Ringkasan dokumen tersebut adalah:
(1) Hukum syara' bersumber dari seruan Allah dan Rasul-Nya yang berkaitan dengan perbuatan manusia.
(2) Ada empat kategori hukum syara' berdasarkan keteguhan dalilnya, yaitu qath'i dan dzanni.
(3) Contoh hukum syara' yang bersifat qath'i meliputi jumlah rakaat shalat dan larangan riba.
1. BAB 07. HUKUM SYARA
Aktivitasmanusiabanyak,sementaraseruanAllahSWTtidakrinci
Bagaimanakitatahu dalilnya? Perluaktivitasijtihad
Hukum syara (syariat):
Seruanas-Syari’ (pembuathukum=AllahSWT) yang berhubungandenganperbuatanhamba.
Seluruhperbuatanmanusiaharusberpedomanpadahukumsyara
َنوُلَمْعَي اوُناَكاَّمَ.عَيِّعَْْجَأ ْمَُّهنَلَأْسَنَل َكِّبَرَوَف
“Maka demi Tuhanmu,Kamipastiakan menanyaimereka semua,tentang apayang telah mereka kerjakan
dahulu.”(TQS.al-Hijr[15]:92-93)
َلَو ٍانَءْرُق ْنِّمُهْنِّم وُلْتَت اَمَو ٍنْأَش ِِّف ُنوُكَت اَمَوٍلَمَع ْنِّم َنوُلَمْعَتْذِّإ اًودُهُش ْمُكْيَلَع َّانُكَّلِّإِّيهِّف َنوُيضِّفُت
“Kamu tidakberada dalamsuatukeadaan dan tidakmembacasuatu ayatdarial-Quran,dankamu tidak
mengerjakan suatupekerjaan,melainkan Kamimenjadisaksiatasmu diwaktu kamu melakukannya.”
(TQS. Yunus[10]: 61)
RasulullahSAWbersabda:
«دَر َوُهَف ُهْنِّم َسْيَل اَم اَذَه اَنِّرْمَأ ْ
ِِّف َثَدْحَأ ْنَم»
Barangsiapa yang membuat-buatsesuatu(perkara) baru dalamurusan kamiini,maka (perkara) tersebuttertolak.
(HR. Bukhari & Muslim)
Hukumsyara dipahami melaluiprosesijtihadyangbenar.Jadi,ijtihadbisamemunculkanhukumsyara’.
TSUBUT (Sumber)
DALALAH
(Penunjukkanmakna)
QATH’IY: pasti
Al-Quran&Hadist Mutawatir
DZANNI: dugaankuat
Selainhadistmutawatir
QATH’IY: bermaknasatu (1) Hukumsyara’: bersifat qath’iy
Bukanranah ijtihad, tidakboleh
berbedapendapat
(3) Hukumsyara’: bersifat dzanni
Ranah ijtihad,bolehberbedapendapat
DZANNI: bermaknaganda (2) Hukumsyara’: bersifat dzanni
Ranah ijtihad,bolehberbedapendapat
(4) Hukumsyara’: bersifat dzanni
Ranah ijtihad,bolehberbedapendapat
CONTOH (1): Tsubut Qath’iy, Dalalah Qath’iy
A. Jumlah rakaat shalat fardlu
Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Al Baihaqi meriwayatkan dari Aisyah, bahwasanya ia berkata:
“(Sebelum hijrah) shalat difardlukan (hanya) dua rakaat. Ketika Nabi saw. tiba di Madinah dan beliau
menetap (di sana) shalat pada waktu sedang berada di tempat ditambah dua rakaat-dua rakaat, namun
shalatFajar(Shubuh)dibiarkan(tetapdua rakaat)mengingatbacaannyapanjang dan shalatMaghrib (hanya
tiga) karena Maghrib merupakan persimpangan siang”.
