SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 58
PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR
94 TAHUN 2010
Dudi Wahyudi
Ps. 2 : Saham Bonus
 Objek pajak berupa dividen tidak termasuk
pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa
penyetoran yang berasal dari:
 kapitalisasi agio saham, sepanjang jumlah nilai
nominal saham setelah pembagian saham bonus
tidak melebihi jumlah setoran modal; dan
 kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva
tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (1) UU PPh
www.DudiWahyudi.com
Ps. 3 : Pengalihan Harta Kepada
Pegawai
 Dalam hal terjadi pengalihan harta
perusahaan kepada pegawainya, maka
keuntungan berupa selisih antara harga pasar
harta tersebut dengan nilai sisa buku
merupakan penghasilan bagi perusahaan.
www.DudiWahyudi.com
Ps. 4 : Agio dan Disagio Saham
 Agio saham yang timbul dari selisih lebih
antara nilai pasar saham dan nilai nominal
saham, tidak termasuk objek pajak
 Disagio saham yang timbul dari selisih lebih
antara nilai nominal saham dan nilai pasar
saham, bukan merupakan pengurang dari
penghasilan bruto
www.DudiWahyudi.com
Contoh Agio Saham
Penjelasan Pasal 4 Ayat (1)
www.DudiWahyudi.com
 PT A (belum Go Public) yang mempunyai modal dasar
sebesar Rp4.500.000.000,00 (terdiri dari 4.500.000
lembar saham) dan telah disetor penuh melakukan
ekspansi yang sumber pendanaannya diperoleh
dengan jalan meningkatkan modal saham dengan
menjual saham baru sejumlah 500.000 lembar (nilai
nominal Rp 1000,00/ lembar) dengan nilai jual Rp
750.000.000,00 (500.000 lembar saham x
Rp1.500,00) sehingga terdapat selisih di atas nilai
nominal sebesar Rp 250.000.000,00 (500.000 lembar
saham x Rp500,00) yang dibukukan sebagai agio
saham oleh PT A.
 Atas agio saham tersebut bukan merupakan objek
Pajak Penghasilan bagi PT A.
Contoh Disagio Saham
Penjelasan Pasal 4 Ayat (2)
www.DudiWahyudi.com
 Seperti pada ayat (1), namun nilai penjualan
500.000 lembar saham baru tersebut sebesar
Rp400.000.000,00. Atas selisih lebih antara
nilai nominal dan nilai pasar saham sebesar
Rp 100.000.000,00 (500.000 lembar saham x
(-Rp200,00)) tersebut dibukukan sebagai
disagio saham oleh PT A.
 Atas disagio saham tersebut bukan
merupakan pengurang dari penghasilan bagi
PT A.
Ps. 5 : Bagian Laba KIK
 Bagian laba yang diterima atau diperoleh oleh
pemegang unit penyertaan Kontrak Investasi
Kolektif termasuk keuntungan atas pelunasan
kembali unit penyertaannya, tidak termasuk
sebagai objek pajak
 Berlaku juga bagi pemegang unit penyertaan
yang merupakan Subjek Pajak luar negeri
www.DudiWahyudi.com
Ps. 6 : Bagian Laba Tahun
Berjalan
 Pembagian laba secara langsung dan/atau
tidak langsung yang berasal dari saldo laba
termasuk saldo laba berdasarkan proyeksi
laba tahun berjalan merupakan objek pajak,
kecuali bagian laba sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh
www.DudiWahyudi.com
Ps. 7 : Surplus BI
 Surplus BI yang merupakan objek PPh adalah
surplus BI menurut laporan keuangan audit
setelah koreksi fiskal sesuai dengan UU PPh
dengan memperhatikan karakteristik BI
 Ketentuan mengenai tata cara penghitungan
dan pembayaran PPh atas surplus BI diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan
(100/PMK.03/2011)
www.DudiWahyudi.com
Ps. 8 : Hubungan Antara Pihak-
pihak Yang Bersangkutan (i)
 Hubungan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh dapat terjadi
karena ketergantungan atau keterikatan satu
dengan yang lain secara langsung atau tidak
langsung berkenaan dengan:
 Usaha
 Pekerjaan
 Kepemilikan atau Penguasaan
www.DudiWahyudi.com
Ps. 8 : Hubungan Antara Pihak-
pihak Yang Bersangkutan (ii)
 Hubungan Usaha dapat terjadi apabila terdapat
transaksi yang bersifat rutin antara kedua belah
pihak.
 Hubungan Pekerjaan terjadi apabila terdapat
hubungan yang berupa pekerjaan, pemberian
jasa, atau pelaksanaan kegiatan secara langsung
atau tidak langsung antara kedua pihak
 Hubungan kepemilikian atau penguasaan terjadi
apabila terdapat:
 penyertaan modal secara langsung atau tidak
langsung ex Pasal 18 ayat (4) huruf a UU PPh
 hubungan penguasaan secara langsung atau tidak
langsung ex Pasal 18 ayat (4) huruf b UU PPh
www.DudiWahyudi.com
Transaksi Yang Bersifat Rutin
(Penjelasan Pasal 8 Ayat (2)
www.DudiWahyudi.com
Pembelian
Penjualan
Imbalan Lain
Contoh Hubungan Pekerjaan
Langsung
Penjelasan Pasal 8 Ayat (3)
www.DudiWahyudi.com
 Tuan B merupakan direktur PT X dan Tuan C
merupakan pegawai PT X. Dalam hal ini,
antara PT X dengan Tuan B dan/atau Tuan C
terdapat hubungan pekerjaan langsung
 Jika Tuan B dan/atau Tuan C menerima
bantuan atau sumbangan dari PT X atau
sebaliknya, maka bantuan atau sumbangan
tersebut merupakan objek Pajak Penghasilan
bagi yang menerima karena antara PT X
dengan Tuan B dan/atau Tuan C mempunyai
hubungan pekerjaan langsung
Contoh Hubungan Pekerjaan Tidak
Langsung
Penjelasan Pasal 8 Ayat (3)
www.DudiWahyudi.com
 Tuan A bekerja sebagai petugas dinas luar
asuransi dari perusahaan asuransi PT X.
Meskipun Tuan A tidak berstatus sebagai pegawai
PT X, namun antara PT X dan Tuan A dianggap
mempunyai hubungan pekerjaan tidak langsung
 Jika Tuan A menerima bantuan atau sumbangan
dari PT X atau sebaliknya, maka bantuan atau
sumbangan tersebut merupakan objek Pajak
Penghasilan bagi pihak yang menerima karena
antara PT X dan Tuan A mempunyai hubungan
pekerjaan tidak langsung
Penguasaan Manajemen
Langsung
Penjelasan Pasal 8 Ayat (4) huruf b
www.DudiWahyudi.com
PT
X
PT
Y
PT AA
Tuan A Tuan B Tuan C
Direktur
Direktur Komisaris
DirekturKomisaris
Tuan B JuniorTuan E
DirekturKomisaris
Anak
Hubungan
manajeme
n langsung
Hubungan
manajeme
n langsung
Hubungan
manajeme
n langsung
Penguasaan Manajemen Tidak
Langsung
Penjelasan Pasal 8 Ayat (4) huruf b
www.DudiWahyudi.com
PT AB
PT
X
Tuan O
Tuan P
Direktur
Komisaris
Tuan O dan Tuan P
mempunyai wewenang
dalam menentukan
kebijaksanaan dan/atau
mengambil keputusan
dalam rangka
menjalankan kegiatan PT
X
Hubungan
manajemen
tidak
langsung
Ps. 9 : Selisih Kurs (i)
 Keuntungan atau kerugian selisih kurs diakui
berdasarkan sistem pembukuan dan dilakukan
secara taat asas sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan
 Selisih kurs tidak diakui sebagai penghasilan
atau biaya jika berkaitan langsung dengan
usaha Wajib Pajak yang:
 dikenakan PPh final; atau
 tidak termasuk objek pajak
www.DudiWahyudi.com
Ps. 9 : Selisih Kurs (ii)
 Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata
uang asing yang tidak berkaitan langsung
dengan usaha Wajib Pajak yang:
 dikenakan PPh final; atau
 tidak termasuk objek pajak
diakui sebagai penghasilan atau biaya
sepanjang biaya tersebut dipergunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan
www.DudiWahyudi.com
Contoh Kerugian Selisih Kurs(i)
Penjelasan Pasal 9 Ayat (2)
www.DudiWahyudi.com
 PT A bergerak di bidang penyewaan apartemen. Sesuai dengan kontrak,
sewa apartemen tiap bulan adalah sebesar US$1,000 dan diterbitkan
invoice setiap tanggal 1.
 Pada tanggal 1 September 2010 PT A menerbitkan invoice sebesar US$
1,000 kepada penyewa. Pada tanggal tersebut, kurs yang berlaku adalah
Rp9.000,00 per 1 US$. Pada tanggal 1 September 2010 tersebut PT A
mengakui penghasilan atas sewa apartemen sebesar Rp9.000.000,00
(US$ 1,000 x Rp9.000,00).
 Pada tanggal 15 September 2010 penyewa membayar sewa apartemen.
Pada tanggal tersebut, kurs yang berlaku adalah Rp8.700,00 per 1 US$,
sehingga nilai sewa yang dibayar adalah sebesar Rp8.700.000,00 (US$
1,000 x Rp8.700,00).
 Atas perbedaan waktu antara tanggal penerbitan invoice dan tanggal
pembayaran timbul kerugian selisih kurs bagi PT A sebesar Rp300.000,00
((Rp9.000,00 - Rp8.700,00) x US$ 1,000)).
 Atas kerugian selisih kurs tersebut tidak diakui sebagai biaya bagi PT A
karena berasal dari penyewaan apartemen yang telah dikenai Pajak
Penghasilan bersifat final.
Contoh Kerugian Selisih Kurs(i)
Penjelasan Pasal 9 Ayat (2)
www.DudiWahyudi.com
1 September 15
September
Invoice terbit
US$1.0000
Kurs
Rp9.000/$
