1. >
Privacy Policy
Sitemap
Disclaimer
DMCA Policy
About and Contact
Home
Berita Terkini
Coretan
Dijual
Ebook Gratis
Kata-kata Bijak
Keindahan
Makalah
Materi
Olahraga
teknologi
Tips dan Info
Contoh Proposal Metode Penelitian
February 19th, 2012 by irfan99 | Posted under Makalah.
Profiling
Profiles
Corporate social respons ibility
Contoh Proposal Metode Penelitian
Contoh Proposal Metode Penelitian - Dalam postingan saya kali ini, saya akan
menampilkan tentang contoh proposal meteode penelitian atau disebut juga dengan
MetPen. Langsung saja kita menuju ke contoh yang saya berikan sebagai berikut dibawah ini
:
Judul Penelitian :
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)
dalam Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan High Profile (Studi Empiris pada Bursa Efek
Indonesia)
1. 1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
2. Dalam menjaga eksistensinya, perusahaan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sebagai
lingkungan eksternalnya. Ada hubungan resiprokal (timbal balik) antara perusahaan dengan
masyarakat. Perusahaan dan masyarakat adalah pasangan hidup yang saling memberi dan
membutuhkan. Kontribusi dan harmonisasi keduanya akan menentukan keberhasilan
pembangunan bangsa. Dua aspek penting harus diperhatikan agar tercipta kondisi sinergis
antara keduanya sehingga keberadaan perusahaan membawa perubahan ke arah perbaikan
dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Dari aspek ekonomi, perusahaan harus berorientasi
mendapatkan keuntungan dan dari aspek sosial, perusahaan harus memberikan kontribusi
secara langsung kepada masyarakat. Perusahaan tidak hanya dihadapkan pada tanggung
jawab dalam perolehan keuntungan semata, tetapi juga harus memperhatikan tanggung jawab
sosial dan lingkungannya.
Jika masyarakat menganggap perusahaan tidak memperhatikan aspek sosial dan
lingkungannya serta tidak merasakan kontribusi secara langsung bahkan merasakan dampak
negatif dari beroperasinya sebuah perusahaan maka kondisi itu akan menimbulkan resistensi
masyarakat. Komitmen perusahaan untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa dengan
memperhatikan aspek finansial atau ekonomi, sosial, dan lingkungan (triple bottom line)
itulah yang menjadi isu utama dari konsep Corporate Social Responsibility (CSR) atau
tanggung jawab sosial perusahaan. CSR berhubungan erat dengan “pembangunan
berkelanjutan“, di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan
aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan,
misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan
lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.
Perusahaan yang menjalankan aktivitas CSR akan memperhatikan dampak operasional
perusahaan terhadap kondisi sosial dan lingkungan dan berupaya agar dampaknya positif.
Sehingga dengan adanya konsep CSR diharapkan kerusakan lingkungan yang terjadi di
dunia, mulai dari penggundulan hutan, polusi udara dan air, hingga perubahan iklim dapat
dikurangi. Berbagai dampak dari keberadaan perusahaan ditengah-tengah masyarakat telah
menyadarkan masyarakat di dunia bahwa sumber daya alam adalah terbatas dan oleh
karenanya pembangunan ekonomi harus dilaksanakan secara berkelanjutan, dengan
konsekuensi bahwa perusahaan dalam menjalankan usahanya perlu menggunakan sumber
daya dengan efisien dan memastikan bahwa sumber daya tersebut tidak habis, sehingga tetap
dapat dimanfaatkan oleh generasi di masa datang. Dengan konsep pembangunan
berkelanjutan (sustainable development), maka kegiatan CSR menjadi lebih terarah, paling
tidak perusahaan perlu berupaya melaksanakan konsep tersebut.
Kesadaran stakeholder akan pentingnya pembangunan berkelanjutan yang dilakukan oleh
perusahaan mendorong perusahaan untuk mengungkapkan praktik- praktik atau kegiatan
CSR yang dilakukan. Owen (2005) dalam Fahrizqi (2010) mengatakan bahwa kasus Enron di
Amerika telah menyebabkan perusahaan- perusahaan lebih memberikan perhatian yang besar
terhadap pelaporan sustainabilitas dan pertanggungjawaban sosial perusahaan. Ini
menjelaskan isu-isu yang berkaitan dengan reputasi, manajemen risiko dan keunggulan
kompetitif juga menjadi kekuatan yang mendorong perusahaan untuk melakukan
pengungkapan CSR.
Indira dan Dini (2005) dalam Fahrizqi (2010) mengatakan semakin kuatnya tekanan
stakeholder dalam hal pengungkapan praktik- praktik CSR yang dilakukan oleh perusahaan
menyebabkan perlunya memasukkan unsur sosial dalam pertanggungjawaban perusahaan ke
dalam akuntansi. Hal ini mendorong lahirnya suatu konsep yang disebut sebagai Social
3. Accounting, Socio Economic Accounting ataupun Social Responsibility Accounting . Dengan
lahirnya akuntansi sosial, produk akuntansi juga dapat digunakan oleh manajemen sebagai
sarana untuk mempertanggungjawabkan kinerja sosial perusahaan dan memberikan informasi
yang berguna dalam pengambilan keputusan bagi stakeholders.
Dalam lingkup wilayah Indonesia, standar akuntansi keuangan Indonesia belum mewajibkan
perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial, akibatnya yang terjadi di dalam praktik
perusahaan hanya dengan sukarela mengungkapkannya. Secara implisit Ikatan Akutansi
Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK) Nomor 1 (revisi
2004) paragraf 9 menyarankan untuk mengungkapkan tanggung jawab akan masalah sosial
sebagai berikut : “Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan
mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya
bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peran penting dan bagi
industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang
peranan penting.”
Lebih jauh lagi, adanya CSR di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 74 ayat 1 Undang- undang tersebut menyebutkan
bahwa ”Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan
sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Dalam
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pasal 15 (b) menyatakan
bahwa ”setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan”.
Adanya tuntutan yang demikian, maka ISO (International Oragnization For Standaritation)
yang merupakan induk dari organisasi standar internasional, mengundang berbagai pihak
yang berkaitan untuk membentuk tim yang membadani lahirnya panduan dan standarisasi
untuk tanggung jawab sosial dengan mengeluarkan ISO 26000: Guidance Standard on Social
Responsibility. ISO 26000 ini akan menyediakan standar pedoman yang bersifat sukarela
mengenai tanggung jawab sosial suatu institusi yang mencakup semua sektor badan publik
maupun badan privat. Baik itu di negara yang sedang berkembang ataupun negara maju.
