SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 41
Baixar para ler offline
1
RENCANA DISEMINASI HASIL PENGKAJIAN (RDHP)
MODEL PERTANIAN BIOINDUSTRI BERBASIS
TANAMAN PANGAN DI LAHAN PASANG SURUT
SUMATERA SELATAN
Ir. Niluh Putu Sri Ratmini, MSc.
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SUMATERA SELATAN
BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
2018
2
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul RDHP : Model Pertanian Bioindustri Berbasis Tanaman Pangan
di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan
2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan
3. Alamat Unit Kerja : Jl. Kol. H. Barlian No. 83 Km. 6 Palembang
4. Sumber Dana : APBN T.A 2018
5. Status Penelitian : Lanjutan
6. Penanggung Jawab:
a. Nama
b. Pangkat/Gol.
c. Jabatan Fungsional
:
:
:
Ir.NP. Sri Ratmini, M.Sc.
Penata/IV-a
Peneliti Madya
7. Lokasi : Kabupaten Banyuasin
8. Agroekosistem : Lahan Pasang Surut
9. Tahun Mulai : Tahun 2015
10. Tahun Selesai : Tahun 2018
11. Output Tahunan
Tahun 2015 : a) Tersusunnya rancang bangun model pertanian
bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan
pangan surut
b) Tumbuh dan berkembangnya sistem usahatani
ramah lingkungan dan usaha agibisnis berbasis
teknologi inovatif yang bersifat bioindustri.
c) Berperannya Kelembagaan petani dan ekonomi
pedesaan untuk pengembangan kegiatan bioindustri
berbasis tanaman pangan
d) Umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat-
guna spesifik pengguna dan lokasi yang
berkelanjutan
Tahun 2016 : Diperolehnya model pertanian bioindustri berbasis
tanaman pangan lahan pasang surut yang siap
dikembangan
Tahun 2018 Berkembangnya model pertanian bioindustri berbasis
tanaman pangan lahan pasang surut dalam kawasan
luas.
3
12. Output Akhir : Rekomendasi model pertanian bioindustri berbasis
tanaman pangan lahan pasang surut
13. Biaya kegiatan : Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah)
Koordinator Program
Budi Raharjo, S.TP, M.Si
NIP. 196300 198903 2 002
Penanggung Jawab,
Ir. Niluh Putu Sri Ratmini, MSc.
NIP 19641013 199403 1 001
Mengetahui,
Kepala Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian,
Dr. Ir. Haris Syahbuddin, DEA
NIP.19680415 199203 1 001
Kepala Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Sumatera Selatan,
Dr. Priatna Sasmita, M.Si
NIP. 19641104 199203 1 001
4
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Konversi lahan sawah menjadi areal non pertanian merupakan ancaman yang
serius terhadap ketahanan pangan nasional. Untuk mencapai sasaran surplus beras
10 juta ton pada tahun 2015, menuntut terobosan usaha melalui peningkatan
produktivitas lahan rawa pasang surut sebagai areal produksi padi. Meskipun secara
teknis lahan ini tergolong sub-optimal dengan kendala sifat fisik dan kimia tanah
termasuk kemasaman tanah, namun lahan ini prospektif sebagai lahan pertanian
produktif (Suriadikarta dan Sutriadi, 2007).
Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) memiliki rawa pasang surut yang luasnya
lebih kurang 1,3 juta hektar yang tersebar di beberapa delta. Dari jumlah tersebut
sampai tahun 2010 sekitar 373.000 ha sudah direklamasi dan sekitar 278.000 ha
telah dimanfaatkan untuk usahatani berbasis padi dan pemukiman sekitar 65.000 KK
transmigrasi (Badan Litbang Pertanian, 2007; Robiyanto, 2010).
Sistem pertanian lahan pasang surut di Sumsel saat ini telah berkembang
dengan pesat melalui penerapan teknologi yang direkomendasikan dari hasil hasil
penelitian terdahulu baik dari Badan Litbang Pertanian maupun dari Perguruan
Tingggi. Pola tanam yang dikembangkan ditentukan pada tipeluapan air. Lahan-
lahan pada tipe luapan A dan B umumnya menerapkan pola tanam padi-padi
sebagian pada luapan B menerapkan padi – jagung, sedangkan pada tipeluapan C
umumnya menerapkan pola padi-jagung/kedelai. Musim tanam MH seluruh lahan
pertanian ditanami padi dan pada musim tana MK sebagian besar petani
mengusahakan jagung. Selain usahatani tanaman pangan terdapat juga usaha
ternak sapi.
Petani umumnya telah menerapkan teknologi usahatani yang baik seperti
pemanfaatan varietas unggul dan bermutu, pemupukan, pengolahan tanah
sempurna, PHT, panen tepat waktu. Varietas unggul memberikan produksi yang
cukup tinggi di lahan pasang surut walaupun sistem tanam yang digunakan dengan
sistem sonor. Produksi padi varietas unggul dengan sistem sonor mampu
memberikan hasil cukup tinggi, varietas tersebut anata lain Inpari 10 produksinya
8,35 t/ha, Inpari 3 produksinya 8,19 t/ha (Ratmini dan Yohanes, 2013) dan Inpara 3
produksinya 8,3 t/ha (Ratmini dan Thamrin, 2012). Untuk mempercepat proses
pengolahan lahan akibat keterbatasan tenaga kerja maka alsintan merupakan sarana
5
utama yang dibutuhkan karena mengingat luas garapan yang luas. Kegiatan
usahatani tanaman pangan dan ternak menghasilkan limbah berupa sisa panen,
jerami, bonggol jagung dan kotoran ternak. Limbah pertanian saat ini belum ada
yang dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik atau sumber pupuk, sehingga hal
ini yang perlu ditanamkan ke petani agar mengembalikan sisa tanaman kembali ke
sawah. Produksi yang diperoleh tergantung dengan memanfaatkan masukan dari
luar yang sangat tiggi. Konsep pertanian bio-industri merupakan salah satu
program yang dapat dikembangkan di lahan pasang surut Sumsel.
Kementerian Pertanian meluncurkan Konsep Strategi Induk Pembangunan
Pertanian (SIPP) 2013-2045 sebagai upaya memberikan acuan dan arah
pembangunan khususnya di sektor pertanian ke depan. SIPP merupakan
kesinambungan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-
2025 dan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI) 2011-2025. Visi pembangunan pertanian 2013-2045 yakni mewujudkan
sistem pertanian bioindustri berkelanjutan yang memproduksi anekaragam makanan
sehat dan produk-produk yang memiliki nilai tambah dari sumberdaya pertanian
maupun kelautan. Bioindustri berkelanjutan memandang lahan pertanian tidak
semata-mata merupakan sumberdaya alam namun juga industri yang memanfaatkan
seluruh faktor produksi untuk menghasilkan pangan untuk ketahanan pangan,
maupun produk yang lain yang dikelola menjadi bioenergi serta bebas limbah dengan
menerapkan prinsip mengurangi, memanfaatkan kembali dan mendaur ulang (reduce,
reuse and recycle) (Kementerian Pertanian,2013).
Simatupang (2014) menyatakan bahwa konsep pertanian bioindustri terdiri
dari: 1) Biomassa primer berupa budidaya tanaman; 2) Biodigester berupa
peternakan dan biogas; 3) Biorefinery berupa industri pengolahan biomassa secara
menyeluruh; 4) Rumah tangga konsumen; dan 5) ekosistem yaitu interaksi
biologis dan siklus materi biogeokimia. Jadi sistem pertanian bioindustri
berkelanjutan, sambungnya, bagaimana memadukan sistem pertanian terpadu
dengan biorefinery secara berkelanjutan.
Kendala yang dihadapi untuk berhasilan pengembangan industri tanaman
pangan adalah kurangnya kemampuan petani/kelompoktani dalam pengelolaan
komponen proses produksi yang terintegrasi dan terpadu antara lain dalam
penguasaan teknologi proses produksi dan curahan waktu pada setiap anggota
kelompok, membatasi kecepatan produksi secara masal. Hal ini disebabkan karena
6
PADI
Jerami
Gabah
Pakan/silase
Bahan bakar
Media jamur
Kompos
Kertas
Papan partikel
Xylitol
Beras
Bekatul
Dedak
Sekam
Pangan
Pokok
Pangan
Fungsional
Panganan
Beras pecah kulit
Beras giling
berkualitas
Beras aromatik
Beras instan
Beras kristal
Beras yodium
Beras IG rendah
Beras berlembaga
Beras Fe tinggi
Kue basah
Kue kering
Pakan ternak
Minyak
Isolat protein/asam amino
Dietary fiber
Pakan ternak
Abu gosok
Bahan bakar
Arang sekam
Karbon/arang aktif
Silika
POHON INDUSTRI PADI
tidak berfungsinya sistem kelembagaan yang baik. Dengan adanya kelembagaan
maka pelaksanaan komponen produksi dapat dilakukan secara terintegrasi oleh
masing-masing komponen kelembagaan.
