Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Peranan lembaga peradilan dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman di indonesia
1. PERANAN LEMBAGA
PERADILAN DALAM PELAKSANAAN
KEKUASAAN KEHAKIMAN DI
INDONESIA
ERA REFORMASI
TUGAS AKHIR MAKALAH KOMPREHENSIF
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta untuk
Memenuhi Sebagian Syarat
Program S1-KKT
Disusun Oleh:
Nurfatimah
11401279015
1
2. PRODI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM
JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi hukum. Hal
tersebut secara eksplisit tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa
Indonesia adalah negara hukum. Bila negara hukum dikaitkan dengan teori
kedaulatan hukum, maka supremasi dari suatu negara tidak terletak pada
negara itu tetapi pada hukum itu sendiri.
Hukum mempunyai posisi yang strategis dan dominan dalam kehidupan
masyarakat berbangsa dan bernegara. Hukum sebagai suatu sistem dapat
berperan dengan baik dan benar di tengah masyarakat jika instrumen
pelaksanaannya dilengkapi dengan kewenangan-kewenangan dalam bidang
penegakan hukum. Menurut Friedman, sistem hukum tersebut tersusun dari
sub-subsistem hukum yang berupa substansi hukum, struktur hukum dan
budaya hukum. Ketiga unsur tersebut sangat menentukan apakah suatu sistem
hukum dapat berjalan dengan baik atau tidak. Substansi hukum menyangkut
aspek-aspek pengaturan hukum atau peraturan perundang-undangan. Struktur
hukum lebih menekankan pada aparatur serta sarana dan prasarana hukum itu
sendiri. Sementara budaya hukum menyangkut perilaku masyarakat terhadap
hukum itu sendiri (Marwan Effendy, 2005:1). Dengan demikian maka di dunia
ini tidak ada negara hukum yang tidak memiliki lembaga penegak hukum
sebagai pemegang kekuasaan kehakiman mengingat pentingnya penegakkan
hukum tersebut. Bahkan, kualitas suatu kekuasaan kehakiman dijadikan
sebagai salah satu indikator untuk menentukan seberapa demokratisnya suatu
2
3. negara hukum. Konsekuensi logis bagi Indonesia sebagai negara hukum adalah
Indonesia harus memiliki seperangkat penegak hukum, secara konstitusional
dikenal dengan istilah kekuasaan kehakiman. Hal tersebut secara eksplisit
diatur dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945.
Menjunjung tinggi hukum merupakan hak sekaligus kewajiban bagi
seluruh warga negara Indonesia selaku negara yang menganut paham negara
hukum. Terlebih lagi dalam hal penegakkan hukum, selain peranan lembaga
negara yang berwenang dalam hal penegakan hukum dan pemegang kekuasaan
kehakiman, peran aktif dari warga negara juga sangat diperlukan agar hukum
dapat ditegakkan dengan adil dan tidak memihak. Seperti yang kita ketahui
bersama bahwa hukum dan penegakan hukum merupakan faktor penting dalam
sistem hukum di negara manapun, begitu pula di Indonesia. Agar hukum dapat
ditegakkan dan pelanggar hukum mendapatkan sangksi yang tegas dan sesuai
maka keberadaan lembaga penegak hukum dan lembaga peradilan menjadi
sangat penting guna mengawal kehidupan masyarakat agar menjadi masyarakat
yang sadar hukum dan kehidupan yang damai sejahtera dan tertib hukum dapat
tercapai. Salah satu upaya nyata yang dapat ditempuh guna mewujudkan warga
negara yang sadar hukum dan menjunjung tinggi hukum adalah melalui jalur
akademis, yakni melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Mata
Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara
Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1945. Hakekat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan
terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan
menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak
dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan
bangsa dan negara (standar isi PKn).
3
4. Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang bertujuan
untuk menjadikan peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut ini:
16 Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
26 Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak
secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, bebangsa, dan
bernegara, serta anti-korupsi.
36 Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
46 Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia
secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.
Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
meliputi aspek-aspek berikut ini:
16 Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam
perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagi bangsa Indonesia,
Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap negara
Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan.
26 Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan
keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat,
Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, Sistem hukum dan peradilan nasional,
Hukum dan peradilan internasional.
36 Hak asasi manusia, meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan
kewajiban anggota masyarakat, Intrumen nasional dan internasional
HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.
46 Kebutuhan warga Negara, meliputi: Hidup gotong royong, Harga
diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi,
Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan
bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara.
56 Konstitusi Negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan
konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah
digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi.
66 Kekuasaan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan
kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat,
Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi
menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam
masyarakat demokrasi.
76 Pancasila, meliputi: Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara,
Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,
Pancasila sebagai ideologi terbuka.
4
5. 86 Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar
negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan
internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi
globalisasi (standar isi PKn).
Berkaitan dengan uraian di atas, tentang tujuan dan ruang lingkup mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, maka penulisan ini akan difokuskan
pada pembahasan mengenai peranan lembaga peradilan nasional. Hal tersebut
juga menjadi salah satu standar kompetensi dan kompetensi dasar mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang ada di sekolah. Pendidikan
Kewarganegaraan yang diberikan untuk kelas X SMA/MA semester 1 standar
kompetensi yang harus dimiliki siswa salah satunya adalah, menampilkan sikap
positif terhadap sistem hukum dan peradilan nasional, untuk dapat
mewujudkan hal tersebut maka diperlukan kajian mengenai sistem hukum dan
peradilan nasional secara mendalam. Namun, penulisan ini hanya akan
difokuskan pada kompetensi dasar peranan lembaga-lembaga peradilan
nasional dengan judul, “Peranan Lembaga Peradilan dalam Pelaksanaan
Kekuasaan Kehakiman di Indonesia Era Reformasi”.
Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk mengembangkan materi
pembelajaran di SMA/MA khususnya pada kelas X semester 1. Tulisan ini
berupaya memberikan gambaran dan deskripsi mengenai peranan lembaga
peradilan dalam pelaksanaan Kekusaan Kehakiman di Indonesia Era
Reformasi. Diharapkan dengan adaya pembahasan mengenai peranan lembaga
peradilan dalam melaksanakan Kekusaan Kehakiman di Indonesia era
reformasi, peserta didik dapat memahami dan menganalisis peranan-peranan
lembaga peradilan yang ada di Indonesia era reformasi dengan lebih baik
sehingga tujuan yang hendak dicapai dalam mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dan nilai-nilai yang ingin ditanamkan pada peserta didik
dapat tercapai. Karena perlu kita ketahui bersama bahwa pembahasan
mengenai peranan lembaga peradilan nasional tidaklah mudah dan tidak dapat
dilakukan secara singkat mengingat cakupan materinya yang sangat luas dan
kompleks sehingga, diperlukan pembahasan khusus secara mendalam dan
menyeluruh mengenai peranan lembaga peradilan nasional. Oleh sebab itu
5
6. tulisan ini akan berupaya membahas dan menguraikan mengenai hal-hal
berikut ini:
16 Apa yang dimaksud dengan peradilan nasional dan pengadilan?
26 Bagaimana peranan lembaga atau badan peradilan dalam pelaksanaan
kekuasaan kehakiman di Indonesia era reformasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A6 Pengertian Peradilan Nasional dan Pengadilan
16 Pengertian Peradilan Nasional
Peradilan yang dalam bahasa Belanda disebut rechtspraak dan dalam
bahasa Inggris disebut judiciary adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan tugas negara dalam menegakkan hukum dan keadilan (Subekti,
1987:91-92). Peradilan berasal dari kata “adil” yang diambil dari bahasa
Arab yang sudah diserap dalam bahasa Indonesia yang artinya proses
mengadili atau suatu upaya untuk mencari keadilan atau penyelesaian
sengketa hukum di hadapan badan peradilan menurut peraturan yang
berlaku. Peradilan merupakan suatu pengertian yang umum, dalam bahasa
Arab peradilan disebut al-Qadha yang artinya proses mengadili dan proses
mencari keadilan (Gemala Dewi, 2005:3). Menurut Sjachran Basah
(1985:112) peradilan adalah segala sesuatu yang bertalian dengan tugas
memutus perkara dengan menerapkan hukum dan/atau menemukan hukum
“in concreto” dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum
materiil, dengan menggunakan prosedural yang ditetapkan oleh hukum
formal (Zaeni Asyhadie, 2009:4).
