1. LAPORAN PRAKTIKUM
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA
MODUL 4
CARA UJI PARTIKEL TERSUSPENSI TOTAL MENGGUNAKAN
PERALATAN HIGH VOLUME AIR SAMPLER (HVAS) DENGAN
METODE GRAVIMETRI
Kelompok 6
Dewi Aprianti 0706275536
Hermawati W. 0706275624
Osha Ombasta 0706275731
Zahra Mediawaty A. 0706275832
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2010
2. MODUL 4
CARA UJI PARTIKEL TERSUSPENSI TOTAL MENGGUNAKAN PERALATAN HIGH
VOLUME AIR SAMPLER (HVAS) DENGAN METODE GRAVIMETRI
4.1 Tujuan
Mengukur dan mengetahui tingkat konsentrasi Total Suspended Particulate (TSP) di
udara ambient pada ruangan laboratorium properti dan material menggunakan peralatan High
Volume Air Sampler (HVAS) dengan metode gravimetrik.
4.2 Ruang Lingkup
Standar ini digunakan untuk penentuan partikel tersuspensi total dengan menggunakan
alat High Volume Air Sampler (HVAS). Lingkup pengujian meliputi:
1. Cara pengambilan contoh uji dalam jumlah volume udara yang besar di amosfer, dengan
nilai rata-rata laju alir pompa vakum 1,13 sampai 1,70 m3/menit. Dengan laju alir ini
maka diperoleh partikel tersuspensi kurang dari 100µm (diameter ekivalen) yang dapat
dikumpulkan. Adapun untuk efisiensi partikel berukuran lebih besar dari 20µm akan
berkurang sesuai dengan kenaikan ukuran partikel, sudut dari anginnya, atap sampler, dan
kenaikan kecepatan.
2. Penggunaan filter serat kaca dapat mengumpulkan partikel dengan kisaran diameter
100µm sampai 0,1 µm (efisiensi 99,95% untuk ukuran partikel 0,3µm).
3. Jumlah minimum partikel yang terdeteksi oleh metode ini adalah 3 mg (tingkat
kepercayaan 95%). Pada saat ini alat dioperasikan dengan laju alir rata-rata 1,7 m3/menit
selama 24 jam, maka berat massa yang didapatkan antara 1 sampai 2 µg/m3.
4.3 Prinsip Pengukuran
Udara dihisap melalui filter di dalam shelter dengan menggunakan pompa vakum laju alir
tinggi sehingga partikel terkumpul di permukaan filter. Jumlah partikel yang terakumulasi dalam
filter selama periode waktu tertentu dianalisa secara gravimetrik. Laju alir dipantau saat periode
pengujian. Hasilnya ditampilkan dalam bentuk satuan massa partikulat yang terkumpul per
satuan volume contoh uji udara yang diambil sebagai µg/m3.
3. 4.4 Landasan Teori
Udara ambient adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfer yang
dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsure lingkungan hidup
lainnya.
4.4.1 Definisi dan Karakteristik Suspended Particulate Matter
Debu atau partikulat digunakan untuk memberikan gambaran partikel cair maupun padat
yang tersebar di udara dengan ukuran 0,001 µm sampai 500 µm. berdasarkan lamanya partikel
tersuspensi di udara dan rentang ukurannya, partikel dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu
dust fall (setteable particulate) dan Suspended Particulate Matter (SPM). Partikel yang
berukuran lebih dari 100 µm disebut dust fall, sedangkan partikulat yang memiliki ukuran
diameter antara 0,001 µm sampai 100 µm disebut sebagai SuspendedParticulate Matter (SPM).
Partikel debu dalam emisi gas buang terdiri dari bermacam-macam komponen.
Aerosol atau partikulat didefinisikan sebagai partikel cair maupun padat yang tersuspensi
di dalam gas. Sebagaimana yang telah dikatakan sebelumnya, ukuran partikel partikulat antara
0,1 µm sampai dengan 100 µm. Partikulat debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang
relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara dan masuk kedalam tubuh manusia melalui
saluran pernafasan. Selain dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan, partikel debu juga
dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan juga mengadakan berbagai reaksi kimia di
udara. Partikel debu SPM pada umumnya mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda,
dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbeda pula, tergantung dari mana sumber emisinya.
