Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2010-2014 mengalami perubahan untuk menyesuaikan dengan perubahan lingkungan strategis dan kebijakan pemerintah. Perubahan kedua mencakup penajaman target dan prioritas pembangunan untuk tahun 2013-2014 serta penyesuaian indikator kinerja.
1. i
RENCANA STRATEGIS
(MIDTERM REVIEW)
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
NOMOR 20/PRT/M/2012
TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN
MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 02/PRT/M/2010
TENTANG RENCANA STRATEGIS
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
TAHUN 2010 – 2014
2. ii
KATA PENGANTAR
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Pekerjaan
Umum telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Peker-
jaan Umum Tahun 2010 - 2014 yang telah ditetapkan melalui Peraturan
Menteri Kementerian Pekerjaan Umum No. 02/PRT/M/2010. Selanjutnya
Renstra tersebut mengalami perubahan yang ditetapkan melalui Pera-
turan Menteri Pekerjaan Umum No. 23/PRT/M/2010 yang telah memuat
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/ PRT/M/2010 tentang Peruba-
han Permen PU No. 03/PRT/2010 tentang Indikator Kinerja Utama mengikuti ketentuan
Permenkeu No.104/PMK.02/2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA K/L
Tahun Anggaran 2011.
Memasuki tahun ketiga pelaksanaan Renstra Kementerian, terjadi banyak perubahan
lingkungan strategis dan konstelasi kebijakan termasuk adanya Direktif Presiden yang
melengkapi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014. Selain itu
berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan Renstra sampai dengan tahun ketiga, terdapat
kebutuhan untuk penajaman dan penyesuaian arah pembangunan 2 (dua) tahun tera-
khir Renstra yaitu tahun 2013-2014 untuk mengakomodir kebutuhan new initiatives yang
belum tercantum dalam Renstra Kementerian terdahulu.
Penyesuaian prioritas dan kebijakan pembangunan juga membawa konsekuensi untuk
menajamkan target 2 (dua) tahun untuk memenuhi target pembangunan yang hendak
dicapai dalam 5 (lima) tahun.
Dengan dilakukannya review Renstra Kementerian, rencana kinerja pencapaian out-
come dan output diharapkan dapat mencapai kinerja yang lebih baik dan memenuhi as-
pek akuntabilitas berlandaskan kepada sistem akuntansi dan barang milik negara, sistem
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah serta sistem penganggaraan berbasis kinerja.
3. iii
Selanjutnya seluruh Unit Organisasi di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum harus
mengacu kepada dokumen review Renstra dimaksud terutama dalam penyusunan
dokumen perencanaan dan pemograman serta pengganggaran masing-masing pro-
gram Unit Kerja Eselon I dan kegiatan Unit Kerja Eselon II. Saya sebagai Menteri Pekerjaan
Umum mengharapkan seluruh jajaran dapat menerapkan secara konsekuen keseluruhan
sasaran program dan kegiatan. Mudah-mudahan dengan berlandaskan pada nilai-nilai
organisasi dan motto pekerjaan umum, bertindak tepat, bergerak cepat dan bekerja
keras, dalam upaya untuk menyediakan tingkat ketersediaan dan pelayanan infrastruk-
tur pekerjaan umum dan permukiman yang andal dapat terwujud dalam mendukung
tujuan pembangunan nasional yaitu dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
MENTERI PEKERJAAN UMUM
DJOKO KIRMANTO
4. iv
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 02/
PRT/M/2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
TAHUN 2010 – 2014
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 3 Peraturan Presiden
Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014, Kementerian/Lembaga
melaksanakan program dalam RPJM Nasional yang dituangkan
dalam Rencana Strategis Kementerian/Lembaga
b. bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam
huruf a, Menteri Pekerjaan Umum telah menetapkan Peraturan
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20/PRT/M/2012
5. v
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 02/PRT/M/2010 tentang
Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010
– 2014 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 23/PRT/M/2010;
c. bahwa dengan adanya perubahan lingkungan strategis yang
berpengaruh terhadap kebijakan pembangunan bidang
pekerjaan umum dan penataan ruang, Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum tersebut perlu disesuaikan dan disempurnakan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 02/PRT/M/2010
Tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum Tahun
2010 – 2014;
Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3833);
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4247);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286);
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
6. vi
6. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan; (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
7. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
9. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Persampahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4851);
10. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5188);
11. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5252);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang tata
Cara pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4663);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi
dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia
7. vii
Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4816);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178);
16. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan
dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor
91 Tahun 2011;
17. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014;
18. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kementerian Negara serta Susunan Organisasi,
Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden
Nomor 38 Tahun 2013;
19. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia;
20. Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL) 2010 – 2014;
21. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2010
Tentang Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan
Kementerian Pekerjaan Umum sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor dengan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/PRT/M/2010;
22. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08/PRT/M/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum;
23. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di
lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum sebagaimana telah
8. viii
diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 09/
PRT/M/2011;
24. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/PRT/M/2010
tentang Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan
Kementerian Pekerjaan Umum;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURANMENTERIPEKERJAANUMUMREPUBLIKINDONESIATENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
NOMOR 02/PRT/M/2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN
PEKERJAAN UMUM TAHUN 2010 – 2014.
Pasal I
Beberapa Ketentuan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 02/
PRT/M/2010 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010
– 2014 diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
Mengubah Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 02/PRT/M/2010
tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010-2014
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
23/PRT/M/2010, sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
9. ix
2. Ketentuan dalam Lampiran diubah sehingga berbunyi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
MENTERI PEKERJAAN UMUM
REPUBLIK INDONESIA,
DJOKO KIRMANTO
ttd
pada tanggal 28 Desember 2012
tt
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
Kepala Biro Hukum
Siti Martini
NIP. 195803311984122001
20. BAB 1 - PENDAHULUAN2
1.1. UMUM
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan Umum (PU) 2010-2014 disusun berdasarkan
amanat Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN) serta Undang-Undang Nomor 27 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Renstra
kementerian tersebut merupakan dokumen perencanaan kementerian untuk periode 5 (lima)
tahun yang disusun dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2010-2014 dan bersifat indikatif (lihat Gambar 1.1).
RPJP
Nasional
RPJM
Nasional
RKP
Renja
KL
RAPBN
RKA
KL
APBN
Rincian
APBN
Renstra/
Review
Renstra K/L
UU SPPN
Pedoman Pedoman
PedomanPedoman
Pedoman
Dijabarkan
UU Keuangan
Negara
Gambar 1.1 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU Nomor 25 Tahun 2004)
BAB 1
PENDAHULUAN
21. BAB 1 - PENDAHULUAN 3
Renstra kementerian merupakan acuan
dalam Perencanaan, Pemograman dan
Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) untuk
penyusunan dokumen Rencana Kerja
Kementerian/Lembaga (RENJA K/L) dan
Rencana Kerja Anggaran Kementerian/
Lembaga (RKA K/L). Selanjutnya Renstra juga
merupakan salah satu komponen dalam
sistem manajemen kinerja yang merupakan
siklus perencanaan, pemograman,
penganggaran, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi, sehingga penyusunan Renstra juga
harus berlandaskan pada ketentuan Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(SAKIP).
Renstra Kementerian PU 2010–2014 juga
disusun berlandaskan pada tugas dan fungsi
kementerian, amanat undang-undang sektor
ke-PU-an, juga berlandaskan pada pemetaan
kondisi lingkungan strategis, tantangan yang
terus berkembang, dan isu-isu strategis yang
harus diakomodir serta mengacu pada arah
kebijakan dan strategi yang ditetapkan
dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2010–2014 maupun
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) 2005–2025. Susunan Renstra
2010–2014 meliputi pemaparan tentang: (i)
mandat, tugas, fungsi dan kewenangan; (ii)
kondisi, isu dan tantangan penyelenggaraan
bidang pekerjaan umum dan penataan
ruang; (iii) visi, misi, tujuan dan sasaran
Kementerian PU; (iv) arah kebijakan dan
strategi penyelenggaraan bidang pekerjaan
umum dan penataan ruang; (v) program
dan kegiatan serta skenario pendanaannya.
Renstra ini dalam pelaksanaannya akan
digunakan sebagai acuan perencanaan,
pemograman, penganggaran tahunan dan
evaluasi pelaksanaan/pencapaian sasaran
pembangunan infrastruktur pekerjaan umum
dan permukiman.
22. BAB 1 - PENDAHULUAN4
Dalam paruh waktu pelaksanaannya yaitu antara 2010-2014, dipandang perlu untuk
melakukan review mengingat adanya dinamika perubahan lingkungan strategis, direktif presiden
terkait dengan MP3EI maupun kebijakan baru dalam mendorong pertumbuhan ekonomi (pro
growth), penanggulangan kemiskinan (pro poor), penciptaan lapangan kerja (pro jobs) serta
upaya mempertahankan daya dukung lingkungan (pro green) terkait dampak perubahan iklim/
pemanasan global. Disamping itu upaya untuk meningkatkan kinerja/produktivitas organisasi
harus terus ditingkatkan sejalan dengan upaya reformasi birokrasi.
Dalam dokumen hasil Review Renstra tersebut memuat tambahan materi berupa evaluasi target
capaian sampai dengan tahun 2012 serta perubahan target-target dalam rangka mengakomodir
isu-isu dan perubahan lingkungan strategis lainnya sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Selanjutnya dokumen hasil Review Renstra tersebut menjadi acuan dalam penyusunan Renstra
masing-masing unit dan penyusunan RENJA K/L dan RKA K/L di lingkungan Kementerian Pekerjaan
Umum mulai tahun 2013 sampai dengan tahun 2014.
1.2. MANDAT, TUGAS, FUNGSI DAN KEWENANGAN
Memasuki tahap kedua pelaksanaan pembangunan jangka panjang (2010–2014), tatanan
Kementerian/Lembaga telah memiliki landasan hukum yang kuat dengan ditetapkannya Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor
47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara (beserta perubahannya
dalam Perpres Nomor 91 Tahun 2011) serta Perpres Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian
Negara (beserta perubahannya dalam Perpres Nomor 92 Tahun 2011). Sesuai Undang-Undang
tersebut, Kementerian PU termasuk dalam kelompok kementerian yang menangani urusan
pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Adapun tugas Kementerian PU sesuai dengan Perpres Nomor 24 Tahun 2010 adalah
menyelenggarakan urusan di bidang pekerjaan umum dalam pemerintahan untuk membantu
Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Sedangkan fungsi Kementerian PU
dalam Perpres tersebut adalah: (i) perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan dibidang
pekerjaan umum; (ii) pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian PU; (iii) pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian PU; (iv)
pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian PU di daerah;
dan (v) pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. Bidang pekerjaan umum yang
dimaksud berdasarkan perpres di atas mencakup: bidang penataan ruang, bidang sumber daya
air, bidang bina marga, bidang cipta karya, bidang pembinaan konstruksi, serta penelitian dan
pengembangan.