Pedoman ini juga ditujukan pada perusahaan yang memiliki tipe high profile maupun
perusahaan low profile. Dalam hal ini perusahaan harus melakukan pengungkapan tanggung
jawab sosial mereka sesuai dengan peraturan dan standar yang ada. Yang menjadi masalah
saat ini adalah, bagaimana perusahaan yang ada memahami mengenai tanggung jawab sosial
mereka, bagaimana mereka mengungkapkan tanggung jawab tersebut dan bagaimana tingkat
kepatuhan perusahan-perusahaan tersebut dalam pengungkapannya sesuai dengan ISO 26000
yang telah terbentuk. Didalamnya erdapat tujuh cakupan mengenai tanggung jawab yang
harus dipenuhi perusahaan kepada lingkungan sosial sekitar, yakni: 1) tata kelola organisasi,
2) hak-hak asasi manusia, 3) praktik ketenagakerjaan, 4) lingkungan, 5) praktik operasi yang
adil, 6) isu-isu konsumen, serta 7) pelibatan dan pengembangan masyarakat.
Berdasar pada tujuan utama pembentukan ISO 26000 yakni menjadi standar untuk
pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan, dimana dengan adanya hal ini nantinya
akan membawa pengaruh yang baik bagi perusahaan agar lebih bertanggungjawab dalam
melakukan operasinya. Perusahaan yang memiliki tipe high profile akan sangat berperan
dalam penerapan ISO 26000. Hakston dan Milne (1996) dalam Novitasari (2011) mengatakan
perusahaan umumnya terbagi dalam dua tipe, yakni tipe low profile dan tipe high profile.
Perusahaan yang memiliki tipe low profile adalah perusahaan yang memiliki tingkat resiko
kerja yang lebih kecil, tidak memiliki sisa residu (seperti limbah) dan biasanya perusahaan
4. dengan tipe low profile ini akan lebih mendapat toleransi dari masyarakat saat terjadi
kegagalan dalam produksi/aktivitas kerja mereka. Tipe yang kedua adalah perusahaan high
profile dimana perusahaan tipe ini biasanya memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap
lingkungan, tingkat risiko politik atau tingkat kompetisi yang ketat. Selain itu perusahaan
high profile pada umumnya merupakan perusahaan yang memperoleh sorotan dari
masyarakat karena aktivitas operasinya memiliki potensi untuk bersinggungan dengan
kepentingan luas. Adapun perusahaan yang tergolong dalam tipe ini adalah yang umumnya
memiliki sifat/ciri umum sebagai berikut: jumlah tenaga kerja yang besar, dalam proses
produksinya mengeluarkan residu seperti limbah cair atau polusi, serta sensitifitas masyarakat
terhadap perusahaan karena perusahaan tipe ini bila mengalami kelalaian perusahaan dalam
pengamanan produksi dan hasil produksi memabawa akibat fatal bagi masyarakat dan
lingkungan. Dalam pengungkapan tanggung jawab sosialnya terdapat hal-hal yang berbeda
antara perusahaan yang memiliki tipe high profile dan low profile. Terdapat berbagai macam
faktor yang dapat mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial. Penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya mengatakan bahwa perusahaan yang masuk dalam kategori high
profile mengungkapkan informasi tanggung jawab sosialnya lebih banyak dibandingkan
dengan kategori low profile.
Pentingnya pengungkapan CSR telah membuat banyak peneliti untuk melakukan penelitian
dan diskusi mengenai praktik dan motivasi perusahaan untuk melakukan CSR. Beberapa
penelitian yang terkait dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan telah banyak
dilakukan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Rosmasita (2007) yang meneliti mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR. Diantara faktor-faktor yang menjadi
variabel dalam penelitian tersebut adalah ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage,
kepemilikan manajemen. Sulastini (2007) melakukan penilitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi pengungkapan laporan sosial. Variabelnya antara lain ukuran perusahaan,
profitabilitas, ukuran dewan komisaris dan profile perusahaan. Fahrizqi (2010) juga
melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR.
Faktor-faktor yang menjadi variabel dalam penelitian tersebut adalah ukuran perusahaan,
profitabilitas, leverage dan ukuran dewan komisaris.
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai faktor- faktor yang
mempengaruhi pengungkapan CSR menunjukkan hasil yang berbeda- beda. Pertentangan
hasil penelitian tersebut dapat terjadi karena beberapa alasan seperti: perbedaan periode
waktu penelitian, interpretasi peneliti terhadap laporan keuangan perusahaan atas variabel
yang digunakan maupun perbedaan metode pengujian yang ditempuh oleh peneliti. Penelitian
ini menarik untuk dilakukan karena untuk memverifikasi ulang hasil penelitian terdahulu
tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengungkapan Corporate Social
Responsibility (CSR) perusahaan. Penelitian ini akan menguji variabel faktor-faktor yang
mempengaruhi pengungkapan CSR. Penelitian ini akan menguji pengaruh variabel ukuran
perusahaan, profitabilitas, leverage dan ukuran dewan komisaris terhadap pengaruhnya dalam
pengungkapan CSR pada laporan keuangan tahunan perusahaan High Profile di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan CSR?
2. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan CSR?
3. Apakah leverage berpengaruh terhadap pengungkapan CSR?
4. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan CSR?
5. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti secara empiris terhadap hal-hal
tersebut diatas, antara lain :
a. Untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan CSR.
b. Untuk menguji pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan CSR.
c. Untuk menguji pengaruh leverage terhadap pengungkapan CSR.
d. Untuk menguji pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap pengungkapan CSR.
Manfaat Penelitian
Bagi Perkembangan Kajian Akuntansi
a. Memberikan kontribusi pada pengembangan akuntansi keuangan, terutama mengenai
bagaimana kinerja keuangan perusahaan dapat mempengaruhi pengungkapan CSR
b. Memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu akuntansi manajemen, terutama
mengenai bagaimana pertanggungjawaban sosial yang dilakukan perusahaan yang kemudian
diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan.
c. Memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pada akuntansi keprilakuan, terutama
mengenai faktor apa yang mendorong prilaku perusahaan untuk mengungkapkan CSR dalam
laporan tahunan perusahaan.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi, masukan, dan bahan
pertimbangan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian sejenis, dengan objek,
variabel, ataupun periode yang berbeda.
1. 2. Tinjauan Pustaka
2.1 Penelitian Terdahulu
Rosmasita (2007) melakukan penelitian dengan judul faktor-faktor yang mempengaruhi
pengungkapan sosial (social disclosure) dalam laporan keuangan tahunan perusahaan
manufaktur pada bursa efek Jakarta. Metode analisa data menggunakan regresi linier
berganda, Hasil penelitian ini menunjukkan kepemilikan manajemen, leverage, ukuran
perusahaan (Size), dan profitabilitas secara bersama-sama memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi pengungkapan sosial dalam laporan tahunan perusahaan Manufaktur. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa secara statistis kepemilikan manajemen
mempengaruhi pengungkapan pertanggungjawaban sosial dalam laporan tahunan perusahaan
Manufaktur. Secara statistik leverage, ukuran perusahaan (Size), profitabilitas tidak
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan
manufaktur.