Sumber pencemar partikel dapat berasal dari peristiwa alami dan dapat juga berasal dari
aktivitas manusia. Pencemaran partikel yang berasal dari alam adalah sebagai berikut:
1. Debu tanah atau pasir halus yang terbang terbawa oleh angin kencang
2. Abu dan bahan-bahan vulkanik yang terlempar ke udara akibat letusan gunung berapi
3. Semburan uap air panas di sekitar daerah sumber panas bumi di daerah pegunungan
Sumber pencemaran partikel akibat aktivitas manusia sebagian besar berasal dari
pembakaran batu bara, proses industri, kebakaran hutan, dan gas buangan alat transportasi.
Karena Komposisi partikulat debu udara yang rumit, dan pentingnya ukuran partikulat
dalam menentukan pajanan, banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan partikulat debu di
udara. Beberapa istilah digunakan dengan mengacu pada metode pengambilan sampel udara
4. seperti : Suspended Particulate Matter (SPM), Total Suspended Particulate (TSP), balack
smake.
Pada proses pembakaran debu terbentuk dari pemecahan unsur hidrokarbon dan proses
oksidasi setelahnya. Dalam debu tersebut terkandung debu sendiri dan beberapa kandungan
metal oksida. Dalam proses ekspansi selanjutnya di atmosfir, kandungan metal dan debu tersebut
membentuk partikulat. Beberapa unsur kandungan partikulat adalah karbon, SOF (Soluble
Organic Fraction), debu, SO4, dan H2O.
4.4.2 Klasifikasi Particulate Matter (PM)
Berdasarkan proses pembentukannya, aerosol atau partikulat dapat digolongkan menjadi
partikulat primer dan sekunder. Perbedaan dari kedua jenis partikulat tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Partikulat primer adalah partikulat yang dipancarkan langsung dari berbagai sumber,
seperti debu yang terbawa oleh udara sebagai akibat adanya angin atau partikel asap yang
dipancarkan dari cerobong.
2. Partikulat sekunder merujuk pada partikel yang dihasilkan di dalam atmosfer yang
mengalami reaksi kimia dari komponen gas.
Di beberapa bagian dunia, partikulat sekunder memiliki porsi lebih dari 50 % dari total
konsentrasi partikel di udara. Partikulat sekunder terdiri dari 3 komponen utama. Pertama adalah
sulfat, yang mana timbul dari oksidasi atmosferik dari sulfur dioksida dan membentuk sulfur
trioksida yang lebih cepat terkondensasi dengan air dan membentuk asam sulfat. Di beberapa
tempat, terdapat banyak emisi ammonia yang menetralkan asam sulfat dan membentuk partikel
padat ammonium sulfat. Nitrogen oksida juga dioksidasi di atmosfer membentuk asam nitrit
yang mana terdapat dalam udara sebagai uap. Asam nitrit bereaksi dengan ammonia atau dengan
material seperti kalsium karbonat atau natrium klorida akan membentuk partikel padat nitrat.
Ketika terjadi dalam bentuk ammonium nitrat, proses pembentukannya adalah sebagai berikut:
HNO3 (asam nitrit) + NH3 (ammonia) ↔ NH4NO3 (ammonium nitrat)
Ammonium nitrat dapat terdisosiasi kembali menjadi asam nitrit dan ammonia, prosesnya
berlangsung dengan bantuan suhu yang tinggi dan kelembaban relative rendah. Bentuk utama
ketiga dari partikulat sekunder adalah Secondary Organic Aerosol (SOA). SOA terdiri dari
senyawa organic teroksidasi yang terbentuk di atmosfer akibat bereaksi dengan VOCs. Biogenic
VOC seperti α-pinene yang diemisikan oleh pohon sangat reaktif, dan di beberapa area menjadi
5. sumber SOA yang sangat signifikan. Emisi VOC antropogenik juga dapat dioksidasi di atmosfer,
membentuk sesuatu dengan kemampuan menguap lebih rendah yang terkondensasi membentuk
SOA.
