SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 17
PENULISAN ILMIAH



           EKONOMI KOPERASI




DISUSUN OLEH : SANDIKA WAHYU INDRA PUTRA

              KELAS : 2EA21

              NPM : 19210428




    PROGRAM STUDI FAKULTAS EKONOMI

          JURUSAN MANAJEMEN




        UNIVERSITAS GUNADARMA

               BEKASI 2011
KATA PENGANTAR

        Dengan ini saya panjatkan puji & syukur kepada Allah swt, atas rahmat yang
telah diberikan sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah sosiologi & politik.

       Semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca dimana bisa lebih
memahami informasi & pengetahuan tentang sistem ekonomi di koperasi, informasi/
pengetahuan & dapat menyaring hal yang lebih di masa depan.

       Saya menyadari masih banyak hal yang belum tersampaikan dan pasti ada
kesalahan dalam makalah ini. Oleh sebab itu, mohon kritik & saran yang bisa
membangun supaya lebih baik dan berguna untuk semua para pembaca




                                                            Bekasi, 24 Oklober 2011
                                                                Hormat saya




                                                                     Penulis
DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR                                                               i
DAFTAR ISI                                                                   ii
A. LATAR BELAKANG MASALAH                                                    1
B. KEDUDUKAN KOPERASI DALAM SISTEM EKONOMI INDONESIA                         7
C. Perkembangan Koperasi di dalam Ekonomi Kapitalis dan Semi Kapitalis       10
       C.1 Fakta                                                             10
      C.2 Faktor-faktor Keberhasilan: Pembelajaran Bagi Koperasi Indonesia   11
D. Potret Singkat Kinerja Koperasi di Indonesia                              12

REFERENSI                                                                    14
A. LATAR BELAKANG KOPERASI

           Koperasi tradisional atau Hanel (1985) menyebutnya dengan “Koperasi Historis”,
  berkembang di Eropa di akhir abad 18 sampai 19. Pertumbuhannya berdasarkan naluri
  solidaritas kelompok atau suku bangsa tertentu. Dengan menggunakan pendekatan
  pengelolaan sederhana namun berhasil menanamkan prinsip pemanfaatan bersama atas
  sumberdaya produksi yang tersedia.
  Akan tetapi dalam perkembangan masyarakat memiliki karakteristik dinamis. Dinamika dan
  ciri kompetitif ternyata kurang terwadahi dalam Koperasi tradisional. Koperasi tidak dapat
  tumbuh dalam “kerangka dan suasana” tradisional seperti masa lalu. Persaingan telah
  menuntut tersedianya rancangan strategi-strategi dan kiat-kiat tertentu agar dapat eksis dan
  turut terlibat dalam kancah persaingan yang semakin ketat. Untuk itu diperlukan pengetahuan
  yang cukup tentang faktor-faktor atau variabel-variabel yang terkait dengan keberhasilan
  dan kegagalan koperasi. Strategi-strategi alternatif ini membutuhkan hipotesis-hipotesis,
  teori-teori, dalil-dalil serta informasi lain yang teruji secara baik. Sumber utama pengetahuan
  yang perlu digunakan dalam membangun sebuah institusi adalah pengetahuan “teoritikal”
  yang dapat menerangkan berbagai realitas empirikal.
  Reformasi dan reaktualisasi pemikiran tentang koperasi terletak pada nilai instrumental yang
  operasional. Secara normatif perubahan itu hampir tidak mengusik eksistensi koperasi
  sebagai institusi penghimpun kekuatan mandiri. Hal itu dapat ditelaah pada batasan koperasi
  dari berbagai aliran yang ada. Para pakar dan peneliti serta ketentuan perundang-undangan
  nasional telah menggariskan batasan berdasarkan cara pandang dan kepentingan yang
  dihadapi, namun makna dasar koperasi tidak banyak berubah.
  Pendapat mengenai definisi koperasi dikemukakan oleh para pendukung pendekatan
  esensialis, institusional, maupun nominalis (Hanel, 1985,27). Pendekatan esensialis,
  memandang koperasi atas dasar suatu daftar prinsip yang membedakan koperasi dengan
  organisasi lainnya. Prinsip-prinsip ini di satu pihak memuat sejumlah nilai, norma, serta
  tujuan nyata yang tidak harus sama ditemukan pada semua koperasi. Dari pendekatan
  esensialis ini, International Cooperative Alliance (ICA) telah merumuskan pengertian
  koperasi atas dasar enam prinsip pokok (Abrahamsen, 1976,3), antara lain:
  1. Voluntary membership without restrictions as to race, political views,and religious
  beliefs;
  2. Democratic Control;
  3. Limited interest or no interest on shares of stock; Earnings to belong to members, and
  method of distribution to be decided by them;
  4. Education of members, advisors, employees, and the public at large;
  5. Cooperation among cooperatives on local, national, and international levels.
  Pendekatan institusional, dalam mendefinisikan koperasi berangkat dari kriteria formal
  (legal). Menurut pendekatan ini: "Semua organisasi disebut koperasi jika secara hukum
  dinyatakan sebagai koperasi, jika dapat diawasi secara teratur dan jika dapat mengikuti
  prinsip-prinsip koperasi". (Munkner, 1985,18).
Pendekatan nominalis, dengan pelopornya para ahli ekonomi koperasi dari
Universitas Philipps-Marburg, merumuskan pengertian koperasi atas dasar sifat khusus dari
struktur dasar tipe sosial-ekonominya. Menurut pendekatan nominalis, koperasi dipandang
sebagai organisasi yang memiliki empat unsur utama (Hanel, 1985,29), yaitu:
1. Individual are united in a group by-at least one common interest or goal (COOPERATIVE
GROUP);
2. The individual members of the cooperative group intend to pursue through joint actions
and mutual support, among other, the goal of improving their economic and social situation
(SELF-HELP OF THE COOPERATIVE GROUP);
3. The use as an instrument for that purpose a jointly owned and maintained enterprise
(COOPERATIVE ENTERPRISE);
4. The cooperative enterprise is charged with the perfomance of the (formal) goal or task to
promote the members of the cooperative group through offering them directly such goods
and services, which the members need for their individual economics - i.e. their houshold
(CHARGE OR PRINCIPLE OF MEMBER PROMOTION).
Penjelasan itu memberikan petunjuk bahwa dalam organisasi koperasi melekat secara utuh
lima unsur, yaitu: (a) anggota-anggota perseorangan, (b) kelompok koperasi, yang secara
sadar bertekad melakukan usaha bersama dan saling membantu demi perbaikan kondisi
ekonomi dan sosial mereka, melalui, (c)perusahaan koperasi, yang didirikan secara permanen
dimiliki dan dibina secara bersama sehingga tercipta suatu, (d) hubungan pemilikan antara
kelompok koperasi dan perusahaan koperasi yang mengarahkan adanya promosi anggota atau
hubungan usaha yang saling menunjang antara kegiatan ekonomi anggota individu dengan
perusahaan koperasi.
Berkaitan dengan keempat unsur tersebut, Hanel (1985,30) menjelaskan,” Thus, cooperative
are also characterized to be autonomous business organizations, which are owned by the
members and charged with the promotion of their members in their role as customers of the
cooperative enterprise.
Dalam organisasi koperasi terdapat prinsip atau norma identitas ganda, anggota di samping
sebagai pemilik sah, juga adalah pemilik atau pelanggan jasa yang diusahakan oleh koperasi.
Di samping itu, dalam organisasi koperasi terdapat dua perusahaan (double nature), yaitu
perusahaan, atau kegiatan ekonomi, anggota secara individu dan perusahaan koperasi yang
dimiliki anggota secara bersama-sama.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa koperasi dilihat dari substansinya
adalah suatu sistem sosial-ekonomi, hubungan dengan lingkungannya bersifat terbuka, cara
kerjanya adalah suatu sistem yang berorientasi pada tujuan, dan pemanfaatan sumber
dayanya adalah suatu organisasi ekonomi yang unsurnya mencakup: anggota-anggota
perseorangan, perusahaan atau kegiatan ekonomi anggota secara individu, kelompok
koperasi, perusahaan koperasi, dan hubungan pemilikan serta hubungan usaha atau pelayanan
perusahaan koperasi kepada para anggotanya.
Dari penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa koperasi memiliki ciri-ciri yang khas
sebagai sebuah organisasi. Koperasi lahir dengan memiliki tiga unsur pokok yakni, (a)
kerjasama dua orang atau lebih, (b) tujuan yang akan dicapai, (c) kegiatan yang dikoordinir
secara sadar.
Pendekatan nominalis dalam merumuskan pengertian koperasi, di samping telah
dapat menunjukkan ciri-ciri esensial koperasi yang dapat dikaji secara ilmiah, tetapi juga
telah dapat memberikan penjelasan yang cukup rinci mengenai perbedaan koperasi dengan
organisasi ekonomi lain yang bukan koperasi. Maman (1989,19) membedakan koperasi
dengan organisasi usaha non-koperasi, dengan melihat lima (5) hal yakni: (a) sifat
keanggotaan, (b) pembagian keuntungan, (c) hubungan personal antara organisasi dan
manajer, (d) keterlibatan pemerintah dalam penciptaan stabilitas dan operasi, dan (e)
hubungan organisasi dan masyarakat.
Peran anggota merupakan indikator penting dalam mendefinisikan koperasi secara universal
dengan tidak dibatasi oleh visi politis maupun kondisi sosial ekonomi kelompok masyarakat
di mana koperasi itu hidup. Kedua peran tersebut menjadi kriteria identitas (identity
criterion) bagi koperasi. Peran atau identitas ganda (dual identity) koperasi menunjukkan
bahwa yang melakukan kerja sama (cooperation) adalah manusia atau anggotanya. Baik
pada saat mengelola maupun pada saat memanfaatkan hasil usaha koperasi. Peran unik dari
anggota inilah yang dijadikan acuan dalam mengenali sistem koperasi di berbagai negara.
Roy (1981,6) dalam definsinya meamasukan peran anggota dalam usaha koperasi adalah:“...a
business voluntarily organized, operating at cost, which is owned, capitalized and controleed
by member-patrons as ussers, sharing risk and benefits proportional to their participation.”
Demikian pula, pendapat Packel, sebagaimana dikutip Abrahamsen (1976,5) yang
menyatakan koperasi adalah: “... a democratic association of persons organized to furnish
themselves an economic service under a plant that eliminates entrepreneur profit and that
provides for subtantial equality in ownership and control". Hal serupa juga secara implisit
dinyatakan oleh Munkner (1985), Ropke (1989) dan Chukwu (1990).
Walaupun bentuk implementasi peran anggota menurut beberapa ahli koperasi cenderung
mengalami perubahan. Seperti dikemukakan oleh Herman (1995,66) setelah mengkaji
artikel-artikel, “Trends in Co-operative Theory” (Wilson), “Homo Oeconomicus and Homo
Cooperatives in Cooperative Research” (Weisel), “Basic Cooperatives Values” (Laurikari),
maupun “Cooperative Today” (Book), menyimpulkan bahwa belakangan ini telah terjadi
perubahan peran anggota seiring dengan tersisihnya demokrasi oleh ekonomi.
Perubahan peran sentral dari anggota ke manajemen tidaklah mengubah pentingnya prinsip
ganda anggota dalam organisasi. Karena pada dasarnya perubahan itu terletak pada tataran
instrumental bukan pada taran substansi. Mengenai hal itu dapat dikaji pendapat Dulfer
(1985) mengenai perubahan struktur koperasi secara radikal. Dikatakan bahwa perubahan
struktur koperasi akan mengikuti pola hirarkis (a) koperasi tradisional, (b) koperasi
berorentasi pasar, dan (c) koperasi yang terintegrasi secara vertikal dan horizontal. Setiap
tingkat memiliki konsekwensi implementasi manajemen yang berbeda. Lebih khusus
perbedaan tersebut terletak pada posisi anggota dalam pengelolaan organisasi.
Koperasi Indonesia
Pada kasus Indonesia, koperasi sebagai badan usaha yang dimiliki dan dimanfaatkan oleh
anggota, di tegaskan dalam Undang-undang nomor 25 tahun 1992. Batasan koperasi dalam
perundangan ini memiliki makna yang lebih tegas dan jelas dibanding batasan lama, dalam
Undang-undang No.12 tahun 1967, yang memungkinkan terciptanya pemikiran ganda
tentang koperasi. Undang-undang nomor 25 tahun 1992 mengakomodasi perubahan tataran
instrumental seperti dengan diaturnya “Pengelola” atau manajer dalam pengelolaan
organisasi dan usaha koperasi.
Koperasi seperti badan usaha lainnya memiliki keleluasaan gerak dalam menjalankan
usaha selama tidak menyalahi ketentuan perundang-undangan dan idielogi normatif yang
ada. Usaha merupakan proses rasional yang akhirnya bermuara pada penciptaan keuntungan
(profit), akumulasi keuntungan tersebut digunakan untuk melayani kebutuhana anggota.
Dengan demikian, usaha koperasi dapat dilaksanakan selama memperhatikan dua hal pokok,
yakni:
(1) Usaha yang dijalankan selaras dengan kebutuhan anggota dan sejauh mungkin
mengandung unsur pemberdayaan (empowering) bagi usaha anggota.
(2) Keuntungan usaha dialokasikan untuk anggota selaras dengan jasa yang diberikan
anggota pada usaha koperasi.
Perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat selain anggota sesuai dengan tujuan koperasi
Indonesia, seperti tertuang dalam pasal 3 Bab II Undang-undang nomor 25 tahun 1992,
yakni, memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya
serta ikut membangun tatanan ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang
maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pelaksanaan organisasi dan manajemen koperasi didasari oleh prinsip koperasi, prinsip
tersebut berisi, (a) keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, (b) pengelolaan dilakukan
secara demokratis, (c) pembagian sisa hasil usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding
dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota, (d) pemberian balas jasa yang terbatas
terhadap modal, (e) Kemandirian. Di samping prinsip yang mengikat intern organisasi,
koperasi memiliki prinsip lain yang berkaitan dengan ekstern organisasi yakni, (a)
pendidikan perkoperasian, (b) kerjasama antar koperasi.
Pembahasan di atas menunjukkan koperasi dapat dilihat sebagai unit usaha (dimensi mikro)
dan sistem ekonomi (dimensi makro). Dalam dimensi mikro, koperasi memiliki kewajiban
dan hak yang sama dengan pelaku ekonomi lainnya. Dalam dimensi makro, koperasi adalah
faham atau idielogi yang harus menjadi panutan bagi pelaku ekonomi nasional.
Pemahaman tentang kedua hal itu dapat menghindarkan diri dari pemikiran yang keliru
terhadap konsep “Koperasi sebagai soko guru ekonomi”. Mengenai kedua dimensi itu dapat
di pisahkan dan dibedakan dengan menunjuk aspek-aspek seperti pada tabel 1.
Dimensi mikro mengandung konsekuensi, koperasi sebagai organisasi ekonomi yang
memiliki keharusan menangani usaha berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas dan
produktivitas. Hanya dengan itu koperasi tetap hidup dan mampu mengembangkan diri
melalui akumulasi kekayaan (asets) sebagai prasyarat untuk memberikan pelayanan lebih
baik bagi anggota. Khususnya dalam pemanfaatan faktor-faktor produksi yang persediannya
terbatas. Dalam konteks ini koperasi memiliki berbagai kesamaan dengan badan usaha
lainnya. Selaras dengan tujuan koperasi, maka prinsip efisiensi dan efektivitas untuk
mewujudkan produktivitas yang tinggi harus dipadukan dengan optimasi pelayanan kepada
usaha dan kesejahteraan anggota.
Kriteria Dimensi Mikro Dimensi Makro