Dari uraian tersebut di atas dikemukakan bahwa peradilan adalah
segala sesuatu atau sebuah proses yang dijalankan di Pengadilan yang
berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan mengadili perkara
dengan menerapkan hukum dan/atau menemukan hukum “in concreto”
(hakim menerapkan peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata yang
dihadapkan kepadanya untuk diadili dan diputus) untuk mempertahankan
6
7. dan menjamin ditaatinya hukum materiil, dengan menggunakan cara
prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal. Dengan kata lain secara
singkat peradilan dapat diartikan sebagai sebuah proses dalam rangka
menegakkan hukum dan keadilan atau suatu proses mencari keadilan itu
sendiri.
Menujuk pada pengertian di atas maka peradilan nasional dapat
diartikan sebagai sebuah proses dalam rangka menegakkan hukum dan
keadilan yang dilakukan melalui proses memeriksan, memutus dan
menyelesaikan perkara yang mencakup lingkup nasional dengan
menerapkan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lainnya yang ada
di Indonesia.
26 Pengertian Pengadilan
Salah satu instrumen penting di dalam suatu negara hukum adalah
adanya kekuasaan kehakiman yang independen untuk menyelenggarakan
peradilan guna mewujudkan kepastian hukum dan keadilan. Masyarakat
yang tertib hukum dalam menyelesaikan persoalan hukum harus dilakukan
secara tertib dan teratur dalam suasana ketentraman dan kedamaian. Oleh
sebab itu dibutuhkan institusi sebagai forum atau tempat penyelesaian setiap
persoalan hukum, sehingga tidak ada seseorang atau sekelompok orang
yang merasa kuat dan berkuasa untuk memaksakan penyelesaian persoalan
hukum secara sepihak (eigenrichting) (Abdul Latief, 2004:28-30). Di
Indonesia sendiri memiliki lembaga peradilan, yaitu pengadilan dan
lembaga penegak hukum lainnya guna menjamin ditegakkannya hukum
secara adil dan tidak memihak.
Pengadilan atau rechtbank dalam bahasa Belanda dan court dalam
bahasa Inggris adalah badan yang melakukan peradilan, yaitu memeriksa,
mengadili dan memutus perkara-perkara (Subekti, 1978:91-92). Pengadilan
adalah dewan atau badan yang berkewajiban untuk mengadili perkara-
perkara dengan memeriksa dan memberi keputusan mengenai persengketaan
hukum, pelanggaran hukum atau undang-undang dan sebagainya
7
8. (Simorangkir, 2008:124). Pengadilan merupakan pengertian khusus, yaitu
suatu lembaga tempat mengadili atau menyelesaikan sengketa hukum dalam
rangka kekuasaan kehakiman yang mempunyai kekuasaan absolut dan
relatif sesuai peraturan perundang-undangan (Gemala Dewi, 2005:3).
Dengan demikian Pengadilan dapat diartikan sebagai sebuah badan
atau instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan berupa memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara. Bentuk dari sistem Peradilan yang
dilaksanakan di Pengadilan adalah sebuah forum publik yang resmi dan
dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku di Indonesia untuk
menyelesaikan perselisihan dan pencarian keadilan baik dalam perkara sipil,
buruh, administratif maupun kriminal. Setiap orang memiliki hak yang sama
untuk membawa perkaranya ke Pengadilan baik untuk menyelesaikan
perselisihan maupun untuk meminta perlindungan di Pengadilan bagi pihak
yang di tuduh melakukan kejahatan.
Di Indonesia lembaga yang menjalankan fungsi peradilan, secara
eksplisit telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai Kekuasaan Kehakiman. Ada
beberapa hal penting yang tertuang di dalam Pasal 24 Undang Undang
Dasar Tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 berkenaan
dengan Kekuasaan Kehakiman, yaitu sebagai berikut:
(16 Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan.
(26 Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
(36 Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan Kekuasaan
Kehakiman diatur dalam undang-undang.
B6 Peranan Badan Peradilan dalam Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman
di Indonesia Era Reformasi
8
9. Uraian di bawah ini hanya akan membahas mengenai peranan lembaga
peradilan dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman di Indonesia era reformasi.
Kita ketahui bersama bahwa pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia
dijalankan oleh empat lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan
agama, peradilan tata usaha negara dan peradilan militer. Namun, perlu kita
ketahui sebelumnya bahwa keempat lingkungan peradilan tersebut pada
akhirnya berpuncak pada lembaga negara yang disebut Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung merupakan Pengadilan Negara Tertinggi yaitu pada
tingkat kasasi atau tingkat akhir bagi perjuangan keadilan warga negara.
Sebagaimana telah dikemukakan pada pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa kekuasaan
Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Dalam perkembangannya undang-undang yang mengatur tentang
Mahkamah Agung mengalami beberapakali perubahan. Undang-undang
tentang Mahkamah Agung pertama yang dikeluarkan pemerintah Republik
Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung yang kemudian diubah melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2005
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang
Mahkamah Agung. Undang-undang terbaru yang dikeluarkan tentang
Mahkamah Agung adalah Undang-Undang Nomor3 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang
Mahkamah Agung. Pasal 1 menyatakan bahwa: “Mahkamah Agung adalah
salah satu pelaku Kekuasaan Kehakiman sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Selanjutnya
dalam pasal 2 dinyatakan bahwa: “Mahkamah Agung adalah Pengadilan
Negara Tertinggi dari semua Lingkungan Peradilan, yang dalam melaksanakan
tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain”.
9
10. Menurut Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1945, Mahkamah Agung memiliki wewenang sebagai berikut:
16 Mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan
dibawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai
wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang (Pasal 24A ayat (1)).
26 Mengajukan tiga orang anggota Hakim Konstitusi (Pasal 24C ayat (3)).
36 Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal memberi grasi dan
rehabilitasi (Pasal 14 ayat (1)).
Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah
Agung, Mahkamah Agung memiliki wewenang sebagai berikut:
16 Dalam tingkat kasasi pembatalan putusan atau penetapan pengadilan-
pengadilan dari semua lingkungan pengadilan karena:
a6 Tidak berwenang atau melampaui batas kewenangan;
b6 Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
c6 Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya
puluhan undang-undang (Pasal 30 ayat (1)).
26 Menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap
undang-undang (Pasal 31 ayat (1)).
36 Menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan dari tingkat
yang lebih rendah daripada undang-undang atas alasan bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi(Pasal 31 ayat (2)).
46 Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan
pada semua badan peradilan yang berada dibawahnya dalam
menyelenggarakan kekuasaan kehakiman(Pasal 32 ayat (1)).
56 Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat
pertama dan terakhir atas putusan Pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan-alasan yang diatur dalam undang-
undang (Pasal 34).
10
11. Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi menjadi
puncak dari empat lingkungan peradilan yang ada di Indonesia sesuai dengan
konstitusi, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara
dan peradilan militer. Berikut ini penjelasan mengenai peranan masing-masing
lembaga peradilan tersebut:
16 Peranan Peradilan Umum
Peradilan Umum adalah salah satu pelaksana Kekuasaan Kehakiman
bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya baik dalam perkara perdata
maupun perkara pidana. Sebelum membahas mengenai Peradilan Umum
secara mendalam perlu diketahui bahwa perjalanan sebuah perkara dapat
dipersidangkan di meja hijau tidak lepas dari peranan Kepolisisan dan
Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum. Upaya penegakkan hukum di
Indonesia selain dilakukan oleh lembaga peradilan pemegang kekuasaan
kehakiman juga dibantu oleh lembaga peradilan lainnya seperti Kepolisian
dan Kejaksaan. Sebuah perkara dapat dipersidangkan di meja hijau jika
telah diselidiki dan diperiksan oleh pihak Kepolisian dan Kejaksaan.
Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang
menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi,
mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum sesuai dengan
apa yang tercantum dalam Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-undang yang mengatur
tentang Kepolisian Negara Kesatauan Republik Indonesia adalah Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Kepolisian Negara
Republik Indonesia memiliki tugas pokok sebagai berikut:
a6 Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b6 Menegakkan hukum; dan
c6 Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat (Pasal 13).
Sebagai aparat penegak hukum polisi dapat menjalakan fungsinya
sebagai penyelidik dan penyidik. Penyelidik adalah pejabat Kepolisian
11
12. Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang
untuk melakukan penyelidikan, sedangkan yang dimaksud dengan
penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang. Sedang yang dimaksud dengan penyidik
adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan, dan yang
dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam
hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1).
