meliputi kebutuhan pangan, sandang, perumahan,
pendidikan, dan kesehatan.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41
Cukup jelas.

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
5255

    Mobile Version
    Top

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

FIQH ZAKAT Materi 5 : Sumber-sumber zakat pada ekonomi modern
FIQH ZAKAT Materi 5 : Sumber-sumber zakat pada ekonomi modernFIQH ZAKAT Materi 5 : Sumber-sumber zakat pada ekonomi modern
FIQH ZAKAT Materi 5 : Sumber-sumber zakat pada ekonomi modernAhmad Haris Miftah
 
Panduan organisasi pengelola zakat 2013 (1)
Panduan organisasi pengelola  zakat 2013 (1)Panduan organisasi pengelola  zakat 2013 (1)
Panduan organisasi pengelola zakat 2013 (1)Agus Setiawan
 
Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13
Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13
Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13Trie Nakita Sabrina
 
Peraturan dan perundang undangan zakat
Peraturan dan perundang undangan zakatPeraturan dan perundang undangan zakat
Peraturan dan perundang undangan zakatMushoddik Indisav
 
Organisasi Pengelolaan Zakat
Organisasi Pengelolaan Zakat Organisasi Pengelolaan Zakat
Organisasi Pengelolaan Zakat Mushoddik Indisav
 
Buku panduan zis
Buku panduan zisBuku panduan zis
Buku panduan zisLAZISMU
 
Makalah zakat profesi dan zakat investasi (Miftah'll Everafter)
Makalah zakat profesi dan zakat investasi (Miftah'll Everafter)Makalah zakat profesi dan zakat investasi (Miftah'll Everafter)
Makalah zakat profesi dan zakat investasi (Miftah'll Everafter)Miftah Iqtishoduna
 
Tugas Agama Islam (Prinsip Ekonomi Islam)
Tugas Agama Islam (Prinsip Ekonomi Islam)Tugas Agama Islam (Prinsip Ekonomi Islam)
Tugas Agama Islam (Prinsip Ekonomi Islam)Fadli Nur Rahmat
 
Pengelolaan Zakat di Indonesia Melalui BAZNAS Upaya Peningkatan Kesejahteraan...
Pengelolaan Zakat di Indonesia Melalui BAZNAS Upaya Peningkatan Kesejahteraan...Pengelolaan Zakat di Indonesia Melalui BAZNAS Upaya Peningkatan Kesejahteraan...
Pengelolaan Zakat di Indonesia Melalui BAZNAS Upaya Peningkatan Kesejahteraan...Didin Hafidhuddin
 
Investasi syariah pengajian diolah
Investasi syariah pengajian diolahInvestasi syariah pengajian diolah
Investasi syariah pengajian diolahMuhammad Zen
 
Ekonomi islam-slide
Ekonomi islam-slideEkonomi islam-slide
Ekonomi islam-slideFeRy Nababan
 
Zakat Dalam Islam - Nur Fitri & Iasha Zahra
Zakat Dalam Islam - Nur Fitri & Iasha ZahraZakat Dalam Islam - Nur Fitri & Iasha Zahra
Zakat Dalam Islam - Nur Fitri & Iasha ZahraZaki Fathurohman
 
Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv
Bab 1, bab ii, bab iii, bab ivBab 1, bab ii, bab iii, bab iv
Bab 1, bab ii, bab iii, bab ivAkbar Bako
 

Mais procurados (20)

FIQH ZAKAT Materi 5 : Sumber-sumber zakat pada ekonomi modern
FIQH ZAKAT Materi 5 : Sumber-sumber zakat pada ekonomi modernFIQH ZAKAT Materi 5 : Sumber-sumber zakat pada ekonomi modern
FIQH ZAKAT Materi 5 : Sumber-sumber zakat pada ekonomi modern
 
Panduan organisasi pengelola zakat 2013 (1)
Panduan organisasi pengelola  zakat 2013 (1)Panduan organisasi pengelola  zakat 2013 (1)
Panduan organisasi pengelola zakat 2013 (1)
 
Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13
Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13
Pendidikan Agama Islam XI : Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam K-13
 
AMALAN TERBAIK DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL:ZAKAT
AMALAN TERBAIK DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL:ZAKATAMALAN TERBAIK DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL:ZAKAT
AMALAN TERBAIK DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL:ZAKAT
 
Peraturan dan perundang undangan zakat
Peraturan dan perundang undangan zakatPeraturan dan perundang undangan zakat
Peraturan dan perundang undangan zakat
 
Agama islam
Agama islam Agama islam
Agama islam
 
Organisasi Pengelolaan Zakat
Organisasi Pengelolaan Zakat Organisasi Pengelolaan Zakat
Organisasi Pengelolaan Zakat
 
Buku panduan zis
Buku panduan zisBuku panduan zis
Buku panduan zis
 
Serba serbi zakat
Serba serbi zakatSerba serbi zakat
Serba serbi zakat
 
Makalah zakat profesi dan zakat investasi (Miftah'll Everafter)
Makalah zakat profesi dan zakat investasi (Miftah'll Everafter)Makalah zakat profesi dan zakat investasi (Miftah'll Everafter)
Makalah zakat profesi dan zakat investasi (Miftah'll Everafter)
 
Tugas Agama Islam (Prinsip Ekonomi Islam)
Tugas Agama Islam (Prinsip Ekonomi Islam)Tugas Agama Islam (Prinsip Ekonomi Islam)
Tugas Agama Islam (Prinsip Ekonomi Islam)
 
Pengelolaan Zakat di Indonesia Melalui BAZNAS Upaya Peningkatan Kesejahteraan...
Pengelolaan Zakat di Indonesia Melalui BAZNAS Upaya Peningkatan Kesejahteraan...Pengelolaan Zakat di Indonesia Melalui BAZNAS Upaya Peningkatan Kesejahteraan...
Pengelolaan Zakat di Indonesia Melalui BAZNAS Upaya Peningkatan Kesejahteraan...
 
