SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 8
Baixar para ler offline
TUGAS MATA KULIAH
EKONOMI DAN KEBIJAKAN WILAYAH
(PWK601)
Dosen Pengampu
Dr. Drs. PM. Brotosunaryo, MSP.
PERAN KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER
DALAM PENGURANGAN KEMACETAN LALU LINTAS
Disusun oleh:
BRAMANTIYO MARJUKI
21040116410036
MAGISTER PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
1
I. PENDAHULUAN
Fenomena perkembangan fisik kota – kota besar di Pulau Jawa telah berlangsung sejak
dasawarsa 70-an dan terus berlanjut seiring dengan meningkatnya aktivitas perekonomian
kekotaan di kota – kota tersebut (Evers, 2007). Pertambahan penduduk dan peningkatan
aktivitas perekonomian di kawasan perkotaan ini pada akhirnya akan mempengaruhi
kemampuan kota dalam mendukung pemenuhan kebutuhan penduduknya. Imbas langsung
pertumbuhan penduduk di kawasan perkotaan yang paling utama adalah tingginya kebutuhan
permukiman, dan berkembangnya industri dan aktivitas komersial. Upaya pemenuhan
kebutuhan atas lahan terbangun ini pada akhirnya mengambil lahan pertanian yang sudah ada
dan mengakibatkan konversi lahan yang berlangsung secara masif dalam kurun waktu 30 tahun
terakhir ini. Fenomena perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian untuk kasus
Indonesia melahirkan bentukan penggunaan lahan dengan karakteristik campuran antara
perkotaan dan perdesaan yang disebut “desakota” dengan proses yang disebut “kotadesasi”
(McGee, 1995 dalam Firman, 2008). Proses kotadesasi di Pulau Jawa dalam skala besar bahkan
telah melahirkan fenomena yang disebut “Megaurbanisasi” yang terjadi antara Jakarta dan
Bandung sebagaimana dikemukakan oleh Firman (2009). Terhadap perkembangan kota, jika
pemangku kebijakan kota tidak tanggap mengenai hal ini, akan berdampak negatif dalam wujud
degradasi lingkungan, penurunan kualitas layanan, kriminalisasi, munculnya permukiman yang
tidak tertata (kumuh), kemacetan lalu lintas perkotaan dan permasalahan kota lainnya.
Kemacetan lalu lintas merupakan permasalahan umum perkotaan yang dampak
negatifnya semakin terasa di Indonesia, terutama di kota – kota besar seperti Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar. Kemacetan lalu lintas muncul terutama akibat
intensifnya pergerakan manusia dari daerah pinggiran menuju pusat kota menggunakan
kendaraan pribadi (Soesilowati, 2008). Data kajian SITRAMP Tahun 2004 dalam Sidjabat (2015)
menunjukkan bahwa kemacetan di Jakarta telah menyebabkan kerugian sebesar 8,3 trilyun
rupiah. Nilai ini kemungkinan sekarang jumlahnya lebih besar lagi karena kemacetan yang terjadi
semakin meningkat dari waktu ke waktu. Penyebab kemacetan lalu lintas di kota besar, terutama
Jakarta, dari hasil kajian Sidjabat (2015) salah satunya disebabkan oleh tingginya jumlah
kendaraan bermotor pribadi yang melintasi jalan-jalan di kawasan perkotaan. Jumlah kendaraan
bermotor pribadi yang terus meningkat ini merupakan implikasi dari strategi pemasaran industri
otomotif yang mempermudah skema pembelian kendaraan bermotor melalui fasilitasi kredit
pembelian kendaraan (Vincent, 2011).
Adanya peran industri dalam pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang turut
menyumbang permasalahan kemacetan lalulintas memerlukan intervensi pemerintah untuk
turun tangan mengatur mekanisme permintaan dan penawaran kendaraan bermotor. Intervensi
dimaksud dapat muncul antara lain dari kebijakan fiskal maupun moneter yang merupakan
wewenang pemerintah. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengkaji peran dari kebijakan ekonomi
pemerintah tersebut (fiskal dan moneter) dalam upaya pengurangan kemacetan lalulintas di kota
besar di Indonesia.
II. PERAN KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER DALAM PENGURANGAN
KEMACETAN LALU LINTAS DI INDONESIA
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter saling berpengaruh satu sama lain dalam kegiatan
perekonomian suatu negara. Jika kebijakan moneter dipengaruhi beberapa variabel utama antara
lain suku bunga, pertumbuhan ekonomi (Gross Domestic Product/GDP), inflasi, dan kurs valuta
asing, maka dalam kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan
2
pengeluaran pemerintah (government expenditure). Terkait dengan kebijakan fiskal dan
kebijakan moneter, terdapat empat sektor yang sangat berpengaruh dalam menciptakan
pendapatan dan pengeluaran. Keempat sektor tersebut adalah (1) sektor rumah tangga; (2)
sektor perusahaan; (3) sektor pemerintah dan (4) sektor internasional/luar negeri. Adapun
untuk pembahasan kebijakan fiskal dan moneter pada tulisan ini hanya akan dibatasi pada sektor
pemerintah.
II.1 Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperoleh
dana dan kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dana tersebut guna
melaksanakan pembangunan. Dengan kata lain, kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah
yang terkait dengan penerimaan atau pengeluaran negara. Dalam hal ini pemerintah
mengarahkan kondisi perekonomian yang lebih baik melalui kebijakan pengelolaan penerimaan
dan pengeluaran negara atau dikenal dengan nama Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN). Untuk kasus Indonesia, sesuai dengan UU No 17 Tahun 2003, kebijakan fiskal
didelegasikan oleh presiden kepada Menteri Keuangan.
Tujuan dari kebijakan fiskal adalah aktivitas ekonomi negara dapat berjalan lancar, yang
meliputi (1) peningkatan pertumbuhan ekonomi; (2) kestabilan harga; dan (3) pemerataan
pendapatan (Sriyana, 2005). Kebijakan fiskal diharapkan dapat memicu pertumbuhan ekonomi
dan mengurangi inflasi, namun dalam kenyataannya, adanya peningkatan belanja tanpa
diimbangi penarikan pajak dapat menyebabkan defisit anggaran yang berpengaruh terhadap
inflasi.
Literatur ekonomi makro dewasa ini mengelompokkan dampak kebijakan fiskal menjadi
dua aspek, yaitu dampak terhadap sisi permintaan (demand side effect) dan dampak pada sisi
penawaran (supply side effect). Untuk dampak pada sisi penawaran, Surjaningsih et al (2012)
mengemukakan bahwa kebijakan fiskal mempunyai implikasi jangkan panjang karena kebijakan
ini dapat mengatasi masalah keterbatasan kapasitas produksi. Sementara untuk sisi permintaan,
pengaruhnya dapat dijelaskan melalui pendekatan Keynes.
Pendekatan Keynesian mengasumsikan adanya Price Rigidity dan Excess Capacity yang
berimplikasi pada output permintaan ditentukan oleh permintaan agregat (demand driven).
Dalam kondisi resesi, sebagaimana diterangkan Keynes, perekonomian yang berbasis mekanisme
pasar tidak akan mampu pulih tanpa adanya intervensi dari pemerintah. Kebijakan moneter tidak
akan mampu memulihkan perekonomian karena kebijakan ini hanya bergantung pada
penurunan suku bunga, sementara pada kondisi resesi tingkat suku bunga sudah rendah atau
mendekati nol.
Bentuk intervensi kebijakan fiskal dalam pemulihan ekonomi dapat muncul dari
peningkatan pengeluaran pemerintah atau pemotongan pajak (Surjaningsih et al, 2012).
Pemotongan pajak akan meningkatkan disposable income dan pada akhirnya akan memicu rumah
tangga untuk meningkatkan konsumsi (meningkatkan permintaan). Pemotongan pajak ini akan
memiliki multiplier effect apabila dibarengi dengan peningkatan pengeluaran pemerintah.
Namun demikian, umumnya pemotongan pajak dianggap kurang potensial untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dibanding peningkatan pengeluaran pemerintah, terutama pada masa
resesi.
3
II.2 Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan ekonomi dengan menambah atau mengurangi
jumlah uang yang beredar untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi. Kebijakan moneter dilakukan
untuk mengindari terjadinya inflasi, pengangguran, penurunan ekonomi, dan kesulitan dalam
pembayaran internasional (Goldfeld dan Lester, 1986). Terkait dengan pengelolaan kebijakan
moneter di Indonesia, sesuai dengan UU Nomor 3 Tahun 2005, pengelolaan kebijakan moneter
didelegasikan kepada bank sentral yang dalam hal ini adalah Bank Indonesia. Bank Indonesia
menyusun dan mengimplementasikan kebijakan moneter dengan tujuan akhir menjaga dan
memelihara kestabilan nilai rupiah yang tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil.
Untuk tujuan tersebut, Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan yang disebut dengan
BI Rate (Sihono, 2010).
Kebijakan moneter Bank Indonesia melalui BI Rate bekerja melalui beberapa jalur,
diantaranya yaitu jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga asset dan jalur
ekspektasi (Sihono, 2010). Pada jalur suku bunga dan kredit, perubahan BI Rate mempengaruhi
suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Apabila perekonomian dalam kondisi
lesu, Bank Indonesia dapat menjalankan kebijaksanaan moneter melalui penurunan suku bunga
untuk mendorong aktivitas ekonomi. Penurunan suku bunga BI Rate menurunkan suku bunga
kredit sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan rumah tangga akan meningkat.
Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan
investasi. Hal ini akan meningkatkan aktivitas konsumsi dan investasi sehingga aktivitas
perekonomian meningkat. Sebaliknya, apabila tekanan inflasi mengalami kenaikan, Bank
Indonesia merespon dengan menaikkan suku bunga BI Rate untuk mengerem aktivitas
perekonomian yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi.
Untuk kebijakan jalur nilai tukar, kenaikan BI Rate akan mendorong kenaikan selisih
antara suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih suku
bunga tersebut akan mendorong investor untuk menanamkan modal ke Indonesia seperti SBI
karena mereka akan mendapatkan pengembalian investasi yang tinggi. Aliran modal asing masuk
ini akan mendorong apresiasi nilai tukar rupiah. Apresiasi rupiah mengakibatkan harga barang
impor lebih murah dan barang ekspor di luar negeri menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif
sehingga akan mendorong impor dan mengurangi ekspor, akan berdampak menurunnya
pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian (Sihono, 2010).
Perubahan suku bunga BI Rate juga mempengaruhi perekonomian makro melalui
perubahan harga aset. Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga aset seperti saham dan
obligasi sehingga mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang pada gilirannya
mengurangi kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti konsumsi dan
investasi. Terakhir, perubahan suku bunga kepada kegiatan ekonomi juga mempengaruhi
ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi). Penurunan suku bunga yang diperkirakan akan
mendorong aktivitas ekonomi dan mengurangi inflasi, mendorong pekerja untuk mengantisipasi
kenaikan inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi. Upah ini pada akhirnya akan dibebankan
oleh produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga (Sihono, 2010).
II.3 Kemacetan Lalulintas
Kemacetan lalulintas (Traffic congestion) adalah salah satu permasalahan umum yang
ditemukan di banyak kawasan perkotaan di seluruh dunia, utamanya di negara-negara
berkembang. Kemacetan membawa banyak dampak negatif seperti konsumsi energi yang
berlebih, transportasi antar tempat yang tidak efisien, polusi udara, dan pada akhirnya akan
4
mengancam keberlanjutan kota. Menurut Weisbrod et al (2001), kemacetan lalulintas dapat
didefinisikan sebagai kondisi pelambatan lalulintas (aliran lalulintas melambat dalam kecepatan
yang tidak bisa ditolerir) yang disebabkan oleh jumlah kendaraan yang menggunakan jalan
melebihi kapasitas kemampuan jaringan jalan untuk menampung kendaraan tersebut. Terkait
dengan terjadinya kemacetan, Ye (2012) berpendapat bahwa hakekat kemacetan lalulintas
terletak pada ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran transportasi. Peningkatan
jumlah, lebar dan panjang jaringan jalan selalu menjadi solusi yang ditawarkan untuk