Biasanya, pembentukan partikulat sekunder relatif lambat, memakan waktu beberapa hari
atau lebih. Sebagai konsekuensinya, konsentrasi udara pencemar seperti sulfat cenderung
seragam untuk jangka waktu yang cukup lama. Untuk kasus nitrat dan SOA, proses
pembentukannya berlangsung lebih cepat, dan dalam kasus ammnonium nitrate reaksinya
bersifat reversible.
Berikut adalah beberapa bahan partikulat udara dan ukuran jenis partikelnya.
Gambar 4.4.2.1 bahan partikulat dan ukuran partikelnya
Sumber: pengukuran partikel udara ambient (TSP, PM10, dan PM2,5) disekitar calon lokasi PLTN Semenanjung
Lemahabang, AgusGindo S., Budi Hari H.
Selain itu, partikulat juga dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran diameter
aerodinamisnya. Sifat aerodinamis partikel menentukan bagaimana partikel berpindah pada
udara dan bagaimana partikel tersebut dapat dihilangkan. Sifat tersebut juga mempengaruhi
bagaimana partikel dapat masuk ke dalam udara pada sistem pernapasan. Klasifikasi partikulat
berdasarkan ukuran diameter aerodinamisnya adalah sebagai berikut:
6. Table 4.4.2.1 Fraksi partikulat berdasarkan diameter
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Particulate
Secara umum, particulate matter dapat dibagi ke dalam dua kelompok utama berdasarkan
ukurannya, yaitu:
1. Fraksi kasar, terdiri dari partikel besar dengan kisaran ukuran antara 2,5 sampai 10 µm
(PM10– PM2,5).
2. Fraksi halus, terdiri dari partikel yang lebih kecil dengan ukuran lebih kecil dari 2,5 µm.
partikel dalam fraksi halus yang berdiameter kurang dari 0,1 µm disebut sebagai partikel
sangat halus (ultrafine particles)
Partikel Kasar
Dihasilkan dari penghancuran mekanik dari partikel padat yang lebih besar. Fraksi kasar
dapat meliputi debu dari jalan, proses agricultural, operasi tambang terbuka, serta material tidak
mudah terbakar yang dilepas ketika terjadi pembakaran bahan bakar fosil. Butir serbuk sari,
spora jamur dan tanaman serta bagian serangga juga dapat berkontribusi sebagai fraksi kasar.
Partikel Halus
Kebanyakan terbentuk dari gas, biasanya berasal dari senyawa sulfur dan nitrogen.
Ultrafine particles terbentuk dari proses nukleasi, dimana proses ini merupakan proses dasar
perubahan gas menjadi partikel. Partikel tersebut dapat membesar hingga ukuran lebih dari 1µm
melalui proses kondensasi dan proses koagulasi. Proses kondensasi adalah proses ketika gas
terkondensasi menjadi partikel yang lebih besar, sedangkan proses koagulasi adalah proses
ketika dua atau lebih partikel bergabung dan membentuk partikel yang lebih besar. Partikel yang
dihasilkan dari reaksi gas intermediet di atmosfer disebut sebagai partikulat sekunder. Empat
7. sumber utama pembentuk partikel halus diantaranya adalah, logam berat (menguap selama
pembakaran), elemen karbon (dari rantai karbon pendek yang timbul dari pembakaran), karbon
organik, sulfat, dan nitrat.
Dampak partikulat debu bentuk padat maupun cair yang berada di udara sangat
tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu yang membahayakan kesehatan umumnya
berkisar antara 0,1 mikron sampai dengan 10 mikron. Pada umumnya ukuran partikulat debu
sekitar 5 mikron merupakan partikulat udara yang dapat langsung masuk kedalam paru-paru dan
mengendap di alveolus. Keadaan ini bukan berarti bahwa ukuran partikulat yang lebih besar dari
5 mikron tidak berbahaya, karena partikulat yang lebih besar dapat mengganggu saluran
pernapasan bagian atas dan menyebabkan iritasi.