Terkait dengan tugas pokoknya selanjutnya Kepolisian juga
berwenang untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan (Pasal 16). Sebagai contoh misalnya pihak Kepolisian mendengar
laporan dari warga bahwa di suatu tempat telah ditemukan sesosok mayat,
maka Kepolisian berwenang untuk melakukan penyelidikan di tempat
kejadian perkara yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyidikan jika
peristiwa penemuan mayat tersebut diduga kuat merupakan korban
pembunuhan. Setelah dilakukan penyidikan, pihak kepolisian telah
mengumpulkan bukti dan saksi yang memperkuat dugaan terjadinya tidak
pidana pembunuhan. Maka tindakan selanjutnya yang harus dilakukan pihak
Kepolisian adalah melakukan penangkapan terhadap orang yang diduga
melakukan tindak pidana pembunuhan tersebut untuk diiterogasi dan
diperiksa secara lebih lanjut. Hasil pemeriksaaan yang dilakukan oleh pihak
Kepolisian terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana
pembunuhan tersebut kemudian dicatat dalam berita acara yang sering
disebut dengan istilah BAP (berita acara pemeriksaan) yang akan
diserahkan ke Kejaksaan.
Kejaksaan merupakan lembaga pemerintahan yang memiliki
kedudukan yang sentral dalam penegakan hukum, yaitu sebagai pengendali
12
13. proses perkara atau dominus litis. Hal tersebut dikarenakan hanya institusi
Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat dilanjutkan ke
Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah sebagaimana menurut
hukum acara pidana (Marwan Effendy, 2005: 105). Undang-undang yang
mengatur mengenai Kejaksaan Republik Indonesia adalah Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Pasal 2 ayat
(1) menegaskan bahwa, Kejaksaan Republik Indonesia, selanjutnya dalam
undang-undang ini yang disebut Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan
yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta
kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Tugas dan wewenang
Kejaksaan Republik Indonesia secara tegas diatur dalam Pasal 30 sebagai
berikut:
a6 Di bidang pidana: 1) melakukan penuntutan; 2) melaksanakan
penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap; 3) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan dan putusan lepas
bersyarat; 4) melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
berdasarkan undang-undang; melengkapi berkas perkara tertentu dan
untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan
ke Pengadilan yang dalam pelaksanaanyya dikoordinasikan dengan
penyidik.
b6 Di bidang perdata dan tata usaha negara, dengan kuasa khusus
dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama
negara atau pemerintahan.
c6 Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum
menyelenggarakan kegiatan: 1) peningkatan kesadaran hukum
masyarakat; 2) pengamanan kebijakan penegakan hukum; 3)
pengamanan peredaran barang cetakan; 4) pengawasan aliran
kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara.
Sebagai gambaran, masih terkait dengan contoh sebelumnya dimana
BAP dari pihak Kepolisian atas penyidikan terhadap seseorang yang diduga
13
14. telah melakukan tindak pidana pembunuhan diserahkan pada pihak
Kejaksaan. Aparat Kejaksaan akan mempelajari BAP yang diserahkan oleh
pihak Kepolisian tersebut. Apabila telah lengkap maka Kejaksaan akan
menerbitkan P21 yang artinya perkara tersebut telah siap dibawa ke
pengadilan untuk disidangkan. Dalam hal ini, Pengadilan yang berhak
mengadili adalah pengadilan di lingkungan Peradilan Umum.
Di awal telah dijelaskan bahwa Peradilan Umum adalah salah satu
pelaksana Kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada
umumnya baik dalam perkara perdata maupun perkara pidana. Undang-
undang yang mengatur tentang Peradilan Umum yang pertama adalah
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, kemudian
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1986 yang saat ini mengalami perubahan kedua
dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 tahun 1986 tentang
Peradilan Umum. Menurut undang-undang tersebut lingkungan peradilan
umum ini meliputi pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, selain itu juga
ada pengadilan khusus.
a* Pengadilan Negeri
Pengadilan Negeri berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan
daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota (Pasal 4 ayat (1)).
Pengadilan Negeri memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
1* Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan
perdata di tingkat pertama (Pasal 50).
2* Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum
kepada instansi Pemerintah di daerahnya apabila diminta (Pasal 52
ayat (1)), yaitu pada wilayah kabupaten atau kota.
b* Pengadilan Tinggi
14
15. Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibukota Provinsi, dan daerah
hukumnya meliputi wilayah Provinsi (Pasal 4 ayat (2)). Pengadilan
Tinggi memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
1* Mengadili perkara pidana dan perkara perdata di tingkat banding
(Pasal 51 ayat (1)).
2* Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan
mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya (Pasal 51 ayat
(2)).
3* Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum
kepada instansi Pemerintah di daerahnya apabila diminta (Pasal 52
ayat (1)), yaitu pada wilayah provinsi.
Sebagai contoh misalnya seseorang yang berperkara di Pengadilan
Negeri Bantul setelah diputus oleh Pengadilan Negeri Bantul dapat
mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Yogyakarta dan upaya kasasi ke
Mahkamah Agung.
c* Pengadilan Khusus di Lingkungan Peradilan Umum
Di lingkungan Peradilan Umum dapat dibentuk pengadilan
khusus yang diatur dengan undang-undang (Pasal 8). Pengadilan Khusus
adalah pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa,
mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk
dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung yang diatur dalam undang-undang (Pasal 1). Berikut
ini akan diuraikan mengenai macam-macam Pengadilan Khusus yang ada
di lingkungan Peradilan Umum.
1* Pengadilan Khusus Pidana atau Publik
Pengadilan Khusus Pidana merupakan pengadilan yang
memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana sesuai dengan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana serta undang-undang lainnya yang berlaku di
15
16. Indonesia. Dewasa ini, di Indonesia terdapat beberapa Pengadilan
Khusus di lingkungan Peradilan Umum yang dibentuk, antara lain:
a*Pengadilan Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara
kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng,
oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan
tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.
Bangsa Indonesia memiliki misi untuk ikut serta memelihara
perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan hak asasi manusia
serta memberi perlindungan, kepastian, keadilan, dan perasaan
aman kepada perorangan ataupun masyarakat. Oleh sebab itu
dibentuklah suatu Pengadilan Hak Asasi Manusia untuk
menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat sesuai
dengan ketentuan Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Perlu kita ketahui juga
bahwa mengenai pelanggaran hak asasi manusia ada yang
dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia ringan seperti
pembunuhuan, aborsi dan lain sebagainya. Lebih lanjut hal tersebut
dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia. Perkara mengenai pelanggaran hak asasi
ringan tersebut peradilannya ditangani oleh Pengadilan Negeri pada
tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi pada tingkat banding.
Undang-undang yang mengatur tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia adalah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
menyebutkan bahwa, Pengadilan Hak Asasi Manusia yang
selanjutnya disebut Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus
terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Pengadilan
HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang
daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang
16
17. bersangkutan (Pasal 3 ayat (1)).Untuk Daerah Khusus Ibu Kota
Jakarta, Pengadilan HAM berkedudukan di setiap wilayah
Pengadilan Negeri yang bersangkutan (Pasal 3 ayat (2)).
Pengadilan HAM memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
(1* Memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi
manusia yang berat ( Pasal 4).
(2* Memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi
manusia yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial
wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia
(Pasal 5).
Perlu diingat bahwa Pengadilan HAM tidak berwenang
memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia
yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah
18 (delapan belas) tahun pada saat kejahatan dilakukan (Pasal 6).
Selanjutnya yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia
yang berat adalah kejahatan genosida dan kejahatan terhadap
kemanusiaan (Pasal 7).
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan
dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh
atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok
agama, dengan cara:
(1* Membunuh anggota kelompok;
(2* Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat
terhadap anggota-anggota kelompok;
(3* Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan
mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau
sebagiannya;
(4* Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah
kelahiran di dalam kelompok;
(5* Atau memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok
tertentu ke kelompok lain (Pasal 8).
17
18. Selanjutnya yang dimaksud dengan kejahatan terhadap
kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai
bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung
terhadap penduduk sipil, berupa:
(1* Pembunuhan;
(2* Pemusnahan;
(3* Perbudakan;
(4* Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
(5* Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik
lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas)
ketentuan pokok hukum internasional;
(6* Penyiksaan;
(7* Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa,
pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara
paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
(8* Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau
perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras,
kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan
lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang
dilarang menurut hukum internasional;
(9* Penghilangan orang secara paksa;
(10* Atau kejahatan apartheid (Pasal 9).
b* Pengadilan Anak
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu
sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-
cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan
mempunyai ciri dan sifat khusus. Memerlukan pembinaan dan
perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan
perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras,
dan seimbang. Untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan
18
19. perlindungan terhadap anak, diperlukan dukungan, baik yang
menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih
mantap dan memadai, oleh karena itu ketentuan mengenai
penyelenggaraan pengadilan bagi anak perlu dilakukan secara
khusus, sehingga dibentuklah Pengadilan Anak.