mengantisipasi kemacetan. Namun dari apa yang sudah dipraktekkan di banyak negara, yang
terjadi adalah lingkaran setan berupa “kemacetan – membangun jalan – pengurangan intensitas
macet – peningkatan permintaan transportasi – muncul kemacetan baru – membangun jalan
kembali” (Ye, 2012).
Kemacetan lalulintas sendiri jika dilihat dari karakteristik keterjadian dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu, kemacetan berulang (recurrent congestion) dan kemacetan tidak berulang
(non-recurrent congestion). Kemacetan berulang disebabkan oleh kelimpahan kendaraan yang
terjadi di lokasi yang sama pada waktu tertentu, yang diakibatkan oleh aktivitas rutin seperti
aktivitas pulang-pergi (commuting), rekreasi maupun perjalanan akhir pekan. Sementara
kemacetan tidak berulang biasanya disebabkan oleh kejadian luar biasa yang terjadi di jalan
seperti kecelakaan dan cuaca buruk (Thwala et al, 2012).
Berbagai strategi telah dikembangkan dan dirumuskan untuk mencegah dan mengurangi
kemacetan lalulintas. Untuk kasus Indonesia, selain kebijakan yang bersifat umum seperti
penambahan dan peningkatan jalan, implementasi penataan ruang dan tata guna lahan yang
efektif, serta penguatan transportasi publik, juga telah muncul usulan solusi berbasis teknologi
seperti pengembangan Intelligence Transportation System (Pandia, 2013) dan Travel Demand
Management (Prayudyanto dan Tamin, 2007).
II.4 Peran Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Pengurangan Kemacetan Lalu Lintas di
Indonesia
Kemacetan lalulintas kawasan perkotaan di Indonesia dewasa ini membawa banyak
permasalahan yang berpotensi membuat transportasi lumpuh dan tidak berfungsi (gridlock).
Kemacetan menimbulkan banyak dampak negatif di kawasan perkotaan di Indonesia baik di Jawa
maupun luar Jawa seperti konsumsi BBM berlebih, waktu perjalanan yang tidak efisien, polusi
udara, penurunan kualitas sosial ekonomi dan dampak negatif lainnya. Kerugian akibat
kemacetan lalulintas diperkirakan mencapai trilyunan rupiah setiap tahunnya dan mungkin akan
terus meningkat apabila tidak dipikirkan strategi pengurangan dan pengendaliannya.
Jenis kemacetan yang terjadi di kawasan perkotaan Indonesia yang menimbulkan
dampak negatif terbesar adalah kemacetan berulang (recurring congestion). Jenis kemacetan ini
terjadi umumnya di kawasan perkotaan yang menjadi pusat kegiatan dan primate cities seperti
Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar dan Medan. Kemacetan berulang juga mulai
muncul di kawasan perkotaan metropolitan yang sedang berkembang seperti Yogyakarta,
Surakarta, dan Malang. Kemacetan berulang di kawasan perkotaan Indonesia umumnya
disebabkan oleh urbanisasi intensif yang sudah berlangsung puluhan tahun, dan menimbulkan
munculnya permukiman padat di kawasan pinggiran (hinterland/fringe) dimana penduduk di
kawasan ini kebanyakan bekerja di pusat kota, sehingga sehari-harinya mereka melakukan
aktivitas pulang-pergi (commuting) di hari kerja dan rekreasi di akhir pekan. Kemacetan muncul
karena jumlah kendaraan pribadi yang masuk ke pusat kota jumlahnya sedemikian besar
sehingga kapasitas jalan yang ada tidak mampu menampung kendaraan tersebut. Fenomena
kemacetan berulang di kawasan perkotaan akibat aktivitas commuting umumnya terjadi di pagi
5
dan sore hari. Kemacetan lalulintas di kawasan megaurban seperti Jakarta bahkan sudah
menunjukkan gejala inefisiensi akut, sehingga perjalanan dari kawasan pinggiran ke pusat kota
yang pada kondisi normal hanya memerlukan waktu 1 jam dalam kondisi macet bisa mencapai 3
jam.
Lepas dari kewajiban pemerintah yang sudah menyediakan dan meningkatkan layanan
infrastruktur transportasi tiap tahunnya, kemacetan lalulintas perkotaan pada umumnya
memang disebabkan oleh penggunaan kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor) yang
berlebih sehingga jalan yang ada tidak mampu menampung. Kelonggaran regulasi dan strategi
pemasaran industri otomotif yang memudahkan pembelian kendaraan melalui fasilitas kredit
menyebabkan orang berani melakukan konsumsi pembelian kendaraan pribadi walaupun jika
dilihat dari aspek pendapatan sebenarnya belum mampu. Terlebih sudah umum diketahui bahwa
sektor transportasi publik di kawasan perkotaan Indonesia tidak dikelola dengan baik, sehingga
penggunaan kendaraan pribadi merupakan pilihan yang mau tidak mau harus diambil oleh
sebagian besar penduduk perkotaan.
Dilihat dari kebijakan fiskal yang telah dilakukan pemerintah terkait sektor transportasi,
pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian
Perhubungan, Pemerintah Daerah, dan Badan Usaha Milik Negara/Daerah telah berupaya
mengalokasikan anggaran dan belanja untuk menambah dan meningkatkan sarana dan
prasarana transportasi, namun kemacetan tidak juga berkurang melainkan semakin bertambah.
Hal ini sesuai dengan pernyataan lingkaran setan transportasi yang dikemukakan Ye (2012)
bahwa penambahan dan pelebaran jalan hanya akan memancing permintaan penggunaan
kendaraan pribadi yang lebih besar. Lingkaran setan transportasi ini dapat dipecahkan apabila
sektor transportasi publik dan kebijakan fiskal terkait sektor tersebut ditingkatkan. Akan tetapi
kebijakan ini bukan suatu hal yang mudah dilaksanakan mengingat kesadaran akan
permasalahan transportasi munculnya terlambat dan jalan sudah terlanjur macet, sehingga
pembenahan transportasi publik memerlukan biaya yang sangat besar, memerlukan waktu yang
lama serta tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah sendiri. Dengan kata lain, investasi swasta
baik asing maupun domestik sangat diperlukan, dan ini tidak mudah untuk dilaksanakan karena
pertimbangannya menjadi tidak semata-mata pelayanan, tetapi juga investasi yang
mengharapkan keuntungan ekonomi.
Agar dapat menyelesaikan permasalahan transportasi kemacetan lalulintas kawasan
perkotaan, pertumbuhan kepemilikan kendaraan bermotor harus dikendalikan dan pada saat
yang sama, kebijakan fiskal belanja infrastruktur transportasi, baik sarana maupun prasarana
harus dilanjutkan. Secara fiskal, pengendalian pertumbuhan kepemilikan kendaraan bermotor
dapat dimunculkan dari kebijakan kenaikan pajak (melalui strategi pajak progresif misalnya)
yang diharapkan dapat mengurangi konsumsi pembelian kendaraan. Namun kebijakan ini akan
menimbulkan dampak negatif apabila tidak dibarengi dengan peningkatan layanan transportasi
publik karena permintaan akan kendaraan pribadi sudah sedemikian besar sehingga apabila
direduksi hanya dari satu arah, yang terjadi adalah aktivitas ekonomi menjadi terhambat dan
justru akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Dua kebijakan fiskal paralel ini secara strategis
akan menguntungkan karena pemerintah mendapatkan tambahan pendapatan dari kebijakan
penaikan pajak yang kemudian langsung dibelanjakan untuk peningkatan sarana dan prasarana
transportasi publik, dan ketika pembelian kendaraan bermotor telah berkurang serta
pendapatan pajak dari sektor ini menurun (akibat kesadaran penggunaan transportasi publik
yang membaik), pemerintah telah memiliki sektor pendapatan lain dari penggunaan transportasi
publik (atau dampak ikutan seperti penghematan sektor energi dari konsumsi BBM yang
berkurang), untuk terus dibelanjakan guna meningkatkan kualitas pelayanan transportasi publik.
6
Di samping itu, pada tahap ini kemungkinan sektor swasta sudah mulai berani untuk berinvestasi
mengingat kesadaran dan pertumbuhan penggunaan transportasi publik sudah muncul, sehingga
beban penyediaan transportasi tidak hanya ditanggung oleh pemerintah sendiri.
Kebijakan fiskal yang berorientasi pengurangan kepemilikan kendaraan bermotor dapat
didukung dengan kebijakan moneter, yang dalam hal ini adalah manajemen suku bunga kredit
(politik diskonto) atau melaksanakan politik pagu kredit (Plafon credit policy). Melalui politik
pagu kredit, pemerintah dapat mengatur skema pemberian kredit kepemilikan kendaraan
bermotor, sekaligus mengawasi dan mengurangi strategi pemasaran industri otomotif yang
seringkali serampangan dan hanya mempertimbangkan output produk terserap dalam
menyusun skema kredit. Sementara politik diskonto akan beroperasi pada tingkatan suku bunga,
sehingga penyusunan skema kredit pembelian kendaraan oleh industri otomotif dapat dibatasi
keleluasaannya dan masyarakat tidak dengan gampang mengajukan kredit kepemilikan
kendaraan bermotor.
III. KESIMPULAN
Kebijakan fiskal dan moneter merupakan wewenang pemerintah yang dilakukan untuk
mewujudkan perekonomian negara yang sehat, berkelanjutan dan berdaya saing. Terkait dengan
permasalahan kemacetan lalulintas yang terjadi di sebagian kawasan perkotaan metropolitan di
Indonesia yang semakin meluas, dua kebijakan ini beserta instrumen-instrumennya dapat
digunakan untuk mengurangi dan meminimalisir agar dampak negatifnya tidak semakin besar.
Pada dasarnya, kemacetan lalulintas tidak dapat diminimalisir dengan hanya meningkatkan
jumlah dan kualitas infrastruktur transportasi (penyediaan jalan), tetapi juga harus dilihat dari
aspek pertumbuhan kepemilikan kendaraan pribadi. Kebijakan fiskal dan moneter dapat
berperan dalam mengurangi permintaan kendaraan pribadi. Namun kebijakan ini harus
dibarengi dengan peningkatan layanan transportasi publik karena pada dasarnya permintaan
kendaraan pribadi yang tinggi muncul salah satunya dari transportasi publik yang tidak terkelola
dengan baik dan tidak dapat diandalkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari masyarakat
perkotaan.
DAFTAR PUSTAKA
Evers, H. D. (2007). The End of Urban Involution and the Cultural Construction of Urbanism in
Indonesia. Internationales Asien Forum, 38 (1-2), 51-65.
Firman, T. (2009). The Continuity and Change in Mega-urbanization in Indonesia: A Survey of
Jakarta-Bandung Region (JBR) Development. Habitat International, 33, 327-339.
Firman, T. (2008). The Patterns of Indonesia’s Urbanization, 1980-2007. Paper dipresentasikan di
2008 Population Association of America Annual Meeting Program.
Goldfeld, S. M., & Lester, V. C. 1986. The Economics of Money and Banking 9th Edition. California:
Harper & Row Publisher Inc.
Pandia, H. (2013). Pengembangan Model Intelligence Transportation System (ITS) untuk Solusi
Kemacetan di Indonesia. Jurnal TelKa, 5 (1), 9-19.
Prayudyanto, M. N., & Tamin, O. Z. (2007). Perbandingan Penerapan Travel Demand Management
di Singapura dan London. Jurnal Transportasi, 7 (1), 23-32.
7
Sidjabat, S. (2015). Revitalisasi Angkutan Umum untuk Mengurangi Kemacetan Jakarta. Jurnal
Manajemen Bisnis Transportasi dan Logistik, 1 (2), 309-330.
Sihono, T. (2010). Statement Kebijakan Moneter. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, 7 (1), 1-17.
Soesilowati, E. (2008). Dampak Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang Terhadap Kemacetan
Lalulintas di Wilayah Pinggiran dan Kebijakan yang Ditempuhnya. Jejak, 1 (1), 9-18.
Sriyana, J. (2005). Ketahanan Fiskal: Studi Kasus Malaysia dan Indonesia. Jurnal Ekonomi
Pembangunan, 10 (2), 123-132.
Surjaningsih, N., Utari, G. A. D., & Trisnanto, B. (2012). Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Output
dan Inflasi. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, (April 2012), 389-420.
Thwala, W. D., Eluwa, S. E., Ajagbe, M. A., Ojo, K. A., Duncan, E. E., Gafar, Y. O., & Abdullah, A. (2012).
Traffic Congestion, Causes and Effect on Residents of Urban Cities in Nigeria.
Dipresentasikan pada Asian Conference on the Social Sciences 2012, Osaka, Jepang.
Vincent, W. (2011). Kisah Surabaya: Permasalahan dan Solusi Untuk meningkatkan Mobilitas
Urban. Prakarsa, 6 (April 2011), 14-16.
Weisbrod, G., Vary, D., & Treyz, G. (2001) Economic Implications of Congestion. NCHRPReport 463,
Washington, DC.: Transportation Research Board.
Ye, S. (2012). Research on Urban Road Traffic Congestion Charging Based on Sustainable
Development. Physics Procedia, 24 (2012), 1567-1572.