Pendapatan
dalam Rp
Rp9.000.000,0
0
Pembayaran
US$1.0000
Kurs
Rp8.700/$
Penerimaan
dalam Rp
Rp8.700.000,0
0
Rugi Selisih
Kurs
Rp300.000,00
Contoh Kerugian Selisih Kurs (ii)
Penjelasan Pasal 9 Ayat (3)
www.DudiWahyudi.com
 PT A yang bergerak di bidang penyewaan apartemen, pada bulan
September 2010 mendapatkan pinjaman sebesar US$ 10,000,000
yang digunakan masing-masing sebesar US$ 9,000,000 untuk
membangun apartemen, dan sebesar US$ 1,000,000 untuk
membeli alat transportasi yang akan dipergunakan untuk usaha
jasa angkutan.
 Atas keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing yang
berasal dari pinjaman sebesar US$ 1,000,000 tersebut dapat diakui
sebagai penghasilan atau biaya karena:
a. tidak berkaitan langsung dengan usaha PT A di bidang penyewaan
apartemen yang dikenakan PPh Finall; dan
b. merupakan pengeluaran untuk 3M penghasilan lainnya berupa usaha
jasa angkutan yang atas penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan
dengan tarif Pasal 17 UU PPh
Contoh Kerugian Selisih Kurs (ii)
Penjelasan Pasal 9 Ayat (3)
www.DudiWahyudi.com
PT A
Usaha : Penyewaan
Apartemen
Pinjaman US$
10.000
US$ 9.000 Membangun apartemen US$ 9.000 Membeli alat
transportasi untuk usaha jasa
angkutan
Keuntungan/kerugian selisih
kurs
Keuntungan/kerugian selisih
kurs
Diakui sebagai
penghasilan/biaya
Ps. 10 : PM Tidak Dapat
Dikreditkan
 Pajak Masukan (PM )yang tidak dapat
dikreditkan dapat dikurangkan sepanjang
dapat dibuktikan PM tersebut:
 Benar-benar telah dibayar, dan
 berkenaan dengan pengeluaran untuk 3M
penghasilan
 PM yang tidak dapat dikreditkan atas harta
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
(satu) tahun, harus dikapitalisasi dan
dibebankan melalui penyusutan atau
amortisasi www.DudiWahyudi.com
Ps. 11 : Pembebanan Biaya
Tanaman Industri dan
Ternak
 Biaya pengembangan tanaman industri yang
berumur lebih dari 1 tahun dan hanya 1 kali
memberikan hasil, dikapitalisasi dan
merupakan bagian dari HPP
 Biaya pemeliharaan ternak yang berumur lebih
dari 1 tahun dan hanya 1 kali memberikan
hasil, dikapitalisasi dan merupakan bagian dari
HPP
www.DudiWahyudi.com
Biaya Pengembangan
Penjelasan Pasal 11 Ayat (1)
www.DudiWahyudi.com
 Yang dimaksud dengan "biaya
pengembangan" adalah seluruh pengeluaran
yang terkait dengan tanaman industri
termasuk :
 pembelian bibit,
 pemeliharaan, dan
 pembesaran tanaman sampai dijual
Biaya Pemeliharaan
Penjelasan Pasal 11 Ayat (2)
www.DudiWahyudi.com
 Yang dimaksud dengan "biaya pemeliharaan"
adalah seluruh pengeluaran yang terkait
dengan ternak termasuk :
 pembelian bibit,
 pemeliharaan, dan
 pembesaran ternak sampai dijual
Pasal 12 : Pinjaman Tanpa Bunga
Dari Pemegang Saham
 Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham
yang diterima Wajib Pajak PT diperkenankan
apabila:
 pinjaman berasal dari dana pemegang saham sendiri
dan bukan dari pihak lain;
 modal yang seharusnya disetor pemegang saham
telah disetor seluruhnya;
 pemegang saham tidak dalam keadaan merugi; dan
 penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan
keuangan untuk kelangsungan usahanya
 Apabila pinjaman yang diterima tidak memenuhi
ketentuan tsb, atas pinjaman tersebut terutang
bunga dengan tingkat suku bunga wajar
www.DudiWahyudi.com
Pasal 13 : Non Deductible
Expenses
 biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang:
 bukan merupakan objek pajak;
 pengenaan pajaknya bersifat final; dan/atau
 dikenakan pajak berdasarkan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto dan Norma
Penghitungan Khusus
 Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh
pemberi penghasilan.
www.DudiWahyudi.com
Pasal 14 : Pelunasan Sendiri PPh
Dalam Tahun Berjalan
 Orang pribadi dalam negeri yang menerima
atau memperoleh penghasilan di atas PTKP
sehubungan dengan pekerjaan dari bukan
pemotong PPh Pasal 21, wajib:
 memiliki NPWP;
 melaksanakan sendiri penghitungan dan
pembayaran PPh dalam tahun berjalan; dan
 melaporkan penghitungan dan pembayaran PPh
terutang dalam tahun berjalan dalam SPT
Tahunan
www.DudiWahyudi.com
Pasal 15 (1) : Saat Pemotongan
PPh Pasal 21
 Akhir bulan terjadinya pembayaran,
atau
 Akhir bulan terutangnya penghasilan
Tergantung peristiwa yang terjadi lebih
dulu
www.DudiWahyudi.com
Pasal 15 (2) : Saat Pemotongan
PPh Pasal 22
 Saat pembayaran, atau
 Saat tertentu lainnya yang diatur
Menteri Keuangan
www.DudiWahyudi.com
Pasal 15 (3) : Saat Pemotongan
PPh Pasal 23
 Akhir bulan dibayarkannya
penghasilan
 Akhir bulan disediakan untuk
dibayarkannya penghasilan
 Akhir bulan jatuh temponya
pembayaran penghasilan
Tergantung peristiwa yang terjadi lebih
dulu
www.DudiWahyudi.com
Pasal 15 (4) : Saat Pemotongan
PPh Pasal 26 Ayat (1)
 Akhir bulan dibayarkannya
penghasilan
 Akhir bulan disediakan untuk
dibayarkannya penghasilan
 Akhir bulan jatuh temponya
pembayaran penghasilan
Tergantung peristiwa yang terjadi lebih
dulu
www.DudiWahyudi.com
Saat Terutang PPh Pasal 23/26
Penjelasan Pasal 15 Ayat (3) dan (4)
www.DudiWahyudi.com
 pada saat pembayaran
 saat disediakan untuk dibayarkan (seperti:
dividen)
 jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa)
 saat yang ditentukan dalam kontrak atau
perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan
jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa
lainnya)
Saat Terutang PPh Pasal 23/26
Penjelasan Pasal 15 Ayat (3) dan (4)
www.DudiWahyudi.com
 Yang dimaksud dengan "saat disediakan untuk
dibayarkan":
a. untuk perusahaan yang tidak go public, adalah
saat pembagian dividen diumumkan atau
ditentukan dalam RUPS Tahunan
b. untuk perusahaan yang go public, adalah pada
tanggal penentuan kepemilikan pemegang
saham yang berhak atas dividen (recording
date).
Saat Terutang PPh Pasal 23/26
Penjelasan Pasal 15 Ayat (3) dan (4)
www.DudiWahyudi.com
 yang dimaksud dengan "saat jatuh tempo
pembayaran" adalah saat kewajiban untuk
melakukan pembayaran yang didasarkan atas
kesepakatan, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis dalam kontrak atau perjanjian atau
faktur
Pasal 16 : Pengkreditan PPh Pasal
23/PPh Pasal 26
 Dalam hal pemotongan PPh Pasal23
atau PPh Pasal 26 dilakukan pada
tahun pajak yang berbeda dengan
tahun pajak pengakuan penghasilan,
maka atas PPh yang telah dipotong
tersebut dapat dikreditkan pada
tahun pajak dilakukan pemotongan.
www.DudiWahyudi.com
Contoh Saat Pengkreditan
Penjelasan Pasal 16
www.DudiWahyudi.com
Pada bulan Oktober 2009 PT A memberikan pinjaman kepada
PT B sebesar Rp1.000.000.000,00 dengan tingkat bunga
sebesar 10% per tahun. Jatuh tempo pembayaran bunga setiap
tanggal 1 April dan 1 Oktober.
Pada 1 April 2010, PT B membayar bunga sebesar
Rp50.000.000,00 kepada PT A. Atas bunga pinjaman ini, PT A
telah mengakui sebagai penghasilan di tahun 2009 sebesar
Rp25.000.000,00 (bunga selama Oktober s.d Desember 2009).
Sesuai ketentuan, PT B melakukan pemotongan PPh Pasal 23
pada saat jatuh tempo pembayaran pada tanggal l April 2010
sebesar Rp7.500.000,00 (15% x Rp50.000.000,00) dan kepada
PT A diberikan bukti pemotongannya.
Atas pemotongan PPh Pasal 23 tersebut, dapat dikreditkan oleh
PT A pada tahun 2010
Pasal 17 : Saat Pengakuan
Penghasilan dan Biaya
 Dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak, dapat ditetapkan saat
pengakuan penghasilan dan biaya
dalam hal-hal tertentu sesuai dengan
kebijakan Pemerintah
www.DudiWahyudi.com
Saat Pengakuan Penghasilan dan
Biaya
Penjelasan Pasal 17
www.DudiWahyudi.com
 Pada dasarnya saat pengakuan biaya dan penghasilan
dilakukan secara taat asas berdasarkan matching of costs
againts revenues
 Namun, dalam hal-hal tertentu karena kebijakan Pemerintah,
Dirjen Pajak dapat mengatur saat pengakuan penghasilan
dan biaya yang berbeda
 Yang dimaksud dengan "dalam hal-hal tertentu" antara lain:
a. saat pengakuan penghasilan bank berupa bunga kredit
non performing loan dalam rangka menunjang
percepatan proses restrukturisasi perbankan sesuai
dengan kebijakan Pemerintah, atau
b. saat pengakuan penghasilan dan biaya bagi Wajib Pajak
