Sutan Syahrir adalah tokoh sosialis demokrat Indonesia yang memainkan peran penting dalam perjuangan kemerdekaan dan pemerintahan awal Republik Indonesia. Ia menganut paham sosialisme demokrat yang menolak totalitarianisme dan mengedepankan demokrasi sebagai jalan untuk mencapai keadilan sosial. Syahrir berperan besar dalam perundingan dengan Belanda dan mewakili Indonesia di dunia internasional.
algoritma dan pemrograman komputer, tugas kelas 10
Sosialisme demokrat sutan syahrir
1. SOSIALISME DEMOCRAT SUTAN SYAHRIR
Sosialisme (sosialism) secara etimologi berasal dari bahasa Perancis sosial yang berarti
kemasyarakatan. Istilah sosialisme pertama kali muncul di Perancis sekitar 1830. Umumnya
sebutan itu dikenakan bagi aliran yang masing-masing hendak mewujutkan masyarakat yang
berdasarkan hak milik bersama terhadap alat-alat produksi, dengan maksud agar produksi tidak
lagi diselenggarakan oleh orang-orang atau lembaga perorangan atau swasta yang hanya
memperoleh laba tetapi semata-mata untuk melayani kebutuhan masyarakat. Dalam arti tersebut
ada empat macam aliran yang dinamakan sosialisme: (1) sosial demokrat, (2) komunisme,(3)
anarkhisme, dan (4) sinkalisme (Ali Mudhofir, 1988). Sosialisme adalah ajaran kemasyarakatan
(pandangan hidup) tertentu yang berhasrat menguasai sarana-sarana produksi serta pembagian
hasil produksi secara merata (W.Surya Indra, 1979: 309). Dalam membahas sosialisme tidak
dapat terlepas dengan istilah Marxisme-Leninisme karena sebagai gerakan yang mempunyai arti
politik, baru berkembang setelah lahirnya karya Karl Marx, Manifesto Politik Komunis (1848).
Dalam edisi bahasa Inggris 1888 Marx memakai istilah “sosialisme” dan ”komunisme” secara
bergantian dalam pengertian yang sama. Hal ini dilakuakn sebab Marx ingin membedakan
teorinya yang disebut “sosialisme ilmiah” dari “ sosialisme utopia” untuk menghindari
kekaburan istilah dua sosialisme dan juga karena latarbelakang sejarahnya. Marx memakai istilah
“komunisme” sebagai ganti “sosialisme” agar nampak lebih bersifat revolusioner (Sutarjo
Adisusilo, 1991: 127).
Sosial demokrasi merupakan idiologi politik yang menggabungkan sosialisme dengan
unsur – unsur kapitalisme yang di anggap sesuai. Sosial Demokrasi juga dapat di katakan sebagai
paham politik yang di sebut sebagai sosialis moderat yang berkembang pada abab ke 19. Ide
sosial demokrasi ( sosdem ) berkembang dari gerakan – gerakan buruh di eropa, Tokoh yang
dianggap berpengaruh mengembangkan ide sosial demokrasi ( sosdem ) adalah Eduard
Bernstein. Lewat bukunya “Evolutionary Socialism (terbit tahun 1899)”, Bernstein menyerang
ide-ide Marx yang memiliki berbagai kontradiksi internal dan bertentangan dengan demokrasi.
Kaum sosialis, menurut Bernstein, harus mentransformasi masyarakat menuju keadilan sosial
dengan cara-cara demokratis, bukan revolusioner seperti digagas Marx. Berbeda dengan Marx
yang meyakini bahwa institusi negara akan menghilang digantikan kekuasaan proletariat,
Bernstein berargumen bahwa institusi negara harus dipandang sebagai mitra. Dengan demokrasi
2. politik, negara akan bisa diyakinkan untuk mengakomodasi hak-hak ekonomi dan politik kelas
masyarakat yang terpinggirkan oleh kapitalisme, Ide klasik sosial demokrasi(sosdem) adalah
orientasi mengatasi kesenjangan sosial ekonomi, perluasan kesempatan partisipasi kaum yang
kurang beruntung, mewujudkan keadilan sosial dan demokratisasi.