23. BAB 1 - PENDAHULUAN 5
Fungsi sebagaimana disebutkan di atas ti-
dakterlepasdariUndang-Undangsektorke-PU-
an yang meliputi: (i) Undang-Undang Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, (ii)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air, (iii) Undang-Undang Nomor
38 Tahun 2004 tentang Jalan, (iv) Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah, (v) Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung, (vi) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Permukiman,
serta (vii) Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1999 tentang Jasa Konstruksi. Adapun fokus
dari masing-masing undang-undang sektor ke-
PU-an tersebut adalah (i) Penyelenggaraan
Penataan Ruang yang menitikberatkan pada
dukungan pembangunan berkelanjutan
berbasis penataan ruang, (ii) Pengelolaan
Sumber Daya Air yang menitikberatkan pada
ketahanan pangan, ketahanan air (konservasi
dan penyediaan air baku), dan pengendalian
daya rusak air, (iii) Penyelenggaraan Jalan
yang menitikberatkan pada peningkatan
konektivitas serta kelancaran arus orang dan
barang, (iv) Pembinaan dan Pengembangan
InfrastrukturPermukimanyangmenitikberatkan
pada peningkatan pelayanan dasar
masyarakat dalam rangka pencapaian
target MDGs, penanggulangan kemiskinan
(pemberdayaan masyarakat/PNPM), serta
peningkatan tertib penyelenggaraan
bangunan gedung dan penataan lingkungan,
serta (v) Pembinaan Konstruksi yang
menitikberatkan pada peningkatan kapasitas
dan kinerja pembina jasa konstruksi pusat dan
daerah.
24. BAB 1 - PENDAHULUAN6
Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, mandat
yang diberikan kepada Kementerian PU terbagi ke dalam 2 (dua) bidang utama, yaitu bidang PU
dan bidang penataan ruang. Bidang PU meliputi sub bidang sumber daya air, sub bidang jalan,
sub bidang persampahan, sub bidang drainase, sub bidang air minum, sub bidang air limbah, sub
bidang bangunan gedung dan lingkungan, sub bidang permukiman, sub bidang perkotaan dan
perdesaan dan sub bidang jasa konstruksi.
Peraturan perundang-undangan tersebut menyatakan bahwa Bidang PU dan Penataan Ruang
adalah salah satu urusan pemerintahan yang bersifat concurrent atau dilaksanakan bersama oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Kewenangan penyelenggaraan Bidang PU dan Penataan
Ruang sebagian berada di tingkat Pemerintah dan sebagian telah menjadi kewenangan
Pemerintah Daerah. Kementerian Pekerjaan Umum, dalam periode 2010-2014, akan menangani
keseluruhan aspek penyelenggaraan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman, yaitu:
aspek pengaturan, pembinaan, pengembangan/pelaksanaan, dan pengawasan (TURBINBANG/
25. BAB 1 - PENDAHULUAN 7
LAKWAS) yang merupakan kewenangan pemerintah. Untuk penyelenggaraan kewenangan
Kementerian PU terdapat beberapa urusan tertentu, antara lain: urusan yang dilaksanakan sendiri,
urusan yang sebagian dapat didekonsentrasikan untuk kegiatan yang bersifat non fisik ataupun
urusan yang dapat ditugaspembantuankan (TP) untuk kegiatan yang bersifat fisik, khususnya
untuk sub bidang Sumber Daya Air, sub bidang Bina Marga dan bidang Penataan Ruang. Khusus
sub bidang terkait ke-CiptaKarya-an, pada prinsipnya hampir semua lingkup tugas pelaksanaan
merupakan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan PP 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Pusat
melaksanakan tugas-tugas TURBINWAS dan yang bersifat concurrent atas permintaan daerah
dalam upaya pencapaian sasaran pembangunan nasional dan Standar Pelayanan Minimum
(SPM) serta hal-hal yang bersifat strategis nasional lainnya. Adapun kewenangan pemerintah
pusat dalam melakukan TURBINBANG/LAKWAS antara lain:
1. Bidang Penataan Ruang
Pengaturan (penetapan peraturan perundang-undangan, NSPK, penataan ruang perairana.
di luar 12 (dua belas) mil dari garis pantai, SPM);
Pembinaan (koordinasi penyelenggaraan penataan ruang pada semua tingkatan wilayah,a.
Sosialisasi NSPK dan SPM);
Pelaksanaan (perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatanb.
ruang); dan
Pengawasan dan pengendalian (pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang dic.
wilayah nasional, propinsi, dan kabupaten/kota).
2. Sub Bidang Sumber Daya Air
Pengaturan (penetapan kebijakan nasional SDA, pola dan rencana pengelolaan SDA,a.
NSPK, penetapan wilayah sungai, dan penetapan status daerah irigasi);
Pembinaan (penetapan dan pemberian izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaanb.
dan pengusahaan SDA wilayah sungai lintas provinsi/negara/strategis nasional);
Pembangunan/pengelolaan (konservasi dan pendayagunaan SDA wilayah sungaic.
lintas provinsi/negara/strategis nasional, pengendalian daya rusak air, pembangunan/
peningkatan/OP sistem irigasi, bangunan air disungai, danau dan pantai); dan
Pengawasan dan pengendalian (pengawasan pengelolaan sumber daya air pada wilayahd.
sungai lintas provinsi/negara/strategis nasional).
26. BAB 1 - PENDAHULUAN8
3. Sub Bidang Bina Marga
Pengaturan (pengaturan jalan secara umum, pengaturan jalan nasional, pengaturan jalana.
tol);
Pembinaan (pembinaan jalan secara umum dan jalan nasional, pengembangan teknologib.
terapan untuk jalan kabupaten/kota, penyusunan pedoman dan NSPK jalan tol);
Pembangunan/pengelolaan (Pembangunan jalan nasional, pengusahaan jalan tol); danc.
Pengawasan dan pengendalian (pengawasan jalan secara umum, pengawasan jaland.
nasional, pengawasan jalan tol).
4. Sub Bidang Cipta Karya (Perkotaan dan Perdesaan, Air Minum, Air Limbah, Persampahan,
Drainase, Permukiman, Bangunan Gedung dan Lingkungan)
Pengaturan (penetapan kebijakan dan strategi nasional, penetapan NSPK dan SPM);a.
Pembinaan (fasilitasi bantuan teknis untuk peningkatan kapasitas teknik dan manajemenb.
penyelenggara);
Pembangunan/pengelolaan (fasilitasi perencanaan program dan pembiayaanc.
pembangunan jangka panjang dan menengah, fasilitasi kerjasama/kemitraan, fasilitasi
bantuan teknis terkait dengan kegiatan pembangunan, pemeliharaan dan pengelolaan
infrastruktur permukiman); dan
Pengawasan dan pengendalian (pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan NSPK,d.
pengawasan dan pengendalian program pembangunan dan pengelolaan).
5. Sub Bidang Jasa Konstruksi
Pengaturan (penetapan dan penerapan kebijakan nasional pengembangana.
penyelenggaraan konstruksi, serta kebijakan pengembangan SDM bidang konstruksi).
Pemberdayaan (pemberdayaan LPJKN serta asosiasi badan usaha dan profesi tingkatb.
nasional, perintisan/model penyelenggaraan pelatihan tenaga terampil konstruksi).
Pengawasan (pengawasan LPJKN serta asosiasi badan usaha dan profesi tingkat nasional;c.
pengawasan guna tertib penyelenggaraan dan pemanfaatan pekerjaan konstruksi).
Selanjutnya, penjelasan secara lengkap mengenai kewenangan pemerintah dalam melakukan
TURBINBANG/LAKWAS terkait dengan penyelenggaraan Bidang PU dan Penataan Ruang dapat
dilihat dalam Lampiran 1.
27. BAB 1 - PENDAHULUAN 9
1.3. PERAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DAN PERMUKIMAN
Peran dan fungsi Kementerian PU adalah mewujudkan pembangunan infrastruktur Pekerjaan
Umum dan Permukiman (PU-KIM) berbasiskan penataan ruang sebagaimana telah diamanatkan
dalam undang-undang sektor yang mencakup (lihat Gambar 1.2):
Infrastruktur Sumber Daya Air (SDA) berperan dalam penyediaan dan pengelolaan aira.
baku untuk keperluan domestik (rumah tangga), perkotaan, industri dan pertanian untuk
mendukung ketahanan pangan yang merupakan bagian dari pelaksanaan konservasi SDA,
pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak air;
Infrastruktur Jalan dan Jembatan berperan untuk mendukung distribusi lalu-lintas barang danb.
manusia maupun sebagai pembentuk struktur ruang wilayah; dan
Infrastruktur Permukiman berperan dalam menyediakan pelayanan air minum dan sanitasic.
lingkungan, infrastruktur permukiman di perkotaan dan perdesaaan, revitalisasi kawasan serta
pengembangan kawasan agropolitan/minapolitan.
BASIS PENATAAN
RUANG
PEMBENTUK
STRUKTUR RUANG
infrastruktur jalan dan jembatan
infrastruktur SUMBER DAYA AIR
infrastruktur PERMUKIMAN
PENYEDIAAN DAN
PENGELOLAAN AIR
UNTUK KEPERLUAN
DOMESTIK, INDUSTRI,
PERTANIAN DALAM
MENDUKUNG
KETAHANAN PANGAN
PELAYANAN AIR
MINUM DAN SANITASI
PERKOTAAN DAN
PERDESAAN
Gambar 1.2. Peran Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Permukiman Dalam Pembangunan
28. BAB 1 - PENDAHULUAN10
Pembangunan infrastruktur pekerjaan
umum dan permukiman mempunyai peran
vital dalam mewujudkan pemenuhan Hak
Dasar Rakyat seperti pangan, sandang,
papan, rasa aman, pendidikan, kesehatan
dan lain-lain. Infrastruktur merupakan modal
sosial masyarakat yang memegang peranan
penting dalam mendukung pertumbuhan
ekonomi nasional, memperkuat ketahanan
pangan, energi dan air dan peningkatan daya
saing di dunia internasional. Pembangunan
infrastruktur mempunyai manfaat langsung
untuk mendukung peningkatan kualitas taraf
hidup masyarakat, kualitas lingkungan dan
pengembangan wilayah.
Ketersediaan dan tingkat pelayanan
infrastruktur yang baik merupakan prasyarat
agar berbagai aktivitas masyarakat dapat
berlangsung dengan lebih baik dan
meningkatkan kemampuan berproduksi
masyarakat. Pembangunan infrastruktur PU-
KIM akan mendukung produktivitas sektor
ekonomi melalui efek berganda (multiplier
effects) dan kelancaran kegiatan sektor
pembangunan lainnya antara lain sektor
pertanian, industri, perhubungan, kelautan
dan perikanan. Pembangunan infrastruktur
ditinjaudarisektorkonstruksiakanmenciptakan
kesempatan kerja dan usaha bagi tenaga
kerja produktif sehingga akan mengurangi
pengangguran.