6. Sulastini (2007) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Karakteristik Perusahaan
Terhadap Social Disclosure pada Perusahaan Manufaktur Yang Telah Go Public pada tahun
2006. Metode analisa data menggunakan analisis regresi linear berganda, menggunakan
program SPSS for window release 11.5. hasil penelitian menunjukkan secara simultan ada
pengaruh yang signifikan faktor-faktor size perusahaan, profitabilitas, ukuran dewan
komisaris dan profile perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
manufaktur. Secara parsial hanya profitabilitas yang tidak berpengaruh secara signifikan
namun hasil penelitian berhasil menemukan arah hubungan negatif antara profitabilitas dan
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Fahrizqi (2010) melakukan penelitian dengan judul faktor-faktor yang empengaruhi
pengungkapan corporate social responsibility (csr) dalam laporan tahunan perusahaan pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam bursa efek indonesia selama tahun 2005 – 2008.
Content analysis dilakukan dengan metode check list terhadap item-item pengungkapan
sosial dalam laporan tahunan perusahaan Dan secara parsial ukuran perusahaan dan
profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan CSR dengan arah positif. Secara parsial
leverage dan ukuran komisaris tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR.
Junaedi (2011) melakukan penelitian dengan judul pengaruh karakteristik perusahaan
terhadap nilai perusahaan yang menerapkan ISO 26000 pada perusahaan high profile dan low
profil LQ-45 BEI. Metode analisa data mengunakan analisis regresi berganda menggunakan
SPSS versi 17. Hasil penelitian uji F menunjukkan bahwa semua variabel independen secara
simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan hasil uji t
menunjukkan bahwa semua variabel independen secara parsial juga tidak berpengaruh
signifikan terhadap pengungkapan nilai perusahaan.
2.2 Kajian Pustaka
2.2.1 Teori Stakeholder
Stakeholder merupakan individu, sekelompok manusia, komunitas atau masyarakat baik
secara keseluruhan maupun secara parsial yang memiliki hubungan serta kepentingan
terhadap perusahaan. Individu, kelompok, maupun komunitas dan masyarakat dapat
dikatakan sebagai stakeholder jika memiliki karakteristik seperti mempunyai kekuasaan,
legitimasi, dan kepentingan terhadap perusahaan.
Jika diperhatikan secara seksama dari definisi diatas maka telah terjadi perubahan mengenai
siapa saja yang termasuk dalam pengertian stakeholder perusahaan. Sekarang ini perusahaan
sudah tidak memandang bahwa stakeholder mereka hanya investor dan kreditor saja. Konsep
yang mendasari mengenai siapa saja yang termasuk dalam stakeholder perusahaan sekarang
ini telah berkembang mengikuti perubahan lingkungan bisnis dan kompleksnya aktivitas
bisnis perusahaan.
Dengan menggunakan definisi diatas, pemerintah bisa saja dikatakan sebagai stakeholder
bagi perusahaan karena pemerintah mempunyai kepentingan atas aktivitas perusahaan dan
keberadaan perusahaan sebagai salah satu elemen sistem sosial dalam sebuah negara oleh
kerena itu, perusahaan tidak bisa mengabaikan eksistensi pemerintah dalam melakukan
operasinya. Terdapatnya birokrasi yang mengatur jalanya perusahaan dalam sebuah negara
7. yang harus ditaati oleh perusahaan melaui kepatuhan terhadap peraturan pemerintah
menjadikan terciptanya sebuah hubungan antara perusahaan dengan pemerintah. Hal tersebut
berlaku sama bagi komunitas lokal, karyawan, pemasok, pelanggan, investor dan kreditor
yang masing-masing elemen stakeholder tersebut memiliki kekuasaan, legitimasi, dan
kepentingan sehinga masing-masing elemen tersebut membuat sebuah hubungan fungsional
dengan perusahaan untuk bisa memenuhi kebutuhannya masing-masing.
Di dalam kehidupan bisnis, kata stakeholder tidak akan bisa dilepaskan karena merupakan
bagian penting yang terdapat di dalamnya. Stakeholder sendiri memiliki bermacam-macam
definisi yang kesemuanya memiliki kesamaan. Hanya saja, fokus dan penekanan yang
berbeda memberikan ruang perdebatan mengenai apa itu stakeholder. Definisi stakeholder
dalam beberapa literatur adalah sebagai berikut,
“Segenap pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat.”
“A person having in his/her possession (holding) money or property in which he/she has no
interest, right or title, awaiting the outcome of a dispute between two or more claimants to
the money or property. The stakeholder has a duty to deliver to the owner or owners the
money or assets once the right to legal possession is established by judgment or agreement.”
“Person, group, or organization that has direct or indirect stake in an organization because
it can affect or be affected by the organization’s actions, objectives, and policies.”
Dari ketiga difinisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa stakeholder sangat terkait
dengan kepentingan. Artinya semua yang melandasi suatu pihak menjadi stakeholder adalah
ada atau tidaknya kepentingan darinya yang terkait. Stakeholder bermacam-macam,
tergantung situasi dan kondisi.
2.2.2 Teori Agensi
Teori keagenan (Agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis
perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori
keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya
hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan
pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama
yang disebut ”nexus of contract”.
Perbedaan “kepentingan ekonomis” ini bisa saja disebabkan ataupun menyebabkan timbulnya
informasi asymmetri (Kesenjangan informasi) antara Pemegang Saham (Stakeholders) dan
organisasi. Diskripsi bahwa manajer adalah agen bagi para pemegang saham atau dewan
direksi adalah benar sesuai teori agensi.
Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka
sendiri. Pemegang saham sebagai principal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan
yang bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan. Sedang para agen disumsikan
menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam
hubungan tersebut.
Dalam hubungan agensi tersebut, terdapat 3 faktor yang mempengaruhi pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan yaitu biaya pengawasan (monitoring costs), biaya kontrak
8. (contracting costs), dan visibilitas politis. Perusahaan yang melakukan pengungkapan
informasi tanggung jawab sosial dengan tujuan untuk membangun image pada perusahaan
dan mendapatkan perhatian dari masyarakat. Perusahaan memerlukan biaya dalam rangka
untuk memberikan informasi pertanggungjawaban sosial, sehingga laba yang dilaporkan
dalam tahun berjalan menjadi lebih rendah. Ketika perusahaan menghadapi biaya kontrak dan
biaya pengawasan yang rendah dan visibilitas politis yang tinggi akan cenderung untuk
mengungkapkan informasi pertanggungjawaban sosial. Jadi pengungkapan informasi
pertanggungjawaban sosial berhubungan positif dengan kinerja sosial, kinerja ekonomi dan
visibilitas politis dan berhubungan negatif dengan biaya kontrak dan pengawasan (biaya
keagenen) dalam Fahrizqi (2010).