Dua ciri khas utama dari pandangan sosdem klasik adalah pemanfaatan kekuasaan negara
untuk meng-counter laju bisnis swasta dan fokus pada upaya mengurangi kesenjangan material,
antara lain melalui pajak progresif serta pengarahan negara dalam pemberian jaminan
pendidikan, kesehatan, pensiun dan jaminan kesejahteraan untuk warga negara. Sementara, ciri
khas utama dari neoliberalisme menurut Giddens adalah pereduksian peran negara secara
substansial dan reformasi sistem jaminan kesejahteraan untuk meningkatkan peran pasar didalam
bidang jaminan-jaminan kesejahteraan.Sebagai alternatif bagi keduanya, Giddens
mengemukakan gagasan sosdemnya yang menolak intervensi negara, menolak ”praktik
persamaan ” sebagai cita-cita sosdem, dan mempromosikan redistribusi kesempatan sebagai
solusi mengatasi ketidaksamaan.
Semua tujuan sosialisme demokratis ini mempunyai persamaan dalam satu hal yaitu
membuat demokrasi lebih nyata dengan jalan memperluas pemakaian prinsip-prinsip demokrasi
dari lapangan politik ke lapangan bukan politik dari masyarakat. Sejarah menunjukkan, masalah
kemerdekaan merupakan dasar bagi kehidupan manusia. Kemerdekaan memeluk agama-
kepercayaan, mendirikan organisasi politik dan sebagainya merupakan sendi-sendi demokrasi.
Jika prinsip demokrasi telah tertanam kuat dalam hati dan pikiran rakyat, maka kaum sosialis
dapat memusatkan perhatian pada aspek lain. Sebaliknya, di Negara yang masih harus
menegakkan demokrasi, partai sosialis harus berjuang untuk dapat merealisasikan ide tersebut.
Misalnya di Jerman masa kerajaan kedua (1870-1918) yang bersifat otokratis, partai sosialis
demokratis senantiasa bekerja dengan rintangan yang berat. Lembaga parlementer hanya sebagai
selubung untuk menutupi pemerintahan yang sebenarnya bersifat diktaktor. Pada masa Bismarck
berkuasa, kaum sosialis demokrasi dianggap sebagai” musuh-musuh Negara”, dan pemimpin
partai yang lolos dari penangkapan melarikan diri ke Inggris dan Negara Eropa lainnya.
Demikian pula pada masa republik Weiner (1919-1933), partai sosial demokratis Jerman juga
tidak berdaya karena tidak ada pemerintahan yang demokratis.
Sosial Demokratis juga dapat kita lihat perkembangannya di Indonesia. Salah satunya
lewat pemikiran Sutan Sjahrir yang banyak dikenal sebagai Perdana Menteri pertama RI. Sutan
3. Syahrir adalah salah satu dari 4 serangkai yang mengambil posisi dalam pemerintahan awal-awal
Republik Indonesia disamping Soekarno, Amir Syarifuddin Harahap dan Mohammad Hatta.
Beliau adalah tokoh utama dalam perundingan-perundingan RI dan Belanda dalam rangka
menentukan siapa yang berdaulat atas Indonesia. Pada tanggal 14 November 1945 ia dijadikan
Perdana Menteri (PM) oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang sejak itu menjalankan
fungsinya sebagai DPR. Ideologi Sutan Syahrir adalah sosial-demokrat suatu cabang Marxisme
yang menghendaki pencapaian masyarakat dari bentuk kapital menuju sosialisme kemudian titik
ideal yaitu komunisme harus melalui jalan damai dan kelembagaan kapitalisme itu sendiri salah
satunya melalui parlemen.