Pengadilan Anak adalah pelaksana kekuasaan kehakiman
yang berada di lingkungan Peradilan Umum.Pengadilan Anak
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak adalah sebuah pengadilan yang diselenggarakan
untuk menangani pidana khususnya bagi perkara anak (Gatot
Supramono, 2005:17).
Sidang Pengadilan Anak yang selanjutnya disebut Sidang
Anak, bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara anak nakal (Pasal 3 dan 21). Dalam hal ini
yang dimaksud sebagai anak adalah adalah orang yang dalam
perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi
belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah
kawin. Sedangkan yang dimaksud dengan anak nakal adalah anak
yang melakukan tindak pidana atau anak yang melakukan
perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut
peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum
lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan
(Pasal 1). Selanjutnya berdasarkan Pasal 22 seorang anak yang
diputus sebagai Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau
tindakan sebagai berikut:
(1* Pidana pokok meliputi pidana penjara, pidana kurungan,
pidana denda atau pidana pengawasan (Pasal 23 ayat (2)).
(2* Pidana tambahan, berupa perampasan barang-barang tertentu
dan atau pembayaran ganti rugi (Pasal 23 ayat (3)).
(3* Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah
mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh,
19
20. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan,
pembinaan, dan latihan kerja atau menyerahkan kepada
Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan
yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan, dan latihan
kerja.m Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan
oleh Hakim (Pasal 24).
Sebagai contoh misalnya kasus pencurian uang yang
dilakukan seorang anak berusia 13 tahun, maka ketika ada laporan
dari korban dan si anak tersebut telah diduga kuat sebagai
pelakunya maka proses peradilan si anak tersebut dilakukan di
Pengadilan Anak secara tertutup. Upaya banding atas putusan kasus
tersebut nantinya dapat dilakukan di Pengadilan Tinggi dan kasasi
ke Mahkamah Agung.
c*Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Korupsi diserap ke dalam bahasa Indonesia dari kata
corruptie dalam bahasa Belanda yang secara harafiah berarti
kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap,
tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan
yang menghina atau menfitnah. Istilah korupsi tersebut yang telah
diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia disimpulkan
oleh Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
dimana korupsi diartikan sebagai perbuatan yang buruk seperti
penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainnya (Andi
Hamzah, 2005:4-6).
Tindak pidana korupsi adalah perbuatan keji yang telah
menimbulkan kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara sehingga upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi perlu dilakukan secara terus-
menerus dan berkesinambungan yang menuntut peningkatan
kapasitas sumber daya, baik kelembagaan, sumber daya manusia,
20
21. maupun sumber daya lain, serta mengembangkan kesadaran, sikap,
dan perilaku masyarakat antikorupsi agar terlembaga dalam sistem
hukum nasional (bagian menimbang Undang-Undang Nomor 46
Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi). Oleh
sebab itu dibentuklah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang
sering disebut dengan Pengadilan Tipikor dengan adanya Undang-
Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi. Sebelumnya pemerintah Indonesia telah mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana
Korupsi yang telah diubah dengan dikeluarkannya Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berkedudukan di setiap
ibukota kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi daerah
hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan (Pasal 3). Khusus
untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi berkedudukan di setiap kotaa yang daerah hukumnya
meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan
(Pasal 4).
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya
pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara tindak pidana korupsi (Pasal 5). Lebih lanjut Pasal 6
menyebutkan bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berwenang
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara:
(1* Tindak pidana korupsi;
(2* Tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana
asalnya adalah tindak pidana korupsi; dan/atau
(3* Tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang
lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi.
Tindak pidana korupsi adalah sebuah perbuatan yang
melanggar hukum dengan upaya memperkaya diri atau orang lain
yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yang
21
22. lebih lanjut diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Tindak Pidana Korupsi. Tindak pidana pencucian uang adalah
sebuah perbuatan yang dilakukan untuk melegalkan atau
menghilangkan jejak uang hasil korupsi, untuk lebih lanjut hal
tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang. Sedang tindak pidana yang secara tegas dalam undang-
undang lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi maksudnya
sudah jelas bahwa dimungkinkan ada tindak pidana yang
ditentukan sebagai tindak pidana korupsi apabila ada undang-
undang yang mengatur hal tersebut.
Disamping wewenang di atas Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi pada Pengadilan NegeriJakarta Pusat juga berwenang
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi
yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia di luar wilayah
Negara Republik Indonesia (Pasal 7).
Sebagai contoh misalnya kasus dugaan suap cek pelawat
anggota DPR yang diduga dilakukan oleh Nunun Nurbaety dan
Miranda Goultom sebagai tersangka, peyelidikan dan penyidikan
kasus tersebut dilakukan oleh KPK dan proses peradilannya
dilakukan di Pengadilan Tipikor. Upaya banding atas putusan kasus
tersebut nantinya dapat dilakukan di Pengadilan Tinggi dan kasasi
ke Mahkamah Agung.
d* Pengadilan Perikanan
Ketentuan mengenai Pengadilan Perikanan secara eksplisit
diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan. Pengadilan Perikanan adalah pengadilan khusus di
lingkungan peradilan umum yang berwenang memeriksa,
22
23. mengadili dan memutus tindak pidana di bidang perikanan (Pasal
71 ayat (1)). Tindak pidana di bidang perikanan adalah perbuatan
yang dilakukan baik perseorangan maupun kelompok atau
perusahan dan siapapun yang terlibat didalamnya yang melakukan
penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan menggunakan
bahan kimia, biologis, peledak, baik alat dan/atau cara, dan/atau
bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan
kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya di wilayah
pengelolaan perikanan Republik Indonesia tanpa ijin (Pasal 84).
Pengadilan Perikanan di Indonesia untuk pertama kali
dibentuk di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Medan, Pontianak,
Bitung dan Tual (Pasal 71 ayat (3)). Sejanjutnya daerah hukum
Pengadilan Perikanan sesuai dengan daerah hukum Pengadilan
Negeri yang bersangkutan (Pasal 71 ayat (4)). Dalam pemeriksaan
dan pemberian putusan di persidangan dapat dilakukan tanpa
kehadiran terdakwa, hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 79
dan Pasal 80. Seperti halnya proses peradilan pada umumnya,
putusan Pengadilan Perikanan dapat diajukan banding ke
Pengadilan Tinggi (Pasal 82) dan kasasi ke Mahkamah Agung
(Pasal 83). Ketentuan pidana dan denda yang dijatuhkan pada
terdakwa diatur dalam Pasal 84 sampai dengan Pasal 105. Pidana
yang dijatuhkan kepada terdakwa adalah hukuman penjara dan/atau
denda. Hukuman penjara yang dijatuhkan maksimal 10 tahun dan
minimal 1 tahun. Hukuman penjara tersebut dapat disertai dengan
denda, denda yang diberikan dapat mencapai 20 miliar rupiah.
Sebagai contoh misalnya seseorang yang diduga kuat
melakukan tindak pidanan perikanan yang telah dilakukan
penyidikandan pemeriksaan karena melakukan penangkapan ikan
di perairan Indonesia menggunakan bahan berbahaya akan diadili
di Pengadilan Perikanan dan dapat dijatuhi hukuman penjara
maksimal 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1.200.000.000,00.
23
24. Upaya banding dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi dan upaya
kasasi ke Mahkamah Agung.
2* Pengadilan Khusus Perdata atau Privat
a*Pengadilan Niaga
Secara eksplisit memang belum ada undang-undang yang
mengatur tentang Pengadilan Niaga secara khusus. Ketentuan
mengenai Pengadilan Niaga terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. Pengadilan Niaga adalah
pengadilan khusus perdata di lingkungan peradilan umum yang
berwenang memeriksa, mengadili dan memutus mengenai
kepailitan seseorang, sekolompok orang atau perusahan (Debitor)
yang berhutang kepada Kreditor. Berikut ini beberapa istilah yang
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang:
(1* Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan
Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim
Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini.
(2* Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena
perjanjian atau Undang Undang yang dapat ditagih di
muka pengadilan.
(3* Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena
perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat
ditagih di muka pengadilan.
(4* Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit
dengan putusan Pengadilan.
(5* Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang
perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk
mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di
bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan
Undang-Undang ini.
(6* Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat
dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang
Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung
maupun yang akan timbul di kemudian hari atau
kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-
undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila
24
25. tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk
mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.