2.2.3 Corporate Social Responsibility (CSR)
Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) telah menjadi pemikiran
para pembuat kebijakan sejak lama. Bahkan dalam Kode Hammurabi (1700-an SM) yang
berisi 282 hukum telah memuat sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam menjaga
kenyamanan warga atau menyebabkan kematian bagi pelanggannya. Dalam Kode
Hammurabi disebutkan bahwa hukuman mati diberikan kepada orang-orang yang
menyalahgunakan ijin penjualan minuman, pelayanan yang buruk dan melakukan
pembangunan gedung di bawah standar sehingga menyebabkan kematian orang lain.
CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan atau konsep yang
dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk
tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu
berada. Contoh bentuk tanggungjawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan
kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan
lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk
pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat
sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di
sekitar perusahaan tersebut berada. CSR (Corporate Social Responsibility) merupakan
fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan
stakeholder-nya. CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability
perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability.
Tujuan dan manfaat akuntansi pertanggungjawaban sosial perusahaan.
Tujuan akuntansi pertanggungjawaban sosial adalah:
1. Untuk meningkatkan citra perusahaan dan untuk mempertahankan biasanya secara
implisit, asumsi bahwa perilaku perusahaan secara fundamental adalah baik.
2. Untuk membebaskan akuntabilitas organisasi atas dasar asumsi adanya kotrak sosial
diantara organnisasi dan masyarakat. Keberadaan kontrak sosial ini menuntut
dibebaskannya akuntabilitas sosial.
3. Sebagai perpanjangan dari pelaporan keuangan tradisional dan tujuannya memberikan
informasi kepada investor.
2.2.4 Pengungkapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan
9. Dalam Novitasari (2011) ada 2 jenis ungkapan dalam pelaporan keuangan yang telah
ditetapkan oleh badan yang dimiliki otoritas di pasar modal. Kedua jenis pelaporan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Ungkapan Wajib (Mandatory Disclosure)
Dalam laporan ini berisi mengenai informasi yang harus diungkapkan oleh emiten yang
diatur oleh peraturan pasar modal disuatu negara. Dimana laporan ini biasanya berbentuk
laporan keuangan, yang diatur oleh standar yang berlaku, wajib dikeluarkan tiap akhir
periode, serta wajib untuk di audit.
1. Ungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure)
Laporan ini merupakan laporan yang dilakukan dan dibuat secara sukarela oleh perusahaan
tanpa diharuskan oleh standar yang ada. Pengungkapan sosial yang diungkapkan perusahaan
sifatnya adalah sukarela dan unaudited.
Standar pelaporan pertanggungjawaban sampai saat ini belum memiliki standar yang baku.
Hal ini dikarenakan adanya permasalahan yang berhubungan dengan biaya dan manfaat
sosial. Perusahaan dapat membuat sendiri model pelaporan dan pertanggungjawaban
sosialnya.
Rosmasita (2007) menyatakan bahwa dalam penyusunan dan pengungkapan informasi
tentang aktivitas pertanggungjawaban sosial perusahaan, mengidentifikasi hal-hal yang
berkaitan dengan pelaporan sosial perusahaan, yaitu sebagai berikut:
1. Lingkungan, bidang ini meliputi aktivitas pengendalian pencemaran dan pelestarian
lingkungan hidup.
2. Energi, bidang ini meliputi aktivitas dalam penggunaaan energi dalam hubungannya
dengan operasi perusahaan dan peningkatan efisiensi terhadap produk perusahaan.
3. Praktik bisnis yang wajar, meliputi pemberdayaan terhadap minoritas dan perempuan,
dukungan terhadap usaha minoritas, tanggung jawab sosial.
4. Sumber Daya Manusia, bidang ini meliputi aktivitas untuk kepentingan karyawan
sebagai sumber daya manusia bagi perusahaan maupun aktivitas didalam suatu
komunitas.
5. Produk, meliputi keamanan, pengurangan polusi, dan lain-lain.
CSR harus dimaknai bukan lagi hanya sekedar responsibility karena bersifat voluntary,
tetapi harus dilakukan sebagai mandatory dalam makna liability karena disertai dengan
sanksi. Penanam modal baik dalam maupun asing tidak dibenarkan hanya mencapai
keuntungan dengan pengorbankan kepentingan-kepentingan pihak lain yang terkait dan
harus tunduk dan mentaati ketentuan CSR sebagai kewajiban hukum jika ingin menanamkan
modalnya di Indonesia. Komitmen bersama untuk mewujudkan pembangunan
berkelanjutan dan menciptakan iklim investasi bagi penanam modal untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dapat tercapai melalui pelaksanaan CSR. CSR dalam konteks
penanaman modal harus dimaknai sebagai instrumen untuk mengurangi praktek bisnis
yang tidak etis.
2.2.5 Perusahaan High Profile dan Low Profile
10. Ada dua tipe perusahaan yang berhubungan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial.
Dimana tipe pertama adalah tipe perusahaan High Profile. Wahyuni (2005) perusahaan yang
bertipe high profile adalah perusahaan yang mempunyai sensivitas tinggi terhadap
lingkungan. Perusahaan ini cepat memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas
operasinya memiliki potensi tinggi untuk bersinggungan dengan kepentingan masyarakat
luas. Contoh perusahaan high profile antara lain perusahaan pertambangan, agribisnis,
industri kimia, produk makanan dan minuman, penerbangan dan komunikasi. Sedangkan
perusahaan yang bertipe low profile merupakan perusahaan yang aktivitas produksinya dapat
ditolerir oleh masyarakat. Perusahaan yang termasuk dalam tipe ini antara lain : perusahaan
kontraktor, jasa dan perdagangan, tekstil dan produk tekstil, produk alat rumah tangga, dan
perbankan.