karena adanya perubahan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan
Pasal 18 : PPh Pasal 23 Royalti
 PPh Pasal 23 atas royalti yang
dilakukan dengan cara bagi hasil
dipotong oleh pihak yang wajib
membayarkan
 Ketentuan mengenai dasar pemotong
an PPh Pasal 23 Royalti diatur
dengan Peraturan Dirjen Pajak
www.DudiWahyudi.com
Pasal 19 : Penghasilan Yang Tidak
Dikenai PPh Final
 Dalam hal penghasilan tidak dikenai
PPh Final dengan Peraturan
Pemerintah tersendiri, atas
penghasilan tersebut dikenai Pajak
Penghasilan berdasarkan tarif Pasal
17 UU PPh
www.DudiWahyudi.com
Pasal 20 : Pengkreditan Pemotongan
PPh Pasal 21/22/23 Lebih
Tinggi
 PPh Pasal 21/22/23 yang dipotong
atau dipungut dengan tarif lebih tinggi
karena tidak berNPWP, dapat
dikreditkan terhadap PPh yang
terutang untuk tahun pajak yang
bersangkutan setelah Wajib Pajak
tersebut memiliki NPWP
www.DudiWahyudi.com
Contoh Pengkreditan Pemotongan
PPh Dengan Tarif Lebih Tinggi
www.DudiWahyudi.com
 Tuan A, belum memiliki NPWP, memperoleh penghasilan
sebesar Rp20.000.000,00 sehubungan dengan jasa
konsultasi yang dilakukannya pada tahun 2009.
 Oleh karena Tuan A belum berNPWP, atas penghasilan
tersebut dipotong PPh Pasal 21 oleh pemberi penghasilan
dengan tarif lebih tinggi 20%, sehingga PPh Pasal 21 yang
dipotong adalah Rp 1.200.000,00 (5% x 120% x
Rp20.000.000,00)
 Pada tahun 2011, Tuan A mendaftarkan dirinya untuk
mendapatkan NPWP dan melaporkan SPT Tahunan PPh
Tahun Pajak 2009 dan 2010.
 Atas kredit pajak sebesar Rp1.200.000,00 yang dipotong
pada tahun 2009 tersebut, Tuan A hanya dapat
mengkreditkannya dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak
2009
Pasdsl 21 : Pembebasan
Pemotongan
Pemungutan PPh
 WP yang dalam tahun pajak berjalan dapat
membuktikan tidak akan terutang PPh karena:
 mengalami kerugian fiskal;
 berhak kompensasi kerugian fiskal; atau
 PPh yang telah dibayar lebih besar dari Pajak
PPh yang akan terutang,
dapat mengajukan permohonan pembebasan
pemotongan /pemungutan PPh kepada Dirjen
Pajak
www.DudiWahyudi.com
Pasdsl 21 : Pembebasan
Pemotongan
Pemungutan PPh
 Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya
dikenakan pajak bersifat final, dapat
mengajukan permohonan pembebasan dari
pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang
dapat dikreditkan kepada Dirjen Pajak
 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengajuan permohonan pembebasan dari
pemotongan /pemungutan PPh diatur dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
www.DudiWahyudi.com
Pasal 22 : Kompensasi Rugi
BUT
 Dalam menghitung PPh Pasal 26 ayat (4),
terhadap BUT yang terutang PPh pada suatu
tahun pajak, kerugian fiskal tidak dapat
dikompensasikan lagi dengan Penghasilan
Kena Pajak setelah dikurangi dengan PPh
www.DudiWahyudi.com
Pasal 23 : Pembayaran PPh Pasal
26 Ayat (4) BUT
 PPh terutang dari Penghasilan Kena Pajak
sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT harus
dibayar lunas sebelum SPT Tahunan PPh
disampaikan.
 Dalam hal WP BUT memperpanjang jangka
waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, PPh
terutang berdasarkan penghitungan
sementara harus dibayar lunas sebelum
penyampaian pemberitahuan perpanjangan
jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh
www.DudiWahyudi.com
Pasal 24 : Penerapan P3B
 P3B hanya berlaku bagi orang pribadi atau
badan yang merupakan Subjek Pajak:
dalam negeri dari Indonesia, dan/atau
dari negara mitra
yang dibuktikan dengan Surat Keterangan
Domisili (SKD)
 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penerapan P3B diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak
www.DudiWahyudi.com
Surat Keterangan Domisili
Penjelasan Pasal 24 Ayat (1)
www.DudiWahyudi.com
 surat keterangan yang diterbitkan dan/atau
disahkan oleh :
 pejabat yang berwenang di bidang perpajakan
(Competent Authority) atau
 pejabat yang ditunjuk berdasarkan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda
Pasal 25 : EOI, MAP, Bantuan
Penagihan
 Dirjen Pajak dapat melaksanakan
kesepakatan dengan negara mitra dalam
rangka pertukaran informasi, prosedur
persetujuan bersama, dan bantuan
penagihan
 Ketentuan lebih lanjut diatur dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak
 PER-41/PJ/2011 EOI
 PER-48/PJ/2010 MAP
www.DudiWahyudi.com
Pasal 26 : Hubungan Ketentuan Perjanjian
Internasional dan Ketentuan
Domestik
 Dalam ketentuan perpajakan dalam perjanjian
internasional berbeda dengan ketentuan UU PPh,
perlakuan perpajakannya didasarkan pada
ketentuan dalam perjanjian tersebut sampai
dengan berakhirnya perjanjian dimaksud, dengan
syarat perjanjian tersebut telah sesuai dengan
Undang-Undang tentang Perjanjian Internasional
(UU No. 24 Tahun 2000)
 Pelaksanaan perlakuan perpajakan tsb dilakukan
setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan
 Ketentuan lebih diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan
www.DudiWahyudi.com
Pasal 27 : Pembukuan Terpisah
 WP harus menyelenggarakan pembukuan
secara terpisah dalam hal:
 memiliki usaha yang penghasilannya dikenai PPh
final dan tidak final;
 menerima atau memperoleh penghasilan yang
merupakan objek pajak dan bukan objek pajak;
atau
 mendapatkan dan tidak mendapatkan fasilitas
perpajakan di bidang Pajak Penghasilan
 Biaya bersama yang tidak dapat dipisahkan,
pembebanannya dialokasikan secara
proporsional www.DudiWahyudi.com
Pasal 28 : Perubahan Tahun
Buku
 Wajib Pajak yang melakukan perubahan tahun
buku dan telah mendapat persetujuan Dirjen
Pajak, harus melaporkan penghasilan yang
diterima atau diperoleh dalam bagian tahun buku
yang tidak termasuk dalam tahun buku yang baru
dalam SPT Tahunan tersendiri untuk Bagian
Tahun Pajak yang bersangkutan
 Sisa rugi fiskal yang masih dapat
dikompensasikan yang berasal dari tahun-tahun
pajak sebelum perubahan tahun buku dapat
dikompensasikan dengan penghasilan untuk
Bagian Tahun Pajak dan Tahun Pajak berikutnya
www.DudiWahyudi.com
Perubahan Tahun Buku
Penjelasan Pasal 28 Ayat (1)
www.DudiWahyudi.com
 Wajib Pajak dengan tahun buku dari 1 Juli 2009
sampai dengan 30 Juni 2010 (tahun buku 2009)
melakukan perubahan tahun bukunya yang telah
disetujui Direktur Jenderal Pajak menjadi 1
Oktober 2009 sampai dengan 30 September 2010
(tahun buku 2010).
 Dalam hal ini, penghasilan yang diterima atau
diperoleh sejak 1 Juli 2010 sampai dengan 30
September 2010 harus dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun
2010 tersendiri
Contoh Kompensasi Rugi
Penjelasan Pasal 28 Ayat (2)
www.DudiWahyudi.com
 Tahun buku PT X adalah Oktober sampai dengan September.
PT X berencana mengubah tahun buku menjadi Januari
sampai dengan Desember mulai Tahun Pajak 2010. PT X
memiliki rugi fiskal yang berasal dari Tahun Pajak 2007.
 Untuk sisa rugi fiskal Tahun Pajak 2007 (Oktober 2006
sampai dengan September 2007) dapat dikompensasikan
dengan penghasilan mulai Tahun Pajak berikutnya berturut-
turut sampai dengan 5 (lima) tahun, yaitu mulai Tahun Pajak
2008 sampai dengan 2011 sebagai berikut:
 Tahun Pajak I : 2008 (Oktober 2007 sampai dengan September
2008)
 Tahun Pajak II : 2009 (Oktober 2008 sampai dengan September
2009)
 Tahun Pajak III : Bagian Tahun Pajak 2009 (Oktober 2009
sampai dengan dengan Desember 2009)
 Tahun Pajak IV : 2010 (Januari 2010 sampai dengan Desember
2010)
 Tahun Pajak V : 2011 (Januari 2011 sampai dengan Desember
Pasal 29 dan 30 : Fasilitas PPh
 Kepada WP yang melakukan penanaman modal baru
dalam industri pionir, yang tidak mendapatkan fasilitas
Pasal 31A UU PPh dapat diberikan fasilitas
pembebasan atau pengurangan PPh badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5)
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal
 Industri adalah industri yang memiliki keterkaitan yang
luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang
tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki
nilai strategis bagi perekonomian nasional
 Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan www.DudiWahyudi.com
TERIMA KASIH
www.DudiWahyudi.com