Keadaan ini akan lebihbertambah parah apabila terjadi reaksi sinergistik dengan gas SO2
yang terdapat di udara. Selain itu, partikulat debu yang melayang dan berterbangan karena
terbawa oleh angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan dapatmenghalangi daya tembus
pandang mata (Visibility). Adanya ceceran logam beracun yang terdapat dalam partikulat debu
diudara merupakan bahaya yang terbesar bagi kesehatan. Pada umumnya udara yang tercemar
hanya mengandung logamberbahaya sekitar 0,01% sampai 3% dari seluruh partikulat debu di
udara. Akan tetapi logam tersebut dapat bersifat akumulatifdan kemungkinan dapat terjadi reaksi
sinergistik pada jaringan tubuh. Selain itu diketahui pula bahwa logam yang terkandungdi udara
yang dihirup mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan dosis sama yang
berasal dari makanan atauair minum.
4.4.3Metode Pengukuran dan Baku Mutu Udara Ambient Untuk Zat Pencemar Berupa
Particulate Matter
Tolak ukur terjadi suatu pencemaran udara didasarkan pada Baku Mutu Udara Ambient
yang telah ditetapkan. Menurut PP No.41 Tahun 1999, Baku mutu udara ambient adalah ukuran
batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambient. Baku mutu udara ambient
nasional ditetapkan sebagai batas maksimum mutu udara ambient untuk mencegah terjadinya
pencemaran udara. Besarnya nilai baku mutu udara ambient untuk Total Suspended
Particulatetercantum pada PP No.41 Tahun 1999, yaitu sebesar 230 µg/Nm3 untuk waktu
8. pengukuran selama 24 jam atau 90 µg/Nm3 untuk waktu pengukuran selama 1 tahun, sedangkan
baku mutu udara ambient yang ada di dalam ruangan diatur dalam Peraturan Gubernur Provinsi
DKI Jakarta No.52 Tahun 2006 tentang pedoman pengendalian kualitas udara dalam ruangan,
dimana standar baku mutu total debu dalam ruangan adalah sebesar 0,15 mg/m3 dengan waktu
pengukuran selama 8 jam. Pengukuran konsentrasi pengukuran Total Suspended Particulate
dilakukan dengan metode gravimetrik menggunakan alat High Volume Air Sampler
(HVAS).High Volume Air Sampler (HVAS) adalah peralatan yang digunakan untuk
pengumpulan kandungan partikel melalui filtrasi, sejumlah besar volum udara di atmosfer
dengan memakai pompa vakum kapasitas tinggi, yang dilengkapi dengan filter dan alat control
laju alir.
Pemilihan filter
Secara umum, pemilihan filter bergantung terhadap pengujian. Hal yang penting untuk
diperhatikan adalah penentuan seleksi dan pemakaian karakteristik. Adapun beberapa macam
filter yang umum digunakan adalah sebagai berikut:
1. filter serat kaca
2. filter fiber silika
3. filter selulosa
filter serat kaca dapat dipilih untuk contoh uji dengan kelembaban tinggi. Filter serat kaca
dipilih karena dapat mengumpulkan partikel dengan kisaran diameter 0,1µm – 100 µm. adapun
efisiensi pengumpulan berkisar 99,95 % untuk ukuran partikel 0,3 µm.