Sutan Syahrir menganutnya sejak ia belajar di negeri Belanda, yang secara prinsipil
menolak perang. Tetapi selama pendudukan Jepang Syahrir tidak menggunakan konsep sosial-
demokrat karena dia mengambil jalan yang berbeda dengan Soekarno atau Hatta. Syahrir
menolak bekerjasama dengan tentara Jepang dan melancarkan “gerakan bawah tanah” sama
seperti Amir Syarifuddin. Oleh karena itu menjelang proklamasi 17 Agustus ketika para pemuda
mencari Amir Syarifuddin Harahap untuk menjadi proklamator sang calon proklamator sedang
dalam jeruji Jepang, kemudian pemuda mendatangi Syahrir karena dia tokoh gerakan bawah
tanah tetapi Syahrir memandang dirinya tidak cukup layak untuk memproklamasikan
kemerdekaan, sehingga dia menyarankan pemuda menemui Soekarno. Sutan Syahrir sangat
menitikberatkan pada upaya-upaya melakukan pendidikan untuk rakyat. Kolonialisme bisa
bertahan lama di bumi pertiwi, karena kemiskinan dan kebodohan membuatnya semakin
terperdaya.
Kembali dari studi di Belanda tahun 1931, Sutan Sjahrir langsung bergulat dengan dunia
pergerakan, dan bersama Bung Hatta mendirikan PNI Baru. Sutan Sjahrir memimpin PNI Baru
organisasi yang menghimpun kaum pergerakan nasional. PNI Baru mendidik kader-kader
pergerakan yang siap bergerak ke arah tujuan revolusioner kemerdekaan nasional. Ketakutan
akan potensi revolusioner PNI Baru, pada Februari 1934 pemerintah kolonial Belanda
menangkap dan memenjarakan Sjahrir, Hatta, dan beberapa pemimpin PNI Baru ke Boven Digul
Papua selama setahun. Mereka lalu dipindahkan ke Banda Neira untuk menjalani masa
pembuangan selama enam tahun. Di depan sidang Dewan Kemanan PBB tanggal 14 Agustus
1947 Sutan Sjahrir menyampaikan pandangan politik. Ia mengupas Indonesia sebagai sebuah
bangsa yang memiliki budaya dan peradaban lantas dieksploitasi oleh kaum kolonial. Kemudian,
4. pada forum itu secara cerdas Bung Sjahrir juga mematahkan argumen-argumen yang
disampaikan wakil Belanda, Van Kleffens. Melalui jalan politik diplomasi ini, akhirnya
Indonesia berhasil merebut kedudukan sebagai sebuah negara berdaulat dan bermartabat di
pentas internasional. Jalan Politik yang diambil Sutan Sjahrir, sesungguhnya dilatarbelakangi
oleh jiwa patriotik dan pemikirannya yang menjunjung tinggi persamaan derajat setiap manusia.
Sutan Sjahrir dengan tegas menolak segala bentuk totalitarianisme. Baik totalitarianisme kanan
dalam bentuk fasisme, maupun komunisme sebagai wujud totalitarianisme kiri. Keduanya
mengekang kebebasan perorangan yang membuat manusia tidak lebih dari budak kekuasaan
semata.
Menurut Sutan Sjahrir nasionalime harus berpijak pada demokrasi, karena nasionalisme
bisa tergelincir pada fasisme jika bersekutu dengan feodalisme lokal. Nasionalisme juga bisa
menjadi chauvinistik dalam hubungan internasional, jika tidak dilandasi pemikiran humanistik
(kemanusiaan). Hal ini yang dialami oleh Hitller dan Musolini yang kemudian menimbulkan
Perang Dunia kedua. Penegasan Sutan Sjahrir akan jalan demokrasi dan penentangan terhadap
segala bentuk totalitarianisme, ia mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Sosialisme yang
dimaksudnya adalah sosialisme berdasarkan kerakyatan yang mengakui kemerdekaan setiap
orang untuk berpikir dan bertindak sesuai keyakinannya. Sutan Sjahrir menekankan secara jelas
tujuan dan strategi kaum sosialis berbeda dengan kaum komunis. Diktator Proletar sebagai
sebuah tahapan revolusi bagi kaum komunis, buat kaum sosialis merupakan bentuk kediktatoran
yang melanggar prinsip-prinsip demokrasi. Syahrir dan juga umumnya kaum sosial demokrat
memang secara teoritis merevisi theori Marxist tentang Diktaktur Proletariat sekalipun itu
sebagai transisi untuk merubah masyarakat ke bentuk sosialisme.