Hasil produk pertanian melalui konsep bioindustri akan dikembangkan menjadi
energi terbarukan agar masyarakat tidak lagi terpaku pada energi yang berasal dari
fosil, sehingga tidak ada yang terbuang, sampah akan jadi energi, termasuk
biomassa. Limbah samping dari sistem usahatani terdiri dari jerami, sekam dan
dedak, kotoran ternak, urin, dan limbah lainnya semua ini dapat diaur ulang menjadi
produk yang mempunyai nilai jual/tamah. Jerami padi yang umumnya sebagai
limbah dan dibuang petani dapat dimanfaatkan sebagi bahan kompos dan pakan
ternak. Sebagai bahan kompos akan dapat meningkatkan kualitas lahan, sedangkan
sebagai pakan ternak akan menghasilkan daging yang bermutu, sedangkan kotoran
padat dan korotan cair dapat dikembalikan ke lahan sebagai sumber hara. Pohon
permasalahan padi dan jagung yang berpeluang untuk mendukung Model Pertanian
Bioindustri pada Lahan Pasang Surut (Gambar 1 dan 2).
BIOINDUSTRI PADI
Gambar 1. Sketsa pohon masalah bioindustri padi di lahan pasang surut Sumsel
7
BIOINDUSTRI JAGUNG
Gambar 2. Sketsa pohon masalah bioindustri jagung di lahan pasang surut Sumsel
Berdasarkan pohon masalah pada Gambar 1 dan 2 maka sangat berpeluang
untuk mengembangkan bioindustri berbasis tanaman pangan (padi dan jagung) di
lahan pasang surut dipadukan dengan pemeliharaan ternak. Untuk mendukung
pertnian bioindustri maka proses penanganan pasca panen dan peningkatan mutu
produk sangat penting. Penanganan pascapanen yang baik akan berdampak positif
terhadap kualitas gabah konsumsi, benih, dan beras. Oleh karena itu, penanganan
pascapanen perlu mengikuti persyaratan Good Agricultural Practices (GAP) dan
Standard Operational Procedure (SOP) (Setyono et al. 2008). Dengan demikian, beras
yang dihasilkan memiliki mutu fisik dan mutu gizi yang baik sehingga mempunyai
daya saing yang tinggi (Setyono et al. 2006). Masalah utama dalam penanganan
pascapanen padi adalah tingginya kehilangan hasil (BPS 1988, 1996), serta gabah
dan beras yang dihasilkan bermutu rendah (Setyono et al. 1990a; Baharsyah 1992;
Setyono et al. 2001). Hal ini terjadi pada tahapan pemanenan, perontokan, dan
pengeringan sehingga perbaikan teknologi pascapanen padi sebaiknya dititikberatkan
pada ketiga tahapan tersebut. Jika total kehilangan hasil dapat ditekan dari 20,5%
menjadi 10-15%, maka kontribusinya dalam peningkatan pendapatan petani akan
semakin besar. Penignkatan kualitas dan kuantitas hasil panen dapat dilakukan
dengan berbeagai produk sesuai denga hasil yang diproleh dari usahatani.
Lahan
Pupuk
Benih
Alsin
SDM
JAGUNG
Jagung
muda
Jagung
tua
Tongkol
Kelobot
Daun
Batang
Sayur
Aneka olahan
lain
Tepung
Aneka olahan lain
Pakan unggas
Kompos
Bahan baku
Pakan ternak
Pakan ternak
Pakan ternak
Pakan ternak
INPUT
OUTPUT
8
Model pengembangan bioindustri berkelanjutan memandang lahan bukan
hanya sumber daya alam tetapi juga industri yang memanfaatkan seluruh faktor
produksi untuk menghasilkan pangan guna mewujudkan ketahanan pangan serta
produk lain dengan menerapkan konsep biorefinery. Konsep dasar dari pertanian
berkelanjutan adalah mengintegrasikan aspek lingkungan dengan sosial ekonomi
masyarakat pertanian dimana mempertahankan ekosistem alami lahan pertanain
yang sehat, melestarikan kualitas lingkungan, dan melestarikan sumber daya alam.
Pertanian berkelanjutan harus dapat memenuhi kriteria keuntungan ekonomi,
keuntungan sosial, dan konservasi lingkungan secara berkelanjutan pula. Tujuannya
adalah memutus ketergantungan petani terhadap input eksternal dan penguasa pasar
yang mendominasi sumber daya pertanian. Konsep ini merupakan sebuah tahapan
dalam menata ulang struktur dan sisem pertanian di Indonesia dimana membangun
sistem ekonomi pertanian yang sinergis antara produksi dan distribusi dalam
kerangka pembaruan pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
dapat mensosialisasikan dan melakukan percepatan diseminasi program “Bioindustri
Pertanian Berkelanjutan” melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) yang
ada di setiap provinsi termasuk di BPTP Sumatera Selatan dengan membangun
percontohan atau laboratorium lapang. Pada tahun 2015 telah dilakukan penyusunan
rancang bangun kegiatan bioindustri lahan pasang surut dan juga telah dicobakan
pemanfaatan limbah pertanian untuk menunjang pertanian yang ramah lingkungan
dan meminimumkan limbah pertanian yang tidak terpakai.
Dari hasil kegiatan selama dua tahun (2015 dan 2016) diperoleh bahwa
kesadaran petani untuk memnfaatkan limbah dari hasil pertanian cukup tinggi,
dimana sebelumnya limbah yang dihasilkan dari persawahan baik berupa jerami padi
maupun jagung semuanya dibakan di lahan, namun setelah kegiatan bioindustri
sebagian dari limbah diberikan sebagai ahan pakan sapi dan sebagian lagi langsung
dikembalikan ke lahan sebagai kompok. Limabah dari kotoran sapi padat sebelum
kegiatan bioindustri dilakukan hanya ditumpuk sebagai bahan timbunan sedangkan
urine sapi dibuang saja. Namun, saat ini limbah padat telah dijadikan kompos dan
urin dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair. Kelompok dan petani merasa sangat
terbantu dengan adanya kegiatan ini, terutama pada saat musim tanam padi di MH,
tanaman padi banyak terserang blast, namun dengan pemakaian pupuk urie dan
pupuk kandang tanaman padi dapat terselematkan dari serangan balst. Diharapkan
pada tahun 2018 produksi pupuk kompos dan pupuk cair dapat terus dikembangkan
9
dan mulai dapat dipasarkan dan juga aplikasi pertanian ramah lingkungan dalam
skala yang lebih luas di wilayah sekitarnya.
1.2. Dasar Pertimbangan
Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang memiliki lahan
pasang surut terluas di Sumatera Selatan, yang tersebar di 11 lokasi yang teridiri dari
tipologi lahan potensial 69.820 ha (48,18%), sulfat masam potensial (SMP) 50.263 ha
(34,69%), sulfat masam aktual (SMA) 14.016 ha (9,67%), gambut dangkal 5.075 ha
(3,50%), SMP-bergambut 3.833 ha (2,65%), dan gambut sedang 1.439 ha (0,99%).
Tipe luapan lahan ini sebagian besar adalah tipe luapan B dan C dengan luasan
masing-masing 51.372 ha (35,45%) dan 66.132 ha (45,64%), dan hanya sebagian
kecil tipe luapan A dan D yaitu dengan luasan masing-masing 13,258 ha (9,15%) dan
14.140 ha (9,76%) (Ananto et al., 2000). Dari luasan tersebut 83 ribu ha terletak di
Kec. Tangjung lago yang terbagi menjadi 15 Desa. Wilayah Tanjung Lago secara
umum memiliki luapan air pasang tipe A seluas 10%, tipe B 25%, tipe C 55 % dan
tipe D 10% (BP3K, 2015).
Lahan pasang surut di Kabupaten Banyuasin saat ini dimanfaatkan untuk
tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai), kelapa, peternakan dan perikanan.
Penggunaan lahan sawah pada tahun 2012 sebagian besar masih menerapkan IP 100
(166.691 ha) dan hanya sebagian kecil yang menerapkan IP 200 (20.034 ha). Luas
pengusahaan tanaman pangan di Kabupaten Banyuasin pada tahun 2013: padi
214.442 ha dengan produktivitas 45,76 kw/ha, jagung 6.960 ha dengan tingkat
produktivitas 39.98 kw/ha, dan kedelai 771 ha dengan produktivitas 10,87 kw/ha,
dan pada tahun 2011 Kabupaten Banyuasin mengalami surplus beras mencapai
436.932 ton (Dinas Tanaman Pangan, 2014). Pada lahan pekarangan umumnya
ditanami kelapa, kolam ikan, ayam dan ternak besar. Sistem bioindustri pertanian
berkelanjutan dapat diterapkan di lahan pasang surut dan diharapkan dapat
memperbaiki kondisi pertanian dan perekonomiaan petani saat ini, sehingga dapat
mencegah alih fungsi lahan pertanian ke lahan perkebunan. Konsep bioindustri
pertanian berkelanjutan adalah memandang lahan bukan hanya sumber daya alam
tetapi juga industri yang memanfaatkan seluruh faktor produksi untuk menghasilkan
pangan guna mewujudkan ketahanan pangan serta produk lain dengan menerapkan
konsep biorefinery.
10
Pertanian bioindustri berkelanjutan diharapkan merupakan suatu sistem
pertanian yang terpadu dari hulu sampai hilir, sehingga terwujud pertanian
berkelanjutan dengan input luar rendah (Low external infut sustainable agriculture).
Hal ini dapat dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal yang ada
dengan mengkombinasikan berbagai komponen sistem usahatani sehingga saling
melengkapi dan memberikan efek sinergi yang paling besar. Keterpaduan di dalam
pengelolaan usaha pertanian dengan mengoptimalkan sumberdaya pertanian dan
penerapan teknologi tepat guna spesifik lokasi untuk menghasilkan multi produk
pangan dan energi merupakan landasan dasar bagi bioindustri pertanian
berkelanjutan, untuk mewujudkan hal tersebut perlu dicari suatu konsep/model
bioidustri pertanian berkelanjutan yang spesifik lokasi sesuai dengan potensi yang
ada.
