Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Dprd sumatera utara dukung pelestarian lingkungan kawasan danau toba
1. DPRD Sumatera Utara dukung Pelestarian Lingkungan Kawasan Danau Toba
(catatan RDP Jalin d-Toba)
Oleh: David Rajagukguk
Kegiatan rapat dengar pendapat (RDP) ini merupakan tidak lanjut dari aksi Jalin d-Tobaa
yang beberapa waktu lalu berdemostrasi ke DPRD Sumatera Utara. Pada RDP ini, DPRD
Sumatera Utara memanggil beberapa perusahaan yang diduga merusak kawasan Danau Toba
sesuai dengan tuntutan Jalin d-Toba. Kegiatan ini merupakan rapat gabungan dengan komisi
A, B dan D, Senin (23/2) dan dimulai pada pukul 10.00 Wib.
30-an peserta RDP yang mewakili Jalin d-Toba (Masyarakat dari Humbang Hasundutan,
Tobasa, Samosir dan Simalungun, KSPPM, mahasiswa dan elemen lainnya) mengikuti
kegitaan ini. DPRD Sumatera Utara pada RDP ini menghadirkan dinas kehutanan Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara (Provsu), Dinas kelautan & perikanan, dinas kebudayaan &
pariwisata, BLH dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Pada kegiatan RDP ini, beberapa perusahaan yang telah disinyalir ikut berperan melakukan
perusakan lingkungan di kawasan Danau Toba juga hadir seperti, PT Inalum, PT Aquafarm,
PT Allegrindo dan PT Toba Pulp Lestari (TPL). Sedangkan PT Gorga Duma Sari dan PT
Merek Indah Lestari (MIL) tidak hadir pada pertemuan ini. Ketika ditanyakan soal
ketidakhadiran kedua perusahaan tersebut kepada DPRD Sumatera Utara, mereka tidak bisa
memastikan apa alasan kedua perusahaan tidak hadir pada RDP tersebut.
Rapat tersebut akan dipastikan berlangsung memanas, karena sebelumnya masyarakat Jalin
Toba tersebut sudah sepakat untuk meminta anggota dewan untuk beberapa perusahaan
perusak kawasan danau toba karus kelaur dari kawasan tersebut karena diduga mencemari
lingkungan.
Diawal RDP ini, Pimpinan kegiatan RDP ini memberikan kesempatan pada Jalin d-Toba
untuk memaparkan bukti-bukti perusakan lingkungan yang dilakukan oleh keenam
perusahaan tersebut. Perwakilan masyarakat yang ikut pada RDP ini juga menyampaikan
keluh kesah mereka atas kehadiran perusahaan-perusahaan tersebut di kawasan Danau Toba.
Kersi Sihite dari Pandumaan Sipituhuta menjelaskan bahwa kehadiran PT TPL sudah sangat
meresahkan warga ke dua desa. Selain hutan kemenyan di rusak oleh PT TPL, warga juga
dikriminalisasi atas tuduhan merusak tanaman TPL dan melakukan kekerasan terhadap
pekerja TPL. Kersi Sihite dalam kesempatan ini juga menyampaikan bahwa keterlibatan
pihak keamanan bukannya menjadikan masalah yang mereka hadapi lebih ringan tetapi
malah semakin tidak jelas. Kehadiran ratusan petugas keamanan yang meringsek masuk ke
desa dan menyebabkan rasa trauma mendalam bagi masyarakat desa terutama Ibu-ibu dan
anak-anak. Pihak keamanan menculik laki-laki dari desa.
Op Erwin br Nainggolan perwakilan masyarakat adat dari dusun Nagahulambu, Nagori
Pondok Bulu kecamatan Dolok Panribuan, menyampaikan persoalan yang mereka hadapi
pasca hadirnya TPL di areal tanah adat mereka. Sebelum hadirnya TPL, masyarakat di dusun
Nagahulambu sangat tergantung dengan hasil berbagai tanaman yang ada di atas tanah adat
tersebut, seperti jengkol, kopi, kulit manis, petai dan terutama pohon aren (tuak). Tapi sejak
kehadiran TPL kurang lebih 7 tahun yang lalu, masyarakat sekarang kehilangan sebagian
sumber mata pencaharian mereka karena berbagai tanaman yang ada di atas tanah adat
mereka kini telah berganti dengan eucaliptus. Dia juga menyampaikan gara-gara warga
2. memperjuangkan keberadaan tanah adatnya, ada seorang warga yang ditangkap, diadili dan
dihukum 3 bulan atas aduan PT TPL. Op Erwin bg Nainggolan berharap DPRD Sumatera
Utara dapat membantu masyarakat agar tanah adat tersebut kembali kepada mereka.