Kriteria         Dimensi Mikro                             Dimensi Makro

Arti             Koperasi sebagai badan usaha.             Koperasi sebagai sistem
                                                           ekonomi.
Identitas        Anggota berperan sebagai pemilik
                 dan pelangan.                             Demokrasi ekonomi.

Pelaku           Anggota
                 Pengurus                                  BUMN
                 Pengawas                                  BUMS
                                                           BUMK
Implikasi        Efisien, efektip dengan
                 produktivitas yang tinggi, untuk          Sistem ekonomi yang
                 pelayanan yang optimal bagi               bernuansa kemanfaatan
                 anggota.                                  bersama/ kerakyatan.




Sistem ekonomi yang bernuansa kemanfaatan bersama/ kerakyatan.
Koperasi sebagai sistem sosial merupakan gerakan yang tumbuh berdasarkan
kepentingan bersama. Ini mengandung makna dinamika koperasi harus selaras dengan
tujuan yang telah ditetapkan bersama. Semangat kolegial perlu dipelihara melalui
penerapan musyawarah dalam pengambilan keputusan. Dalam konteks itu, koperasi
merupakan organisasi swadaya (self-helf organization) akan tetapi tidak seperti halnya
organisasi swadaya lainnya, koperasi memiliki karakteristik yang berbeda
(Hanel,1985,36).
Mengkaji koperasi sebagai badan usaha dan organisasi swadaya adalah untuk
memperoleh gambaran yang jelas tentang posisi manusia dalam konstelasi sistem
koperasi. Koperasi menempatkan faktor “manusia” sebagai elemen penting dalam sistem
keorganisasian. Manusia anggota merupakan sentral pengembangan yang berposisi
penting dalam proses peningkatan kesejahteraan.
Manajemen Koperasi
Tugas manajemen koperasi adalah menghimpun, mengkoordinasi dan mengembangkan
potensi yang ada pada anggota sehingga potensi tersebut menjadi kekuatan untuk
meningkatkan taraf hidup anggota sendiri melalui proses “nilai tambah”. Hal itu dapat
dilakukan bila sumberdaya yang ada dapat dikelola secara efisien dan penuh kreasi
(inovatif) serta diimbangi oleh kemampuan kepemimpinan yang tangguh.
Manajemen koperasi memiliki tugas membangkitkan potensi dan motif yang tersedia
yaitu dengan cara memahami kondisi objektif dari anggota sebagaimana layaknya
manusia lainnya. Pihak manajemen dituntut untuk selalu berpikir selangkah lebih maju
dalam memberi manfaat dibanding pesaing hanya dengan itu anggota atau calon anggota
tergerak untuk memilih koperasi sebagai alternatif yang lebih rasional dalam melakukan
transaksi ekonominya.
Rumusan manfaat bagi setiap orang akan berbeda hal itu tergantung kepada pandangan
hidup terhadap nilai manfaat itu sen-diri. Motif berkoperasi bagi sementara orang
adalah untuk memperoleh nilai tambah ekonomis seperti, me-ningkatnya penghasilan
atau menambah kekayaan (aset) usaha. Tetapi bagi sebagian orang menjadi anggota
koperasi bukan karena adanya dorongan materi atau alasan finansial akan tetapi semata-
mata untuk kepuasan batin saja atau alasan ideal lainnya.
Untuk menjaga momentum pertumbuhan usaha maupun perkembangan koperasi pada
umumnya pihak manajemen perlu mengupayakan agar koperasi tetap menjadi alternatif
yang menguntungkan, Perangkat organisasi koperasi sebagaimana diatur dalam pasal 21
Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 tahun 1992 terdiri atas, (a) rapat anggota, (b)
pengurus, dan (c) pengawas.
Ketiganya dalam organisasi koperasi memiliki tugas mengembangkan kerjasama
sehingga membentuk suatu kesatuan sistem pengelolaan. Untuk menuju ke arah itu
diperlukan komitmen unsur-unsur tersebut terhadap sistem kerja yang telah disepakati
bersama.
Rapat anggota merupakan kolektivitas suara anggota yang merupakan pemilik
organisasi dan juga merupakan pemegang kekuasaan tertinggi. Ide-ide dan kebijakan
dasar dihasilkan dalam forum ini. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga,
anggaran pendapatan dan belanja, pokok-pokok program dan ketentuan-ketentuan dasar
dibuat berdasarkan musyawarah anggota, yang selanjutnya dilaksanakan oleh pengurus
atau manajer dan pengawas. Secara sistimatis Roy (1981,426) menunjuk kekuasaan dan
tanggungjawab anggota.
Sehubungan dengan beratnya kewajiban yang harus diemban anggota, maka sistem
penerimaan keanggotaan se-layaknya menggunakan standar minimal kualifikasi.
Standar minimal kualifikasi tersebut berhubungan dengan tingkat minimal pemahaman
calon anggota terhadap hak, tanggung jawab dan kewaji-ban selaku anggota. Dengan
demikian memungkinkan anggota memiliki pengetahuan yang relatif sama mengenai
organisasi dan tujuan yang hendak dicapai. Penetapan standar minimal kualifikasi tidak
bertentangan dengan prinsip "keanggotaan terbuka" karena pada dasarnya memung-
kinkan setiap orang untuk menjadi anggota, akan tetapi sebelum pendaftaran dilakukan
setiap anggota perlu memiliki wawasan minimal sebagai anggota. Untuk keperluan itulah
diperlukan pendidikan dasar bagi calon anggota. Standar minimal kualifikasi tersebut
menyangkut pemahaman dan ketertautan diri terhadap isi anggaran dasar dan ang-garan
rumah tangga serta ketentuan lain dalam organisasi.
Pengurus adalah orang-orang yang dipercaya oleh rapat anggota untuk menjalankan tugas
dan wewenang dalam menjalankan roda organisa-si dan usaha. Sehubungan dengan hal
itu, maka pengurus wajib melaksanakan harapan dan amanah anggota yang disampaikan
dalam forum rapat anggota. Pengurus perlu menjabarkan kehendak anggota dalam
program kerja yang lebih teknis.
Pasal 30 dalam perundang-undangan yang sama telah menetapkan tugas pengurus adalah
(a) mengelola koperasi dan usahanya, (b) mengajukan rancangan rencana kerja serta
rancangan rencana Anggaran pendapatan dan belanja koperasi, (c) menyelengga-rakan
rapat anggota, (d) mengajukan laporan keuangan dan pertang-gungjawaban pelaksanaan
tugas, (e) memelihara daftar buku anggota pengurus.
Selain tugas seperti di atas pengurus pun memiliki kewenangan, untuk, (a) mewakili
koperasi di dalam dan di luar pengadilan, (b) memutuskan penerimaan dan penolakan
anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam anggaran
     dasar, (c) melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan koperasi
     sesuai dengan tanggungjawabnya dan keputusan rapat anggota. Untuk terlaksananya
     tugas tersebut, pengurus dibantu oleh pengelola dan karyawan lainnya.
     Mengenai kehadiran pengelola telah diatur dalam pasal 32, yang berisi ketentuan sebagai
     berikut, (a) pengurus koperasi dapat mengangkat pengelola dan diberi wewenang dan
     kuasa untuk mengelola usaha, (b) dalam hal pengurus koperasi bermaksud untuk
     mengangkat pengelola, maka rencana pengangkatan tersebut diajukan kepada rapat
     anggota untuk mendapat persetujuan, (c) pengelola bertanggungjawab kepada pengurus,
     (d) pengelola usaha oleh pengelola tidak mengurangi tanggungjawab pengurus
     sebagaimana ditentukan dalam pasal 31.
     Dengan demikian esensi inovasi dapat diklasifikasi dengan: (a) menerima dan
     menerapkan cara atau teknologi yang sama sekali baru, (b) memodifikasi cara atau
     teknologi lama sehingga terkesan baru, (c) menerapkan cara baru dari tekbologi lama.

