UNIKBET : Agen Slot Resmi Pragmatic Play Ada Deposit Sesama Linkaja
artikel keguruan
1. Refleksi Hari Guru Ke-63 Citra guru masa kini
SOSOK Ibu Guru Muslimah dalam Film Laskar Pelangi sangat menyentuh hati. Dengan penuh
kasih ia didik murid-muridnya, ia terima semua kelebihan dan kekurangan dari murid-murid
tersebut. Ia mengajar dengan penuh kelembutan dan dedikasi yang tinggi.
Dalam kebimbangan ia mampu menjadi motivator bagi para muridnya. Ketika murid
membutuhkan ilmu ia menjadi transformator. Ketika harus menggali kreativitas murid ia menjadi
fasilitator. Ketulusan dan kreativitas Guru Muslimah dalam mendidik para muridnya merupakan
suatu pelajaran berharga yang patut diteladani, khususnya bagi kaum guru.
Seperti apa pun perubahan zaman dan perkembangan teknologi, ketulusan mengabdi seorang
guru tetap diperlukan demi masa depan putra-putri bangsa. Walaupun zaman telah berubah,
teknologi semakin maju, peradaban semakin berkembang nilai-nilai keluhuran budi harus tetap
dipertahankan. Seorang pendidik berkewajiban untuk menumbuhkan nilai-nilai kehidupan, budi
pekerti, dan norma-norma pada murid-muridnya.
Guru sebagai sosok yang digugu lan ditiru. Dari pameo tersebut tersirat pandangan serta
harapan masyarakat terhadap seorang guru. Dalam kedudukan seperti itu guru tidak hanya
sebagai pengajar di kelas namun juga tampil sebagai pendidik di sekolah maupun di masyarakat.
Harapan ini akan menjadi rancu manakala ada oknum guru yang menyimpang dari norma-norma
yang berlaku. Masyarakat menjadi ragu untuk mempercayakan pendidikan putra-putrinya kepada
guru.
Bagaimana agar citra guru tetap menempati hati masyarakat? Bukan hal mudah untuk menjadi
guru yang benar-benar guru, menjadi panutan masyarakat, mampu mengabdikan dirinya dengan
tulus. Oleh karena itu dalam rangka menyambut hari guru ke-63 kiranya para guru wajib
merenung, introspeksi diri, agar menjadi guru yang mempunyai citra di masyarakat.
Kompetensi guru
Kualitas guru belakangan ini banyak diragukan oleh berbagai kalangan masyarakat. Persoalan-
persoalan yang menyangkut generasi muda selalu dikaitkan dengan kualitas guru yang pernah
mendidiknya. Jika ada siswa tawuran, narkoba, brutal, guru yang pertama disalahkan.
Oleh karena itu pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu dan
profesionalisme guru sesuai dengan amanat perundang-undangan guru dan dosen. Berbagai
upaya ini antara lain adalah dengan melakukan pelatihan, peningkatan pendidikan bergelar,
sertifikasi, dan pemberian tunjangan profesi guru (sambutan Menteri Pendidikan Nasional pada
Majalah Suara Guru edisi khusus Hari Ulang Tahun PGRI ke-63). Hal ini sebenarnya merupakan
bentuk perhatian pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan dan citra para guru di hati
masyarakat.
Profesi guru yang dulu dipandang sebelah mata berangsur-angsur mulai diperhitungkan kembali
oleh masyarakat. Guru yang dulunya hanya dikenal sebagai tukang mengajar kini anggapan itu
kian terkikis, sebab untuk menjadi guru harus memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional seperti yang
tertuang dalam pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Kompetensi guru juga tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru yang
2. menyatakan bahwa guru perlu menguasai 4 (empat) kompetensi, yakni pedagogik, kepribadian,
sosial, dan profesional.
Realitas di lapangan empat kompetensi tersebut belum seluruhnya dikuasai oleh para guru.
Sebagai contoh pengembangan kurikulum, guru enggan membuat Program Tahunan (Prota),
Program Semester (Promes), silabus bahkan sampai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Guru lebih senang copy paste perangkat pembelajaran yang sudah ada tanpa mencermati lebih
dalam kekurangan dan kelebihan perangkat tersebut. Dalam bidang teknologi guru juga belum
banyak yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pembelajaran. Banyak
guru yang masih gaptek (gagap teknologi) sehingga tidak pernah memanfaatkan internet untuk
memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan.
Tindakan reflektif untuk meningkatkan kualitas belajar wajib dilakukan oleh guru. Kegiatan ini
tercermin dalam Penelitian Tindakan Kelas ((PTK). Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru
akan lebih baik jika ditulis dalam bentuk karya tulis PTK. Selain untuk memperbaiki kualitas
belajar siswa, memperbaiki kualitas pengajaran guru, juga melatih guru untuk berpikir ilmiah.