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Bussiness plan lumpia
Bussiness plan lumpiaBussiness plan lumpia
Bussiness plan lumpiaHeny Eka
 
Ppt Pertumbuhan ekonomi
Ppt Pertumbuhan ekonomiPpt Pertumbuhan ekonomi
Ppt Pertumbuhan ekonomiR Anggara
 
Institusi pendukung-lembaga-keuangan-syariah
Institusi pendukung-lembaga-keuangan-syariahInstitusi pendukung-lembaga-keuangan-syariah
Institusi pendukung-lembaga-keuangan-syariahmasids
 
Presentasi PKM GT
Presentasi PKM GTPresentasi PKM GT
Presentasi PKM GTRaysha md
 
Etika Bisnis - Minggu 4
Etika Bisnis - Minggu 4Etika Bisnis - Minggu 4
Etika Bisnis - Minggu 4devinhgr
 
Sim, indah herlina, hapzi ali, sistem informasi manajemen pada pt. pertamina ...
Sim, indah herlina, hapzi ali, sistem informasi manajemen pada pt. pertamina ...Sim, indah herlina, hapzi ali, sistem informasi manajemen pada pt. pertamina ...
Sim, indah herlina, hapzi ali, sistem informasi manajemen pada pt. pertamina ...Indah Herlina
 
Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl
Upaya pemerintah dalam menanggulangi pklUpaya pemerintah dalam menanggulangi pkl
Upaya pemerintah dalam menanggulangi pklRidwan Qizilbash
 
Cara Menghitung Indeks Pembangunan Manusia
Cara Menghitung Indeks Pembangunan ManusiaCara Menghitung Indeks Pembangunan Manusia
Cara Menghitung Indeks Pembangunan ManusiaRandy Wrihatnolo
 
8 dasar teori perkembangan pengeluaran pemerintah
8  dasar teori perkembangan pengeluaran pemerintah8  dasar teori perkembangan pengeluaran pemerintah
8 dasar teori perkembangan pengeluaran pemerintahRatih Puji Astuti
 
Kuliah 6 teori ketergantungan
Kuliah 6 teori ketergantunganKuliah 6 teori ketergantungan
Kuliah 6 teori ketergantunganMukhrizal Effendi
 
Soal kebijakan moneter dan fiskal lampiran soal tes pengetahuan
Soal kebijakan moneter dan fiskal lampiran soal tes pengetahuanSoal kebijakan moneter dan fiskal lampiran soal tes pengetahuan
Soal kebijakan moneter dan fiskal lampiran soal tes pengetahuanT'Janross Ingiend
 
Pertanyaan dan jawaban presentasi kelompok 3
Pertanyaan dan jawaban presentasi kelompok 3Pertanyaan dan jawaban presentasi kelompok 3
Pertanyaan dan jawaban presentasi kelompok 3natal kristiono
 
PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial
PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial
PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial Zulfira Farah Nubua
 
(12) NERACA PEMBAYARAN
(12) NERACA PEMBAYARAN(12) NERACA PEMBAYARAN
(12) NERACA PEMBAYARANBakhrul Ulum
 
Sistem Mata Pencaharian
Sistem Mata PencaharianSistem Mata Pencaharian
Sistem Mata PencaharianErna Mariana
 
Bank Sentral (Bank Indonesia)
Bank Sentral (Bank Indonesia)Bank Sentral (Bank Indonesia)
Bank Sentral (Bank Indonesia)Nur Muhamad Fikri
 
Kebijakan fiskal. moneter dan investasi
Kebijakan fiskal. moneter dan  investasiKebijakan fiskal. moneter dan  investasi
Kebijakan fiskal. moneter dan investasiSugeng Budiharsono
 

Mais procurados (20)

Bussiness plan lumpia
Bussiness plan lumpiaBussiness plan lumpia
Bussiness plan lumpia
 
Ppt Pertumbuhan ekonomi
Ppt Pertumbuhan ekonomiPpt Pertumbuhan ekonomi
Ppt Pertumbuhan ekonomi
 
Institusi pendukung-lembaga-keuangan-syariah
Institusi pendukung-lembaga-keuangan-syariahInstitusi pendukung-lembaga-keuangan-syariah
Institusi pendukung-lembaga-keuangan-syariah
 
Presentasi PKM GT
Presentasi PKM GTPresentasi PKM GT
Presentasi PKM GT
 
PEMIKIRAN MAZHAB KLASIK
PEMIKIRAN MAZHAB KLASIKPEMIKIRAN MAZHAB KLASIK
PEMIKIRAN MAZHAB KLASIK
 
Etika Bisnis - Minggu 4
Etika Bisnis - Minggu 4Etika Bisnis - Minggu 4
Etika Bisnis - Minggu 4
 
Paradigma Pembangunan
Paradigma PembangunanParadigma Pembangunan
Paradigma Pembangunan
 
Sim, indah herlina, hapzi ali, sistem informasi manajemen pada pt. pertamina ...
Sim, indah herlina, hapzi ali, sistem informasi manajemen pada pt. pertamina ...Sim, indah herlina, hapzi ali, sistem informasi manajemen pada pt. pertamina ...
Sim, indah herlina, hapzi ali, sistem informasi manajemen pada pt. pertamina ...
 
Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl
Upaya pemerintah dalam menanggulangi pklUpaya pemerintah dalam menanggulangi pkl
Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl
 
Cara Menghitung Indeks Pembangunan Manusia
Cara Menghitung Indeks Pembangunan ManusiaCara Menghitung Indeks Pembangunan Manusia
Cara Menghitung Indeks Pembangunan Manusia
 
Perkembangan sosiologi di indonesia
Perkembangan sosiologi di indonesiaPerkembangan sosiologi di indonesia
Perkembangan sosiologi di indonesia
 
8 dasar teori perkembangan pengeluaran pemerintah
8  dasar teori perkembangan pengeluaran pemerintah8  dasar teori perkembangan pengeluaran pemerintah
8 dasar teori perkembangan pengeluaran pemerintah
 
Kuliah 6 teori ketergantungan
Kuliah 6 teori ketergantunganKuliah 6 teori ketergantungan
Kuliah 6 teori ketergantungan
 
Soal kebijakan moneter dan fiskal lampiran soal tes pengetahuan
Soal kebijakan moneter dan fiskal lampiran soal tes pengetahuanSoal kebijakan moneter dan fiskal lampiran soal tes pengetahuan
Soal kebijakan moneter dan fiskal lampiran soal tes pengetahuan
 
Pertanyaan dan jawaban presentasi kelompok 3
Pertanyaan dan jawaban presentasi kelompok 3Pertanyaan dan jawaban presentasi kelompok 3
Pertanyaan dan jawaban presentasi kelompok 3
 
PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial
PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial
PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial
 
(12) NERACA PEMBAYARAN
(12) NERACA PEMBAYARAN(12) NERACA PEMBAYARAN
(12) NERACA PEMBAYARAN
 
Sistem Mata Pencaharian
Sistem Mata PencaharianSistem Mata Pencaharian
Sistem Mata Pencaharian
 
Bank Sentral (Bank Indonesia)
Bank Sentral (Bank Indonesia)Bank Sentral (Bank Indonesia)
Bank Sentral (Bank Indonesia)
 
Kebijakan fiskal. moneter dan investasi
Kebijakan fiskal. moneter dan  investasiKebijakan fiskal. moneter dan  investasi
Kebijakan fiskal. moneter dan investasi
 

Destaque

Membuat map packages di ArcGIS
Membuat map packages di ArcGISMembuat map packages di ArcGIS
Membuat map packages di ArcGISbramantiyo marjuki
 
Aglomerasi Ekonomi di Indonesia, Sebuah Sintesa
Aglomerasi Ekonomi di Indonesia, Sebuah SintesaAglomerasi Ekonomi di Indonesia, Sebuah Sintesa
Aglomerasi Ekonomi di Indonesia, Sebuah Sintesabramantiyo marjuki
 
Perencanaan Hub Logistik Sederhana Berbasis Tabulasi Silang dan GIS
Perencanaan Hub Logistik Sederhana Berbasis Tabulasi Silang dan GISPerencanaan Hub Logistik Sederhana Berbasis Tabulasi Silang dan GIS
Perencanaan Hub Logistik Sederhana Berbasis Tabulasi Silang dan GISbramantiyo marjuki
 
Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...
Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...
Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...bramantiyo marjuki
 
Kebijakan moneter & fiskal
Kebijakan moneter & fiskalKebijakan moneter & fiskal
Kebijakan moneter & fiskalWahono Diphayana
 
Mengapa Gameloft Memilih Yogyakarta?
Mengapa Gameloft Memilih Yogyakarta?Mengapa Gameloft Memilih Yogyakarta?
Mengapa Gameloft Memilih Yogyakarta?bramantiyo marjuki
 
Faktor - Faktor Disparitas Antar Wilayah Kabupaten Pati
Faktor - Faktor Disparitas Antar Wilayah Kabupaten PatiFaktor - Faktor Disparitas Antar Wilayah Kabupaten Pati
Faktor - Faktor Disparitas Antar Wilayah Kabupaten Patibramantiyo marjuki
 
Modul 17 ekonomi uang dan bank
Modul 17 ekonomi uang dan bankModul 17 ekonomi uang dan bank
Modul 17 ekonomi uang dan bankandi muzakkir
 
Georisk buku pedoman analisis risiko (penanggulangan bencana)
Georisk buku pedoman analisis risiko (penanggulangan bencana)Georisk buku pedoman analisis risiko (penanggulangan bencana)
Georisk buku pedoman analisis risiko (penanggulangan bencana)Achmad Wahid
 
paper kebijakan fiskal
paper kebijakan fiskalpaper kebijakan fiskal
paper kebijakan fiskalMulyadi Yusuf
 
Aplikasi kebijakan fiskal dalam bisnis
Aplikasi kebijakan fiskal dalam bisnisAplikasi kebijakan fiskal dalam bisnis
Aplikasi kebijakan fiskal dalam bisnisWahono Diphayana
 
Analisis Pasar Persaingan Sempurna-Samuelson Nordhaus
Analisis Pasar Persaingan Sempurna-Samuelson NordhausAnalisis Pasar Persaingan Sempurna-Samuelson Nordhaus
Analisis Pasar Persaingan Sempurna-Samuelson NordhausAi Amm
 
Disaster Risk Mapping Project, 2013, Kolaka , Sulawesi Tenggara, Indonesia
Disaster Risk Mapping Project, 2013, Kolaka , Sulawesi Tenggara, IndonesiaDisaster Risk Mapping Project, 2013, Kolaka , Sulawesi Tenggara, Indonesia
Disaster Risk Mapping Project, 2013, Kolaka , Sulawesi Tenggara, Indonesiabramantiyo marjuki
 
Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008
Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008
Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008bramantiyo marjuki
 
Report Landuse Mapping Kutai Barat, 2011, WWF Indonesia
Report Landuse Mapping Kutai Barat, 2011, WWF IndonesiaReport Landuse Mapping Kutai Barat, 2011, WWF Indonesia
Report Landuse Mapping Kutai Barat, 2011, WWF Indonesiabramantiyo marjuki
 
Tutorial ASTER Imagery Orthorectification Using ENVI Software
Tutorial ASTER Imagery Orthorectification Using ENVI SoftwareTutorial ASTER Imagery Orthorectification Using ENVI Software
Tutorial ASTER Imagery Orthorectification Using ENVI Softwarebramantiyo marjuki
 
Ekonomi internasional kuliah 2 1
Ekonomi internasional kuliah 2 1Ekonomi internasional kuliah 2 1
Ekonomi internasional kuliah 2 1akbar syahputra
 

Destaque (20)

Membuat map packages di ArcGIS
Membuat map packages di ArcGISMembuat map packages di ArcGIS
Membuat map packages di ArcGIS
 
Aglomerasi Ekonomi di Indonesia, Sebuah Sintesa
Aglomerasi Ekonomi di Indonesia, Sebuah SintesaAglomerasi Ekonomi di Indonesia, Sebuah Sintesa
Aglomerasi Ekonomi di Indonesia, Sebuah Sintesa
 
Perencanaan Hub Logistik Sederhana Berbasis Tabulasi Silang dan GIS
Perencanaan Hub Logistik Sederhana Berbasis Tabulasi Silang dan GISPerencanaan Hub Logistik Sederhana Berbasis Tabulasi Silang dan GIS
Perencanaan Hub Logistik Sederhana Berbasis Tabulasi Silang dan GIS
 
Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...
Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...
Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...
 