B. KEDUDUKAN KOPERASI DALAM SISTEM EKONOMI INDONESIA
          Sampai hari ini, perdebatan mengenai posisi, kedudukan dan peran strategis koperasi,
  masih menjadi perdebatan yang panjang. Akan tetapi nyatanya sampai hari ini juga
  perkembangan perkoperasian terus saja mengalami kemajuan. Hal ini diakibatkan Koperasi
  memiliki ikatan emosional, ikatan historical, maupun ikatan budaya dengan masyarakat
  kecil. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk tidak terus mengembangkan koperasi sebagai
  salah satu solusi bagi pemecahan masalah perekonomian bangsa.
  Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi, mempunyai kedudukan (politik) yang cukup kuat
  karena memiliki cantolan konstitusional, yaitu berpegang pada Pasal 33 UUD 1945,
  khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
  berdasar atas asas kekeluargaan”. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun
  usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah Koperasi. Tafsiran itu sering
  pula dikemukakan oleh Mohammad Hatta, yang sering disebut sebagai perumus pasal
  tersebut. Pada Penjelasan konstitusi tersebut juga dikatakan, bahwa sistem ekonomi
  Indonesia didasarkan pada asas Demokrasi Ekonomi, di mana produksi dilakukan oleh semua
  dan untuk semua yang wujudnya dapat ditafsirkan sebagai Koperasi.

           Dalam wacana sistem ekonomi dunia, Koperasi disebut juga sebagai the third way,
  atau “jalan ketiga”, istilah yang akhir-akhir ini dipopulerkan oleh sosiolog Inggris, Anthony
  Giddens, yaitu sebagai “jalan tengah” antara kapitalisme dan sosialisme.
  Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah
  pada tahun 1896. Ia mendirikan Koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang
  terjerat hutang dengan rentenir. R. Aria Wiriatmadja atau Tirto Adisuryo, yang kemudian
  dibantu pengembangannya oleh pejabat Belanda dan akhirnya menjadi program resmi
  pemerintah. Seorang pejabat pemerintah Belanda, yang kemudian menjadi sarjana ekonomi,
  Booke, juga menaruh perhatian terhadap Koperasi. Atas dasar tesisnya, tentang dualisme
  sosial budaya masyarakat Indonesia antara sektor modern dan sektor tradisional, ia
  berkesimpulan bahwa sistem usaha Koperasi lebih cocok bagi kaum pribumi daripada bentuk
  badan-badan usaha kapitalis. Pandangan ini agaknya disetujui oleh pemerintah Hindia
  Belanda sehingga pemerintah kolonial itu mengadopsi kebijakan pembinaan Koperasi.
  Meski Koperasi tersebut berkembang pesat hingga tahun 1933-an, pemerintah Kolonial
Belanda khawatir Koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, namun Koperasi
menjamur kembali hingga pada masa pendudukan Jepang dan kemerdekaan. Pada tanggal 12
Juli 1947, pergerakan Koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di
Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.
Bung Hatta meneruskan tradisi pemikiran ekonomi sebelumnya. Ketertarikannya kepada
sistem Koperasi agaknya adalah karena pengaruh kunjungannya ke negara-negara
Skandinavia, khususnya Denmark, pada akhir tahun 1930-an. Walaupun ia sering
mengaitkan Koperasi dengan nilai dan lembaga tradisional gotong-royong, namun
persepsinya tentang Koperasi adalah sebuah organisasi ekonomi modern yang berkembang di
Eropa Barat. Ia pernah juga membedakan antara “Koperasi sosial” yang berdasarkan asas
gotong royong, dengan “Koperasi ekonomi” yang berdasarkan asas-asas ekonomi pasar yang
rasional dan kompetitif.
Bagi Bung Hatta, Koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam
masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga self-help lapisan
masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Karena itu
Koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara menerapkan prinsip efisiensi.
Koperasi juga bukan sebuah komunitas tertutup, tetapi terbuka, dengan melayani non-
anggota, walaupun dengan maksud untuk menarik mereka menjadi anggota Koperasi, setelah
merasakan manfaat berhubungan dengan Koperasi. Dengan cara itulah sistem Koperasi akan
mentransformasikan sistem ekonomi kapitalis yang tidak ramah terhadap pelaku ekonomi
kecil melalui persaingan bebas (kompetisi), menjadi sistem yang lebih bersandar kepada
kerja sama atau Koperasi, tanpa menghancurkan pasar yang kompetitif itu sendiri.
Dewasa ini, di dunia ada dua macam model Koperasi. Pertama, adalah Koperasi yang dibina
oleh pemerintah dalam kerangka sistem sosialis. Kedua, adalah Koperasi yang dibiarkan
berkembang di pasar oleh masyarakat sendiri, tanpa bantuan pemerintah. Jika badan usaha
milik negara merupakan usaha skala besar, maka Koperasi mewadahi usaha-usaha kecil,
walaupun jika telah bergabung dalam Koperasi menjadi badan usaha skala besar juga. Di
negara-negara kapitalis, baik di Eropa Barat, Amerika Utara dan Australia, Koperasi juga
menjadi wadah usaha kecil dan konsumen berpendapatan rendah. Di Jepang, Koperasi telah
menjadi wadah perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian.
Di Indonesia, Bung Hatta sendiri menganjurkan didirikannya tiga macam Koperasi. Pertama,
adalah Koperasi konsumsi yang terutama melayani kebutuhan kaum buruh dan pegawai.
Kedua, adalah Koperasi produksi yang merupakan wadah kaum petani (termasuk peternak
atau nelayan). Ketiga, adalah Koperasi kredit yang melayani pedagang kecil dan pengusaha
kecil guna memenuhi kebutuhan modal. Bung Hatta juga menganjurkan pengorganisasian
industri kecil dan Koperasi produksi, guna memenuhi kebutuhan bahan baku dan pemasaran
hasil.
Menurut Bung Hatta, tujuan Koperasi bukanlah mencari laba yang sebesar-besarnya,
melainkan melayani kebutuhan bersama dan wadah partisipasi pelaku ekonomi skala kecil.
Tapi, ini tidak berarti, bahwa Koperasi itu identik dengan usaha skala kecil. Koperasi bisa
pula membangun usaha skala besar berdasarkan modal yang bisa dikumpulkan dari
anggotanya, baik anggota Koperasi primer maupun anggota Koperasi sekunder. Contohnya
adalah industri tekstil yang dibangun oleh GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) dan
berbagai Koperasi batik primer.
Karena kedudukannya yang cukup kuat dalam konstitusi, maka tidak sebuah pemerintahpun
berani meninggalkan kebijakan dan program pembinaan Koperasi. Semua partai politik, dari
dulu hingga kini, dari Masyumi hingga PKI, mencantumkan Koperasi sebagai program
utama. Hanya saja kantor menteri negara dan departemen Koperasi baru lahir di masa Orde
Baru pada akhir dasarwarsa 1970-an. Karena itu, gagasan sekarang untuk menghapuskan
departemen Koperasi dan pembinaan usaha kecil dan menengah, bukan hal yang
mengejutkan, karena sebelum Orde Baru tidak dikenal kantor menteri negara atau
departemen Koperasi. Bahkan, kabinet-kabinet yang dipimpin oleh Bung Hatta sendiri pun
tidak ada departemen atau menteri negara yang khusus membina Koperasi.
C. Perkembangan Koperasi di dalam Ekonomi Kapitalis dan Semi Kapitalis

C.1 Fakta

Dalam sejarahnya, koperasi sebenarnya bukanlah organisasi usaha yang khas berasal dari
Indonesia. Kegiatan berkoperasi dan organisasi koperasi pada mulanya diperkenalkan di
Inggris di sekitar abad pertengahan. Pada waktu itu misi utama berkoperasi adalah untuk
menolong kaum buruh dan petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan
menggalang kekuatan mereka sendiri. Kemudian di Perancis yang didorong oleh gerakan
kaum buruh yang tertindas oleh kekuatan kapitalis sepanjang abad ke 19 dengan tujuan
utamanya membangun suatu ekonomi alternatif dari asosiasi-asosiasi koperasi
menggantikan perusahaan-perusahaan milik kapitalis (Moene dan Wallerstein, 1993). Ide
koperasi ini kemudian menjalar ke AS dan negara-negara lainnya di dunia. Di Indonesia,
baru koperasi diperkenalkan pada awal abad 20. Sejak munculnya ide tersebut hingga
saat ini, banyak koperasi di negara-negara maju (NM) seperti di Uni Eropa (UE) dan AS
sudah menjadi perusahaan-perusahaan besar termasuk di sektor pertanian, industri
manufaktur, dan perbankan yang mampu bersaing dengan korporat-korporat kapitalis.
    Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di NM dan NSB memang sangat
diametral. Di NM koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar,
oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan
kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi
kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan
yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam
rangka melindungi dirinya. Sedangkan, di NSB koperasi dihadirkan dalam kerangka
membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan
pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran
antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam
memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di NSB, baik oleh
pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan
(Soetrisno, 2001). Dalam kasus Indonesia, hal ini ditegaskan di dalam Undang-undang
(UU) Dasar 1945 Pasal 33 mengenai sistem perekonomian nasional. Berbagai peraturan
perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dan juga dibentuk departemen atau
kementerian khusus yakni Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
dengan maksud mendukung perkembangan koperasi di dalam negeri.
C.2 Faktor-faktor Keberhasilan: Pembelajaran Bagi Koperasi Indonesia