(7* Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan
peradilan umum,
(8* Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh
Pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan
kewajiban pembayaran utang.
(9* Hari adalah hari kalender dan apabila hari terakhir dari
suatu tenggang waktu jatuh pada hari Minggu atau hari
libur, berlaku hari berikutnya,
(10* Tenggang waktu adalah jangka waktu yang harus
dihitung dengan tidak memasukkan hari mulai
berlakunya tenggang waktu tersebut.
(11* Setiap orang adalah orang perseorangan atau
korporasi termasuk korporasi yang berbentuk badan
hukum maupun yang bukan badan hukum dalam
likuidasi (Pasal 1).
Jadi Debitor yang sudah jatuh tempo dan masa tenggan
pembayaran hutangnya telah habis sehingga tidak dapat memenuhi
kewajibannya membayar hutang kepada Kreditor maka akan
diperiksa, diadili dan diputus pailit oleh Pengadilan Niaga dan akan
dilakukan penyitaan harta bendanya. Pengadilan Niaga berada di
lingkungan Pengadilan Negeri seperti halnya peradilan pada
umumnya, keputusan banding dapat dilakukan di Pengadilan
Tinggi dan keputusan untuk kasasi maupun peninjauan kembali
diajukan ke Mahkamah Agung.
b* Pengadilan Hubungan Industrial
Secara eksplisit memang belum ada undnag-undang yang
mengatur tentang Pengandilan Hubungan Industrial secara khusus.
Ketentuan mengenai Pengadilan Hubungan Industrial tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Pasal 1
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrialn menyatakan bahwa, Pengadilan
Hubungan Industrial adalah Pengadilan Khusus yang dibentuk di
25
26. lingkungan Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa,
mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan
industrial. Menurut Pasal 2, jenis perselisihan hubungan industrial
meliputi:
(1* Perselisihan hak;
(2* Perselisihan kepentingan;
(3* Perselisihan pemutusan hubungan kerja; dan
(4* Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam
satu perusahaan.
Selanjutnya yang dimaksud dengan keempat jenis
perselisihan hubungan industrial tersebut di atas adalah sebagai
berikut: 1) perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena
tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau
penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama; 2) perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang
timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian
pendapat mengenai, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang
ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama; 3) perselisihan pemutusan hubungan
kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya
kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang
dilakukan oleh salah stu pihak; dan 4) perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan adalah
perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat
pekerja/serikat buruh lainnya hanya dalam satu perusahaan yang
timbul karena tidak adanya persesuaian paham mengenai
keanggotaan pelaksanaan hak dan kewajiban ke serikat pekerja
(Zaeni Asyhadie, 2009: 102-103).
Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus:
26
27. (1 Di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;
(2 Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan
kepentingan;
(3 Di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan
hubungan kerja;
(4 Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan
antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan
(Pasal 56).
Sebagai contoh misalnya sebuah perusahaan tekstil di
wilayah Bandung melakukan PHK. Para pekerja yang di PHK
merasa diperlakukan tidak adil dan sepakat memerkarakannya di
meja hijau. Maka, proses peradilan tersebut di lakukan di
Pengadilan Hubungan Industrial. Uapaya banding atas putusan
tersebut dapat diajukan di Pengadilan Tinggi Jawa Barat dan upaya
kasasi ke Mahkamah Agung.
Perlu diketahui bahwa, disamping Pengadilan Khusus Pidana dan
Pengadilan Khusus Perdata di lingkungan Peradilan Umum yang telah
diuraikan sebelumnya, di Provinsi Papua juga dikenal dengan apa yang
disebut sebagai peradilan adat. Provinsi Papua merupakan salah satu
provinsi di Indonesia yang memiliki otonomi khusus, hal tersebut diatur
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
bagi Provinsi Papua. Terkait dengan pelaksanaan kekuasaan kehakiman di
Papua, menurut Pasal 50, Kekuasaan Kehakiman di Provinsi Papua
dilaksanakan oleh Badan Peradilan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, selain itu juga diakui adanya peradilan adat di dalam masyarakat
hukum adat tertentu. Selanjutnya yang dimaksud dengan peradilan adat
adalah peradilan perdamaian di lingkungan masyarakat hukum adat, yang
mempunyai kewenangan memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat
dan perkara pidana di antara para warga masyarakat hukum adat yang
bersangkutan (Pasal 51 ayat (1)).
Lembaga atau badan pelaksana peradilan adat di Provinsi Papua
tersebut lebih dikenal dengan istilah Pengadilan Adat Papua. Pengadilan
27
28. Adat Papua adalah pelaksana kekuasaan kehakiman di bawah Pengadilan
Negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang
berkenaan dengan adat di papua. Pengadilan adat disusun menurut
ketentuan hukum adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
Pengadilan adat tersebut berwenang memeriksa dan mengadili sengketa
perdata adat dan perkara pidana berdasarkan hukum adat masyarakat hukum
adat yang bersangkutan. Jika salah satu pihak yang bersengketa atau yang
berperkara berkeberatan atas putusan yang telah diambil oleh pengadilan
adat yang memeriksanya, pihak yang berkeberatan tersebut berhak meminta
kepada pengadilan tingkat pertama di lingkungan badan peradilan yang
berwenang untuk memeriksa dan mengadili ulang sengketa atau perkara
yang bersangkutan (Pasal 51).
Pengadilan adat tidak berwenang menjatuhkan hukuman pidana
penjara atau kurungan. Putusan pengadilan adat mengenai delik pidana yang
perkaranya tidak dimintakan pemeriksaan ulang menjadi putusan akhir dan
berkekuatan hukum tetap. Untuk membebaskan pelaku pidana dari tuntutan
pidana menurut ketentuan hukum pidana yang berlaku, diperlukan
pernyataan persetujuan untuk dilaksanakan dari Ketua Pengadilan Negeri
yang mewilayahinya yang diperoleh melalui Kepala Kejaksaan Negeri yang
bersangkutan dengan tempat terjadinya peristiwa pidana. Dalam hal
permintaan pernyataan persetujuan untuk dilaksanakan bagi putusan
pengadilanadat ditolak oleh Pengadilan Negeri, maka putusan pengadilan
adat menjadi bahan pertimbangan hukumPengadilan Negeri dalam
memutuskan perkara yang bersangkutan (Pasal 51).
2 Peranan Peradilan Agama
Peradilan agama merupakan peradilan yang mengadili perkara-
perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu. Golongan rakyat
yang dimaksud adalah golongan rakyat yang beradama Islam sedangkan
yang dimaksud dengan perkara-perkara tertentu adalah perkara-perkara
28
29. bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, waqaf dan sedekah
(Musthofa, 2005:7)
Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama
Islam. Dalam perkembangannya undang-undang yang mengatur tentang
Peradilan agama adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, kemudian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama. Undang-undang terbaru yang telah dikeluarkan pemerintah
Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama. Seperti halnya peradilan lainnya, berdasarkan Pasal 3,
kekuasaan kehakiman Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan
Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang berpuncak pada Mahkamah
Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi.
a Pengadilan Agama
Pengadilan Agama berkedudukan di kota atau di ibu kota
kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kota atau kabupaten
(Pasal 4 ayat (1)). Pengadilan Agama memiliki tugas dan wewenang
sebagai berikut:
1 memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di
tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
perkawinan; kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan
berdasarkan hukum Islam; wakaf dan shadaqah (Pasal 49 ayat (1)).
2 memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum
Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila
diminta (Pasal 52 ayat (1)), yaitu di wilayah kota atau kabupaten.
b Pengadilan Tinggi Agama
Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di Ibukota propinsi, dan
daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi (Pasal 4 ayat (2)).
Pengadilan Tinggi Agama memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
29
30. 1 Mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama
dalam tingkat banding (Pasal 51 ayat (1)).
2 Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan
mengadili antar-Pengadilan Agama di daerah hukumnya (Pasal 51
ayat (2)).
3 Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum
Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila
diminta (Pasal 52 ayat (1)), yaitu di wilayah provinsi.