Zakat Melalui Lembaga
Zakat Melalui LembagaZakat Melalui Lembaga
Zakat Melalui Lembaga
 
Zakat
ZakatZakat
Zakat
 
Investasi syariah pengajian diolah
Investasi syariah pengajian diolahInvestasi syariah pengajian diolah
Investasi syariah pengajian diolah
 
Ekonomi islam-slide
Ekonomi islam-slideEkonomi islam-slide
Ekonomi islam-slide
 
Zakat Dalam Islam - Nur Fitri & Iasha Zahra
Zakat Dalam Islam - Nur Fitri & Iasha ZahraZakat Dalam Islam - Nur Fitri & Iasha Zahra
Zakat Dalam Islam - Nur Fitri & Iasha Zahra
 
Industrialisasi dalam islam
Industrialisasi dalam islamIndustrialisasi dalam islam
Industrialisasi dalam islam
 
Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv
Bab 1, bab ii, bab iii, bab ivBab 1, bab ii, bab iii, bab iv
Bab 1, bab ii, bab iii, bab iv
 
Fikih zakat nh jogja
Fikih zakat   nh jogjaFikih zakat   nh jogja
Fikih zakat nh jogja
 

Destaque

FIQH ZAKAT Materi 8 : Analisis UU zakat (No. 38/1999 & No. 23/2011)
FIQH ZAKAT Materi 8 : Analisis UU zakat (No. 38/1999 & No. 23/2011)FIQH ZAKAT Materi 8 : Analisis UU zakat (No. 38/1999 & No. 23/2011)
FIQH ZAKAT Materi 8 : Analisis UU zakat (No. 38/1999 & No. 23/2011)Ahmad Haris Miftah
 
FIQH ZAKAT Materi 7 : Lembaga pengelola zakat
FIQH ZAKAT Materi 7 : Lembaga pengelola zakatFIQH ZAKAT Materi 7 : Lembaga pengelola zakat
FIQH ZAKAT Materi 7 : Lembaga pengelola zakatAhmad Haris Miftah
 
Optimalisasi peran nazhir dalam pemberdayaan aset wakaf
Optimalisasi peran nazhir dalam pemberdayaan aset wakafOptimalisasi peran nazhir dalam pemberdayaan aset wakaf
Optimalisasi peran nazhir dalam pemberdayaan aset wakafDomi Hidayat
 
Kebijakan kemenag tentang zakat
Kebijakan kemenag tentang zakatKebijakan kemenag tentang zakat
Kebijakan kemenag tentang zakatDomi Hidayat
 
Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan JalanUndang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan JalanPenataan Ruang
 
Etika bisnis : PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN ETIKA BISNIS
Etika bisnis : PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN ETIKA BISNISEtika bisnis : PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN ETIKA BISNIS
Etika bisnis : PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN ETIKA BISNISlevana412y
 
UU no 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
UU no 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan DaerahUU no 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
UU no 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan DaerahSuprijanto Rijadi
 

Destaque (11)

FIQH ZAKAT Materi 8 : Analisis UU zakat (No. 38/1999 & No. 23/2011)
FIQH ZAKAT Materi 8 : Analisis UU zakat (No. 38/1999 & No. 23/2011)FIQH ZAKAT Materi 8 : Analisis UU zakat (No. 38/1999 & No. 23/2011)
FIQH ZAKAT Materi 8 : Analisis UU zakat (No. 38/1999 & No. 23/2011)
 
FIQH ZAKAT Materi 7 : Lembaga pengelola zakat
FIQH ZAKAT Materi 7 : Lembaga pengelola zakatFIQH ZAKAT Materi 7 : Lembaga pengelola zakat
FIQH ZAKAT Materi 7 : Lembaga pengelola zakat
 
Optimalisasi peran nazhir dalam pemberdayaan aset wakaf
Optimalisasi peran nazhir dalam pemberdayaan aset wakafOptimalisasi peran nazhir dalam pemberdayaan aset wakaf
Optimalisasi peran nazhir dalam pemberdayaan aset wakaf
 
Asuransi
AsuransiAsuransi
Asuransi
 
Zakat penghasilan
Zakat penghasilanZakat penghasilan
Zakat penghasilan
 
Kebijakan kemenag tentang zakat
Kebijakan kemenag tentang zakatKebijakan kemenag tentang zakat
Kebijakan kemenag tentang zakat
 
Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan JalanUndang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
 
Pendayagunaan Zakat (
Pendayagunaan Zakat (Pendayagunaan Zakat (
Pendayagunaan Zakat (
 
Inpres No.1 Tahun 1991 tentang KHI
Inpres No.1 Tahun 1991 tentang KHIInpres No.1 Tahun 1991 tentang KHI
Inpres No.1 Tahun 1991 tentang KHI
 
Etika bisnis : PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN ETIKA BISNIS
Etika bisnis : PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN ETIKA BISNISEtika bisnis : PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN ETIKA BISNIS
Etika bisnis : PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN ETIKA BISNIS
 
UU no 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
UU no 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan DaerahUU no 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
UU no 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
 

Semelhante a ZAKAT PROFESI DAN PERBEDAAN UU

makalah zakat (1)
makalah zakat (1)makalah zakat (1)
makalah zakat (1)MeyLiontin
 
Dokumen.tips makalah manajemen-zakat-dan-wakaf-tugas-kampuskampus
Dokumen.tips makalah manajemen-zakat-dan-wakaf-tugas-kampuskampusDokumen.tips makalah manajemen-zakat-dan-wakaf-tugas-kampuskampus
Dokumen.tips makalah manajemen-zakat-dan-wakaf-tugas-kampuskampusaldi setiawan
 
Makalah Konsep Zakat Dan Macamnya
Makalah Konsep Zakat Dan MacamnyaMakalah Konsep Zakat Dan Macamnya
Makalah Konsep Zakat Dan MacamnyaMuhammad Idris
 
Makalah fikih ekonomi dan keuangan
Makalah fikih ekonomi dan keuangan Makalah fikih ekonomi dan keuangan
Makalah fikih ekonomi dan keuangan Rika Ristiawati
 
Yusriani 2012012249
Yusriani 2012012249Yusriani 2012012249
Yusriani 2012012249Dedek Ahmadi
 
Sejarah Lembaga Zakat.pdf
Sejarah Lembaga Zakat.pdfSejarah Lembaga Zakat.pdf
Sejarah Lembaga Zakat.pdfssuseree3aa9
 
Sejarah Lembaga Zakat.pdf
Sejarah Lembaga Zakat.pdfSejarah Lembaga Zakat.pdf
Sejarah Lembaga Zakat.pdfssuseree3aa9
 
Ppt Kelompok 7 Materi 11 Pajak dan Zakat.pptx
Ppt Kelompok 7 Materi 11 Pajak dan Zakat.pptxPpt Kelompok 7 Materi 11 Pajak dan Zakat.pptx
Ppt Kelompok 7 Materi 11 Pajak dan Zakat.pptxNabilaSuhendra1
 
Afifah hasbi (pendistribusian zakat produktif dalam perspektif islam)
Afifah hasbi (pendistribusian zakat produktif  dalam perspektif islam)Afifah hasbi (pendistribusian zakat produktif  dalam perspektif islam)
Afifah hasbi (pendistribusian zakat produktif dalam perspektif islam)anton widyanto
 
PPT Zakat (Revised).pptx
PPT Zakat (Revised).pptxPPT Zakat (Revised).pptx
PPT Zakat (Revised).pptxmarta642996
 