Pemikiran Sosialisme Demokrat Sutan Sjahrir
Sutan Sjahrir adalah salah satu tokoh yang bergerak dalam usaha mencapai kemerdekaan
Indonesia. Sjahrir terkenal sebagai Perdana Menteri pada masa Demokrasi Parlementer, selain
itu Ia juga mewakili Indonesia di dunia Internasional seperti dalam Perjanjian Linggarjati,
perundingan PBB dalam pengakuan kemerdekaan Indonesia, dan lainnya. Pemikiran Sosialime
Sjahrir tumbuh ketika ia mengenyam pendidikan di Negeri Belanda sebagai mahasiswa Hukum
Universitas Amsterdam, disana Ia bergabung dengan Amsterdamsche Social Demokratische
5. Student Club, yaitu sebuah organisasi pemuda yang terkait dengan partai buruh democrat social
Belanda.[4]
Untuk pertama kalinya Sjahrir melihat bagaimana hak rakyat diakui bahkan terhadap
orang – orang Hindia Belanda yang ada di sana. Sjahrir mempelajari sosialisme dari tulisan –
tulisan Hilferding, Rosa Luxemburg, Karl Kautsky, Otto Bauer, Hendrik de Man, tentunya Marx
dan Engels. Ia juga pernah bekerja pada serikat buruh yaitu Sekretariat International Transport
worker’s Federation. Sjahrir juga menjadi anggota PI bersama dengan Mohammad Hatta dan
ikut serta dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia. [5]
Ketika kembali ke Indonesia, Sjahrir mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia atau PNI
Baru setelah PNI bubar ketka Soekarno ditangkap dan diasingkan oleh pemerintah Belanda.
Sjahrir menyadari pentingnya pendidikan sebagai modal dari masyarakat yang sejahtera dan
merdeka. Sjahrir memandang sebuah partai dengan kader – kader yang terdidik secara matang
dalam partai lebih bermafaat dalam perjuangan kemerdekaan dibanding sebuah partai dengan
basis massa besar namun tanpa pendidikan politik yang sesuai. Hal ini dikarenakan Sjahrir ingin
membentuk sebuah kader politik yang dapat berdiri sendiri meskipun pemimpinnya disingkirkan.
Pada tahun 1934, Sutan Sjahrir dan Mohammad Hatta ditangkap dan dibuang ke Boven
diguel dan baru dibebaskan menjelang penyerbuan Jepang. Pada masa pendudukan Jepang,
Sjahrir memilih untuk mengorganisir gerakan bawah tanah karena sikapnya yang anti fasis. Bagi
Sjahrir, kemerdekaan yang dijanjikan oleh Jepang akan dianggap kolaborator fasisme Jepang
sehingga ketika mengetahui kekalahan Jepang melalui radio, Sjahrir dan para pemuda lain yang
ikut bergerak dalam pergerakan bawah tanah mendesak untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Setelah Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus, Sjahrir
memusatkan perhatiannya terhadap penyusunan kekuatan dari rakyat dan berjuang secara
terbuka.
Dalam Konferesi Sosialis Asia pada tahun 1953, Sjahrir menyampaikan pandanganya
mengenai nasionalisme. Dalam pandangannya, nasionalisme harus berpijak pada demokrasi
karena nasionalisme bisa menjadi paham fasis jika bersatu dengan feodalisme dan bisa menjadi
chauvistik dalam hubungan Internasional jika tidak dilandasi dengan pemikiran kemanusiaan.