Kebijakan moneter & fiskal
Kebijakan moneter & fiskalKebijakan moneter & fiskal
Kebijakan moneter & fiskal
 
Profil kota semarang
Profil kota semarangProfil kota semarang
Profil kota semarang
 
Mengapa Gameloft Memilih Yogyakarta?
Mengapa Gameloft Memilih Yogyakarta?Mengapa Gameloft Memilih Yogyakarta?
Mengapa Gameloft Memilih Yogyakarta?
 
Faktor - Faktor Disparitas Antar Wilayah Kabupaten Pati
Faktor - Faktor Disparitas Antar Wilayah Kabupaten PatiFaktor - Faktor Disparitas Antar Wilayah Kabupaten Pati
Faktor - Faktor Disparitas Antar Wilayah Kabupaten Pati
 
Modul 17 ekonomi uang dan bank
Modul 17 ekonomi uang dan bankModul 17 ekonomi uang dan bank
Modul 17 ekonomi uang dan bank
 
Georisk buku pedoman analisis risiko (penanggulangan bencana)
Georisk buku pedoman analisis risiko (penanggulangan bencana)Georisk buku pedoman analisis risiko (penanggulangan bencana)
Georisk buku pedoman analisis risiko (penanggulangan bencana)
 
paper kebijakan fiskal
paper kebijakan fiskalpaper kebijakan fiskal
paper kebijakan fiskal
 
Aplikasi kebijakan fiskal dalam bisnis
Aplikasi kebijakan fiskal dalam bisnisAplikasi kebijakan fiskal dalam bisnis
Aplikasi kebijakan fiskal dalam bisnis
 
Jurnal
JurnalJurnal
Jurnal
 
Analisis Pasar Persaingan Sempurna-Samuelson Nordhaus
Analisis Pasar Persaingan Sempurna-Samuelson NordhausAnalisis Pasar Persaingan Sempurna-Samuelson Nordhaus
Analisis Pasar Persaingan Sempurna-Samuelson Nordhaus
 
Disaster Risk Mapping Project, 2013, Kolaka , Sulawesi Tenggara, Indonesia
Disaster Risk Mapping Project, 2013, Kolaka , Sulawesi Tenggara, IndonesiaDisaster Risk Mapping Project, 2013, Kolaka , Sulawesi Tenggara, Indonesia
Disaster Risk Mapping Project, 2013, Kolaka , Sulawesi Tenggara, Indonesia
 
Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008
Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008
Metode Pemetaan Risiko Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta 2008
 
Report Landuse Mapping Kutai Barat, 2011, WWF Indonesia
Report Landuse Mapping Kutai Barat, 2011, WWF IndonesiaReport Landuse Mapping Kutai Barat, 2011, WWF Indonesia
Report Landuse Mapping Kutai Barat, 2011, WWF Indonesia
 
Tutorial ASTER Imagery Orthorectification Using ENVI Software
Tutorial ASTER Imagery Orthorectification Using ENVI SoftwareTutorial ASTER Imagery Orthorectification Using ENVI Software
Tutorial ASTER Imagery Orthorectification Using ENVI Software
 
Ekonomi internasional kuliah 2 1
Ekonomi internasional kuliah 2 1Ekonomi internasional kuliah 2 1
Ekonomi internasional kuliah 2 1
 
Pasar Persaingan Sempurna
Pasar Persaingan SempurnaPasar Persaingan Sempurna
Pasar Persaingan Sempurna
 

Semelhante a Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas

Implementasi kebijakan fiskal moneter kemacetan lalu lintas perkotaan
Implementasi kebijakan fiskal moneter kemacetan lalu lintas perkotaanImplementasi kebijakan fiskal moneter kemacetan lalu lintas perkotaan
Implementasi kebijakan fiskal moneter kemacetan lalu lintas perkotaanpujiatisrirejeki
 
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi daerah
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi daerahHubungan antara pertumbuhan ekonomi daerah
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi daerahPriyo Hari Adi
 
Analisis pertumbuhan ekonomi, investasi, inflasi di indonesia
Analisis pertumbuhan ekonomi, investasi, inflasi di indonesiaAnalisis pertumbuhan ekonomi, investasi, inflasi di indonesia
Analisis pertumbuhan ekonomi, investasi, inflasi di indonesiaSuaditya Dika
 
Isi proposal teknis kajian kerangka kebijakan investasi
Isi proposal teknis kajian kerangka kebijakan investasiIsi proposal teknis kajian kerangka kebijakan investasi
Isi proposal teknis kajian kerangka kebijakan investasiSlamet MF
 
Nailatur fitria.docx
Nailatur fitria.docxNailatur fitria.docx
Nailatur fitria.docxNandaTika
 
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbn
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbnTransparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbn
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbnwandranatuna
 
PERKEMBANGAN TINGKAT INFLASI DI INDONESIA BAGIAN TIMUR PRIODE JANUARI-NOVEMB...
PERKEMBANGAN TINGKAT INFLASI DI INDONESIA BAGIAN TIMUR  PRIODE JANUARI-NOVEMB...PERKEMBANGAN TINGKAT INFLASI DI INDONESIA BAGIAN TIMUR  PRIODE JANUARI-NOVEMB...
PERKEMBANGAN TINGKAT INFLASI DI INDONESIA BAGIAN TIMUR PRIODE JANUARI-NOVEMB...AfneiNganBillyTumba
 
Crowiding out
Crowiding outCrowiding out
Crowiding outri_yanti
 
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.pdf
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.pdfAnalisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.pdf
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.pdfZukét Printing
 
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.docx
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.docxAnalisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.docx
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.docxZukét Printing
 
Kelompok 7
Kelompok 7Kelompok 7
Kelompok 7olerafif
 
Analisis Neraca Pembayaran Indonesia Pendekatan Model ECM.pdf
Analisis Neraca Pembayaran Indonesia Pendekatan Model ECM.pdfAnalisis Neraca Pembayaran Indonesia Pendekatan Model ECM.pdf
Analisis Neraca Pembayaran Indonesia Pendekatan Model ECM.pdfpoppy251661
 
Kebijakan fiskal_ sistem ekonomi Indonesia
Kebijakan fiskal_ sistem ekonomi Indonesia Kebijakan fiskal_ sistem ekonomi Indonesia
Kebijakan fiskal_ sistem ekonomi Indonesia MithaQhaulia
 

Semelhante a Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas (20)

Implementasi kebijakan fiskal moneter kemacetan lalu lintas perkotaan
Implementasi kebijakan fiskal moneter kemacetan lalu lintas perkotaanImplementasi kebijakan fiskal moneter kemacetan lalu lintas perkotaan
Implementasi kebijakan fiskal moneter kemacetan lalu lintas perkotaan
 
Sektoral Perekonomian Indonesia
Sektoral Perekonomian Indonesia Sektoral Perekonomian Indonesia
Sektoral Perekonomian Indonesia
 
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi daerah
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi daerahHubungan antara pertumbuhan ekonomi daerah
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi daerah
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Analisis pertumbuhan ekonomi, investasi, inflasi di indonesia
Analisis pertumbuhan ekonomi, investasi, inflasi di indonesiaAnalisis pertumbuhan ekonomi, investasi, inflasi di indonesia
Analisis pertumbuhan ekonomi, investasi, inflasi di indonesia
 
Kebijakan moneter
Kebijakan moneterKebijakan moneter
Kebijakan moneter
 
Isi proposal teknis kajian kerangka kebijakan investasi
Isi proposal teknis kajian kerangka kebijakan investasiIsi proposal teknis kajian kerangka kebijakan investasi
Isi proposal teknis kajian kerangka kebijakan investasi
 
Nailatur fitria.docx
Nailatur fitria.docxNailatur fitria.docx
Nailatur fitria.docx
 
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbn
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbnTransparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbn
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbn
 
PERKEMBANGAN TINGKAT INFLASI DI INDONESIA BAGIAN TIMUR PRIODE JANUARI-NOVEMB...
PERKEMBANGAN TINGKAT INFLASI DI INDONESIA BAGIAN TIMUR  PRIODE JANUARI-NOVEMB...PERKEMBANGAN TINGKAT INFLASI DI INDONESIA BAGIAN TIMUR  PRIODE JANUARI-NOVEMB...
PERKEMBANGAN TINGKAT INFLASI DI INDONESIA BAGIAN TIMUR PRIODE JANUARI-NOVEMB...
 