Tujuan yang bagus ini tidak didukung oleh semua guru, lantaran mereka merasa kesulitan
menyusun karya tulis, merasa tidak mampu, namun juga tidak mau belajar.
Guru memang profesi yang mulia, kepribadiannya pun juga harus mulia. Walaupun masih ada
oknum guru yang menentang hukum. Bahkan berita-berita di koran sering memuat tindak asusila
yang dilakukan oleh oknum guru. Guru yang semula harus menjadi panutan akhirnya menjadi
bahan hinaan masyarakat. Guru yang seperti inilah yang mencoreng citra guru.
Upaya pemerintah
Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru sudah dilakukan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan. Kegiatan tersebut, antara lain: berbagai bentuk pelatihan, seminar untuk guru-
guru mulai dari tingkat gugus hingga tingkat nasional sering diselenggarakan. Hal ini sebagai
upaya untuk meningkatkan kualitas guru. Harapannya para guru memperoleh wawasan yang
luas dalam mengembangkan karirnya sehingga ilmu-ilmu yang diperolehnya mampu diterapkan
di tempat ia bekerja. Guru tidak statis, selalu memperoleh dan mengembangkan ilmunya.
Ajang bergengsi untuk guru juga digelar setiap tahun di antaranya lomba keteladanan guru,
keteladanan kepala sekolah, lomba keberhasilan guru, dan sejenisnya. Dengan kegiatan-kegiatan
yang bersifat kompetisi tersebut akan mendorong guru untuk meningkatkan kualitasnya, selalu
berinovasi, memberikan semangat dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kompetensi guru
benar-benar teruji diajang perlombaan tersebut.
Fasilitas untuk belajar mengajar yang diberikan pemerintah juga merupakan sarana untuk
meningkatkan kualitas guru dalam pembelajaran. Fasilitas tersebut akan sangat membantu guru
dalam menjalankan tugasnya seperti gedung sekolah, alat peraga, buku-buku, bea siswa, dan
sebagainya. Tujuan pembelajaran akan tercapai apabila pembelajaran berlangsung dengan
optimal. Pembelajaran akan optimal apabila sarana dan prasarana tercukupi. Oleh karena itu
fasilitas belajar mengajar sangat urgen keberadaannya.
Sertifikasi bagi guru merupakan bentuk perhatian pemerintah untuk meningkatkan kualitasnya,
sebab persyaratan sertifikasi menggambarkan kompetensi guru dalam menjalankan tugasnya.
Guru yang memenuhi syarat sertifikasi berhak memperoleh tunjangan profesional. Dengan
program semacam ini para guru akan berlomba-lomba meningkatkan kualitas dirinya dalam
menjalankan tugas mengabdikan diri dalam dunia pendidikan. Harus diakui bahwa seorang guru
yang telah mendapat sertifikat dalam proses sertifikasi harus mampu menunjukkan kinerja lebih
optimal. Benarkah sudah demikian? Sebuah pertanyaan yang patut untuk ditindakkritisi dengan
3. merumuskan seperangkat instrumen penilaian untuk menilai kinerja guru yang sudah
tersertifikasi.
Sebagai kado HUT Guru ke-63 agaknya kita wajib merenungkan kata-kata William Arthur Ward,
“Guru biasa memberitahu, guru baik menjelaskan, guru ulung memperagakan, dan guru hebat
mengilhami “. Jadilah guru hebat yang mampu mengilhami siswa sehingga mereka menjadi
pemroduksi gagasan bukan pengonsumsi gagasan. Guru yang hebat akan selalu dirindukan oleh
murid-muridnya. Pembelajarannya yang bermakna akan selalu ditunggu kehadirannya di sekolah.
Ketulusan pengabdiannya akan selalu dikenang di hati masyarakat.
Akhirnya, selamat hari guru, selamat berjuang! Embun pagi akan selalu tersenyum menyambut
kedatanganmu.
R Tantiningsih SPd
Guru SDN Anjasmoro
Semarang
(Dimuat di Koran Sore Wawasan 24 November 2008)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LANDASAN
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 1 butir 6 yang mengemukakan bahwa konselor adalah
pendidik, Pasal 3 bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik, dan Pasal 4 ayat (4) bahwa
pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran, dan Pasal 12 Ayat (1b) yang menyatakan bahwa setiap
peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Pasal 5 s.d Pasal 18 tentang standar isi untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah.
3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang memuat
pengembangan diri peserta didik dalam struktur kurikulum setiap satuan
pendidikan difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga
kependidikan.
4. Dasar Standarisasi Profesi Konseling yang dikeluarkan oleh Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Tahun 2004 untuk memberi arah
pengembangan profesi konseling di sekolah dan di luar sekolah.
4. B. PENGERTIAN
Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran
sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan
pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian
peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling
berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar,
dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler. Di samping itu,
untuk satuan pendidikan kejuruan, kegiatan pengembangan diri, khususnya
pelayanan konseling ditujukan guna pengembangan kreativitas dan karir.
