SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 8
Baixar para ler offline
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove
Sebagai Salah Satu Sumberdaya Wilayah Pesisir
(Studi Kasus di Delta Sungai Wulan Kabupaten Demak)
Septiana Fathurrohmah
1
Karina Bunga Hati
2
dan Bramantiyo Marjuki
3
1,2
Penerima Program Beasiswa Unggulan 2011 BPKLN, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia pada Program Magister Perencanaan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran
Sungai, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Telp. 0817258193, 081808725565
email : septianafath@gmail.com, karinabungahati@yahoo.co.id
3
SeksiTeknis dan Pengembangan Data Spasial, Balai PemetaanTematik Prasarana Dasar, Pusat
Pengolahan Data, Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta.
Telp. 081286891086
email : b_marjuki@pu.go.id
Abstrak
Indonesia memiliki wilayah pesisir cukup luas dengan garis pantai terpanjang keempat di dunia, yaitu
mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Wilayah pesisir tersebut menyimpan
potensi sumberdaya yang melimpah. Salah satu sumberdaya yang dimiliki oleh sebagian wilayah
pesisir Indonesia adalah hutan mangrove. Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis, fungsi sosial dan
ekonomi, serta fungsi fisik. Oleh karenananya, diperlukan pengelolaan yang optimal terhadap hutan
mangrove. Pengelolaan hutan mangrove dapat dipermudah dengan memanfaatkan aplikasi
penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Aplikasi pengelolaan hutan mangrove dapat
dilakukan melalui interpretasi visual citra penginderaan jauh untuk mengetahui persebaran komunitas
vegetasi mangrove di suatu wilayah. Apabila data penginderaan jauh yang digunakan bersifat
multitemporal, maka dapat diaplikasikan untuk kegiatan monitoring, seperti monitoring perubahan
luasan, monitoring perubahan distribusi tutupan lahan, dan lain sebagainya. Seiring dengan
perkembangannya, saat ini, teknik penginderaan jauh yang diintegrasikan dengan teknik Sistem
Informasi Geografis semakin membantu dalam penyediaan basis data spasial mangrove melalui
berbagai aplikasi. Sebagai contoh aplikasi tersebut, dalam penelitian ini dilakukan kegiatan monitoring
perubahan luas dan distribusi tutupan lahan mangrove di area Delta Sungai Wulan Kabupaten Demak
melalui interpretasi visual data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh yang digunakan adalah
Citra Landsat TM tahun 1994, Citra Landsat ETM tahun 2002, dan Citra ALOS tahun 2010.
Selanjutnya, dilakukan pula pemetaan tingkat kerapatan mangrove menggunakan teknik Normalized
Difference Vegetation Index (NDVI) pada Citra ALOS tahun 2010.
Kata kunci : pengelolaan, mangrove, penginderaan jauh
I. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki wilayah pesisir yang cukup luas dengan panjang garis pantai mencapai
95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai
negara dengan garis pantai terpanjang ke empat di dunia. Selaras dengan wilayah pesisirnya yang
luas, Indonesia menyimpan potensi sumberdaya alam pesisir yang luar biasa dengan
keanekaragaman ekosistem. Berbagai ekosistem seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang
lamun, dan estuaria dapat ditemui di berbagai wilayah pesisir Indonesia.
Sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir, hutan mangrove memiliki fungsi ekologis,fungsi
sosial dan ekonomis, serta fungsi fisik. Hutan mangrove merupakan daerah tempat hidup dan mencari
makan (feeding ground) bagi berbagai organisme seperti udang, kepiting, ikan, burung, dan mamalia.
Selai itu, secara ekologis hutan mangrove juga menyediakan tempat yang sangat baik dan ideal bagi
proses pemijahan (spawning ground) biota laut yang ada di dalamnnya. Dari segi sosial ekonomi,
produk hutan mangrove dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan kontruksi, kayu bakar,
bahan baku kertas, bahan makanan, pariwisata, dan sebagainya sehingga memberikan kontribusi
dalam peningkatan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat di sekitar hutan. Secara fisik, hutan
mangrove memberikan perlindungan kepada pantai dari gelombang besar, angin kencang, dan badai
dari arah laut sehingga dapat meminimalisir kerusakan yang dapat mumcul. Berbagai fungsi hutan
mangrove tersebut memberikan andil bagi proses pembangunan terutama di wilayah pesisir. Hutan
mangrove dengan berbagai hasilnya merupakan sumberdaya alam sebagai salah satu modal
pembangunan. Sementara itu, fungsi fisik dan ekologisnya memberikan kontribusi bagi kelestarian
lingkungan.
Kenyataanya, kondisi hutan mangrove di Indonesia masih memprihatinkan. Berdasarkan data
dari FAO (2007), luas hutan mangrove di Indonesia dari tahun 1980 hingga 2005 terus mengalami
penurunan, yaitu dari 4.200.000 Ha menjadi 2.900.000 Ha. Dalam kurun waktu antara tahun 2000-
2005, luas hutan mangrove di Indonesia mengalami penurunan sebesar 50.000 Ha atau sekitar 1,6
%. Mengingat akan fungsi pentingnya, maka diperlukan pengelolaan hutan mangrove yang optimal
agar kerusakan dan berkurangnya luas hutan mangrove dapat diminimalisir.
Di dalam kegiatan pengelolaan, sangat diperlukan adanya basis data yang memadai. Basis
data ini dapat dijadikan sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan, termasuk dalam
pengelolaan hutan mangrove. Pengelolaan hutan mangrove dapat dipermudah dengan
memanfaatkan aplikasi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Seiring dengan
perkembangannya, saat ini, integrasi antara teknik penginderaan jauh dengan teknik Sistem Informasi
Geografis semakin membantu dalam penyediaan basis data spasial mangrove melalui berbagai
aplikasi. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini dimaksudkan untuk menerapkan beberapa
aplikasi teknik penginderaan jauh yang diintegrasikan dengan SIG dalam penyediaan basis data untuk
pengelolaan hutan mangrove. Sebagai contoh studi adalah hutan mangrove di area Delta Sungai
Wulan Kabupaten Demak.
II. METODOLOGI
Penelitian ini meliputi dua kegiatan, yaitu penerapan aplikasi penginderaan jauh dan SIG
untuk memonitoring perubahan tutupan lahan mangrove dan aplikasi penginderaan jauh dan SIG
untuk mengetahui kerapatan tajuk hutan mangrove. Monitoring perubahan tutupan lahan mangrove
dilakukan melalui interpretasi visual data penginderaan jauh multitemporal, yaitu Citra Landsat TM
tahun 1994, Citra Landsat ETM tahun 2002, dan Citra ALOS tahun 2010. Perubahan tutupan lahan
mangrove dianalisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Pada analisis kualitatif, perubahan
tutupan lahan mangrove disajikan secara spasial berupa peta distribusi tutupan lahan mangrove.
Dengan disajikan secara bersamaan, maka peta distribusi tutupan lahan mangrove pada tahun
pengamatan yang berbeda akan memberikan informasi lokasi-lokasi di mana terjadi perubahan
tutupan lahan mangrove, baik berupa penambahan maupun pengurangan mangrove. Secara
kuantitatif, monitoring perubahan tutupan lahan mangrove diidentifikasi melalui perubahan luas pada