Semelhante a ZAKAT PROFESI DAN PERBEDAAN UU (20)

makalah zakat (1)
makalah zakat (1)makalah zakat (1)
makalah zakat (1)
 
Prospek hukum zakat di indonesia
Prospek hukum zakat di indonesiaProspek hukum zakat di indonesia
Prospek hukum zakat di indonesia
 
Dokumen.tips makalah manajemen-zakat-dan-wakaf-tugas-kampuskampus
Dokumen.tips makalah manajemen-zakat-dan-wakaf-tugas-kampuskampusDokumen.tips makalah manajemen-zakat-dan-wakaf-tugas-kampuskampus
Dokumen.tips makalah manajemen-zakat-dan-wakaf-tugas-kampuskampus
 
Tugas makala fiqih Zakat
Tugas makala fiqih ZakatTugas makala fiqih Zakat
Tugas makala fiqih Zakat
 
Makalah hukum zakat di indonesia,,,
Makalah hukum zakat di indonesia,,,Makalah hukum zakat di indonesia,,,
Makalah hukum zakat di indonesia,,,
 
Makalah Konsep Zakat Dan Macamnya
Makalah Konsep Zakat Dan MacamnyaMakalah Konsep Zakat Dan Macamnya
Makalah Konsep Zakat Dan Macamnya
 
Fiqh zakat
Fiqh zakatFiqh zakat
Fiqh zakat
 
Makalah fikih ekonomi dan keuangan
Makalah fikih ekonomi dan keuangan Makalah fikih ekonomi dan keuangan
Makalah fikih ekonomi dan keuangan
 
Makalah zakat
Makalah zakatMakalah zakat
Makalah zakat
 
Zakat
ZakatZakat
Zakat
 
Zakat penghasilan
Zakat penghasilanZakat penghasilan
Zakat penghasilan
 
Yusriani 2012012249
Yusriani 2012012249Yusriani 2012012249
Yusriani 2012012249
 
Sejarah Lembaga Zakat.pdf
Sejarah Lembaga Zakat.pdfSejarah Lembaga Zakat.pdf
Sejarah Lembaga Zakat.pdf
 
Sejarah Lembaga Zakat.pdf
Sejarah Lembaga Zakat.pdfSejarah Lembaga Zakat.pdf
Sejarah Lembaga Zakat.pdf
 
Uzaifah 2007 JURNAL INTERNASIONAL
Uzaifah 2007 JURNAL INTERNASIONALUzaifah 2007 JURNAL INTERNASIONAL
Uzaifah 2007 JURNAL INTERNASIONAL
 
Bab v s2
Bab v s2Bab v s2
Bab v s2
 
Makalah Zakat
Makalah ZakatMakalah Zakat
Makalah Zakat
 
Ppt Kelompok 7 Materi 11 Pajak dan Zakat.pptx
Ppt Kelompok 7 Materi 11 Pajak dan Zakat.pptxPpt Kelompok 7 Materi 11 Pajak dan Zakat.pptx
Ppt Kelompok 7 Materi 11 Pajak dan Zakat.pptx
 
Afifah hasbi (pendistribusian zakat produktif dalam perspektif islam)
Afifah hasbi (pendistribusian zakat produktif  dalam perspektif islam)Afifah hasbi (pendistribusian zakat produktif  dalam perspektif islam)
Afifah hasbi (pendistribusian zakat produktif dalam perspektif islam)
 
PPT Zakat (Revised).pptx
PPT Zakat (Revised).pptxPPT Zakat (Revised).pptx
PPT Zakat (Revised).pptx
 

Último

PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptx
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptxMateri Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptx
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptxshafiraramadhani9
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptAcemediadotkoM1
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasAZakariaAmien1
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSyudi_alfian
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanNiKomangRaiVerawati
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasHardaminOde2
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfmaulanayazid
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdfMMeizaFachri
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptxwongcp2
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuHANHAN164733
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 

Último (20)

PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptx
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptxMateri Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptx
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptx
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 