Untuk satuan pendidikan khusus, pelayanan konseling menekankan
peningkatan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan khusus peserta
didik.
Kegiatan pengembangan diri berupa pelayanan konseling difasilitasi/
dilaksanakan oleh konselor, dan kegiatan ekstra kurikuler dapat dibina oleh
konselor, guru dan atau tenaga kependidikan lain sesuai dengan kemampuan
dan kewenangnya. Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk
kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler dapat
megembangankan kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari
peserta didik.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan peserta
didik, dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.
2. Tujuan Khusus
Pengembangan diri bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam
mengembangkan:
a. Bakat
b. Minat
c. Kreativitas
d. Kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan
e. Kemampuan kehidupan keagamaan
5. f. Kemampuan sosial
g. Kemampuan belajar
h. Wawasan dan perencanaan karir
i. Kemampuan pemecahan masalah
j. Kemandirian
D. RUANG LINGKUP
Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan
terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegitan tidak terprogram
dilaksanakan secara lansung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di
sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua peserta didik.
Kegiatan terprogram terdiri atas dua komponen:
1. Pelayanan konseling, meliputi pengembangan:
a. kehidupan pribadi
b. kemampuan sosial
c. kemampuan belajar
d. wawasan dan perencanaan karir
1. Ekstra kurikuler, meliputi kegiatan:
a. kepramukaan
b. latihan kepemimpinan, ilmiah remaja, palang merah remaja
c. seni, olahraga, cinta alam, jurnalistik, teater, keagamaan
E. BENTUK-BENTUK PELAKSANAAN
1. Kegiatan pengembangan diri secara terprogram dilaksanakan dengan perencanaan
khusus dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara
individual, kelompok, dan atau klasikal melalui penyelenggaraan:
a. layanan dan kegiatan pendukung konseling
b. kegiatan ekstra kurikuler.
6. 2. Kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram dapat dilaksanakan sebagai berikut.
a. Rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan terjadwal, seperti: upacara bendera, senam,
ibadah khusus keagamaan bersama, keberaturan, pemeliharaan kebersihan dan
kesehatan diri.
b. Spontan, adalah kegiatan tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti:
pembentukan perilaku memberisalam, membuang sampah pada tempatnya, antri,
mengatasi silang pendapat (pertengkaran).
c. Keteladanan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari seperti:
berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan dan atau
keberhasilan orang lain, datang tepat waktu.
BAB II
PENGEMBANGAN DIRI
MELALUI PELAYANAN KONSELING
A. STRUKTUR PELAYANAN KONSELING
Pelayanan konseling di sekolah/madrasah merupakan usaha membantu
peserta didik dalam pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial,
kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan karir. Pelayanan
konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik, secara individual,
kelompok dan atau klasikal, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat,
perkembangan, kondisi, serta peluang-peluang yang dimiliki. Pelayanan ini
juga membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang
dihadapi peserta didik.
1. Pengertian Konseling
Konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara
perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang
secara optimal, dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi,
kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir, melalui
berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-
norma yang berlaku.
2. Paradigma, Visi, dan Misi
a. Paradigma
7. Paradigma konseling adalah pelayanan bantuan psiko-pendidikan
dalam bingkai budaya. Artinya, pelayanan konseling berdasarkan
kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi pendidikan serta psikologi yang
dikemas dalam kaji-terapan pelayanan konseling yang diwarnai oleh
budaya lingkungan peserta didik.
b. Visi
Visi pelayanan konseling adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan
yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam
pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar
peserta didik berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.
c. Misi
1) Misi pendidikan, yaitu memfasilitasi pengembangan peserta didik
melalui pembentukan perilaku efektif-normatif dalam kehidupan
keseharian dan masa depan.
2) Misi pengembangan, yaitu memfasilitasi pengembangan potensi
dan kompetensi peserta didik di dalam lingkungan sekolah/
madrasah, keluarga dan masyarakat.
3) Misi pengentasan masalah, yaitu memfasilitasi pengentasan
masalah peserta didik mengacu pada kehidupan efektif sehari-hari.
3. Bidang Pelayanan Konseling
a. Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu
peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi
dan kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan
karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik.
b. Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu
peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan
kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman
sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.
c. Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu
peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka
mengikuti pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.
d. Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta
didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan
mengambil keputusan karir.
4. Fungsi Konseling
8. a. Pemahaman, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memahami diri
dan lingkungannya.
b. Pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mampu
mencegah atau menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang
dapat menghambat perkembangan dirinya.
c. Pengentasan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mengatasi
masalah yang dialaminya.
d. Pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi untuk membantu
peserta didik memelihara dan menumbuh-kembangkan berbagai
potensi dan kondisi positif yang dimilikinya.
e. Advokasi, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memperoleh
pembelaan atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapat
perhatian.