masing-masing tahun pengamatan. Perhitungan luas tutupan lahan mangrove tersebut dilakukan
menggunakan fasilitas calculate geometry pada Software ArcGis 9.3.
Analisis kerapatan tajuk dilakukan menggunakan metode Normalized Difference Vegetation
Index (NDVI). NDVI merupakan pengukuran keseimbangan antara energi yang diterima dengan
energi yang dipancarkan oleh obyek di bumi. Ketika diterapkan pada komunitas tumbuhan, indeks
tersebut menetapkan nilai untuk mengetahui seberapa hijau suatu area yang dapat mengekspresikan
jumlah keberadaan vegetasi dan tingkat kesehatan atau kekuatan pertumbuhannya (Meneses-Tovar,
2011). Dalam penelitian ini, analasis NDVI dilakukan menggunakan software ENVI 4.7 dengan Citra
ALOS tahun 2010 sebagai sumber data. Untuk penilaian tingkat kerapatan tajuk hutan mangrove,
digunakan kriteria yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan DIrektorat Jenderal Rehabilitasi
Lahan dan Perhutanan Sosial (2005) dalam Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis
Mangrove. Kriteria tersebut disajikan dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Kriteria Tingkat Kerapatan Tajuk Hutan Mangrove Berdasarkan Nilai NDVI
Nilai NDVI Tingkat Kerapatan Tajuk
0,43 ≤ NDVI ≤ 1,00 Kerapatan tajuk lebat
0,33 ≤ NDVI ≤ 0,42 Kerapatan tajuk sedang
-1,0 ≤ NDVI ≤ 0,32 Kerapatan tajuk jarang
Sumber : Departemen Kehutanan (2005)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Deskrispsi Daerah Penelitian
Daerah penelitian merupakan area Delta Sungai Wulan. Area ini terletak di bagian utara
wilayah pesisir Kabupaten Demak. Secara administrasi, Delta Sungai Wulan terletak di Kecamatan
Wedung, meliputi sebagian Desa Berahan Wetan dan Desa Berahan Kulon. Oleh karena delta
bersifat dinamis, maka penentuan area delta yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada
batas terluar area delta pada tiap-tiap tahun pengamatan. Dengan demikian, semua lahan mangrove
di area delta pada semua tahun pengamatan dapat tercakup dalam batasan area penelitian. Secara
geografis, area Delta Sungai Wulan yang telah dibatasi terletak di antara 448913-454249 mT dan
9251320-9257328 mU. Area tersebut mencakup luasan 1731, 73 Hektar.
3.2. Analisis Perubahan Tutupan Lahan Mangrove
Analisis perubahan tutupan lahan mangrove pada penelitian ini dilakukan pada tiga tahun
pengamatan, yaitu tahun 1994, 2002, dan 2010. Berdasarkan interpretasi visual terhadap data
penginderaan jauh, didapatkan informasi luas tutupan lahan mangrove pada tiap-tiap tahun
pengamatan. Pada tahun 1994, luas tutupan lahan mangrove di area Delta Sungai Wulan adalah
785,03 Hektar. Sementara itu, luas tutupan lahan mangrove pada tahun 2002 adalah 472,65 Hektar.
Dari tahun 1994, luasan tersebut mengalami penurunan sebesar 39,79%. Dibandingkan tahun 2002,,
tutupan lahan mangrove pada tahun 2010 mengalami peningkatan, yaitu menjadi 553,71 Hektar.
Meski demikian, bertambahnya luasan tersebut tidak cukup banyak (17%) sehingga belum mencapai
luasan yang sama dengan tahun 1994. Informasi luas dan perubahan luas tutupan lahan mangrove
tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Kriteria Tingkat Kerapatan Tajuk Hutan Mangrove Berdasarkan Nilai NDVI
Tahun Luas Tutupan Lahan Mangrove
(Ha)
Persen
Perubahan
(%)
Keterangan
1994 785,03 - -
2002 472,65 39,79 Berkurang
2010 553,71 17,15 Bertambah
Sumber : Analisis
Secara visual, tutupan lahan mangrove disajikan ke dalam peta sehingga dapat diketahui
distribusinya. Berdasarkan polanya, tutupan lahan mangrove di area Delta Sungai Wulan pada tahun
1994 cenderung membentuk poligon-poligon yang relatif luas dengan bentuk kurang teratur. Paling
luas, poligon tutupan lahan mangrove ditemui di ujung percabangan delta bagian utara. Pola tersebut
mengindikasikan bahwa hutan mangrove cenderung masih alami meskipun tidak merata. Kondisi
yang berbeda ditemukan pada tahun 2002. Pada tahun ini, poligon-poligon tutupan lahan mangrove
cenderung memiliki bentuk yang memanjang dengan lebar yang relatif sempit. Kondisi ini
mengindikasikan adanya eksploitasi ataupun kerusakan hutan mangrove. Tutupan lahan mangrove
yang luas di mana pada tahun 1994 dapat ditemukan di ujung delta bagian utara, pada periode ini
tidak lagi ditemukan. Sebaliknya, pada tahun 2002, tutupan lahan mangrove di ujung selatan delta
mengalami pertambahan seiring terjadinya perluasan area delta di lokasi tersebut.
Pada tahun 2010, tutupan lahan mangrove membentuk pola yang berbeda dari kedua tahun
pengamatan sebelumnya. Pada tahun ini, tutupan lahan mangrove membentuk poligon-poligon
dengan sudut yang lebih tegas. Pola ini mengindikasikan adanya pengelolaan hutan mangrove dalam
bentuk sylvofishery atau wanamina, yaitu model pengembangan tambak ramah lingkungan yang
memadukan hutan/pohon (sylvo), dalam hal ini mangrove, dengan budidaya perikanan (fishery).
Pengelolaan hutan mangrove model ini dimaksudkan untuk memadukan antara kepentingan ekonomi
dengan kepentingan ekologis atau kelestarian lingkungan. Dibandingkan area pada percabangan
delta bagian utara ( wilayah Desa Berahan Wetan ), poligon-poligon tutupan lahan mangrove di area
pada percabangan delta bagian selatan (wilayah Desa Berahan Kulon) relatif lebih luas.
Perubahan distribusi tutupan lahan mangrove dapat diketahui dengan menyajikan peta
distribusi tutupan lahan mangrove pada tahun pengamatan yang berbeda secara bersamaan. Sebagai
hasil dari penelitian ini, peta perubahan distribusi mangrove dibedakan menjadi dua periode
pengamatan, yaitu periode antara tahun 1994 hingga 2002 dan periode antara tahun 2002 hingga
2010. Gambar 1 memberikan informasi mengenai perubahan tutupan lahan mangrove antara tahun
1994 hingga 2002 secara spasial. Pada peta tersebut, perubahan tutupan lahan mangrove antara
tahun 1994 hingga 2002 dideskripsikan menjadi tujuh lokasi. Dari ketujuh lokasi tersebut, lima di
antaranya merupakan lokasi di mana pengurangan lahan mangrove terjadi, sedangkan dua
diantaranya merupakan lokasi di mana penambahan tutupan lahan mangrove terjadi.
Gambar 1. Peta Perubahan Tutupan Lahan Mangrove Periode Tahun 1994-2002
Berkurangnya tutupan lahan mangrove ditemukan terutama di area delta bagian utara, baik di
sekitar garis pantai yang berbatasan langsung dengan laut maupun di tengah delta. Tutupan lahan
mangrove yang berkurang juga ditemukan di sekitar pangkal antara percabangan delta bagian utara
dengan percabangan delta bagian selatan. Hal yang berbeda terjadi pada ujung percabangan delta
bagian selatan. Di sekitar area ini, tutupan lahan mangrove justru terjadi dalam luasan yang cukup
besar. Penambahan ini dapat terjadi terkait dengan adanya sedimentasi di Delta Sungai Wulan.
Dibandingkan dengan kondisi delta pada tahun 1994, pada tahun 2002 terjadi perluasan dataran
delta. Seiring bertambahnya luasan delta tersebut, maka bertambah pula akumulasi substrat sebagai
lingkungan tumbuh komunitas mangrove.
Gambar 2 menujukkan lokasi-lokasi di mana perubahan tutupan lahan mangrove pada
periode antara tahun 2002 hingga 2010 terjadi. Pada periode ini, perubahan terjadi pada lebih banyak