Hebatnya perkembangan dari koperasi-koperasi di negara-negara maju tersebut memberi kesan
bahwa koperasi tidak bertentangan dengan ekonomi kapitalis. Sebaliknya, koperasi-koperasi
tersebut tidak hanya mampu selama ini bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar non-
koperasi, tetapi mereka juga menyumbang terhadap kemajuan ekonomi dari negara-negara
kapitalis tersebut. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa koperasi lahir pertama kali di Eropa
yang juga merupakan tempat lahirnya sistem ekonomi kapitalis.
            Rangkuman dari hasil Konferensi Tahunan Koperasi-Koperasi Petani, Oktober 29-20,
        2001 di Las Vegas, Nevada (AS)1menghasilkan beberapa butir penting yang disampaikan
        oleh pembicara-pembicara mengenai tantangan yang dihadapi oleh koperasi pada era
        sekarang ini. Diantaranya dari Larson, yakni sebagai berikut: (1) membangun suatu
        sistem koperasi yang menyatukan peran lokal dan peran regional; dalam kata lain
        bagaimana koperasi lokal dan koperasi regional bisa bekerja sama untuk jangka panjang);
        (2) menciptakan penghasilan yang cukup (atau menaikkan profit); (3) mengembangkan
        atau menyempurnakan strategi dan keahlian pemasaran (mensegmentasikan pasar hanya
        permulaan); (4) program-program SDM; dan (5) mengembangkan dan melaksanakan
        suatu strategi e-commerce. Pesan paling utama dari Larson untuk koperasi-koperasi lokal
        adalah bahwa kinerja keuangan yang solid sangat penting; koperasi-koperasi harus
        mempunyai tujuan-tujuan penggerak/peningkatan kinerja.
        Selain studi-studi kasus di atas, beberapa pengamat koperasi di Indonesia juga mencoba
        mengevaluasi keberhasilan koperasi di NM. Misalnya menurut Soetrisno (2001,
        2003a,b,c), model-model keberhasilan koperasi di dunia umumnya berangkat dari tiga
        kutub besar, yaitu konsumen seperti di Inggris, kredit seperti di Perancis dan Belanda dan
        produsen yang berkembang pesat di daratan Amerika, khususnya AS dan di beberapa
        negara di Eropa. Dari evaluasinya, Soetrisno melihat ada beberapa syarat agar koperasi
        bisa maju, yakni: (i) skala usaha koperasi harus layak secara ekonomi;2(ii) koperasi harus
        memiliki cakupan kegiatan yang menjangkau kebutuhan masyarakat luas, kredit (simpan-
        pinjam) dapat menjadi platfon dasar menumbuhkan koperasi (iii) posisi koperasi
        produsen yang menghadapi dilema bilateral monopoli menjadi akar memperkuat posisi
        tawar koperasi dan pendidikan , peningkatan teknologi menjadi kunci untuk meninkatkan
        koperasi ( pengembangan SDM)




        1
         Hasil lengkapnya (termasuk makalah-makalah dan/atau power point- power point dari para
        pembicara) dari konferensi ini dan konferensi pada tahun-tahun sebelumnya atau sesudahnya
        dapat dilihat di alamat berikut ini: www.wisc.edu/uwcc (University of Wisconsin Center for
        Cooperatives).
2
  Dukungan belanja rumah tangga baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen sangat penting untuk
menunjang kelayakan bisnis perusahaan koperasi. Pada akhirnya penjumlahan keseluruhan transaksi para anggota
harus menghasilkan suatu volume penjualan yang mampu mendapatkan penerimaan koperasi yang layak dimana hal
ini ditentukan oleh rata-rata tingkat pendapatan atau skala kegiatan ekonomi anggota.
D. Potret Singkat Kinerja Koperasi di Indonesia

Berdasarkan data resmi dari Departemen Koperasi dan UKM, sampai dengan bulan November
2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah
keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi
per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga
mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November
2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif
mencapai 71,50%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42%
koperasi saja. Tahun 2006 tercatat ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342 orang akan
tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703 unit. Sedangkan menurut Ketua
Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), Adi Sasono, yang diberitakan di Kompas, Kamis,
per 31 Mei 2007 terdapat 138.000 koperasi di Indonesia, namun 30 persennya belum aktif.
Informasi terakhir dari Triyatna (2009), jumlah koperasi tahun 2007 mencapai 149.793 units,
diantaranya 104.999 aktif, atau sekitar 70% dari jumlah koperasi dan sisanya 44.794 non-aktif
(Tabel 4). Selama periode 2006-2007, jumlah koperasi aktif tumbuh 6,1% sedangkan laju
pertumbuhan koperasi tidak aktif sekitar 5,7%. Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan
skala sangat kecil.
    Salah satu indikator yang umum digunakan untuk mengukur kinerja koperasi adalah
perkembangan volume usaha dan sisa hasil usaha (SHU). Data yang ada menunjukkan bahwa
kedua indikator tersebut mengalami peningkatan selama periode 2000-2006. Untuk volume
usaha, nilainya naik dari hampir 23,1 triliun rupiah tahun 2000 ke hampir 54,8 triliun rupiah
tahun 2006; sedangkan SHU dari 695 miliar rupiah tahun 2000 ke 3,1 triliun rupiah tahun 2006.
(Tabel 5). Menurut data paling akhir yang ada yang dikutip oleh Triyatna (2009), pada tahun
2007 jumlah SHU koperasi aktif mencapai 3.470 miliar rupiah sedangkan modal luar koperasi
aktif sekitar 23.324 miliar rupiah. Selama periode 2006-2007, pertumbuhan SHU sekitar 7,9%
dan modal luar 5,7%.
    Memasuki tahun 2000 koperasi Indonesia didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai
antara 55%-60% dari keseluruhan aset koperasi. Sementara itu dilihat dari populasi koperasi
yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar
35% dari populasi koperasi aktif. Hingga akhir 2002, posisi koperasi dalam pasar perkreditan
mikro menempati tempat kedua setelah Bank Rakyat Indonesia (BRI)-unit desa sebesar 46% dari
KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup
gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya
menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar
elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi (Soetrisno, 2003c).
Berdasarkan data propinsi 2006, jumlah koperasi dan jumlah koperasi aktif sebagai
persentase dari jumlah koperasi bervariasi antar propinsi. Pertanyaan sekarang adalah kenapa
jumlah koperasi atau proporsi koperasi aktif berbeda menurut propinsi? Apakah mungkin ada
hubungan erat dengan kondisi ekonomi yang jika diukur dengan pendapatan atau produk
domestic regional bruto (PDRB) per kapita memang berbeda antar propinsi? Secara teori,
hubungan antara koperasi aktif dan kondisi ekonomi atau pendapatan per kapita bisa positif atau
negatif. Dari sisi permintaan (pasar output), pendapatan per kapita yang tinggi yang membuat
prospek pasar output baik, atau pasar output dalam kondisi booming, memberi suatu insentif bagi
perkembangan aktivitas koperasi karena pelaku-pelaku koperasi melihat besarnya peluang pasar
(ceteris paribus). Fenomena yang bisa disebut efek demand-pull. Dari sisi penawaran (pasar
input; dalam hal ini petani atau produsen), pendapatan per kapita yang tinggi yang menciptakan
peluang pasar atau peningkatan penghasilan bagi individu petani atau produsen bisa menjadi
suatu faktor
    disinsentif bagi kebutuhan para petani atau produsen untuk membentuk koperasi. Fenomena
yang dapat disebut supply-push.3




3
  Pertanyaan ini sama dengan pertanyaan, kenapa, menurut data BPS, jumlah usaha kecil dan menengah (UKM)
setiap tahun meningkat? Apakah peningkatan tersebut mencerminkan perkembangan kewirausahaan (demand-pull)
atau suatu refleksi dari tingginya jumlah pengangguran atau tingkat kemiskinan (supply-push).
KEPUSTAKAAN

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=makalah%20seminar%20ekonomi%20koper
asi&source=web&cd=1&ved=0CBgQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.fe.trisakti.ac.id
%2Fpusatstudi_industri%2Fpusat%2520study%2520tulus%2520tambunan%2Fpusat%25
20studi%2Fprogram%2520seminar%2Fmakalah%2520seminar%25202.doc&ei=kFunTt
PkHsnYrQf119TLDQ&usg=AFQjCNF0VpdTg4o4OnFA7K-9q5s0H-_6sA&cad=rja
http://rully-indrawan.tripod.com/rully03.htm
http://purwakartakab.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article&catid=49:
koperasi&id=99:sejarah-koperasi&Itemid=30

Mais conteúdo relacionado

Semelhante a Penulisan ilmiah sistem ekonomi koperasi

Konsep koperasi
Konsep koperasiKonsep koperasi
Konsep koperasiadi223
 
Konsep koperasi
Konsep koperasiKonsep koperasi
Konsep koperasiyoggi123
 
Konsep koperasi
Konsep koperasiKonsep koperasi
Konsep koperasiadi120
 
Kelompok 8 : Dasar Hukum, Peran dan Fungsi Koperasi
Kelompok 8 : Dasar Hukum, Peran dan Fungsi KoperasiKelompok 8 : Dasar Hukum, Peran dan Fungsi Koperasi
Kelompok 8 : Dasar Hukum, Peran dan Fungsi Koperasi25MAULIDIYAHISNAININ
 
15213768 - Ekonomi Koperasi 12 BAB
15213768 - Ekonomi Koperasi 12 BAB15213768 - Ekonomi Koperasi 12 BAB
15213768 - Ekonomi Koperasi 12 BABRisky Saputra
 
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia odePeran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia odeOperator Warnet Vast Raha
 
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia odePeran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia odeOperator Warnet Vast Raha
 
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia odePeran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia odeOperator Warnet Vast Raha
 
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia odePeran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia odeOperator Warnet Vast Raha
 
JURNAL_KOPERASI DI DUNIA DAN DI INDONESIA_DORI NOVITA_162012023
JURNAL_KOPERASI DI DUNIA DAN DI INDONESIA_DORI NOVITA_162012023JURNAL_KOPERASI DI DUNIA DAN DI INDONESIA_DORI NOVITA_162012023
JURNAL_KOPERASI DI DUNIA DAN DI INDONESIA_DORI NOVITA_162012023Dorii Listypeach
 