5. Prinsip dan Asas Konseling
a. Prinsip-prinsip konseling berkenaan dengan sasaran layanan,
permasalahan yang dialami peserta didik, program pelayanan, serta
tujuan dan pelaksanaan pelayanan.
b. Asas-asas konseling meliputi asas kerahasiaan, kesukarelaan,
keterbukaan, kegiatan, kemandirian, kekinian, kedinamisan,
keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih tangan kasus, dan tut wuri
handayani.
6. Jenis Layanan Konseling
a. Orientasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik memahami
lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah/madrasah dan obyek-
obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta mempermudah
dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru.
b. Informasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan
memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan
pendidikan lanjutan.
c. Penempatan dan Penyaluran, yaitu layanan yang membantu peserta
didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam
kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan,
magang, dan kegiatan ekstra kurikuler.
d. Penguasaan Konten, yaitu layanan yang membantu peserta didik
menguasai konten tertentu, terumata kompetensi dan atau kebiasaan
yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, dan masyarakat.
9. e. Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik
dalam mengentaskan masalah pribadinya.
f. Bimbingan Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik
dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan
belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan
kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.
g. Konseling Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik
dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui
dinamika kelompok.
h. Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak
lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang
perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah
peserta didik.
i. Mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan
permasalahan dan memperbaiki hubungan antarmereka.
7. Kegiatan Pendukung
a. Aplikasi Instrumentasi, yaitu kegiatan mengumpulkan data tentang diri
peserta didik dan lingkungannya, melalui aplikasi berbagai instrumen, baik tes
maupun non-tes.
b. Himpunan Data, yaitu kegiatan menghimpun data yang relevan dengan
pengembangan peserta didik, yang diselenggarakan secara
berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu, dan bersifat rahasia.
c. Konferensi Kasus, yaitu kegiatan membahas permasalahan peserta
didik dalam pertemuan khusus yang dihadiri oleh pihak-pihak yang
dapat memberikan data, kemudahan dan komitmen bagi
terentaskannya masalah peserta didik, yang bersifat terbatas dan
tertutup.
d. Kunjungan Rumah, yaitu kegiatan memperoleh data, kemudahan dan
komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik melalui
pertemuan dengan orang tua dan atau keluarganya.
e. Tampilan Kepustakaan, yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan
pustaka yang dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan
pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar, dan karir/jabatan.
f. Alih Tangan Kasus, yaitu kegiatan untuk memindahkan penanganan
masalah peserta didik ke pihak lain sesuai keahlian dan
kewenangannya.
8. Format Kegiatan
10. a. Individual, yaitu format kegiatan konseling yang melayani peserta didik secara
perorangan.
b. Kelompok, yaitu format kegiatan konseling yang melayani sejumlah peserta
didik melalui suasana dinamika kelompok.
c. Klasikal, yaitu format kegiatan konseling yang melayani sejumlah peserta didik
dalam satu kelas.
d. Lapangan, yaitu format kegiatan konseling yang melayani seorang atau
sejumlah peserta didik melalui kegiatan di luar kelas atau lapangan.
e. Pendekatan Khusus, yaitu format kegiatan konseling yang melayani
kepentingan peserta didik melalui pendekatan kepada pihak-pihak
yang dapat memberikan kemudahan.
8. Program Pelayanan
a. Jenis Program
1) Program Tahunan, yaitu program pelayanan konseling meliputi
seluruh kegiatan selama satu tahun untuk masing-masing kelas di
sekolah/madrasah.
2) Program Semesteran, yaitu program pelayanan konseling meliputi
seluruh kegiatan selama satu semester yang merupakan jabaran
program tahunan.
3) Program Bulanan, yaitu program pelayanan konseling meliputi
seluruh kegiatan selama satu bulan yang merupakan jabaran
program semesteran.
4) Program Mingguan, yaitu program pelayanan konseling meliputi
seluruh kegiatan selama satu minggu yang merupakan jabaran
program bulanan.
5) Program Harian, yaitu program pelayanan konseling yang
dilaksanakan pada hari-hari tertentu dalam satu minggu. Program
harian merupakan jabaran dari program mingguan dalam bentuk
satuan layanan (SATLAN) dan atau satuan kegiatan pendukung
(SATKUNG) konseling.
b. Penyusunan Program
1) Program pelayanan konseling disusun berdasarkan kebutuhan
peserta didik (need assessment) yang diperoleh melalui aplikasi
instrumentasi.
2) Substansi program pelayanan konseling meliputi keempat bidang,
jenis layanan dan kegiatan pendukung, format kegiatan, sasaran
pelayanan, dan volume/beban tugas konselor.
11. (Lampiran 1 dan Lampiran 2a, 2b, 2c, dan 2d)
B. PERENCANAAN KEGIATAN
1. Perencanaan kegiatan pelayanan konseling mengacu pada program tahunan
yang telah dijabarkan ke dalam program semesteran, bulanan serta
mingguan.