lokasi, akan tetapi luasan perubahan pada tiap-tiap lokasi cenderung lebih sempit. Berbeda dengan
pengamatan periode tahun 1994 hingga 2002, pada periode ini lokasi di mana terjadi pertambahan
luas tutupan lahan mangrove lebih banyak dibandingkan dengan lokasi di mana tutupan lahan
mangrove cenderung berkurang. Berkurangnya tutupan lahan mangrove dideskripsikan menjadi enam
lokasi, sedangkan bertambahnya tutupan lahan mangrove dideskripsikan menjadi delapan belas
lokasi.
Lokasi di mana terjadi pengurangan tutupan lahan mangrove antara lain terdapat di ujung-
ujung percabangan delta. Pengurangan tutupan lahan mangrove yang paling terlihat adalah di ujung
percabangan delta sebelah utara. Ke arah daratan, pengurangan tutupan lahan mangrove terjadi di
sekitar aliran sungai di Desa Berahan Wetan dan sedikit di sekitar aliran sungai di Desa Berahan
Kulon. Sementara itu lokasi terjadinya pertambahan tutupan lahan mangrove diantaranya terdapat di
sekitar percabangan Sungai Wulan saat mulai memasuki area delta. Selain itu, bertambahnya tutupan
lahan mangrove juga terdapat di tepi area delta bagian selatan.
Gambar 2. Peta Perubahan Tutupan Lahan Mangrove Periode Tahun 2002-2010
Berdasarkan interpretasi terhadap perubahan distribusi tutupan lahan mangrove pada kedua
periode (tahun 1994-2002 dan tahun 2002-2010), maka diketahui bahwa lokasi di mana tutupan lahan
mangrove cenderung terus mengalai pengurangan adalah di ujung percabangan delta bagian utara,
sedangkan lokasi di mana tutupan lahan mangrove cenderung terus megalami pertambahan adalah di
tepi area delta bagian selatan. Sementara itu, di bagian tengah area delta dan di sekitar percabangan
Sungai Wulan di mana pada periode antara tahun 1994 hingga 2002 mengalami penurunan luas
tutupan lahan mangrove, pada periode antara tahun 2002 hingga 2010 justru mengalami
pertambahan luasan. Meskipun tidak terlalu besar dan hanya terjadi pada area-area yang sempit,
pertambahan tutupan lahan tersebut terjadi cukup merata.
3.3. Analisis Kerapatan Tajuk Hutan Mangrove
Informasi mengenai kerapatan tajuk merupakan salah satu hal yang penting dalam
pengelolaan hutan mangrove. Di dalam Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis Mangrove
yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, kerapatan tajuk merupakan salah satu kriteria yang
digunakan untuk penentuan tingkat kekritisan lahan mangrove selain jenis penggunaan lahan dan
ketahanan tanah terhadap abrasi. Pada penelitian ini, kerapatan tajuk didapat dari analisis Normalized
Difference Vegetation Index (NDVI) terhadap Citra ALOS dengan obyek yang dibatasi oleh peta
persebaran tutupan lahan mangrove hasil analisis sebelumnya.
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar hutan mangrove di Delta Sungai
Wulan memiliki kerapatan tajuk jarang. Hutan mangrove dengan klasifikasi tersebut seluas 470, 1
Hektar atau mencapai 95,1%. Sementara itu, hutan mangrove yang memiliki kerapatan tajuk sedang
hanya meliputi luas 22,18 Hektar atau sekitar 4,48%. Hutan mangrove yang memiliki kerapatan tajuk
lebat hanya meliputi luas 2,11 Hektar atau sekitar 0,43%. Secara rinci, informasi tingkat kerapatan
tajuk hutan mangrove di daerah penelitian disajikan pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Luas Mangrove Menurut Tingkat Kerapatan Tajuk Berdasarkan Nilai NDVI
Nilai NDVI Tingkat Kerapatan Tajuk Luas (Ha) Persentase
Luas (%)
0,43 ≤ NDVI ≤ 1,00 Kerapatan tajuk lebat 2,11 0,43
0,33 ≤ NDVI ≤ 0,42 Kerapatan tajuk sedang 22,18 4,48
-1,0 ≤ NDVI ≤ 0,32 Kerapatan tajuk jarang 470,1 95,10
Sumber : Analisis
Berdasarkan distribusinya, hutan mangrove dengan kerapatan tajuk jarang tersebar di seluruh
area delta. Di bagian tengah delta, sebagian besar hutan mangrove memiliki kerapatan tajuk tersebut.
Keberadaan hutan mangrove dengan kerapatan tajuk sedang lebih banyak ditemukan di pinggir area
delta, terutama pada percabangan delta bagian selatan. Hutan mangrove dengan kerapatan tajuk
sedang hanya sedikit ditemukan di tengah area delta, yaitu di sekitar aliran sungai. Sementara itu,
keberadaan hutan mangrove dengan kerapatan tajuk lebat hanya ditemukan di sebagian kecil tepi
delta pada percabangan bagian selatan dan tepi aliran sungai dengan luasan lebih kecil.
Kondisi di atas dapat mengindikasikan bahwa hutan mangrove yang terletak di pinggir delta
dan berbatasan langsung dengan laut cenderung masih dalam kondisi alami, terutama di area
percabangan delta bagian selatan. Meski demikian, pengaruh kekuatan gelombang dan arus dapat
mempengaruhi tingkat kerapatan sehingga hanya memiliki kerapatan tajuk sedang. Sementara itu,
pengaruh kegiatan manusia lebih banyak dilakukan pada mangrove yang terletak lebih ke arah darat
atau di tengah-tengah area delta. Pada area ini, lahan mangrove banyak dikonversi menjadi lahan
tambak. Secara spasial, distribusi hutan mangrove di daerah penelitian berdasarkan tingkat kerapatan
tajuk disajikan pada Gambar 3.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Pada periode antara tahun 1994-2002, luas tutupan lahan mangrove di area Delta Sungai Wulan
mengalami penurunan sebesar 39,79%, sedangkan pada periode antara tahun 2002-2010
mengalami kenaikan sebesar 17,15 %.
2. Berdasarkan distribusinya pada kedua periode, lokasi di mana tetap mengalami pengurangan
tutupan lahan mangrove adalah di ujung percabangan delta bagian utara, sedangkan lokasi di
mana tetap mengalami pertambahan adalah di tepi area delta bagian selatan.
3. Berdasarkan analisis NDVI, hutan mangrove di area delta Sungai Wulan sebagian besar memiliki
tingkat kerapatan tajuk jarang (95,10%), hanya sedikit yang memiliki tingkat kerapatan sedang
(4,48%) dan lebat (0,43%).
4. Berbagai aplikasi teknik penginderaan jauh dan SIG dapat mempermudah pembuatan basis data
dalam rangka pengelolaan hutan mangrove sebagai salah satu sumberdaya dan modal
pembangunan.
Gambar 3. Peta Tingkat Kerapatan Tajuk Hutan Mangrove di Area Delta Sungai Wulan
V. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kehutanan. 2005. Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis Mangrove. Jakarta
: Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan.
FAO. 2007. The World’s Mangroves 1980-2005, A Thematic Study Prepared in the Framework of the
Global Forest Resources Assessment 2005. Rome : FAO Forestry Paper.
Kustanti, A. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. Bogor : IPB Press.
Meneses-Tovar, C.L. 2011. NDVI as Indicator of Degradation.Unasy Iva 238, Vol.62, 2011/2.
Mukhtar. 2009. Garis Pantai Indonesia Terpanjang Keempat di Dunia.
http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/1048/Garis-Pantai-Indonesia-Terpanjang-Keempat-di-
Dunia/?category_id=. (Diakses Tanggal :28 Mei 2013).
Perdana, A.P. 2011. Tutorial Ringkas Identifikasi Ekosistem Mangrove dan Pemetaan Kerapatan
Mangrove dari data Penginderaan Jauh. http://www.scribd.com/doc/62744013/GIS-and-
Remote-Sensing-for-Mangrove-Mapping (Diakses Tanggal : 20 Mei 2013).