Jumlah bilangan rakaat shalat fardu sebanyak itu diperkuat lagi oleh ijma (konsensus) para sahabat yang
dapat kita telusuri secara mutawatir. (Syaikh Ali Raghib, Ahkamus Sholat)
B. Keharaman riba
ِّب َكِّلَذ ِّسَمْلا َنِّم ُناَطْيَالشُهُطَّبَخَتَي يِّذَّلاُومُقَي اَمَكَّلإ َنْوُومُقَي َلاَبِّالر َنْوُلُكْاَي َنْيِّذَّلاُعْيَالباَََّّنِّإ اُالوَق ْمَُّهنَأ
َر ْنِّمٌةَظِّعْوَمُهَاءَج ْنَمَفاَبِّالر َمَّرَحَو َعْيَبْلاُهللا َّلَحَأَواَبِّالر ُلْثِّمَمُهَلَفىَهَتْفان ِّهِّبْنَمَو ِّهللا ََإ ُهُرْمَأَو َََلََ ا
َنْوُدِّالَخ اَيهِّف ْمُه َِّّارالن ُابَحْصَأ َكِّئَلفأو َادَع
"Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidakdapatberdirimelainkan seperti berdirinya orang-orang
yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah
2. disebabkan mereka berkata(berpendapat) sesungguhnya jualbeli itu sama dengan riba,padahal Allahtelah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhan- nya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datangnya larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang-orang yang meng- ulangi
(mengambil riba) maka mereka itu adalah penghuni-penghuni neraka. Mereka kekal di dalam- nya."
(QS. Al Baqarah : 275)
C. Hukuman potongan tangan bagi pencuri
اَمُهَيِّدْيَأ اوُعَطْقاَفُةَقِّارَّالسَو ُقِّارَّالسَو
“Pencuri laki-lakidan pencuri perempuan potonglahtangan keduanya”. (QSal-Mâidah[5]:38)
D. Hukuman jilidbagi pezinaghairu muhshan
ٍةَدْلَج َةَئاِّم اَمُهْنِّم ٍدِّاحَو َّلُكاوُدِّلْاجَف ِّاِنَّالزَو ُةَيِّانَّالز
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus
kali dera” (QS an-Nûr [24]: 2)
CONTOH (2): Tsubut Qath’iy, Dalalah Dzanni
A. Mekanisme pemungutanjizyah
"Perangilah orang-orang yang tidakberiman kepada Allah dan tidakpula kepada hari kemudian dan mereka
tidak mengharamkan apa yang telah di-haramkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan
agama yang benar(agama Allah) yaituorang-orang yang diberikan Al-Kitab kepada mereka,sampaimereka
membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk (hina dina)." (QS At-Taubah: 29).
Perbedaan pendapat:
Mazhab Hanafi mensyaratkan penggunaan istilah jizyah; sehingga ketika memberikannya harus tampak
jelas kehinaan bagi pembayarnya.
Mazhab Syafi'i membenarkan mengambilnya dengan sebutan zakat mudla'afah (zakat berlipat ganda),
tidak perlu menampakkan kehinaan, melainkan cukup tunduk saja terhadap hukum-hukum Islam.
B. Dalil batalnya wudhu saat menyentuhwanita
اوُمَّمَيَتَف ًاءَم اوُدََِّت ْمَلَف َاءَسِّالن ُمُتْسَمَل ْوَأ
“…atau jika kalian menyentuh wanita sedang kalian tidak menjumpai air maka bertayammumlah”.
(TQS. An Nisaa [4]: 43).
Perbedaan pendapat:
Kelompok pertama: makna laamas tum adalah jaama’ tum (kalian bersetubuh). Mereka lebih cenderung
mengambil makna kiasan (al ma’na al majaaziy) untuk lafazh tersebut. laki-laki yang menyentuh wanita
dengan tangannya tidak membatalkan wudhunya.
Kelompokkedua:maknalaamastum adalah masastumbi al-yad (kalianmenyentuhdengantangan). jika
seorang laki-laki menyentuh wanita dengan tangannya maka akan membatalkan wudhunya.