Dari nasionalisme tersebut maka terciptalah individualitas dan kepribadian sebuah negara.[6]
Sosialisme yang dianut oleh Sjahrir dan menurutnya cocok untuk Indonesia adalah
Sosialisme kerakyatan dimana mengakui kemerdekaan setiap orang untuk berpikir dan bertindak
6. sesuai keyakinannya[7]. Sjahrir menekankan bahwa tujuan kaum sosialis dan komunis berbeda.
Sjahrir menolak obscruantisme, yaitu pembatasan Ilmu pengetahuan dan pemikiran, chauvisme
dan diktator seperti yang terjadi di Cina dan Uni Soviet. Sjahrir menegaskan bahwa paham
Sosialis dan Komunis memiliki tujuan dan strategi yang berbeda, Ia berpendapat bahwa Sosialis
berarti menghargai martabat manusia.
Sjahrir mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI) pada tahun 1948, dianggap sebagai
partai elit karena anggotanya berasal dari kalangan yang mengecap pendidikan tinggi di kota
dibanding massa dari daerah – daerah. Partai ini memfokuskan kegiatannya dalam pengkaderan
politik sehingga memiliki pengaruh yang berbeda dari partai berbasis massa seperti PKI atau
Masyumi dan kalah dalam Pemilu 1955. Karena dianggap berbahaya pada masa demokrasi
terpimpin, Sutan Sjahrir ditahan pada tahun 1962 atas tuduhan keterlibatan dala PRRI Permesta
oleh Soekarno.
Sumber Gambar: https://www.sosialismeindonesia.blogspot.com
Pengaruh Sosialisme Demokrat terhadap Pandangan Sutan Sjahrir
Bagi Sutan Sjahrir dan PSI, sosialisme adalah suatu cara memperjuangkan kemerdekaan
dan kedewasaan manusia, yaitu bebas dari penindasan serta penghinaan oleh manusia terhadap
manusia lainnya. Sosialisme Sjahrir mendasarkan sosialisme pada kesanggupan rakyat dan
bangsa Indonesia dalam mewujudkan sosialisme tersebut, melihat Indonesia sudah mempunyai
7. Negara dan pemerintahan sendiri. Sosialisme yang diperjuangkan oleh Sjahrir adalah musuh
penindasan serta penghisapan rakyat. Pemikiran sosialisme Sjahrir ini didasarkan pada
kerakyatan. Kerakyatan yang dimaksud disini adalah pemerintahan rakyat yang dilaksanakan
oleh rakyat dan untuk rakyat yang mengandung hak-hak kemanusian seperti:
1. Memiliki kehidupan sendiri tanpa gangguan Negara
2. Adanya persamaan tiap warganegara dalam bidang hukum, apapun juga
3. Jalan pemilihan perwakilan rakyat merdeka, sama dan rahasia
4. Pemerintah dijalankan oleh mayoritas, namun menjunjung hak-hak minoritas
5. Pembuatan UU dikuasai oleh perwakilan rakyat
6. Pengadilan tidak dipengaruhi oleh pemerintah, sehingga keputusannya adil
Kerakyatan harus dipertahankan dari diktator dan totaliterisme. Sjahrir, dan golongannya
yang tergabung dalam Partai Sosialis Indonesia (PSI) menyadarkan dan mengatur kaum buruh
supaya mereka mengikuti perjuangan sosialis dengan membentuk serikat kerja sehingga
memperoleh sokongan politik untuk memelopori perjuangan kaum buruh untuk mencapai suatu
masyarakat yang tidak lagi mengenal penghisapan terhadap kaum buruh, yaitu masyarakat
sosialis. Ia juga berusaha memperoleh persetujuan serta sokongan kaum tani dan kaum miskin,
serta kaum terpelajar untuk perjuangan mendirikan masyarakat sosialis di Indonesia. Pemikiran
sosialisme Sjahrir dapat dilihat dari pandangan Sjahrir terhadap ajaran Negara, masyarakat serta
ekonomi.