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Persiapan Komprehensif : AKM 1 & AKM 2
Persiapan Komprehensif : AKM 1 & AKM 2Persiapan Komprehensif : AKM 1 & AKM 2
Persiapan Komprehensif : AKM 1 & AKM 2Aninda Stefiani
 
Sosialisasi E Faktur
Sosialisasi E FakturSosialisasi E Faktur
Sosialisasi E Fakturkaromah95
 
Chapter 07 kas
Chapter 07 kasChapter 07 kas
Chapter 07 kasMajid
 
Tiga ilustrasi struktur perencanaan pajak pada perusahaan multinasional
Tiga ilustrasi struktur perencanaan pajak pada perusahaan multinasionalTiga ilustrasi struktur perencanaan pajak pada perusahaan multinasional
Tiga ilustrasi struktur perencanaan pajak pada perusahaan multinasionalFuturum2
 
Bab1 pengantar perpajakan
Bab1 pengantar perpajakanBab1 pengantar perpajakan
Bab1 pengantar perpajakanIke Hanisyah
 
SISTEM AKUNTANSI DAERAH - LAPORAN KONSOLIDASIAN
SISTEM AKUNTANSI DAERAH - LAPORAN KONSOLIDASIANSISTEM AKUNTANSI DAERAH - LAPORAN KONSOLIDASIAN
SISTEM AKUNTANSI DAERAH - LAPORAN KONSOLIDASIANrusdiman1
 
PPN Pemungutan PPN
 PPN   Pemungutan PPN PPN   Pemungutan PPN
PPN Pemungutan PPNkaromah95
 
akuntansi pajak atas piutang
akuntansi pajak atas piutangakuntansi pajak atas piutang
akuntansi pajak atas piutangrisfanpratama
 
Bank rekonsiliasi 4 & 8 kolom
Bank rekonsiliasi 4 & 8 kolomBank rekonsiliasi 4 & 8 kolom
Bank rekonsiliasi 4 & 8 kolomSuci Frantiza
 
Pencegahan penghindaran pajak
Pencegahan penghindaran pajakPencegahan penghindaran pajak
Pencegahan penghindaran pajakkaromah95
 
PPT UTANG LANCAR
PPT UTANG LANCARPPT UTANG LANCAR
PPT UTANG LANCARNurul Qamar
 
Akt_Pajak,PPH Pasal 23 dan PPH Pasal 4 (2),Romi,Suryanih,Stiami
Akt_Pajak,PPH Pasal 23 dan PPH Pasal 4 (2),Romi,Suryanih,StiamiAkt_Pajak,PPH Pasal 23 dan PPH Pasal 4 (2),Romi,Suryanih,Stiami
Akt_Pajak,PPH Pasal 23 dan PPH Pasal 4 (2),Romi,Suryanih,Stiamiromi romi
 
Gambaran Umum PP 71 Tahun 2010
Gambaran Umum PP 71 Tahun 2010Gambaran Umum PP 71 Tahun 2010
Gambaran Umum PP 71 Tahun 2010Tatang Suwandi
 

Mais procurados (20)

Persiapan Komprehensif : AKM 1 & AKM 2
Persiapan Komprehensif : AKM 1 & AKM 2Persiapan Komprehensif : AKM 1 & AKM 2
Persiapan Komprehensif : AKM 1 & AKM 2
 
Sosialisasi E Faktur
Sosialisasi E FakturSosialisasi E Faktur
Sosialisasi E Faktur
 
Chapter 07 kas
Chapter 07 kasChapter 07 kas
Chapter 07 kas
 
Laba
LabaLaba
Laba
 
Tiga ilustrasi struktur perencanaan pajak pada perusahaan multinasional
Tiga ilustrasi struktur perencanaan pajak pada perusahaan multinasionalTiga ilustrasi struktur perencanaan pajak pada perusahaan multinasional
Tiga ilustrasi struktur perencanaan pajak pada perusahaan multinasional
 
Bab1 pengantar perpajakan
Bab1 pengantar perpajakanBab1 pengantar perpajakan
Bab1 pengantar perpajakan
 
SISTEM AKUNTANSI DAERAH - LAPORAN KONSOLIDASIAN
SISTEM AKUNTANSI DAERAH - LAPORAN KONSOLIDASIANSISTEM AKUNTANSI DAERAH - LAPORAN KONSOLIDASIAN
SISTEM AKUNTANSI DAERAH - LAPORAN KONSOLIDASIAN
 
PPN Pemungutan PPN
 PPN   Pemungutan PPN PPN   Pemungutan PPN
PPN Pemungutan PPN
 
akuntansi pajak atas piutang
akuntansi pajak atas piutangakuntansi pajak atas piutang
akuntansi pajak atas piutang
 
PPN objek
PPN objekPPN objek
PPN objek
 
Kertas kerja auditor
Kertas kerja auditorKertas kerja auditor
Kertas kerja auditor
 
Bank rekonsiliasi 4 & 8 kolom
Bank rekonsiliasi 4 & 8 kolomBank rekonsiliasi 4 & 8 kolom
Bank rekonsiliasi 4 & 8 kolom
 
Pencegahan penghindaran pajak
Pencegahan penghindaran pajakPencegahan penghindaran pajak
Pencegahan penghindaran pajak
 
Pembayaran pajak
Pembayaran pajakPembayaran pajak
Pembayaran pajak
 
PPT UTANG LANCAR
PPT UTANG LANCARPPT UTANG LANCAR
PPT UTANG LANCAR
 
laporan-arus-kas
laporan-arus-kaslaporan-arus-kas
laporan-arus-kas
 
Akt_Pajak,PPH Pasal 23 dan PPH Pasal 4 (2),Romi,Suryanih,Stiami
Akt_Pajak,PPH Pasal 23 dan PPH Pasal 4 (2),Romi,Suryanih,StiamiAkt_Pajak,PPH Pasal 23 dan PPH Pasal 4 (2),Romi,Suryanih,Stiami
Akt_Pajak,PPH Pasal 23 dan PPH Pasal 4 (2),Romi,Suryanih,Stiami
 
Pembubaran persekutuan
Pembubaran persekutuanPembubaran persekutuan
Pembubaran persekutuan
 
Presentasi pph
Presentasi pphPresentasi pph
Presentasi pph
 
Gambaran Umum PP 71 Tahun 2010
Gambaran Umum PP 71 Tahun 2010Gambaran Umum PP 71 Tahun 2010
Gambaran Umum PP 71 Tahun 2010
 

Semelhante a PERATURAN_PAJAK

akutansi pajak, Noval Dwi Ridzkiana, Suryanih, Institut STIAMI
akutansi pajak, Noval Dwi Ridzkiana, Suryanih, Institut STIAMIakutansi pajak, Noval Dwi Ridzkiana, Suryanih, Institut STIAMI
akutansi pajak, Noval Dwi Ridzkiana, Suryanih, Institut STIAMInoval dwi ridzkiana
 
Group 9 perpajakan
Group 9 perpajakanGroup 9 perpajakan
Group 9 perpajakanhaningtia
 
pph26-220907180602-daa3750b (1).pptx
pph26-220907180602-daa3750b (1).pptxpph26-220907180602-daa3750b (1).pptx
pph26-220907180602-daa3750b (1).pptxIputuEka
 
Pertemuan 10.pptx
Pertemuan 10.pptxPertemuan 10.pptx
Pertemuan 10.pptxSaveFile1
 
PPh Final Pasal 4 Ayat (2)
PPh Final Pasal 4 Ayat (2)PPh Final Pasal 4 Ayat (2)
PPh Final Pasal 4 Ayat (2)Dudi Wahyudi
 
Makalah pph 24 isi
Makalah pph 24 isiMakalah pph 24 isi
Makalah pph 24 isianisa_13
 
Akuntansi, PPh Pasal 4 ayat 2 dan PPh pasal 23, Roma Rizki Wanda Siregar, Sur...
Akuntansi, PPh Pasal 4 ayat 2 dan PPh pasal 23, Roma Rizki Wanda Siregar, Sur...Akuntansi, PPh Pasal 4 ayat 2 dan PPh pasal 23, Roma Rizki Wanda Siregar, Sur...
Akuntansi, PPh Pasal 4 ayat 2 dan PPh pasal 23, Roma Rizki Wanda Siregar, Sur...roma rizki wanda siregar
 
Pajak Penghasilan Pasal 24 (Penghasilan Luar Negeri) - by Riki Ardoni
Pajak Penghasilan Pasal 24 (Penghasilan Luar Negeri) - by Riki ArdoniPajak Penghasilan Pasal 24 (Penghasilan Luar Negeri) - by Riki Ardoni
Pajak Penghasilan Pasal 24 (Penghasilan Luar Negeri) - by Riki ArdoniRiki Ardoni
 
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)Ilham Sousuke
 
Perpajakan PPh Pasal 23 dan 24
Perpajakan PPh Pasal 23 dan 24Perpajakan PPh Pasal 23 dan 24
Perpajakan PPh Pasal 23 dan 24mas karebet
 
Akuntansi Pajak, Alfia Oktaviani, Suryanih, Institut STIAMI
Akuntansi Pajak, Alfia Oktaviani, Suryanih, Institut STIAMI Akuntansi Pajak, Alfia Oktaviani, Suryanih, Institut STIAMI
Akuntansi Pajak, Alfia Oktaviani, Suryanih, Institut STIAMI Alfia Oktaviani
 

Semelhante a PERATURAN_PAJAK (20)

akutansi pajak, Noval Dwi Ridzkiana, Suryanih, Institut STIAMI
akutansi pajak, Noval Dwi Ridzkiana, Suryanih, Institut STIAMIakutansi pajak, Noval Dwi Ridzkiana, Suryanih, Institut STIAMI
akutansi pajak, Noval Dwi Ridzkiana, Suryanih, Institut STIAMI
 
Group 9 perpajakan
Group 9 perpajakanGroup 9 perpajakan
Group 9 perpajakan
 
pph26-220907180602-daa3750b (1).pptx
pph26-220907180602-daa3750b (1).pptxpph26-220907180602-daa3750b (1).pptx
pph26-220907180602-daa3750b (1).pptx
 
Calk modul 9
Calk modul 9Calk modul 9
Calk modul 9
 
PPh 22, 23 dan 4 ayat (2)
PPh 22, 23 dan 4 ayat (2)PPh 22, 23 dan 4 ayat (2)
PPh 22, 23 dan 4 ayat (2)
 
Pertemuan 10.pptx
Pertemuan 10.pptxPertemuan 10.pptx
Pertemuan 10.pptx
 
PPh Final Pasal 4 Ayat (2)
PPh Final Pasal 4 Ayat (2)PPh Final Pasal 4 Ayat (2)
PPh Final Pasal 4 Ayat (2)
 
Makalah pph 24 isi
Makalah pph 24 isiMakalah pph 24 isi
Makalah pph 24 isi
 
Pajak
Pajak Pajak
Pajak
 
Pajak
PajakPajak
Pajak
 
Tugas akuntansi pajak
Tugas akuntansi pajakTugas akuntansi pajak
Tugas akuntansi pajak
 
Akuntansi, PPh Pasal 4 ayat 2 dan PPh pasal 23, Roma Rizki Wanda Siregar, Sur...
Akuntansi, PPh Pasal 4 ayat 2 dan PPh pasal 23, Roma Rizki Wanda Siregar, Sur...Akuntansi, PPh Pasal 4 ayat 2 dan PPh pasal 23, Roma Rizki Wanda Siregar, Sur...
Akuntansi, PPh Pasal 4 ayat 2 dan PPh pasal 23, Roma Rizki Wanda Siregar, Sur...
 