Pengembalian seluruh limbah ke lahan pertanian diperkirakan akan mampu
menghemat penggunaan pupuk lebih kurang 25% dari biasanya. Pengolahaan hasil
samping dari proses penggilingan padi dengan optimal untuk berbagai produk
diperkirakan dapat meningkatkan pendapatan sampai sekitar 50%. Untuk itu perlu
dievaluasi tingkat substitusi pupuk organik terhadap pupuk anroganik, peningkatan
pendapatan dari optimasilisasi produk, pemanfaatan pestisida hayati serta kualitas
produk yang dihasilkan. Pemanfaatan limbah padat dan limbah cair sebagai kompos
dan pupuk cair, selain dapat mengurangi pemakaian pupuk organik juga dapat
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit, oeningkatan kesuburan tanah,
dan dapat meningkatkan perekonomia petani. Pada tahun 20115 dan 2016
pemanfaatan limbah padat dan limbah cair sudah semakin luas. Pada tahun 2015
pemakaian limbah baru sebatas libah padat dan jumlah petani yang menggunakan
baru 10 orang. Pada tahun 2016 pemanfaatan kompos padat semakin banyak dan
semua petani kelompok telah memanfaatan pupuk cair yang dihasilkan kelompok
dan sudah mulai penyebaran ke kelompok lain di sekitarnya. Pada tahun 2016 petani
telah berhasil membuat dekomposer sendiri berupa MOL yang dipergunakan untuk
pembuatan pupuk cair sehingga petani tidak tergantung lagi dengan pembelian
dekomposer dari luar. Pada tahun 2018 diharapkan kegiatan aan berkembang yang
lebih luas dan dan lebih beragam terutama telah dapat mengasilkan produk akhir dari
proses bioindustri.
11
1.3. Tujuan
Tahun 2015
a. Menyusun rancang bangun model pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan
di lahan pangan surut untuk dapat meningkatkan nilai tambah hasil pertanian
b. Memfasilitasi penumbuhan dan pembinaan percontohan sistem usahatani ramah
lingkungan dan usaha agibisnis berbasis teknologi inovatif yang bersifat
bioindustri.
c. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi pedesaan untuk
pengembangan kegiatan bioindustri berbasis tanaman pangan untuk mendukung
keberlanjutan sistem pertanian bioindustri.
d. Memperoleh umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat-guna spesifik
pengguna dan lokasi yang berkelanjutan untuk menyempurnakan model pertanian
ramah lingkungan yang spesifik lokasi.
Tahun 2016:
Mengimplementasikan dan memantapkan model pertanian bioindustri berbasis
tanaman pangan lahan pasang surut
Tahun 2017
Mengembangkan (scalilng up) dan mereplikasi model pengembangan pertanian
bioindustri berbasis tanaman pangan lahan pasang surut
Tujuan Akhir (2018): Merekomendasikan model pertanian bioindustri berbasis
tanaman pangan lahan pasang surut di Provinsi Sumatera Selatan.
1.4. Perkiraan Keluaran
Tahun 2015
a. Tersusunnya rancang bangun model pertanian bioindustri berbasis tanaman
pangan di lahan pangan surut untuk dapat meningkatkan nilai tambah hasil
pertanian
b. Tumbuh dan berkembangnya sistem usahatani ramah lingkungan dan usaha
agibisnis berbasis teknologi inovatif yang bersifat bioindustri.
12
c. Berperannya Kelembagaan petani dan ekonomi pedesaan untuk
pengembangan kegiatan bioindustri berbasis tanaman pangan untuk
mendukung keberlanjutan sistem pertanian bioindustri.
d. Didapatkan umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat-guna spesifik
pengguna dan lokasi yang berkelanjutan untuk menyempurnakan model
pertanian ramah lingkungan yang spesifik lokasi
Tahun 2016
Diperolehnya model pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan lahan pasang
surut yang siap dikembangan
Tahun 2017
Berkembangnya model pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan lahan
pasang surut dalam kawasan luas.
Luaran akhir (2018): Rekomendasi model pertanian bioindustri berbasis tanaman
pangan lahan pasang surut di Provinsi Sumatera Selatan.
1.5. Perkiraan Hasil tahun 2016
1. Pengolahan limbah dari sistem usaha tani tanaman pangan (padi dan jagung)
dipadukan dengan ternak sapi sehingga tercipta sistem usahatani zero to
waste serta produk yang ramah lingkungan.
2. Produk olahan hasil untuk pakan ternak, makanan ringan, makanan olahan
dan lainnya yang dapat menjadikan peningkatan nilai tambah dan daya saing
wilayah.
3. Peningkatan efesiensi, diversifikasi serta produktifitas sistem pertanian yang
bermuara pada kesejahteraan petani.
13
1.6. Perkiraan Manfaat dan Dampak
a. Terjadinya peningkatan produksi usaha agribisnis, peningkatan nilai tabah
hasil pertanian melalui pengembangan produk olahan serta peningkatan
pendapatan petani melalui percepatan penggunaan inovasi pertanian
bioagroindustri.
b. Meningkatnya efisiensi pertanian dengan meminimalkan input sarana produksi
pertanian dari luar dan mengoptimalkan pemanfaatan limbah yang dihasilkan
dari sistem usahatani dikombinasikan dengan ternak sapi.
c. Pengembangan kawasan bioindustri pada skala yang lebih luas, maka mampu
mengoptimalkan sumber daya lokal berbasis tanaman pangan yang
diintegrasikan dengan ternak sapi, sehingga tercipta pertanian yang ramah
lingkungan, berkelanjutan serta berwawasan agribisnis.
14
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
Sumatera Selatan memiliki sumberdaya lahan pertanian yang cukup luas dan
mempunyai potensi untuk pengembangan pertanian salah satunya adalah lahan
pasang surut. Lahan pasang surut di Sumatera Selatan tersebar di Kabupaten Musi
Banyuasin, Banyuasin dan Ogan Komering Ilir. Lahan pasang surut yang luasnya lebih
kurang 1,3 juta hektar yang tersebar di beberapa delta. Dari jumlah tersebut sampai
tahun 2010 sekitar 373.000 ha sudah direklamasi dan sekitar 278.000 ha telah
dimanfaatkan untuk usahatani berbasis padi dan pemukiman sekitar 65.000 KK
transmigrasi (Badan Litbang Pertanian, 2007; Robiyanto, 2010).
Kondisi lahan pasang surut di Sumatera Selatan saat ini sebagian besar
dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan sebagian telah dibuka untuk areal
perkebunan. Hal ini karena umumnya usahatani memperoleh keuntungan yang lebih
kecil dibandingkan dengan perkebunan. Usatani umumnya memerlukan biaya input
tinggi karena umumnya lahan pasang surut tanahnya kurang subur, bereaksi masam,
mengandung Al, Fe, dan atau Mn dalam jumlah tinggi sehingga dapat meracuni
tanaman akibat adanya lapisan pirit. Jika lahan pasang surut dikelola dengan baik
menggunakan teknologi yang tepat dan sesuai dengan karakteristik lahannya, maka
dapat dimanfaatkan untuk memproduksi beberapa kebutuhan pangan dan dapat
diusahakan untuk tanaman padi, jagung, singkong, ubi jalar, kentang, sorgum,
kedelai, dan kacang tanah, ternak ruminansia baik ruminansia kecil maupun
ruminansia besar.
Lahan pasang surut di Kabupaten Banyuasin saat ini dimanfaatkan untuk
tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai), kelapa, peternakan dan perikanan.
Penggunaan lahan sawah pada tahun 2012 sebagian besar masih menerapkan IP 100
(166.691 ha) dan hanya sebagian kecil yang menerapkan IP 200 (20.034 ha). Luas
pengusahaan tanaman pangan di Kabupaten Banyuasin pada tahun 2013: padi
214.442 ha dengan produktivitas 45,76 kw/ha, jagung 6.960 ha dengan tingkat
produktivitas 39.98 kw/ha, dan kedelai 771 ha dengan produktivitas 10,87 kw/ha,
dan pada tahun 2011 Kabupaten Banyuasin mengalami surplus beras mencapai
436.932 ton (Dinas Tanaman Pangan, 2014). Produk hasil pertanian padi dan jagung
di lahan pasang surut sebagian bear dijual langsung dalam bentuk gabah maupun
jagung pipilan. Disamping itu limbah yang dihasilkan sangat berpotensi untuk pakan
15
ternak dan kompos, sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan dan
mingkatkan nilai tambah produk.
Prospek pengembangan ternak sapi di lahan pasang surut cukup besar selain
pengembangan tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan daging nasional.