Sjahrir berpendapat bahwa Negara tidak akan maju jika tidak berkeyakinan bahwa dasar
kehidupan itu adalah menyelenggarakan kekayaan dan kemampuan rakyat.[8] Sumber kehidupan
rakyat harus diusahakan dengan membangkitkan rakyat untuk produktif dan kreatif. Dan hal
tersebutlah yang seharusnya menjadi tujuan pokok Negara. Pemerintah harus mampu
menjalankan tugasnya dengan mengedepankan rakyat dan tidak mendahulukan kepentingan
pribadi maupun golongan tertentu. Sjahrir menolak pengambil alihan pengendalian Negara oleh
militer. Jika dikatakan pengendalian Negara dengan cara disiplin militer menjadikan Negara ini
kuat dan kompak, Sjahrir justru mengatakan bahwa hal tersebut tidak akan berhasil. Yang
terpenting pemimpin adalah seorang yang jujur dalam baktinya terhadap bangsa dan Negara,
serta mampu membangun masyarakat dengan mengarahkan jiwa kerakyatan untuk hal-hal
positif. Selain itu Sjahrir mengingatkan bangsanya untuk menolak paham komunis. Suatu
bangsa, khususnya bangsa Indonesia hendaknya menentukan nasibnya sendiri sebagai bangsa
8. yang berdaulat, jika dikuasai komunis, suatu bangsa akan tergantung pada Uni Soviet atas nama
Komunis Internasional. Sehingga ajaran Negara yang benar sesungguhnya adalah Negara yang
menjunjung tinggi kemajuan rakyatnya, dengan kata lain adalah Negara yang
mengimplementasikan sosialisme demokrat sebagai pengajaran.
Pandangan Sjahrir tentang masyarakat mengatakan pembangunan untuk rakyat dan
masyarakat dewasa itu tidak diharapkan hanya dari uang, tapi yang terpenting adalah
manusianya. Manusia yang diberikan kepercayaan untuk pembangunan. Pembangunan untuk
menyadarkan kembali jiwa masyarakat tentang keinginan bercita-cita. Dan masalah yang
dihadapi adalah membangun jiwa bangsa Indonesia. Indonesia memerlukan alat produksi yang
lebih baik. Semua untuk rakyat, dan menjadi urusan bersama, untuk itu masyarakat harus lebih
giat bekerja untuk mencapai apa yang dicita-citakan bersama.
Kemudian, dilihat dari pandanga Sutan Sjahrir mengenai ekonomi, Sutan Sjahrir
berpendapat keadaan ekonomi yang ideal yaitu penghasilan orang dalam setahun dapat
menjamin kesejahteraan jasmani dan rohani semua masyarakat serta pembagian kerja yang
efisien, sesuai kemampuan. Tujuan ekonomi sosialis pada intinya yaitu terjaminnya kehidupan
warga Negara, mengusahakan tidak adanya pengangguran, bertambahnya produksi serta upaya
pembagian pendapatan dan harta merata.
Penutup
Sosialisme kerakyatan dapat diartikan sebagai suatu bentuk ajaran, gagasan atau sistim
masyarakat sosialis yang berdasarkan kemanusiaan yang umum. Latar belakang perjuangan
rakyat untuk merdeka mengilhami Sjahrir untuk memilih kerakyatan dan kemanusiaan sebagai
tema perjuangan yang sosialistis. Ideologi saat itu dianggap penting, dan Sjahrir serta
kelompoknya tertarik pada perjuangan sosialisme kiri kaum Austria, ditambah pergaulannya
dengan partai kiri Belanda, serta buku-buku karangan Karl Kautsky, Otto Baurer dan Hendrik de
Man. Ideoliginya yang melekat kemudian melibatkan dirinya dalam pertarungan dengan
ideology lain yang berkembang di Indonesia pada saat itu. Titik berat perjuangan rakyat
bertumpu pada golongan buruh dan tani serta wujud kemanusiaan.