Sebagai contoh misalnya dalam kasus perceraian di Pengadilan
Agama Sleman, seorang suami menuntut cerai istrinya. Sang istri menolak
untuk dicerai, namun Pengadilan Agama Sleman mengabulkan permohonan
suami sehingga sang istri melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama
Yogyakarta.
c Pengadilan Khusus di Lingkungan Perdilan Agama
Di lingkungan Peradilan Agama dapat dibentuk Pengadilan Khusus
yang diatur dengan undang-undang (Pasal 3A ayat (1)). Pasal 1
menyatakan bahwa Pengadilan Khusus adalah pengadilan yang
mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan
badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang diatur
dalam undang-undang. Peradilan Syari’at Islam di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam merupakan Pengadilan Khusus dalam lingkungan
Peradilan Agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan
Peradilan Agama, dan merupakan Pengadilan Khusus dalam lingkungan
Peradilan Umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan
peradilan umum (Pasal 3A ayat (2)). Lebih lanjut mengenai Peradilan
Syari’at Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diatur dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Aceh dan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi
Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Oleh sebab itu Kekuasaan Peradilan Agama di Provinsi
30
31. Nanggroe Aceh Darussalam dilaksanakan oleh Mahkamah Syari’at
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah
Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Mahkamah
Syari'at Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah lembaga peradilan
yang bebas dari pengaruh dari pihak mana pun dalam wilayah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam yang berlaku untuk pemeluk agama Islam
(Pasal 1).
Berdasarkan Pasal 25 ayat (2) dan (3), kewenangan Mahkamah
Syari’at didasarkan atas syariat Islam dalam sistem hukum nasional, yang
diatur lebih lanjut dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
yang diberlakukan bagi pemeluk agama Islam. Pasal 26 menyebutkan
bahwa Mahkamah Syari’at terdiri atas Mahkamah Syari’at
Kabupaten/Sagoe dan Kota/Banda atau nama lain sebagai pengadilan
tingkat pertama, dan Mahkamah Syari’at Provinsi sebagai pengadilan
tingkat banding di ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, untuk
pengadilan tingkat kasasi dilakukan pada Mahkamah Agung Republik
Indonesia.
3 Peranan Peradilan Tata Usaha Negara
Pengadilan Tata Usaha Negara adalah pengadilan yang bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha
Negara (Wiyono, 2007:5). Sengketa tata usaha negara merupakan sengketa
yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan
hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara sebagai akibat
dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara yang dianggap melanggar
hak orang atau badan hukum perdata. Dengan demikian maka Peradilan Tata
Usaha Negara diadakan dalam rangka memberi perlindungan kepada rakyat
pencari keadilan yang merasa dirugikan dengan adanya suatu Keputusan
Tata Usaha Negara (Kansil, 1978:3). Keputusan Tata Usaha Negara adalah
suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan badan atau pejabat tata usaha
31
32. negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual
dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan
hukum perdata (Pasal 1 ayat (3)). Dari rumusan pasal tersebut, ternyata
Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan dasar lahirnya sengketa Tata
Usaha Negara yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a Penetapan tertulis;
b Dikeluarkan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara;
c Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara;
d Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e Bersifat konkrit, individual dan final;
f Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Keenam ciri tersebut bersifat komulatif, artinya untuk dapat disebut
Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat disengketakan di Pengadilan Tata
Usaha Negara harus memenuhi keseluruhan elemen tersebut.
Dalam perkembangannya undang-undang yang mengatur tentang
Peradilan Tata Usaha Negara telah mengalami beberapa kali perubahan.
Undang-undang pertama yang dikeluarkan adalah Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, undang-undang tersebut
kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan
Tata Usaha Negra yang kemudian mengalami perubahan kedua setelah
diundangkannya Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara. Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
berwenang memeriksa, memutus dan meyelesaikan sengketa Tata Usaha
negara. Berdasarkan Pasal 5, kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan
Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Kekuasaan kehakiman di lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai
Pengadilan Negara Tertinggi.
32
33. a Pengadilan Tata Usaha Negara
Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di kota atau ibu kota
kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kota atau kabupaten
(Pasal 6 ayat (1)). Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata
Usaha Negara di tingkat pertama (Pasal 50).
b Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota
propinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi (Pasal 6 ayat
(2)). Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memiliki tugas dan
wewenang sebagai berikut:
1 Memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara di tingkat
banding.
2 Memeriksadan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa
kewenangan mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam
daerah hukumnya.
3 Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan di tingkat pertama
sengketa Tata Usaha Negara dimana putusan Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara tersebut dapat diajukan permohonan kasasi (Pasal 51).
Perlu diketahui bahwa upaya peradilan atas sengketa Tata Usaha
Negara sebelumnya harus melalui upaya administratif terlebih dahulu.
Menurut Penjelasan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara, upaya administratif merupakan prosedur yang
ditentukan dalam suatu peraturan perundang-undangan untuk
menyelesaikan suatu sengketa Tata Usaha Negara yang dilaksanakan
dilingkungan pemerintah sendiri (bukan oleh badan peradilan yang bebas),
yang terdiri upaya keberatan dan banding administratif;
Berdasarkan rumusan penjelasan Pasal 48 tersebut maka upaya
administratif merupakan sarana perlindungan hukum bagi warga masyarakat
(orang perorangan/badan hukum perdata) yang terkena Keputusan Tata
33
34. Usaha Negara (Beschikking) yang merugikannya melalui Badan/Pejabat
Tata Usaha Negara dilingkungan pemerintah itu sendiri sebelum diajukan ke
badan peradilan. Berikut ini ketentuan yang tercantum dalam Pasal 48:
1 Dalam hal suatu Badan/Pejabat Tata Usaha Negara diberi
wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk
menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu,
maka sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui
upaya administratif yang tersedia;
2 Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara jika seluruh upaya
administratif yang bersangkutan telah digunakan.
Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 2 tahun 1991
tentang Petunjuk Pelaksanaan Ketentuan Dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, disebutkan yang
dimaksud Upaya Adiministratif adalah :
a Pengajuan surat keberatan (bezwaarscriff beroep) yang diajukan
kepada Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan
(Penetapan/ Beschikking) semula;
b Pengajuan banding administratif (administratif beroep) yang
ditujukan kepada atasan Pejabat atau instansi lain dari Badan/Pejabat
Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan yang berwenang
memeriksa ulang keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan.
Apabila peraturan dasarnya hanya menentukan adanya upaya
administratif berupa peninjauan surat keberatan, maka gugatan terhadap
Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan diajukan kepada
pengadilan Tata Usaha Negara. Apabila peraturan dasarnya menentukan
adanya upaya adiministratif berupa surat keberatan dan atau mewajibkan
surat banding administratif, maka gugatan terhadap Keputusan Tata Usaha
Negara yang telah diputus dalam tingkat banding administratif diajukan
langsung kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam tingkat
34
35. pertama yang berwenang. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut maka
dapat dibuat bagan proses penyelesaian upaya administratif sebagai berikut:
Bagan Proses Upaya Administrasi
Mahkamah Agung
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Banding Administratif
Sengketa Tata Usaha Negara
Upaya Administrasi
Pengadilan Tata Usaha Negara
ara
Keberatan Administratif
35
36. Sebagai contoh misalnya seorang PNS yang diberhentikan oleh
instansi terkait karena menjadi tersangka kasus korupsi. Ketika menerima
surat pemberhentian PNS tersebut dapat menuntut intansi tempat ia bekerja
ke Pengadilan Tata Usaha Negara karena seyogyaknya dalam hukum
dikenal asas praduga tak bersalah. PNS tersebut baru menjadi tersangka dan
belum di putus bersalah. Namun sebelum upaya peradilan tersebut
dilakukan upaya administratif, yaitu keberatan dan banding administratif
harus dilakukan terlebih dahulu guna menyelesaikan sengeketa tersebut
barulah upaya peradilan di pengadilan dapat dilakukan. Upaya banding atas
putusan tersebut dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
dan kasasi ke Mahkamah Agung.
c Pengadilan Khusus di Lingkungan Peradilan Tata Usaha
Negara
Berdasarkan Pasal 9A ayat (1) di lingkungan Peradilan Tata
Usaha Negara dapat dibentuk Pengadilan Khusus yang diatur dengan
undang-undang. Undang-undang yang telah dikeluarkan terkait dengan
Pengadilan Khusus dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
adalah Undang-Undnag Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945, menjamin perwujudan tata kehidupan negara dan bangsa yang adil
dan sejahtera, aman,tenteram dan tertib, serta menjamin kedudukan
hukum yang sama bagi warga masyarakat. Pembangunan nasional yang
berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah air
memerlukan dana yang memadai terutama dari sumber perpajakan
merupakan salah satu dasar diperlukannya Pengadilan Pajak.
36
37. Meningkatnya jumlah wajib pajak dan pemahaman akan hak dan
kewajibannya dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan
perpajakan seringkali menimbulkan sengketa pajak. Sengketa pajak
adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak
atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan
kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan
Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Pasal 1).