Perhitungan Konsentrasi
Konsentrasi Total Suspended Particulate (TSP) di udara dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
Dengan keterangan:
[C] = konsentrasi Total Suspended Paticulate (TSP) di udara ambient (µg/m3)
Mt = berat filter setelah pengambilan sampel udara (µg)
9. M0 = berat filter bersih atau sebelum pengambilan sampel udara (µg)
T = lama pencuplikan atau pengambilan sampel (jam)
V = laju pencuplikan atau pengambilan udara (m3/jam)
Kemudian konsentrasi yang diperoleh dari persamaan tersebut dikonversi ke persamaan
model konversi Canter untuk mendapatkan konsentrasi yang setara dengan konsentrasi partikulat
di udara dengan waktu pencuplikan atau pengukuran selama 24 jam. Berikut adalah persamaan
konversi Canter:
Dengan keterangan sebagai berikut:
C1 = konsentrasi udara rata-rata dengan waktu pengambilan sampel selama 24 jam (µg/m3)
C2 = konsentrasi udara rata-rata hasil pengukuran dengan lama pengambilan sampel selama
t2 jam. Dalam hal ini, C2 = [C]. (µg/m3)
t1 = 24 jam
t2 = lama pengambilan sampel (jam)
p = faktor konversi dengan nilai antara 0,17 dan 0,2
4.4.4 Dampak Akibat Emisi Particulate Matter
Partikulat mengandung solid mikroskopis ataupun titik-titik cairan yang sangat kecil
sehingga dapat masuk ke dalam paru-paru dan mengakibatkan gangguan kesehatan. Berbagai
penelitian ilmiah telah menghubungkan paparan polusi partikulat sebagai penyebab berbagai
gangguan kesehatan seperti :
1. Peningkatan gangguan pernafasan, misalnya iritasi saluran pernafasan atas, batuk, atau
asthma
2. Penurunan fungsi paru
3. Menyebabkan asthma pada populasi sensitif
4. Peningkatan bronchitis kronis
5. Detak jantung tidak teratur
10. 6. Serangan jantung minor
7. Kematian bagi orang dengan penyakit jantung atau paru-paru
Dampak yang ditimbulkan PM10 biasanya bersifat akut pada saluran pernapasan bagian
bawah, seperti pneumonia dan bronchitis, baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Salah satu
partikulat yang penting dapat menyebabkan Infeksi saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah mist
asam sulfat (H2SO4). Zat ini dapat mengiritasi membrane mukosa saluran pernapasan dan
menimbulkan bronco konstriksi karena sifatnya yang iritan. Hal ini dapat merusak saluran
pertahanan pernapasan (bulu hidung, silia, selaput lender), sehingga dengan rusaknya pertahanan
ini bakteri dengan mudah dapat masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan penyakit ISPA
Ukuran partikel merupakan faktor utama penentu dimana partikel tersebut akan diam dan
beristirahat di dalam saluran pernapasan ketika terhirup. Partikel dengan ukuran tertentu dapat
menembus bagian terdalam paru-paru. Partikel yang lebih besar umumnya tersaring di hidung
dan tenggorokan sehingga tidak menimbulkan masalah. Namun, partikel yang lebih kecil dari 10
µm, yang disebut sebagai PM10, dapat masuk hingga ke bronkus paru-paru dan menyebabkan
masalah kesehatan. Ukuran 10 µm memang tidak mewakili batas yang ketat antara respirable
particle dan non-respirable particle, tetapi telah disepakati sebagai parameter untuk memantau
konsentrasi partikel di udara oleh sebagian besar lembaga regulator. Demikian pula partikel yang
lebih kecil dari 2,5 µm, yang disebut sebagai PM2,5, juga dapat menembus ke dalam daerah
pertukaran gas di paru-paru, dan partikel-partikel sangat kecil yang berukuran lebih kecil dari
100 nm dapat melewati paru-paru dan kemudian mempengaruhi organ-organ lain. Berikut adalah
daerah deposisi partikel udara pada saluran pernapasan manusia.
11. Gambar 4.4.4.1 daerah deposisi partikel udara pada saluran pernapasan manusia
Sumber : Sumber: pengukuran partikel udara ambient (TSP, PM 10, dan PM2,5) disekitar calon lokasi PLTN
Semenanjung Lemahabang, AgusGindo S., Budi Hari H.
4.4.5 Rute Pajanan Particulate Matter
Sistem inhalasi merupakan satu-satunya rute pajanan yang menjadi perhatian dalam
hubungannya dengan dampak terhadap kesehatan. Walau demikian ada juga beberapa senyawa
lain yang melekat bergabung pada partikulat, seperti Timah (Pb) dan senyawa beracun lainnya,
yang dapat memajan tubuh manusia melalui rute lain.
