2. Dasar hukum
5/5/2015
2
UU Nomor 8 Tahun 1983
UU Nomor 11 Tahun 1994
UU Nomor 18 Tahun 2000
UU Nomor 42 Tahun 2009, mulai berlaku 1 April 2010
Pengertian Umum
PPN adalah pajak atas konsumsi barang atau jasa di dalam daerah pabean oleh
orang pribadi atau badan.
PPn-BM adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak Yang
Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang
Kena Pajak Yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya atau impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong
Mewah.
PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-
undang Pajak Pertambahan Nilai
3. Sejarah ppn
5/5/2015
3
1. Masa Pajak Pembangunan I (PPb I)
Pada awalnya pajak ini dipungut secara sukarela yang secara resmi dimulai tanggal 1 Juni
1947. PPb I dikenakan atas rumah makan, penginapan dan penyerahan jasa di rumah-rumah
makan. PPb I ini pada awalnya merupakan pajak pusat, namun kemudian dengan UU No. 32
Tahun 1956 dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah
b. Masa Pajak Peredaran 1950 (PPe 1950)
Pajak peredaran dikenakan atas penyerahan barang dan jasa yang dilakukan di Indonesia.
Pemungutannya dilakukan secara bertingkat pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur
distribusi. Jumlah pengecualian dibatasi sedikit mungkin. Hanya dikenal satu tarif pajak
(single rate) yaitu 2,5% dan pajak ini bersifat kumulatif. Pajak ini hanya berlaku selama 9
bulan.
c. Masa Pajak Penjualan 1951 (PPn 1951)
Sebagai pengganti Pajak Peredaran diberlakukan Pajak Penjualan yang dipungut berdasarkan
Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951 yang mulai berlaku tanggal 1 Oktober 1951.
Ditinjau dari tingkat pemungutannya, merupakan single stage tax dan dibuka kemungkinan
untuk memperoleh kembali Pajak Penjualan yang dibayar pada saat pembelian bahan mentah,
bahan pembantu, bahan bakar, alat pembungkus yang digunakan dalam proses produksi.
Namun ketentuan ini kemudian dicabut, sehingga dalam pelaksanaannya Pajak Penjualan juga
bersifat kumulatif.
4. Karakteristik legal ppn
5/5/2015
4
1. Sebagai pajak tidak langsung (Indirect Tax)
Pembayar belum tentu merupakan pemikul beban pajak. Beban PPN dapat dialihkan kepada pihak
lain/dipikul oleh konsumen akhir.
2. Multi Stage levy (dikenakan secara bertingkat)
Dilakukan pada setiap mata rantai jalur produksi atau jalur distribusi.
3. Indirect Substraction Method
PPN menggunakan mekanisme pengkreditan antara Pajak Keluaran – Pajak Masukan.
4. Consumption Type Tax (Pajak Konsumsi)
Karena pemikul beban pajak adalah konsumen akhir, maka disebut pajak atas konsumsi barang dan jasa.
5. Tarif Tunggal
Pengenaan PPN berdasarkan tarif tunggal, yaitu 10%
6. Tidak menimbulkan Pajak Berganda /Non Kumulatif
Pengenaan Pajak berdasarkan nilai tambah sehingga tidak bersifat kumulatif
7. Pajak Objektif
PPN hanya dikenakan jika terdapat faktor objektif, yaitu keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang
dapat dikenai pajak.
8. Menggunakan Sistem Faktur
Setiap objek PPN mengharuskan pengusaha membuat Faktur Pajak sebagai bukti Pungutan PPN.
9. Menganut prinsip Destination Principle (Prinsip Tujuan)
PPN dikenakan atas konsumsi barang dan jasa di negara tempat tujuan.
5. Objek ppn
5/5/2015
5
1. Pasal 4
a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
b. Impor Barang Kena Pajak
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
daerah Pabean
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
f. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
g. Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
h. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
2. Pasal 16 C
Kegiatan Membangun Sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh
orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau oleh pihak lain, untuk tempat
tinggal atau tempat usaha (luas paling sedikit 300 m2.)