Pembangunaninfrastrukturatausaranadan
prasarana akan mendukung pertumbuhan
ekonomi sektor riil suatu wilayah dan pembuka
daerah terisolasi sehingga dapat mengatasi
persoalan kesenjangan antara perkotaan
dan perdesaan, antar kawasan maupun antar
wilayah. Pembangunan infrastuktur berbasis
pengembangan wilayah yang merata dan
seimbang diharapkan mampu mengurangi
29. BAB 1 - PENDAHULUAN 11
ketimpangan pembangunan antar wilayah sebagaimana masih terjadi hingga saat ini, mampu
mengurangi tekanan imigrasi dari desa ke kota yang menjadi sumber penyebab terjadinya
berbagai pemekaran wilayah (urban sprawl) terutama di kota-kota metropolitan dan besar, serta
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga dapat memperkokoh rasa persatuan
dan kesatuan antar wilayah/daerah di Indonesia.
Pembangunan infrastruktur PU-KIM yang berwawasan lingkungan mempunyai peran untuk
meningkatkan kualitas lingkungan dan mempertahankan daya dukung lingkungan melalui
adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, konservasi daerah aliran sungai, pembangunan konstruksi
ramah lingkungan dan peningkatan kualitas permukiman serta pembangunan berbasis kemitraaan
dan pemberdayaan masyakat untuk meningkatkan kesadaran kelestarian lingkungan hidup.
Pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman perlu dilaksanakan dengan
pendekatan strategis nasional, dalam hal ini triple track strategy plus yaitu: (i) pro growth
(meningkatkan pertumbuhan ekonomi); (ii) pro poor (menurunkan angka kemiskinan); (iii) pro
job (meningkatkan kesempatan kerja); dan (iv) pro green/environment (meningkatkan kualitas
lingkungan) dalam rangka memperkokoh terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia
30. BAB 1 - PENDAHULUAN12
(NKRI).
Oleh karenanya, pembangunan
infrastruktur harus benar-benar dirancang
dan diimplementasikan secara sistematis dan
matang sesuai kondisi dan potensi ekonomi
dan sosial serta tingkat kebutuhan dan
perkembangan suatu wilayah. Pembangunan
infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman
juga harus selaras dan bersinergi antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
serta dengan sektor-sektor lainnya, yang
pada gilirannya akan menjadi modal penting
dalam mewujudkan berbagai tujuan dan
sasaran pembangunan nasional.
Pembangunan infrastruktur pekerjaan
umumdanpermukimanharusdiselenggarakan
secara berkualitas supaya mampu
menciptakan outcome yang berkelanjutan
dan membuka peluang untuk mendapatkan
keuntungan ekonomi (economic gains),
menghadirkan keuntungan sosial (social
benefits),meningkatkanlayananpublik(public
services), serta meningkatkan partisipasi politik
(political participation) disegenap lapisan
masyarakat hingga mampu mendukung
pengembangan wilayah dalam rangka
perwujudan dan pemantapan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya
pendekatan umum pembangunan
infrastruktur PU dan permukiman dapat dilihat
pada Gambar 1.3.
31. BAB 1 - PENDAHULUAN 13
Gambar 1.3 Pendekatan Umum Penyelenggaraan Infrastruktur PU dan Permukiman.
1.4. STANDAR PELAYANAN BIDANG PU DAN PENATAAN RUANG
Pada hakikatnya, Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum semata, namun juga
menjadi tanggung jawab stakeholders lainnya, dalam hal ini pemerintah daerah. Kementerian PU
berkewajiban melakukan pembinaan kepada seluruh stakeholders maupun mitranya agar tujuan
dan sasaran pembangunan maupun amanat undang-undang dapat dicapai.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah/PP Nomor 65 Tahuan 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM), Kementerian PU diamanatkan
untuk menyusun SPM bidang pekerjaan umum pada level kabupaten/kota. Hal ini menjadi indikasi
penting bahwa, SPM merupakan kebutuhan yang paling mendasar dan mutlak dipenuhi oleh
pemerintah guna memenuhi kebutuhan hidup dan kesejahteraan masyarakat dalam konteks
pengembangan wilayah. Adapun secara lebih rinci, PP tersebut kemudian dijabarkan dalam
32. BAB 1 - PENDAHULUAN14
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal
(SPM) Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Permen ini mengatur bagaimana pemerintah
pusat memberdayakan pemerintah daerah agar dapat mewujudkan SPM bidang pekerjaan
umum dan penataan ruang yang menjadi kewajiban pemerintah daerah. Infrastruktur PU-KIM yang
terbangun harus memadai sesuai dengan standar yang disyaratkan agar dapat meningkatkan
kualitas pelayanan publik. Hal ini telah menjadi prioritas utama dalam RPJPN untuk RPJM tahap II
(2010–2014), dimana untuk bidang pekerjaan umum dan penataan ruang dinyatakan agar kualitas
pelayanan publik lebih murah, cepat, transparan dan akuntabel semakin meningkat. Peningkatan
tersebut ditandai dengan terpenuhinya standar pelayanan minimum (SPM) di semua tingkatan
pemerintahan.
SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang memuat jenis dan mutu pelayanan dasar
Bidang Pekerjaan umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga secara minimal. Jenis pelayanan dasar SPM bidang Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang ini meliputi:
BidangPenataanRuang,denganindikator:1.
(i) Ketersediaan informasi mengenai
Rencana Tata Ruang (RTR) wilayah
kabupaten/kota beserta rencana rincinya
melalui peta analog dan peta digital,
(ii) Terlaksananya penjaringan aspirasi
masyarakat melalui forum konsultasi publik
yang memenuhi syarat inklusif dalam
proses penyusunan RTR dan program
pemanfaatan ruang, yang dilakukan
minimal 2 (dua) kali setiap disusunnya
RTR dan program pemanfaatan ruang,
(iii) Terlayaninya masyarakat dalam
pengurusan izin pemanfaatan ruang sesuai
dengan Peraturan Daerah tentang RTR
wilayah kabupaten/kota beserta rencana
rincinya, (iv) Terlaksanakannya tindakan
awal terhadap pengaduan masyarakat
tentang pelanggaran di bidang penataan
ruang, dalam waktu 5 (lima) hari kerja, (v)
Ketersediaan luasan RTH publik sebesar
20% dari luas wilayah kota/kawasan
perkotaan;
33. BAB 1 - PENDAHULUAN 15
Sub Bidang Sumber Daya Air, dengan indikator: (i) Ketersediaan air baku untuk memenuhi2.
kebutuhan pokok minimal sehari hari, dan (ii)Ketersediaan air irigasi untuk pertanian rakyat
pada sistem irigasi yang sudah ada;
Sub Bidang Jalan, dengan indikator: (i) Aksesiblitas, ketersediaan jalan yang menghubungkan3.
pusat-pusat kegiatan dalam wilayah kabupaten/kota, (ii) Mobilitas, ketersediaan jalan yang
memudahkan masyarakat perindividu melakukan perjalanan, (iii) Keselamatan, ketersediaan
jalan yang menjamin pengguna jalan berkendara dengan selamat, (iv) Kondisi jalan,
ketersediaan jalan yang menjamin kendaraan dapat berjalan dengan selamat dan nyaman,
dan (v) Kecepatan, ketersediaan jalan yang menjamin perjalanan dapat dilakukan sesuai
dengan kecepatan rencana;
Sub Bidang Cipta Karya, meliputi:4.
Air minum, dengan indikator: Ketersediaan akses air minum yang aman melalui Sistema.
Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan
terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/ hari;
Air limbah permukiman, dengan indikator: (i) Ketersediaan sistem air limbah setempat yangb.
memadai, dan (ii) Ketersediaan sistem air limbah skala komunitas/kawasan/kota;
Pengelolaan sampah, dengan indikator: (i) Ketersediaan fasilitas pengurangan sampah dic.
perkotaan, (ii) Ketersediaan sistem penanganan sampah di perkotaan, dan (iii)Ketersediaan
sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga tidak terjadi genangan
(lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2 kali setahun.
Penanganan permukiman kumuh perkotaan, dengan indikator: Berkurangnya luasand.
permukiman kumuh di kawasan perkotaan.
Penataan bangunan dan lingkungan, dengan indikator: (i) Izin mendirikan bangunan (IMB),e.
terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota, dan (ii) Harga Standar
Bangunan Gedung Negara (HSBGN), ketersediaan pedoman Harga Standar Bangunan
Gedung Negara di kabupaten/kota;
Sub Bidang Jasa konstruksi, dengan indikator: (i) Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK), penerbitan5.
IUJK dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah persyaratan lengkap, dan (ii) Sistem Informasi
Jasa Konstruksi, ketersediaan Sistem Informasi Jasa Konstruksi setiap tahun.
Ketersediaandantingkatpelayananseluruhinfrastrukturpekerjaanumumdanpermukimanyang
diberikan kepada masyarakat harus dalam kondisi yang baik dan layak. Kondisi yang baik adalah
kondisi dimana infrastruktur yang telah tersedia berfungsi sesuai peruntukan dan standar yang
telah ditetapkan. Sedangkan kondisi layak adalah suatu kondisi dimana masyarakat mendapatkan
pelayanan infrastruktur sesuai standar pelayanan minimal. Syarat agar kondisi tersebut dapat
tercapai salah satunya adalah masyarakat harus menempati ruang yang tertata secara serasi dan
memiliki akses terhadap pelayanan infrastruktur yang meliputi akses jalan/transportasi darat, akses
34. BAB 1 - PENDAHULUAN16
terhadap sumber air, baik air bersih maupun air baku, serta akses pelayanan kepada prasarana
dan sarana perumahan dan permukiman yang layak, termasuk terlindungi dari resiko bencana
alam seperti banjir dan kekeringan.
Dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya, Kementerian Pekerjaan Umum dari waktu
kewaktu harus selalu meningkatkan kualitas pelayanan terutama yang terkait dengan pelayanan
publik. Wujud dari peningkatan kualitas pelayanan publik tersebut adalah dengan pelaksanakan
reformasi birokrasi melalui 9 (sembilan) program yang salah satunya adalah program peningkatan
kualitas pelayanan publik. Kriteria dan ukuran keberhasilan pelaksanaan program reformasi
birokrasi tersebut termuat di dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010–2025 dan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010–2014.