Latifah (2005) perusahaan high profile pada umumnya merupakan perusahaan yang
memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas operasinya memiliki potensi untuk
bersinggungan dengan kepentingan luas. Masyarakat pada umumnya lebih sensitif terhadap
tipe ini kaena kelalaian perusahaan dalam pengamanan proses produksi dan hasil produksi
dapat membawa akibat fatal bagi masyarakat. Perusahaan high profile lebih sensitif terhadap
konsumen atau pihak lain yang berkepentingan terhadap produknya. Adapun perusahaan
yang tergolong dalam high profile umumnya mempunyai sifat : jumlah tenaga kerja yang
besar, dalam produksinya mengeluarkan residu, seperti limbah cair atau polusi udara. Contoh
perusahaan yang termasuk tipe ini adalah : perusahaan perminyakan dan pertambangan,
kimia, hutan, kertas, otomotif, penerbangan, agribisnis, tembakau, rokok, makanan dan
minuman, media dan komunikasi, energi(listrik), engineering, kesehatan serta tranportasi dan
pariwisata. Sedangkan yang termasuk low profile antara lain : perusahaan bangunan,
keuangan, perbankan, supplier peralatan medis, properti, retailer, tekstil dan produk tekstil,
produk personal dan rumah tangga.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang termasuk dalam
tipe high profile adalah perusahaan yang memiliki tingkat sensitifitas tinggi terhadap
lingkungan, tingkat risiko politik atau tingkat kompetisi yang ketat. Yang dimaksud
sensitivitas tinggi adalah apabila perusahaan melakukan kelalaian dalam pengamanan hasil
produksi akan membawa akibat fatal bagi lingkungan dan masyarakat, sedangkan tingkat
resiko politik atau tingkat kompetisi yang ketat adalah keberadaan stakeholders yang dimiliki
perusahaan antara lain konsumen, pesaing dan pihak-pihak lain yang dapat melakukan
tekanan politik menjadi penentu utama kelangsungan hidup perusahaan. Oleh karena itu
kepentingan dan kemauan kelompok stakeholders perlu didengarkan dan diakomodasikan
dalam suatu bentuk kebijaksanaan perusahaan untuk menjaga kelangsungan hidup
perusahaan. Perusahaan high profile umumnya perusahaan yang memperoleh sorotan dari
masyarakat karena aktivitasnya memiliki potensi untuk bersinggungan dengan masyarakat
luas. Adapun perusahaan yang tergolong tipe ini umumnya memiliki ciri sebagai berikut :
1. Jumlah tenaga kerja yang besar
2. Dalam proses produksinya mengeluarakan nilai residu/limbah
3. Memiliki resiko kerja yang tinggi
4. Cakupan sosial yang luas.
Perusahaan yang termasuk dalam kategori high profile adalah perusahaan yang bergerak
dalam perminyakan dan pertambangan, kimia, hutan, kertas, otomotif, agribisnis, tembakau
dan rokok, produk makanan dan minuman, media dan komunikasi kesehatan serta
transportasi dan pariwisata.
11. Tipe kedua adalah perusahaan low profile, adalah perusahaan yang tidak terlalu mendapat
sorotan dari masyarakat manakala operasi mereka mengalami kegagalan atau kesalahan pada
aspek tertentu. Perusahaan dengan tipe ini biasanya akan lebih ditoleransi oleh masyarakat.
Yang tergolong perusahaan low profile antara lain : bangunan, keuangan dan perbankan,
suplier peralatan medis, retailer, tekstil dan produk tekstil, produk personal dan produk rumah
tangga.
2.2.6 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan
2.2.6.1 Ukuran Perusahaan (Size)
Ukuran suatu perusahaan dapat mempengaruhi luas pengungkapan informasi dalam laporan
keuangan mereka. Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih
banyak daripada perusahaan kecil. Teori agensi menyatakan bahwa perusahaan besar
memiliki biaya keagenan yang lebih besar daripada perusahaan kecil (Marwata, 2001 dalam
Fahrizqi (2010)). Oleh karena itu perusahaan besar akan mengungkapkan informasi yang
lebih banyak sebagai upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut.
Perusahaan besar juga akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan
kecil, karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibanding
perusahaan kecil. Secara teoritis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan politis, yaitu
tekanan untuk melakukan pertanggungjawaban sosial. Pengungkapan sosial yang lebih besar
merupakan pengurangan biaya politis bagi perusahaan (Hasibuan, 2001 dalam Fahrizqi
(2010)). Dengan mengungkapkan kepedulian pada lingkungan melalui laporan keuangan,
maka perusahaan dalam jangka waktu panjang bisa terhindar dari biaya yang sangat besar
akibat dari tuntutan masyarakat.
Penjelasan lain yang juga sering diajukan adalah perusahaan besar memiliki sumber daya
yang besar, sehingga perusahaan perlu dan mampu untuk membiayai penyediaan informasi
untuk keperluan internal. Informasi tersebut sekaligus menjadi bahan untuk keperluan
pengungkapan informasi kepada pihak eksternal, sehingga tidak perlu ada tambahan biaya
yang besar untuk dapat melakukan pengungkapan dengan lebih lengkap.
Sebaliknya, perusahaan dengan sumber daya yang relatif kecil mungkin tidak memiliki
informasi siap saji sebagaimana perusahaan besar, sehingga perlu ada tambahan biaya yang
relatif besar untuk dapat melakukan pengungkapan selengkap yang dilakukan perusahaan
besar. Perusahaan kecil umumnya berada pada situasi persaingan yang ketat dengan
perusahaan yang lain. Mengungkapkan terlalu banyak tentang jati dirinya kepada pihak
eksternal dapat membahayakan posisinya dalam persaingan sehingga perusahaan kecil
cenderung tidak melakukan pengungkapan selengkap perusahaan besar (Singhvi dan
Desai,1971; Buzby,1975 dalam Fahrizqi (2010)).
H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan CSR
2.2.6.2 Profitabilitas
Hubungan antara pengungkapan CSR dan profitabilitas perusahaan telah dipostulasikan
untuk merefleksikan pandangan bahwa kepekaan sosial membutuhkan gaya managerial yang
sama sebagaimana yang diperlukan untuk dapat membuat perusahaan menguntungkan
(profitable) Bowman dan Haire (1976) dalam Fahrizqi (2010). Pengungkapan CSR
12. merupakan cerminan suatu pendekatan manajemen dalam menghadapi lingkungan yang
dinamis dan multidimensional serta kemampuan untuk mempertemukan tekanan sosial
dengan reaksi kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, ketrampilan manajemen perlu
dipertimbangkan untuk survive dalam lingkungan perusahaan masa kini (Cowen et al., 1987)
dalam Fahrizqi (2010).
Heinze (1976) dalam Fahrizqi (2010) menyatakan bahwa profitabilitas merupakan faktor
yang memberikan kebebasan dan fleksibilitas kepada manajemen untuk mengungkapkan
pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat
profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial yang dilakukan
oleh perusahan.
H2 : Profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan CSR
2.2.6.3 Leverage
Rasio leverage merupakan proporsi total hutang terhadap rata-rata ekuitas pemegang saham.