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

B 5 inderaja interpretasi citra geologi
B 5 inderaja interpretasi citra geologiB 5 inderaja interpretasi citra geologi
B 5 inderaja interpretasi citra geologiJihad Brahmantyo
 
55422614 an-jauh-dasar-kontribusi-penginderaan-jauh-dalam-pembangunan
55422614 an-jauh-dasar-kontribusi-penginderaan-jauh-dalam-pembangunan55422614 an-jauh-dasar-kontribusi-penginderaan-jauh-dalam-pembangunan
55422614 an-jauh-dasar-kontribusi-penginderaan-jauh-dalam-pembangunanOperator Warnet Vast Raha
 
Survey (geoteknologi kel.3)
Survey (geoteknologi   kel.3)Survey (geoteknologi   kel.3)
Survey (geoteknologi kel.3)ineu28
 
Manfaat Penginderaan Jauh di Berbagai Bidang
Manfaat Penginderaan Jauh di Berbagai BidangManfaat Penginderaan Jauh di Berbagai Bidang
Manfaat Penginderaan Jauh di Berbagai BidangAlya Titania Annisaa
 
Eksplorasi geothermal
Eksplorasi geothermal Eksplorasi geothermal
Eksplorasi geothermal FajriTio1
 
229006726 rpp-yestita-karisna
229006726 rpp-yestita-karisna229006726 rpp-yestita-karisna
229006726 rpp-yestita-karisnaHildiana Gusti
 
PENGINDERAAN JAUH UNTUK TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASI
PENGINDERAAN JAUH UNTUK TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASIPENGINDERAAN JAUH UNTUK TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASI
PENGINDERAAN JAUH UNTUK TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASINesha Mutiara
 
Keunggulan dan kelemahan penginderaan jauh
Keunggulan dan kelemahan penginderaan jauhKeunggulan dan kelemahan penginderaan jauh
Keunggulan dan kelemahan penginderaan jauhAlya Titania Annisaa
 
Pengolahan Data Gempabumi Untuk Penentuan Nilai Percepatan Tanah Maksimum (PG...
Pengolahan Data Gempabumi Untuk Penentuan Nilai Percepatan Tanah Maksimum (PG...Pengolahan Data Gempabumi Untuk Penentuan Nilai Percepatan Tanah Maksimum (PG...
Pengolahan Data Gempabumi Untuk Penentuan Nilai Percepatan Tanah Maksimum (PG...Demianus Nawipa
 
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?bramantiyo marjuki
 
Materi Kuliah Penginderaan Jauh Dasar (Konsep Dasar "Remote Sensing")
Materi Kuliah Penginderaan Jauh Dasar (Konsep Dasar "Remote Sensing")Materi Kuliah Penginderaan Jauh Dasar (Konsep Dasar "Remote Sensing")
Materi Kuliah Penginderaan Jauh Dasar (Konsep Dasar "Remote Sensing")Nurul Afdal Haris
 
Resume metode geomagnet
Resume metode geomagnetResume metode geomagnet
Resume metode geomagnetMuhammad Arief
 
Kuntoro: Satu Tahun Moratorium Hutan
Kuntoro: Satu Tahun Moratorium HutanKuntoro: Satu Tahun Moratorium Hutan
Kuntoro: Satu Tahun Moratorium HutanYossy Suparyo
 

Mais procurados (20)

B 5 inderaja interpretasi citra geologi
B 5 inderaja interpretasi citra geologiB 5 inderaja interpretasi citra geologi
B 5 inderaja interpretasi citra geologi
 
55422614 an-jauh-dasar-kontribusi-penginderaan-jauh-dalam-pembangunan
55422614 an-jauh-dasar-kontribusi-penginderaan-jauh-dalam-pembangunan55422614 an-jauh-dasar-kontribusi-penginderaan-jauh-dalam-pembangunan
55422614 an-jauh-dasar-kontribusi-penginderaan-jauh-dalam-pembangunan
 
Survey (geoteknologi kel.3)
Survey (geoteknologi   kel.3)Survey (geoteknologi   kel.3)
Survey (geoteknologi kel.3)
 
Manfaat Penginderaan Jauh di Berbagai Bidang
Manfaat Penginderaan Jauh di Berbagai BidangManfaat Penginderaan Jauh di Berbagai Bidang
Manfaat Penginderaan Jauh di Berbagai Bidang
 
Eksplorasi geothermal
Eksplorasi geothermal Eksplorasi geothermal
Eksplorasi geothermal
 
229006726 rpp-yestita-karisna
229006726 rpp-yestita-karisna229006726 rpp-yestita-karisna
229006726 rpp-yestita-karisna
 
PENGINDERAAN JAUH UNTUK TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASI
PENGINDERAAN JAUH UNTUK TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASIPENGINDERAAN JAUH UNTUK TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASI
PENGINDERAAN JAUH UNTUK TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASI
 
Keunggulan dan kelemahan penginderaan jauh
Keunggulan dan kelemahan penginderaan jauhKeunggulan dan kelemahan penginderaan jauh
Keunggulan dan kelemahan penginderaan jauh
 
Pengolahan Data Gempabumi Untuk Penentuan Nilai Percepatan Tanah Maksimum (PG...
Pengolahan Data Gempabumi Untuk Penentuan Nilai Percepatan Tanah Maksimum (PG...Pengolahan Data Gempabumi Untuk Penentuan Nilai Percepatan Tanah Maksimum (PG...
Pengolahan Data Gempabumi Untuk Penentuan Nilai Percepatan Tanah Maksimum (PG...
 
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
 
Pengindraan jauh
Pengindraan jauhPengindraan jauh
Pengindraan jauh
 
pendadaran_S2
pendadaran_S2pendadaran_S2
pendadaran_S2
 
Materi Kuliah Penginderaan Jauh Dasar (Konsep Dasar "Remote Sensing")
Materi Kuliah Penginderaan Jauh Dasar (Konsep Dasar "Remote Sensing")Materi Kuliah Penginderaan Jauh Dasar (Konsep Dasar "Remote Sensing")
Materi Kuliah Penginderaan Jauh Dasar (Konsep Dasar "Remote Sensing")
 
Penginderaan jauh erna
Penginderaan jauh ernaPenginderaan jauh erna
Penginderaan jauh erna
 
Bab 2 geomagnetik
Bab 2 geomagnetikBab 2 geomagnetik
Bab 2 geomagnetik
 
Penginderaan jauh
Penginderaan jauhPenginderaan jauh
Penginderaan jauh
 
Pengindraan jauh
Pengindraan jauhPengindraan jauh
Pengindraan jauh
 
Resume metode geomagnet
Resume metode geomagnetResume metode geomagnet
Resume metode geomagnet
 
Agrogeofisika
AgrogeofisikaAgrogeofisika
Agrogeofisika
 
Kuntoro: Satu Tahun Moratorium Hutan
Kuntoro: Satu Tahun Moratorium HutanKuntoro: Satu Tahun Moratorium Hutan
Kuntoro: Satu Tahun Moratorium Hutan
 

Semelhante a Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah Satu Sumberdaya Wilayah Pesisir (Studi Kasus di Delta Sungai Wulan Kabupaten Demak)

ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...Asramid Yasin
 
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...Luhur Moekti Prayogo
 
ANALYSIS OF PHYSICAL-CHEMICAL PARAMETERS FOR MANGROVE ECOSYSTEM REHABILITATIO...
ANALYSIS OF PHYSICAL-CHEMICAL PARAMETERS FOR MANGROVE ECOSYSTEM REHABILITATIO...ANALYSIS OF PHYSICAL-CHEMICAL PARAMETERS FOR MANGROVE ECOSYSTEM REHABILITATIO...
ANALYSIS OF PHYSICAL-CHEMICAL PARAMETERS FOR MANGROVE ECOSYSTEM REHABILITATIO...Asramid Yasin
 