35. BAB 1 - PENDAHULUAN 17
Dalam Road Map Reformasi Birokrasi
(RB) PU, agenda prioritas pertama adalah
peningkatankualitaspelayananpublikdimana
target yang ingin dicapai adalah penerapan
standar pelayanan publik, penguatan unit
organisasi yang menangani pelayanan publik,
peningkatan partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik serta
meningkatnya indeks kepuasan masyarakat
terhadap penyelenggaraan pelayanan
infrastruktur pekerjaan umum dan permu-
kiman. Mengakomodasi peningkatan kualitas
pelayanan publik tersebut, Kementerian
Pekerjaan Umum sebagaimana kementerian
lainnya melaksanakan Permen PAN dan RB
Nomor 01 Tahun 2012 tentang Pedoman
Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi
Birokrasi (PMPRB), dimana proses pelaksanaan
Reformasi Birokrasi akan dipaparkan secara
online dalam rangka peningkatan kualitas
organisasi pelayanan publik dimasa depan.
Hal ini secara umum telah diimplementasikan
oleh banyak organisasi pelayanan publik
di dunia, terutama Eropa, sebagaimana
yang dikenal dengan Common Assessment
Framework (CAF).
38. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN20
BAB 2
KONDISI, ISU DAN TANTANGAN
2.1. KONDISI UMUM
Selama kurun waktu 2010 hingga 2012, Indonesia telah mengalami berbagai peningkatan kondisi
pembangunan nasional kearah yang lebih demokratis, aman, tertib, adil, damai dan sejahtera.
Hal ini menjadi cerminan bahwa pengelolaan pembangunan nasional dengan strategi pro growth,
pro jobs, dan pro poor, yang dilakukan oleh pemerintah selama ini sebagian besar telah memberi
hasil sesuai dengan apa yang diinginkan. Apabila ditinjau dari aspek ekonomi, kesesuaian hasil
tersebut ditunjukan dengan tercapainya angka pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4-6,7% (BPS,
2012). Pertumbuhan tersebut diantaranya didorong oleh meningkatnya permintaan domestik
khususnya yang terkait dengan konsumsi rumah tangga dan investasi (BPS, 2012). Kemajuan
tersebut juga terpapar dalam capaian hasil yang dikeluarkan oleh Global Competitiveness
Report 2011-2012, dimana tahap pembangunan Indonesia telah beralih dari factor driven (tahap
1) menjadi efficiency driven (tahap 2). Hal ini memberi arti bahwa perekonomian Indonesia saat
ini telah digiring oleh efisiensi dari penggunaan berbagai faktor produksi. Disamping itu, dengan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi juga berdampak pada meningkatnya peringkat investasi
Indonesia menjadi BBB- sebagaimana yang dilakukan oleh lembaga pemeringkatan dunia Fitch
Ratings. Hal ini menjadikan Indonesia dipandang mampu menarik investor asing secara besar-
besaran.
Adapun secara multiplier, sebagaimana dijelaskan dalam RPJMN 2010-2014, hasil dari
pembangunan nasional tersebut berimbas secara tidak langsung terhadap penurunan persentase
tingkat kemiskinan. Data BPS pada tahun 2012 menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan
tingkat kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan dari 14,15% tahun 2009 menjadi 11,66% pada
tahun 2012.
39. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN 21
Gambar 2. 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia (BPS, 2012)
Keberhasilan penanggulangan kemiskinan didorong oleh pelaksanaan program-program
pemerintahdariberbagaikementerian/lembaga(K/L),berupaprogramintervensi,yangmerupakan
bagian dari pemenuhan hak dasar rakyat yang terus dilakukan untuk memberikan akses yang lebih
luas kepada kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah agar dapat menikmati lajunya
percepatan pertumbuhan ekonomi. Beberapa program pemerintah yang dapat ditempuh, antara
lain: Pertama, subsidi (seperti subsidi pangan, pupuk, benih, dan kredit program) serta dalam bentuk
bentuk bantuan sosial (Bansos), seperti Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas),
Bantuan Operasi Sekolah (BOS), dan Program Keluarga Harapan (PKH). Program ini dilaksanakan
untuk membantu pemenuhan kebutuhan dasar yang tidak atau belum mampu dipenuhi oleh
kemampuan sendiri. Disamping itu, telah dialokasikan juga anggaran berupa bantuan langsung
masyarakat sebagai bagian Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) mandiri, dan
dana penjaminan kredit/pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dan
koperasi melalui Program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kedua, mempermudah dan memperluas
kesempatan usaha dengan menghilangkan berbagai pungutan yang muncul diberbagai daerah
akibat eforia reformasi dan desentralisasi yang telah banyak membebani usaha mikro, kecil dan
menengah. Berbagai upaya telah ditempuh untuk memperbaiki iklim berusaha ini, salah satunya
adalah dengan melakukan amandemen UU Pajak dan Retribusi Daerah untuk mendisiplinkan
pemerintah daerah dalam menetapkan pungutan baru dengan tidak menghilangkan semangat
desentralisasi fiskal. Langkah lainnya, ditempuh dengan menerbitkan Inpres No. 6/2007 dan Inpres
40. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN22
No. 5/2008 yang memuat program aksi yang kongkrit dalam memperbaiki iklim berusaha bagi
UMKM.
Sementara itu, terkait dengan apek lingkungan, pemerintah tengah berupaya agar setiap
pembangunan dapat terjaga kelestarian lingkungan disekitarnya. Hingga saat ini, Indonesia
merupakan salah satu negara Asia yang paling rentan terhadap bahaya perubahan iklim.
Kekeringan, banjir, kenaikan permukaan laut, dan longsor merupakan bahaya yang akan
berdampak pada masyarakat miskin yang tinggal di pesisir pantai dan bergantung pada
pertanian, perikanan dan kehutanan sebagai sumber penghasilan mereka. Oleh karena itu,
Indonesia perlu melakukan tindakan yang tepat dalam rangka mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim. Saat ini dengan adanya berbagai degradasi lingkungan di Indonesia telah menimbulkan
biaya yang sangat tinggi yang tentunya akan berdampak langsung pada beban pembangunan,
sehingga upaya aktif perlu dilakukan untuk mendukung kelestarian lingkungan. Adapun upaya
tersebut diantaranya adalah dengan mengintegrasikan isu lingkungan pada setiap perumusan
kebijakan.
Dalam upaya mendukung kondisi tersebut di atas, Kementerian PU melalui tugas dan fungsi
utamanya yaitu melaksanakan penyediaan infrastruktur PU dan Permukiman, pada kurun waktu
2010-2012, telah melaksanakan berbagai kegiatan untuk mendukung prioritas pembangunan
nasional. Adapun kegiatan tersebut secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut.
41. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN 23
2.1.1. Penyelenggaraan Penataan Ruang
Pelaksanaan program Penataan Ruang hingga tahun 2012 telah membuahkan sejumlah hasil
yaitu untuk Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau telah diterbitkan Peraturan Presiden (Perpres) RTR
Pulau untuk 4 pulau dari target 7 pulau, yaitu: Pulau Sulawesi, Kalimantan, Sumatera dan Jawa-Bali.
Adapun sisanya masih dalam proses legalisasi yang masih terus dilakukan fasilitasi dan koordinasi
agar paling lambat pada akhir tahun 2014 sudah dapat disahkan menjadi Perpres seluruhnya.
Dengan telah diterbitkannya Perpres tersebut, maka sinkronisasi dan koordinasi perencanaan
pembangunan secara nasional akan semakin mudah dilakukan.
Untuk penyusunan RTR Kawasan strategis Nasional, dari 7 KSN perkotaan, 4 diantaranya sudah
diterbitkan Perpres. Adapun untuk KSN Non Perkotaan dari 69 baru 1 yang diterbitkan Perpres.
Namun demikian sebagian besar KSN tersebut sudah terfasilitasi penyusunannya dengan tingkat
kemajuan yang berbeda-beda.
UntukpenyesuaianRTRWyangditetapkanmenjadiPeraturanDaerah(Perda),14Provinsi(42,42%)
dan 202 kabupaten/kota (50,75%)sudah menetapkan Perda RTRW. Sedangkan sisanya, hampir
seluruhnya sudah mendapatkan persetujuan substansi dari Menteri Pekerjaan Umum. Pencapaian
ini akan berdampak secara signifikan bagi Pemerintah Daerah, Pemerintah maupun segenap
elemen masyarakat di dalam pelaksanaan penyelenggaraan penataan ruang. Melalui RTRW
yang telah memiliki landasan hukum diharapkan proses perencanaan, sinkronisasi pembangunan
dan koordinasi di wilayah maupun antar wilayah dapat terlaksana dengan lebih baik, demikian
halnya dengan pemanfaatan dan pengawasan serta pengendalian ruang akan semakin mudah
dilakukan. Namun demikian ke depan masih diperlukan upaya-upaya untuk menjaga komitmen
dan konsistensi serta penegakan aturan main (rule of the game) dan penegakan hukum (law
enforcment) terhadap implementasi Perda RTRW tersebut.
Untuk provinsi dan kabupaten/kota yang belum menetapkan hasil penyesuaian RTRW menjadi
Perda memang masih perlu didorong dan diberikan fasilitasi agar dapat segera menetapkan hasil
penyesuian RTRW menjadi Perda. Dari sisi proses penyusunan, untuk menetapkan Perda RTRW
memang bukan proses yang mudah karena merupakan proses politik dan membutuhkan biaya
yang cukup besar.
Untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan penataan ruang, khususnya dalam pe-
ngendalian dan pengawasan, telah dilakukan pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
yang hingga akhir tahun 2012 telah dilatih sebanyak 347 orang. Sehingga jumlah yang terlatih
sampai saat ini telah mencapai 400 orang PPNS, terdiri atas 49 orang PPNS di pusat dengan
lingkup kewenangan nasional dan 351 orang PPNS Penataan Ruang dengan lingkup kewenangan
daerah. Jumlah ini memang relatif masih sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan PPNS baik
di pusat maupun di daerah. Oleh karenanya ke depan masih diperlukan banyak pelatihan yang
disertai dengan peningkatan kualitas pembinaan, mengingat PPNS ini merupakan ujung tombak
dari pengawasan pelaksanaan rencana tata ruang.
42. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN24
2.1.2. Pengelolaan Sumber Daya Air
Untuk infrastruktur sumber daya air sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2004, adalah dalam rangka konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya
air, serta pengendalian daya rusak air. Adapun kegiatan yang mencakup tiga tujuan pengaturan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 dapat dijelaskan sebagai berikut:
Konservasi sumber daya air: Pengelolaan dan konservasi waduk, embung, situ, serta bangunana)
penampung air lainnya. Kegiatan ini berkaitan dalam memberikan dukungan ketahanan air.
Pendayagunaan sumber daya air: penyediaan dan pengelolaan air baku dalam rangkab)
meningkatkan ketahanan serta pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa air
dan jaringan pengairan lainnya yang bertujuan untuk memberikan dukungan ketahanan
pangan.