Rasio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran mengenai struktur modal yang
dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang.
Scott (2000) dalam Fahrizqi (2010) menyampaikan pendapat yang mengatakan bahwa
semakin tinggi leverage kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran
terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih
tinggi dibandingkan laba dimasa depan. Dengan laba yang dilaporkan lebih tinggi akan
mengurangi kemungkinan perusahaan melanggar perjanjian utang. Manajer akan memilih
metode akuntansi yang akan memaksimalkan laba sekarang.
Menurut Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Fahrizqi (2010) keputusan untuk
mengungkapkan CSR akan mengikuti suatu pengeluaran untuk pengungkapan yang
menurunkan pendapatan. Perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi mengakibatkan
pengawasan yang tinggi dilakukan oleh debtholder terhadap aktivitas perusahaan. Sesuai
dengan teori agensi maka manajemen perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan
mengurangi pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuatnya agar tidak menjadi sorotan
dari para debtholders.
H3 : Leverage berpengaruh terhadap pengungkapan CSR
2.2.6.4 Ukuran Dewan Komisaris
Dewan komisaris adalah banyaknya jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu
perusahaan, dewan komisaris merupakan wakil shareholder dalam perusahaan yang berbadan
hukum perseroan terbatas yang berfungsi mengawasi pengelolaan perusahaan yang
dilaksanakan oleh manajemen (direksi), dan bertanggung jawab untuk menentukan apakah
manajemen memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengembangkan dan
menyelenggarakan pengendalian intern perusahaan (Mulyadi, 2002). Sebagai wakil dari
prinsipal di perusahaan dewan komisaris dapat mempengaruhi luasnya pengungkapan
tanggung jawab sosial adalah karena dewan komisaris merupakan pelaksana tertinggi dalam
perusahaan.
13. Dewan komisaris memiliki wewenang untuk mengawasi dan memberikan petunjuk dan
arahan pada pengelola perusahaan. Dengan wewenang yang dimiliki, dewan komisaris dapat
memberikan pengaruh yang cukup kuat untuk menekan manajemen untuk mengungkapkan
CSR. Dengan mengungkapkan informasi sosial perusahaan, image perusahaan akan semakin
baik (Gray et al., 1988 dalam Fahrizqi (2010)).
H4 : Ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan CSR
2.3 Rerangka Penelitian
Ukuran Perusahaan/SIZE
Profitabilitas
Pengungkapan Tanggungjawab Sosial
Leverage
Ukuran Dewan Komisaris
1. 3. Metode Penelitian
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kausalitas / asosiatif. Penelitian kausalitas merupakan
penelitian yang memiliki tujuan untuk menganalisis hubungan antara variabel satu dengan
variabel yang lain atau bagaimana suatu variabel dapat mempengaruhi variabel yang lainnya.
Dalam hal ini peneliti ingin menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
pengungkapan corporate social responsibility dalam laporan tahunan perusahaan high
profile.
14. 3.2 Variabel dan Definisi Operasional Variabel
3.2.1 Variabel Dependen
Variabel dependen yang diteliti dalam penelitian ini adalah pengungkapan tanggungjawab
sosial dalam laporan tahunan perusahaan high profile yang terdaftar di BEI. Perusahaan yang
termasuk kategori high profile dalam penelitian ini adalah perusahaan yang bergerak dalam
perminyakan dan pertambangan, kimia, hutan, kertas, otomotif, agribisnis, tembakau dan
rokok, produk makanan dan minuman, media dan komunikasi kesehatan serta transportasi
dan pariwisata.
Pengungkapan CSR
Variabel pengungkapan sosial perusahaan diukur dengan metode content analysis. Content
analysis adalah suatu metode pengkodifikasian teks dari ciri-ciri yang sama untuk ditulis
dalam berbagai kelompok (kategori) tergantung pada kriteria yang ditentukan. Agar content
analysis dapat dilaksanakan dengan cara yang replicable maka dapat dilakukan salah satunya
dengan cara checklist.
Checklist dilakukan dengan melihat pengungkapan sosial perusahaan dalam 7 kategori yaitu :
lingkungan, energi, kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, lain-lain tenaga kerja, produk,
keterlibatan masyarakat dan umum. Berdasarkan peraturan Bapepam No. VIII.G.2 tentang
laporan tahunan ada 12 item dari 90 item pengungkapan yang tidak sesuai untuk diterapkan
dengan kondisi di Indonesia. Selanjutnya dilakukan penyesuaian dengan cara menghapuskan
12 item pengungkapan tersebut, sehingga secara total tersisa 78 item pengungkapan. Item
pengungkapan dalam penelitian ini kemudian dinyatakan dalam bentuk indeks pengungkapan
sosial. Apabila item pengungkapan tersebut ada dalam laporan tahunan perusahaan maka
diberi skor 1, dan jika item pengungkapan tersebut tidak ada dalam laporan tahunan
perusahaan maka diberi skor 0.
3.2.2 Variabel Independen
3.2.2.1 Ukuran Perusahaan (Size)
Ukuran perusahaan dapat diukur dengan jumlah karyawan, total nilai aset, volume penjualan,
atau peringkat indeks. Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan untuk mengukur
tingkat ukuran perusahaan adalah total aktiva. Dalam peneltian ini variabel ukuran
perusahaan disajikan dalam bentuk logaritma, karena nilai dan sebarannya yang besar
dibandingkan variabel yang lain. Adapun pengukurannya dengan menggunakan rumus :
Size = Total Aktiva Perusahaan
3.2.2.2 Profitabilitas
Profitabilitas diartikan sebagai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba atau profit
dalam upaya meningkatkan nilai pemegang saham. Terdapat beberapa ukuran untuk
menentukan profitabilitas perusahaan, yaitu : return of equity, return on assets, earning per
share, net profit margin. Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan untuk mengukur
tingkat ukuran perusahaan ini adalah Return on Asset (ROA). Return on asset (ROA)
15. merupakan ukuran efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan
memanfaatkan aktiva yang dimilikinya.
Adapun pengukurannya dengan menggunakan rumus :
3.2.2.3 Leverage
Leverage dapat diartikan sebagai tingkat ketergantungan perusahaan terhadap hutang dalam
membiayai kegiatan operasinya, dengan demikian leverage juga mencerminkan tingkat resiko
keuangan perusahaan. Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan untuk mengukur
tingkat leverage adalah Debt To Equity Ratio (DER).