Modul i ekonomi koperasi#
Modul i ekonomi koperasi#Modul i ekonomi koperasi#
Modul i ekonomi koperasi#Coel Coelly
 
Presentation ekonomi koperasi
Presentation ekonomi koperasiPresentation ekonomi koperasi
Presentation ekonomi koperasiadamfirdaus46
 
Tugas softskill
Tugas softskillTugas softskill
Tugas softskillevilawati
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1Triawidi
 

Semelhante a Penulisan ilmiah sistem ekonomi koperasi (20)

Konsep koperasi
Konsep koperasiKonsep koperasi
Konsep koperasi
 
Konsep koperasi
Konsep koperasiKonsep koperasi
Konsep koperasi
 
Konsep koperasi
Konsep koperasiKonsep koperasi
Konsep koperasi
 
Kelompok 8 : Dasar Hukum, Peran dan Fungsi Koperasi
Kelompok 8 : Dasar Hukum, Peran dan Fungsi KoperasiKelompok 8 : Dasar Hukum, Peran dan Fungsi Koperasi
Kelompok 8 : Dasar Hukum, Peran dan Fungsi Koperasi
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
15213768 - Ekonomi Koperasi 12 BAB
15213768 - Ekonomi Koperasi 12 BAB15213768 - Ekonomi Koperasi 12 BAB
15213768 - Ekonomi Koperasi 12 BAB
 
Softskill
SoftskillSoftskill
Softskill
 
Denisah
DenisahDenisah
Denisah
 
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia odePeran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
 
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia odePeran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
 
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia odePeran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
 
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia odePeran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
Peran teknologi dalam pembangunan mega ovelia ode
 
JURNAL_KOPERASI DI DUNIA DAN DI INDONESIA_DORI NOVITA_162012023
JURNAL_KOPERASI DI DUNIA DAN DI INDONESIA_DORI NOVITA_162012023JURNAL_KOPERASI DI DUNIA DAN DI INDONESIA_DORI NOVITA_162012023
JURNAL_KOPERASI DI DUNIA DAN DI INDONESIA_DORI NOVITA_162012023
 
Ppt Ekonomi Koperasi
Ppt Ekonomi KoperasiPpt Ekonomi Koperasi
Ppt Ekonomi Koperasi
 
Modul i ekonomi koperasi#
Modul i ekonomi koperasi#Modul i ekonomi koperasi#
Modul i ekonomi koperasi#
 
Presentation ekonomi koperasi
Presentation ekonomi koperasiPresentation ekonomi koperasi
Presentation ekonomi koperasi
 
koperasi indonesia
koperasi indonesiakoperasi indonesia
koperasi indonesia
 
Tugas softskill
Tugas softskillTugas softskill
Tugas softskill
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Bab I
Bab IBab I
Bab I
 

Mais de Sandika Wahyu IP (20)

Yang berarti
Yang berartiYang berarti
Yang berarti
 
Iklan dan dimensi etisnya
Iklan dan dimensi etisnyaIklan dan dimensi etisnya
Iklan dan dimensi etisnya
 
Perlindungan konsumen
Perlindungan konsumenPerlindungan konsumen
Perlindungan konsumen
 
Hak pekerja
Hak pekerjaHak pekerja
Hak pekerja
 
Keadilan dalam Bisnis
Keadilan dalam BisnisKeadilan dalam Bisnis
Keadilan dalam Bisnis
 
Program tanggung jawab sosial perusahaan
Program tanggung jawab sosial perusahaanProgram tanggung jawab sosial perusahaan
Program tanggung jawab sosial perusahaan
 
Shimizu
ShimizuShimizu
Shimizu
 
Tulisan
TulisanTulisan
Tulisan
 
T ugas softskill
T ugas softskillT ugas softskill
T ugas softskill
 
Bab 1 teoritika etika bisnis
Bab 1 teoritika etika bisnisBab 1 teoritika etika bisnis
Bab 1 teoritika etika bisnis
 
Bab 1 teoritika etika bisnis
Bab 1 teoritika etika bisnisBab 1 teoritika etika bisnis
Bab 1 teoritika etika bisnis
 
Surat
SuratSurat
Surat
 
Kuliah sambil bekerja
Kuliah sambil bekerjaKuliah sambil bekerja
Kuliah sambil bekerja
 
Penalaran
PenalaranPenalaran
Penalaran
 
tugas karangan
tugas karangan tugas karangan
tugas karangan
 
Dalam penulisan karya ilmiah
Dalam penulisan karya ilmiahDalam penulisan karya ilmiah
Dalam penulisan karya ilmiah
 
Perilaku konsumen
Perilaku konsumenPerilaku konsumen
Perilaku konsumen
 
Intisari SAP
Intisari SAPIntisari SAP
Intisari SAP
 
Rangkuman sap ekonomi koperasi
Rangkuman sap ekonomi koperasi Rangkuman sap ekonomi koperasi
Rangkuman sap ekonomi koperasi
 
Pengaruh Sea Games pada perekonomian Indonesia
Pengaruh Sea Games pada perekonomian Indonesia Pengaruh Sea Games pada perekonomian Indonesia
Pengaruh Sea Games pada perekonomian Indonesia
 