Pengendalian daya rusak air: pengendalian banjir, lahar gunung berapi dan pengamananc)
pantai.
43. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN 25
Permasalahan daya tampung air sangat
dipengaruhi oleh masalah sedimentasi. Hal
ini menjadi penyebab menurunnya kapasitas
tampung air hampir diseluruh waduk,
embung maupun situ. Saat ini lebih dari 60
DAS dalam kondisi kritis. Selain permasalahan
kapasitas tampung, masalah yang tidak kalah
pentingnya adalah menurunnya kualitas air
akibat kerusakan DAS.
Sampai dengan saat ini, kondisi infrastruktur
Sumber Daya Air (SDA) sudah lebih optimal
dalam mendukung pencapaian kinerja
pembangunan bidang pekerjaan umum dan
penataan ruang secara keseluruhan apabila
dibandingkan dengan periode sebelumnya
(2005-2009), dimana Pemerintah telah
membangun 11 waduk dengan kapasitas 79
juta meter kubik untuk memenuhi kebutuhan
air irigasi, rumah tangga, industri serta
keperluan pembangkit listrik.
Luas penanganan jaringan irigasi untuk
mendukung pemenuhan produksi pangan
dengan upaya operasi dan pemeliharaan
adalah seluas 2.143.589 ha setiap tahun dan
rehabilitasi seluas 1.174.258 ha, sementara
itu jaringan irigasi baru yang dibangun telah
mencapai 279.508 ha. Demikian halnya de-
ngan peningkatan operasi dan pemeliharaan,
rehabilitasi maupun penambahan jaringan
irigasi air tanah juga terus dilakukan.
Sejauh ini, penanganan infrastruktur SDA
yang dilaksanakan dalam rangka mendukung
ketahanan pangan masih dihadapkan pada
sejumlah isu terkait kinerja pelayanan irigasi
yaitu:belum optimalnya OP jaringan irigasi,
menurunnya kondisi bangunan sumber daya
air dan adanya tantangan kondisi alam yang
harus diantisipasi (seperti debit fluktuatif dan
masalah kualitas dan kuantitas air).
44. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN26
Kerusakan jaringan irigasi di banyak lokasi terjadi di daerah irigasi yang potensial menyumbang
pemenuhan kebutuhan pangan nasional juga sudah mulai berkurang. Demikian juga dengan
fungsi jaringan irigasi (termasuk rawa) semakin optimal dengan dilakukannya kegiatan operasi dan
pemeliharaan serta peningkatan keterlibatan petani dan stakeholders lainnya dalam pengelolaan
jaringan irigasi.
Adapun kondisi jaringan irigasi sampai dengan tahun 2010 dapat dijelaskan bahwa dari
keseluruhan daerah irigasi, yang ditangani oleh pemerintah pusat hanya sebesar 2.315.000 ha
atau 32% dari total areal irigasi 7.230.183 ha. Sebagaimana tertuang dalam Permen PU No. 32/PRT/
M/2007 tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi, dijelaskan bahwa sebesar
54% dalam kondisi baik, 28% dalam kondisi rusak sedang, 13% mengalami rusak ringan, sedangkan
hanya 5% yang mengalami rusak berat.
Sementara itu, seperti halnya apa yang ditunjukan dalam Gambar 2.2 mengenai kondisi
jaringan irigasi berdasarkan kewenangan, dari seluas 4.915.183 ha jaringan irigasi yang ditangani
oleh Pemerintah Daerah, 20% diantaranya merupakan kewenangan provinsi dan 48% merupakan
kewenangan kabupaten/kota.
Gambar 2.2 Kondisi Jaringan Irigasi Berdasarkan Kewenangan
45. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN 27
Gambar 2.3 Gambaran Indeks Penanaman (IP) dan Produktifitas Pertanian
Dalam hal potensi daya rusak air, memang masih terjadi perluasan dampak kerusakan
akibat banjir dan kekeringan (seperti banjir di wilayah Jabodetabek, Jawa Tengah dan Jawa
Timur yang berada di wilayah sungai Bengawan Solo dan kekeringan di NTB dan NTT). Selain
itu juga terdapat fenomena meluasnya kerusakan pantai akibat abrasi yang mengancam
keberadaan permukiman dan pusat-pusat perekonomian di sekitarnya. Namun demikian upaya
untuk mengantisipasi dampak tersebut telah banyak dilakukan melalui pembangunan, rehabilitasi
dan operasi pemeliharaan sarana/prasarana pengendalian banjir dan pengaman pantai.
46. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN28
2.1.3. Penyelenggaraan Jalan dan Jembatan
Untuk infrastruktur jalan, hingga tahun 2011, panjang jalan nasional telah mencapai 38.569 km
dengan kondisi jalan mantap mencapai 87,72% dan tidak mantap 12,28%. Kondisi ini mengalami
penurunan apabila dibandingkan dengan tahun 2009 di mana kondisi mantap mencapai 89%,
hal ini dikarenakan adanya penggeseran sebagian alokasi dana pemeliharaan jalan untuk
penambahan jalan baru sepanjang 693 km (tahun 2010: 311 km dan tahun 2011: 382 km). Adapun
kondisi permukaan jalan dalam kondisi baik dan sedang sebesar 56,22% dan 31,5%, sedangkan
jalan dengan kondisi rusak ringan dan rusak berat masing-masing 7,44% dan4,84%.
Pada tahun 2012, dalam rangka pelaksanaan preservasi dan peningkatan jalan nasional,
panjang jalan baru (termasuk kawasan strategis, perbatasan dan wilayah terluar dan terdepan)
yang telah terbangun sepanjang 1.293 km, panjang jembatan (termasuk kawasan strategis,
perbatasan dan wilayah terluar dan terdepan) yang telah terbangun sepanjang 13.053 m dan
jalan bebas hambatan yang telah terbangun sepanjang 16 km oleh pemerintah.
Kementerian Pekerjaan Umum mengakomodir perubahan program akibat adanya dinamika
kebijakan pemerintah pada era 2010–2012 yang diantaranya adalah isu penguatan konektivitas,
yakni pengelolaan Jalan Nasional dan pembinaan jalan daerah, mendukung berbagai inisiatif baru
seperti: MP3EI, MP3KI, UP4B, Ekonomi Kreatif maupun Transportasi kota-kota besar. Isu konektivitas
pada akhirnya mendorong Pemerintah untuk menyusun action plan yang juga merupakan bagian
dari kebijakan nasional dengan memperkenalkan kepada publik dan menetapkan Peraturan
Presiden tentang MP3EI yang pada dasarnya memperkenalkan usaha-usaha penurunan waktu
tempuh, dengan cara menghilangkan “debottlenecking”, menyetarakan feeder road yang
berhubungan langsung dengan jalan nasional serta penurunan tingkat jalan nasional yang masih
dalam kondisi sub standar.
Infrastruktur jalan tol yang telah beroperasi sampai dengan tahun 2012, baru mencapai
774 km, hanya meningkat sepanjang 77 km dari tahun 2009. Panjang jalan tol memang tidak
mengalami pertumbuhan signifikan sejak dioperasikannya jalan tol pertama tahun 1978 (Jalan Tol
Jagorawi sepanjang 59 km). Sejak tahun 1987, swasta mulai ikut dalam investasi jalan tol dan telah
membangun jalan tol sepanjang 203,30 km.
Harus diakui terdapat beberapa proyek Jalan belum dapat dilaksanakan setelah dilakukan
peletakan batu pertama (ground breaking), antara lain ruas jalan Tol Cikampek-Palimanan
sepanjang 116 km, Lingkar Luar Jakarta dari Ulujami-Puri Indah, Kebon Jeruk (Tol W2), Tol Bekasi-
Cawang-Kampung Melayu (Becakayu), Tol Pasuruan-Probolinggo, Tol Waru Wonokromo-Tanjung
Perak dan Tol Ciawi-Sukabumi. Hal ini disebabkan antara lain: masalah pembebasan tanah,
sumber pembiayaan, serta belum intensnya dukungan Pemerintah Daerah dalam pengembangan
jaringan jalan tol.
47. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN 29
2.1.4. Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman
Untuk infrastruktur air minum terdapat beberapa acuan dasar pengukuran cakupan pelayanan
air minum. Pada akhir tahun 1993 total cakupan pelayanan air minum layak di perkotaan dan
perdesaan mencapai 37,73%. Selanjutnya cakupan pelayanan air minum layak di perkotaan
meningkat dari 41% di tahun 2004 (34,36 juta jiwa) menjadi 49,82% (44,5 juta jiwa) di tahun 2009,
sedangkan di perdesaan meningkat dari 40% di tahun 2004 (melayani 10,09 juta jiwa) menjadi
45,72% di tahun 2009 (15,2 juta jiwa). Status pencapaian MDGs untuk akses air bersih, air minum
perpipaan, sanitasi dan rumah tangga kumuh perkotaan hingga tahun 2009 dapat dilihat dalam
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Indikator, Acuan Dasar, Eksisting dan Target Pencapaian MDGs dan IPM
Indikator Acuan Dasar (1993) Eksisting (2009) Target (2015)
Proporsi penduduk terhadap air minum layak 37,73 % 47,71 % 68,87 %
Perkotaan• 50,58 % 49,82 % 75,29 %
Perdesaan• 31,61 % 45,72 % 65,81 %
Proporsi penduduk terhadap sanitasi layak 24,81 % 51,19 % 62,41 %
Perkotaan• 53,64 % 69,51 % 76,82 %
Perdesaan• 11,10 % 33,96 % 55,55 %
Proporsi rumah tangga kumuh perkotaan 20,75 % 12,12 % 8,26 % *
*) target RPJPN tahun 2020 sebesar 6%
Hingga tahun 2009 proporsi penduduk terhadap air minum layak secara nasional sebesar
47,71%, hal ini berarti bahwa masih jauh dari target MDGs tahun 2015 sebesar 68,87%. Sedangkan
akses penduduk terhadap sanitasi layak pada tahun 2009 sebesar 51,19% sedangkan target MDGs
hingga tahun 2015 sebesar 62,41%.
Pada akhir tahun anggaran 2005-2009 prasarana dan sarana pengelolaan persampahan
telah terealisasi di 284 kab/kota. Pencapaian ini hanya 59,17% dari target Review Renstra yakni
480 kab/kota. Untuk pengelolaan persampahan, pemerintah tidak menetapkan manfaat terus
bertambah dalam kurun waktu 5 tahun. Lonjakan terbesar terjadi di tahun 2009, dimana penerima
manfaat mencapai 7.543.756 jiwa. Selisih cukup jauh dibanding tahun sebelumnya yang berbeda
pada angka 4.750.241 jiwa. Secara keseluruhan, penduduk yang dapat terlayani dengan sarana
pengelolaan sampah ini adalah sebesar 19.021.933 jiwa.