Onrizal teknik-survey-dan-analisa-data-sumberdaya-mangrove
Onrizal teknik-survey-dan-analisa-data-sumberdaya-mangroveOnrizal teknik-survey-dan-analisa-data-sumberdaya-mangrove
Onrizal teknik-survey-dan-analisa-data-sumberdaya-mangroveEthan Nagekeo
 
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATANANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATANDevi Ningsih
 
114-Article Text-304-1-10-20200219 (1).pdf
114-Article Text-304-1-10-20200219 (1).pdf114-Article Text-304-1-10-20200219 (1).pdf
114-Article Text-304-1-10-20200219 (1).pdfBillyChristovel
 
Manfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisata
Manfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisataManfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisata
Manfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisataDendhy Nugraha
 
KAJIAN POLA PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN GARUT BERBASIS DAYA DUKUNG LINGKUN...
KAJIAN POLA PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN GARUT BERBASIS DAYA DUKUNG LINGKUN...KAJIAN POLA PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN GARUT BERBASIS DAYA DUKUNG LINGKUN...
KAJIAN POLA PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN GARUT BERBASIS DAYA DUKUNG LINGKUN...Repository Ipb
 
Ringkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhasRingkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhasYuga Rahmat S
 
PPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptx
PPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptxPPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptx
PPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptxmutiarasagala2
 
Lap.pkl kep. slayar vrs mitra bahari
Lap.pkl kep. slayar vrs mitra bahariLap.pkl kep. slayar vrs mitra bahari
Lap.pkl kep. slayar vrs mitra bahariNurma Putri Tanadoang
 
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannyaDr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannyawahyuddin S.T
 
8113 16022-1-sm(2)
8113 16022-1-sm(2)8113 16022-1-sm(2)
8113 16022-1-sm(2)Warnet Raha
 
ARAHAN MITIGASI BENCANA PASCA ERUPSI GUNUNG GAMALAMA DI KOTA TERNATE
ARAHAN MITIGASI BENCANA PASCA ERUPSI GUNUNG GAMALAMA DI KOTA TERNATEARAHAN MITIGASI BENCANA PASCA ERUPSI GUNUNG GAMALAMA DI KOTA TERNATE
ARAHAN MITIGASI BENCANA PASCA ERUPSI GUNUNG GAMALAMA DI KOTA TERNATEDede Saputra
 

Semelhante a Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah Satu Sumberdaya Wilayah Pesisir (Studi Kasus di Delta Sungai Wulan Kabupaten Demak) (20)

ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
 
document.pdf
document.pdfdocument.pdf
document.pdf
 
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...
 
1408.pptx
1408.pptx1408.pptx
1408.pptx
 
ANALYSIS OF PHYSICAL-CHEMICAL PARAMETERS FOR MANGROVE ECOSYSTEM REHABILITATIO...
ANALYSIS OF PHYSICAL-CHEMICAL PARAMETERS FOR MANGROVE ECOSYSTEM REHABILITATIO...ANALYSIS OF PHYSICAL-CHEMICAL PARAMETERS FOR MANGROVE ECOSYSTEM REHABILITATIO...
ANALYSIS OF PHYSICAL-CHEMICAL PARAMETERS FOR MANGROVE ECOSYSTEM REHABILITATIO...
 
8113 16022-1-sm
8113 16022-1-sm8113 16022-1-sm
8113 16022-1-sm
 
Onrizal teknik-survey-dan-analisa-data-sumberdaya-mangrove
Onrizal teknik-survey-dan-analisa-data-sumberdaya-mangroveOnrizal teknik-survey-dan-analisa-data-sumberdaya-mangrove
Onrizal teknik-survey-dan-analisa-data-sumberdaya-mangrove
 
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATANANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
 
114-Article Text-304-1-10-20200219 (1).pdf
114-Article Text-304-1-10-20200219 (1).pdf114-Article Text-304-1-10-20200219 (1).pdf
114-Article Text-304-1-10-20200219 (1).pdf
 
Manfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisata
Manfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisataManfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisata
Manfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisata
 
Laporan krl
Laporan krlLaporan krl
Laporan krl
 
KAJIAN POLA PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN GARUT BERBASIS DAYA DUKUNG LINGKUN...
KAJIAN POLA PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN GARUT BERBASIS DAYA DUKUNG LINGKUN...KAJIAN POLA PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN GARUT BERBASIS DAYA DUKUNG LINGKUN...
KAJIAN POLA PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN GARUT BERBASIS DAYA DUKUNG LINGKUN...
 
Ringkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhasRingkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhas
 
Pengelolaan Pesisir
Pengelolaan  PesisirPengelolaan  Pesisir
Pengelolaan Pesisir
 
PPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptx
PPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptxPPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptx
PPT_KEL4_MR_KSDA_GEOE20.pptx
 
Lap.pkl kep. slayar vrs mitra bahari
Lap.pkl kep. slayar vrs mitra bahariLap.pkl kep. slayar vrs mitra bahari
Lap.pkl kep. slayar vrs mitra bahari
 
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannyaDr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
 
8113 16022-1-sm(2)
8113 16022-1-sm(2)8113 16022-1-sm(2)
8113 16022-1-sm(2)
 
8113 16022-1-sm(2)
8113 16022-1-sm(2)8113 16022-1-sm(2)
8113 16022-1-sm(2)
 
ARAHAN MITIGASI BENCANA PASCA ERUPSI GUNUNG GAMALAMA DI KOTA TERNATE
ARAHAN MITIGASI BENCANA PASCA ERUPSI GUNUNG GAMALAMA DI KOTA TERNATEARAHAN MITIGASI BENCANA PASCA ERUPSI GUNUNG GAMALAMA DI KOTA TERNATE
ARAHAN MITIGASI BENCANA PASCA ERUPSI GUNUNG GAMALAMA DI KOTA TERNATE
 

Mais de bramantiyo marjuki

Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrintPemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrintbramantiyo marjuki
 
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processingHow to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processingbramantiyo marjuki
 
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography PracticesCrowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography Practicesbramantiyo marjuki
 
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...bramantiyo marjuki
 
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID bramantiyo marjuki
 
Mapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR ImageryMapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR Imagerybramantiyo marjuki
 
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017bramantiyo marjuki
 
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan UtaraFGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utarabramantiyo marjuki
 
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALILaporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALIbramantiyo marjuki
 
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...bramantiyo marjuki
 
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization PracticesStakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization Practicesbramantiyo marjuki
 
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus DistrictJenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus Districtbramantiyo marjuki
 
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in IndonesiaPlanning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesiabramantiyo marjuki
 
Planning theory in Waster Management
Planning theory in Waster ManagementPlanning theory in Waster Management
Planning theory in Waster Managementbramantiyo marjuki
 
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...bramantiyo marjuki
 
A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata, A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata, bramantiyo marjuki
 
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...bramantiyo marjuki
 
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 TahunPerkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahunbramantiyo marjuki
 
Critical review insights debate about urban decline urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline  urban regenerationCritical review insights debate about urban decline  urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline urban regenerationbramantiyo marjuki
 
Pembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta
Pembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan YogyakartaPembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta
Pembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan Yogyakartabramantiyo marjuki
 

Mais de bramantiyo marjuki (20)

Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrintPemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
 
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processingHow to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
 
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography PracticesCrowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
 
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
 
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
 
Mapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR ImageryMapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR Imagery
 
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
 
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan UtaraFGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
 
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALILaporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
 
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
 
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization PracticesStakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
 
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus DistrictJenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
 
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in IndonesiaPlanning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
 