3. Pasal 16 D
Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut
tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat
dikreditkan.
6. subjek PPN
5/5/2015
6
PPN adalah pajak objektif, sehingga yang ditunjuk sebagai subjek pajak
adalah pihak yang paling dekat dengan objeknya dengan
mempertimbangkan kondisi-kondisi tertentu.
Subjek PPN dari masing-masing objek PPN berbeda-beda tergantung
pada mekanisme pemungutan PPN yang berlaku.
Subjek PPN biasa disebut pengusaha, yaitu Pengusaha Kena Pajak
(PKP) maupun non PKP.
Dengan mengetahui objek pajak dan mekanisme pemungutan yang telah
ditetapkan, akan diketahui siapa subjek pajak yang dimaksud.
7. Barang kena pajak (bkp)
5/5/2015
7Pasal 1 angka 2
Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat dan hukumnya dapat berupa barang bergerak
atau tidak bergerak dan barang tidak berwujud.
Pasal 1 angka 3
BKP adalah barang sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang dikenakan pajak berdasarkan UU
ini.
Pasal 1A angka 1
Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah :
a. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian
b. Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing
c. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang
d. Pemakaian sendiri atau pemberian Cuma-Cuma atas BKP
e. Persediaan BKP dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak diperjualbelikan, yang masih
tersisa pada saat pembubaran perusahaan
f. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP antar cabang
g. Penyerahan BKP secara konsinyasi.
h. Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan
prinsip syariah yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang
membutuhkan BKP.
8. Bukan penyerahan Barang kena pajak
5/5/2015
8Pasal 1A angka 2
a. Penyerahan BKP kepada makelar
b. Penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang
c. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya atau antar cabang
dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat pajak terutang
d. Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan
pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah PKP
e. BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan
yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan dan yang Pajak
Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan.
9. Non bkp
5/5/2015
9
UU PPN menganur prinsip negative list, yang berarti menganggap semua barang
adalah BKP kecuali apabila UU PPN menetapkan lain.
Pasal 4A ayat 2
Jenis barang yang tidak dikenakan PPN (Non BKP)
a. Barang hasil pertanian atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya seperti batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara, bijih
timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta
bijih bauksit
b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak
Contoh : Segala jenis beras dan gabah, jagung, sagu, garam
a. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung dan sejenisnya meliputi makanan dan minuman yang dikonsumsi di
tempat maupun tidak termasuk yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau
katering.
b. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
10. Jasa kena pajak (jkp)
5/5/2015
10
Pasal 1 angka 5
Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan
hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia
untuk dipakai termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena
pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan
Pasal 1 angka 6
JKP adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak
berdasarkan UU ini.
Pasal 1 angka 7
Penyerahan JKP adalah setiap kegiatan pemberian JKP sebagaimana dimaskud dalam
angka 6
Pasal 1 angka 8
Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan JKP dari
luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean.
11. Non jkp (pasal 4a ayat 3)
5/5/2015
11
Semua jenis jasa pada prinsipnya adalah JKP, kecuali ditentukan lain oleh UU PPN, seperti :
a. Jasa pelayanan kesehatan medis
b. Jasa pelayanan sosial
c. Jasa pengiriman surat dengan perangko
d. Jasa keuangan
e. Jasa Asuransi
f. Jasa keagamaan
g. Jasa pendidikan
h. Jasa kesenian dan hiburan
i. Jasa penyiaran yang iklan bersifat iklan
j. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta angkutan udara dalam negeri
k. Jasa tenaga kerja
l. Jasa perhotelan
m. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.