Pajak Penghasilan Pasal 24 (Penghasilan Luar Negeri) - by Riki Ardoni
Pajak Penghasilan Pasal 24 (Penghasilan Luar Negeri) - by Riki ArdoniPajak Penghasilan Pasal 24 (Penghasilan Luar Negeri) - by Riki Ardoni
Pajak Penghasilan Pasal 24 (Penghasilan Luar Negeri) - by Riki Ardoni
 
Pajak bab 19 20
Pajak bab 19 20Pajak bab 19 20
Pajak bab 19 20
 
Pajak bab 19 20
Pajak bab 19 20Pajak bab 19 20
Pajak bab 19 20
 
PPh 26.pdf
PPh 26.pdfPPh 26.pdf
PPh 26.pdf
 
PPh 23
PPh 23PPh 23
PPh 23
 
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)
 
Perpajakan PPh Pasal 23 dan 24
Perpajakan PPh Pasal 23 dan 24Perpajakan PPh Pasal 23 dan 24
Perpajakan PPh Pasal 23 dan 24
 
Akuntansi Pajak, Alfia Oktaviani, Suryanih, Institut STIAMI
Akuntansi Pajak, Alfia Oktaviani, Suryanih, Institut STIAMI Akuntansi Pajak, Alfia Oktaviani, Suryanih, Institut STIAMI
Akuntansi Pajak, Alfia Oktaviani, Suryanih, Institut STIAMI
 

Mais de Dudi Wahyudi

Tabel PPh Pasal 26
Tabel PPh Pasal 26Tabel PPh Pasal 26
Tabel PPh Pasal 26Dudi Wahyudi
 
Tabel PPh Pasal 23
Tabel PPh Pasal 23Tabel PPh Pasal 23
Tabel PPh Pasal 23Dudi Wahyudi
 
Tabel PPh Pasal 22
Tabel PPh Pasal 22Tabel PPh Pasal 22
Tabel PPh Pasal 22Dudi Wahyudi
 
Tabel PPh Pasal 21
Tabel PPh Pasal 21Tabel PPh Pasal 21
Tabel PPh Pasal 21Dudi Wahyudi
 
KB 2 - Pengusaha Kena Pajak
KB 2 - Pengusaha Kena PajakKB 2 - Pengusaha Kena Pajak
KB 2 - Pengusaha Kena PajakDudi Wahyudi
 
KB 1 - Dasar-dasar PPN
KB 1 - Dasar-dasar PPNKB 1 - Dasar-dasar PPN
KB 1 - Dasar-dasar PPNDudi Wahyudi
 
PPnBM Kendaraan Bermotor
PPnBM Kendaraan BermotorPPnBM Kendaraan Bermotor
PPnBM Kendaraan BermotorDudi Wahyudi
 
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Pajak Penjualan Atas Barang MewahPajak Penjualan Atas Barang Mewah
Pajak Penjualan Atas Barang MewahDudi Wahyudi
 
PP Nomor 93 Tahun 2010
PP Nomor 93 Tahun 2010PP Nomor 93 Tahun 2010
PP Nomor 93 Tahun 2010Dudi Wahyudi
 
PPN Dibebaskan Atas BKP Tertentu
PPN Dibebaskan Atas BKP TertentuPPN Dibebaskan Atas BKP Tertentu
PPN Dibebaskan Atas BKP TertentuDudi Wahyudi
 
PPN Atas RS dan RSS
PPN Atas RS dan RSSPPN Atas RS dan RSS
PPN Atas RS dan RSSDudi Wahyudi
 
PPN Dibebaskan Atas Buku Pelajaran Umum Kitab Suci dan Agama
PPN Dibebaskan Atas Buku Pelajaran Umum Kitab Suci dan AgamaPPN Dibebaskan Atas Buku Pelajaran Umum Kitab Suci dan Agama
PPN Dibebaskan Atas Buku Pelajaran Umum Kitab Suci dan AgamaDudi Wahyudi
 
PPh Pasal 23 2009 Edisi 30 Okt 2010
PPh  Pasal 23 2009 Edisi 30 Okt 2010PPh  Pasal 23 2009 Edisi 30 Okt 2010
PPh Pasal 23 2009 Edisi 30 Okt 2010Dudi Wahyudi
 
Uu Ppn 2010 Per 13 Desember 2009
Uu Ppn 2010 Per 13 Desember 2009Uu Ppn 2010 Per 13 Desember 2009
Uu Ppn 2010 Per 13 Desember 2009Dudi Wahyudi
 
Slide PPh Pasal 21
Slide PPh Pasal 21Slide PPh Pasal 21
Slide PPh Pasal 21Dudi Wahyudi
 
Mengenal e-SPT Masa PPh Pasal 21
Mengenal e-SPT Masa PPh Pasal 21Mengenal e-SPT Masa PPh Pasal 21
Mengenal e-SPT Masa PPh Pasal 21Dudi Wahyudi
 
Cara Instalasi e-SPT PPh Masa PPh Pasal 21 Baru
Cara Instalasi e-SPT PPh Masa PPh Pasal 21 BaruCara Instalasi e-SPT PPh Masa PPh Pasal 21 Baru
Cara Instalasi e-SPT PPh Masa PPh Pasal 21 BaruDudi Wahyudi
 
Undang-undang Pajak Penghasilan
Undang-undang Pajak PenghasilanUndang-undang Pajak Penghasilan
Undang-undang Pajak PenghasilanDudi Wahyudi
 

Mais de Dudi Wahyudi (20)

Tabel PPh Pasal 26
Tabel PPh Pasal 26Tabel PPh Pasal 26
Tabel PPh Pasal 26
 
Tabel PPh Pasal 23
Tabel PPh Pasal 23Tabel PPh Pasal 23
Tabel PPh Pasal 23
 
Tabel PPh Pasal 22
Tabel PPh Pasal 22Tabel PPh Pasal 22
Tabel PPh Pasal 22
 
Tabel PPh Pasal 21
Tabel PPh Pasal 21Tabel PPh Pasal 21
Tabel PPh Pasal 21
 
KB 2 - Pengusaha Kena Pajak
KB 2 - Pengusaha Kena PajakKB 2 - Pengusaha Kena Pajak
KB 2 - Pengusaha Kena Pajak
 
KB 1 - Dasar-dasar PPN
KB 1 - Dasar-dasar PPNKB 1 - Dasar-dasar PPN
KB 1 - Dasar-dasar PPN
 
PPnBM Kendaraan Bermotor
PPnBM Kendaraan BermotorPPnBM Kendaraan Bermotor
PPnBM Kendaraan Bermotor
 
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Pajak Penjualan Atas Barang MewahPajak Penjualan Atas Barang Mewah
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
 
PP Nomor 93 Tahun 2010
PP Nomor 93 Tahun 2010PP Nomor 93 Tahun 2010
PP Nomor 93 Tahun 2010
 
PPN Dibebaskan Atas BKP Tertentu
PPN Dibebaskan Atas BKP TertentuPPN Dibebaskan Atas BKP Tertentu
PPN Dibebaskan Atas BKP Tertentu
 
PPN Atas RS dan RSS
PPN Atas RS dan RSSPPN Atas RS dan RSS
PPN Atas RS dan RSS
 
PPN Dibebaskan Atas Buku Pelajaran Umum Kitab Suci dan Agama
PPN Dibebaskan Atas Buku Pelajaran Umum Kitab Suci dan AgamaPPN Dibebaskan Atas Buku Pelajaran Umum Kitab Suci dan Agama
PPN Dibebaskan Atas Buku Pelajaran Umum Kitab Suci dan Agama
 
PPh Pasal 23 2009 Edisi 30 Okt 2010
PPh  Pasal 23 2009 Edisi 30 Okt 2010PPh  Pasal 23 2009 Edisi 30 Okt 2010
PPh Pasal 23 2009 Edisi 30 Okt 2010
 
Uu Ppn 2010 Per 13 Desember 2009
Uu Ppn 2010 Per 13 Desember 2009Uu Ppn 2010 Per 13 Desember 2009
Uu Ppn 2010 Per 13 Desember 2009
 
Kup 2008
Kup 2008Kup 2008
Kup 2008
 
Slide PPh Pasal 21
Slide PPh Pasal 21Slide PPh Pasal 21
Slide PPh Pasal 21
 
Mengenal e-SPT Masa PPh Pasal 21
Mengenal e-SPT Masa PPh Pasal 21Mengenal e-SPT Masa PPh Pasal 21
Mengenal e-SPT Masa PPh Pasal 21
 
Cara Instalasi e-SPT PPh Masa PPh Pasal 21 Baru
Cara Instalasi e-SPT PPh Masa PPh Pasal 21 BaruCara Instalasi e-SPT PPh Masa PPh Pasal 21 Baru
Cara Instalasi e-SPT PPh Masa PPh Pasal 21 Baru
 
Undang-undang Pajak Penghasilan
Undang-undang Pajak PenghasilanUndang-undang Pajak Penghasilan
Undang-undang Pajak Penghasilan
 