Sengketa pajak tersebut tentunya yang memerlukan penyelesaian yang
adil dengan prosedur dan proses yang cepat, murah, dan sederhana. Oleh
sebab itu diperlukan suatu Pengadilan Pajak yang sesuai dengan sistem
kekuasaan kehakiman di Indonesia dan mampu menciptakan keadilan
dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak. Pengadilan
Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman
bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap
sengketa pajak (Pasal 2). Pengadilan Pajak berkedudukan di ibukota
Negara (Pasal 3).
Berdasarkan Kekuasaan Pengadilan Pajak, Pengadilan Pajak
memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
1 Di tingkat pertama dan terakhir yang bertugas memeriksa dan
memutus sengketa pajak (Pasal 33 ayat (1);
2 Dalam hal banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas
keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Pasal 31 ayat (2));
3 Dalam hal gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas
pelaksanaan penagihan pajak atau keputusan pembetulan atau
keputusan lainnya (Pasal 31 ayat (2));
4 Bertugas mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan
hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang-sidang
Pengadilan Pajak (Pasal 32 ayat (1)).
37
38. Sebagai contoh misalnya seorang perusahaan di daerah Surabaya
bersengketa pajak dengan petugas pajak di weilayah tersebut. Maka
ketika terjadi gugatan atau penuntutan perkara tersebut disidangkan di
Pengadilan Pajak yang berada di wilayah tersebut. Upaya banding atas
keberatan terhadap putusan tersebut masih ditangani Pengadilan Pajak di
wilayah tersebut dan untuk upaya kasasi diajukan ke Mahkamah Agung.
4 Peranan Peradilan Militer
Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera,
aman, tenteram, dan tertib. Untuk mewujudkan tata kehidupan tersebut
diperlukan upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan
kepastian hukum yang mampu memberikan pengayoman kepada
masyarakat, dapat mendorong kreativitas dan peran aktif masyarakat dalam
pembangunan. salah satu upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran,
ketertiban, dan kepastian hukum tersebut adalah melalui peradilan militer.
Peradilan Militer adalah badan yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi Pengadilan
Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan
Pengadilan Militer Pertempuran. Pengadilan dalam lingkungan peradilan
militer merupakan badan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan
Angkatan Bersenjata. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman dalam lingkungan
Peradilan Militer berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan
Negara Tertinggi. Mengenai Angkatan Bersenjata atau Tentara Nasional
Indonesia sebagai pemegang pelaksanaan pertahanan dan keamanan negara
secara eksplisit diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersama dengan Kepolisian.
Namun, Peradilan Militer hanya diperuntukkan dalam lingkungan Angkatan
Bersenjata atau Tentara Nasional Indonesia saja, sedangkan pelanggaran
pidana yang dilakukan anggota Kepolisian dilakukan oleh Peradilan Umum.
38
39. Undang-undang yang mengatur mengenati Peradilan Militer adalah
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Berdasarkan undang-undang tersebut kekuasaan dan wewenang Pengadilan
Militer dalam menanggapi sebuah pelanggaran pidana dibedakan sebagai
berikut:
a Pengadilan Militer
Pengadilan Militer bersidang untuk memeriksa dan memutus
perkara pidana pada tingkat pertama. Berdasarkan Pasal 9 dan Pasal 40
Pengadilan Militer berwenang:
1 Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada
waktu melakukan tindak pidana adalah:
a Prajurit yang berpangkat Kapten kebawah;
b Yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan
Prajurit;
c Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang
dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-
undang;
d Seseorang yang tidak masuk golongan tersebut di atas
tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri
Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Militer.
2 Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha
Angkatan Bersenjata.
3 Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana
yang bersangkutan atas permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai
akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi dasar
dakwaan, dan sekaligusmemutus kedua perkara tersebut dalam satu
putusan.
Berdasarkan Pasal 10, Pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Militer mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh mereka
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, tempat kejadiannya berada di
39
40. daerah hukumnya atau terdakwanya termasuk suatu kesatuan yang
berada di daerah hukumnya.
Sebagai contoh misalnya seorang Kapten diduga kuat melakukan
penganiayaan terhadap seorang wanita. Proses peradilan kasus tersebut
ditangani oleh Pengadilan Militer. Upaya banding atas putusan tersebut
diajukan ke Pengadilan Militer Tinggi.
b Pengadilan Militer Tinggi
Pengadilan Militer Tinggi bersidang untuk memeriksa dan
memutus perkara pidana dan perkara sengketa Tata Usaha Angkatan
Bersenjata pada tingkat pertama, Pengadilan Militer Tinngi juga
memutus dan memeriksa perkara pidana pada tingkat banding.
Berdasarkan Pasal 41 Kekuasaan Pengadilan Militer Tinggi memiliki
wewenang sebagai berikut:
1 Pada tingkat pertama memeriksa dan memutus perkara pidana yang
terdakwanya adalah:
a Prajurit atau salah satu prajurit yang berpangkat mayor ke atas;
b Seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana yang
berdasar undang-undang dipersamakan dengan prajurit atau
anggota suatu golongan atau jawatan atau yang dipersamakan
udang-undang yang terdakwanya atau salah satu terdakwanya
termasuk tingkat kepangkatan mayor ke atas;
c Terdakwanya seorang yang atas keputusan panglima dengan
persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu pengadilan
dalam lingkungan peradilan militer dalam hal ini oleh Pengadilan
Militer Tinggi;
2 Memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana
yang telah diputus oleh Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya
yang dimintakan banding.
3 Memutus pada tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan
mengadili antara Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya.
40
41. Sebagai contoh misalnya seorang Mayor Jenderal tertangkap
tangan mengkonsumsi narkoba jenis sabu-sabu. Peradilan kasus tersebut
ditangani oleh Pengadilan Militer Tinggi dan upaya banding dapat di
ajukan ke Pengadilan Militer Utama.
c Pengadilan Militer Utama
Pengadilan Militer Utama adalah pengadilan di lingkungan
Peradilan Militer pada tingkat banding yang berwenang memeriksa dan
memutuskan perkara pidana yang telah diputus pada tingkat pertama oleh
Pengadilan Militer Tinggi yang diminta banding, dan sengketa tata usaha
militer yang pada tingkat pertama telah diputus oleh pengadilan militer
tinggi yang di minta banding (Pasal 42). Berdasarkan Pasal 43,
Pengadilan Militer Utama baik pada tingkat pertama dan terakhir
memiliki wewenang sebagai berikut:
1 Sengketa mengenai wewenang mengadili antara:
a Pengadilan Militer yang berkedudukan di daerah hukum
Pengadilan Militer yang berlainan;
b Pengadilan Militer Tinggi;
c Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer.
2 Sengketa perbedaan pendapat antara perwira penyerah perkara
dengan oditur (penuntut umum) tentang diajukan atau tidaknya suatu
perkara kepada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer atau
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.
Berdasarkan Pasal 44 Pengadilan Militer Utama juga memiliki
fungsi pengawasan sebagai berikut:
1 Pengadilan Militer Utama melakukan pengawasan terhadap:
a Penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan Pengadilan
Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer
Pertempuran di daerah hukumnya masing-masing;
b Tingkah laku dan perbuatan para Hakim dalam
menjalankan tugasnya.
41
42. 2 Pengadilan Militer Utama berwenang untuk meminta keterangan
tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari
Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer
Pertempuran.
3 Pengadilan Militer Utama memberi petunjuk, teguran, atau
peringatan yang dipandang perlu kepada Pengadilan Militer,
Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran.
4 Pengadilan Militer Utama meneruskan perkara yang dimohonkan
kasasi, peninjauan kembali, dan grasi kepada Mahkamah Agung.
d Pengadilan Militer Pertempuran
Pengadilan Militer Pertempuran adalah pengadilan yang dibentuk
dalam keadaan sedang berperang di medan tempur. Berdasarkan Pasal 45
Pegadilan Militer Pertempuran memiliki kekuasaan untuk memeriksa dan
memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara pidana yang
dilakukan oleh seseorang sesuai ketentuan Pasal 9, di medan
pertempuran. Pengadilan Militer Pertempuran bersifat mobile mengikuti
gerakan pasukan dan berkedudukan serta berdaerah hukum di daerah
pertempuran (Pasal 46). Sebagai contoh misalnya seorang anggota TNI
yang sedang berjuang di medan laga di kawasan Timur Tengah diduga
melakukan penganiayaan terhadap rekannya. Proses peradilan kasus
tersebut di tingkat pertama dan terakhir ditangani oleh Pengadilan Militer
Pertempuran karena berada di medan pertempuran.