Penulisan ilmiah sistem ekonomi koperasi

  • 1. PENULISAN ILMIAH EKONOMI KOPERASI DISUSUN OLEH : SANDIKA WAHYU INDRA PUTRA KELAS : 2EA21 NPM : 19210428 PROGRAM STUDI FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN UNIVERSITAS GUNADARMA BEKASI 2011
  • 2. KATA PENGANTAR Dengan ini saya panjatkan puji & syukur kepada Allah swt, atas rahmat yang telah diberikan sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah sosiologi & politik. Semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca dimana bisa lebih memahami informasi & pengetahuan tentang sistem ekonomi di koperasi, informasi/ pengetahuan & dapat menyaring hal yang lebih di masa depan. Saya menyadari masih banyak hal yang belum tersampaikan dan pasti ada kesalahan dalam makalah ini. Oleh sebab itu, mohon kritik & saran yang bisa membangun supaya lebih baik dan berguna untuk semua para pembaca Bekasi, 24 Oklober 2011 Hormat saya Penulis
  • 3. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 B. KEDUDUKAN KOPERASI DALAM SISTEM EKONOMI INDONESIA 7 C. Perkembangan Koperasi di dalam Ekonomi Kapitalis dan Semi Kapitalis 10 C.1 Fakta 10 C.2 Faktor-faktor Keberhasilan: Pembelajaran Bagi Koperasi Indonesia 11 D. Potret Singkat Kinerja Koperasi di Indonesia 12 REFERENSI 14
  • 4. A. LATAR BELAKANG KOPERASI Koperasi tradisional atau Hanel (1985) menyebutnya dengan “Koperasi Historis”, berkembang di Eropa di akhir abad 18 sampai 19. Pertumbuhannya berdasarkan naluri solidaritas kelompok atau suku bangsa tertentu. Dengan menggunakan pendekatan pengelolaan sederhana namun berhasil menanamkan prinsip pemanfaatan bersama atas sumberdaya produksi yang tersedia. Akan tetapi dalam perkembangan masyarakat memiliki karakteristik dinamis. Dinamika dan ciri kompetitif ternyata kurang terwadahi dalam Koperasi tradisional. Koperasi tidak dapat tumbuh dalam “kerangka dan suasana” tradisional seperti masa lalu. Persaingan telah menuntut tersedianya rancangan strategi-strategi dan kiat-kiat tertentu agar dapat eksis dan turut terlibat dalam kancah persaingan yang semakin ketat. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang cukup tentang faktor-faktor atau variabel-variabel yang terkait dengan keberhasilan dan kegagalan koperasi. Strategi-strategi alternatif ini membutuhkan hipotesis-hipotesis, teori-teori, dalil-dalil serta informasi lain yang teruji secara baik. Sumber utama pengetahuan yang perlu digunakan dalam membangun sebuah institusi adalah pengetahuan “teoritikal” yang dapat menerangkan berbagai realitas empirikal. Reformasi dan reaktualisasi pemikiran tentang koperasi terletak pada nilai instrumental yang operasional. Secara normatif perubahan itu hampir tidak mengusik eksistensi koperasi sebagai institusi penghimpun kekuatan mandiri. Hal itu dapat ditelaah pada batasan koperasi dari berbagai aliran yang ada. Para pakar dan peneliti serta ketentuan perundang-undangan nasional telah menggariskan batasan berdasarkan cara pandang dan kepentingan yang dihadapi, namun makna dasar koperasi tidak banyak berubah. Pendapat mengenai definisi koperasi dikemukakan oleh para pendukung pendekatan esensialis, institusional, maupun nominalis (Hanel, 1985,27). Pendekatan esensialis, memandang koperasi atas dasar suatu daftar prinsip yang membedakan koperasi dengan organisasi lainnya. Prinsip-prinsip ini di satu pihak memuat sejumlah nilai, norma, serta tujuan nyata yang tidak harus sama ditemukan pada semua koperasi. Dari pendekatan esensialis ini, International Cooperative Alliance (ICA) telah merumuskan pengertian koperasi atas dasar enam prinsip pokok (Abrahamsen, 1976,3), antara lain: 1. Voluntary membership without restrictions as to race, political views,and religious beliefs; 2. Democratic Control; 3. Limited interest or no interest on shares of stock; Earnings to belong to members, and method of distribution to be decided by them; 4. Education of members, advisors, employees, and the public at large; 5. Cooperation among cooperatives on local, national, and international levels. Pendekatan institusional, dalam mendefinisikan koperasi berangkat dari kriteria formal (legal). Menurut pendekatan ini: "Semua organisasi disebut koperasi jika secara hukum dinyatakan sebagai koperasi, jika dapat diawasi secara teratur dan jika dapat mengikuti prinsip-prinsip koperasi". (Munkner, 1985,18).
  • 5. Pendekatan nominalis, dengan pelopornya para ahli ekonomi koperasi dari Universitas Philipps-Marburg, merumuskan pengertian koperasi atas dasar sifat khusus dari struktur dasar tipe sosial-ekonominya. Menurut pendekatan nominalis, koperasi dipandang sebagai organisasi yang memiliki empat unsur utama (Hanel, 1985,29), yaitu: 1. Individual are united in a group by-at least one common interest or goal (COOPERATIVE GROUP); 2. The individual members of the cooperative group intend to pursue through joint actions and mutual support, among other, the goal of improving their economic and social situation (SELF-HELP OF THE COOPERATIVE GROUP); 3. The use as an instrument for that purpose a jointly owned and maintained enterprise (COOPERATIVE ENTERPRISE); 4. The cooperative enterprise is charged with the perfomance of the (formal) goal or task to promote the members of the cooperative group through offering them directly such goods and services, which the members need for their individual economics - i.e. their houshold (CHARGE OR PRINCIPLE OF MEMBER PROMOTION). Penjelasan itu memberikan petunjuk bahwa dalam organisasi koperasi melekat secara utuh lima unsur, yaitu: (a) anggota-anggota perseorangan, (b) kelompok koperasi, yang secara sadar bertekad melakukan usaha bersama dan saling membantu demi perbaikan kondisi ekonomi dan sosial mereka, melalui, (c)perusahaan koperasi, yang didirikan secara permanen dimiliki dan dibina secara bersama sehingga tercipta suatu, (d) hubungan pemilikan antara kelompok koperasi dan perusahaan koperasi yang mengarahkan adanya promosi anggota atau hubungan usaha yang saling menunjang antara kegiatan ekonomi anggota individu dengan perusahaan koperasi. Berkaitan dengan keempat unsur tersebut, Hanel (1985,30) menjelaskan,” Thus, cooperative are also characterized to be autonomous business organizations, which are owned by the members and charged with the promotion of their members in their role as customers of the cooperative enterprise. Dalam organisasi koperasi terdapat prinsip atau norma identitas ganda, anggota di samping sebagai pemilik sah, juga adalah pemilik atau pelanggan jasa yang diusahakan oleh koperasi. Di samping itu, dalam organisasi koperasi terdapat dua perusahaan (double nature), yaitu perusahaan, atau kegiatan ekonomi, anggota secara individu dan perusahaan koperasi yang dimiliki anggota secara bersama-sama. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa koperasi dilihat dari substansinya adalah suatu sistem sosial-ekonomi, hubungan dengan lingkungannya bersifat terbuka, cara kerjanya adalah suatu sistem yang berorientasi pada tujuan, dan pemanfaatan sumber dayanya adalah suatu organisasi ekonomi yang unsurnya mencakup: anggota-anggota perseorangan, perusahaan atau kegiatan ekonomi anggota secara individu, kelompok koperasi, perusahaan koperasi, dan hubungan pemilikan serta hubungan usaha atau pelayanan perusahaan koperasi kepada para anggotanya. Dari penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa koperasi memiliki ciri-ciri yang khas sebagai sebuah organisasi. Koperasi lahir dengan memiliki tiga unsur pokok yakni, (a) kerjasama dua orang atau lebih, (b) tujuan yang akan dicapai, (c) kegiatan yang dikoordinir secara sadar.
  • 6. Pendekatan nominalis dalam merumuskan pengertian koperasi, di samping telah dapat menunjukkan ciri-ciri esensial koperasi yang dapat dikaji secara ilmiah, tetapi juga telah dapat memberikan penjelasan yang cukup rinci mengenai perbedaan koperasi dengan organisasi ekonomi lain yang bukan koperasi. Maman (1989,19) membedakan koperasi dengan organisasi usaha non-koperasi, dengan melihat lima (5) hal yakni: (a) sifat keanggotaan, (b) pembagian keuntungan, (c) hubungan personal antara organisasi dan manajer, (d) keterlibatan pemerintah dalam penciptaan stabilitas dan operasi, dan (e) hubungan organisasi dan masyarakat. Peran anggota merupakan indikator penting dalam mendefinisikan koperasi secara universal dengan tidak dibatasi oleh visi politis maupun kondisi sosial ekonomi kelompok masyarakat di mana koperasi itu hidup. Kedua peran tersebut menjadi kriteria identitas (identity criterion) bagi koperasi. Peran atau identitas ganda (dual identity) koperasi menunjukkan bahwa yang melakukan kerja sama (cooperation) adalah manusia atau anggotanya. Baik pada saat mengelola maupun pada saat memanfaatkan hasil usaha koperasi. Peran unik dari anggota inilah yang dijadikan acuan dalam mengenali sistem koperasi di berbagai negara. Roy (1981,6) dalam definsinya meamasukan peran anggota dalam usaha koperasi adalah:“...a business voluntarily organized, operating at cost, which is owned, capitalized and controleed by member-patrons as ussers, sharing risk and benefits proportional to their participation.” Demikian pula, pendapat Packel, sebagaimana dikutip Abrahamsen (1976,5) yang menyatakan koperasi adalah: “... a democratic association of persons organized to furnish themselves an economic service under a plant that eliminates entrepreneur profit and that provides for subtantial equality in ownership and control". Hal serupa juga secara implisit dinyatakan oleh Munkner (1985), Ropke (1989) dan Chukwu (1990). Walaupun bentuk implementasi peran anggota menurut beberapa ahli koperasi cenderung mengalami perubahan. Seperti dikemukakan oleh Herman (1995,66) setelah mengkaji artikel-artikel, “Trends in Co-operative Theory” (Wilson), “Homo Oeconomicus and Homo Cooperatives in Cooperative Research” (Weisel), “Basic Cooperatives Values” (Laurikari), maupun “Cooperative Today” (Book), menyimpulkan bahwa belakangan ini telah terjadi perubahan peran anggota seiring dengan tersisihnya demokrasi oleh ekonomi. Perubahan peran sentral dari anggota ke manajemen tidaklah mengubah pentingnya prinsip ganda anggota dalam organisasi. Karena pada dasarnya perubahan itu terletak pada tataran instrumental bukan pada taran substansi. Mengenai hal itu dapat dikaji pendapat Dulfer (1985) mengenai perubahan struktur koperasi secara radikal. Dikatakan bahwa perubahan struktur koperasi akan mengikuti pola hirarkis (a) koperasi tradisional, (b) koperasi berorentasi pasar, dan (c) koperasi yang terintegrasi secara vertikal dan horizontal. Setiap tingkat memiliki konsekwensi implementasi manajemen yang berbeda. Lebih khusus perbedaan tersebut terletak pada posisi anggota dalam pengelolaan organisasi. Koperasi Indonesia Pada kasus Indonesia, koperasi sebagai badan usaha yang dimiliki dan dimanfaatkan oleh anggota, di tegaskan dalam Undang-undang nomor 25 tahun 1992. Batasan koperasi dalam perundangan ini memiliki makna yang lebih tegas dan jelas dibanding batasan lama, dalam Undang-undang No.12 tahun 1967, yang memungkinkan terciptanya pemikiran ganda tentang koperasi. Undang-undang nomor 25 tahun 1992 mengakomodasi perubahan tataran instrumental seperti dengan diaturnya “Pengelola” atau manajer dalam pengelolaan organisasi dan usaha koperasi.