Sedangkan perwakilan dari Lumban Sitorus, Kecamatan Parmaksian Tobasa pada
kesempatan ini menjelaskan bahwa mereka sudah 30 tahun dibodoh-bodohi oleh IIU/TPL
atas tanah adat mereka Silosung dan Jior Sisadasada. Menurut juru bicara dari Lumban
Sitorus, pihak IIU/TPL tidak pernah menepati apa yang ada di surat perjanjian atas pelepasa
Silosung dan Jior Sisadasada. Masyarakat tidak lagi sudi untuk menerima ganti rugi yang
belum kunjung dibayarkan. Sudah berbagai upaya dilakukan masyarakat agar pihak IIU/TPL
memenuhi kewajiban mereka sesuai dengan perjanjian tetapi tidak pernah dipenuhi. Mereka
saat ini lebih menginginkan tanah adat tersebut kembali kepada masyarakat adat Lumban
Sitorus daripada ganti rugi.
"Tanah yang ada di daerah kami namanya tano adat Tombak Sitakkubak itu ditanami pohon
eucalyptus oleh PT TPL. Padahal itu dulunya hutan pinus sebagai percontohan penghijauan
yang dipinjamkan seluas 153 ha selama," ungkap nai Desy Purba. Dia menuturkan bahwa
sejak jaman Belanda tanah adat itu sudah dikelola nenek moyang mereka dengan berbagai
tanaman perladangan.
Selain itu, Jalin d-Toba juga menyampaikan keberadaan PT Aquafarm Nusantara dan PT
Allegrindo Nusantara telah merusak kualitas air Danau Toba. Disebutkan juga, limbah yang
dihasilkan perusahaan itu, mengakibatkan air danau tidak lagi layak dikonsumsi bahkan
untuk mandi, dapat menyebabkan alergi.
"Kita prihatin dengan keberadaan perusahaan itu, seperti Aquafarm, air danau semakin
tercemar. Bahkan saya sudah tiga tahun tidak mandi di danau. Jadi kami minta agar
pemerintah bisa mengusir perusak Danau Toba," kata Irwandi Sirait yang mengaku sebagai
warga Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir didampingi Perwakilan Jalin D Toba,
Togu Simorangkir.
Mendengar pernyataan warga tersebut, Wakil Ketua Komisi D DPRD Sumut M Nezar Djoeli
mempertanyakan alasan kenapa hanya enam perusahaan disebutkan Jalin D'Toba. Ada satu
perusahaan lagi yang luput dari tuntutan masyarakat, meskipun sama-sama merupakan
perusahaan KJA. "Kenapa hanya enam perusahaan. Kami tidak melihat PT Japfa di laporan
pengaduan ini. Sebenarnya ada berapa perusahaan yang berusaha di Danau Toba," tanya
Nezar kepada Jalin d Toba dalam RDP tersebut. Dirinya meminta agar Jalin d Toba tidak
pandang bulu dalam melaporkan perusahaan perusak lingkungan Danau Toba. Dengan alasan
apapun, harusnya seluruh perusahaan yang merusak lingkungan, dapat diberikan tindakan
tegas termasuk dengan pencabutan izin operasi.
Sedangkan Anggota Komisi A DPRD Sumut Sarma Hutajulu meminta DPRD tidak
memaksakan masyarakat melaporkan atau memberikan informasi mengenai keseluruhan
perusahaan yang merusak lingkungan. "Jangan paksakan masyarakat menyajikan data.
Masyarakat hanya menyampaikan sepanjang yang mereka tahu. Jangan juga kita jadi (seolah-
olah) juru bicara perusahaan," ungkapnya.
Boru Limbong, perwakilan dari kecamatan Sianjur Mula-mula pada kesempatan ini
menyampaikan kondisi yang ada di kampungnya, diteror lebah yang berasal dari hutan yang
digarap PT GDS."Saya dan bibi saya diserang lebah. Bibi saya meninggal karena itu.
3. Sekarang banyak itu sarang lebah di Sianjur Mulamula, Pak. Banyak juga kasus warga
diserang lebah," katanya. Boru Limbong menduga, operasional PT GDS di Hutan Tele
menghancurkan habitat lebah hutan sehingga lebah pun pindah ke permukiman sekitar.
Jawaban pihak perusahaan
Pihak PT TPL menjawab, bahwa perusahannya sama sekali tidak berhak mengambil sesuatu
yang dimiliki masyarakat. Sebagai perusahaan pengolahan kayu, mereka juga punya
tanggung jawab untuk menyediakan hutan tanaman industri (HTI). Sedangkan lahan yang
digunakan adalah milik negara yang diberikan ijin sebelumnya. Tapi hal itu langsung jawab
balik oleh perwakilan masyarakat Lumban Sitorus, dengan mengatakan bahwa pihak TPL
melalui humasnya mengatak bahwa tanah tersebut sudah bersertifikat dan dikuasai oleh TPL.
"Kami tidak punya tanah, tetapi pemerintah memberikan izin pengolahan hutan untuk
dijadikan hutan industri. Tentu kalau punya masyarakat, kami bertanya dulu ke pemerintah.