4.5 Alat dan Bahan
Peralatan
1. Perangkat HVAS yang dilengkapi dengan skala/meter
2. Timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg
3. Pinset
4. Aluminum foil
12. 5. Kabel roll
6. Jam untuk mengukur waktu pengukuran
Bahan
1. Kertas saring fiber glass
4.6 Cara Kerja
Pengambilan contoh uji dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Menimbang filter dengan menggunakan neraca analitik dan kemudian mencatat berat
awal filternya.
2. Menempatkan atau membungkus filter yang telah ditimbang ke dalam sebuah aluminium
foil sebelum digunakan untuk pengambilan sampel udara.
3. Menempatkan perangkat HVAS di lokasi dimana pengukuran konsentrasi Total
Suspended Particulate (TSP) akan dilakukan. Dalam praktikum ini, perangkat HVAS
diletakkan di sudut ruangan lab beton, berdekatan dengan alat uji tekan beton.
4. Meletakkan filter pada filter holder HVAS dengan menggunakan pinset.
5. Menyalakan perangkat HVAS setelah disambungkan ke stop kontak terlebih dahulu
dengan menggunakan kabel roll
6. Melakukan pembacaan dan pencatatan indikator laju alir yang ada pada perangkat
HVAS.
7. Setelah 1 jam waktu pengukuran, melakukan pembacaan indikator laju alir kembali pada
alat uji dan kemudian mematikannya.
8. Memindahkan filter dari filter holder HVAS ke aluminum foil dengan menggunakan
pinset.
9. Menimbang kembali berat akhir filter yang digunakan untuk pengambilan sampel udara
dengan menggunakan neraca analitik.
13. 4.7 Data Hasil Praktikum
Berikut merupakan data yang didapatkan dari hasil praktikum.
Tabel 4.7.1Data Hasil Praktikum
Berat filter Laju alir
No. Kondisi (gram) (m3/menit)
1 Sebelum pengambilan contoh uji 0,5008 2
2 Setelah pengambilan contoh uji 0,5057 1,9
Sumber: Hasil Praktikum,2010
4.8 Pengolahan Data
Volume udara yang diambil
Dengan keterangan sebagai berikut:
V adalah volume udara yang diambil
Q S1 adalah laju alir awal pada pengukuran pertama (m3/menit)
Q S2 adalah laju alir akhir pada pengukuran kedua (m3/menit)
T adalah durasi pengambilan contoh uji (menit)
Konsentrasi Total Suspended Particulate (TSP) dalam udara ambient
Dimana, C adalah konsentrasi massa partikel tersuspensi (µg/m3),
W1 adalah berat filter awal (gram),
W2 adalah berat filter akhir (gram),
V adalah volume contoh uji udara (m3)
14. Persamaan Model Konversi Canter
Dengan keterangan sebagai berikut:
C1 = konsentrasi udara rata-rata dengan waktu pengambilan sampel selama 24 jam (µg/m3)
C2 = konsentrasi udara rata-rata hasil pengukuran dengan lama pengambilan sampel selama
t2 jam. Dalam hal ini, C2 = [C]. (µg/m3)
t1 = 24 jam
t2 = lama pengambilan sampel (jam)
p = faktor konversi dengan nilai antara 0,17 dan 0,2, diambil 0,17.
Perhitungan
= 117 m3
= 41,88 µg/m3
= 29,41µg/m3 = 0,00002941 mg/m3
4.9 Analisis Praktikum
4.9.1 Analisis Percobaan
Tujuan dari praktikum ini adalah mengukur dan mengetahui tingkat konsentrasi Total
Suspended Particulate (TSP) di udara ambient pada ruangan laboratorium properti dan material
menggunakan peralatan High Volume Air Sampler (HVAS) dengan metode gravimetrik.
Pengukuran konsentrasi Total Suspended Particulate (TSP) ini dilakukan sekitar pukul 10.30.
Hal pertama yang dilakukan sebelum pengambilan sampel udara dimulai adalah
menimbang filter yang akan digunakan menggunakan neraca analitik. Setelah itu, filter tersebut
dibungkus dengan aluminium foil agar tetap bersih dan tidak terdapat kontaminasi debu dari
sumber lain sebelum filter tersebut digunakan.