2. Perencanaan kegiatan pelayanan konseling harian yang merupakan
jabaran dari program mingguan disusun dalam bentuk SATLAN dan
SATKUNG yang masing-masing memuat:
a. Sasaran layanan/kegiatan pendukung
b. Substansi layanan/kegiatan pendukung
c. Jenis layanan/kegiatan pendukung, serta alat bantu yang digunakan
d. Pelaksana layanan/kegiatan pendukung dan pihak-pihak yang terlibat
e. Waktu dan tempat
(Lampiran 3)
3. Rencana kegiatan pelayanan konseling mingguan meliputi kegiatan di
dalam kelas dan di luar kelas untuk masing-masing kelas peserta didik
yang menjadi tanggung jawab konselor. (Lampiran 1)
4. Satu kali kegiatan layanan atau kegiatan pendukung konseling berbobot
ekuivalen 2 (dua) jam pembelajaran.
5. Volume keseluruhan kegiatan pelayanan konseling dalam satu minggu
minimal ekuivalen dengan beban tugas wajib konselor di sekolah/
madrasah.
C. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Bersama pendidik dan personil sekolah/madrasah lainnya, konselor
berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pengembangan diri yang
bersifat rutin, insidental dan keteladanan.
2. Program pelayanan konseling yang direncanakan dalam bentuk SATLAN
dan SATKUNG dilaksanakan sesuai dengan sasaran, substansi, jenis
kegiatan, waktu, tempat, dan pihak-pihak yang terkait.
12. 1. Pelaksanaan Kegiatan Pelayanan Konseling
a. Di dalam jam pembelajaran sekolah/madrasah:
1) Kegiatan tatap muka secara klasikal dengan peserta didik untuk
menyelenggarakan layanan informasi, penempatan dan
penyaluran, penguasaan konten, kegiatan instrumentasi, serta
layanan/kegiatan lain yang dapat dilakukan di dalam kelas.
2) Volume kegiatan tatap muka klasikal adalah 2 (dua) jam per kelas
per minggu dan dilaksanakan secara terjadwal
3) Kegiatan tidak tatap muka dengan peserta didik untuk
menyelenggarakan layanan konsultasi, kegiatan konferensi kasus,
himpunan data, kunjungan rumah, pemanfaatan kepustakaan, dan
alih tangan kasus.
b. Di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah:
1) Kegiatan tatap muka dengan peserta didik untuk menyelenggarakan
layanan orientasi, konseling perorangan,, bimbingan kelompok,
konseling kelompok, dan mediasi, serta kegiatan lainnya yang
dapat dilaksanakan di luar kelas.
2) Satu kali kegiatan layanan/pendukung konseling di luar kelas/di luar
jam pembelajaran ekuivalen dengan 2 (dua) jam pembelajaran
tatap muka dalam kelas.
3) Kegiatan pelayanan konseling di luar jam pembelajaran
sekolah/madrasah maksimum 50% dari seluruh kegiatan
pelayanan konseling, diketahui dan dilaporkan kepada pimpinan
sekolah/madrasah.
4. Kegiatan pelayanan konseling dicatat dalam laporan pelaksanaan program
(LAPELPROG). (Lampiran 4).
5. Volume dan waktu untuk pelaksanaan kegiatan pelayanan konseling di
dalam kelas dan di luar kelas setiap minggu diatur oleh konselor dengan
persetujuan pimpinan sekolah/madrasah (Lampiran 5)
6. Program pelayanan konseling pada masing-masing satuan
sekolah/madrasah dikelola dengan memperhatikan keseimbangan dan
kesinambungan program antarkelas dan antarjenjang kelas, dan
mensinkronisasikan program pelayanan konseling dengan kegiatan
pembelajaran mata pelajaran dan kegiatan ekstra kurikuler, serta
mengefektifkan dan mengefisienkan penggunaan fasilitas sekolah/
madrasah.
13. D. PENILAIAN KEGIATAN
1. Penilaian hasil kegiatan pelayanan konseling dilakukan melalui:
a. Penilaian segera (LAISEG), yaitu penilaian pada akhir setiap jenis layanan
dan kegiatan pendukung konseling untuk mengetahui perolehan
peserta didik yang dilayani.
b. Penilaian jangka pendek (LAIJAPEN), yaitu penilaian dalam waktu tertentu
(satu minggu sampai dengan satu bulan) setelah satu jenis layanan
dan atau kegiatan pendukung konseling diselenggarakan untuk
mengetahui dampak layanan/kegiatan terhadap peserta didik.
c. Penilaian jangka panjang (LAIJAPANG), yaitu penilaian dalam waktu tertentu
(satu bulan sampai dengan satu semester) setelah satu atau beberapa
layanan dan kegiatan pendukung konseling diselenggarakan untuk
mengetahui lebih jauh dampak layanan dan atau kegiatan pendukung
konseling terhadap peserta didik.