ZAKAT PROFESI DAN PERBEDAAN UU

  • 1. Zakat Profesi dan Perbedaan UU Nomor 38 tahun 1999 dan UU Nomor 23 Tahun 2011 OPINI | 31 August 2012 | 11:56 Dibaca: 104 Komentar: 0 Nihil A. Pengertian Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima‟iyyah yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun ketiga dari rukun Islam, sehingga keberadaannya dianggap sebagai (ma‟luum minad-diin bidh-dharuurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari Islaman seseorang). Dalam pasal 1 ayat 2 UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dijelaskan : “ Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam” 1[1] Di dalam al Qur‟an terdapat 27 ayat yang menyejajarkan kewajiban shalat berfungsinya zakat sebagai instrument pemerataan dan belum terkumpulnya zakat secara optimal di lembaga pengumpul zakat, karena pengetahuan masyarakat terhadap harta yang wajib dikeluarkan zakatnya masih terbatas. Berdasarkan hasil survey PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) mengatakan potensi dana zakat di Indonesia yang populasinya sekitar 87 persen muslim, sangat besar hingga mencapai 9,09 triliun rupiah pada tahun 2007. Potensi ini meningkat 4,67 triliun dibandingkan tahun 2004 yang potensinya hanya sebesar 4,45 triliun. Berbeda dengan PIRAC, Alfath mengatakan bahwa potensi zakat di Indonesia mencapai Rp. 20 Triliun per tahun. Namun dari jumlah
  • 2. itu, yang tergali baru Rp. 500 milyar per tahun (berdasarkan asumsi tahun 2006)2[2] Zakat mengandung beberapa arti seperti membersihkan, bertumbuh dan berkah. Digunakan kata “zaka” dengan arti membersihkan itu, untuk ibadah pokok rukun Islam dan hikmahnya untuk mebersihkan jiwa dan harta orang yang berzakat. Dalam terminologi hukum (Syara‟) zakat diartikan “ pemberian tertentu dari harta tertentu kepada orang tertentu menurut syarat-syarat yang ditentukan”3[3] Hukum zakat adalah wajib „aini dalam arti kewajiban yang ditetapkan untuk diri pribadi dan tidak mungkin dibebankan kepada orang lain, walaupun dalam pelaksanaannya dapat diwakilkan kepada orang lain. Tujuan disyariatkan zakat diantaranya adalah untuk jangan harta itu hanya beredar di kalangan orang-orang kaya saja. Rukun zakat yaitu orang yang berzakat, harta yang dizakatkan dan orang yang menerima zakat. Syarat harta yang dizakatkan adalah harta yang baik, milik yang sempurna dari yang berzakat, berjumlah satu nisab atau lebih dan telah tersimpan selama satu tahun qamariyah atau haul. B. Zakat Profesi Yusuf al Qaradawi menyatakan bahwa diantara hal yang sangat penting untuk mendapatkan perhatian kaum muslimin saat ini adalah penghasilan atau pendapatan yang diusahakan melalui keahliannya, baik keahlian yang dilakukannya secara sendiri, maupun secara bersama-sama. Yang dilakukan secara sendiri misalnya : dokter, bidan, guru, penjahit, mubaligh dan lain sebagainya. Yang dilakukan secara bersama-sama misalnya pegawai pemerintah maupun swasta, pejabat Negara dan hakim.4[4]
  • 3. Wahbah al Zuhaili mengemukakan pendapatan yang diterima seseorang dalam waktu relatif tetap, seperti sebulan sekali dalam fikih dikenal dengan nama (al maal al mustafaad). Landasan hokum kewajiban zakat profesi adalah firman Allah dalam surat at Taubah ayat 103, al Baqarah 267 dan firman Allah dalam surat Adz dzaariyat ayat 19 : Artinya : “ Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian” Semua penghasilan melalui kegiatan professional tersebut apabila telah capai nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Pada saat Muktamar Internasional Pertama tentang zakat di Kuwait (29 Rajab 1404 H bertepatan dengan tanggal 30 April 1984 M) telah sepakat tentang wajibnya zakat profesi apabila telah capai nisab, meskipun pesertanya berbeda pendapat dalam cara mengeluarkannya.5[5] Dalam Bab IV Pengumpulan Zakat pada pasal 11 ayat 2 huruf (f) UU nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, dijelaskan bahwa harta yang dikenai zakat adalah (hasil pendapatan dan jasa).6[6] Kemudian pada tahun 2011,DPR beserta pemerintah merevisi UU Nomor 38 Tahun 1999 dan mengeluarkan UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Pada pasal 4 ayat 2 huruf (h) UU Nomor 23 Tahun 2011 dijelaskan “Zakat Mal meliputi (pendapatan dan jasa)”.7[7] Dalam menentukan nisab, kadar dan waktu mengeluarkan zakat profesi dalam hal ini ada 2 pendapat :8[8] 1. Jika zakat profesi dianologikan kepada zakat perdagangan, maka nisab, kadar dan waktu mengeluarkan sama dengan zakat emas dan perak. Nisabnya senilai 85
  • 4. gram emas, kadar zakatnya 2,5 persen dan waktu mengeluarkan setahun sekali, setelah dikeluarkan kebutuhan pokok. Contoh : Jika si A berpenghasilan Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) setiap bulan dan kebutuhan pokoknya perbulan sebesar Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah), maka besar zakat yang dikeluarkan adalah 2,5 % x 12 x Rp. 2.000.000 = Rp. 600.000 (enam ratus ribu ) per tahun atau Rp. 50.000 (lima puluh ribu) per bulan. 2. Jika dianalogikan kepada zakat pertanian, maka nisabnya senilai 5 ausaq atau 653 kg padi atau gandum, kadar zakatnya sebesar 5 % dan dikeluarkan pada setiap mendapatkan gaji atau penghasilan, misalnya sebulan sekali. Dalam contoh kasus : Jika si A berpenghasilan Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) setiap bulan dan kebutuhan pokoknya perbulan sebesar Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah), maka kewajiban zakat si A adalah sebesar 5 % x 12 x Rp. 2.000.000 = Rp. 1.200.000 (satu juta dua ratus ribu rupiah) per tahun atau Rp. 100.000 (seratus ribu perbulan). Kalau dianalogikan kepada zakat pertanian, maka bagi zakat profesi tidak ada ketentuan haul, ketentuan waktu menyalurkan adalah pada saat menerima, misalnya tiap bulan. Karena itu profesi yang menghasilkan pendapatan setiap hari (seperti : dokter yang membuka praktek sendiri aau para da‟i yang setiap hari berceramah) zakatnya dikeluarkan sebulan sekali. Sama dengan zakat pertanian yang dikeluarkan saat pada panen (sesuai firman Allah Surat al An‟aam : 141). Kedua pendapat di atas menggunakan qiyas yang ilat hukumnya ditetapkan berdasarkan metode syabah. Contoh (qiyas syabah) yang dikemukakan oleh Muhammad al Amidi adalah hamba sahaya yang dianalogikan pada 2 hal yaitu pada manusia (nafsiyyah) menyerupai orang yang merdeka (al hur) dan dianalogikan pada kuda karena dimiliki dan dapat diperjual belikan di pasar. Pada tahun 2003, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang zakat penghasilan sesuai dengan “Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang zakat penghasilan. Dalam fatwa tersebut
