Seni bertanam modern seperti terarium, hortirarium, dan hidrogel diperkenalkan sebagai solusi bagi masyarakat yang kekurangan lahan tanam akibat tingginya tingkat hunian. Seni ini memungkinkan masyarakat tetap menanam tanpa media tanah secara bersih dan praktis. Mahasiswa diajarkan keterampilan ini untuk meningkatkan kewirausahaan dan daya saing mereka.
1. TERARIUM
YOGYAKARTA - Semakin meningkatkanya jumlah penduduk dan tingkat hunian penduduk
saat ini menjadikan masyarakat tak lagi memiliki lahan cukup dalam bertanam. Seni bertanam
modern terarium, hortirarium, dan hidrogel merupakan solusi yang diterapkan yang juga
bermanfaat untuk mengurangi polusi serta menciptakan produk artistik yang memiliki nilai jual.
Demikian disampaikan Dosen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
(UMY) Agung Astuti, M.Si, di Kampus Terpadu UMY sesuai memberikan pelatihan kepada
mahasiswa Agroteknologi dalam pembuatan terarium, hortirarium, dan hidrogel, Senin 25
Oktober kemarin.
"Seni bercocok tanam ini juga bisa untuk mengurangi polusi dan menciptakan produk artistik
yang menarik dan bernilai jual,” kata Agung.
Agung menuturkan, agar siap dan memiliki daya saing tinggi dalam dunia kerja, mahasiswa
tidak cukup dibekali dengan kemampuan akademis dan praktik (practical skill) di laboratorium
saja. Lebih dari itu, mahasiswa juga harus meningkatkan softskill seperti keterampilan
bekerjasama, kepemimpinan, dan wirausaha.
Kemampuan wirausaha ini tak bisa hanya dipelajari, namun juga dilatih agar mereka siap bekerja
selepas kuliah. Pelatihan terarium, hidrogel, dan hortirarium ini merupakan salah satu contoh
pengembangan softskill mengingat pelatihan ini dapat mengembangkan jiwa kewirausahaan,
kepemimpinan, dan kerja sama antarmahasiswa.
Terarium, hidrogel, dan hortirarium merupakan seni bertanam modern yang tidak menggunakan
media tanah dalam proses penanamannya. Proses perkembangan Terarium dalam media botol
2. TERARIUMjuga mirip dengan apa yang terjadi di alam menjadikan proses ini menjadi biosfer buatan yang
paling alami, meskipun laju perkembangannya relatif lambat.
Tak berbeda jauh dengan terarium, Hortirarium merupakan kreasi produk hortikultura, biasanya
berupa buah maupun sayuran, yang disusun dalam sebuah media botol atau kaca menjadi produk
artistik. Sementara hidrogel memanfaatkan gel sebagai media pengganti tanah dalam proses
penanamannya.
"Masing-masing seni dan model ada spesifikasi berbeda-beda. Produk mahasiswa dalam bidang
ini bahkan telah dijual di berbagai toko di Yogyakarta dan sekitarnya,” jelas Agung.
Agung mengungkapkan, fenomena pembelajaran dan ilmu saat ini sudah berubah. Dosen bukan
lagi satu-satunya sumber ilmu dalam perkuliahan karena adanya Student Learning Center (SLC).
Dengan SLC, mahasiswa dituntut kreatif dan inovatif dalam mengisi pembelajaran di kelas dan
dosen menjadi fasilitator.
Seni bertanam modern dipilih mnegingat kondisi tingkat hunian yang makin tinggi sehingga
menjadikan masyarakat tidak memiliki banyak lahan yang memadai untuk ditanami. Selain itu,
masyarakat juga banyak yang enggan bersusah payah dan mengotori tangan dalam menanam.
Tanpa media tanah, hal ini sangat memungkinkan mereka tetap menanam dengan bersih dan
praktis.
"Perawatannya yang relatif mudah dan penyiramannya yang bisa dilakukan dalam sepekan
bahkan satu bulan sekali juga menjadi nilai plus mengapa seni bertanam ini semakin digemari
masyarakat,” tutur Agung.
Melalui ketiga seni bertanam modern tersebut, masyarakat dapat menciptakan produk yang
artistik dan mengurangi tingkat polusi di lingkungannya. Penanaman sansiviera dengan ketiga
media tersebut misalnya, selain memperindah ruangan juga mampu mengikat polusi udara.
Agung menandaskan, selain memberikan pelatihan kepada para mahasiswa, dia juga
memberikan pelatihan kepada guru taman kanak-kanak (TK) untuk meneruskan seni penanaman
tersebut kepada para siswa TK dan masyarakat.