Planning theory in Waster Management
Planning theory in Waster ManagementPlanning theory in Waster Management
Planning theory in Waster Management
 
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
 
A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata, A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata,
 
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
 
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 TahunPerkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
 
Critical review insights debate about urban decline urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline  urban regenerationCritical review insights debate about urban decline  urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline urban regeneration
 
Pembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta
Pembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan YogyakartaPembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta
Pembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta
 

Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah Satu Sumberdaya Wilayah Pesisir (Studi Kasus di Delta Sungai Wulan Kabupaten Demak)

  • 1. Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah Satu Sumberdaya Wilayah Pesisir (Studi Kasus di Delta Sungai Wulan Kabupaten Demak) Septiana Fathurrohmah 1 Karina Bunga Hati 2 dan Bramantiyo Marjuki 3 1,2 Penerima Program Beasiswa Unggulan 2011 BPKLN, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada Program Magister Perencanaan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Telp. 0817258193, 081808725565 email : septianafath@gmail.com, karinabungahati@yahoo.co.id 3 SeksiTeknis dan Pengembangan Data Spasial, Balai PemetaanTematik Prasarana Dasar, Pusat Pengolahan Data, Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta. Telp. 081286891086 email : b_marjuki@pu.go.id Abstrak Indonesia memiliki wilayah pesisir cukup luas dengan garis pantai terpanjang keempat di dunia, yaitu mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Wilayah pesisir tersebut menyimpan potensi sumberdaya yang melimpah. Salah satu sumberdaya yang dimiliki oleh sebagian wilayah pesisir Indonesia adalah hutan mangrove. Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis, fungsi sosial dan ekonomi, serta fungsi fisik. Oleh karenananya, diperlukan pengelolaan yang optimal terhadap hutan mangrove. Pengelolaan hutan mangrove dapat dipermudah dengan memanfaatkan aplikasi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Aplikasi pengelolaan hutan mangrove dapat dilakukan melalui interpretasi visual citra penginderaan jauh untuk mengetahui persebaran komunitas vegetasi mangrove di suatu wilayah. Apabila data penginderaan jauh yang digunakan bersifat multitemporal, maka dapat diaplikasikan untuk kegiatan monitoring, seperti monitoring perubahan luasan, monitoring perubahan distribusi tutupan lahan, dan lain sebagainya. Seiring dengan perkembangannya, saat ini, teknik penginderaan jauh yang diintegrasikan dengan teknik Sistem Informasi Geografis semakin membantu dalam penyediaan basis data spasial mangrove melalui berbagai aplikasi. Sebagai contoh aplikasi tersebut, dalam penelitian ini dilakukan kegiatan monitoring perubahan luas dan distribusi tutupan lahan mangrove di area Delta Sungai Wulan Kabupaten Demak melalui interpretasi visual data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh yang digunakan adalah Citra Landsat TM tahun 1994, Citra Landsat ETM tahun 2002, dan Citra ALOS tahun 2010. Selanjutnya, dilakukan pula pemetaan tingkat kerapatan mangrove menggunakan teknik Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) pada Citra ALOS tahun 2010. Kata kunci : pengelolaan, mangrove, penginderaan jauh I. PENDAHULUAN Indonesia memiliki wilayah pesisir yang cukup luas dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara dengan garis pantai terpanjang ke empat di dunia. Selaras dengan wilayah pesisirnya yang luas, Indonesia menyimpan potensi sumberdaya alam pesisir yang luar biasa dengan keanekaragaman ekosistem. Berbagai ekosistem seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan estuaria dapat ditemui di berbagai wilayah pesisir Indonesia. Sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir, hutan mangrove memiliki fungsi ekologis,fungsi sosial dan ekonomis, serta fungsi fisik. Hutan mangrove merupakan daerah tempat hidup dan mencari makan (feeding ground) bagi berbagai organisme seperti udang, kepiting, ikan, burung, dan mamalia. Selai itu, secara ekologis hutan mangrove juga menyediakan tempat yang sangat baik dan ideal bagi proses pemijahan (spawning ground) biota laut yang ada di dalamnnya. Dari segi sosial ekonomi,
  • 2. produk hutan mangrove dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan kontruksi, kayu bakar, bahan baku kertas, bahan makanan, pariwisata, dan sebagainya sehingga memberikan kontribusi dalam peningkatan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat di sekitar hutan. Secara fisik, hutan mangrove memberikan perlindungan kepada pantai dari gelombang besar, angin kencang, dan badai dari arah laut sehingga dapat meminimalisir kerusakan yang dapat mumcul. Berbagai fungsi hutan mangrove tersebut memberikan andil bagi proses pembangunan terutama di wilayah pesisir. Hutan mangrove dengan berbagai hasilnya merupakan sumberdaya alam sebagai salah satu modal pembangunan. Sementara itu, fungsi fisik dan ekologisnya memberikan kontribusi bagi kelestarian lingkungan. Kenyataanya, kondisi hutan mangrove di Indonesia masih memprihatinkan. Berdasarkan data dari FAO (2007), luas hutan mangrove di Indonesia dari tahun 1980 hingga 2005 terus mengalami penurunan, yaitu dari 4.200.000 Ha menjadi 2.900.000 Ha. Dalam kurun waktu antara tahun 2000- 2005, luas hutan mangrove di Indonesia mengalami penurunan sebesar 50.000 Ha atau sekitar 1,6 %. Mengingat akan fungsi pentingnya, maka diperlukan pengelolaan hutan mangrove yang optimal agar kerusakan dan berkurangnya luas hutan mangrove dapat diminimalisir. Di dalam kegiatan pengelolaan, sangat diperlukan adanya basis data yang memadai. Basis data ini dapat dijadikan sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan, termasuk dalam pengelolaan hutan mangrove. Pengelolaan hutan mangrove dapat dipermudah dengan memanfaatkan aplikasi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Seiring dengan perkembangannya, saat ini, integrasi antara teknik penginderaan jauh dengan teknik Sistem Informasi Geografis semakin membantu dalam penyediaan basis data spasial mangrove melalui berbagai aplikasi. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini dimaksudkan untuk menerapkan beberapa aplikasi teknik penginderaan jauh yang diintegrasikan dengan SIG dalam penyediaan basis data untuk pengelolaan hutan mangrove. Sebagai contoh studi adalah hutan mangrove di area Delta Sungai Wulan Kabupaten Demak. II. METODOLOGI Penelitian ini meliputi dua kegiatan, yaitu penerapan aplikasi penginderaan jauh dan SIG untuk memonitoring perubahan tutupan lahan mangrove dan aplikasi penginderaan jauh dan SIG untuk mengetahui kerapatan tajuk hutan mangrove. Monitoring perubahan tutupan lahan mangrove dilakukan melalui interpretasi visual data penginderaan jauh multitemporal, yaitu Citra Landsat TM tahun 1994, Citra Landsat ETM tahun 2002, dan Citra ALOS tahun 2010. Perubahan tutupan lahan mangrove dianalisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Pada analisis kualitatif, perubahan tutupan lahan mangrove disajikan secara spasial berupa peta distribusi tutupan lahan mangrove. Dengan disajikan secara bersamaan, maka peta distribusi tutupan lahan mangrove pada tahun pengamatan yang berbeda akan memberikan informasi lokasi-lokasi di mana terjadi perubahan tutupan lahan mangrove, baik berupa penambahan maupun pengurangan mangrove. Secara kuantitatif, monitoring perubahan tutupan lahan mangrove diidentifikasi melalui perubahan luas pada masing-masing tahun pengamatan. Perhitungan luas tutupan lahan mangrove tersebut dilakukan menggunakan fasilitas calculate geometry pada Software ArcGis 9.3. Analisis kerapatan tajuk dilakukan menggunakan metode Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). NDVI merupakan pengukuran keseimbangan antara energi yang diterima dengan energi yang dipancarkan oleh obyek di bumi. Ketika diterapkan pada komunitas tumbuhan, indeks tersebut menetapkan nilai untuk mengetahui seberapa hijau suatu area yang dapat mengekspresikan jumlah keberadaan vegetasi dan tingkat kesehatan atau kekuatan pertumbuhannya (Meneses-Tovar, 2011). Dalam penelitian ini, analasis NDVI dilakukan menggunakan software ENVI 4.7 dengan Citra ALOS tahun 2010 sebagai sumber data. Untuk penilaian tingkat kerapatan tajuk hutan mangrove, digunakan kriteria yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan DIrektorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (2005) dalam Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis Mangrove. Kriteria tersebut disajikan dalam Tabel 1 berikut.
  • 3. Tabel 1. Kriteria Tingkat Kerapatan Tajuk Hutan Mangrove Berdasarkan Nilai NDVI Nilai NDVI Tingkat Kerapatan Tajuk 0,43 ≤ NDVI ≤ 1,00 Kerapatan tajuk lebat 0,33 ≤ NDVI ≤ 0,42 Kerapatan tajuk sedang -1,0 ≤ NDVI ≤ 0,32 Kerapatan tajuk jarang Sumber : Departemen Kehutanan (2005) III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Deskrispsi Daerah Penelitian Daerah penelitian merupakan area Delta Sungai Wulan. Area ini terletak di bagian utara wilayah pesisir Kabupaten Demak. Secara administrasi, Delta Sungai Wulan terletak di Kecamatan Wedung, meliputi sebagian Desa Berahan Wetan dan Desa Berahan Kulon. Oleh karena delta bersifat dinamis, maka penentuan area delta yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada batas terluar area delta pada tiap-tiap tahun pengamatan. Dengan demikian, semua lahan mangrove di area delta pada semua tahun pengamatan dapat tercakup dalam batasan area penelitian. Secara geografis, area Delta Sungai Wulan yang telah dibatasi terletak di antara 448913-454249 mT dan 9251320-9257328 mU. Area tersebut mencakup luasan 1731, 73 Hektar. 3.2. Analisis Perubahan Tutupan Lahan Mangrove Analisis perubahan tutupan lahan mangrove pada penelitian ini dilakukan pada tiga tahun pengamatan, yaitu tahun 1994, 2002, dan 2010. Berdasarkan interpretasi visual terhadap data penginderaan jauh, didapatkan informasi luas tutupan lahan mangrove pada tiap-tiap tahun pengamatan. Pada tahun 1994, luas tutupan lahan mangrove di area Delta Sungai Wulan adalah 785,03 Hektar. Sementara itu, luas tutupan lahan mangrove pada tahun 2002 adalah 472,65 Hektar. Dari tahun 1994, luasan tersebut mengalami penurunan sebesar 39,79%. Dibandingkan tahun 2002,, tutupan lahan mangrove pada tahun 2010 mengalami peningkatan, yaitu menjadi 553,71 Hektar. Meski demikian, bertambahnya luasan tersebut tidak cukup banyak (17%) sehingga belum mencapai luasan yang sama dengan tahun 1994. Informasi luas dan perubahan luas tutupan lahan mangrove tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Kriteria Tingkat Kerapatan Tajuk Hutan Mangrove Berdasarkan Nilai NDVI Tahun Luas Tutupan Lahan Mangrove (Ha) Persen Perubahan (%) Keterangan 1994 785,03 - - 2002 472,65 39,79 Berkurang 2010 553,71 17,15 Bertambah Sumber : Analisis Secara visual, tutupan lahan mangrove disajikan ke dalam peta sehingga dapat diketahui distribusinya. Berdasarkan polanya, tutupan lahan mangrove di area Delta Sungai Wulan pada tahun 1994 cenderung membentuk poligon-poligon yang relatif luas dengan bentuk kurang teratur. Paling luas, poligon tutupan lahan mangrove ditemui di ujung percabangan delta bagian utara. Pola tersebut mengindikasikan bahwa hutan mangrove cenderung masih alami meskipun tidak merata. Kondisi yang berbeda ditemukan pada tahun 2002. Pada tahun ini, poligon-poligon tutupan lahan mangrove cenderung memiliki bentuk yang memanjang dengan lebar yang relatif sempit. Kondisi ini mengindikasikan adanya eksploitasi ataupun kerusakan hutan mangrove. Tutupan lahan mangrove
  • 4. yang luas di mana pada tahun 1994 dapat ditemukan di ujung delta bagian utara, pada periode ini tidak lagi ditemukan. Sebaliknya, pada tahun 2002, tutupan lahan mangrove di ujung selatan delta mengalami pertambahan seiring terjadinya perluasan area delta di lokasi tersebut. Pada tahun 2010, tutupan lahan mangrove membentuk pola yang berbeda dari kedua tahun pengamatan sebelumnya. Pada tahun ini, tutupan lahan mangrove membentuk poligon-poligon dengan sudut yang lebih tegas. Pola ini mengindikasikan adanya pengelolaan hutan mangrove dalam bentuk sylvofishery atau wanamina, yaitu model pengembangan tambak ramah lingkungan yang memadukan hutan/pohon (sylvo), dalam hal ini mangrove, dengan budidaya perikanan (fishery). Pengelolaan hutan mangrove model ini dimaksudkan untuk memadukan antara kepentingan ekonomi dengan kepentingan ekologis atau kelestarian lingkungan. Dibandingkan area pada percabangan delta bagian utara ( wilayah Desa Berahan Wetan ), poligon-poligon tutupan lahan mangrove di area pada percabangan delta bagian selatan (wilayah Desa Berahan Kulon) relatif lebih luas. Perubahan distribusi tutupan lahan mangrove dapat diketahui dengan menyajikan peta distribusi tutupan lahan mangrove pada tahun pengamatan yang berbeda secara bersamaan. Sebagai hasil dari penelitian ini, peta perubahan distribusi mangrove dibedakan menjadi dua periode pengamatan, yaitu periode antara tahun 1994 hingga 2002 dan periode antara tahun 2002 hingga 2010. Gambar 1 memberikan informasi mengenai perubahan tutupan lahan mangrove antara tahun 1994 hingga 2002 secara spasial. Pada peta tersebut, perubahan tutupan lahan mangrove antara tahun 1994 hingga 2002 dideskripsikan menjadi tujuh lokasi. Dari ketujuh lokasi tersebut, lima di antaranya merupakan lokasi di mana pengurangan lahan mangrove terjadi, sedangkan dua diantaranya merupakan lokasi di mana penambahan tutupan lahan mangrove terjadi. Gambar 1. Peta Perubahan Tutupan Lahan Mangrove Periode Tahun 1994-2002 Berkurangnya tutupan lahan mangrove ditemukan terutama di area delta bagian utara, baik di sekitar garis pantai yang berbatasan langsung dengan laut maupun di tengah delta. Tutupan lahan mangrove yang berkurang juga ditemukan di sekitar pangkal antara percabangan delta bagian utara