n. Jasa penyediaan tempat parkir
o. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
q. Jasa boga dan katering
12. Pengusaha kena pajak (pkp)
5/5/2015
12
Pasal 1 angka 14
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya :
Menghasilkan barang
Mengimpor barang
Mengekspor barang
Melakukan usaha perdagangan
Melakukan usaha jasa
Memanfaatkan barang tidak berwujud/jasa dari luar daerah pabean
Pasal 1 angka 15
PKP adalah pengusaha sebagaimana dimaksud dalam angka 14 yang melakukan
penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP dikenakan pajak berdasarkan UU ini,
tidak termasuk Pengusaha Kecil batasannya ditetapkan dengan KMK, kecuali
pengusaha yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
13. Batasan pengusaha kecil
5/5/2015
13
PMK-68/PMK.03/2010, 23 Maret 2010
Pengusaha kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan
barang kena pajak (BKP) dan atau Jasa Kena pajak (JKP) dengan jumlah peredaran bruto
dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah)
Bagi Pengusaha Kecil :
tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
Tidak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang
dilakukannya
dilarang menerbitkan Faktur Pajak Keluaran
pengusaha kecil dapat memilih dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha yang Wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan bruto melebihi Rp 600.000.000,-
kewajiban PKP tersebut, dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan
saat peredaran bruto melebihi Rp 600.000.000,-
14. Mekanisme ppn
5/5/2015
14
PPN menggunakan mekanisme Indirect Substraction Method yaitu dengan cara
mengurangkan Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan.
Pajak Keluaran (PK) adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP penjual
pada saat melakukan penyerahan BKP/JKP atau pada saat ekspor.
Pajak Masukan (PM) adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP
Pembeli karena perolehan atau penerimaan BKP/JKP atau pemanfaatan BKP tidak
berwujud atau JKP dari luar daerah pabean dan atau impor JKP.
Pajak Masukan yang belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak
yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lama 3 bulan setelah
berakhirnya masa pajak yang bersangkutan (Pasal 9 ayat 9).
PKP wajib menyetorkan PPN ke kas negara dengan perhitungan sbb :
Jika PK > PM, selisih merupakan PPN kurang bayar (PPN yang harus disetor,
dilakukan paling lambat akhir bulan berikutnya)
Jika PK < PM, selisih merupakan PPN lebih bayar, yang dapat dikompensasikan ke
masa pajak berikutnya atau direstitusi (dimintakan kembali).
15. Saat terutangnya ppn (pasal 11)
5/5/2015
15
Saat terutangnya PPN adalah pada saat :
Penyerahan Barang Kena Pajak
Impor Barang Kena Pajak
Penyerahan Jasa Kena Pajak
Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean
Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean
Ekspor BKP berwujud
Ekspor BKP tidak berwujud
Ekspor JKP
Apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau JKP atau
pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud
atau JKP dari laur daerah Pabean, saat terutangnya adalah pada saat
pembayaran.
16. Tempat pajak terutang (pasal 12)
5/5/2015
16
Tempat tinggal atau tempat kedudukan dan / atau tempat kegiatan usaha
dilakukan atau tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan
dan / atau tempat kegiatan usaha dilakukan yang ditetapkan oleh
Peraturan Dirjen Pajak dalam hal penyerahan BKP atau JKP yang
dilakukan oleh PKP.
Ditempat BKP dimasukkan dan dipungut melalui Dirjen Bea dan Cukai
dalam hal impor.
Tempat tinggal atau tempat kedudukan dan / atau tempat kegiatan usaha
bagi orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud
dan/atau JKP dari luar Daerah pabean ke dalam Daerah pabean.
Dirjen Pajak dapat menetapkan 1 tempat atau lebih sebagai tempat pajak
terutang atas pemberitahuan secara tertulis dari PKP.
17. Faktur pajak
5/5/2015
17
Pasal 1 angka 23
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan
penyerahan BKP atau penyerahan JKP.
Pengenaan PPN dilakukan berdasarkan sistem faktur sehingga setiap penyerahan
BKP/JKP yang dilakukan PKP harus dibuatkan Faktur Pajak.