Pada tahun 1997 Indonesia mengalami sebuah gejolak politik yang
amat luar biasa dalam sejarah kepemerintahan bangsa Indonesia yang ditandai
dengan mencetusnya reformasi. Hingga saat ini reformasi telah banyak
membawa perubahan dalam kepemerintahan di Indonesia, Kekuasaan
Kehakiman menjadi salah satu hal yang diperbaharui. Selain Mahkamah
Agung, lembaga negara yang memegang Kekuasaan Kehakiman yang ada
sekarang ini adalah Mahkamah Konstitusi. Keberadaan Mahkamah Konstitusi
secara eksplisit dipertegas setelah Amandemen III Undang-Undang Dasar
42
43. Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 24. Sebelum
Amandemen ke III bunyi Pasal 24 adalah sebagai berikut: (1) Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan
kehakiman menurut Undang-undang; (2) Susunan dan kekuasaan Badan-badan
Kehakiman itu diatur dengan Undang-undang. Setelah dilakukan Amendemen
ke III pada tanggal 19 November 2001 Pasal 24 yang ada sekarang ini
berbunyi; (1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan; (2)
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Kemudian
pada tanggal 10 Agustus 2002 dilakukanlah Amandemen ke IV dengan
menambahkah satu ayat pada Pasal 24 yang berbunyi sebagai berikut: (3)
Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam undang-undang. Badan-badan lain yang dimaksud pada Pasal 24
ayat (3) tersebut saat ini salah satunya adalah Komisi Yudisial. Dengan kata
lain di era reformasi sekarang ini pemegang Kekuasaan Kehakiman di
Indonesia selain Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi juga
terdapat Mahkamah Konstitusi. Selain itu saat ini juga dikenal apa yang disebut
dengan Komisi Yudisial yang ditunjuk sebagai badan yang fungsinya berkaitan
dengan kekuasaan kehakiman.
Berikut ini akan diuraikan mengenai peranan dan wewenang dari
Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial:
1 Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan
kehakiman yang merdeka mempunyai peranan penting guna menegakkan
konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan kewenangan dan
kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi
merupakan lembaga baru yang lahir sebagai tuntutan dari reformasi yang
43
44. telah berhasil menggulingkan orde baru. Keberadaan Mahkamah Konstitusi
dikukuhkan dengan adanya Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi yang sekarang mengalami perubahan setelah
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi menurut Pasal 24C Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 adalah
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk:
a Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945;
b Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya di berikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia Tahun 1945;
c Memutus pembubaran partai politik;
d Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum;
e Memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wapres telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau perbuatan tercela;
f Memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wapres telah tidak lagi
memenuhi persyaratan sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden (Jimly
Assiddiqie, 2003:197).
2 Komisi Yudisial
Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu
Pasal 24B. Komisi Yudisial merupakan lembaga baru yang berifat mandiri.
Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan
kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui pencalonan hakim agung serta
pengawasan terhadap hakim yang transparan dan partisipatif guna
menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat, serta menjaga perilaku
hakim. Berdasarkan Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
44
45. Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, Komisi Yudisial memiliki
wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai
wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Lebih lanjut ketentuan yang
mengatur mengenai Komisi Yudisial adalah Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan undang-undang terbaru, yaitu
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
Berdasarkan undang-undang tersebut Komisi Yudisial memiliki
wewenang sebagai berikut:
a Mengusulkan pengangkatan hakim agung kepada DPR (Pasal 13).
Dalam hal ini Komisi Yudisial bertugas untuk melakukan pendaftaran,
menyeleksi, menetapkan, dan mengajukan calon hakim agung ke DPR
(Pasal 14).
b Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga
perilaku hakim di seluruh lingkungan peradilan (Pasal 13).
Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Komisi Yudisial juga memiliki tugas
pengawasan sebagai berikut:
a Menerima laporan masyarakat mengenai perilaku hakim;
b Meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan tentang
perilaku hakim;
c Memeriksa dugaan pelanggaran perilaku hakim yang diduga
melanggar kode etik perilaku hakim.
Bagan Lembaga Peradilan di Indonesia Era Reformasi
Mahkamah Agung
PK Kasasi
45
46. PengadilanMiliter Utama
PengadilanTinggi Agama
PengadilanTinggi
PengadilanTinggi Tata Usaha Negara
Pengadilan Militer Pertempuran
PengadilanMiliter
Tinggi
PengadilanTata Usaha Negara
PengadilanAgama
PengadilanNegeri
Banding Banding
Pengadilan Khusus:
Pengadilan HAM
Pengadilan Anak
Pengadilan Perikanan
Pengadilan Niaga
Pengadilan Hubungan Industrial
Pengadilan Adat Papua
Pengadilan Khusus:
Pengadilan Pajak
Pengadilan Khusus:
Mahkamah Syari’ah Nanggroe Aceh Darussalam
46
47. PengadilanMiliter
Banding
BAB III
PENUTUP
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945 menyatakan dengan tegas bahwa Indonesia adalah negara
hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia harus memiliki seperangkat penegak
hukum dalam rangka menjunjung tinggi hukum dan keadilan bagi warganya.
Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945
telah memuat ketentuan dasar mengenai Kekuasaan Kehakiman di Indonesia.
Lembaga Negara pemegang Kekuasaan Kehakiman di Indonesia adalah
Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang dibantu oleh badan lain yakni
Komisi Yudisial. Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi yang
membawahi empat lingkungan peradilan, yaitu Peradilan Umum, Peradilan
Agama, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Militer. Masing-masing
lingkungan peradilan memiliki pengadilan tingkat pertama yang berada di
kabupaten/kota dan tingkat banding yang berada di provinsi dan semuanya
berpuncak pada Mahkamah Agung dalam hal kasasi dan peninjauan kembali.
Disamping itu juga terdapat beberapa pengadilan khusus seperti Pengadilan
47
48. HAM, Pengadilan Anak, Pengadilan Perikanan, Pengadilan Niaga, Pengadilan
Hubungan Industrial, dan Pengadilan Adat Papua di lingkungan Peradilan Umum,
Mahkamah Syari’ah Nanggroe Aceh Darussalam di lingkungan Peradilan Agama
dan Pengadilan Pajak di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Sedangkan di
lingkungan Peradilan Militer terdapat Pengadilan Militer, Pengadilan Militer
Tinggi, Pengadilan Militer Utama dan Pengadilan Pertempuran.
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga baru memiliki tugas utama
menjaga konstitusi, yaitu menguji undang-undang atas Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Komisi Yudisial yang juga
sebagai lembaga baru di era reformasi ini memiliki peran utama mengenai
pengusulan dan pengangkatan hakim agung serta menegakkan kehormatan dan
keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim di seluruh lingkungan peradilan
dan fungsi pengawasan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Latief. 2004. Reformasi dan Paradigma Penegakan Hukum Menuju
Pemerintahan yang Bersih. Yogyakarta: UII Press.
Andi Hamzah. 2005. Pemberantasan Korupsi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
C.S.T. Kansil. 1986. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta:
Pradnya Paramita.
Gatot Supramono. 2005. Hukum Acara Pengadilan Anak. Jakarta: Djambatan.
Gemala Dewi. 2005. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia,
Jakarta: Prenada Media.
Jimly Assiddiqie. 2003. Konstitusi dan Konstitusionalisme. Jakarta: Sekretaris
Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
______2006. Pengantar Ilmu Hukum Jilid II. Jakarta: Sekretaris Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
______2006. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi.
Jakarta: Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia.
Kunthoro Basuki dan Retno Supartinah. 1984. Bunga Rampai Ilmu Hukum dari
Sudikno Mertokusumo. Yogyakarta: Liberty.
48
49. Marwan Effendy. 2005. Kejaksaan RI, Posisi dan Fungsinya dari Perpektif
Hukum. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mukti Arto. 2001. Konsepsi Ideal Mahkamah Agung. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Musthofa. 2005. Kepaniteraan Peradilan Agama. Jakarta: Kencana.
Subekti. 1978. Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya Pramita.
Sudikno Mertokusumo. 2008. Mengenal Hukum suatu Pengantar. Yogyakarta:
Liberty.
Simorangkir dkk. 2008. Kamus Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Wantjik Saleh. 1976. Kehakiman dan Peradilan. Jakarta: Simbur Cahaya
Wiyono. 2007. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Sinar
Grafika.
Zaeni Asyhadie. 2009. Pengadilan Hubungan Industrial. Jakarta: Rajawali Press.
DAFTAR UNDANG-UNDANG
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan AtasUndang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
49