  • 5. dengan percabangan delta bagian selatan. Hal yang berbeda terjadi pada ujung percabangan delta bagian selatan. Di sekitar area ini, tutupan lahan mangrove justru terjadi dalam luasan yang cukup besar. Penambahan ini dapat terjadi terkait dengan adanya sedimentasi di Delta Sungai Wulan. Dibandingkan dengan kondisi delta pada tahun 1994, pada tahun 2002 terjadi perluasan dataran delta. Seiring bertambahnya luasan delta tersebut, maka bertambah pula akumulasi substrat sebagai lingkungan tumbuh komunitas mangrove. Gambar 2 menujukkan lokasi-lokasi di mana perubahan tutupan lahan mangrove pada periode antara tahun 2002 hingga 2010 terjadi. Pada periode ini, perubahan terjadi pada lebih banyak lokasi, akan tetapi luasan perubahan pada tiap-tiap lokasi cenderung lebih sempit. Berbeda dengan pengamatan periode tahun 1994 hingga 2002, pada periode ini lokasi di mana terjadi pertambahan luas tutupan lahan mangrove lebih banyak dibandingkan dengan lokasi di mana tutupan lahan mangrove cenderung berkurang. Berkurangnya tutupan lahan mangrove dideskripsikan menjadi enam lokasi, sedangkan bertambahnya tutupan lahan mangrove dideskripsikan menjadi delapan belas lokasi. Lokasi di mana terjadi pengurangan tutupan lahan mangrove antara lain terdapat di ujung- ujung percabangan delta. Pengurangan tutupan lahan mangrove yang paling terlihat adalah di ujung percabangan delta sebelah utara. Ke arah daratan, pengurangan tutupan lahan mangrove terjadi di sekitar aliran sungai di Desa Berahan Wetan dan sedikit di sekitar aliran sungai di Desa Berahan Kulon. Sementara itu lokasi terjadinya pertambahan tutupan lahan mangrove diantaranya terdapat di sekitar percabangan Sungai Wulan saat mulai memasuki area delta. Selain itu, bertambahnya tutupan lahan mangrove juga terdapat di tepi area delta bagian selatan. Gambar 2. Peta Perubahan Tutupan Lahan Mangrove Periode Tahun 2002-2010 Berdasarkan interpretasi terhadap perubahan distribusi tutupan lahan mangrove pada kedua periode (tahun 1994-2002 dan tahun 2002-2010), maka diketahui bahwa lokasi di mana tutupan lahan mangrove cenderung terus mengalai pengurangan adalah di ujung percabangan delta bagian utara, sedangkan lokasi di mana tutupan lahan mangrove cenderung terus megalami pertambahan adalah di
  • 6. tepi area delta bagian selatan. Sementara itu, di bagian tengah area delta dan di sekitar percabangan Sungai Wulan di mana pada periode antara tahun 1994 hingga 2002 mengalami penurunan luas tutupan lahan mangrove, pada periode antara tahun 2002 hingga 2010 justru mengalami pertambahan luasan. Meskipun tidak terlalu besar dan hanya terjadi pada area-area yang sempit, pertambahan tutupan lahan tersebut terjadi cukup merata. 3.3. Analisis Kerapatan Tajuk Hutan Mangrove Informasi mengenai kerapatan tajuk merupakan salah satu hal yang penting dalam pengelolaan hutan mangrove. Di dalam Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis Mangrove yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, kerapatan tajuk merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk penentuan tingkat kekritisan lahan mangrove selain jenis penggunaan lahan dan ketahanan tanah terhadap abrasi. Pada penelitian ini, kerapatan tajuk didapat dari analisis Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) terhadap Citra ALOS dengan obyek yang dibatasi oleh peta persebaran tutupan lahan mangrove hasil analisis sebelumnya. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar hutan mangrove di Delta Sungai Wulan memiliki kerapatan tajuk jarang. Hutan mangrove dengan klasifikasi tersebut seluas 470, 1 Hektar atau mencapai 95,1%. Sementara itu, hutan mangrove yang memiliki kerapatan tajuk sedang hanya meliputi luas 22,18 Hektar atau sekitar 4,48%. Hutan mangrove yang memiliki kerapatan tajuk lebat hanya meliputi luas 2,11 Hektar atau sekitar 0,43%. Secara rinci, informasi tingkat kerapatan tajuk hutan mangrove di daerah penelitian disajikan pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Luas Mangrove Menurut Tingkat Kerapatan Tajuk Berdasarkan Nilai NDVI Nilai NDVI Tingkat Kerapatan Tajuk Luas (Ha) Persentase Luas (%) 0,43 ≤ NDVI ≤ 1,00 Kerapatan tajuk lebat 2,11 0,43 0,33 ≤ NDVI ≤ 0,42 Kerapatan tajuk sedang 22,18 4,48 -1,0 ≤ NDVI ≤ 0,32 Kerapatan tajuk jarang 470,1 95,10 Sumber : Analisis Berdasarkan distribusinya, hutan mangrove dengan kerapatan tajuk jarang tersebar di seluruh area delta. Di bagian tengah delta, sebagian besar hutan mangrove memiliki kerapatan tajuk tersebut. Keberadaan hutan mangrove dengan kerapatan tajuk sedang lebih banyak ditemukan di pinggir area delta, terutama pada percabangan delta bagian selatan. Hutan mangrove dengan kerapatan tajuk sedang hanya sedikit ditemukan di tengah area delta, yaitu di sekitar aliran sungai. Sementara itu, keberadaan hutan mangrove dengan kerapatan tajuk lebat hanya ditemukan di sebagian kecil tepi delta pada percabangan bagian selatan dan tepi aliran sungai dengan luasan lebih kecil. Kondisi di atas dapat mengindikasikan bahwa hutan mangrove yang terletak di pinggir delta dan berbatasan langsung dengan laut cenderung masih dalam kondisi alami, terutama di area percabangan delta bagian selatan. Meski demikian, pengaruh kekuatan gelombang dan arus dapat mempengaruhi tingkat kerapatan sehingga hanya memiliki kerapatan tajuk sedang. Sementara itu, pengaruh kegiatan manusia lebih banyak dilakukan pada mangrove yang terletak lebih ke arah darat atau di tengah-tengah area delta. Pada area ini, lahan mangrove banyak dikonversi menjadi lahan tambak. Secara spasial, distribusi hutan mangrove di daerah penelitian berdasarkan tingkat kerapatan tajuk disajikan pada Gambar 3. IV. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan di atas, maka kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pada periode antara tahun 1994-2002, luas tutupan lahan mangrove di area Delta Sungai Wulan mengalami penurunan sebesar 39,79%, sedangkan pada periode antara tahun 2002-2010 mengalami kenaikan sebesar 17,15 %.
  • 7. 2. Berdasarkan distribusinya pada kedua periode, lokasi di mana tetap mengalami pengurangan tutupan lahan mangrove adalah di ujung percabangan delta bagian utara, sedangkan lokasi di mana tetap mengalami pertambahan adalah di tepi area delta bagian selatan. 3. Berdasarkan analisis NDVI, hutan mangrove di area delta Sungai Wulan sebagian besar memiliki tingkat kerapatan tajuk jarang (95,10%), hanya sedikit yang memiliki tingkat kerapatan sedang (4,48%) dan lebat (0,43%). 4. Berbagai aplikasi teknik penginderaan jauh dan SIG dapat mempermudah pembuatan basis data dalam rangka pengelolaan hutan mangrove sebagai salah satu sumberdaya dan modal pembangunan. Gambar 3. Peta Tingkat Kerapatan Tajuk Hutan Mangrove di Area Delta Sungai Wulan V. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kehutanan. 2005. Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis Mangrove. Jakarta : Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan. FAO. 2007. The World’s Mangroves 1980-2005, A Thematic Study Prepared in the Framework of the Global Forest Resources Assessment 2005. Rome : FAO Forestry Paper. Kustanti, A. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. Bogor : IPB Press. Meneses-Tovar, C.L. 2011. NDVI as Indicator of Degradation.Unasy Iva 238, Vol.62, 2011/2. Mukhtar. 2009. Garis Pantai Indonesia Terpanjang Keempat di Dunia. http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/1048/Garis-Pantai-Indonesia-Terpanjang-Keempat-di- Dunia/?category_id=. (Diakses Tanggal :28 Mei 2013).
  • 8. Perdana, A.P. 2011. Tutorial Ringkas Identifikasi Ekosistem Mangrove dan Pemetaan Kerapatan Mangrove dari data Penginderaan Jauh. http://www.scribd.com/doc/62744013/GIS-and- Remote-Sensing-for-Mangrove-Mapping (Diakses Tanggal : 20 Mei 2013).