Jenis-jenis Fakur Pajak :
1. Faktur Pajak Standar (Pasal 13 ayat 5)
2. Faktur Pajak gabungan (Pasal 13 ayat 2)
Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan
penyerahan BKP dan/atau JKP.
3. Dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar (Pasal 13 ayat
6)
Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, benar dan sesuai
dengan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN
serta ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk untuk
menandatangani Faktur Pajak. Apabila tidak memenuhi syarat maka akan
dianggap sebagai Faktur Pajak cacat atau Faktur Pajak Tidak Lengkap.
18. Keterangan dalam faktur pajak
5/5/2015
18
Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak;
Nama, alamat, dan NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak;
Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan
potongan harga;
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur
Pajak.
19. Dokumen lain yang dianggap sebagai faktur pajak
5/5/2015
19
1. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh
pejabat yang berwenang dari Dirjen Bea dan Cukai.
2. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh
BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu
3. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh Pertamina untuk
penyerahan bahan bakar minyak atau bahan bakar bukan minyak.
4. Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi
5. Tiket, tagihan surat muatan udara (airway bill) atau delivery bill yang
dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri.
6. Nota penjualan jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhan
7. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik
8. Pemberitahuan ekspor JKP atau BKP tidak berwujud yang dilampiri dengan invoice
9. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dilampiri dengan SSPCP (Surat Setoran
Pabean, Cukai dan Pajak) dan / atau bukti pungutan pajak oleh Dirjen Bea dan Cukai
10. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud
atau JKP dari luar daerah Pabean.
Dokumen tersebut harus memuat nama, alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau
penyerahan, nama pembeli BKP atau penerima JKP, jumlah satuan barang apabila ada,
Dasar Pengenaan Pajak dan jumlah Pajak terutang, kecuali dalam hal ekspor.
20. Saat pembuatan Faktur pajak (pasal 13)
5/5/2015
20
1. PKP membuat faktur Pajak untuk setiap:
a. Penyerahan BKP
b. Penyerahan JKP
c. Ekspor BKP tidak berwujud
d. Ekspor JKP
2. Faktur pajak dibuat pada :
a. Saat penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP.
b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran
terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP
c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan
sebagian tahap pekerjaan.
d. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
21. Larangan membuat Faktur pajak
5/5/2015
21
Pasal 14
Orang pribadi atau badan yang tidak dikukuhkan sebagai PKP dilarang
membuat Faktur Pajak
Dalam hal Faktur Pajak telah dibuat, maka harus menyetorkan jumlah pajak
yang tercantum dalam Faktur Pajak ke Kas Negara.
Yang wajib dikukuhkan sebagai PKP adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan BKP/JKP dan atau pengusaha yang melakukan ekspor BKP.
Pelaporan untuk dikukuhkan menjadi PKP, wajib dilakukan sebelum pengusaha
tersebut melakukan penyerahan BKP/JKP.
22. pajak masukan tidak dapat dikreditkan (pasal 9 ayat 8)
5/5/2015
22
a. Perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
b. Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha
c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station
wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah
Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
e. Perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan
f. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah
Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan
g. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan
penerbitan Ketetapan Pajak
h. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam
SPT Masa PPN yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan
i. Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi.
23. Mekanisme pengkreditan pajak masukan
5/5/2015
23
PMK 74/PMK.03/2010
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP yang peredaran usahanya
dalam 1 tahun tidak melebihi jumlah tertentu dapat dihitung dengan menggunakan
pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan dengan syarat :
a. Mempunyai peredaran usaha dalam 2 tahun buku sebelumnya tidak melebihi Rp
1.800.000.000 untuk setiap 1 tahun buku
b. Wajib Pajak yang baru dikukuhkan sebagai PKP
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP yang melakukan kegiatan
usaha tertentu dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak
Masukan, yaitu
a. Sebesar 60% dari Pajak Keluaran untuk penyerahan JKP
PPN yang wajib disetor setiap masa pajak = 4% dari DPP
b. Sebesar 70% dari Pajak Keluaran untuk penyerahan BKP
PPN yang wajib disetor setiap masa pajak = 3% dari DPP
24. Dasar pengenaan pajak (dpp) ppn
5/5/2015
24
Jumlah yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang
terutang.