C. Masa Iddah
…ٍوءُرُق َةَثالَث َّنِّهِّسُفْنَأِّب َنْصَّبَرَتَي ُاتَقَّلَطُمْلاَو
“Istri-istri yang ditalakhandaklah menahan diri(menunggu)tiga kaliquru'….” (QS.Al-Baqarah: 228)
Kata ‘quru’adalahlafaz musytarak (mempunyai arti lebihdari satu) yangbisaberarti suci atauhaid.Sebagian
ulama Hijaz berpendapat bahwa iddahnya wanita yang ditalak adalah 3 kali suci. Sedangkan ulama-ulama Irak
berpendapat bahwa iddah wanita yang ditalak adalah tiga kali haid.
Akibat perbedaan lafaz "quru" ini, sebagian sahabat (Ibnu Mas'ud dan Umar) memandang bahwa manakala
perempuanitusudahmandi dari haidnyayg ketiga,maka baru selesai iddahnya.ZaidbinTsabit,sahabat Nabi yg
lain, memandang bahwa dengan datangnya masa haid yang ketiga perempuan itu selesai haidnya (meskipun
belum mandi).
3. CONTOH (3): Tsubut Dzanni, Dalalah Qath’iy
Puasasunnah6 hari di bulanSyawal
ِّهْيَلَع ُىاهللَّلَص ِّهللا َلْوََُر َّنَا : َالَق ُهْنَع ُهللا َيِّضَر يِّارَصْنَلْا َبْوُّيَا ْ ِِّبَا ْنَعَََوَناَضَمَر َامَص ْنَم : َالَق َمَّل
ِّرَّْهالد ِّامَيِّصَك َناَك ِّالَّوَش ْنِّم اَّتَِّ ُهَعَبْتَا َُّ.ُث
“Dari Abi Ayub al-Ansariradiallahu ‘anhu:Bahwa Rasulullah bersabda:Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian
diikuti puasa enamharidi bulan Syawal,pahalanyasepertipuasa setahun”. (HRMuslim(1164). IbnMajah
(1612/1716).
CONTOH (4): Tsubut Dzanni, Dalalah Dzanni
Larangan menyewakanlahan pertanian
Akad menyewakan lahan pertanian (ta‘jir al-ardh) dalam fikih disebut dengan istilah Muzara’ah atau Mukhabarah.
Para ulama berbeda pendapat mengenai boleh-tidaknya akad tersebut. Namun, pendapat yang rajih (kuat) adalah
yang mengharamkannya(Pen-tarjih-andalil yang rinci dapat dilihat dalam kitab Muqaddimah ad-Dustur, II/46-63).
Dalam hadis sahih riwayat Imam Muslim disebutkan:
ظَح ْوَأ ٌرْجَأ ِّضَْرألل َِّذَخْؤُي ْنَأ َمَّلَََو ِّهْيَلَع ُهللا ىَّلَص ِّهللا ُلْوََُر ىَهَن
Rasulullah saw.telah melarang untukmengambilupah atau bagihasildarilahan pertanian (HR Muslim).
Hadisini denganjelas mengharamkanakadmenyewakanlahanpertaniansecaramutlak,baiktanah‘Usyriyah maupun
tanah Kharajiyah,baiktanahitudisewakandenganimbalanuang,imbalanbarang,ataudengancara bagi hasil (Jawa:
maro) (Abdurrahman Al-Maliki, As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla, hlm. 68).
Dengandemikian,ijtihadmempunyai kemungkinanbesardansalah,karenaiaadalahusahauntukmenentukan hukum
syara yang bersifat dzanni. Nabi SAW bersabda:
«َصأَف َدَهَتْاجَف ُمِّاكَْاْل َمَكَح اَذِّإَف َبَاِّانَرَْجأ ُهَل
اَذِّإَوٌد ِّاجَو ٌرَْجأ ُهَلَف َأَطَْخأَف َدَهَتْاجَو َمَكَح»
“Apabila seorang hakimmemutuskan perkara,kemudian berijtihaddan benar,maka ia mendapatkandua pahala.
Dan apabila ia berijtihad dan salah, maka ia mendapatkan satu pahala.” (HR. Ahmad, Bukhâri, Muslim, Abû
Dâwud, At-Tirmîdzi, An-Nasâ’i, Ibn Mâjah dari Abû Hurayrah)