Adapun pengukurannya dengan menggunakan rumus :
3.2.2.4 Ukuran Dewan Komisaris
Ukuran dewan komisaris (UDK) yang dimaksud di sini adalah banyaknya jumlah anggota
dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Ukuran dewan komisaris dalam penelitian ini
adalah konsisten dengan Fahrizqi (2010) yaitu dilihat dari banyaknya jumlah anggota dewan
komisaris perusahaan.
Adapun pengukurannya dengan menggunakan rumus :
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi mengacu pada keseluruhan kelompok orang, kejadian, atau hal minat yang ingin
peneliti investigasi. Populasi yang digunakan untuk penelitian ini adalah perusahaan yang
memiliki tipe high profile dengan ketentuan yaitu perusahaan yang memiliki tenaga kerja
besar, memiliki nilai residu serta memiliki sensitifitas yang tinggi dengan lingkungan sekitar.
Dipilihnya satu tipe perusahaan yaitu perusahaan dengan tipe yakni tipe high profile sebagai
populasi dimaksudkan untuk menghindari bias.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah subkelompok atau bagian dari populasi. Sampel terdiri atas sejumlah anggota
yang dipilih dari populasi. Metoda pengambilan sampel yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah metode jugdement sampling yang termasuk salah satu bentuk purposive
sampling. Cara ini dilakukan dengan mengambil sampel yang telah ditentukan sebelumnya
berdasarkan maksud dan tujuan penelitian.
16. Adapun kriteria yang digunakan dalam penelitian sampel adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan yang terdaftar di BEI dan sahamnya aktif diperdagangkan selama tahun
2009.
2. Tergolong dalam LQ-45 (konsisten 2 periode tahun 2009) dan 50 Biggest Market
Capitalization.
3. Perusahaan publik dengan skala proritas high profile. Dengan ketentuan yakni
memiliki jumlah tenaga kerja yang besar, dalam proses produksinya mengeluarakan
nilai residu/limbah, memiliki risiko kerja yang tinggi, serta cakupan sosial yang luas.
Perusahaan yang termasuk dalam kategori high profile adalah perusahaan yang
bergerak dalam bidang perminyakan dan pertambangan, kimia, hutan, kertas,
otomotif, agro bisnis, tembakau dan rokok, produk makanan dan minuman, media dan
komunikasi, kesehatan serta transportasi dan pariwisata.
4. Tidak termasuk usaha bank atau lembaga keuangan lainnya.
5. Perusahaan yang menyerahkan laporan keuangan mereka dan mengeluarkan annual
report periode tahun 2009.
Perusahaan yang listing di BEI tahun 2009 adalah sebanyak 343 perusahaan.
1. 4. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data ini berupa annual report perusahaan
sampel. Dimana dalam annual report tersebut terdapat informasi kegiatan operasi yang
dilakukan perusahaan, baik itu kegiatan yang sehubungan dengan kinerja keuangan maupun
kinerja sosial mereka. Annual report merupakan laporan yang diterbitkan perusahaan yang
belum tentu semua perusahaan mengungkapkan atau menerbitkan laporan ini.
1. 5. Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan cara mendokumentasi laporan yang diperlukan dari masing-
masing perusahaan. Perusahaan yang diambil datanya dipilih secara acak sesuai dengan
kriteria yang telah disebut diatas. Proses dokumentasi ini bisa dengan cara mendownload
maupun mengutip dokumen yang diperlukan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari :
1. ICMD (Indonesian Capital Market Directory).
1. Database pasar modal, pojok BEI fakultas Ekonomi Universitas
Muhammadiyah Malang, tahun 2009. Untuk mengetahui informasi
pengungkapan sosial yang diungkapkan.
2. 6. Teknik Analisis Data
6.1 Tahapan Analisis Data
1. Mengklasifikasikan tipe perusahaan high profile. Perusahaan yang termasuk kategori
high profile dalam penelitian ini adalah perusahaan yang bergerak dalam perminyakan
dan pertambangan, kimia, hutan, kertas, otomotif, agribisnis, tembakau dan rokok,
produk makanan dan minuman, media dan komunikasi kesehatan serta transportasi
dan pariwisata.
17. 2. Mengidentifikasi tiap perusahaan sampel apakah perusahaan memenuhi kriteria untuk
dijadikan sampel penelitian atau tidak serta perusahaan tersebut konsisten atau tidak
dari indeks LQ 45 dan termasuk 50 Biggest Market Capitalization.
3. Memberi tanda checklist pada item-item pengungkapan CSR dan memberi skor untuk
setiap item pengungkapan. Pengukuran dengan menggunakan skala dummy, yaitu
apabila item tersebut diungkapkan maka diberi skor 1. Namun, apabila item tersebut
tidak diungkapkan maka diberi skor 0.
4. Tabulasi data :
- Mentabulasi data yang merupakan hasil perhitungan dari ukuran perusahaan dengan
menggunakan total aktiva perusahaan.
- mentabulasi data berdasarkan hasil perhitungan dari profitabilitas perusaaan dengan
menggunakan ROA yaitu laba bersih setelah pajak dibagi dengan total aktiva.
- mentabulasi data berdasarkan hasil perhitungan dari leverage perusahaan dengan
menggunakan DER yaitu total kewajiban dibagi ekuitas pemegang saham.
- Mentabulasi berdasarkan hasil perhitungan dari ukuran dewan komisaris dengan
menggunakan jumlah dewan komisaris perusahaan.
1. Data yang telah dikumpul kemudian diproses dan dianalisis dengan menggunakan alat
bantu SPSS 17.
6.2 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu
atau residual mempunyai distribusi normal. Model regresi yang baik adalah data yang
berdistribusi normal atau mendekati normal. Sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dulu
dilakukan uji normalitas data. Uji normalitas data dilakukan dengan uji perbandingan antara
skewness dengan standard eror of skewness atau dapat juga dilakukan dengan cara
membandingkan kurtosis dengan standard eror of kurtosis. Data dikatakan normal jika
tingkat signifikansinya lebih besar dari tingkat alpha yang ditentukan, yaitu 5% atau nilai
rasio datanya terletak antara -2 sampai 2.
6.3 Uji Multikoliniearitas
Menyebutkan uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya kolerasi antara variabel bebas (independen). Untuk menguji adanya multikolinearitas
dapat dilakukan dengan menganalisis korelasi antar variabel dan perhitungan nilai tolerance
serta variance inflation factor (VIF). Multikolinearitas terjadi jika nilai tolerance lebih kecil
dari 0,1 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari
95% . Dan nilai VIF lebih besar dari 10, apabila VIF kurang dari 10 dapat dikatakan bahwa
variabel independen yang digunakan dalam model adalah dapat dipercaya dan objektif.