15. Perangkat HVAS ditempatkan di lokasi dimana pengukuran konsentrasi Total Suspended
Particulate (TSP) akan dilakukan. Pada praktikum ini, HVAS ditempatkan di dekat alat uji tekan
beton dengan pertimbangan bahwa daerah ini merupakan wilayah kerja yang paling sering
digunakan oleh petugas lab yang terpapar oleh debu. Setelah itu, filter yang telah ditimbang
sebelumnya diletakkan pada filter holder HVAS dengan menggunakan pinset. Urutan peletakan
filter dalam filter holder perangkat HVAS adalah filter, setelah itu kasa HVAS, dan kemudian
yang terakhir adalah besi penahan. Urutan tersebut berfungsi untuk mencegah robeknya filter
saat dilakukan pengambilan sampel udara. Pada praktikum kali ini, kesalahan penempatan filter,
membuat praktikan harus menghabiskan tiga buah filter dikarenakan dua filter yang sebelumnya
terhisap oleh aliran udara dan robek. Penggunaan pinset pada tahap ini bertujuan untuk
meminimalisir kemungkinan menempelnya debu dari tangan ke filter jika peletakkan filter
dilakukan dengan menggunakan tangan. Menempelnya debu dari sumber lain dapat
menyebabkan penyimpangan data dan hasil pengukuran menjadi kurang akurat. Kemudian
perangkat HVAS dinyalakan setelah disambungkan ke stop kontak dengan menggunakan kabel
roll. Setelah perangkat uji dinyalakan, dilakukan pembacaan dan pencatatan indikator laju alir
yang ada sebagai laju alir awal (Q1). Pengukuran dilakukan selama 1 jam, dimana setelah 1 jam,
indikator laju alir kembalidibaca untuk melihat laju alir akhir (Q2) lalu alat uji dimatikan.
Setelah pengambilan sampel udara selesai, filter dipindahkan dari filter holder HVAS ke
aluminium foil dengan menggunakan pinset. Kemudian dilakukan penimbangan terhadap berat
akhir filter setelah penyamplingan dengan menggunakan neraca analitik.
4.9.2 Analisis Hasil
Sebagaimana yang dijelaskan pada landasan teori bahwa keberadaan polutan particulate
matter dapat mempengaruhi kondisi kesehatan manusia, diantaranya dapat menyebabkan
peningkatan gangguan pernafasan, misalnya iritasi saluran pernafasan atas, batuk, atau asthma,
penurunan fungsi paru, menyebabkan asthma pada populasi sensitive, peningkatan bronchitis
kronis, detak jantung tidak teratur, serangan jantung minor, atau kematian bagi orang dengan
penyakit jantung atau paru-paru. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengukuran konsentrasi TSP
yang terdapat pada udara ambient di tempat-tempat dimana kegiatan manusia sering
berlangsung. Percobaan ini dilakukan di dalam ruangan, yaitu ruangan lab beton, dimana pada
ruangan ini sering dilakukan kegiatan pengujian-pengujian material oleh staff laboratorium atau
16. kegiatan praktikum-praktikum oleh mahasiswa. Pada ruangan ini diduga terdapat polutan
particulate matter sebagai akibat kegiatan yang dilakukan. Debu dapat berasal dari material-
material yang disimpan dalam ruangan lab, serta sisa debu atau material yang timbul akibat
pemecahan struktur beton menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Pengukuran konsentrasi debu
pada udara ambient di ruangan ini dimaksudkan untuk mengkaji apakah kadar debu yang
terdapat dalam ruangan tersebut masih memenuhi baku mutu udara ambient yang berlaku dan
apakah konsentrasinya masih cukup aman bagi orang yang terpapar dan melakukan kegiatan di
dalamnya.