Pasal 1 angka 17
1. Harga jual
2. Penggantian
3. Nilai impor
4. Nilai ekspor
5. Nilai lain yang ditetapkan oleh Men Keu.
25. Nilai lain dalam ppn (pmk 75/pmk.03/2010)
5/5/2015
25
1. Untuk pemakaian sendiri BKP dan / atau JKP adalah Harga Jual atau penggantian setelah
dikurangi laba kotor
2. Untuk pemberian Cuma-Cuma BKP dan / atau JKP adalah harga jual setelah dikurangi
laba kotor
3. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata
4. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film
5. Untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran
6. Untuk BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar
wajar
7. Untuk penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan / atau penyerahan BKP
antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan.
8. Untuk penyerahan BKP melalui pedagang perantara adalah harga yang disepakati antara
pedagang perantara dengan pembeli
9. Untuk penyerahan BKP melalui juru lelang adalah harga lelang
10. Untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% dari jumlah yang ditagih
11. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% dari jumlah
tagihan.
26. Tarif pajak (pasal 7)
5/5/2015
26
1. Tarif PPN = 10% (tarif tunggal)
2. Tarif PPN 0%
- Ekspor BKP berwujud
- Ekspor BKP tidak berwujud
- Ekspor JKP
3. Tarif PPN dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah
- Paling rendah 5%
- Paling tinggi 15%
Cara menghitung PPN
Tarif X Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
27. Fasilitas dibidang ppn
5/5/2015
27
Fasilitas di bidang PPN dan PPnBM adalah PPN dan PPnBM yang
terutang dibebaskan atau tidak dipungut, baik sebagian atau
seluruhnya, sementara waktu atau selamanya.
Fasilitas PPN dan PPn BM terutang tidak dipungut atau
dibebaskan, diberikan terhadap
• Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam
Daerah Pabean, seperti Kawasan Berikat, KAPET
• Penyerahan BKP/JKP Tertentu
• Impor BKP Tertentu
• Pemanfaatan BKP tdk berwujud tertentu dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean
• Pemanfaatan JKP tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean
28. Barang-barang yang dibebaskan dari ppn ( pp no 31 tahun 2007)
5/5/2015
28
1. Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam
keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang
2. Makanan ternak, unggas dan ikan dan / atau bahan baku untuk
pembuatan makanan ternak, unggas dan ikan
3. Barang hasil pertanian
4. Bibit dan / atau benih dari barang pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan, penangkaran atau perikanan
5. Air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh PAM
6. Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600
watt.
7. Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI)
PPN yang dibebaskan, Pajak Masukan nya tidak dapat dikreditkan.
29. Ppn tidak dipungut
5/5/2015
29
1. Atas impor serta penyerahan barang dan jasa dalam rangka pelaksanaan proyek
pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri
2. Penyerahan BKP antar PKP berstatus EPTE (Entrepot Produksi untuk Tujuan
Ekspor)
3. Barang atau bahan impor yang dimasukkan ke Tempat Penimbunan berikat
4. Atas impor barang modal atau peralatan untuk pembangunan/konstruksi gudang
berikat, Entrepot untuk Tujuan Pameran (ETP) yang telah mendapat izin.
5. Impor barang modal atau peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai oleh
Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) termasuk PKB merangkap PDKB
(Pengusaha Di Kawasan Berikat);
6. Impor barang modal dan peratan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan
produksi PDKB yang semata-mata dipakai di PDKB;
7. Impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB;
8. Penyerahan BKP kepada pengusaha dalam Kawasan Berikat (Bonded Zone) daerah
Industri Pulau Batam, sepanjang BKP tersebut digunakan untuk menghasilkan BKP
yang diekspor.