  • 7. Koperasi seperti badan usaha lainnya memiliki keleluasaan gerak dalam menjalankan usaha selama tidak menyalahi ketentuan perundang-undangan dan idielogi normatif yang ada. Usaha merupakan proses rasional yang akhirnya bermuara pada penciptaan keuntungan (profit), akumulasi keuntungan tersebut digunakan untuk melayani kebutuhana anggota. Dengan demikian, usaha koperasi dapat dilaksanakan selama memperhatikan dua hal pokok, yakni: (1) Usaha yang dijalankan selaras dengan kebutuhan anggota dan sejauh mungkin mengandung unsur pemberdayaan (empowering) bagi usaha anggota. (2) Keuntungan usaha dialokasikan untuk anggota selaras dengan jasa yang diberikan anggota pada usaha koperasi. Perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat selain anggota sesuai dengan tujuan koperasi Indonesia, seperti tertuang dalam pasal 3 Bab II Undang-undang nomor 25 tahun 1992, yakni, memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pelaksanaan organisasi dan manajemen koperasi didasari oleh prinsip koperasi, prinsip tersebut berisi, (a) keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, (b) pengelolaan dilakukan secara demokratis, (c) pembagian sisa hasil usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota, (d) pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, (e) Kemandirian. Di samping prinsip yang mengikat intern organisasi, koperasi memiliki prinsip lain yang berkaitan dengan ekstern organisasi yakni, (a) pendidikan perkoperasian, (b) kerjasama antar koperasi. Pembahasan di atas menunjukkan koperasi dapat dilihat sebagai unit usaha (dimensi mikro) dan sistem ekonomi (dimensi makro). Dalam dimensi mikro, koperasi memiliki kewajiban dan hak yang sama dengan pelaku ekonomi lainnya. Dalam dimensi makro, koperasi adalah faham atau idielogi yang harus menjadi panutan bagi pelaku ekonomi nasional. Pemahaman tentang kedua hal itu dapat menghindarkan diri dari pemikiran yang keliru terhadap konsep “Koperasi sebagai soko guru ekonomi”. Mengenai kedua dimensi itu dapat di pisahkan dan dibedakan dengan menunjuk aspek-aspek seperti pada tabel 1. Dimensi mikro mengandung konsekuensi, koperasi sebagai organisasi ekonomi yang memiliki keharusan menangani usaha berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas dan produktivitas. Hanya dengan itu koperasi tetap hidup dan mampu mengembangkan diri melalui akumulasi kekayaan (asets) sebagai prasyarat untuk memberikan pelayanan lebih baik bagi anggota. Khususnya dalam pemanfaatan faktor-faktor produksi yang persediannya terbatas. Dalam konteks ini koperasi memiliki berbagai kesamaan dengan badan usaha lainnya. Selaras dengan tujuan koperasi, maka prinsip efisiensi dan efektivitas untuk mewujudkan produktivitas yang tinggi harus dipadukan dengan optimasi pelayanan kepada usaha dan kesejahteraan anggota.
  • 8. Kriteria Dimensi Mikro Dimensi Makro Kriteria Dimensi Mikro Dimensi Makro Arti Koperasi sebagai badan usaha. Koperasi sebagai sistem ekonomi. Identitas Anggota berperan sebagai pemilik dan pelangan. Demokrasi ekonomi. Pelaku Anggota Pengurus BUMN Pengawas BUMS BUMK Implikasi Efisien, efektip dengan produktivitas yang tinggi, untuk Sistem ekonomi yang pelayanan yang optimal bagi bernuansa kemanfaatan anggota. bersama/ kerakyatan. Sistem ekonomi yang bernuansa kemanfaatan bersama/ kerakyatan. Koperasi sebagai sistem sosial merupakan gerakan yang tumbuh berdasarkan kepentingan bersama. Ini mengandung makna dinamika koperasi harus selaras dengan tujuan yang telah ditetapkan bersama. Semangat kolegial perlu dipelihara melalui penerapan musyawarah dalam pengambilan keputusan. Dalam konteks itu, koperasi merupakan organisasi swadaya (self-helf organization) akan tetapi tidak seperti halnya organisasi swadaya lainnya, koperasi memiliki karakteristik yang berbeda (Hanel,1985,36). Mengkaji koperasi sebagai badan usaha dan organisasi swadaya adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang posisi manusia dalam konstelasi sistem koperasi. Koperasi menempatkan faktor “manusia” sebagai elemen penting dalam sistem keorganisasian. Manusia anggota merupakan sentral pengembangan yang berposisi penting dalam proses peningkatan kesejahteraan. Manajemen Koperasi Tugas manajemen koperasi adalah menghimpun, mengkoordinasi dan mengembangkan potensi yang ada pada anggota sehingga potensi tersebut menjadi kekuatan untuk meningkatkan taraf hidup anggota sendiri melalui proses “nilai tambah”. Hal itu dapat dilakukan bila sumberdaya yang ada dapat dikelola secara efisien dan penuh kreasi (inovatif) serta diimbangi oleh kemampuan kepemimpinan yang tangguh. Manajemen koperasi memiliki tugas membangkitkan potensi dan motif yang tersedia yaitu dengan cara memahami kondisi objektif dari anggota sebagaimana layaknya manusia lainnya. Pihak manajemen dituntut untuk selalu berpikir selangkah lebih maju dalam memberi manfaat dibanding pesaing hanya dengan itu anggota atau calon anggota tergerak untuk memilih koperasi sebagai alternatif yang lebih rasional dalam melakukan transaksi ekonominya.
  • 9. Rumusan manfaat bagi setiap orang akan berbeda hal itu tergantung kepada pandangan hidup terhadap nilai manfaat itu sen-diri. Motif berkoperasi bagi sementara orang adalah untuk memperoleh nilai tambah ekonomis seperti, me-ningkatnya penghasilan atau menambah kekayaan (aset) usaha. Tetapi bagi sebagian orang menjadi anggota koperasi bukan karena adanya dorongan materi atau alasan finansial akan tetapi semata- mata untuk kepuasan batin saja atau alasan ideal lainnya. Untuk menjaga momentum pertumbuhan usaha maupun perkembangan koperasi pada umumnya pihak manajemen perlu mengupayakan agar koperasi tetap menjadi alternatif yang menguntungkan, Perangkat organisasi koperasi sebagaimana diatur dalam pasal 21 Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 tahun 1992 terdiri atas, (a) rapat anggota, (b) pengurus, dan (c) pengawas. Ketiganya dalam organisasi koperasi memiliki tugas mengembangkan kerjasama sehingga membentuk suatu kesatuan sistem pengelolaan. Untuk menuju ke arah itu diperlukan komitmen unsur-unsur tersebut terhadap sistem kerja yang telah disepakati bersama. Rapat anggota merupakan kolektivitas suara anggota yang merupakan pemilik organisasi dan juga merupakan pemegang kekuasaan tertinggi. Ide-ide dan kebijakan dasar dihasilkan dalam forum ini. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, anggaran pendapatan dan belanja, pokok-pokok program dan ketentuan-ketentuan dasar dibuat berdasarkan musyawarah anggota, yang selanjutnya dilaksanakan oleh pengurus atau manajer dan pengawas. Secara sistimatis Roy (1981,426) menunjuk kekuasaan dan tanggungjawab anggota. Sehubungan dengan beratnya kewajiban yang harus diemban anggota, maka sistem penerimaan keanggotaan se-layaknya menggunakan standar minimal kualifikasi. Standar minimal kualifikasi tersebut berhubungan dengan tingkat minimal pemahaman calon anggota terhadap hak, tanggung jawab dan kewaji-ban selaku anggota. Dengan demikian memungkinkan anggota memiliki pengetahuan yang relatif sama mengenai organisasi dan tujuan yang hendak dicapai. Penetapan standar minimal kualifikasi tidak bertentangan dengan prinsip "keanggotaan terbuka" karena pada dasarnya memung- kinkan setiap orang untuk menjadi anggota, akan tetapi sebelum pendaftaran dilakukan setiap anggota perlu memiliki wawasan minimal sebagai anggota. Untuk keperluan itulah diperlukan pendidikan dasar bagi calon anggota. Standar minimal kualifikasi tersebut menyangkut pemahaman dan ketertautan diri terhadap isi anggaran dasar dan ang-garan rumah tangga serta ketentuan lain dalam organisasi. Pengurus adalah orang-orang yang dipercaya oleh rapat anggota untuk menjalankan tugas dan wewenang dalam menjalankan roda organisa-si dan usaha. Sehubungan dengan hal itu, maka pengurus wajib melaksanakan harapan dan amanah anggota yang disampaikan dalam forum rapat anggota. Pengurus perlu menjabarkan kehendak anggota dalam program kerja yang lebih teknis. Pasal 30 dalam perundang-undangan yang sama telah menetapkan tugas pengurus adalah (a) mengelola koperasi dan usahanya, (b) mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana Anggaran pendapatan dan belanja koperasi, (c) menyelengga-rakan rapat anggota, (d) mengajukan laporan keuangan dan pertang-gungjawaban pelaksanaan tugas, (e) memelihara daftar buku anggota pengurus. Selain tugas seperti di atas pengurus pun memiliki kewenangan, untuk, (a) mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan, (b) memutuskan penerimaan dan penolakan
  • 10. anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar, (c) melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai dengan tanggungjawabnya dan keputusan rapat anggota. Untuk terlaksananya tugas tersebut, pengurus dibantu oleh pengelola dan karyawan lainnya. Mengenai kehadiran pengelola telah diatur dalam pasal 32, yang berisi ketentuan sebagai berikut, (a) pengurus koperasi dapat mengangkat pengelola dan diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha, (b) dalam hal pengurus koperasi bermaksud untuk mengangkat pengelola, maka rencana pengangkatan tersebut diajukan kepada rapat anggota untuk mendapat persetujuan, (c) pengelola bertanggungjawab kepada pengurus, (d) pengelola usaha oleh pengelola tidak mengurangi tanggungjawab pengurus sebagaimana ditentukan dalam pasal 31. Dengan demikian esensi inovasi dapat diklasifikasi dengan: (a) menerima dan menerapkan cara atau teknologi yang sama sekali baru, (b) memodifikasi cara atau teknologi lama sehingga terkesan baru, (c) menerapkan cara baru dari tekbologi lama. B. KEDUDUKAN KOPERASI DALAM SISTEM EKONOMI INDONESIA Sampai hari ini, perdebatan mengenai posisi, kedudukan dan peran strategis koperasi, masih menjadi perdebatan yang panjang. Akan tetapi nyatanya sampai hari ini juga perkembangan perkoperasian terus saja mengalami kemajuan. Hal ini diakibatkan Koperasi memiliki ikatan emosional, ikatan historical, maupun ikatan budaya dengan masyarakat kecil. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk tidak terus mengembangkan koperasi sebagai salah satu solusi bagi pemecahan masalah perekonomian bangsa. Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi, mempunyai kedudukan (politik) yang cukup kuat karena memiliki cantolan konstitusional, yaitu berpegang pada Pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah Koperasi. Tafsiran itu sering pula dikemukakan oleh Mohammad Hatta, yang sering disebut sebagai perumus pasal tersebut. Pada Penjelasan konstitusi tersebut juga dikatakan, bahwa sistem ekonomi Indonesia didasarkan pada asas Demokrasi Ekonomi, di mana produksi dilakukan oleh semua dan untuk semua yang wujudnya dapat ditafsirkan sebagai Koperasi. Dalam wacana sistem ekonomi dunia, Koperasi disebut juga sebagai the third way, atau “jalan ketiga”, istilah yang akhir-akhir ini dipopulerkan oleh sosiolog Inggris, Anthony Giddens, yaitu sebagai “jalan tengah” antara kapitalisme dan sosialisme. Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Ia mendirikan Koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. R. Aria Wiriatmadja atau Tirto Adisuryo, yang kemudian dibantu pengembangannya oleh pejabat Belanda dan akhirnya menjadi program resmi pemerintah. Seorang pejabat pemerintah Belanda, yang kemudian menjadi sarjana ekonomi, Booke, juga menaruh perhatian terhadap Koperasi. Atas dasar tesisnya, tentang dualisme sosial budaya masyarakat Indonesia antara sektor modern dan sektor tradisional, ia berkesimpulan bahwa sistem usaha Koperasi lebih cocok bagi kaum pribumi daripada bentuk badan-badan usaha kapitalis. Pandangan ini agaknya disetujui oleh pemerintah Hindia Belanda sehingga pemerintah kolonial itu mengadopsi kebijakan pembinaan Koperasi. Meski Koperasi tersebut berkembang pesat hingga tahun 1933-an, pemerintah Kolonial