2. Penilaian proses kegiatan pelayanan konseling dilakukan melalui analisis
terhadap keterlibatan unsur-unsur sebagaimana tercantum di dalam
SATLAN dan SATKUNG, untuk mengetahui efektifitas dan efesiensi
pelaksanaan kegiatan.
3. Hasil penilaian kegiatan pelayanan konseling dicantumkan dalam
LAPELPROG (Lampiran 4).
1. Hasil kegiatan pelayanan konseling secara keseluruhan dalam satu
semester untuk setiap peserta didik dilaporkan secara kualitatif.
(Lampiran 6 dan Lampiran 7)
E. PELAKSANA KEGIATAN
1. Pelaksana kegiatan pelayanan konseling adalah konselor sekolah/ madrasah.
2. Konselor pelaksana kegiatan pelayanan konseling di sekolah/madrasah wajib:
a. Menguasai spektrum pelayanan pada umumnya, khususnya pelayanan
profesional konseling.
b. Merumuskan dan menjelaskan peran profesional konselor kepada pihak-pihak
terkait, terutama peserta didik, pimpinan sekolah/ madrasah, sejawat
pendidik, dan orang tua.
c. Melaksanakan tugas pelayanan profesional konseling yang setiap kali
dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan, terutama
pimpinan sekolah/madrasah, orang tua, dan peserta didik.
14. d. Mewaspadai hal-hal negatif yang dapat mengurangi keefektifan kegiatan
pelayanan profesional konseling.
e. Mengembangkan kemampuan profesional konseling secara berkelanjutan.
(Rincian kewajiban konselor Lampiran 8).
3. Beban tugas wajib konselor ekuivalen dengan beban tugas wajib pendidik
lainnya di sekolah/madrasah sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
4. Pelaksana pelayanan konseling
a. Pelaksana pelayanan konseling di SD/MI/SDLB pada dasarnya adalah guru
kelas yang melaksanakan layanan orientasi, informasi, penempatan
dan penyaluran, dan penguasaan konten dengan menginfusikan
materi layanan tersebut ke dalam pembelajaran, serta untuk peserta
didik Kelas IV, V, dan VI dapat diselenggarakan layanan konseling
perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok.
b. Pada satu SD/MI/SDLB atau sejumlah SD/MI/SDLB dapat diangkat seorang
konselor untuk menyelenggarakan pelayanan konseling.
c. Pada satu SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB/SMK/MAK dapat diangkat
sejumlah konselor dengan rasio seorang konselor untuk 150 orang
peserta didik.
F. PENGAWASAN KEGIATAN
1. Kegiatan pelayanan konseling di sekolah/madrasah dipantau, dievaluasi, dan
dibina melalui kegiatan pengawasan.
2. Pengawasan kegiatan pelayanan konseling dilakukan secara:
a. interen, oleh kepala sekolah/madrasah.
b. eksteren, oleh pengawas sekolah/madrasah bidang konseling.
3. Fokus pengawasan adalah kemampuan profesional konselor dan
implementasi kegiatan pelayanan konseling yang menjadi kewajiban dan
tugas konselor di sekolah/madrasah.
4. Pengawasan kegiatan pelayanan konseling dilakukan secara berkala dan
berkelanjutan.
15. 5. Hasil pengawasan didokumentasikan, dianalisis, dan ditindaklanjuti untuk
peningkatan mutu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pelayanan
konseling di sekolah/madrasah.
BAB III
PENGEMBANGAN DIRI
MELALUI KEGIATAN EKSTRA KURIKULER
A. STRUKTUR KEGIATAN EKSTRA KURIKULER
1. Pengertian Kegiatan Ekstra Kurikuler
Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata
pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan
peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka
melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan
atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di
sekolah/madrasah.
1. Visi dan Misi
a. Visi
Visi kegiatan ekstra kurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat dan
minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan
peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan
masyarakat.
b. Misi
1) Menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta
didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka.
2) Menyelenggarakan kegiatan yang memberikan kesempatan peserta
didik mengespresikan diri secara bebas melalui kegiatan mandiri
dan atau kelompok.
3. Fungsi Kegiatan Ekstra Kurikuler
a. Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk
mengembangkan kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai
dengan potensi, bakat dan minat mereka.
16. b. Sosial, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan
kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik.
c. Rekreatif, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan
suasana rileks, mengembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik
yang menunjang proses perkembangan.
d. Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk
mengembangkan kesiapan karir peserta didik.