Target Review Renstra 2005-2009 menetapkan 304 upaya pendampingan yang mengacu pada
176 pedoman. Pencapaian kedua hal tersebut (pendampingan dan pedoman) terealisasi hingga
sekitar 118% dengan uraian 360 pendampingan yang mengacu pada 209 pedoman. Secara
keseluruhan, pembinaan teknis bangunan serta penataan bangunan dan lingkungan diharapkan
48. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN30
dapat meningkatkan kualitas perencanaan dan pengendalian serta pemanfaatan ruang bagi
terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan.
Di akhir tahun anggaran 2005-2009, implementasi program Ditjen Cipta Karya untuk bidang
perumahan melalui dukungan kawasan perumahan PNS/TNI-POLRI/Pekerja terfokus pada
penataan dan pengembangan kawasan permukiman baru. Tujuan dari penetapan fokus tersebut
adalah penyelesaian dan penuntasan permasalahan kekumuhan yang melanda perkotaan.
Penyelesaian dan penuntasan diwujudkan dalam pembangunan permukiman baru yang
berpihak pada MBR. Pengembangan permukiman baru ini meliputi pembangunan infrastruktur
pada kawasan baru bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Pembangunan terdiri
atas dua pilihan, yakni pembangunan kawasan permukiman baru di dalam kawasan kumuh
dan pembangunan pada lahan kosong di luar kawasan kumuh. Terlepas dari kedua pilihan
tersebut, pembangunan permukiman baru dilaksanakan tanpa adanya penggusuran Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) dari kawasan kumuh. Kawasan permukiman baru dibangun dalam
beberapa wujud. Antara lain, Rumah Sederhana Sehat (RsH) di perkotaan, perumahan berpola
Hunian Berimbang, Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) dan Milik (Rusunami), hingga
kawasan yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Pada tahun anggaran 2005-2009,
Renstra Ditjen Cipta Karya menetapkan dukungan infrastruktur berupa jalan poros untuk 567.569
unit RsH di kawasan RSS permukiman baru. Pada evaluasi akhir tahun anggaran 2005-2009, tercatat
pencapaian sebesar 105,76%. Dimana, pencapaian telah melebihi target, yakni sebesar 600.282
unit. Dukungan infrastruktur berupa RSS ini dirasakan pula manfaatnya oleh PNS/TNI-Polri/Pekerja.
Manfaat tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan sekaligus akses masyarakat
terhadap pelayanan serta prasarana dan sarana permukiman.
49. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN 31
2.2. EVALUASI PENCAPAIAN SASARAN 2010 - 2012
Mengacu pada hasil evaluasi tengah tahun capaian RPJMN 2010-2014 dan Renstra PU 2010-
2014, pelaksanaan pembangunan infrastruktur PU dan Permukiman sebagian besar telah berjalan
sesuai dengan apa yang direncanakan. Teridentifikasi bahwa beberapa capaian dari pelaksanaan
pembangunan tersebut diantaranya telah melebihi target dengan apa yang telah ditetapkan
dalam Revisi Renstra PU 2010-2014. Diantara capaian tersebut, dalam sub bidang sumber daya air,
adalah: (1) rehabilitasi sarana/prasarana air baku telah mencapai 105,85% dari target 12,30 m3
/
dt, (2) pembangunan/peningkatan jaringan irigasi air tanah telah mencapai 429,77% dari target
3000 ha, (3) pembangunan sarana/prasarana pengendalian banjir telah mencapai 106,82% dari
target 1000 km, (4) pembangunan/peningkatan sarana/prasarana pengendali lahan/sedimen
telah mencapai 364,29% dari target 28 buah, dan pemeliharaan sarana/prasarana perlindungan
pantai telah mencapai 122,70% dari target 50 km. Adapun terkait dengan pencapaian sub bidang
bina marga diantaranya adalah (1) pembangunan jalan baru sebesar 123% dari target 377 km,
(2) pembangunan/pelebaran jalan di kawasan strategis perbatasan wilayah terluar dan terdepan
sebesar 107,99% dari target 1.378 km. Selanjutnya dalam sub bidang cipta karya, diantaranya
adalah (1) penyediaan infrastruktur kawasan permukiman perkotaan sebesar 133,89% dari target
661 kws, (2) penyediaan infrastruktur kawasan permukiman perdesaan sebesar 117,91% dari target
469 kws, (3) penyediaan infrastruktur perdesaan (PPIP) sebesar 116,41% dari target 13.190 desa, (4)
penyelenggaraan SPAM terfasilitasi sebesar 110,75% dari target 186 PDAM, (5) penyediaan SPAM
di kawasan MBR 131,20% dari target 577 kws, (6) penyediaan SPAM perdesaan sebesar 149,03%
dari target 577 kws, dan (7) penyediaan SPAM kawasan khusus sebesar 214,38% dari target 153
kws.
50. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN32
Meski demikian, terdapat beberapa hal khusus yang perlu menjadi perhatian kedepannya,
antara lain adalah (1) terkait dengan pembuatan waduk, pada akhir tahun 2014, dalam RPJMN
2010-2014 ditargetkan akan terbangun 11 waduk sementara dalam Revisi Renstra PU 2010-2014
ditargetkan akan terbangun 6 waduk. Namun pada kenyataannya hingga saat ini baru terealisasi
sebanyak 2 waduk yang dibangun. (2) Terkait dengan pembangunan jalan tol, pada akhir tahun
2014, dalam RPJMN 2010-2014 ditargetkan akan terbangun sepanjang 120,35 km sementara pada
Revisi Renstra PU 2010-2014 ditargetkan akan terbangun 59,26 km, akan tetapi realisasinya hingga
saat ini baru tercapai sepanjang 26,23 km.
Adapun untuk pencapaian masing-masing bidang dan sub bidang secara lebih detail dapat
dijelaskan sebagai berikut.
2.2.1. Penyelenggaraan Penataan Ruang
Hingga akhir tahun 2012, pelaksanaan penyelenggaraan penataan ruang dapat diuraikan sebagai
berikut:
Pengaturan1.
NSPK yang telah dihasilkan selama kurun waktu 2010-2012 meliputi:
51. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN 33
Peraturan PemerintahNomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang;a)
Permen PU No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaanb)
Umum dan Penataan Ruang;
Permen PU No. 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruangc)
dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota;
SE Dirjen Penataan Ruang Kementerian PU No. 06/SE/Dr/2011 tentang Pedoman Kriteriad)
Lokasi Menara Telekomunikasi;
Permen PU No. 15/PRT/M/2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruange)
Kawasan Strategis Nasional;
Permen PU No.19/PRT/M/2012 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Sekitar TPAf)
Sampah.
Pembinaan2.
Berdasarkan Status Penyusunan RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota sampai dengan akhir Bulan
Desember 2012, dari 33 wilayah provinsi yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang untuk melakukan penyesuaian RTRW-nya, 33 provinsi
(100%) sudah mendapat persetujuan substansi dari Menteri PU dan 14 provinsi (42,42%) sudah
ditetapkan menjadi Perda.
di tingkat kabupaten, dari total 398 kabupaten, 394 kabupaten (98,99%) sudah mendapat
persetujuan substansi dari Menteri PU dan 202 kabupaten (50,75%) sudah ditetapkan menjadi
Perda. Sisanya, 3 kabupaten (0,75%) sudah pembahasan BKPRN, 1 kabupaten (0,25%) sudah
mendapat rekomendasi gubernur dan 1 kabupaten (0,25%) dalam proses revisi.
Sementara itu di tingkat kota, dari 93 kota di Indonesia sebanyak 85 kota (91,39%) sudah
mendapat persetujuan substansi dari Menteri PU dan 56 kota (60,22%) sudah ditetapkan
menjadi Perda. Sedangkan 5 kota (5,38) sudah pembahasan BKPRN, 2 kota (2,15%) dalam
proses rekomendasi gubernur dan 2 kota (2,15%) dalam proses revisi.
Sedangkan dalam rangka pembinaan penataan ruang wilayah nasional, antara lain telah
dihasilkan: 4 Perpres RTR Pulau/Kepulauan, 1 Perpres RTR KSN Non Perkotaan, penyelesaian 34
RTR KSN Non Perkotaan. Dalam rangka pengembangan perkotaan, telah dihasilkan 4 Perpres
KSN Perkotaan dan 2 Raperpres KSN Perkotaan yang saat ini sedang dalam proses legalisasi.
Dalam rangka pembinaan penataan ruang daerah, dilakukan bimbingan/pendampingan
pembinaan penataan ruang Provinsi dan Kabupaten di 15 provinsi dan 200 kabupaten untuk
wilayah I dan di wilayah II pada 17 provinsi dan 198 kabupaten.
52. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN34
Pelaksanaan3.
Berdasarkan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, terdapat
7 RTR Pulau/Kepulauan dan 76 Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang meliputi 69 KSN Non
Perkotaan dan 7 KSN Perkotaan yang perlu ditangani dan menjadi kewenangan pusat. Untuk
RTR Pulau, 4 dari 7 Pulau/Kepulauan telah menjadi Perpres yaitu RTR Pulau Sulawesi, Kalimantan,
Sumatera dan Jawa-Bali. Sisanya 3 pulau/kepulauan dalam proses legalisasi. Berdasarkan
status hingga bulan Desember 2012 dari 69 KSN Non Perkotaan, 29 KSN sedang dalam proses
penyusunan materi teknis; 33 KSN telah selesai disusun raperpresnya dan dalam proses legalisasi
menjadi perpres; serta 1 KSN telah menjadi perpres. Total KSN yang telah ditangani sebanyak
63 KSN Non Perkotaan, sementara 6 KSN yang belum ditangani meliputi Kawasan Industri
Lhokseumawe, Mahato, Bukit Duabelas, Bukit Tigapuluh, Berbak dan Betung Kerihun. Untuk
KSN Perkotaan, 4 KSN Perkotaan telah menjadi Perpres, 2 KSN telah disusun raperpresnya, dan
1 KSN sedang dalam proses legalisasi dan 2 KSN dalam proses penyelesaian raperpres.
Namun dengan berbagai perkembangan yang ada, kondisi pada bidang penataan ruang
yang ditemui sampai saat ini masih belum optimal, khususnya dalam pelaksanaan pemanfaatan
Rencana Tata Ruang (RTR). Hal ini mengingat masih sering terjadinya pembangunan pada
suatu wilayah tanpa mengikuti RTR. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) belum sepenuhnya
menjadi acuan dalam pemanfaatan ruang. Kegiatan pembangunan saat ini masih lebih fokus
pada perencanaan, sehingga terjadi inkonsistensi dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang
akibat lemahnya pengendalian dan penegakan hukum di bidang penataan ruang.
Pengawasan4.