Crowiding out
Crowiding outCrowiding out
Crowiding out
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
273-649-1-SM.pdf
273-649-1-SM.pdf273-649-1-SM.pdf
273-649-1-SM.pdf
 
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.pdf
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.pdfAnalisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.pdf
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.pdf
 
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.docx
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.docxAnalisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.docx
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.docx
 
Kelompok 7
Kelompok 7Kelompok 7
Kelompok 7
 
Fiscal policy ~ ira kristina l. tobing
Fiscal policy ~ ira kristina l. tobingFiscal policy ~ ira kristina l. tobing
Fiscal policy ~ ira kristina l. tobing
 
Analisis Neraca Pembayaran Indonesia Pendekatan Model ECM.pdf
Analisis Neraca Pembayaran Indonesia Pendekatan Model ECM.pdfAnalisis Neraca Pembayaran Indonesia Pendekatan Model ECM.pdf
Analisis Neraca Pembayaran Indonesia Pendekatan Model ECM.pdf
 
Kebijakan fiskal_ sistem ekonomi Indonesia
Kebijakan fiskal_ sistem ekonomi Indonesia Kebijakan fiskal_ sistem ekonomi Indonesia
Kebijakan fiskal_ sistem ekonomi Indonesia
 
Ekonomi Mikro & Makro
Ekonomi Mikro & MakroEkonomi Mikro & Makro
Ekonomi Mikro & Makro
 

Mais de bramantiyo marjuki

Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrintPemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrintbramantiyo marjuki
 
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processingHow to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processingbramantiyo marjuki
 
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography PracticesCrowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography Practicesbramantiyo marjuki
 
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...bramantiyo marjuki
 
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID bramantiyo marjuki
 
Mapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR ImageryMapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR Imagerybramantiyo marjuki
 
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?bramantiyo marjuki
 
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017bramantiyo marjuki
 
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan UtaraFGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utarabramantiyo marjuki
 
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALILaporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALIbramantiyo marjuki
 
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...bramantiyo marjuki
 
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization PracticesStakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization Practicesbramantiyo marjuki
 
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus DistrictJenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus Districtbramantiyo marjuki
 
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in IndonesiaPlanning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesiabramantiyo marjuki
 
Planning theory in Waster Management
Planning theory in Waster ManagementPlanning theory in Waster Management
Planning theory in Waster Managementbramantiyo marjuki
 
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...bramantiyo marjuki
 
A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata, A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata, bramantiyo marjuki
 
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...bramantiyo marjuki
 
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 TahunPerkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahunbramantiyo marjuki
 
Critical review insights debate about urban decline urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline  urban regenerationCritical review insights debate about urban decline  urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline urban regenerationbramantiyo marjuki
 

Mais de bramantiyo marjuki (20)

Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrintPemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
 
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processingHow to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
 
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography PracticesCrowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
 
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
 
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
 
Mapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR ImageryMapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR Imagery
 
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
 
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
 
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan UtaraFGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
 
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALILaporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
 
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
 
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization PracticesStakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
 
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus DistrictJenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
 
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in IndonesiaPlanning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
 
Planning theory in Waster Management
Planning theory in Waster ManagementPlanning theory in Waster Management
Planning theory in Waster Management
 
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
 
A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata, A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata,
 
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
 
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 TahunPerkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
 
Critical review insights debate about urban decline urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline  urban regenerationCritical review insights debate about urban decline  urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline urban regeneration
 

Último

Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIPresentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIariwidiyani3
 
power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.
power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.
power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.tency1
 
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptxKelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptxWitaadw
 
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdfMembaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdfindigobig
 
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaKelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaErvina Puspita
 
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIAPPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIACochipsPJW
 
Metodologi penelitian teknik sipil unesa
Metodologi penelitian teknik sipil unesaMetodologi penelitian teknik sipil unesa
Metodologi penelitian teknik sipil unesaYanuarBayu2
 
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdfMutiaraArafah2
 
MODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptx
MODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptxMODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptx
MODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptx12MIPA3NurulKartikaS
 

Último (9)

Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIPresentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
 
power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.
power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.
power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.
 
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptxKelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
 
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdfMembaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
 
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaKelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
 
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIAPPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
 
Metodologi penelitian teknik sipil unesa
Metodologi penelitian teknik sipil unesaMetodologi penelitian teknik sipil unesa
Metodologi penelitian teknik sipil unesa
 
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
 
MODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptx
MODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptxMODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptx
MODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptx
 

Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas

  • 1. TUGAS MATA KULIAH EKONOMI DAN KEBIJAKAN WILAYAH (PWK601) Dosen Pengampu Dr. Drs. PM. Brotosunaryo, MSP. PERAN KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER DALAM PENGURANGAN KEMACETAN LALU LINTAS Disusun oleh: BRAMANTIYO MARJUKI 21040116410036 MAGISTER PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2016
  • 2. 1 I. PENDAHULUAN Fenomena perkembangan fisik kota – kota besar di Pulau Jawa telah berlangsung sejak dasawarsa 70-an dan terus berlanjut seiring dengan meningkatnya aktivitas perekonomian kekotaan di kota – kota tersebut (Evers, 2007). Pertambahan penduduk dan peningkatan aktivitas perekonomian di kawasan perkotaan ini pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan kota dalam mendukung pemenuhan kebutuhan penduduknya. Imbas langsung pertumbuhan penduduk di kawasan perkotaan yang paling utama adalah tingginya kebutuhan permukiman, dan berkembangnya industri dan aktivitas komersial. Upaya pemenuhan kebutuhan atas lahan terbangun ini pada akhirnya mengambil lahan pertanian yang sudah ada dan mengakibatkan konversi lahan yang berlangsung secara masif dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ini. Fenomena perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian untuk kasus Indonesia melahirkan bentukan penggunaan lahan dengan karakteristik campuran antara perkotaan dan perdesaan yang disebut “desakota” dengan proses yang disebut “kotadesasi” (McGee, 1995 dalam Firman, 2008). Proses kotadesasi di Pulau Jawa dalam skala besar bahkan telah melahirkan fenomena yang disebut “Megaurbanisasi” yang terjadi antara Jakarta dan Bandung sebagaimana dikemukakan oleh Firman (2009). Terhadap perkembangan kota, jika pemangku kebijakan kota tidak tanggap mengenai hal ini, akan berdampak negatif dalam wujud degradasi lingkungan, penurunan kualitas layanan, kriminalisasi, munculnya permukiman yang tidak tertata (kumuh), kemacetan lalu lintas perkotaan dan permasalahan kota lainnya. Kemacetan lalu lintas merupakan permasalahan umum perkotaan yang dampak negatifnya semakin terasa di Indonesia, terutama di kota – kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar. Kemacetan lalu lintas muncul terutama akibat intensifnya pergerakan manusia dari daerah pinggiran menuju pusat kota menggunakan kendaraan pribadi (Soesilowati, 2008). Data kajian SITRAMP Tahun 2004 dalam Sidjabat (2015) menunjukkan bahwa kemacetan di Jakarta telah menyebabkan kerugian sebesar 8,3 trilyun rupiah. Nilai ini kemungkinan sekarang jumlahnya lebih besar lagi karena kemacetan yang terjadi semakin meningkat dari waktu ke waktu. Penyebab kemacetan lalu lintas di kota besar, terutama Jakarta, dari hasil kajian Sidjabat (2015) salah satunya disebabkan oleh tingginya jumlah kendaraan bermotor pribadi yang melintasi jalan-jalan di kawasan perkotaan. Jumlah kendaraan bermotor pribadi yang terus meningkat ini merupakan implikasi dari strategi pemasaran industri otomotif yang mempermudah skema pembelian kendaraan bermotor melalui fasilitasi kredit pembelian kendaraan (Vincent, 2011). Adanya peran industri dalam pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang turut menyumbang permasalahan kemacetan lalulintas memerlukan intervensi pemerintah untuk turun tangan mengatur mekanisme permintaan dan penawaran kendaraan bermotor. Intervensi dimaksud dapat muncul antara lain dari kebijakan fiskal maupun moneter yang merupakan wewenang pemerintah. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengkaji peran dari kebijakan ekonomi pemerintah tersebut (fiskal dan moneter) dalam upaya pengurangan kemacetan lalulintas di kota besar di Indonesia. II. PERAN KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER DALAM PENGURANGAN KEMACETAN LALU LINTAS DI INDONESIA Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter saling berpengaruh satu sama lain dalam kegiatan perekonomian suatu negara. Jika kebijakan moneter dipengaruhi beberapa variabel utama antara lain suku bunga, pertumbuhan ekonomi (Gross Domestic Product/GDP), inflasi, dan kurs valuta asing, maka dalam kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan
  • 3. 2 pengeluaran pemerintah (government expenditure). Terkait dengan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, terdapat empat sektor yang sangat berpengaruh dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran. Keempat sektor tersebut adalah (1) sektor rumah tangga; (2) sektor perusahaan; (3) sektor pemerintah dan (4) sektor internasional/luar negeri. Adapun untuk pembahasan kebijakan fiskal dan moneter pada tulisan ini hanya akan dibatasi pada sektor pemerintah. II.1 Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperoleh dana dan kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dana tersebut guna melaksanakan pembangunan. Dengan kata lain, kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah yang terkait dengan penerimaan atau pengeluaran negara. Dalam hal ini pemerintah mengarahkan kondisi perekonomian yang lebih baik melalui kebijakan pengelolaan penerimaan dan pengeluaran negara atau dikenal dengan nama Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Untuk kasus Indonesia, sesuai dengan UU No 17 Tahun 2003, kebijakan fiskal didelegasikan oleh presiden kepada Menteri Keuangan. Tujuan dari kebijakan fiskal adalah aktivitas ekonomi negara dapat berjalan lancar, yang meliputi (1) peningkatan pertumbuhan ekonomi; (2) kestabilan harga; dan (3) pemerataan pendapatan (Sriyana, 2005). Kebijakan fiskal diharapkan dapat memicu pertumbuhan ekonomi dan mengurangi inflasi, namun dalam kenyataannya, adanya peningkatan belanja tanpa diimbangi penarikan pajak dapat menyebabkan defisit anggaran yang berpengaruh terhadap inflasi. Literatur ekonomi makro dewasa ini mengelompokkan dampak kebijakan fiskal menjadi dua aspek, yaitu dampak terhadap sisi permintaan (demand side effect) dan dampak pada sisi penawaran (supply side effect). Untuk dampak pada sisi penawaran, Surjaningsih et al (2012) mengemukakan bahwa kebijakan fiskal mempunyai implikasi jangkan panjang karena kebijakan ini dapat mengatasi masalah keterbatasan kapasitas produksi. Sementara untuk sisi permintaan, pengaruhnya dapat dijelaskan melalui pendekatan Keynes. Pendekatan Keynesian mengasumsikan adanya Price Rigidity dan Excess Capacity yang berimplikasi pada output permintaan ditentukan oleh permintaan agregat (demand driven). Dalam kondisi resesi, sebagaimana diterangkan Keynes, perekonomian yang berbasis mekanisme pasar tidak akan mampu pulih tanpa adanya intervensi dari pemerintah. Kebijakan moneter tidak akan mampu memulihkan perekonomian karena kebijakan ini hanya bergantung pada penurunan suku bunga, sementara pada kondisi resesi tingkat suku bunga sudah rendah atau mendekati nol. Bentuk intervensi kebijakan fiskal dalam pemulihan ekonomi dapat muncul dari peningkatan pengeluaran pemerintah atau pemotongan pajak (Surjaningsih et al, 2012). Pemotongan pajak akan meningkatkan disposable income dan pada akhirnya akan memicu rumah tangga untuk meningkatkan konsumsi (meningkatkan permintaan). Pemotongan pajak ini akan memiliki multiplier effect apabila dibarengi dengan peningkatan pengeluaran pemerintah. Namun demikian, umumnya pemotongan pajak dianggap kurang potensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dibanding peningkatan pengeluaran pemerintah, terutama pada masa resesi.
  • 4. 3 II.2 Kebijakan Moneter Kebijakan moneter adalah kebijakan ekonomi dengan menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi. Kebijakan moneter dilakukan untuk mengindari terjadinya inflasi, pengangguran, penurunan ekonomi, dan kesulitan dalam pembayaran internasional (Goldfeld dan Lester, 1986). Terkait dengan pengelolaan kebijakan moneter di Indonesia, sesuai dengan UU Nomor 3 Tahun 2005, pengelolaan kebijakan moneter didelegasikan kepada bank sentral yang dalam hal ini adalah Bank Indonesia. Bank Indonesia menyusun dan mengimplementasikan kebijakan moneter dengan tujuan akhir menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Untuk tujuan tersebut, Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan yang disebut dengan BI Rate (Sihono, 2010). Kebijakan moneter Bank Indonesia melalui BI Rate bekerja melalui beberapa jalur, diantaranya yaitu jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga asset dan jalur ekspektasi (Sihono, 2010). Pada jalur suku bunga dan kredit, perubahan BI Rate mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Apabila perekonomian dalam kondisi lesu, Bank Indonesia dapat menjalankan kebijaksanaan moneter melalui penurunan suku bunga untuk mendorong aktivitas ekonomi. Penurunan suku bunga BI Rate menurunkan suku bunga kredit sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan rumah tangga akan meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan investasi. Hal ini akan meningkatkan aktivitas konsumsi dan investasi sehingga aktivitas perekonomian meningkat. Sebaliknya, apabila tekanan inflasi mengalami kenaikan, Bank Indonesia merespon dengan menaikkan suku bunga BI Rate untuk mengerem aktivitas perekonomian yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi. Untuk kebijakan jalur nilai tukar, kenaikan BI Rate akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut akan mendorong investor untuk menanamkan modal ke Indonesia seperti SBI karena mereka akan mendapatkan pengembalian investasi yang tinggi. Aliran modal asing masuk ini akan mendorong apresiasi nilai tukar rupiah. Apresiasi rupiah mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan barang ekspor di luar negeri menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong impor dan mengurangi ekspor, akan berdampak menurunnya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian (Sihono, 2010). Perubahan suku bunga BI Rate juga mempengaruhi perekonomian makro melalui perubahan harga aset. Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga aset seperti saham dan obligasi sehingga mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang pada gilirannya mengurangi kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti konsumsi dan investasi. Terakhir, perubahan suku bunga kepada kegiatan ekonomi juga mempengaruhi ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi). Penurunan suku bunga yang diperkirakan akan mendorong aktivitas ekonomi dan mengurangi inflasi, mendorong pekerja untuk mengantisipasi kenaikan inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi. Upah ini pada akhirnya akan dibebankan oleh produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga (Sihono, 2010). II.3 Kemacetan Lalulintas Kemacetan lalulintas (Traffic congestion) adalah salah satu permasalahan umum yang ditemukan di banyak kawasan perkotaan di seluruh dunia, utamanya di negara-negara berkembang. Kemacetan membawa banyak dampak negatif seperti konsumsi energi yang berlebih, transportasi antar tempat yang tidak efisien, polusi udara, dan pada akhirnya akan