  • 5. dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorium, upah, jasa dan lain-lain yang diperoleh dengan cara yang halal, baik rutin seperti pejabat Negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya. Dalam hal ini terdapat perbedaan antara Yusuf Qardhawi dan Majelis Ulama Indonesia dalam mengartikan penghasilan atau pendapatan. Kalau menurut Yusuf Qardawi penghasilan adalah didasarkan berdasarkan keahlian yang dilakukan secara sendiri maupun bersama-sama. Sedangkan dalam fatwa MUI tersebut penghasilan diartikan sebagai pendapatan rutin atau tidak rutin. Namun pemakalah lebih memilih mengikuti pendapat berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam fatwa MUI juga dijelaskan bahwa semua bentuk penghasilan yang halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nisab satu tahun yaitu senilai emas 85 gram. Adapun kadar zakat penghasilan adalah 2,5 %. Waktu pengeluaran zakat yaitu : 1. Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima, jika sudah cukup nisab. 2. Jika tidak mencapai nisab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun, kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nisab. Berdasarkan uraian diatas, penulis berpendapat bahwa setiap keahlian dan pekerjaan apapun yang halal, apabila telah mencapai nisab, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini didasarkan : 1. Ayat al a Quran yang bersifat umum yang mewajibkan semua harta untuk dikeluarkan zakatnya. 2. Berbagai pendapat ulama terdahulu maupun sekarang, meskipun dengan menggunakan istilah berbeda. Sebagian menggunakan istilah bersifat umum yaitu (al amwaal), sementara sebagian lagi secara khusus memberikan istilah dengan istilah (al maal al mustafaad) seperti terdapat dalam fikih zakat dan al fiqh al Islamy wa „adillatuhu.
  • 6. 3. Dari sudut keadilan yang merupakan cirri utama ajaran Islam, penetapan kewajiban zakat pada setiap harta yang dimiliki akan terasa sangat jelas, dibandingkan dengan hanya menetapkan kewajiban zakat pada komoditas-komoditas tertentu saja yang konvensional. Petani yang saat ini kondisinya secara umum kurang beruntung, tetap harus berzakat, apabila hasil pertaniannya telah mencapai nisab. Karena itu sangat adil pula, apabila zakat ini pun bersifat wajib pada penghasilan yang didapatkan para dokter, para dosen dan profesi lainnya. 4. Sejalan dengan kehidupan umat manusia, khususnya dalam bidang ekonomi, kegiatan melalui keahlian dan profesi akan semakin berkembang dari waktu ke waktu. Penetapan kewajiban zakat kepadanya, menunjukkan betapa hukum Islam sangat aspiratif dan responsif terhadap pekembangan zaman. Pada kesempatan ini penulis juga akan menyampaikan perbedaan cukup mendasar antara UU Nomor 38 Tahun 1999 dan UU Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat : 1. Pada pasal 6 ayat 1 UU Nomor 38 tahun 1999 dijelaskan bahwa Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah. Kemudian dalam pasal 6 ayat 2 huruf ( c ) dijelaskan bahwa di daerah dapat dibentuk Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten (BAZDA). Namun, dalam pasal 15 ayat 3 UU Nomor 23 Tahun 2011 tidak dikenal lagi dengan BAZDA, namun disebutkan adalah BAZNAS Kabupaten. Jadi ada perubahan penyebutan, artinya mesti ada perubahan nama dari BAZDA Kabupaten menjadi BAZNAS Kabupaten. 2. Mengenai masalah pembentukan juga terdapat perbedaan. Dalam pasal 6 ayat 1 UU Nomor 38 Tahun 1999 dijelaskan bahwa pembentukan BAZDA Kabupaten adalah oleh Bupati atau Walikota atas usul Departemen Agama Kabupaten atau Kota. Namun dalam pasal 15 ayat 3 UU Nomor 23 Tahun 2011 dijelaskan bahwa BAZNAS Kabupaten dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul
  • 7. Bupati/Walikota setelah mendapat pertimbangan ke BAZNAS. Artinya UU Nomor 23 Tahun 2011menjelaskan bahwa pembentukan BAZNAS Kabupaten dan Kota mesti dibentuk oleh Menteri atas usul Bupati dan Walikota. Kalau dalam UU Nomor 38 Tahun 1999 dijelaskan bahwa BAZDA Kabupaten dan Kota dibentuk oleh Bupati dan Walikota. Artinya pengelolaan zakat ada peningkatan dalam UU Nomor 23 Tahun 2011, karena mesti dibentuk oleh Menteri. 3. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2011 tidak dikenal lagi Badan Amil Zakat (BAZ) Kecamatan, padahal dalam pasal 6 ayat 2 huruf ( c ) UU Nomor 38 Tahun 1999 dikenal Badan Amil Zakat Kecamatan. Kemudin jika terjadi sengketa masalah zakat, maka menurut pasal 49 huruf ( f ) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, maka mesti diselesaikan dan diputus oleh Pengadilan Agama. Pointer Penting Undang-Undang Zakat Baru No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat Pengganti UU No.38 Tahun 1999 Pengesahan Undang Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono pada 25 November 2011 disikapi beragam oleh para praktisi dan pemerhati pengelola zakat. Perbedaan ini sah-sah saja dan merupakan dinamika yang lazim dalam setiap pengambilan sebuah keputusan politik termasuk pengesahan UU tentang Pengelolaan Zakat. Walau demikian, kejelasan kondisi atau permasalahan perlu dipahami bersama agar pensikapan selanjutnya tidak masuk pada area perselisihan bahkan perpecahan yang berdampak pada kontra produktif dalam dunia perzakatan. Pemahaman yang perlu dibangun diantara para pengelola zakat agar dapat secara obyektif melihat UU Pengelolaan Zakat adalah memahami karakteristik pengelolaan zakat. Dengan memahami
  • 8. karakteristik pengelolaan zakat maka kita akan melihat dari sisi pandang yang sama dan insya Allah benar sehingga melahirkan pemahaman dan pensikapan yang tidak bertentangan secara diametral. Beberapa pointer perubahan yang signifikan dari Undang-Undang zakat yang baru antara lain: 1. Adanya Penguatan Kelembagaan BAZNAS yang terintegrasi sampai ke BAZNAS tingkat Kota/kabupaten (dahulu BAZ Kota/Kabupaten). BAZ Kecamatan menjadi UPZ Kecamatan Penguatan kelembagaan BAZNAS akan menciptakan keteraturan, sinergitas dan harmoni dengan aktivitas pengumpulan zakat yang sudah berjalan di masjid-masjid dan di tempat lainnya dengan memberi wadah UPZ supaya terkoordinir dengan baik. Sebab itu, undang-undang yang baru tidak menggunakan kata ”pengorganisasian” seperti pada undang- undang yang lama, melainkan ”pengoordinasian” dalam ketentuan umum pengelolaan zakat. 2. Lebih diperjelasnya ikatan hubungan BAZNAS dengan pemerintah Daerah. Dalam kerangka otonomi daerah, walaupun agama termasuk urusan pemerintahan yang tidak diotonomikan, namun dalam undang-undang pengelolaan zakat, Pemerintah Daerah memiliki peran yang strategis seperti yang berjalan selama ini. Berikut empat klausul yang mengikat secara permanen hubungan BAZNAS dengan Pemerintah Daerah, ialah: (a) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri Agama atas usul Gubernur atau Bupati/Walikota. (b) BAZNAS kabupaten/kota dan BAZNAS provinsi wajib menyampaikan laporan pengelolaan zakat, infaq, shadaqah dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS setingkat di atasnya dan kepada Pemerintah Daerah secara berkala. (c) Dalam melaksanakan tugasnya BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). (d) Gubernur dan Bupati/Walikota melaksanakan