PPh Pasal 23
PPh Pasal 23PPh Pasal 23
PPh Pasal 23
 

Último

PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxPPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxZefanya9
 
7 Indikator Analisis Teknikal Saham Yang Paling Populer.pptx
7 Indikator Analisis Teknikal Saham Yang Paling Populer.pptx7 Indikator Analisis Teknikal Saham Yang Paling Populer.pptx
7 Indikator Analisis Teknikal Saham Yang Paling Populer.pptxObyMoris1
 
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non BankPresentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bankzulfikar425966
 
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptPerhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptSalsabillaPutriAyu
 
MOTIVASI MINAT, BAKAT & POTENSI DIRI.pptx
MOTIVASI MINAT, BAKAT & POTENSI DIRI.pptxMOTIVASI MINAT, BAKAT & POTENSI DIRI.pptx
MOTIVASI MINAT, BAKAT & POTENSI DIRI.pptxHakamNiazi
 
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISKEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISHakamNiazi
 
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaEkonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaWahyuKamilatulFauzia
 
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxPERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxHakamNiazi
 
Introduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
Introduction fixed asset (Aset Tetap).pptIntroduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
Introduction fixed asset (Aset Tetap).ppttami83
 
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga KeuanganPresentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuanganzulfikar425966
 
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuanganuang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuanganlangkahgontay88
 
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptxBAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptxFrida Adnantara
 
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxCryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxumusilmi2019
 
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IMateri Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IIkaAliciaSasanti
 
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalKELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalAthoillahEconomi
 
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptxWAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptxMunawwarahDjalil
 
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...ChairaniManasye1
 
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
Ukuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnyaUkuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnya
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnyaIndhasari3
 
matematika dilatasi (1) (2) (1) (1).pptx
matematika dilatasi (1) (2) (1) (1).pptxmatematika dilatasi (1) (2) (1) (1).pptx
matematika dilatasi (1) (2) (1) (1).pptxArvaAthallahSusanto
 
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaDAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaarmanamo012
 

Último (20)

PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxPPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
 
7 Indikator Analisis Teknikal Saham Yang Paling Populer.pptx
7 Indikator Analisis Teknikal Saham Yang Paling Populer.pptx7 Indikator Analisis Teknikal Saham Yang Paling Populer.pptx
7 Indikator Analisis Teknikal Saham Yang Paling Populer.pptx
 
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non BankPresentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
 
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptPerhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
 
MOTIVASI MINAT, BAKAT & POTENSI DIRI.pptx
MOTIVASI MINAT, BAKAT & POTENSI DIRI.pptxMOTIVASI MINAT, BAKAT & POTENSI DIRI.pptx
MOTIVASI MINAT, BAKAT & POTENSI DIRI.pptx
 
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISKEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
 
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaEkonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
 
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxPERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
 
Introduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
Introduction fixed asset (Aset Tetap).pptIntroduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
Introduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
 
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga KeuanganPresentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
 
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuanganuang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
 
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptxBAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
 
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxCryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
 
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IMateri Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
 
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalKELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
 
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptxWAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
 
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
 
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
Ukuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnyaUkuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnya
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
 
matematika dilatasi (1) (2) (1) (1).pptx
matematika dilatasi (1) (2) (1) (1).pptxmatematika dilatasi (1) (2) (1) (1).pptx
matematika dilatasi (1) (2) (1) (1).pptx
 
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaDAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
 