4. Prinsip Kegiatan Ekstra Kurikuler
a. Individual, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang sesuai dengan
potensi, bakat dan minat peserta didik masing-masing.
b. Pilihan, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang sesuai dengan
keinginan dan diikuti secara sukarela peserta didik.
c. Keterlibatan aktif, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang menuntut
keikutsertaan peserta didik secara penuh.
d. Menyenangkan, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler dalam suasana
yang disukai dan mengembirakan peserta didik.
e. Etos kerja, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang membangun
semangat peserta didik untuk bekerja dengan baik dan berhasil.
f. Kemanfaatan sosial, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang
dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat.
5. Jenis kegiatan Ekstra Kurikuler
a. Krida, meliputi Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS),
Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka
(PASKIBRAKA).
b. Karya Ilmiah, meliputi Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan
keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian.
c. Latihan/lomba keberbakatan/prestasi, meliputi pengembangan bakat olah raga,
seni dan budaya, cinta alam, jurnaistik, teater, keagamaan.
d. Seminar, lokakarya, dan pameran/bazar, dengan substansi antara lain karir,
pendidikan, kesehatan, perlindungan HAM, keagamaan, seni budaya.
6. Format Kegiatan
a. Individual, yaitu format kegiatan ekstra kurikuler yang diikuti peserta didik
secara perorangan.
17. b. Kelompok, yaitu format kegiatan ekstra kurikuler yang diikuti oleh kelompok-
kelompok peserta didik.
c. Klasikal, yaitu format kegiatan ekstra kurikuler yang diikuti peserta didik dalam
satu kelas.
d. Gabungan, yaitu format kegiatan ekstra kurikuler yang diikuti peserta
didik antarkelas/antarsekolah/madraasah.
e. Lapangan, yaitu format kegiatan ekstra kurikuler yang diikuti seorang
atau sejumlah peserta didik melalui kegiatan di luar kelas atau
kegiatan lapangan.
B. PERENCANAAN KEGIATAN
Perencanaan kegiatan ekstra kurikuler mengacu pada jenis-jenis kegiatan yang
memuat unsur-unsur:
1. Sasaran kegiatan
2. Substansi kegiatan
3. Pelaksana kegiatan dan pihak-pihak yang terkait, serta keorganisasiannya
4. Waktu dan tempat
5 Sarana
(Lampiran 10)
C. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Kegiatan ekstra kurikuler yang bersifat rutin, spontan dan keteladanan
dilaksanakan secara langsung oleh guru, konselor dan tenaga
kependidikan di sekolah/madrasah.
2. Kegiatan ekstra kurikuler yang terprogram dilaksanakan sesuai dengan
sasaran, substansi, jenis kegiatan, waktu, tempat, dan pelaksana
sebagaimana telah direncanakan. (Lampiran 11)
D. PENILAIAN KEGIATAN
Hasil dan proses kegiatan ekstra kurikuler dinilai secara kualitatif dan dilaporkan
kepada pimpinan sekolah/madrasah dan pemangku kepentingan lainnya oleh
penanggung jawab kegiatan.
(Lampiran 12,13, dan14)
18. E. PELAKSANA KEGIATAN
Pelaksana kegiatan ekstra kurikuler adalah pendidik dan atau tenaga
kependidikan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan pada substansi
kegiatan ekstra kurikuler yang dimaksud.
F. PENGAWASAN KEGIATAN
1. Kegiatan ekstra kurikuler di sekolah/madrasah dipantau, dievaluasi, dan dibina
melalui kegiatan pengawasan.
2. Pengawasan kegiatan ekstra kurikuler dilakukan secara:
a. interen, oleh kepala sekolah/madrasah.
b. eksteren, oleh pihak yang secara struktural/fungsional memiliki kewenangan
membina kegiatan ekstra kurikuler yang dimaksud.
3. Hasil pengawasan didokumentasikan, dianalisis, dan ditindaklanjuti untuk
peningkatan mutu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ekstra
kurikuler di sekolah/madrasah.
No Comments yet...
Ditulis dalam Uncategorized
Posted by: trieelangsutajaya2008 | Nopember 8, 2008
Internalisasi Paradigma 4 Pilar Pendidikan
oleh: Trimo, S.Pd.,M.Pd. (IKIP PGRI Semarang)
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Membicarakan system pendidikan di Indonesia ibarat orang berjalan tanpa ujung
tidak ada titik temu. Pejabat lebih senang membuat dan memilih kebijakan baru
yang lebih spektakuler agar orang menjadi lupa dan terkonsentrasi terhadap
kebijakan barunya. Lupa akan harapan dan tujuan sebuah program yang
dirumuskan tentang sistem pendidikan di Indonesia.
19. Hal tersebut merupakan sebuah realita dunia pendidikan. Masih segar dalam
ingatan kita tentang pola pengajaran di Indones dari CBSA, PAKEM, Portofolio,
ia,
MBS, Broad Based Education dan yang terbaru adalah KBK. Penerapan tersebut
tentunya menimbulkan permasalahan baru dalam proses belajar-mengajar.