  • 9. pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota. 3. Kepengurusan BAZNAS yang dibentuk langsung oleh menteri atas usul kepala daerah mengindikasikan sebuah tanggung jawab yang lebih besar bagi kepengurusan BAZ. Kepengurusan BAZ yang lebih ramping berjumlah sebanyak-banyaknya (11 orang) terdiri dari 8 (delapan) orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah. Dalam melaksanakan tugasnya Pengurus dibantu oleh sekretariat. 4. Adanya Pengaturan terhadap izin pendirian LAZ (lembaga Amil Zakat) antara lain paling sedikit memenuhi syarat (1) terdaftar sebagai organisasi kemasyarakat Islam yang mengelola pendidikan, dakwah dan sosial, (2) Berbentuk badan hukum, (3) mendapat rekomendasi BAZNAS, (4) memiliki pengawas syariat, (5) memiliki kemampuan teknis, administrasi, dan keuangan dll. Untuk LAZ yang sudah resmi dikukuhkan oleh Menteri dinyatakan LAZ yang resmi. 5. undang-undang pengelolaan zakat tidak menghambat masyarakat untuk berbuat baik melalui pemberdayaan infaq, shadaqah, dan sebagainya. Khusus mengenai zakat, bahwa menunaikan zakat bukan hanya urusan manusia dengan Tuhan. Tetapi ada bagian-bagian yang memang harus dilembagakan. Pemerintah dan lembaga legislatif (dalam hal ini DPR-RI) telah mengambil langkah yang bijak ketika memutuskan nama undang- undang, yaitu Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat, dan bukan Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqah. 6. Adanya sanksi bagi orang yang dengan sengaja bertindak sebagai amil melakukan pengumpulan dan pendistribusian zakat tanpa izin pejabat yang berwenang dengan sanksi kurungan (1) tahun atau denda sebanyak- banyaknya Rp.50.000.000 juta rupiah. 7. akan dialokasikannya dana operasional BAZNAS dalam APBN melalui DIPA Kementerian Agama. Regulasi atau undang-undang bukanlah tujuan, melainkan alat yang kita gunakan bersama untuk mencapai tujuan pengelolaan zakat.
  • 10. Sebagaimana yang dikatakan Prof. Dr. Nasaruddin Umar bahwa “regulator sejati dalam hukum zakat ialah Allah SWT”. Wallahualam (Haryati/ Sekretaris BAZ) Penjelasan UU RI no 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat 1. Latar Belakang Masalah Undang-undang RI no 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat merupakan Undang-undang yang baru. Sesuai dengan dengan namanya, undang-undang No 38 Tahun 1999 ini lebih menekankan pada aspek pengelolaan zakat, yakni kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan dana zakat. Di dalam undang-undang tersebut, kita tidak akan menemukan ketentuan nisab, kadar, dan waktu pengeluaran zakat. Hal yang terbanyak diungkapkan di dalam undang- undang no 38 tahun 1999 ini adalah tentang prinsip-prinsip dan teknis pengelolaan zakat. Sebenarnya gagasan untuk membuat undang-undang tentang pengelolaan dana zakat ini sudah ada pada zaman orde baru. Karena, zakat merupakan suatu ibadah yang dapat memperkuat rasa persatuan dan kesatuan. Oleh karena itu, maka pemerintah secara akomodatif membuat suatu aturan-aturan yang berproses untuk mengakomodir ibadah ini. Adapun latar belakang dikeluarkannya undang-undang nomor 38 tahun 1999 ini tentang pengelolaan zakat adalah:1. Adanya pasal 19 ayat 1 Undang-undang Dasar 1945 bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadah menurut agamanya masing-masing. 2. Penunaian zakat merupakan kewajiban umat Islam di Indonesia yang mampu dan berhasil mengumpulkan dana zakat yang merupakan sumber dana yang berpotensial bagi upaya mewujudkan kesejahteraan umat. 3. Zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan masyarakat yang kurang mampu. 4. Upaya sistem pengelolaan dana zakat perlu harus ditingkatkan agar hasil guna dan berdaya, untuk itu diperlukan undang-undang pengelolaan dana zakat. Dengan dibentuknya undang-undang pengelolaan zakat ini diharapkan dapat ditingkatkan kesadaran Muzakki untuk menunaikan kewajiban zakat dalam rangka penyucian diri terhadap harta yang dimilikinya, mengangkat derajat Mustahiq dan meningkatkan keprofesionalan lembaga zakat dalam mengelola zakat itu sendiri, yang semuanya untuk mendapatkan ridha dari Allah Swt. Maka patut kita syukuri telah lahir undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Ketentuan ini semakin mengokohkan eksistensi BAZIS di Negara kita. Hal ini merupakan dukungan terhadap tuntunan Al-Qur‟an surat At-Taubah ayat 60 "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
  • 11. miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Yang berhak menerima zakat Ialah: 1. orang fakir: orang yang Amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2. orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam Keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 5. memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya. 7. pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya. Adapun pengelolaan zakat adalah meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama Islam, meningkatkan fungsi dan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, serta meningkatkan hasil guna dan daya guna dana zakat itu sendiri. Dalam perspektif Islam salah satu wujud meningkatkan peran serta umat Islam dalam pembangunan nasional yang sejalan dengan rukun Islam adalah, dalam bentuk pemberian zakat. Zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mampu untuk membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya. Sehingga, zakat merupakan sumber dana potensial yang perlu dikelola secara profesional dan bertanggungjawab untuk memajukan kesejahteraan umum. Untuk menjadi badan pengelolaan zakat yang dapat dipercaya masyarakat, keadaan ini akan memaksa pengelolaan zakat untuk mempunyai manajemen pengelolaan zakat yang baik. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang memadai tentang terlaksananya fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, serta pengawasan terhadap pendayagunaan atau pendistribusian dana zakat. Akan tetapi pola manajemen dan pengelolaan zakat di Indonesia dinilai belum optimal dikelola dengan baik, karena kurangnya tenaga ahli yang profesional, sehingga zakat yang memiliki banyak fungsi, bahkan belum diatur oleh pemerintah dengan benar sesuai syariah, adapun fungsi zakat tersebut adalah: a. Zakat itu sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt. b. Zakat merupakan sarana pencintaan kerukunan hidup antara golongan kaya dengan golongan fakir miskin. c. Membersikan harta yang kotor, karena telah telah tercampur dengan harta Mustahiq (Golongan orang yang menerima zakat).