Berdasarkan data 2010 hingga akhir tahun 2012, dalam rangka pembinaan manajemen
penyelenggaraan penataan ruang, telah dilakukan pembinaan PPNS sebanyak 347 orang.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dibentuk sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor
26Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 15Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang untuk mewujudkan tertib tata ruang melalui pembentukan
PPNS Penataan Ruang dan optimalisasi PPNS Penataan Ruang dalam pengawasan dan
pengendalian pemanfaatan ruang berbasis rencana tata ruang. Sejak diklat PPNS Penataan
Ruang dimulai pada tahun 2009, saat ini telah terdapat 400 orang PPNS Penataan Ruang
yang terdiri atas 49 orang PPNS Penataan Ruang di tingkat pusat dengan lingkup kewenangan
nasional dan 351 orang PPNS Penataan Ruang dengan lingkup kewenangan daerah. 400
orang PPNS Penataan Ruang dengan lingkup kewenangan daerah tersebut tersebar di 33
provinsi, 183 kabupaten dan 53 kota.
Pencapaian kinerja Ditjen Penataan Ruang dalam pelaksanaan program penyelenggaraan
penataan ruang tahun 2012 berdasarkan hasil pengukuran kinerja untuk Indikator Kerja Utama
(IKU) sebagai berikut:
53. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN 35
Untuk pencapaian Indikator Kinerja Utama ke-1 yaitu1. Jumlah rencana tata ruang dan rencana
terpadu program pengembangan infrastruktur jangka menengah, Pulau/Kepulauan dan
Kawasan Strategis Nasional, selama kurun waktu 2010-2012 telah tercapai target sebesar
56,62%, yaitu sebanyak 47 Raperpres (7 Raperpres Pulau, 34 Raperpres KSN Non Perkotaan, 6 KSN
Perkotaan), 18 RPIIJM (7 Pulau/Kepulauan, 7 KSN Non Perkotaan, 4 KSN Perkotaan), yang bila
telah dilegislasi merupakan produk yang akan menjadi landasan hukum bagi operasionalisasi
RTRWN.
Adapun Perpres yang telah dihasilkan hingga tahun 2012 antara lain adalah:
Perpres Nomor 54Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur;a)
Perpres Nomor 45Tahun 2011 tentang RTR Kawasan Perkotaan Sarbagita;b)
Perpres Nomor 55Tahun 2011 tentang RTR KSN Kawasan Perkotaan Mamminasata;c)
Perpres Nomor 62 Tahun 2011 tentang RTR Kawasan Perkotaan Mebidangro;d)
Perpres Nomor 87Tahun 2011 tentang RTR Kawasan BBK (Batam Bintan Karimun);e)
Perpres Nomor 88Tahun 2011 tentang RTR Pulau Sulawesi;f)
Perpres Nomor 3 Tahun 2012 tentang RTR Pulau Kalimantan.g)
Perpres Nomor 13Tahun 2012 tentang RTR Pulau Sumatera; danh)
Perpres Nomor 28Tahun 2012 tentang RTR Pulau Jawa-Bali.i)
RPIIJM yang telah diselesaikan sampai dengan tahun 2012 oleh Direktorat Jenderal Penataan
Ruang yaitu:
Tabel 2.2 RPIIJM Pulau dan KSN Perkotaan Yang Telah Diselesaikan
RPIIJM Pulau RPIIJM KSN Non Perkotaan RPIIJM KSN Perkotaan
Pulau Sumatera;1.
Pulau Jawa-bali;2.
Pulau Kalimantan;3.
Pulau Sulawesi;4.
Pulau Kep. NTT;5.
Kep. Maluku; dan6.
Pulau Papua.7.
Sasamba;1.
Manado-Bitung;2.
Danau Toba;3.
BBK;4.
KAPET Parepare;5.
Merapi;6.
Borobudur.7.
Jabodetabekjur;1.
Mamminasata;2.
Sarbagita; dan3.
Mebidangro.4.
Dengan telah tersusunnya dokumen RPIIJM tersebut diatas, yang telah dibahas dengan
Kementerian/Lembaga yang menangani infrastruktur di tingkat Pusat dan juga dengan
pemerintah Daerah terkait dan disepakati oleh seluruh stakeholders baik di tingkat Pusat maupun
Daerah, diharapkan dapat terlaksana keterpaduan program pengembangan infrastruktur
dalam upaya pengembangan pulau dan KSN tersebut.
Pencapaian Indikator Kinerja Utama ke-2:2. Jumlah Provinsi/Kabupaten/Kota yang mendapat
pembinaan penyelenggaraan penataan ruang. Selama kurun waktu 2010-2012 DJPR telah
54. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN36
melakukan kegiatan pembinaan penataan ruang terhadap 33 Provinsi, 398 Kabupaten dan 93
Kota melalui kegiatan dekonsentrasi bidang penataan ruang di 32 Provinsi (di luar DKI Jakarta).
Upaya tersebut menghasilkan suatu capaian yang signifikan dengan realisasi capaian 96,79%
yaitu: 33 Provinsi, 394 Kabupaten, 85 Kota yang telah mendapatkan persetujuan substansi RTRW
oleh Menteri Pekerjaan Umum, yang selanjutnya akan dibahas dengan DPRD untuk proses
legislasi menjadi Perda. Pada tahun ini juga telah terbit 6 Perda RTRW Provinsi, 202 Perda RTRW
Kabupaten dan 56 Perda RTRW Kota.
Tabel 2.3 dan Tabel 2.4 berikut adalah capaian IKU dan capaian output utama dari Ditjen Penataan
Ruang.
Tabel 2.3 Pencapaian IKU Ditjen Penataan Ruang
TUJUAN
KEMENTERIAN
SASARAN
STRATEGIS
OUTCOME INDIKATOR IKU SATUAN
TARGET
RPJMN
2010-2014
TARGET
REVISI
RENSTRA
2010-2014 1
REALISASI 2
2010 2011 2012 2010-2012
%
CAPAIAN
3
Meningkatkan
kualitas
penyelenggaraan
penataan
ruang untuk
terlaksananya
pengembangan
wilayah dan
pembangunan
nasional serta
daerah yang
terpadu dan
sinergis bagi
terwujudnya
ruang yang aman,
nyaman, produktif
dan berkelanjutan
Terwujudnya
perumusan
dan
pelaksanaan
kebijakan
dan
standarisasi
teknis
bidang
penataan
ruang
Tercapainya
kesesuaian
program pusat
dan daerah
dengan
rencana
tata ruang
dalam rangka
pengembangan
wilayah dan
pembangunan
nasional serta
daerah, dan
terselesaikannya
norma, standar,
prosedur, dan
kriteria bidang
penataan ruang
sesuai peraturan
perundang-
undangan
Jumlah rencana
tata ruang
dan rencana
terpadu program
pengembangan
infrastruktur jangka
menengah pulau/
Kepulauan dan
Kawasan Strategis
Nasional (KSN)
Raperpres
7 RTR Pulau
69 Perpres
KSN
83 9 25 10 44 118,91%
- KSN Perkotaan 7 5 4 2 11 157,14%
- KSN Pulau/ Kepulauan 7 4 3 0 7 -
- KSN non-perkotaan 69 18 8 26 86,66%
RPIIJM 32 0 7 12 19 59,4%
- KSN Perkotaan 7 - 3 5 8 114,28%
- KSN Pulau/ Kepulauan 7 - 4 3 7 -
- KSN non-perkotaan 18 - - 5 5 20%
Jumlah Provinsi /
Kabupaten / Kota
yang mendapat
pembinaan
penyelenggaraan
Penataan Ruang
RTRW Provinsi
(Persub Raperda)
109
33 48 15 - 63 190,9%
RTRW Kabupaten
(Persub Raperda)
398 48 21 91 160 40,20%
RTRW Kota
(Persub Raperda)
93 48 49 31 128 137,63%
Keterangan:
Permen PU Nomor 23/PRT/M/20101)
LAKIP Ditjen Penataan Ruang Tahun 2010-20122)
(%) Terhadap Target Revisi Renstra 2010-20143)
55. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN 37
No.
Kegiatan/Output
Utama
Satuan
RPJMN
2010-2014
Revisi
Renstra
2010-2014
Capaian Total Capaian
Target
2013
Prakiraan
Minimal
2014*2010 2011 2012 2010-12
%
terhadap
RPJMN
%
terhadap
RENSTRA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Pembinaan Manajemen Penyelenggaraan Penataan Ruang
KSN
-
6 KSN
12 25
102 58,82
7 85,71
7 1
17 47,06
2 Kota
SPM
756 32,01
56. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN38
No.
Kegiatan/Output
Utama
Satuan
RPJMN
2010-2014
Revisi
Renstra
2010-2014
Capaian Total Capaian
Target
2013
Prakiraan
Minimal
2014*2010 2011 2012 2010-12
%
terhadap
RPJMN
%
terhadap
RENSTRA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
3 Kota
PKPD
28 Kota 28 Kota
Pusaka
28 Kota
15 100
14 28,57
20 Kab
SPM
14
18 94,44
17 23,53
14
Kawasan)
57. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN 39
2.2.2. Pengelolaan Sumber Daya Air
Indonesia memiliki cadangan air sebesar 3.221 milyar m³/tahun. Karena besaran tersebut, telah
menjadikan Indonesia sebagai negara dengan cadangan air terbesar ke-5 di dunia. Dari potensi
cadangan air sebesar 3.221 milyar m³/tahun, hanya sebanyak 691,3 milyar m³/tahunnya yang
dapat dimanfaatkan. Sebanyak 175,1 milyar m³/tahun dimanfaatkan untuk memenuhi keperluan
domestik, perkotaan, industri serta irigasi. Sebesar 80,5% atau sebanyak 141 milyar m³/tahunnya
digunakan untuk kebutuhan air irigasi, 6,4 milyar m³/tahun untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga dan air perkotaan, serta 27,7 milyar m³/tahun dimanfaatkan untuk kebutuhan industri.
Keandalan penyediaan air baku juga terus dilakukan untuk meningkatkan fungsi dan kapasitas
tampungan air melalui kualitas operasi dan pemeliharaan, rehabilitasi maupun pembangunan
baru.
Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan dan konservasi waduk, embung, situ, serta bangunan
penampung air lainnya, pada kurun waktu 2010-2012, telah dilaksanakan pembangunan 11 waduk
yang 2 diantaranya telah selesai dibangun, serta pembangunan 312 embung/situ/bangunan
penampung lainnya. Upaya peningkatan kapasitas lainnya dilakukan dengan merehabilitasi 43
waduk dan 136 buah embung/situ, didukung oleh pengoperasian dan pemeliharaan sebanyak
411 buah waduk/embung/situ/bangunan penampung air lainnya, serta melakukan kegiatan
konservasi pada 10 kawasan sumber air. Sementara itu, dalam rangka pelaksanaan penyediaan
dan pengelolaan air baku, telah dilaksanakan pembangunan/peningkatan sarana/prasarana air
baku dengan kapasitas 29,85 m3/dt, serta pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dengan kapasitas
13,02 m3/dt.
58. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN40
Adapun pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan terkait dengan jaringan irigasi, rawa
dan jaringan pengairan lainnya, telah dilaksanakan pembangunan/peningkatan jaringan irigasi
dan irigasi air tanah seluas 284.781 ha, serta jaringan reklamasi air rawa dan air tambak seluas
145.983 ha. Terkait dengan Operasi dan Pemeliharaan (OP) infrastruktur SDA yang telah dibangun,
OP dilaksanakan di 411 waduk/embung/situ/bangunan penampung lainnya dan juga sarana/
prasarana lainnya seperti sarana/prasarana penyediaan air baku (15,16 m3
/detik), irigasi dan
rawa, pengendali lahar/sedimen, pengendali banjir dan pengaman pantai.
Walaupun demikian terdapat beberapa indikator pencapaian yang optimal, diantaranya luas
layanan jaringan tata air tambak yang direhabilitasi yang baru mencapai progress 22% dari target
175.000 ha dan embung/situ yang selesai direhabilitasi baru tercapai 46% dari target 136 embung/
situ/ bangunan penampung air lainnya.
Dengan demikian, fokus kegiatan dalam rangka penyelesaian Renstra yaitu:
Pencapaian target nasional surplus beras 10 juta ton beras tahun 2014;a)
Penyediaan air baku guna pencapaian targetb) MDGs pada tahun 2015;
Infrastruktur tampungan air dalam rangka ketahanan air;c)
Pengendalian banjir dalam rangka pengamanan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi;d)
Dukungan irigasi tambak garam dan pengembangan peternakan dalam rangka ketahanane)
garam dan daging;
OP prasarana SDA melalui networking yang kuat antara Pusat-Provinsi-Kabupaten/Kota;f)
Kesesuaian pola pengelolaan SDA WS dan RTRW;g)
Partisipasi Pemerintah Daerah (PemProv/PemKab) dalam pengadaan tanah; konflik sosial; danh)
percepatan pemanfaatan;
Pengamanan pulau-pulau terluar dan kawasan perbatasan; dani)
Percepatan pembangunan NTT, Papua dan Papua Barat.j)
Pencapaian kinerja Ditjen Sumber Daya Air dalam pelaksanaan program pengelolaan sumber
daya air tahun 2011 berdasarkan hasil pengukuran kinerja untuk Indikator Kinerja Utama (IKU)
dapat dijabarkan sebagai berikut:
Luas cakupan layanan jaringan irigasi dan rawa yang dibangun/ditingkatkan mempunyaia)
realisasi 136.759 ha (dibangun/ditingkatkan) dari target 104.200 ha (dibangun/ ditingkatkan);
Luas cakupan layanan jaringan irigasi dan rawa yang dioperasi dan dipelihara mempunyaib)
realisasi 3.183.594 ha dari target 2.944.332 ha;
Kapasitas tampung sumber air yang dibangun/ditingkatkan mempunyai realisasi 0,852 miliarc)
m3
dari target 1,07 miliar m3
;
Kapasitas tampung sumber air yang dioperasi dan dipelihara mempunyai realisasi 5,141 miliard)
m3
, dari target 5,61 miliar m3
;
59. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN 41
Tingkat penyelenggaraan pengelolaan SDA terpadu tercapai realisasi 18 balai (penerapane)
50%) dan 17 balai (penerapan 20%) dari target 14 balai (penerapan 50%) dan 17 balai
(penerapan 20%);
Debit air layanan sarana/ prasarana air baku untuk memenuhi kebutuhan domestik, perkotaanf)
dan industri yang dibangun/ ditingkatkan mencapai 8,60 m3
/det dari target 7,43 m3
/det dan
yang dioperasi dan dipelihara mencapai 13,17 m3
/det dari target 7,18 m3
/det; dan
Luas kawasan yang terlindung dari bahaya banjir melalui pembangunan/peningkatan sarana/g)
prasarana pengendali banjir mencapai realisasi 13.891 ha dari target 12.000 ha dan melalui
operasi dan pemeliharaan sarana/prasarana pengendali banjir seluas 7.140 ha.
Tabel 2.5 dan Tabel 2.6 berikut adalah capaian IKU dan capaian output utama dari Ditjen Sumber
Daya Air.
Tabel 2.5 Pencapaian IKU Ditjen Sumber Daya Air
TUJUAN
KEMENTERIAN
SASARAN
STRATEGIS
OUTCOME INDIKATOR IKU SATUAN
TARGET
RPJMN
2010-2014
TARGET
REVISI
RENSTRA
2010-2014 1
REALISASI 2
2010 2011 2012 2010-2012
%
CAPAIAN
3
Meningkatkan
keandalan
sistem jaringan
infrastruktur
pekerjaan
umum dan
pengelolaan
sumber daya
air untuk
meningkatkan
daya saing
melalui
pertumbuhan
ekonomi
nasional,
ketahanan
pangan,
ketahanan
air dan
ketahanan
energi
Meningkatnya
layanan
jaringan irigasi
dan rawa
Meningkatnya
kinerja
pengelolaan
SDA
Luas cakupan
layanan jaringan
irigasi dan rawa
yang dibangun/
ditingkatkan dan
dioperasikan/
dipelihara
ha
(dibangun/
ditingkatkan)
129.380 1.050.000 123.080 136.759 143.835 403.674
153,7%
ha
(dioperasikan/
dipelihara)
2.315.000 3.525.000 3.422.996 3.183.594 3.197.000 3.422.996
Meningkatnya
keberlanjutan
dan
ketersediaan
air untuk
me- menuhi
berbagai
kebutuhan
Kapasitas tampung
sumber air yang
dibangun/
ditingkatkan dan
dijaga/ dipelihara
Miliar m3
(dibangun/
ditingkatkan)
12 9,4 0,83 0,757 0,185 1,767
110,0%
Miliar m3
(dioperasikan/
dipelihara)
- 5,14 3,43 5,14
Prosentase
pencapaian
penye- lenggaraan
pengelolaan SDA
terpadu oleh balai-
balai SDA
Balai
(penerapan 50%)
-
100% -
18 22 40
-
Balai
(penerapan 20%)
- 17 13 30
Debit air layanan
sarana/prasa-
rana air baku
untuk memenuhi
kebutuhan domestik,
perkotaan dan
industri yang
dibangun/
ditingkatkan dan
dioperasikan/
dipelihara
m3/det
(dibangun/
ditingkatkan)
43,4 43,4 6,31 8,6 14,94 43,49
51,7%
m3/det
(dioperasikan/
dipelihara)
44,75 44,75 9,88 13,17 15,16 15,16
Berkurangnya
luas kawasan
yang terkena
dampak banjir
Luas kawasan
yang terlindung
dari bahaya banjir
melalui sa- rana
dan prasarana
pengendali banjir
yang dibangun/
diting- katkan dan
dioperasikan/
dipelihara
ha
(dibangun/
ditingkatkan)
48.660 83.372 30.940
12.000 137.695,57 182.526,57
218,9%
ha
(dioperasikan/
dipelihara)
7.140 476.391,86 476.391,86
Keterangan:
Permen PU Nomor 23/PRT/M/20101)
LAKIP Ditjen Sumber Daya Air Tahun 2010-20122)
(%) Terhadap Target Revisi Renstra 2010-20143)
60. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN42
No.
Kegiatan/
Output Utama
Satuan
RPJMN
2010-2014
Revisi
Renstra
2010-2014
Capaian Total Capaian
Target
2013
Prakiraan
Minimal
2014***2010 2011 2012 2010-12
% terhadap
RPJMN
% terhadap
RENSTRA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
12 waduk
selesai
dibangun
182
61. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN 43
No.
Kegiatan/
Output Utama
Satuan
RPJMN
2010-2014
Revisi
Renstra
2010-2014
Capaian Total Capaian
Target
2013
Prakiraan
Minimal
2014***2010 2011 2012 2010-12
% terhadap
RPJMN
% terhadap
RENSTRA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
62. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN44
No.
Kegiatan/
Output Utama
Satuan
RPJMN
2010-2014
Revisi
Renstra
2010-2014
Capaian Total Capaian
Target
2013
Prakiraan
Minimal
2014***2010 2011 2012 2010-12
% terhadap
RPJMN
% terhadap
RENSTRA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
63. BAB 2 - KONDISI, ISU DAN TANTANGAN 45
2.2.3. Penyelenggaraan Jalan dan Jembatan
Berdasarkan data tahun 2012, dari panjang jalan nasional sebesar 38.569 km, tercatat kondisi
jalan mantap (2012) mencapai 90,8 % dan tidak mantap 9,2%. Dari kondisi permukaan jalan (2012),
jalan yang dalam kondisi baik dan sedang sebesar 58% dan 32%, sedangkan jalan dengan
kondisi rusak ringan dan rusak berat masing- masing 5,8% dan 3,4%. Untuk jalan provinsi, total
panjang jalan hingga akhir 2010 adalah 48.681 km, sedangkan total panjang jalan kabupaten
hingga akhir 2010 adalah 288.184 m.
Infrastruktur jalan tol yang telah terbangun sampai dengan tahun 2012 mencapai 814 km,
termasuk 774 km yang telah beroperasi. Panjang jalan tol tidak mengalami pertumbuhan signifikan
sejak dioperasikannya jalan tol pertama pada tahun 1978 yaitu Jalan Tol Jagorawi sepanjang 59
km. Sejak tahun 1987, swasta mulai ikut dalam investasi jalan tol dan telah membangun jalan tol
sepanjang 203,30 km. Sejumlah kendala investasi jalan tol memang masih terus menghambat yaitu
masalah pembebasan tanah, sumber pembiayaan, serta belum intensnya dukungan Pemerintah
Daerah.
Dalam kurun waktu 2010-2012, terkait dengan pelaksanaan preservasi dan peningkatan jalan
nasional, terdapat pembangunan jalan baru sepanjang 2.034,2 km (termasuk kawasan strategis,
perbatasan dan wilayah terluar dan terdepan), pembangunan jembatan baru sepanjang 26.008,67
m (termasuk kawasan strategis, perbatasan dan wilayah terluar dan terdepan) dan jalan bebas
hambatan yang telah terbangun sepanjang 25.05 km.
Tabel 2.7 berikut dibawah ini menjelaskan bagaimana capaian kondisi jalan nasional dari tahun
2005 sampai dengan tahun 2012. Adapun penjelasan lebih detail mengenai capaian IKU dan
capaian output utama dari Ditjen Bina Marga dapat dilihat pada Tabel 2.8 dan Tabel 2.9.