Dari hasil pengolahan data praktikum yang didapat diperoleh besarnya nilai konsentrasi
Total Suspended Particulate (TSP) pada udara ambient di ruangan lab beton adalah 41,88
µg/m3. Nilai ini didapat dari hasil pengukuran selama 1 jam. Standar baku mutu udara ambient
nasional untuk Total Suspended Particulate (TSP) yang digunakan untuk menganalisis hasil
pengukuran tersebut adalah standar baku mutu udara ambient dalam ruangan yang diatur di
dalam Peraturan Gurbenur Provinsi DKI Jakarta No.52 Tahun 2006 tentang pedoman
pengedalian pencemaran udara dalam ruangan. Standar yang ditetapkan dalam peraturan ini
merupakan konsentrasi Total Suspended Particulate (TSP) pada udara ambient untuk waktu
pengukuran 8 jam, yaitu sebesar 0,15 mg/m3. Untuk dapat membandingkan hasil pengukuran
yang diperoleh dari praktikum dengan nilai standar baku mutu udara ambient nasional untuk
TSP, hasil pengukuran tersebut harus dikonversi terlebih dahulu untuk perkiraan nilai
konsentrasi dengan waktu pengukuran 8 jam. Koversi atau pendekatan estimasi dilakukan
dengan menggunakan model persamaan konversi Canter, sehingga didapat nilai hasil perkiraan
atau estimasi konsentrasi TSP untuk waktu pengukuran 8 jam sebesar 29,41 µg/m3 atau
0,00002941 mg/m3. dari hasil tersebut, dapat dilihat bahwa konsentrasi TSP di ruangan lab beton
masih memenuhi standar baku mutu udara ambient yang berlaku, sehingga masih cukup aman
untuk orang yang melakukan kegiatan di dalamnya. Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah
adanya rutinitas melakukan kegiatan dapat menyebabkan efek atau dampak jangka panjang,
dimana partikulat yang masuk ke saluran pernapasan dapat terakumulasi dan menyebabkan
gangguan kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan usaha-usaha pengurangan paparan berupa
penggunaan masker dan lain sebagainya.
4.9.3 Analisis Kesalahan
17. Dalam praktikum ini terdapat beberapa kesalahan yang mungkin mempengaruhi hasil
pengukuran partikulat di Lab. Beton dan Material. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain:
1. Laju aliran awal pada saat HVAS dinyalakan adalah 2 m3/menit, kondisi ini tidak
termasuk ke dalam rentang laju alir 1,13 m3/menit sampai 1,7 m3/menit yang disarankan
untuk pengukuran partikulat dengan ukuran <100 µm yaitu1,13 m3/menit sampai 1,7
m3/menit. Oleh karena kondisi ini, partikulat dapat terdorong dengan paksa melewati
filter.
2. Pengukuran dilakukan hanya selama 1 jam, sedangkan baku-mutu yang digunakan
berlandaskan pada pengukuran selama 8 atau 24 jam. Kendati telah menggunakan faktor
konversi, pengukuran dalam waktu satu jam kurang dapat memberikan jumlah partikulat
yang akurat.
4.10 Kesimpulan
Berdasarkan data yang telah didapat dan analisa yang telah dilakukan, maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Konsentrasi total partikel tersuspensi pada Lab. Beton dan Material berdasarkan
pengukuran salama 1 jam adalah sebesar 41,88 µg/m3, ekuivalen dengan nilai 29,41
µg/m3 pada pengukuran 8 jam.
2. Berdasarkan standar baku mutu udara ambient dalam ruangan yang diatur di dalam
Peraturan Gurbenur Provinsi DKI Jakarta No.52 Tahun 2006 tentang pedoman
pengedalian pencemaran udara dalam ruangan,konsentrasi TSP di ruangan lab beton
masih memenuhi standar baku mutu udara ambient yang berlaku, sehingga masih cukup
aman untuk orang yang melakukan kegiatan di dalamnya.
4.11 Referensi
Noel De Nevers, Air Pollution Control Engineering Second Edition, Mc GrawHill.
Air Quality Guidlines Global update 2005.
PP No.41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara
Seminar Nasional Udara Bersih "Udara Bersih : Kenyataan, Harapan dan Tantangan"
http://langitbiru.menlh.go.id/index.php?module=detailprog&id=8
Http://Tegarrezavie.Multiply.Com/Journal/Item/3/Volatile_Organic_Compounds
Volatile Organic Compounds: Siklus, Efek Kesehatan, Dan Cara Mengelolanya