  • 12. d. Memberikan modal kerja kepada golongan lemah untuk menjadi manusia yang mampu hidup secara layak. e. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat Islam. f. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan. Zakat umumnya yang kita kenal hanya Zakat Fitrah, Zakat Maal (emas dan perak), zakat perdagangan dan pertanian, padahal zakat di dunia perekonomian modern memiliki sumber lebih beragam seperti zakat profesi, zakat perusahaan, zakat surat-surat berharga, zakat perdagangan mata uang, dan lainnya yang membutuhkan sebuah lembaga dengan para pengelola (Amil) yang profesional agar dapat mengatur dan mengembangkan sumber zakat tersebut. Pengelolaan zakat yang profesional terutama dalam manajemen zakat di Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagaimana dirumuskan menjadi lebih teknis, operasional dan terukur yaitu usaha bersama untuk menanamkan keyakinan, menumbuhkan sikap dan prilaku umat manusia baik perorangan maupun kelompok dengan cara lisan dan perbuatan menurut nilai-nilai ajaran Islam untuk dihayati dalam kehidupan sehari-hari secara pribadi, keluarga dan masyarakat sehingga menjadi ummat yang sejahtera lahir dan batin, bahagia dunia dan akhirat. 2. Teori Pengelolaan Zakat Zakat, sebagai salah satu bentuk peribadatan yang lebih mengedepankan nilai- nilai sosial disamping pesan-pesan ritual, tampak memiliki akar sejarah yang sangat panjang. Bisa diduga hampir sepanjang usia umat manusia itu sendiri (generasi Nabi Adam As) atau paling sedikit mulai generasi beberapa Nabi Allah sebelum Nabi Muhammad Saw. Akan halnya empat rukun Islam yang lain, yakni : Syahadat, Shalat, Puasa, dan Haji, zakat umum diposisikan sebagai rukun ketiga, pada dasarnya juga telah disyariaatkan Allah sejak generasi para Nabi sebelum Nabi Muhammad Saw. Bahkan tidak menutup kemungkinan sejak zaman Nabi Adam As. Hal-hal yang dikemukakan di atas jelas-jelas mengindikasikan wujud persyariatan zakat kepada para Nabi Allah yang terdahulu. Hanya saja, umat mereka (umat Nabi sebelum Nabi Muhammad) mengingkari persyariatan zakat ini. Pengingkaran itu, sesungguhnya tidak hanya terjadi pada masa-umat sebelum Nabi Muhammad Saw. Dalam pengelolaan zakat secara produktif (dimensi sosial ekonomi) banyak menghadapi permasalahan, diantaranya : a) Fiqh zakat yang berkembang dan dipahami oleh umat Islam Indonesia merupakan hasil rumusan para Ulama terdahulu sehingga banyak yang tidak sesuai dengan perkembangan keaadaan zaman. b) Belum adanya persamaan persepsi dan langkah dalam pengelolaan zakat, sehingga mereka melakukannya secara sendiri-sendiri baik perorangan maupun kelompok sesuai dengan kepentingannya. c) Belum adanya pola (manajemen) pengelolaan zakat yang standar untuk menjadi
  • 13. pedoman. d) Kurangnya motivasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pengelolaan zakat. Pada masa yang akan datang, perlu sebuah rumusan dan langkah pengelolaan zakat yang profesional dan bertanggungjawab serta mendapat dukungan dari semua kelompok umat Islam, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang- undangan dan pendayagunaan diarahkan untuk usaha-usaha produktif. Secara demografik dan kultural, bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Muslim sebenarnya memiliki potensi strategi yang layak dikembangkan menjadi salah satu instrumen pemerataan pendapatan, yaitu institusi zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS). Karena secara demografik, mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, dan secara kultural, kewajiban zakat, dorongan untuk berinfaq, dan bershadaqah di jalan Allah telah mengakar kuat dalam tradisi kehidupan masyarakat Indonesia, secara ideal, bisa terlihat dalam mekanisme pengelolaan zakat. Apabila semua itu bisa terlaksana dalam aktivitas sehari-hari umat Islam, maka secara hipotetik, zakat berpotensi mempengaruhi aktivitas ekonomi nasional. Secara substantif, zakat, infaq, dan shadaqah merupakan bagian dari mekanisme keagamaan yang berintikan semangat pemerataan pendapatan. Dana zakat diambilkan dari harta orang yang berkelebihan dan disalurkan kepada orang-orang yang kekurangan. Zakat tidak dimaksudkan memiskinkan orang kaya, juga tidak melecehkan jerih payah orang kaya. Hal ini disebabkan karena zakat diambil dari sebagian kecil harta yang wajib dizakati. Jadi, alokasi dana zakat dapat disalurkan kepada kelompok masyarakat tertentu. Seperti halnya dengan zakat, walaupun infaq dan shadaqah tidak wajib, dua institusi ini merupakan media pemerataan pendapatan bagi umat Islam yang sangat dianjurkan. Artinya, infaq dan shadaqah merupakan media untuk memperbaiki taraf kehidupan, selain kewajiban zakat bagi orang Islam yang mampu. Dengan demikian, dana zakat, infaq, dan shadaqah bisa diuapayakan secara maksimal untuk memperdayakan ekonomi masyarakat. Pengembangan pemaknaan zakat semacam ini perlu dilakukan karena pemaknaan zakat oleh seseorang atau lembaga dapat mempengaruhi orientasi dan model pengelolaan dana zakat dalam kehidupan bermsyarakat dan bernegara. Secara teologis, zakat adalah memberikan sebagian kekayaannya untuk orang lain atas dasar kepatuhannya kepada Allah Swt. Sedangkan secara sosial ekonomi, zakat diharapkan dapat membantu dan memperbaiki taraf sosial-ekonomi penerimanya serta mempererat hubungan si kaya dan si miskin. Selain itu, apabila zakat dimaknai secara politis strategis, maka zakat juga diharapkan mampu memberikan implikasi yang besar pada penguatan daya tahan bangsa dalam melangsungkan kehidupannya. Demikian pula dengan pengembangan pemaknaan infaq dan shadaqah. Dalam perspektif nasional, lembaga amil zakat diharapkan tidak hanya terpaku untuk memikirkan kebutuhan sendiri, melaikan juga harus peduli terhadap warga masyarakat untuk mengatasi kemiskinan dan kemelaratan. Kehadiran lembaga amil zakat selain bersifat keagamaan, juga ditempatkan dalam konteks cita-cita
  • 14. bangsa, yaitu membangun masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, da makmur. Jadi, peningkatan daya guna lembaga amil zakat, khususnya dalam melakukan pembangunan ekonomi masyarakat, mesti dilestarikan. Sebagaimana telah diketahui, bahwa dua undang-undang penting yang berkenaan dengan soal perzakatan ditanah air dilahirkan, yakni UU Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Dan salah satu tahap penting setelah proses legislasi selesai dilakukan adalah tahap implementasi termasuk didalamnya adalah proses institusionalisasi. Institusionalisasi dari UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat tersebut kiranya akan lebih banyak mengenai lembaga pengelolaan zakat (LPZ). Sebagaimana telah dimaklumi juga, LPZ-LPZ sebelum UU Pengelolaan Zakat dilahirkan bukannya tidak ada. Sudah ada, bahkan jumlahnya baik yang dibentuk atas prakarsa masyarakat atau pemerintah, juga cukup banyak. Berlakunya undang-undang tersebut jelas akan memberikan implikasi yang cukup banyak terhadap Lembaga Pengelola Zakat baik yang sudah ada maupun yang akan diadakan. Entah harus dimulai dari mana mengurus terabaikannya zakat selama ini. Kalau ditelusuri ke belakang pada masa penjajahan, memang zakat tidak akan menjadi sesuatu yang missal mengingat perbedaan kepentingan pemerintah Hindia Belanda. Bahkan menurut penelitian Aqib Sumito dalam karyanya, Politik Islam Hindia Belanda, dana kas Masjid di sebuah daerah Jawa Timur, digunakan untuk merehab rumah seorang pejabat Hindia Belanda. Lantas bila diusut jauh lagi kebelakang, juga masih ada tanda tanya besar, apakah zakat sudah menjadi bagian keseharian dari budaya Indonesia dimasa kerajaan-kerajaan Islam?. Informasi tentang sejarah zakat di Indonesia memang sangat minim. Tetapi bila di tinjau dari sosial, berlangsungnya dakwah sedikit lebih banyak telah ditopang oleh sistem zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS) yang tumbuh dimasyarakat. Berbeda dengan perkembangan perbankan syariah, pertumbuhan lembaga pengelola zakat (LPZ) pun berjalan seolah tanpa persiapan yang matang. Pada tahun 1968, Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), menggelar seminar zakat. Seusai seminar, Presiden mendukung pembentukan Lembaga Amil Zakat berdasarkan SK No. 07/Prin/1968. Berdasarkan SK itu, Guberbur DKI Jakarta, segera membentuk Badan Amil Zakat (BAZ) dengan SK Gubernur GB/14/8/18/68 tahun 1973. Dari nama BAZ dirubah menjadi BAZIS, karena juga menghimpun dana Infaq dan Shadaqah. Artinya jelas, tanpa pendidikan mengelola zakat, BAZ berjalan hanya berdasarkan surat keputusan saja. Maka hingga awal tahun 90-an, secara resmi bicara zakat adalah bicara BAZIS. Karena ditopang lebih serius oleh Pemda DKI, maka BAZIS DKI menjadi satu-satunya referensi perusahaan bermunculan Baitul Maal (BM) yang menghimpun dana ZIS karyawan setempat. Pada tahun 1990, DPR menyetujui rancangan UU tentang zakat yang kemudian tersahkan menjadi UU. Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. Artinya disahkannya UU itu, sedikit banyak tak lepas kaitannya dengan peran dan eksistensi LPZ non-pemerintah. Dan memang dalam UU itu, keberadaan LPZ non-pemerintah diakui eksistensinya. Pada saat yang bersamaan, dengan kelahiran UU No. 38 tahun 1999, di masyarakat sendiri sudah terdengar kabar, bahwa akan
  • 15. lahir sebuah lembaga yang khusus berkiprah dalam penyiapan SDM LPZ. Maka di awal tahun 2000, lembaga bernama Institut Manajemen Zakat (IMZ) itu lahir. Dasar-dasar hukum pengelolaan zakat adalah : a) Undang-undang RI Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat; b) Perundang-undangan RI Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; c) Keputusan Menteri Agama RI Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat; d) Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Memajukan kesejahteraan umum merupakan salah satu tujuan Nasional Negara Republik Indonesia yang diamanatkan dalam Pembentukan Undang-undang dasar 1945. Untuk mewujudkan tujuan Nasional tersebut, perlu dilakukan upaya, antara lain dengan menggali dan memanfaatkan dana melalui zakat. Zakat merupakan sumber dana potensial. Agar zakat dapat dimanfaatkan bagi pembangunan Bangsa dan ketahanan Negara, terutama dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan sosial, perlu adanya pengelolaan zakat secara profesional dan bertanggungjawab yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah. B. Deskripsi Data Perdebatan mengenai UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat merupakan sesuatu hal yang menarik. Hal menarik inilah yang melatar belakangi penelitian ini. Setelah membaca UU No 38 Tahun 1999 ini tentang pengelolaan zakat tentu banyak persepsi masyarakat yang menyikapi tentang pengelolaan zakat ini terlebih lagi warga masyarakat Kelurahan Palmerah Jakarta Barat. Dalam hal ini, objek penelitiannya berasal dari kalangan masyarakat, yaitu masyarakat Kelurahan Palmerah Jakarta Barat. Mengingat bahwa masyarakat Kelurahan Palmerah yang sangat rajin membayar zakat, dan nalar tentang keagamaannya sangat tinggi, yang diimbangi akhlak dan moral yang baik, baik hal menerima, meresap, menyaring, dan memanfaatkan segala bentuk berita dan informasi yang didapat. Penjelasan UU No 23 Tahun 2011 Prasetyo Naskah asli dapat diunduh dari http://www.djpp.kemenkumham.go.id PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
  • 16. NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT I. UMUM Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Penunaian zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam. Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan. Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalampengelolaan zakat. Selama ini pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti. Pengelolaan zakat yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi kegiatan perencanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan. Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota negara, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota. BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. LAZ wajib melaporkan secara berkala kepada BAZNAS atas pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit syariat dan keuangan. Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam. Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi. Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat
  • 17. Islam dan dilakukan sesuai denganperuntukan yang diikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri. Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a. Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan asas “amanah” adalah pengelola zakat harus dapat dipercaya. Huruf c Yang dimaksud dengan asas “kemanfaatan” adalah pengelolaan zakat dilakukan untuk memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi mustahik. Huruf d Yang dimaksud dengan asas “keadilan” adalah pengelolaan zakat dalam pendistribusiannya dilakukan secara adil. Huruf e Yang dimaksud dengan asas “kepastian hukum” adalah dalam pengelolaan zakat terdapat jaminan kepastian hukum bagi mustahik dan muzaki. Huruf f Yang dimaksud dengan asas “terintegrasi” adalah pengelolaan zakat dilaksanakan secara hierarkis dalam upaya meningkatkan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Huruf g Yang dimaksud dengan asas “akuntabilitas” adalah pengelolaan zakat dapat dipertanggungjawabkan dan diakses oleh masyarakat. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)
  • 18. Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Yang dimaksud dengan “rikaz” adalah harta temuan. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “badan usaha” adalah badan usaha yang dimiliki umat Islam yang meliputi badan usaha yang tidak berbadan hukum seperti firma dan yang berbadan hokum seperti perseroan terbatas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pihak terkait” antara lain kementerian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau lembaga luar negeri. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9
  • 19. Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1) Di Provinsi Aceh, penyebutan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota dapat menggunakan istilah baitul mal. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 16 Ayat (1) Yang dimaksud “tempat lainnya” antara lain masjid dan majelis taklim. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20
  • 20. Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “usaha produktif” adalah usaha yang mampu meningkatkan pendapatan, taraf hidup, dan kesejahteraan masyarakat. Yang dimaksud dengan “peningkatan kualitas umat” adalah peningkatan sumber daya manusia. Ayat (2) Kebutuhan dasar mustahik meliputi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas.
  • 21. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas.
  • 22. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5255 Mobile Version Top