  • 5. 4 mengancam keberlanjutan kota. Menurut Weisbrod et al (2001), kemacetan lalulintas dapat didefinisikan sebagai kondisi pelambatan lalulintas (aliran lalulintas melambat dalam kecepatan yang tidak bisa ditolerir) yang disebabkan oleh jumlah kendaraan yang menggunakan jalan melebihi kapasitas kemampuan jaringan jalan untuk menampung kendaraan tersebut. Terkait dengan terjadinya kemacetan, Ye (2012) berpendapat bahwa hakekat kemacetan lalulintas terletak pada ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran transportasi. Peningkatan jumlah, lebar dan panjang jaringan jalan selalu menjadi solusi yang ditawarkan untuk mengantisipasi kemacetan. Namun dari apa yang sudah dipraktekkan di banyak negara, yang terjadi adalah lingkaran setan berupa “kemacetan – membangun jalan – pengurangan intensitas macet – peningkatan permintaan transportasi – muncul kemacetan baru – membangun jalan kembali” (Ye, 2012). Kemacetan lalulintas sendiri jika dilihat dari karakteristik keterjadian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu, kemacetan berulang (recurrent congestion) dan kemacetan tidak berulang (non-recurrent congestion). Kemacetan berulang disebabkan oleh kelimpahan kendaraan yang terjadi di lokasi yang sama pada waktu tertentu, yang diakibatkan oleh aktivitas rutin seperti aktivitas pulang-pergi (commuting), rekreasi maupun perjalanan akhir pekan. Sementara kemacetan tidak berulang biasanya disebabkan oleh kejadian luar biasa yang terjadi di jalan seperti kecelakaan dan cuaca buruk (Thwala et al, 2012). Berbagai strategi telah dikembangkan dan dirumuskan untuk mencegah dan mengurangi kemacetan lalulintas. Untuk kasus Indonesia, selain kebijakan yang bersifat umum seperti penambahan dan peningkatan jalan, implementasi penataan ruang dan tata guna lahan yang efektif, serta penguatan transportasi publik, juga telah muncul usulan solusi berbasis teknologi seperti pengembangan Intelligence Transportation System (Pandia, 2013) dan Travel Demand Management (Prayudyanto dan Tamin, 2007). II.4 Peran Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Pengurangan Kemacetan Lalu Lintas di Indonesia Kemacetan lalulintas kawasan perkotaan di Indonesia dewasa ini membawa banyak permasalahan yang berpotensi membuat transportasi lumpuh dan tidak berfungsi (gridlock). Kemacetan menimbulkan banyak dampak negatif di kawasan perkotaan di Indonesia baik di Jawa maupun luar Jawa seperti konsumsi BBM berlebih, waktu perjalanan yang tidak efisien, polusi udara, penurunan kualitas sosial ekonomi dan dampak negatif lainnya. Kerugian akibat kemacetan lalulintas diperkirakan mencapai trilyunan rupiah setiap tahunnya dan mungkin akan terus meningkat apabila tidak dipikirkan strategi pengurangan dan pengendaliannya. Jenis kemacetan yang terjadi di kawasan perkotaan Indonesia yang menimbulkan dampak negatif terbesar adalah kemacetan berulang (recurring congestion). Jenis kemacetan ini terjadi umumnya di kawasan perkotaan yang menjadi pusat kegiatan dan primate cities seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar dan Medan. Kemacetan berulang juga mulai muncul di kawasan perkotaan metropolitan yang sedang berkembang seperti Yogyakarta, Surakarta, dan Malang. Kemacetan berulang di kawasan perkotaan Indonesia umumnya disebabkan oleh urbanisasi intensif yang sudah berlangsung puluhan tahun, dan menimbulkan munculnya permukiman padat di kawasan pinggiran (hinterland/fringe) dimana penduduk di kawasan ini kebanyakan bekerja di pusat kota, sehingga sehari-harinya mereka melakukan aktivitas pulang-pergi (commuting) di hari kerja dan rekreasi di akhir pekan. Kemacetan muncul karena jumlah kendaraan pribadi yang masuk ke pusat kota jumlahnya sedemikian besar sehingga kapasitas jalan yang ada tidak mampu menampung kendaraan tersebut. Fenomena kemacetan berulang di kawasan perkotaan akibat aktivitas commuting umumnya terjadi di pagi
  • 6. 5 dan sore hari. Kemacetan lalulintas di kawasan megaurban seperti Jakarta bahkan sudah menunjukkan gejala inefisiensi akut, sehingga perjalanan dari kawasan pinggiran ke pusat kota yang pada kondisi normal hanya memerlukan waktu 1 jam dalam kondisi macet bisa mencapai 3 jam. Lepas dari kewajiban pemerintah yang sudah menyediakan dan meningkatkan layanan infrastruktur transportasi tiap tahunnya, kemacetan lalulintas perkotaan pada umumnya memang disebabkan oleh penggunaan kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor) yang berlebih sehingga jalan yang ada tidak mampu menampung. Kelonggaran regulasi dan strategi pemasaran industri otomotif yang memudahkan pembelian kendaraan melalui fasilitas kredit menyebabkan orang berani melakukan konsumsi pembelian kendaraan pribadi walaupun jika dilihat dari aspek pendapatan sebenarnya belum mampu. Terlebih sudah umum diketahui bahwa sektor transportasi publik di kawasan perkotaan Indonesia tidak dikelola dengan baik, sehingga penggunaan kendaraan pribadi merupakan pilihan yang mau tidak mau harus diambil oleh sebagian besar penduduk perkotaan. Dilihat dari kebijakan fiskal yang telah dilakukan pemerintah terkait sektor transportasi, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, Pemerintah Daerah, dan Badan Usaha Milik Negara/Daerah telah berupaya mengalokasikan anggaran dan belanja untuk menambah dan meningkatkan sarana dan prasarana transportasi, namun kemacetan tidak juga berkurang melainkan semakin bertambah. Hal ini sesuai dengan pernyataan lingkaran setan transportasi yang dikemukakan Ye (2012) bahwa penambahan dan pelebaran jalan hanya akan memancing permintaan penggunaan kendaraan pribadi yang lebih besar. Lingkaran setan transportasi ini dapat dipecahkan apabila sektor transportasi publik dan kebijakan fiskal terkait sektor tersebut ditingkatkan. Akan tetapi kebijakan ini bukan suatu hal yang mudah dilaksanakan mengingat kesadaran akan permasalahan transportasi munculnya terlambat dan jalan sudah terlanjur macet, sehingga pembenahan transportasi publik memerlukan biaya yang sangat besar, memerlukan waktu yang lama serta tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah sendiri. Dengan kata lain, investasi swasta baik asing maupun domestik sangat diperlukan, dan ini tidak mudah untuk dilaksanakan karena pertimbangannya menjadi tidak semata-mata pelayanan, tetapi juga investasi yang mengharapkan keuntungan ekonomi. Agar dapat menyelesaikan permasalahan transportasi kemacetan lalulintas kawasan perkotaan, pertumbuhan kepemilikan kendaraan bermotor harus dikendalikan dan pada saat yang sama, kebijakan fiskal belanja infrastruktur transportasi, baik sarana maupun prasarana harus dilanjutkan. Secara fiskal, pengendalian pertumbuhan kepemilikan kendaraan bermotor dapat dimunculkan dari kebijakan kenaikan pajak (melalui strategi pajak progresif misalnya) yang diharapkan dapat mengurangi konsumsi pembelian kendaraan. Namun kebijakan ini akan menimbulkan dampak negatif apabila tidak dibarengi dengan peningkatan layanan transportasi publik karena permintaan akan kendaraan pribadi sudah sedemikian besar sehingga apabila direduksi hanya dari satu arah, yang terjadi adalah aktivitas ekonomi menjadi terhambat dan justru akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Dua kebijakan fiskal paralel ini secara strategis akan menguntungkan karena pemerintah mendapatkan tambahan pendapatan dari kebijakan penaikan pajak yang kemudian langsung dibelanjakan untuk peningkatan sarana dan prasarana transportasi publik, dan ketika pembelian kendaraan bermotor telah berkurang serta pendapatan pajak dari sektor ini menurun (akibat kesadaran penggunaan transportasi publik yang membaik), pemerintah telah memiliki sektor pendapatan lain dari penggunaan transportasi publik (atau dampak ikutan seperti penghematan sektor energi dari konsumsi BBM yang berkurang), untuk terus dibelanjakan guna meningkatkan kualitas pelayanan transportasi publik.
  • 7. 6 Di samping itu, pada tahap ini kemungkinan sektor swasta sudah mulai berani untuk berinvestasi mengingat kesadaran dan pertumbuhan penggunaan transportasi publik sudah muncul, sehingga beban penyediaan transportasi tidak hanya ditanggung oleh pemerintah sendiri. Kebijakan fiskal yang berorientasi pengurangan kepemilikan kendaraan bermotor dapat didukung dengan kebijakan moneter, yang dalam hal ini adalah manajemen suku bunga kredit (politik diskonto) atau melaksanakan politik pagu kredit (Plafon credit policy). Melalui politik pagu kredit, pemerintah dapat mengatur skema pemberian kredit kepemilikan kendaraan bermotor, sekaligus mengawasi dan mengurangi strategi pemasaran industri otomotif yang seringkali serampangan dan hanya mempertimbangkan output produk terserap dalam menyusun skema kredit. Sementara politik diskonto akan beroperasi pada tingkatan suku bunga, sehingga penyusunan skema kredit pembelian kendaraan oleh industri otomotif dapat dibatasi keleluasaannya dan masyarakat tidak dengan gampang mengajukan kredit kepemilikan kendaraan bermotor. III. KESIMPULAN Kebijakan fiskal dan moneter merupakan wewenang pemerintah yang dilakukan untuk mewujudkan perekonomian negara yang sehat, berkelanjutan dan berdaya saing. Terkait dengan permasalahan kemacetan lalulintas yang terjadi di sebagian kawasan perkotaan metropolitan di Indonesia yang semakin meluas, dua kebijakan ini beserta instrumen-instrumennya dapat digunakan untuk mengurangi dan meminimalisir agar dampak negatifnya tidak semakin besar. Pada dasarnya, kemacetan lalulintas tidak dapat diminimalisir dengan hanya meningkatkan jumlah dan kualitas infrastruktur transportasi (penyediaan jalan), tetapi juga harus dilihat dari aspek pertumbuhan kepemilikan kendaraan pribadi. Kebijakan fiskal dan moneter dapat berperan dalam mengurangi permintaan kendaraan pribadi. Namun kebijakan ini harus dibarengi dengan peningkatan layanan transportasi publik karena pada dasarnya permintaan kendaraan pribadi yang tinggi muncul salah satunya dari transportasi publik yang tidak terkelola dengan baik dan tidak dapat diandalkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari masyarakat perkotaan. DAFTAR PUSTAKA Evers, H. D. (2007). The End of Urban Involution and the Cultural Construction of Urbanism in Indonesia. Internationales Asien Forum, 38 (1-2), 51-65. Firman, T. (2009). The Continuity and Change in Mega-urbanization in Indonesia: A Survey of Jakarta-Bandung Region (JBR) Development. Habitat International, 33, 327-339. Firman, T. (2008). The Patterns of Indonesia’s Urbanization, 1980-2007. Paper dipresentasikan di 2008 Population Association of America Annual Meeting Program. Goldfeld, S. M., & Lester, V. C. 1986. The Economics of Money and Banking 9th Edition. California: Harper & Row Publisher Inc. Pandia, H. (2013). Pengembangan Model Intelligence Transportation System (ITS) untuk Solusi Kemacetan di Indonesia. Jurnal TelKa, 5 (1), 9-19. Prayudyanto, M. N., & Tamin, O. Z. (2007). Perbandingan Penerapan Travel Demand Management di Singapura dan London. Jurnal Transportasi, 7 (1), 23-32.
  • 8. 7 Sidjabat, S. (2015). Revitalisasi Angkutan Umum untuk Mengurangi Kemacetan Jakarta. Jurnal Manajemen Bisnis Transportasi dan Logistik, 1 (2), 309-330. Sihono, T. (2010). Statement Kebijakan Moneter. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, 7 (1), 1-17. Soesilowati, E. (2008). Dampak Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang Terhadap Kemacetan Lalulintas di Wilayah Pinggiran dan Kebijakan yang Ditempuhnya. Jejak, 1 (1), 9-18. Sriyana, J. (2005). Ketahanan Fiskal: Studi Kasus Malaysia dan Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 10 (2), 123-132. Surjaningsih, N., Utari, G. A. D., & Trisnanto, B. (2012). Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Output dan Inflasi. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, (April 2012), 389-420. Thwala, W. D., Eluwa, S. E., Ajagbe, M. A., Ojo, K. A., Duncan, E. E., Gafar, Y. O., & Abdullah, A. (2012). Traffic Congestion, Causes and Effect on Residents of Urban Cities in Nigeria. Dipresentasikan pada Asian Conference on the Social Sciences 2012, Osaka, Jepang. Vincent, W. (2011). Kisah Surabaya: Permasalahan dan Solusi Untuk meningkatkan Mobilitas Urban. Prakarsa, 6 (April 2011), 14-16. Weisbrod, G., Vary, D., & Treyz, G. (2001) Economic Implications of Congestion. NCHRPReport 463, Washington, DC.: Transportation Research Board. Ye, S. (2012). Research on Urban Road Traffic Congestion Charging Based on Sustainable Development. Physics Procedia, 24 (2012), 1567-1572.