Permintaan daging di Indonesia setiap tahun terus meningkat seiring dengan
peningkatan laju pertumbuhan penduduk dan industri makanan olahan. Pendekatan
yang dapat diterapkan adalah dengan mengoptimalkan potensi yang ada salah
satunya adalah sitem pertanian bioindustri pertanian berkelanjutan berbasis
komoditas dengan potensi tinggi yaitu padi, jagung dan palawija lainnya
diintegrasikan dengan ternak. Tanaman tersebut akan menghasilkan bahan pangan
dan energi mendukung pencapaian swasembada pangan. Selain itu, akan
menghasikan limbah yang sangat potensial untuk pakan ternak sapi, pupuk organik
dan bahan pembenah tanah lainnya. Limbah ternak berupa kotoran dapat diproses
menjadi kompos untuk memperbaiki produktivitas lahan agar tanaman yang ditanam
nantinya dapat berproduksi tinggi. Penurunan produktivitas lahan merupakan
masalah yang dihadapi petani, hal ini disebabkan oleh keterbatasan penyediaan
pupuk kandang yang dikuasai petani, keterbatasan ketersediaan pakan ternak, dan
permasalahan lingkungan (Basuni et al., 2010). Sistem integrasi tanaman-ternak
sangat penting dalam upaya untuk memenuhi keburuhan bahan organik dan
peningkatan produktivitas lahan. Pengembangan sistim integrasi tanaman-ternak
dalam sistem bioindustri pertanian berkelanjutan merupakan strategi usaha
pertanian ramah lingkungan dalam mewujudkan kesejahteraan petani dan
rnasyarakat pedesaan. Secara rinci konsep atau rancangan bioindustri pertanian
berkelanjutan disajikan pada Gambar 3 dam 4.
16
PADI
JERAMI
SEKAM
DEDAK
GABAH
BERAS
Arang Sekam
Silika
Briket
Bahan Bakar
Minyak
makan
Makanan kaya
seratBeras
bermutu
Menir
Tepung Pakan
Jamu
(beras
kencur)
Beras
giling
berkualitas
Aromatik
Kaya Fe
Nasi
instant
Bihun
Media
Jamur
Pakan
Kompos
PASAR
TERNAK
SAPI
UNGGAS
Daging
Telur
Kotoran
Daging
Limbah
Cair/
Padat
Biogas
RUMAH
TANGGA
Pupuk
Cair
HORTIKULTURA
Xylitol
BEKATUL
Pakan
ternak
Pakan
ternakParam
(obat
balur)
Lahan
Pupuk
Benih
Alsin
SDM
JAGUNG
Jagung
muda
Jagung
tua
Tongkol
Kelobot
Daun
Batang
Sayur
Aneka olahan
lain
Tepung
Aneka olahan
lain
Pakan unggas
Kompos
Bahan baku
Pakan ternak
Pakan ternak
Pakan ternak
Pakan ternak
SAPI
Biogas
Biopestisida
NILAI TAMBAH
Listrik
Bahan bakar
KEUNTUNGAN
Pupuk organikHarga Jual
Biaya
Produksi
INPUT
OUTPUT
Gambar 3. Konsep atau Rancangan Bioindustri Pertanian Berkelanjutan
Gambar 4. Konsep atau Rancangan Bangun Bioindustri Berbasis Tanaman jagung
17
2.2. Hasil-hasil Penelitian/Pengkajian Terkait Bio-Industri
1. BioIndustri
Kementerian Pertanaian (Kementan) menggagas konsep bioindustri atau zero
waste. Ini sebagai bagian upaya merevitalisasi unit industri pengolahan di tingkat
pedesaan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015.
Pertanian bioindustri atau industri pertanian adalah usaha pengolahan sumber
daya alam hayati (pertanian) dengan bantuan teknologi industri untuk menghasilkan
berbagai macam hasil yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi. Pengolahan itu
tidak hanya terbatas pada upaya meningkatkan hasil pertanian saja, akan tetapi
bagaimana mengelola hasil pertanian menjadi komoditas yang bervariasi, sehingga
dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Indonesia yang sebagian besar
merupakan para petani. Pengelolaan tanaman berskala indutsri yang dapat
meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat Indonesia adalah melalui
pertanian bioindustri. Salah satunya dengan memanfaatkan tanaman sebagai sumber
energi alternatif dengan mengolah tanaman menjadi biofuel.
Pertanian bioindustri dapat menjadi alternatif pilihan sebagai bahan baku
energy untuk menggantikan BBM yang ketersediannya semakin menipis.
Meningkatnya harga bahan bakar minyak dan gas, ketahanan energy serta
meningkatnya polusi lingkungan dalam kaitannya dengan penggunaan bahan bakar
merupakan penyebab bangkitnya kembali bioindustri pada beberapa tahun terakhir
(Ariati, 2006).
Limbah Padi
Dalam proses penggilingan padi menjadi beras giling, diperoleh hasil samping
berupa (1) sekam (15-20%), yaitu bagian pembungkus/kulit luar biji, (2)
dedak/bekatul (8-12%) yang merupakan kulit ari, dihasilkan dari proses penyosohan,
dan (3) menir (±5%) merupakan bagian beras yang hancur. Hasil samping tersebut
sebenarnya mempunyai nilai guna dan ekonomi yang baik apabila ditangani dengan
benar sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dalam sistem agroindustri padi di
pedesaan. Menurut Gani (2009) dari bulir gabah dapat diperoleh sekam dengan
kandungan 18 persen hingga 22 persen. Kemudian dari jerami dapat diperoleh 45
persen sampai 55 persen biomassa tanaman. Panenan gabah kering rata-rata saat ini
6 ton per hektar, maka akan diperoleh 1,2 ton sekam dan 6 ton jerami. Total limbah
produksi padi untuk biochar mencapai 120 persen gabahnya.
18
Pupuk Organik
Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Tanah menemukan bahwa
kandungan bahan organik di sebagian besar sawah menurun hingga 1% saja.
Padahal kandungan bahan organik yang ideal adalah sekitar 5%. Kondisi miskin
bahan organik ini menimbulkan banyak masalah, antara lain: efisiensi pupuk yang
rendah, aktivitas mikroba tanah yang rendah, dan struktur tanah yang kurang baik.
Akibatnya produksi padi cenderung turun dan kebutuhan pupuk terus meningkat.
Solusi mengatasi permasalah ini adalah dengan menambahkan bahan
organik/kompos ke lahan-lahan sawah. Kompos harus ditambahkan dalam jumlah
yang cukup hingga kandungan bahan organik kembali ideal seperti semula.
Menurut Kim dan Dale (2004) potensi jerami kurang lebih 1,4 kali dari hasil
panen. Potensi jerami yang sangat besar masih disia-siakan oleh petani. Sebagian
besar jerami hanya dibakar menjadi abu, sebagian kecil dimanfaatkan untuk pakan
ternak dan media jamur merang. Pemanfaatan jerami dalam kaitannya untuk
menyediakan hara dan bahan organik tanah adalah merombaknya menjadi kompos.
Rendemen kompos yang dibuat dari jerami kurang lebih 60% dari bobot awal jerami,
sehingga kompos jerami yang bisa dihasilkan dalam satu hektar lahan sawah adalah
sebesar 4,11 ton/ha. Andaikan semua jerami dibuat kompos akan dihasilkan kompos
sebanyak 48,01 juta ton secara nasional. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai
Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) kandungan hara kompos
jerami adalah sebagai berikut:
Rasio C/N 18.88
C- organik (%) 35.11
N (%) 1.86
P2O5 (%) 0.21
K2O (%) 5.35
Kadar air (%) 55%
*) data kandungan hara berdasarkan berat kering kompos
Dari data analisa di atas, kompos jerami memiliki kandungan hara setara
dengan 41,3 kg Urea, 5.8 kg SP36, dan 89,17 kg KCl per ton kompos atau total
136,27 kg NPK per ton kompos kering. Jumlah hara ini kurang lebih dapat memenuhi
lebih dari setengah kebutuhan pupuk kimia petani. Di tingkat nasional, potensi nilai
hara dari kompos jerami adalah setara dengan 1,09 juta ton Urea, 0,15 juta ton
19
SP36, dan 2,35 juta ton KCl atau total 3,6 juta ton NPK. Jumlah ini kurang lebih 45%
dari konsumsi pupuk nasional yang mencapai 7,9 juta ton tahun 2007 (APPI, 20093).
Jika kandungan hara ini dinilai dengan harga pupuk kimia (HET4), maka kompos
jerami secara nasional bernilai Rp. 5,42 Trilyun.
Arang/Biochar
Biochar adalah istilah baru yang digunakan untuk menggambarkan arang
(biasanya arang berserbuk halus) berpori terbuat dari sampah organik yang
ditambahkan pada tanah. Biochar dihasilkan melalui proses pirolisis biomasa. Pirolisis
ini dilakukan dengan memaparkan biomasa pada temperatur tinggi tanpa adanya
oksigen. Proses ini menghasilkan dua jenis bahan bakar (sygas atau gas sintetis dan
bio-oil atau minyak nabati) dan arang (yang kemudian disebut biochar) sebagai
produk sampingan.
Biochar memiliki karakteristik: high surface area, high volume, micropores,
density, macropores, serta mengikat air. Karakteristik tersebut menyebabkan biochar
mampu memasok karbon, bochar juga dapat mengurangi CO2 dari atmosfer dengan
cara mengikatnya kedalam tanah.Keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan
biochar antara lain: dapat memperbaiki struktur tanah, luas permukaan biochar lebih
besar, hal ini dapat menahan air dan tanah dari erosi, mengikat nitrogen, calcium
(Ca2+
), potassium (K+
), magnesium (Mg2+
).