Jadi apa yang kami lakukan sudah berdasarkan aturan perundang-undangan yang ada. Itupun
setiap tiga bulan sekali, ada evaluasi dalam hal pengelolaan hutan," kata Direktur PT TPL
Juanda Panjaitan. Apa yang disampaikan oleh Juanda Panjaitan ini juga ditanggapi oleh
masyarakat dengan menatakan bahwa TPL melalui penegak keamanan telah
mengkriminalisasi masyarakat. Tidak pernah ada perbuatan yang merusak milik TPL, warga
hanya mempertahankan tanah adatnya yang sudah diwariskan sejak ratusan tahun lalu.
Sementara salah satu pimpinan manajemen PT Aquafarm Nusantara Rudi Hartanto justru
menampik tudingan jika perusahaannya menyebabkan tercemarnya air Danau Toba. Sebab
berdasarkan hasil evaluasi dari pemerintah provinsi, jika penyebab pencemaran air danau
lebih dikarenakan limbah domestik. Hal itu diperkuatnya dengan kemampuan hidup ikan
yang dibudidayakan, harus bebas dari pencemaran. Artinya kualitas air, masih cukup baik.
"Sesuai amanah dari dokumen pengelolaan dari Gubernur, kami diminta memantau dan
melaporkannya ke pemerintah. Per enam bulan, ada pengujian kualitas air bersama BLH
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sementara hasil evaluasi, disebutkan bahwa penyebab
pencemaran air danau adalah karena limbah domestik," sebutnya tanpa merinci lebih jauh.
Jawaban Pemerintah atas tuntutan Jalin d-Toba
Kadis Kehutanan Sumut Halen Purba pun tak membantah dan mengatakan konflik tanah
ulayat terjadi antara masyarakat dengan pemerintah, bukan dengan TPL. Penyelesaian konflik
itu masih dibahas antar-kementerian.
Sedangkan pihak BLH Sumut yang diwakili Rismawati Simanjuntak membantah semua
tudingan masyarakat. Ia menyebut bahwa baku mutu limbah PT TPL hijau sudah melebihi
dari yang diharapkan.
Sama halnya persoalan audit lingkungan terhadap PT Aquafarm juga dilakukan kementerian,
sebagai tindaklanjut dari rekomendasi Komisi VII DPR. "Kami sudah meminta Aquafarm
untuk menuangkan rekomendasi-rekomendasi itu dalam bentuk laporan," sebutnya.
Karena laporan masyarakat berbeda dengan apa yang disampaikan pihak perusahaan dan
perwakilan pemerintah, sejumlah anggota DPRD pun mendesak agar dibentuk Pansus saja
untuk mengungkap fakta yang sebenarnya.
4. "Jawaban perusahaan dan dari pemerintah bagus semua. Hanya normatif, namun masyarakat
menerima yang merasakan," kata anggota Komisi D, Wagirin Arman.
Rekomendasi RDP
Pertemuan RDP ini menghasilkan beberapa rekomendasi sesuai dengan telaah para wakil
rakyat yang telah menyelenggarakan kegiatan ini. Ada 5 rekomendasi yang dihasilkan dari
pertemuan ini, yaitu:
1. Seluruh anggota komisi A,B dan D yang hadir di dalam rapat hari ini menyepkati untuk
melanjutkan kepada pimpinan dewan untuk membentuk panitia khusus penataan kawasan
danau toba. Dalam pembentukan pansus ini melibatkan ketiga komisi. Tidak ada lagi
komisi, jika pansus sudah terbentuk biarlah pansus yang bekerja.
2. Komisi A, B dan D DPRD Propinsi Sumatera Utara meminta kepada unsur pemerintah
yang hadir (Dinshut, BLH, Perikanan) mempersiapkan segala surat menyurat termasuk
izin yang sudah dikeluarkan kepada seluruh perusahaan di sekitar danau toba untuk
diserahkan kepada komisi D. Yang akan digunakan sebagai bahan audit investigatif
3. Tindakan pernyataan Bahwa menutup semua perusahaan perusak lingkungan tidak
dilakukan lagi hari ini, karena sudah pernah dilakukan sebelumnya dan tetap komit.
4. Meminta kepada seluruh perusahaan yang hari ini diundang hadir (PT TPL, PT AG, PT
AF, Inalum, GDS) bahwa apa yang disampaikan oleh perwakilan masyrakat termasuk
seluruh anggota komisi A,B dan D untuk ditindaklanjuti oleh seluruh perusahaan.
5. Meminta Dishut, TPL dan BPN untuk mengembalikan tanah ulayat masyarakat adat
karena sudah dikuasai secara turun menurun, persoalan administrasi, melalui Jalin d Toba
segera menghubungi Dinas Kehutananan di tempat, BPN di tempat dan agar dilaporkan
segera (temui Bupati).
6. PT TPL menghentikan tindakan kriminalisasi kepada masyarakat dan membiarkan
masyarakat untuk mengusahai haknya.