9. Dll.
PPN yang tidak dipungut, Pajak Masukan nya dapat dikreditkan.
30. Mekanisme PEMUNGUTAN ppn
5/5/2015
30
1. Mekanisme biasa dimana setiap transaksi akan dipotong PPN oleh penjual
(Pajak Keluaran) dan penjual akan melaporkan PPN yang dipotongnya yang
sebelumnya dikurangkan lebih dahulu dengan PPN yang telah dibayarnya
(Pajak Masukan). Selisih antara Pajak Keluaran dan Pajak Masukan
merupakan PPN yang harus disetor sendiri oleh penjual ke Kas Negara.
2. Mekanisme pemungutan oleh Pemungut PPN.
Melalui mekanisme ini pembeli yang ditunjuk oleh Pemerintah selaku
Pemungut PPN akan memungut PPN atas pembelian yang dilakukannya,
tidak seperti mekanisme biasa dimana penjual yang melakukan pemotongan
PPN.
Yang ditunjuk sebagai pemungut PPN (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
73/PMK.03/2010) :
Bendaharawan pemerintah/badan/instansi Pemerintah /KPKN
kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi
kontraktor atau pemegang kuasa/ijin pengusahaan sumber daya panas bumi.
31. PPN YANG DAPAT DIMINTA KEMBALI (PASAL 16E)
5/5/2015
31
1. PPN dan PPn BM yang sudah dibayar atas pembelian BKP yang dibawa
keluar Daerah Pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri dapat
diminta kembali
2. PPN dan PPn BM yang dapat diminta kembali harus memenuhi syarat :
Nilai PPN paling sedikit RP 500.000 dan dapat disesuaikan dengan PP.
Pembelian BKP dilakukan dalam jangka waktu 1 bulan sebeluam
keberangkatan ke luar Daerah Pabean
Faktur Pajak memenuhi ketentuan
3. Permintaan kembali PPN dan PPn BM dilakukan pada saat orang pribadi
pemegang paspor luar negeri meninggalkan Indonesia dan disampaikan kepada
Direktur Jenderal Pajak melalui kantor DJP Bandar Udara yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan.
32. PENGENAAN PPn BM
5/5/2015
32
Pasal 5 Ayat 1
PPnBM dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong
Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena
Pajak Yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya atau impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.
Pasal 5 ayat 2
PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh pabrikan
(pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah.
PPnBM tidak dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu.
Pihak yang memungut PPnBM adalah pabrikan BKP Mewah pada saat
melakukan penyerahan atau penjualan BKP Mewah.
Sedangkan PPnBM atas impor BKP mewah dilunasi oleh importir bersamaan
dengan pembayaran PPN impor dan PPh Pasal 22 Impor.
33. tujuan pengenaan ppnbm
5/5/2015
33
1. Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen
yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang
berpenghasilan tinggi.
2. Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena
Pajak Yang Tergolong Mewah.
3. Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau
tradisional.
4. Perlu untuk mengamankan penerimaan negara.
34. Tarif, kelompok dan jenis bkp mewah
5/5/2015
34
Pasal 8
1. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan
paling tinggi 200%.
2. Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol
persen).
3. Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong
Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
4. Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak
Yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Peraturan Pemerintah yang mengatur pengelompokan BKP yang tergolong mewah ini adalah PP
Nomor 145 Tahun 2000 yang kemudian mengalami beberapa perubahan dengan PP Nomor
60Tahun 2001, PP Nomor 7 Tahun 2002, PP Nomor 6 Tahun 2003, PP Nomor 43 Tahun 2003, PP
Nomor 55 Tahun 2004, PP Nomor 41 Tahun 2005 dan PP Nomor 12 Tahun 2006.
Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur jenis barang yang dikenakan PPnBM adalah
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 570/KMK.04/2000, 381/KMK.03/2001, 141/KMK.03/2002,
39/KMK.03/2003 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.03/2009
35. Saat penyetoran ppn dan ppnbm
5/5/2015
35
PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetorkan paling lambat akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan.
PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar / disetor
sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut.
PPN / PPnBM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan
apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian
dokumen Impor.
PPN/PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh:
a.Bendaharawan Pemerintah, harus disetor paling lambat tanggal 7 bulan takwim berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
b.Pemungut PPN selain Bendaharawan Pemerintah, harus disetor paling lambat tanggal 15
bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
c.Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN / PPnBM atas Impor, harus
menyetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan.
•PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus dilunasi
sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O) ditebus.
•PPN atas kegiatan membangun sendiri harus disetor oleh Orang Pribadi atau badan yang
melakukan kegiatan membangun sendiri paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa
Pajak berakhir.
36. Saat pelaporan ppn dan ppnbm
5/5/2015
36
PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT
Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat
akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah
dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan
a.Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan paling lambat 14 hari setelah Masa
Pajak berakhir.
b.Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan Pemerintah harus
dilaporkan paling lambat akhri bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
c.Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan secara
mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak
berakhir.
Pelaporan menggunakan formulir SPT Masa PPN 1107/1108.
Mulai tanggal 1 Januari 2011 akan menggunakan formulir 1111.
37. SOAL LATIHAN
5/5/2015
37
Selama bulan Mei 2011, PT. Sahabat telah melakukan transaksi yang terkait dengan
PPN dengan data nilai transaksi sebagai berikut :
Penjualan Ekspor Rp 3.550.000.000
Penjualan kepada berbagai konsumen(PKP) Rp 2.845.000.000
Penjualan kepada Non PKP Rp
125.000.000
Penjualan kepada Pemda DKI (termasuk PPN) Rp
440.000.000
Sumbangan ke Panti Asuhan (termasuk laba kotor 20%) Rp 60.000.000
Pembelian impor Rp 1.350.000.000
Pembelian Dalam Negeri Rp 1.230.000.000
Pembelian barang dari non PKP Rp 112.000.000
Perolehan Jasa Kena Pajak Rp 30.000.000
Hitunglah PPN Kurang Bayar / Lebih Bayar untuk masa Mei 2011 apabila diketahui
dalam SPT Masa PPN April 2011 terdapat lebih bayar Rp 15.000.000 yang diminta
untuk dikompensasikan ke masa pajak berikutnya!
38. SOAL LATIHAN
5/5/2015
38
Selama bulan Maret 2011, PT. Sukses Makmur melakukan transaksi yang terkait dengan
penyerahan BKP dan pembelian BKP / perolehan JKP sbb :
Ekspor ke Australia Rp 1.520.000.000
Penjualan Ke Pemda Bekasi (termasuk PPN) Rp 330.000.000
Penjualan ke berbagai konsumen Rp 1.880.000.000
Sumbangan ke Panti Jompo (laba kotor 25%) Rp 60.000.000
Penjualan ke konsumen orang pribadi (tidak punya NPWP) Rp 40.000.000
Impor bahan baku dari Hongkong Rp 820.000.000
Pembelian BKP dari Supplier Rp 550.000.000
Pembelian BKP dari toko di tanah abang (non PKP) Rp
25.000.000
Membayar jasa konsultasi pajak dan jasa audit Rp 75.000.000
Membeli mobil sedan (termasuk PPN) Rp 330.000.000
Menerima Faktur Pajak dari PT. XYZ (nilai PPN) Rp 10.000.000
(faktur tersebut atas pembelian bulan Februari, yang belum dikreditkan di SPT Masa PPN
bulan Februari 2011)
Hitunglah PPN Kurang Bayar / Lebih Bayar untuk masa Maret 2011 apabila diketahui dalam
SPT Masa PPN Februari 2011 terdapat lebih bayar Rp 12.000.000 yang diminta untuk
dikompensasikan ke masa pajak berikutnya!