PERATURAN_PAJAK

  • 2. Ps. 2 : Saham Bonus  Objek pajak berupa dividen tidak termasuk pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari:  kapitalisasi agio saham, sepanjang jumlah nilai nominal saham setelah pembagian saham bonus tidak melebihi jumlah setoran modal; dan  kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) UU PPh www.DudiWahyudi.com
  • 3. Ps. 3 : Pengalihan Harta Kepada Pegawai  Dalam hal terjadi pengalihan harta perusahaan kepada pegawainya, maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar harta tersebut dengan nilai sisa buku merupakan penghasilan bagi perusahaan. www.DudiWahyudi.com
  • 4. Ps. 4 : Agio dan Disagio Saham  Agio saham yang timbul dari selisih lebih antara nilai pasar saham dan nilai nominal saham, tidak termasuk objek pajak  Disagio saham yang timbul dari selisih lebih antara nilai nominal saham dan nilai pasar saham, bukan merupakan pengurang dari penghasilan bruto www.DudiWahyudi.com
  • 5. Contoh Agio Saham Penjelasan Pasal 4 Ayat (1) www.DudiWahyudi.com  PT A (belum Go Public) yang mempunyai modal dasar sebesar Rp4.500.000.000,00 (terdiri dari 4.500.000 lembar saham) dan telah disetor penuh melakukan ekspansi yang sumber pendanaannya diperoleh dengan jalan meningkatkan modal saham dengan menjual saham baru sejumlah 500.000 lembar (nilai nominal Rp 1000,00/ lembar) dengan nilai jual Rp 750.000.000,00 (500.000 lembar saham x Rp1.500,00) sehingga terdapat selisih di atas nilai nominal sebesar Rp 250.000.000,00 (500.000 lembar saham x Rp500,00) yang dibukukan sebagai agio saham oleh PT A.  Atas agio saham tersebut bukan merupakan objek Pajak Penghasilan bagi PT A.
  • 6. Contoh Disagio Saham Penjelasan Pasal 4 Ayat (2) www.DudiWahyudi.com  Seperti pada ayat (1), namun nilai penjualan 500.000 lembar saham baru tersebut sebesar Rp400.000.000,00. Atas selisih lebih antara nilai nominal dan nilai pasar saham sebesar Rp 100.000.000,00 (500.000 lembar saham x (-Rp200,00)) tersebut dibukukan sebagai disagio saham oleh PT A.  Atas disagio saham tersebut bukan merupakan pengurang dari penghasilan bagi PT A.
  • 7. Ps. 5 : Bagian Laba KIK  Bagian laba yang diterima atau diperoleh oleh pemegang unit penyertaan Kontrak Investasi Kolektif termasuk keuntungan atas pelunasan kembali unit penyertaannya, tidak termasuk sebagai objek pajak  Berlaku juga bagi pemegang unit penyertaan yang merupakan Subjek Pajak luar negeri www.DudiWahyudi.com
  • 8. Ps. 6 : Bagian Laba Tahun Berjalan  Pembagian laba secara langsung dan/atau tidak langsung yang berasal dari saldo laba termasuk saldo laba berdasarkan proyeksi laba tahun berjalan merupakan objek pajak, kecuali bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh www.DudiWahyudi.com
  • 9. Ps. 7 : Surplus BI  Surplus BI yang merupakan objek PPh adalah surplus BI menurut laporan keuangan audit setelah koreksi fiskal sesuai dengan UU PPh dengan memperhatikan karakteristik BI  Ketentuan mengenai tata cara penghitungan dan pembayaran PPh atas surplus BI diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (100/PMK.03/2011) www.DudiWahyudi.com
  • 10. Ps. 8 : Hubungan Antara Pihak- pihak Yang Bersangkutan (i)  Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain secara langsung atau tidak langsung berkenaan dengan:  Usaha  Pekerjaan  Kepemilikan atau Penguasaan www.DudiWahyudi.com
  • 11. Ps. 8 : Hubungan Antara Pihak- pihak Yang Bersangkutan (ii)  Hubungan Usaha dapat terjadi apabila terdapat transaksi yang bersifat rutin antara kedua belah pihak.  Hubungan Pekerjaan terjadi apabila terdapat hubungan yang berupa pekerjaan, pemberian jasa, atau pelaksanaan kegiatan secara langsung atau tidak langsung antara kedua pihak  Hubungan kepemilikian atau penguasaan terjadi apabila terdapat:  penyertaan modal secara langsung atau tidak langsung ex Pasal 18 ayat (4) huruf a UU PPh  hubungan penguasaan secara langsung atau tidak langsung ex Pasal 18 ayat (4) huruf b UU PPh www.DudiWahyudi.com
  • 12. Transaksi Yang Bersifat Rutin (Penjelasan Pasal 8 Ayat (2) www.DudiWahyudi.com Pembelian Penjualan Imbalan Lain
  • 13. Contoh Hubungan Pekerjaan Langsung Penjelasan Pasal 8 Ayat (3) www.DudiWahyudi.com  Tuan B merupakan direktur PT X dan Tuan C merupakan pegawai PT X. Dalam hal ini, antara PT X dengan Tuan B dan/atau Tuan C terdapat hubungan pekerjaan langsung  Jika Tuan B dan/atau Tuan C menerima bantuan atau sumbangan dari PT X atau sebaliknya, maka bantuan atau sumbangan tersebut merupakan objek Pajak Penghasilan bagi yang menerima karena antara PT X dengan Tuan B dan/atau Tuan C mempunyai hubungan pekerjaan langsung
  • 14. Contoh Hubungan Pekerjaan Tidak Langsung Penjelasan Pasal 8 Ayat (3) www.DudiWahyudi.com  Tuan A bekerja sebagai petugas dinas luar asuransi dari perusahaan asuransi PT X. Meskipun Tuan A tidak berstatus sebagai pegawai PT X, namun antara PT X dan Tuan A dianggap mempunyai hubungan pekerjaan tidak langsung  Jika Tuan A menerima bantuan atau sumbangan dari PT X atau sebaliknya, maka bantuan atau sumbangan tersebut merupakan objek Pajak Penghasilan bagi pihak yang menerima karena antara PT X dan Tuan A mempunyai hubungan pekerjaan tidak langsung
  • 15. Penguasaan Manajemen Langsung Penjelasan Pasal 8 Ayat (4) huruf b www.DudiWahyudi.com PT X PT Y PT AA Tuan A Tuan B Tuan C Direktur Direktur Komisaris DirekturKomisaris Tuan B JuniorTuan E DirekturKomisaris Anak Hubungan manajeme n langsung Hubungan manajeme n langsung Hubungan manajeme n langsung
  • 16. Penguasaan Manajemen Tidak Langsung Penjelasan Pasal 8 Ayat (4) huruf b www.DudiWahyudi.com PT AB PT X Tuan O Tuan P Direktur Komisaris Tuan O dan Tuan P mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan PT X Hubungan manajemen tidak langsung
  • 17. Ps. 9 : Selisih Kurs (i)  Keuntungan atau kerugian selisih kurs diakui berdasarkan sistem pembukuan dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan  Selisih kurs tidak diakui sebagai penghasilan atau biaya jika berkaitan langsung dengan usaha Wajib Pajak yang:  dikenakan PPh final; atau  tidak termasuk objek pajak www.DudiWahyudi.com
  • 18. Ps. 9 : Selisih Kurs (ii)  Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing yang tidak berkaitan langsung dengan usaha Wajib Pajak yang:  dikenakan PPh final; atau  tidak termasuk objek pajak diakui sebagai penghasilan atau biaya sepanjang biaya tersebut dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan www.DudiWahyudi.com
  • 19. Contoh Kerugian Selisih Kurs(i) Penjelasan Pasal 9 Ayat (2) www.DudiWahyudi.com  PT A bergerak di bidang penyewaan apartemen. Sesuai dengan kontrak, sewa apartemen tiap bulan adalah sebesar US$1,000 dan diterbitkan invoice setiap tanggal 1.  Pada tanggal 1 September 2010 PT A menerbitkan invoice sebesar US$ 1,000 kepada penyewa. Pada tanggal tersebut, kurs yang berlaku adalah Rp9.000,00 per 1 US$. Pada tanggal 1 September 2010 tersebut PT A mengakui penghasilan atas sewa apartemen sebesar Rp9.000.000,00 (US$ 1,000 x Rp9.000,00).  Pada tanggal 15 September 2010 penyewa membayar sewa apartemen. Pada tanggal tersebut, kurs yang berlaku adalah Rp8.700,00 per 1 US$, sehingga nilai sewa yang dibayar adalah sebesar Rp8.700.000,00 (US$ 1,000 x Rp8.700,00).  Atas perbedaan waktu antara tanggal penerbitan invoice dan tanggal pembayaran timbul kerugian selisih kurs bagi PT A sebesar Rp300.000,00 ((Rp9.000,00 - Rp8.700,00) x US$ 1,000)).  Atas kerugian selisih kurs tersebut tidak diakui sebagai biaya bagi PT A karena berasal dari penyewaan apartemen yang telah dikenai Pajak Penghasilan bersifat final.
  • 20. Contoh Kerugian Selisih Kurs(i) Penjelasan Pasal 9 Ayat (2) www.DudiWahyudi.com 1 September 15 September Invoice terbit US$1.0000 Kurs Rp9.000/$ Pendapatan dalam Rp Rp9.000.000,0 0 Pembayaran US$1.0000 Kurs Rp8.700/$ Penerimaan dalam Rp Rp8.700.000,0 0 Rugi Selisih Kurs Rp300.000,00
  • 21. Contoh Kerugian Selisih Kurs (ii) Penjelasan Pasal 9 Ayat (3) www.DudiWahyudi.com  PT A yang bergerak di bidang penyewaan apartemen, pada bulan September 2010 mendapatkan pinjaman sebesar US$ 10,000,000 yang digunakan masing-masing sebesar US$ 9,000,000 untuk membangun apartemen, dan sebesar US$ 1,000,000 untuk membeli alat transportasi yang akan dipergunakan untuk usaha jasa angkutan.  Atas keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing yang berasal dari pinjaman sebesar US$ 1,000,000 tersebut dapat diakui sebagai penghasilan atau biaya karena: a. tidak berkaitan langsung dengan usaha PT A di bidang penyewaan apartemen yang dikenakan PPh Finall; dan b. merupakan pengeluaran untuk 3M penghasilan lainnya berupa usaha jasa angkutan yang atas penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif Pasal 17 UU PPh
  • 22. Contoh Kerugian Selisih Kurs (ii) Penjelasan Pasal 9 Ayat (3) www.DudiWahyudi.com PT A Usaha : Penyewaan Apartemen Pinjaman US$ 10.000 US$ 9.000 Membangun apartemen US$ 9.000 Membeli alat transportasi untuk usaha jasa angkutan Keuntungan/kerugian selisih kurs Keuntungan/kerugian selisih kurs Diakui sebagai penghasilan/biaya
  • 23. Ps. 10 : PM Tidak Dapat Dikreditkan  Pajak Masukan (PM )yang tidak dapat dikreditkan dapat dikurangkan sepanjang dapat dibuktikan PM tersebut:  Benar-benar telah dibayar, dan  berkenaan dengan pengeluaran untuk 3M penghasilan  PM yang tidak dapat dikreditkan atas harta yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, harus dikapitalisasi dan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi www.DudiWahyudi.com
  • 24. Ps. 11 : Pembebanan Biaya Tanaman Industri dan Ternak  Biaya pengembangan tanaman industri yang berumur lebih dari 1 tahun dan hanya 1 kali memberikan hasil, dikapitalisasi dan merupakan bagian dari HPP  Biaya pemeliharaan ternak yang berumur lebih dari 1 tahun dan hanya 1 kali memberikan hasil, dikapitalisasi dan merupakan bagian dari HPP www.DudiWahyudi.com
  • 25. Biaya Pengembangan Penjelasan Pasal 11 Ayat (1) www.DudiWahyudi.com  Yang dimaksud dengan "biaya pengembangan" adalah seluruh pengeluaran yang terkait dengan tanaman industri termasuk :  pembelian bibit,  pemeliharaan, dan  pembesaran tanaman sampai dijual
  • 26. Biaya Pemeliharaan Penjelasan Pasal 11 Ayat (2) www.DudiWahyudi.com  Yang dimaksud dengan "biaya pemeliharaan" adalah seluruh pengeluaran yang terkait dengan ternak termasuk :  pembelian bibit,  pemeliharaan, dan  pembesaran ternak sampai dijual
  • 27. Pasal 12 : Pinjaman Tanpa Bunga Dari Pemegang Saham  Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang diterima Wajib Pajak PT diperkenankan apabila:  pinjaman berasal dari dana pemegang saham sendiri dan bukan dari pihak lain;  modal yang seharusnya disetor pemegang saham telah disetor seluruhnya;  pemegang saham tidak dalam keadaan merugi; dan  penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya  Apabila pinjaman yang diterima tidak memenuhi ketentuan tsb, atas pinjaman tersebut terutang bunga dengan tingkat suku bunga wajar www.DudiWahyudi.com
  • 28. Pasal 13 : Non Deductible Expenses  biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang:  bukan merupakan objek pajak;  pengenaan pajaknya bersifat final; dan/atau  dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Norma Penghitungan Khusus  Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan. www.DudiWahyudi.com
  • 29. Pasal 14 : Pelunasan Sendiri PPh Dalam Tahun Berjalan  Orang pribadi dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan di atas PTKP sehubungan dengan pekerjaan dari bukan pemotong PPh Pasal 21, wajib:  memiliki NPWP;  melaksanakan sendiri penghitungan dan pembayaran PPh dalam tahun berjalan; dan  melaporkan penghitungan dan pembayaran PPh terutang dalam tahun berjalan dalam SPT Tahunan www.DudiWahyudi.com