Biochar adalah produk kaya karbon ketika biomassa seperti rabuk (manure)
atau daun, dipanaskan dengan oksigen rendah atau bahkan vakum. Secara teknis
biochar diproduksi melalui dekomposisi termal materi organikdi bawah suplai oksigen
yang terbatas serta temperatur yang rellatif rendah (<700°C). Biochar dapat dibuat
melalui banyak cara, terutama menggunakan salah satu dari tiga proses dekomposisi
termal dominan: pirolisis, gasifikasi, dan karbonisasi hidrotermal. Energi yang
dihasilkan berbentuk gas atau minyak yang terbentuk bersama dengan terbentuknya
biochar. Energi yang dihasilkan tersebut dimungkinkan dapat menutup fungsi lain
(recoverable), atau secara sederhana energi tersebut dibakar dan dibebaskan sebagai
panas. Biochar dapat dibuat dari berbagai macam biomassa. Sistem (reaktor) yang
digunakan pun berbeda-beda, dan mungkin menggunakan teknologi yang
memproduksi energi recoverable ataupun tidak, mulai dari skala rumah tangga
hingga pembangkit listrik bioenergi besar. Tanah yang subur memerlukan kandungan
bahan organik sebesar 2%. Arang hayati atau biochar memberikan opsi untuk
20
pengelolaan tanah terutama sebagai supplier karbon dan perekonstruksi. Menurut
Lehmann (2007), semua bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah nyata
meningkatkan berbagai fungsi tanah tak terkecuali retensi berbagai unsur hara
esensial bagi pertumbuhan tanaman, namun penggunaan bahan organik berupa
pupuk kandang maupun sisa tanaman membutuhkan dosis yang cukup tinggi yaitu
sekitar 15-20 t/ha pupuk kandang (Undang Kurnia, 1996) dan 20-25 t/ha biomas
flemingia (Nurida, 2006). Biochar lebih efektif menahan unsure hara untuk
ketersediaannya bagi tanaman dibandingkan bahan organik lain seperti sampah
dedaunan, kompos atau pupuk kandang. Biochar juga menahan P yang tidak bisa
diretensi oleh bahan organik tanah biasa. Aplikasi biochar pada tanah sulfat masam
dapat menurunkan kerapatan isi tanah, Al-dd dan kelarutan Fe serta dapat
meningkatkan prsitas tanah, kandungan air tanah, C-organik, pH tanah, kelarutan P
KTK, K-dd dan Ca-dd (Masulili, 2010). Lehmann dan Rondon (2006) serta Rondon et
al. (2007) melaporkan bahwa biochar juga menyediakan media tumbuh yang baik
bagi berbagai mikroba tanah.
Pada tahun 2007 International Rice Research Institute (IRRI) menguji
pemberian biochar pada produksi padi gogo di Laos bagian utara. Biochar terbukti
meningkatkan konduktivitas hidrolik top soil atau lapisan permukaan tanah dan
meningkatkan hasil gabah pada kandungan tanah yang rendah fosfor (P) tersebut.
Pemberian biochar juga terbukti meningkatkan respons terhadap pemberian pupuk
dengan kandungan nitrogen N.
21
III. METODOLOGI
3.1. Pendekatan
Dalam model pengembangan pertanian Bioindustri akan dikelola dan
dimanfaatkan secara optimal seluruh sumberdaya hayati termasuk biomasa dan hasil
samping dari tanaman pangan dan ternak sapi bagi kesejahteraan masyarakat dalam
suatu ekosistem. Konsep bioindustri dalam integrasi tanaman ternak secara
sederhana di visualisasikan pada Gambar 5
Gambar 5. Konsep bioindustri dalam integrasi tanaman ternak
Gambar 5, dalam pengembangan integrasi tanaman pangan di lahan pasang
surut dengan ternak sapi, fokus kegiatan tidak hanya pada sistem budidaya tanaman
dan ternak secara terintegrasi, namun pada penanganan hasil samping (jeami,
batang jagung, kelobot jagung, sekam kotoran dan urin sapi) yang dapat digunakan
sebagai sarana produksi atau input bagi proses budidaya maupun pada penanganan
dan pengolahan hasil utama (padi, jagung dan daging sapi) untuk dipasarkan.
Berdasarkan gambaran tersebut maka terdapat empat kegiatan dalam kegiatan
integrasi tanaman pangan dengan ternak sapi yaitu (1) optimalisasi integrasi tanaman
pangan dengan ternak sapi, (2) penanganan hasil samping budidaya tanaman
pangan dan sapi, (3) penanganan dan pengolahan hasil utama serta (4) berfungsinya
kelembagaan pendukung untuk penanganan unit agribisnis dan pemasaran produk.
Pendekatan yang dilakukan dalam upaya pencapaian keberhasilan kegiatan
pengembangan pertanian bioindustri berbasis integrasi tanaman pangan dengan sapi
meliputi:
• Membangun model percontohan pengembangan pertanian bioindustri berbasis
22
integrasi tanaman pangan dan sapi yang mensinergikan sistem inovasi dan
kelembagaan dengan sistem agribisnis.
• Menerapkan teknologi inovatif tepat guna secara partisipatif berdasarkan
paradigma penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
• Mendorong proses difusi dan replikasi model percontohan teknologi inovatif
melalui ekspose dan demontrasi lapang, diseminasi informasi, advokasi serta
fasilitasi.
• Mengembangkan bioindustri pedesaan berdasarkan karakteristik wilayah
agroekosistem dan kondisi sosial ekonomi setempat.
Inovasi teknologi yang digunakan dalam upaya pencapaian keberhasilan
kegiatan pengembangan pertanian bioindustri berbasis integrasi tanaman pangan dan
sapi adalah teknologi yang memenuhi syarat-syarat sebagaimana berikut ini:
• Menjadi solusi bagi permasalahan petani
• Matang, siap digunakan pada skala pengembangan dan mempunyai potensi
dampak yang luas.
• Dapat diadaptasikan pada berbagai kondisi lingkungan budaya, sosial ekonomi dan
biofisik.
• Berdampak signifikan terhadap pendapatan keluarga tani
• Dukungan pengetahuan dan keahlian teknis memadai
• Dukungan input memadai
• Memenuhi permintaan pasar
• Tidak memiliki dampak negatif
3.2. Ruang Lingkup Kegiatan
Model pengembangan bio industri berbasis integrasi tanaman pangan - ternak
ini mempunyai tujuan akhir mengembangkan Pertanian Bio-Industri Berkelanjutan
berbasis integrasi tanaman pangan-ternak sapi yang dicirikan oleh berkembangnya
Agro-Industrial produk turunan padi dan jagung dan ternak sapi di lahan pasang
surut Sumatera Selatan. Secara garis besar, ruang lingkup kegiatan model
pengembangan pertanian bioindustri berbasis integrasi tanaman pangan dan ternak
sapi dengan introduksi teknologi dan rekayasa kelembagaan inovatif spesifik lokasi,
terdiri dari komponen-komponen inovasi pertanian yang akan dikembangkan
meliputi:
23
a) Optimalisasi integrasi. Dalam kegiatan ini dilakukan introduksi teknologi untuk
mengoptimalkan pelaksanaan integrasi tanaman pangan dan ternak sapi.
Introduksi teknologi untuk peningkatan produktivitas dan efisiensi usahatani
tanaman pangan (padi dan jagung) meliputi komponen-komponen teknologi
inovatif yaitu: (1) varietas unggul, (2) budidaya tanaman pangan ramah
lingkungan, (3) penanganan hasil samping budidaya tanaman pangan, serta (4)
penanganan dan pengolahan hasil utama (padi dan jagung). Introduksi teknologi
untuk peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha ternak sapi meliputi
komponen-komponen teknologi inovatif yaitu: (1) Seleksi bibit ternak, (2)
perbaikan efisiensi reproduksi induk, (3) perbaikan pakan, (4) perbaikan
manajemen pemeliharaan, (5) penanganan hasil samping dan (6) penanganan
dan pengolahan hasil utama.
b) Penanganan hasil samping. Penanganan hasil samping untuk tanaman padi dan
jagung adalah jerami, sekam, batang jagung dan kelobot jagung. Jerami, batang
jagung dan kelobot jagung sebagian akan diolah menjadi pakan sapi melalui
proses fermentasi menjadi silase dan sebagian aan diolah sebagai bahan baku
kompos padat dicampur dengan kotoran ternak padat dan kotoran ternak cair
(urine) sebagai pupuk cair untuk tanaman pangan.
c) Penanganan dan Pengolahan Hasil Utama. Penanganan dan pengolahan hasil
utama meliputi (1) beras premium, (2) produk olehan beras dan jagung dan (3)
bibit sapi sehat. Penanganan dan pengolahan hasil utama dilakukan
menggunakan teknologi inovatif spesifik lokasi dalam rangka meningkatkan harga
jual produk utama atau meningkatkan pendapatan petani.
d) Kelembagaan dan Pemasaran. Kegiatan ini terutama untuk menumbuh-
kembangkan unit usaha agribisnis yaitu (1) unit usaha penanganan hasil
samping, (2) unit usaha penanganan dan pengolahan hasil utama dan (3) unit
pemasaran hasil. Unit usaha agribisnis ini diharapkan dapat berkembang secara
mandiri.
24
3.3. Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan
3.3.1. Waktu dan Tempat
Lokasi kegiatan model pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan lahan
pasang surut di Provinsi Sumatera Selatan direncanakan di Kecamatan Tanjung Lago
Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Pelaksanaan kajian ini direncanakan
selama 3 tahun yaitu mulai pada awal tahun 2015 sampai dengan akhir tahun 2018.