Proses belajar-mengajar merupakan suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu (Usman,
2000:4). Sedangkan menurut Suryosubroto, proses belajar-mengajar meliputi
kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai
evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran (Suryosubroto 1997:19).
Mengacu dari kedua pendapat tersebut, maka proses belajar-mengajar yang
aktif ditandai adanya serangkaian kegiatan terencana yang melibatkan siswa secara
komprehensif, baik fisik, mental, intelektual dan emosionalnya.
Dalam konteks pemahaman tentang proses belajar-mengajar, guru
dihadapkan pada sesuatu yang secara conditio sine qua non harus diaktualisasikan
dalam bentuk pembelajaran aktif, kreatif, dan menyenangkan. Fenomena yang
berkembang di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar guru terbiasa
mendesain pembelajaran yang “memenangkan” guru. Artinya, guru lebih senang
dianggap sebagai satu-satunya sumber belajar bagi siswa (teacher centered).
Pembelajaran didasarkan target kurikulum, juga merupakan refleksi dari
saratnya beban dan materi pelajaran sehingga guru cenderung mengejar
penyelesaian materi daripada mengoptimalkan substansi dari kristalisasi nilai-
nilai yang seyogyanya diaktualisasikan. Artinya, guru kurang peduli dengan
pentingnya kecakapan hidup (life skill) yang harus dikuasai siswa, dan lebih
mementingkan pencapaian hasil belajarnya.
Kondisi tersebut sudah barang tentu rentan akan berbagai dampak
negatif yang muaranya pada kualitas pendidikan di mana berada pada ambang
batas “kekawatiran”. Problematika yang kompleks dalam dunia pendidikan
20. merupakan tantangan guru, yang harus diupayakan alternatif pemecahannya.
Hal ini lantaran stakeholder dalam dunia pendidikan adalah orang tua, guru,
masyarakat, institusi, dan para praktisi pendidikan yang diharapkan sumbang
sarannya.
Realitas di lapangan menunjukkan bahwa sebagai upaya pencapaian
target kurikulum guru cenderung “memaksa” siswa menerima. Pengajaran tanpa
mempertimbangkan apakah siswa mampu menguasai serta mengerti dengan
apa yang ia pelajari. Kondisi dapat dilihat dari berbagai aktivitas guru, di
antaranya: (1) guru memberi les/pelajaran tambahan secara berlebihan dan
cenderung menerapkan metode drill, (2) guru hanya menjadi “tukang LKS”, (3)
guru memberi pelajaran tidak sistematis, (4) guru memberikan PR dalam jumlah
yang tidak sesuai dengan kemampuan siswa, dan (5) pengajaran tanpa media.
Ada beragam teknik yang dapat digunakan guru untuk menciptakan
suasana kelas yang kondusif, kreatif, konstruktif, ceria, dan menyenangkan serta
memberi ruang gerak anak untuk berkreasi, sesuai daya imajinasi masing-
masing. Apabila kondisi tersebut dapat didesain guru sudah barang tentu akan
bersampak pada meningkatnya kualitas pembelajaran.
Pembelajaran yang berkualitas pada akhirnya bermuara pada penciptaan
suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Paradigma
tersebut kemudian dikenal dengan istilah PAKEM dan mendapatkan
rekomendasi dari UNESCO sebagai satu bentuk pembelajaran efektif, dengan
mengacu pada empat pilar pendidikan, yakni belajar mengetahui (learning to
know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live
together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka persoalan mendasar yang
hendak dibahas adalah: “Bagaimana internalisasi paradigma empat pilar
pendidikan dalam proses belajar-mengajar sebagai upaya peningkatan mutu
pendidikan?
3. Tujuan dan Manfaat Penulisan Makalah
21. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menelaah secara mendalam
internalisasi paradigma empat pilar pendidikan dalam proses belajar-mengajar
sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan
4. Manfaat Penulisan Makalah
Penyusunan makalah ini memiliki manfaat secara teoretis dan praktis.
Secara teoretis makalah ini bermanfaat untuk menelaah teori-teori pembelajaran
efektif yang direfleksikan dalam paradigma empat pilar pendidikan sebagai
upaya peningkatan mutu pendidikan.
Secara praktis, makalah ini bermanfaat untuk: (1) guru, sebagai
penggerakan motivasi dalam mendesain pembelajaran bermakna, (2) kepala
sekolah, sebagai sarana memberkikan pembinaan bagi guru-guru dalam rangka
meningkatkan kualitas pembelajaran, dan (3) pengawas sekolah, sebagai
masukan dalam meningkatkan profesionalisme guru.
B. PEMBAHASAN
1. Interaksi Belajar-Mengajar
Lingrend (dalam Usman, 2000:25), mengatakan bahwa ada empat pola
komunikasi dalam proses interaksi guru dengan siswa seperti digambarkan
dalam diagram berikut ini:
Diagram 1
Jenis-Jenis Interaksi Dalam belajar-Mengajar
(Lingren, 1976)