6.4 Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi dikatakan
baik jika tidak mengandung heteroskedastisitas. Untuk mengetahui ada tidaknya
18. heterokedastisitas, bisa dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel
terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Ada tidaknya
heteroskedastisitas dilihat dari ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara
SRESID dan ZPRED. Dasar analisis yang digunakan adalah jika terbentuk pola tertentu,
seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar
kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada
pola yang jelas dan titik-titiknya menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y,
maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
6.5 Uji Hipotesis
Pengujian terhadap hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
6.5.1 Uji t (Uji Parsial)
Uji stastistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen
secara individual dalam menerangkan variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan significance level 0,05 (α=5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis
dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :
1. Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan). Ini
berarti bahwa secara parsial variabel independen tersebut tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen.
2. Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan). Ini
berarti secara parsial variabel independen tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen.
6.5.2 Uji F (Uji Simultan)
Uji stastistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimaksudkan
dalam model mempunyai pengaruh secara simultan terhadap variabel dependen. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05 (α=5%). Ketentuan peneriman atau
penolakan hipotesis adalah sebagi berikut :
a. Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi tidak signifikan). Ini
berarti bahwa secara simultan keempat variabel independen tersebut tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
b. Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi signifikan). Ini berarti
secara simultan keempat variabel independen tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen.
6.5.3 Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi ( R2 ) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi berada di antara 0 dan 1.
Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel–variabel independen dalam menjelaskan
variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel-varibel
19. independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi
variasi variabel dependen.
6.5.4 Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel
independen terhadap variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah
ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage dan ukuran dewan komisaris. Sedangkan variabel
independennya adalah indeks pengungkapan CSR. Adapun persamaan untuk menguji
hipotesis secara keseluruhan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Y : Indeks pengungkapan CSR
α0 : Konstant
X1 : Ukuran perusahaan
X2 : Profitabilitas
X3 : Laverage
X4 : Ukuran dewan komisaris
β 1…β4 : Koefisien X1…X4
εt : Error
Daftar Pustaka
Brigham, Eugene, F and Joel, F Houston,. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Buku 1.
Edisi 10. Terjemahan oleh Ali Akbar Yulianto, 2006. Jakarta: Salemba Empat.
Elqorni, Ahmad. 2009. “THE MANAGEMENT LECTURE RESUME” Mengenal teori
keagenan, http://elqorni.wordpress.com/2009/02/26/mengenal-teori-keagenan/ diakses
tanggal 14 Maret 2011.
Fahrizqi, Anggara.. 2010. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate
Sosial Responsibility (CSR) Dalam Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (Studi Empiris
20. pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia)”. Skripsi
Dipublikasikan. Universitas Diponegoro Semarang.
Ghozali, Imam, 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Peneliti
Universitas Diponegoro. Semarang.
Hendi. 2009. “CSR : Sekilas Sejarah dan Konsep” http://ngenyiz.blogspot.com/2009/02/csr-
sekilas-sejarah-dan-konsep.html. diakses tanggal 2 April 2011.
IAI. 2004. Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Salemba Empat. Jakarta.
Irawan,Irwan. 2009. Triple Buttom Line, Teori Stakeholder
http://irwanirawan.wordpress.com/2009/06/08/teori-stakeholder/ diakses tanggal 14 Maret
2011.
Jalal. 2011. “Memperkenalkan ISO 26000 Petunjuk Tanggung Jawab Sosial Paling Penting
dalam Dekade 2011-2020”.
http://www.csrindonesia.com/data/articles/20110307132726-a.pdf. diakses tanggal 15 maret
2011.
Jaringan Usaha Kecil Indonesia. “Pengertian / Definisi Csr – Corporate Social Responsibilty”
http://www.usaha-kecil.com/pengertian_csr.html. diakses tanggal 2 April 2011.
Junaedi. 2011. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan Yang
Menerapkan ISO 26000 (Studi Pada Perusahaan High Profile Dan Low Profil LQ-45 BEI)”.
Skripsi Tidak Dipublikasikan. Universitas Muhammadiyah Malang.
Kurniawan, Nova. 2010. Kemungkinan Perubahan Pada Stakeholder Utama
Akuntansi Keuangan http://ib4n3z10nova.wordpress.com/2010/05/24/kemungkinan-
perubahan-pada-stakeholder-utama-akuntansi-keuangan/. diakses tanggal 7 April 2011.
21. Latifah, Sri Wahyuni. 2005. “Analisis Kinerja Keuangan, Kinerja Sosial dan Pengungkapan
Tanggung Jawab Sosial (Studi pada Perusahaan yang termasuk dalam Indeks LQ-45)”.
Penelitian Tidak Dipublikasikan. Universitas Muhammadiyah Malang.
Mulyadi. 2002. Auditing Jilid 1 Edisi Enam. Salemba Empat. Jakarta.
Novitasari, Linanda. 2011. “Analisis Tingkat Kepatuhan Perusahaan High Profile pada ISO
26000 Dalam Pengungkapan Corporate Social Responsibility ( Studi Empiris Pada
Perusahaan Yang Listing di BEI)”. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Universitas
Muhammadiyah Malang.
Priyatno, Duwi. 2009. 5 Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 17. C.V Andi Offset.
Yogyakarta.
Rosmasita, Hardhina. 2007. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Sosial
(Social Disclosure) Dalam Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan Manufaktur Di Bursa
Efek Jakarta”. Skripsi Dipublikasikan. Universitas Islam Indonesia.
Sekaran, Uma. 2006. Research Methods For Business Metodologi Penelitian untuk Bisnis.
Buku 2 Edisi 4. Salemba Empat. Jakarta.
Sulastini, Sri. 2007. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Social Disclosure
Perusahaan Manufaktur Yang Telah Go Public”. Skripsi Dipublikasikan. Universitas Negeri
Semarang.
Wahyuni, Endang Dwi. 2005. “Perbandingan Produktivitas Perusahaan Yang Bersertifikat
ISO 9000 (Studi pada Perusahaan yang Bertipe High Profile dan Low Profile)”. Penelitian
Tidak Dipublikasikan. Universitas Muhammadiyah Malang.
Wikipedia. 2010. “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”.
23. Related Posts:
Prinsip-Prinsip Akuntansi Dasar
Dalil-Dalil Akuntansi
Contoh Makalah Teori Akuntansi
Contoh Makalah Akuntansi
Cara Memahami Matriks BCG Akuntansi
Corporate bond fund s
Do y ou have
Social networ king s ite
Tags: contoh laporan metode penelitian, contoh proposal, Contoh Proposal Metode
Penelitian, contoh proposan metpen
Tag Cloud
Posted
Corporate social responsibility
Profiling
Profiles
Corporate bond funds
Proposal
Amerikas
Do you have any comments on Contoh Proposal Metode Penelitian ?
Name (required)
Mail (will not be published) (required)