3.3.2. Bahan dan alat
Bahan dan alat yang digunakan antara lain peralatan basline survey dan PRA seperti
bahan ATK dan lain – lain. Bahan dan alat mesin pengolahan limbah tanaman pangan
(padi dan jagung) untuk pakan ternak, bahan dan alat mesin pengolahan limbah
kotoran sapi untuk biofertilizer dan alat pendukung lainnya.
3.3.3. Pelaksanaan Kegiatan
Secara operasional Model Bioindustri Pertanian Berkelanjutan akan
diimplementasikan melalui pendekatan partisipatif dengan melakukan berbagai
rangkaian kegiatan yang saling berkaitan satu sama lain dalam suatu kerangka
pengembangan model sistem dan usaha agribisnis pedesaan yang memperhatikan
aspek lingkungan. Selain itu, penumbuhan dan pengembangan kelembagaan
pendukung agribisnis juga dilakukan, seperti pemberdayaan kelompok tani,
pengembangan Gapoktan, lembaga permodalan, dan kemitraan petani.
Rancangan pola tanaman yang akan dikembangkan disajikan pada Gambar 6.
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Gambar 6. Pola tanam yang akan dikembangkan
Pada tahapan aplikasi teknologi usahatani akan diawali dengan Implementasi
budidaya padi ramah lingkungan; teknologi budidaya ternak; Implementasi Teknologi
untuk Menekan Kehilangan Hasil dan Meningkatkan Mutu Gabah; Teknologi
pengemasan gabah dan beras dan pengelolaan menir; dan pengolahan limbah
Padi JagungLahan Usaha
Pekarangan
Bulan
Tanaman /Ternak Sapi
Jagung/
kedelai
25
tanaman + kotoran sapi menjadi pupuk organik dan biogas. Bentuk kegiatan
diuraikan secara rinci pada Lampiran 1.
a. Implementasi Budidaya Padi Ramah Lingkungan pada Skala Terbatas
Implementasi budidaya padi ramah lingkungan akan dilakukan dalam skala
terbatas. Oleh karena itu, untuk meningkatkan akselerasi proses difusi dan adopsi
teknologi secara efektif dan efisien, maka diperlukan lokasi percontohan atau demplot
sebagai referensi dan sekaligus panduan bagi petani dan pelaksana tugas lapang
dalam mengembangkan berbagai inovasi teknologi di lapangan.
Desain atau rancangan yang telah mendapat dukungan berbagai pihak
tersebut diimplementasikan di lapangan dalam bentuk unit percontohan berskala
pengembangan dan berwawasan agribisnis. Teknologi yang didiseminasikan harus
kompatibel dengan permasalahan yang dihadapi atau mampu mengatasi
permasalahan petani. Untuk menjamin efektivitas adopsi perlu dilakukan peragaan
langsung di lapangan.
Tabel 1. Teknologi introduksi budidaya Ramah lingkuang
Uraian Padi Jagung
Varietas Unggul dan bermutu Komposit dan Hibrida
Persiapan lahan Olah tanah Sempurna Tanpa olah tanah (TOT), alang-
alang atau gulma lainnya ditebas,
biarkan tumbuh aktif kemudian
disemprot dengan herbisida yang
tersedia
Persiapan benih Perlakuan benih dengan Ridomil 5
g/kg benih
Tanam Sistem tanam jajar legowo Tugal, dengan jarak tanam 75 x 40
cm
Takaran pupuk Rekomendasi PUTS/PUTR +BWD Rekomendasi PUTK +BWD
Waktu dan cara
pemupukan
- Pupuk dasar: 1/3 takaran urea +
100 % SP36 + 50 % KCl (7 hst).
- Pupuk susulan I: 1/3 takaran Urea
(30 hst),
- Pupuk susulan II: 1/3 takaran
urea (40-45 hst)
- Pupuk KCl diberikan dua kali,
masing-masing ½ takaran pada
saat tanam dan pada 30 hst.
- Pemberian pupuk kandang/
kompos 2 minggu sebelum
tanam.
- Pupuk dasar: 1/3 takaran urea +
100% SP36 + 50% KCl (7 hst).
- Pupuk susulan I: 1/3 takaran
Urea (30 hst),
- Pupuk susulan II: 1/3 takaran
urea (40-45 hst)
- Pupuk KCl diberikan dua kali,
masing-masing ½ takaran pada
saat tanam dan pada 30 hst.
- Pemberian pupuk kandang/
kompos 2 minggu sebelum
tanam.
Pupuk kandang dosis ; 1, 2, 3 ton/ha dosis ; 1, 2, 3 ton/ha
Pemeliharaan Gulma Disiang dua kali (3 dan 6
mst)
Gulma Disiang dua kali (3 dan 6
mst)
26
Pengendalian
Hama dan
penyakit
PHT, disesuaikan dengan OPT yang
menyerang (penggunaan feromons
ostri dan biopestisida) dan
biofestisida yang ramah lingkungan
PHT, disesuaikan dengan OPT yang
menyerang (penggunaan feromons
ostri dan biopestisida) dan
biofestisida yang ramah lingkungan
Peragaan inovasi dilakukan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk
hasil pertanian dalam bentuk Demfarm. Implementasi inovasi akan dilakukan melalui
demfarm peningkatan IP melalui inovasi varietas unggul padi. Pertanaman padi yang
tadinya dilakukan satu kali dalam satu tahun, melalui inovasi teknologi akan
ditingkatkan menjadi IP 200 dengan pola padi - padi maupun IP300 padi-padi-
palawija. Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu berbasis ramah lingkungan
dilakukan dalam pelaksanaan demfarm ini.
Demfarm inovasi teknologi untuk mendukung produktivitas lahan pasang surut
dengan basis tanaman utama padi. Inovasi teknologi yang dilakukan juga untuk
meningkatkan kuantitas dan kualitas produk hasil pertanian. Perbaikan kualitas
dilakukan dengan perbaikan teknologi budidaya dan pasca panen. Teknologi yang
dintroduksikan antara lain: 1) pengenalan varietas, 2) perbaikan pemupukan, 3)
pemkaian pupuk organic, 4) pengendalian OPT dengan pestisida hayati, dan 5)
penanganan pascapanen (perbaikan mutu gabah simpan dan tehnologi pengeringan).
b. Implementasi Teknologi untuk Menekan Kehilangan Hasil dan
Meningkatkan Mutu Gabah
Hasil panen padi dari sawah disebut gabah. Gabah tersusun dari 15-30%
kulit luar (sekam), 4-5% kulit ari, 12-14% katul, 65-67% endosperm dan 2-3%
lembaga. Sekam membentuk jaringan keras sebagai perisai pelindung bagi butir
beras terhadap pengaruh luar.
Gabah harus segera dikeringkan untuk menghindari pertumbuhan kapang
yang dapat menyebabkan warna kuning. Pengeringan dapat dilakukan dengan
memakai sinar matahari (penjemuran dengan menggunakan tikar, tampah,
lamporan), pengering buatan dan pengering surya. Lamporan dibuat miring supaya
air dapat mengalir dan untuk mencegah air tergenang. Pada pengering buatan, jika
kering cepat maka akan banyak menghasilkan beras patah. Sedangkan pengeringan
dengan sinar matahari untuk menghasilkan beras kepala. Pengeringan surya tidak
cocok untuk gabah biasa. Pengeringan surya ini sangat mahal biasanya untuk padi
bulu yang nilai ekonominya tinggi.
27
Disamping proses pengeringan, maka proses penggilingan juga
membutuhkan teknologi khusus untu mendapatkan beras bermutu antara lain:
1. Perontokan padi
Alat yang digunakan adalah rontogan; bahannya gabah, padi gedengan, “hencak”;
sehingga dihasilkan gabah kotor (kotoran: potpngan merang, kerikil, bubuk
jenteng, pasir, paku/logam, dan lainlain).
2. Pembersihan gabah kotor
Alat yang digunakan adalah ayakan goyang (paddy cleaner/hongkwl gabah),
saringan kasar (batu, kerkil, paku, dan lain-lain), saringan halus (pasir) serta
penarik logam; bahannya gabah kotor; sehingga dihasilkan gabah bersih.
3. Pemecahan kulit (husking)
Alat yang digunakan adalah pemecah kulit tipe silinder; bahannya gabah; sehingga
dihasilkan beras pecah kulit, sebagian kecil gabah utuh yang lolos, lolosan (pesak
halus bercampur dedak dan menir), serta sekam.
4. Pemisahan pesak
Alat yang digunakan adalah husk separator (hongkwl pesak), saringan pesak, dan
saringan lolosan; bahannya beras pecah kulit, sekam, lolosan; sehingga dihasilkan
beras pecah kulit bersih, dan gabah.
5. Pemisahan gabah (paddy separation)
Alat yang digunakan adalah paddy separator atau disebut gedongan; prinsipnya
adalah perbedaan bobot jenis antara beras pecah kulit dan gabah, serta kehalusan
permukaan gabah dan beras pecah kulit. Pada permukaan miring, beras pecah
kulit akan cepat turun, sementara gabah terdesak ke atas; dibuat kamar-kamar.