  • 30. Pasal 15 (1) : Saat Pemotongan PPh Pasal 21  Akhir bulan terjadinya pembayaran, atau  Akhir bulan terutangnya penghasilan Tergantung peristiwa yang terjadi lebih dulu www.DudiWahyudi.com
  • 31. Pasal 15 (2) : Saat Pemotongan PPh Pasal 22  Saat pembayaran, atau  Saat tertentu lainnya yang diatur Menteri Keuangan www.DudiWahyudi.com
  • 32. Pasal 15 (3) : Saat Pemotongan PPh Pasal 23  Akhir bulan dibayarkannya penghasilan  Akhir bulan disediakan untuk dibayarkannya penghasilan  Akhir bulan jatuh temponya pembayaran penghasilan Tergantung peristiwa yang terjadi lebih dulu www.DudiWahyudi.com
  • 33. Pasal 15 (4) : Saat Pemotongan PPh Pasal 26 Ayat (1)  Akhir bulan dibayarkannya penghasilan  Akhir bulan disediakan untuk dibayarkannya penghasilan  Akhir bulan jatuh temponya pembayaran penghasilan Tergantung peristiwa yang terjadi lebih dulu www.DudiWahyudi.com
  • 34. Saat Terutang PPh Pasal 23/26 Penjelasan Pasal 15 Ayat (3) dan (4) www.DudiWahyudi.com  pada saat pembayaran  saat disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen)  jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa)  saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya)
  • 35. Saat Terutang PPh Pasal 23/26 Penjelasan Pasal 15 Ayat (3) dan (4) www.DudiWahyudi.com  Yang dimaksud dengan "saat disediakan untuk dibayarkan": a. untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat pembagian dividen diumumkan atau ditentukan dalam RUPS Tahunan b. untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date).
  • 36. Saat Terutang PPh Pasal 23/26 Penjelasan Pasal 15 Ayat (3) dan (4) www.DudiWahyudi.com  yang dimaksud dengan "saat jatuh tempo pembayaran" adalah saat kewajiban untuk melakukan pembayaran yang didasarkan atas kesepakatan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis dalam kontrak atau perjanjian atau faktur
  • 37. Pasal 16 : Pengkreditan PPh Pasal 23/PPh Pasal 26  Dalam hal pemotongan PPh Pasal23 atau PPh Pasal 26 dilakukan pada tahun pajak yang berbeda dengan tahun pajak pengakuan penghasilan, maka atas PPh yang telah dipotong tersebut dapat dikreditkan pada tahun pajak dilakukan pemotongan. www.DudiWahyudi.com
  • 38. Contoh Saat Pengkreditan Penjelasan Pasal 16 www.DudiWahyudi.com Pada bulan Oktober 2009 PT A memberikan pinjaman kepada PT B sebesar Rp1.000.000.000,00 dengan tingkat bunga sebesar 10% per tahun. Jatuh tempo pembayaran bunga setiap tanggal 1 April dan 1 Oktober. Pada 1 April 2010, PT B membayar bunga sebesar Rp50.000.000,00 kepada PT A. Atas bunga pinjaman ini, PT A telah mengakui sebagai penghasilan di tahun 2009 sebesar Rp25.000.000,00 (bunga selama Oktober s.d Desember 2009). Sesuai ketentuan, PT B melakukan pemotongan PPh Pasal 23 pada saat jatuh tempo pembayaran pada tanggal l April 2010 sebesar Rp7.500.000,00 (15% x Rp50.000.000,00) dan kepada PT A diberikan bukti pemotongannya. Atas pemotongan PPh Pasal 23 tersebut, dapat dikreditkan oleh PT A pada tahun 2010
  • 39. Pasal 17 : Saat Pengakuan Penghasilan dan Biaya  Dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak, dapat ditetapkan saat pengakuan penghasilan dan biaya dalam hal-hal tertentu sesuai dengan kebijakan Pemerintah www.DudiWahyudi.com
  • 40. Saat Pengakuan Penghasilan dan Biaya Penjelasan Pasal 17 www.DudiWahyudi.com  Pada dasarnya saat pengakuan biaya dan penghasilan dilakukan secara taat asas berdasarkan matching of costs againts revenues  Namun, dalam hal-hal tertentu karena kebijakan Pemerintah, Dirjen Pajak dapat mengatur saat pengakuan penghasilan dan biaya yang berbeda  Yang dimaksud dengan "dalam hal-hal tertentu" antara lain: a. saat pengakuan penghasilan bank berupa bunga kredit non performing loan dalam rangka menunjang percepatan proses restrukturisasi perbankan sesuai dengan kebijakan Pemerintah, atau b. saat pengakuan penghasilan dan biaya bagi Wajib Pajak karena adanya perubahan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
  • 41. Pasal 18 : PPh Pasal 23 Royalti  PPh Pasal 23 atas royalti yang dilakukan dengan cara bagi hasil dipotong oleh pihak yang wajib membayarkan  Ketentuan mengenai dasar pemotong an PPh Pasal 23 Royalti diatur dengan Peraturan Dirjen Pajak www.DudiWahyudi.com
  • 42. Pasal 19 : Penghasilan Yang Tidak Dikenai PPh Final  Dalam hal penghasilan tidak dikenai PPh Final dengan Peraturan Pemerintah tersendiri, atas penghasilan tersebut dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 UU PPh www.DudiWahyudi.com
  • 43. Pasal 20 : Pengkreditan Pemotongan PPh Pasal 21/22/23 Lebih Tinggi  PPh Pasal 21/22/23 yang dipotong atau dipungut dengan tarif lebih tinggi karena tidak berNPWP, dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan setelah Wajib Pajak tersebut memiliki NPWP www.DudiWahyudi.com
  • 44. Contoh Pengkreditan Pemotongan PPh Dengan Tarif Lebih Tinggi www.DudiWahyudi.com  Tuan A, belum memiliki NPWP, memperoleh penghasilan sebesar Rp20.000.000,00 sehubungan dengan jasa konsultasi yang dilakukannya pada tahun 2009.  Oleh karena Tuan A belum berNPWP, atas penghasilan tersebut dipotong PPh Pasal 21 oleh pemberi penghasilan dengan tarif lebih tinggi 20%, sehingga PPh Pasal 21 yang dipotong adalah Rp 1.200.000,00 (5% x 120% x Rp20.000.000,00)  Pada tahun 2011, Tuan A mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan NPWP dan melaporkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2009 dan 2010.  Atas kredit pajak sebesar Rp1.200.000,00 yang dipotong pada tahun 2009 tersebut, Tuan A hanya dapat mengkreditkannya dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2009
  • 45. Pasdsl 21 : Pembebasan Pemotongan Pemungutan PPh  WP yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang PPh karena:  mengalami kerugian fiskal;  berhak kompensasi kerugian fiskal; atau  PPh yang telah dibayar lebih besar dari Pajak PPh yang akan terutang, dapat mengajukan permohonan pembebasan pemotongan /pemungutan PPh kepada Dirjen Pajak www.DudiWahyudi.com
  • 46. Pasdsl 21 : Pembebasan Pemotongan Pemungutan PPh  Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final, dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang dapat dikreditkan kepada Dirjen Pajak  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan /pemungutan PPh diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. www.DudiWahyudi.com
  • 47. Pasal 22 : Kompensasi Rugi BUT  Dalam menghitung PPh Pasal 26 ayat (4), terhadap BUT yang terutang PPh pada suatu tahun pajak, kerugian fiskal tidak dapat dikompensasikan lagi dengan Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi dengan PPh www.DudiWahyudi.com
  • 48. Pasal 23 : Pembayaran PPh Pasal 26 Ayat (4) BUT  PPh terutang dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT harus dibayar lunas sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan.  Dalam hal WP BUT memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, PPh terutang berdasarkan penghitungan sementara harus dibayar lunas sebelum penyampaian pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh www.DudiWahyudi.com
  • 49. Pasal 24 : Penerapan P3B  P3B hanya berlaku bagi orang pribadi atau badan yang merupakan Subjek Pajak: dalam negeri dari Indonesia, dan/atau dari negara mitra yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Domisili (SKD)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerapan P3B diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak www.DudiWahyudi.com
  • 50. Surat Keterangan Domisili Penjelasan Pasal 24 Ayat (1) www.DudiWahyudi.com  surat keterangan yang diterbitkan dan/atau disahkan oleh :  pejabat yang berwenang di bidang perpajakan (Competent Authority) atau  pejabat yang ditunjuk berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
  • 51. Pasal 25 : EOI, MAP, Bantuan Penagihan  Dirjen Pajak dapat melaksanakan kesepakatan dengan negara mitra dalam rangka pertukaran informasi, prosedur persetujuan bersama, dan bantuan penagihan  Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak  PER-41/PJ/2011 EOI  PER-48/PJ/2010 MAP www.DudiWahyudi.com
  • 52. Pasal 26 : Hubungan Ketentuan Perjanjian Internasional dan Ketentuan Domestik  Dalam ketentuan perpajakan dalam perjanjian internasional berbeda dengan ketentuan UU PPh, perlakuan perpajakannya didasarkan pada ketentuan dalam perjanjian tersebut sampai dengan berakhirnya perjanjian dimaksud, dengan syarat perjanjian tersebut telah sesuai dengan Undang-Undang tentang Perjanjian Internasional (UU No. 24 Tahun 2000)  Pelaksanaan perlakuan perpajakan tsb dilakukan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan  Ketentuan lebih diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan www.DudiWahyudi.com
  • 53. Pasal 27 : Pembukuan Terpisah  WP harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah dalam hal:  memiliki usaha yang penghasilannya dikenai PPh final dan tidak final;  menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak dan bukan objek pajak; atau  mendapatkan dan tidak mendapatkan fasilitas perpajakan di bidang Pajak Penghasilan  Biaya bersama yang tidak dapat dipisahkan, pembebanannya dialokasikan secara proporsional www.DudiWahyudi.com
  • 54. Pasal 28 : Perubahan Tahun Buku  Wajib Pajak yang melakukan perubahan tahun buku dan telah mendapat persetujuan Dirjen Pajak, harus melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam bagian tahun buku yang tidak termasuk dalam tahun buku yang baru dalam SPT Tahunan tersendiri untuk Bagian Tahun Pajak yang bersangkutan  Sisa rugi fiskal yang masih dapat dikompensasikan yang berasal dari tahun-tahun pajak sebelum perubahan tahun buku dapat dikompensasikan dengan penghasilan untuk Bagian Tahun Pajak dan Tahun Pajak berikutnya www.DudiWahyudi.com
  • 55. Perubahan Tahun Buku Penjelasan Pasal 28 Ayat (1) www.DudiWahyudi.com  Wajib Pajak dengan tahun buku dari 1 Juli 2009 sampai dengan 30 Juni 2010 (tahun buku 2009) melakukan perubahan tahun bukunya yang telah disetujui Direktur Jenderal Pajak menjadi 1 Oktober 2009 sampai dengan 30 September 2010 (tahun buku 2010).  Dalam hal ini, penghasilan yang diterima atau diperoleh sejak 1 Juli 2010 sampai dengan 30 September 2010 harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2010 tersendiri
  • 56. Contoh Kompensasi Rugi Penjelasan Pasal 28 Ayat (2) www.DudiWahyudi.com  Tahun buku PT X adalah Oktober sampai dengan September. PT X berencana mengubah tahun buku menjadi Januari sampai dengan Desember mulai Tahun Pajak 2010. PT X memiliki rugi fiskal yang berasal dari Tahun Pajak 2007.  Untuk sisa rugi fiskal Tahun Pajak 2007 (Oktober 2006 sampai dengan September 2007) dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai Tahun Pajak berikutnya berturut- turut sampai dengan 5 (lima) tahun, yaitu mulai Tahun Pajak 2008 sampai dengan 2011 sebagai berikut:  Tahun Pajak I : 2008 (Oktober 2007 sampai dengan September 2008)  Tahun Pajak II : 2009 (Oktober 2008 sampai dengan September 2009)  Tahun Pajak III : Bagian Tahun Pajak 2009 (Oktober 2009 sampai dengan dengan Desember 2009)  Tahun Pajak IV : 2010 (Januari 2010 sampai dengan Desember 2010)  Tahun Pajak V : 2011 (Januari 2011 sampai dengan Desember
  • 57. Pasal 29 dan 30 : Fasilitas PPh  Kepada WP yang melakukan penanaman modal baru dalam industri pionir, yang tidak mendapatkan fasilitas Pasal 31A UU PPh dapat diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan PPh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal  Industri adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional  Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan www.DudiWahyudi.com