  • 11. Belanda khawatir Koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, namun Koperasi menjamur kembali hingga pada masa pendudukan Jepang dan kemerdekaan. Pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan Koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia. Bung Hatta meneruskan tradisi pemikiran ekonomi sebelumnya. Ketertarikannya kepada sistem Koperasi agaknya adalah karena pengaruh kunjungannya ke negara-negara Skandinavia, khususnya Denmark, pada akhir tahun 1930-an. Walaupun ia sering mengaitkan Koperasi dengan nilai dan lembaga tradisional gotong-royong, namun persepsinya tentang Koperasi adalah sebuah organisasi ekonomi modern yang berkembang di Eropa Barat. Ia pernah juga membedakan antara “Koperasi sosial” yang berdasarkan asas gotong royong, dengan “Koperasi ekonomi” yang berdasarkan asas-asas ekonomi pasar yang rasional dan kompetitif. Bagi Bung Hatta, Koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga self-help lapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Karena itu Koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara menerapkan prinsip efisiensi. Koperasi juga bukan sebuah komunitas tertutup, tetapi terbuka, dengan melayani non- anggota, walaupun dengan maksud untuk menarik mereka menjadi anggota Koperasi, setelah merasakan manfaat berhubungan dengan Koperasi. Dengan cara itulah sistem Koperasi akan mentransformasikan sistem ekonomi kapitalis yang tidak ramah terhadap pelaku ekonomi kecil melalui persaingan bebas (kompetisi), menjadi sistem yang lebih bersandar kepada kerja sama atau Koperasi, tanpa menghancurkan pasar yang kompetitif itu sendiri. Dewasa ini, di dunia ada dua macam model Koperasi. Pertama, adalah Koperasi yang dibina oleh pemerintah dalam kerangka sistem sosialis. Kedua, adalah Koperasi yang dibiarkan berkembang di pasar oleh masyarakat sendiri, tanpa bantuan pemerintah. Jika badan usaha milik negara merupakan usaha skala besar, maka Koperasi mewadahi usaha-usaha kecil, walaupun jika telah bergabung dalam Koperasi menjadi badan usaha skala besar juga. Di negara-negara kapitalis, baik di Eropa Barat, Amerika Utara dan Australia, Koperasi juga menjadi wadah usaha kecil dan konsumen berpendapatan rendah. Di Jepang, Koperasi telah menjadi wadah perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian. Di Indonesia, Bung Hatta sendiri menganjurkan didirikannya tiga macam Koperasi. Pertama, adalah Koperasi konsumsi yang terutama melayani kebutuhan kaum buruh dan pegawai. Kedua, adalah Koperasi produksi yang merupakan wadah kaum petani (termasuk peternak atau nelayan). Ketiga, adalah Koperasi kredit yang melayani pedagang kecil dan pengusaha kecil guna memenuhi kebutuhan modal. Bung Hatta juga menganjurkan pengorganisasian industri kecil dan Koperasi produksi, guna memenuhi kebutuhan bahan baku dan pemasaran hasil.
  • 12. Menurut Bung Hatta, tujuan Koperasi bukanlah mencari laba yang sebesar-besarnya, melainkan melayani kebutuhan bersama dan wadah partisipasi pelaku ekonomi skala kecil. Tapi, ini tidak berarti, bahwa Koperasi itu identik dengan usaha skala kecil. Koperasi bisa pula membangun usaha skala besar berdasarkan modal yang bisa dikumpulkan dari anggotanya, baik anggota Koperasi primer maupun anggota Koperasi sekunder. Contohnya adalah industri tekstil yang dibangun oleh GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) dan berbagai Koperasi batik primer. Karena kedudukannya yang cukup kuat dalam konstitusi, maka tidak sebuah pemerintahpun berani meninggalkan kebijakan dan program pembinaan Koperasi. Semua partai politik, dari dulu hingga kini, dari Masyumi hingga PKI, mencantumkan Koperasi sebagai program utama. Hanya saja kantor menteri negara dan departemen Koperasi baru lahir di masa Orde Baru pada akhir dasarwarsa 1970-an. Karena itu, gagasan sekarang untuk menghapuskan departemen Koperasi dan pembinaan usaha kecil dan menengah, bukan hal yang mengejutkan, karena sebelum Orde Baru tidak dikenal kantor menteri negara atau departemen Koperasi. Bahkan, kabinet-kabinet yang dipimpin oleh Bung Hatta sendiri pun tidak ada departemen atau menteri negara yang khusus membina Koperasi.
  • 13. C. Perkembangan Koperasi di dalam Ekonomi Kapitalis dan Semi Kapitalis C.1 Fakta Dalam sejarahnya, koperasi sebenarnya bukanlah organisasi usaha yang khas berasal dari Indonesia. Kegiatan berkoperasi dan organisasi koperasi pada mulanya diperkenalkan di Inggris di sekitar abad pertengahan. Pada waktu itu misi utama berkoperasi adalah untuk menolong kaum buruh dan petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan menggalang kekuatan mereka sendiri. Kemudian di Perancis yang didorong oleh gerakan kaum buruh yang tertindas oleh kekuatan kapitalis sepanjang abad ke 19 dengan tujuan utamanya membangun suatu ekonomi alternatif dari asosiasi-asosiasi koperasi menggantikan perusahaan-perusahaan milik kapitalis (Moene dan Wallerstein, 1993). Ide koperasi ini kemudian menjalar ke AS dan negara-negara lainnya di dunia. Di Indonesia, baru koperasi diperkenalkan pada awal abad 20. Sejak munculnya ide tersebut hingga saat ini, banyak koperasi di negara-negara maju (NM) seperti di Uni Eropa (UE) dan AS sudah menjadi perusahaan-perusahaan besar termasuk di sektor pertanian, industri manufaktur, dan perbankan yang mampu bersaing dengan korporat-korporat kapitalis. Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di NM dan NSB memang sangat diametral. Di NM koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya. Sedangkan, di NSB koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di NSB, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan (Soetrisno, 2001). Dalam kasus Indonesia, hal ini ditegaskan di dalam Undang-undang (UU) Dasar 1945 Pasal 33 mengenai sistem perekonomian nasional. Berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dan juga dibentuk departemen atau kementerian khusus yakni Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dengan maksud mendukung perkembangan koperasi di dalam negeri.
  • 14. C.2 Faktor-faktor Keberhasilan: Pembelajaran Bagi Koperasi Indonesia Hebatnya perkembangan dari koperasi-koperasi di negara-negara maju tersebut memberi kesan bahwa koperasi tidak bertentangan dengan ekonomi kapitalis. Sebaliknya, koperasi-koperasi tersebut tidak hanya mampu selama ini bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar non- koperasi, tetapi mereka juga menyumbang terhadap kemajuan ekonomi dari negara-negara kapitalis tersebut. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa koperasi lahir pertama kali di Eropa yang juga merupakan tempat lahirnya sistem ekonomi kapitalis. Rangkuman dari hasil Konferensi Tahunan Koperasi-Koperasi Petani, Oktober 29-20, 2001 di Las Vegas, Nevada (AS)1menghasilkan beberapa butir penting yang disampaikan oleh pembicara-pembicara mengenai tantangan yang dihadapi oleh koperasi pada era sekarang ini. Diantaranya dari Larson, yakni sebagai berikut: (1) membangun suatu sistem koperasi yang menyatukan peran lokal dan peran regional; dalam kata lain bagaimana koperasi lokal dan koperasi regional bisa bekerja sama untuk jangka panjang); (2) menciptakan penghasilan yang cukup (atau menaikkan profit); (3) mengembangkan atau menyempurnakan strategi dan keahlian pemasaran (mensegmentasikan pasar hanya permulaan); (4) program-program SDM; dan (5) mengembangkan dan melaksanakan suatu strategi e-commerce. Pesan paling utama dari Larson untuk koperasi-koperasi lokal adalah bahwa kinerja keuangan yang solid sangat penting; koperasi-koperasi harus mempunyai tujuan-tujuan penggerak/peningkatan kinerja. Selain studi-studi kasus di atas, beberapa pengamat koperasi di Indonesia juga mencoba mengevaluasi keberhasilan koperasi di NM. Misalnya menurut Soetrisno (2001, 2003a,b,c), model-model keberhasilan koperasi di dunia umumnya berangkat dari tiga kutub besar, yaitu konsumen seperti di Inggris, kredit seperti di Perancis dan Belanda dan produsen yang berkembang pesat di daratan Amerika, khususnya AS dan di beberapa negara di Eropa. Dari evaluasinya, Soetrisno melihat ada beberapa syarat agar koperasi bisa maju, yakni: (i) skala usaha koperasi harus layak secara ekonomi;2(ii) koperasi harus memiliki cakupan kegiatan yang menjangkau kebutuhan masyarakat luas, kredit (simpan- pinjam) dapat menjadi platfon dasar menumbuhkan koperasi (iii) posisi koperasi produsen yang menghadapi dilema bilateral monopoli menjadi akar memperkuat posisi tawar koperasi dan pendidikan , peningkatan teknologi menjadi kunci untuk meninkatkan koperasi ( pengembangan SDM) 1 Hasil lengkapnya (termasuk makalah-makalah dan/atau power point- power point dari para pembicara) dari konferensi ini dan konferensi pada tahun-tahun sebelumnya atau sesudahnya dapat dilihat di alamat berikut ini: www.wisc.edu/uwcc (University of Wisconsin Center for Cooperatives). 2 Dukungan belanja rumah tangga baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen sangat penting untuk menunjang kelayakan bisnis perusahaan koperasi. Pada akhirnya penjumlahan keseluruhan transaksi para anggota harus menghasilkan suatu volume penjualan yang mampu mendapatkan penerimaan koperasi yang layak dimana hal ini ditentukan oleh rata-rata tingkat pendapatan atau skala kegiatan ekonomi anggota.
  • 15. D. Potret Singkat Kinerja Koperasi di Indonesia Berdasarkan data resmi dari Departemen Koperasi dan UKM, sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai 71,50%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42% koperasi saja. Tahun 2006 tercatat ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703 unit. Sedangkan menurut Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), Adi Sasono, yang diberitakan di Kompas, Kamis, per 31 Mei 2007 terdapat 138.000 koperasi di Indonesia, namun 30 persennya belum aktif. Informasi terakhir dari Triyatna (2009), jumlah koperasi tahun 2007 mencapai 149.793 units, diantaranya 104.999 aktif, atau sekitar 70% dari jumlah koperasi dan sisanya 44.794 non-aktif (Tabel 4). Selama periode 2006-2007, jumlah koperasi aktif tumbuh 6,1% sedangkan laju pertumbuhan koperasi tidak aktif sekitar 5,7%. Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil. Salah satu indikator yang umum digunakan untuk mengukur kinerja koperasi adalah perkembangan volume usaha dan sisa hasil usaha (SHU). Data yang ada menunjukkan bahwa kedua indikator tersebut mengalami peningkatan selama periode 2000-2006. Untuk volume usaha, nilainya naik dari hampir 23,1 triliun rupiah tahun 2000 ke hampir 54,8 triliun rupiah tahun 2006; sedangkan SHU dari 695 miliar rupiah tahun 2000 ke 3,1 triliun rupiah tahun 2006. (Tabel 5). Menurut data paling akhir yang ada yang dikutip oleh Triyatna (2009), pada tahun 2007 jumlah SHU koperasi aktif mencapai 3.470 miliar rupiah sedangkan modal luar koperasi aktif sekitar 23.324 miliar rupiah. Selama periode 2006-2007, pertumbuhan SHU sekitar 7,9% dan modal luar 5,7%. Memasuki tahun 2000 koperasi Indonesia didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55%-60% dari keseluruhan aset koperasi. Sementara itu dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Hingga akhir 2002, posisi koperasi dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah Bank Rakyat Indonesia (BRI)-unit desa sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi (Soetrisno, 2003c).
  • 16. Berdasarkan data propinsi 2006, jumlah koperasi dan jumlah koperasi aktif sebagai persentase dari jumlah koperasi bervariasi antar propinsi. Pertanyaan sekarang adalah kenapa jumlah koperasi atau proporsi koperasi aktif berbeda menurut propinsi? Apakah mungkin ada hubungan erat dengan kondisi ekonomi yang jika diukur dengan pendapatan atau produk domestic regional bruto (PDRB) per kapita memang berbeda antar propinsi? Secara teori, hubungan antara koperasi aktif dan kondisi ekonomi atau pendapatan per kapita bisa positif atau negatif. Dari sisi permintaan (pasar output), pendapatan per kapita yang tinggi yang membuat prospek pasar output baik, atau pasar output dalam kondisi booming, memberi suatu insentif bagi perkembangan aktivitas koperasi karena pelaku-pelaku koperasi melihat besarnya peluang pasar (ceteris paribus). Fenomena yang bisa disebut efek demand-pull. Dari sisi penawaran (pasar input; dalam hal ini petani atau produsen), pendapatan per kapita yang tinggi yang menciptakan peluang pasar atau peningkatan penghasilan bagi individu petani atau produsen bisa menjadi suatu faktor disinsentif bagi kebutuhan para petani atau produsen untuk membentuk koperasi. Fenomena yang dapat disebut supply-push.3 3 Pertanyaan ini sama dengan pertanyaan, kenapa, menurut data BPS, jumlah usaha kecil dan menengah (UKM) setiap tahun meningkat? Apakah peningkatan tersebut mencerminkan perkembangan kewirausahaan (demand-pull) atau suatu refleksi dari tingginya jumlah pengangguran atau tingkat kemiskinan (supply-push).