6. Penyosohan
Alatnya adalah mesin penyosoh (rice polisher), mesin I (penyosohan I), mesin II
(penyosohan II), alat terdiri dari batu penyosoh (batu amaril) dan lempengan
karet, karena ada gesekan antara beras dengan batu, lempengan karet, dan
antara sesama beras maka beras akan tersosoh; bahannya adalah beras pecah
kulit; sehingga dihasilkan beras sosoh, dedak (mesin sosoh I),bekatul (mesin
sosoh II); dedak dan bekatul langsung dipisahkan dengan aspirator
7. Grading
Alat yang digunakan adalah ayakan beras (honkwl beras); memisahkan beras
kepala, beras patah dan menir
28
c. Teknologi Pengemasan Gabah, Beras dan Pengelolaan Menir
Menir merupakan salah satu hasil samping dari penggilingan beras. Menir
dapat diproses sebagai beberapa produk diantarnya adalah dijadikan tepung. Tepung
beras terdiri dari tepung beras pecah kulit dan tepung beras sosoh. Tepung beras
banyak digunakan sebagai bahan baku industri seperti bihun dan bakmi, macaroni,
aneka snacks, aneka kue kering (“cookies”), biscuit, “crackers”, makanan bayi,
makanan sapihan untuk Balita, tepung campuran (“composite flour”) dan sebagainya.
Tepung beras juga banyak digunakan dalam pembuatan “pudding micxture” atau
“custard”. Makanan bayi yang terbuat dari tepung beras, sudah dapat diberikan
kepada bayi yang berumur 2-3 bulan, sedangkan kepada bayi yang berumur 5 bulan
dapat diberikan dalam bentuk nasi tim.
Standar mutu tepung beras ditentukan menurut Standar Industri Indonesia
(SII). Syarat mutu tepung beras yang baik adalah : kadar air maksimum 10%, kadar
abu maksimum 1%, bebas dari logam berbahaya, serangga, jamur, serta dengan bau
dan rasa yang normal. Di Amerika, dikenal dua jenis tepung beras, yaitu tepung beras
ketan dan tepung beras biasa. Tepung ketan mempunyai mutu lebih tinggi jika
digunakan sebagai pengental susu, pudding dan makanan ringan.
Proses pembuatan tepung beras dimulai dengan penepungan kering
dilanjutkan dengan penepungan beras basah (beras direndam dalam air semalam,
ditiriskan, dan ditepungkan). Alat penepung yang digunakan adalah secara tradisional
(alu, lesung, kincir air) dan mesin penepung (hammer mill dan disc mill).
d. Implementasi inovasi budidaya ternak sapi
Teknologi yang akan diimplementasikan meliputi: penataan sistem
perkandangan dan teknologi pakan dengan metode pemberian ransum seimbang
melalui pemanfaatan sumberdaya lokal. Adapun rakitan teknologi budidaya ternak
sapi yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rakitan teknologi budidaya ternak sapi
Keterangan Teknologi
Pembibitan Sapi Potong
Sistem pemeliharaan
Sistem perkawinan
Intensif, target 1 induk 1 tahun melahirkan 1 anak
IB dan alami ratio betina dan jantan=1:10
Pakan :
Sapi muda, dewasa: Hijauan (rumput dan limbah tanaman pangan) 10 % dari berat
badan/ekor/hari
Sapi bunting tua dan pasca
keliahiran
Hijauan 10%+1% dedak padi
Air minu Ad-libitum
29
Bank pakan :
antisipasi musim kemarau Fermentasi selama 21 hari
Hijauan segar100 kg, dedak padi 10 kg, probiotik 10-20 cc (sesuai
dosis), gula pasir/ ¼ kg, air 5 liter.
Campur gula+probiotik dengan air diamkan 5-10 menit
campur dedak padi + air
Campur hijauan + dedak + larutan probiotik sampai rata
Simpan dalam kondisi an-aerob selama 3 minggu.
Bisa disimpan sampai 1 tahun.
e. Implementasi Pengelolaan Limbah
Limbah hasil usahatani berupa jerami, sekam, dan dedak dapat dijadikan
sebagai bahan kompos maupun sebagai pakan ternak (jerami dan dedak). Dengan
pengelolaan yang baik maka limbah yang selama ini terbuang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pakan ternak dan kotoran ternak bersama-sama dengan limbah
tanaman jug adapt difungsikan sebagai kompos atau bahan bakar (arang dan sumber
energi).
Tabel 3. Teknologi pengomposan jerami padi dan jagung dan kotoran ternak sapi
Keterangan Teknologi
Pengolahan limbah
sersah padi dan jagung
(kompos)
Cara pembuatan kompos
a. Sisa jerami padi dan jagung dicincang halus.
b. Dicampur dengan pupuk kandang dengan perbandingan
3:1 (3 bagian serasah jagung : 1 bagian pupuk kandang)
c. Campuran serasah dan pupuk kandang diaduk rata.
d. Selanjutnya disiram dengan dkompoder dengan
konsentrasi 5 ml / air
d. Diaduk lagi, kemudian ditutup plastik.
e. Setiap hari dicek, bila suhu terlalu tinggi maka dilakukan
pembalikan.
g. Setelah satu bulan kompos sudah jadi, dan selama proses
dekomposisi tidak mengeluarkan bau busuk, bahkan
aroma yang dikeluarkan adalah khas aroma fermentasi.
Pengolahan limbah ternak
(kompos)
Fermentasi
Bahan dasar :kotoran ternak+limbah tanaman pangan 100 kg
Dolomit 1%, abu 1%, probiotik 10-20 (sesuai dosis)
Campur probiotik dengan air
Campur bahan dasar kompos + dolomit+abu+probiotik
sampai rata.
Simpan selama 21 hari setiap minggu dibalik.
Pembuatan pupuk cair
urine sapi
Fermentasi
Bahan dasar urine sapi 200 liter
Probiotik 1 liter
Gula pasir/merah 2 kg
Campur probiotik + gula + ureine. simpan dalam drum
selama 21 hari, setiap hari drum dibuka untuk membuang
gas yang dihasilkan.
30
3.4. Pengamatan Data dan Analisis Data
a. Jenis dan Sumber Data
Data penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data
sekunder, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data primer diperoleh dari
hasil pengamatan langsung, melalui focus group discussion (FGD), wawancara dan
pengisian kuesioner dengan pihak-pihak terkait. Data sekunder berupa dokumen,
peraturan, hasil hasil riset terkait yang diperoleh melalui jurnal ilmiah, informasi dan
studi literatur yang mendukung.
Pengamatan dan pengumpulan data meliputi: (1) data potensi wilayah;
(2) data keragaan teknis; (3) data kelayakan teknis dan finansial dari teknologi yang
dikaji; (4) penyebarluasan inovasi yang diterapkan (luasan dan jumlah petani yang
mengikuti yang dapat dipantau); (5) tanggapan petani terhadap teknologi yang
dikaji; dan (6) kinerja kelembagaan gapoktan dan lembaga keuangan yang ada,
partisipasi petani baik pada pelatihan, demfarm dan pengkajian yang dilakukan. Data
teknis dikumpulkan sesuai dengan kegiatan dalam pengkajian.
Data yang diamati dianalisis melalui analisis deskriptif, finansial dan statistik.
Analisis deskriptif mencakup karakteristik wilayah; analisis finansial mencakup analisis
biaya dan pendapatan (analisis kelayakan teknologi); dan analisis statistik digunakan
untuk mengetahui konsistensi penerapan teknologi.
Untuk memonitoring pelaksanaan kegiatan di lapang dilakukan monitoring dan
evaluasi yang dilakukan secara berkala oleh tim, baik secara formal maupun non
formal dan diharapkan informasi yang diperoleh berupa: (1) keragaan fisik; (2)
kemajuan fisik; dan (3) permasalahan
b. Alat analisis
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini, mengacu pada indikator
kinerja model pengembangan kawasan pertanian bioindustri yang terintegrasi.
Indikator tersebut meliputi aspek penggunaan input, proses, output, outcome,
benefit, dan dampak dari petani kooporator (petani pelaksana) maupun petani
adaptor (petani yang mengadopsi) setelah model dimaksud dirancang, dirintis,
diimplementasikan dimantapkan, dikembangkan, discalling up, dan direplikasi ke
kawasan lain. Tolok ukur keberhasilan (performence) model meliputi;
1) Meningkatnya produktifitas dan pendapatan petani;
31
2) Meningkatnya nilai tambah produksi, terjadi diversifikasi produk sesuai
permintaan pasar;
3) Meningkatnya aktivitas kelompok tani akibat dari pemberdayaan;
4) Terbangunya komitraan dengan pihak luar;
5) Meningkatnya kinerja kelembagaan pendukung, kelembagaan pasar input
maupun output;
6) Dimanfaatkanya sumberdaya pertanian lebih optimal;
7) Adanya apresiasi Pemda maupun stackholders terkait yang diwujudkan berupa
sharing dana atau material lainya, untuk mendukung pengembangan model
kawasan pertanian bioindustri integrasi jagung dan ternak.
Untuk mengukur indikator kinerja penelitian digunakan mixed method
(Campbell dan Fisk, 1959), yakni gabungan dari dua pendekatan yaitu pendekatan
kualitatif dan kuantitatif. Analisis data menggunakan deskriptif kualitatif terdiri dari
beberapa alat analisis yaitu: analisis deskriptif, analisis triangulasi, analisis nilai
tambah, analisis causal loop dan diagram alir, analisis particypatori rural appraisal
(PRA) serta analisis kuantitatif meliputi; analisis finansial, analisis daya saing, analisis
hirarkhi proyek (AHP), analisis peningkatan produktivitas, analisis kemitraan, dan
analisis Agro Ecological Zone (AEZ).
• Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah suatu analisis yang digunakan untuk
menggambarkan perkembangan karakteristik kondisi ekonomi dan sosial tertentu dari
suatu daerah. Beberapa kondisi ekonomi dan sosial yang perlu dideskripsikan
misalnya, laju pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, gambaran sektor
pendidikan dan kesehatan dan sebagainya. Analisis deskriptif bertujuan untuk
memberikan gambaran atau deskripsi suatu populasi. Misalnya populasi dilihat dari
nilai rata-ratanya (mean, median, modus), standar deviasi, variansi, nilai minimum
dan maksimum, kurtosis dan skewness (kecurangan distribusi). Data yang dianalisis
dapat berupa data kualitatif atau data kuantitatif. Deskripsi dari kondisi sosial dan
ekonomi suatu daerah bisa beragam bentuknya, bisa berupa tabulasi silang, grafik
histogram dan sebagainya. Bentuk deskripsi ini dipilih sesuai dengan keperluan
analisis agar tujuan penelitian bisa dicapai. Analisis deskriptif dalam kajian ini terdiri
dari ; (1) Identifikasi Potensi Wilayah; (2) Identifikasi Cabang Usaha yang Prospektif;
dan (3) Identifikasi Potensi Produk.
32
• Analisis Triangulasi
Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode yang
dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisis data. Ide dasarnya
adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh
kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret
fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan
diperoleh tingkat kebenaran yang handal. Karena itu, triangulasi ialah usaha
mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut
pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak mungkin bias yang terjadi
pada saat pengumpulan dan analisis data. Triangulasi meliputi empat hal, yaitu: (1)
triangulasi metode; (2) triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan
kelompok); (3) triangulasi sumber data; dan (4) triangulasi teori.
• Analisis Nilai Tambah
Nilai tambah yang dihasilkan dari suatu pengolahan pada barang dan jasa,
merupakan selisih antara nilai akhir suatu produk (nilai output) dengan nilai bahan
baku dan input lainnya. Nilai tambah tidak hanya melihat besarnya nilai tambah yang
didapatkan, tetapi juga distribusi terhadap faktor produksi yang digunakan. Sebagian
dari nilai tambah merupakan balas jasa (imbalan) bagi tenaga kerja, dan sebagian
lainnya merupakan keuntungan pengolah. Metode analisis Hayami adalah metode
yang umum digunakan untuk menganalisis nilai tambah pada subsistem pengolahan.
• Analisis causal loop
Berdasarkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi model pengembangan
kawasan pertanian bioindustri disajikan dalam bentuk causal loop diagram seperti
yang terlihat pada Gambar 7.
33
-
++
+
-
+
Luas Wilayah
Lahan
Potensial
Peta AEZ /
Kesesuaian
Lahan
ARAHAN
Komoditas
UNGGULAN
+
+
Ketersediaan
Air
-
Luas Lahan
Komoditas
Unggulan
Existing
Luas Lahan
Pemukiman
Luas Lahan
Industri
Konversi
+
+
-
-
Produktivitas
Pupuk
Benih Unggul
Pengendalian
OPT
Alsintan
Produksi
Losses
Panen
Harga (Rp)
Biaya
Produksi
Keuntungan
Pascapanen
Losses
Pasca
Panen
Limbah
Prosessing
Pakan
Ternak
Ternak
Biogas
Biaya
Prosessing
Nilai
Tambah
Produk
Investasi
Peralatan dan
Mesin
Produk
Olahan
Bank
-
Tenaga
Kerja
-
+
+
+
-
-
-
+
+ +
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Gambar 7. Causal Loop Digram model pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan
lahan pasang surut
Struktur model dinamis yang dikembangkan merupakan gambaran dari
interaksi antara elemen-elemen dalam sebuah sistem. Untuk memudahkan proses
perancangan model, maka dilakukan pembagian sistem secara keseluruhan menjadi
beberapan subsistem yaitu subsistem wilayah, subsistem bioindustri ternak dan
subsistem bioindustri tanaman pangan.
Setiap struktur dari masing-masing subsistem menunjukan kebergantungan
sebab akibat dari perilaku masing-masing subsistem produksi dan konsumsi.
Subsistem produksi dipengaruhi oleh luas areal tanam, luas panen, produktivitas dan
produksi. Sedangkan subsistem konsumsi dipengaruhi oleh jumlah penduduk,
kebutuhan ekspor dan antar pulau serta kebutuhan untuk industri pekan ternak.
Penyelesaian diagram sebab akibat digunakan Powersim Constructur 2.
• Analisis Finansial
Untuk mengukur tingkat pendapatan petani, dilakukan melalui penelusuran
data total penerimaan dan total biaya yang di keluarkan dalam usaha tani tersebut.
Dari total penerimaan yang biasa disingkat TR (total revenue dari komponen
produktifitas, volume atau luas dan harga sebelum dan sesudah) dari masing-masing
jenis kegiatan, sedangkan data total biaya yang biasa disingkat TC (total cost)
merupakan penjumlahan biaya dari masing-masing jenis kegiatan. Selanjutnya harga
34
output (PQ) dan harga input (PX) sebelum dan sesudah implementasi model harus
sama. Formula ini digunakan sebagai berikut :
TR0 =∑Q01 * PQ1i
TC0 =∑X01 * Px1i
TI0 =∑Q01 * PQ1i - ∑Q01 * Px1i
TR1 =∑Q1i * PQ1i
TC1 =∑X1i * Px1i
TI1 =∑Q11 * PQ1i - ∑X01 * Px1i
∆TI = TI1 + TI0
∆TI(%) = [(TI1/TI0) – 1) X 100 %
• Analisis peningkatan produktivitas
Untuk mengukur peningkatan produktivitas dilakukan dengan menghitung
seluruh produktivitas yang dicapai oleh model dikurangi produktivitas sebelum model.
Formulanya sebagai berikut ;
∆Y= Y1-Y0 (peningkatan produktivitas absolut)
∆Y (%) = [(y1/y0 – 1) X 100% atau
∆Y (%) = ∆Y /Y0 x 100 % (persentasi)
Ket. Yo = produktivitas sebelum model.
Y1 = produktivitas sesudah model
Setelah mengukur peningkatan produktivitas dilanjutkan dengan mengukur
produksi.
Untuk tanaman jagung produksi merupakan perkalian luas panen kali
produktivitas, dalam formulasi sebagai berikut ;
Q1 = Y1 x L 1
Q0 = Y0 x L 0
Ket; Q1= Produksi sesudah model.
Q0 = Produksi sesudah model.
Y0 = Produktivitas sebelum model.
Y1 = Produktivitas sesudah model
L0 = luas tanam atau panen sebelum model
L1 = luas tanam atau panen sesudah model.
Peningkatan produksi di hitung dengan rumus :
∆Q = Q1 – Q0
∆Q (%) = [(Q1/Q0) – 1 [ X 100 %) atau ∆Q (%) = ∆Q/Q0 X 100 %.
35
• Analisis daya saing dengan metode Policy Analysis Matrix (PAM).
Metode analisis PAM tidak hanya digunakan untuk mengukur keunggulan
komparatif (keuntungan sosial) tapi juga mengukur dampak intervensi pemerintah
pada suatu aktivitas ekonomi (dalam hal ini usahatani jagung dan padi). Policy
Analisis Matrix juga dapat digunakan untuk menganalisis kegiatan usahatani sebagai
suatu sistem, termasuk di dalamnya pascapanen, pengolahan dan pemasaran.
Tahapan penggunaan metode PAM dalam penelitian ini adalah:
1. Identifikasi input dan output secara lengkap dari suatu usahatani
2. menentukan harga yang dari input dan output suatu usahatani
3. Memisahkan unsur biaya kedalam kelompok tradable dan domestik
4. Menghitung penerimaan usahatani
5. Menghitung dan menganalisis berbagai indikator keunggulan komparatif dan
kompetitif berdasarkanTabel PAM.
Analisis PAM dapat digunakan pada sistem komoditas dengan berbagai
wilayah, tipe usahatani dan teknologi (Monke and Pearson, 1989; Emilya, 2001).
Keuntungan merupakan perbedaan antara penerimaan dan biaya. Perbedaan
perhitungan antar aprivate Setiap matriks memiliki empat kolom yaitu kolom pertama
adalah penerimaan, kolom kedua adalah kolom biaya yang terdiri dari biaya input
yang dapat diperdagangkan (tradable input) dan biaya faktor domestik (domestic
factors). Input yang digunakan seperti pupuk, pestisida, benih/bibit, peralatan dan
lain-lain dipisahkan menjadi input yang dapat diperdagangkan dan faktor domestik
(Monke and Pearson, 1989; Pearson et al. 2005).
3.5. Pelaporan
Sebagai pertanggungjawaban dari pelaksanaan kegiatan disusun laporan
kegiatan. Laporan ini dapat berupa laporan perjalanan, laporan perkembangan tiap
bulan, laporan tengah tahun dan laporan akhir.
36
3.6. Road Map Kegiatan
Tahun 2015 2016 2018
Tujuan Membuat rancang
bangun pertanian
bioindustri
Penyempurnaan rancang
bangun pertanian bioindustri
Pemantapan rancang
bangun pertanian
bioindustri
Manfaat Pemetan potensi wilayah
dan rancangan model
Pemanfaatan
sumberdaya local
Penggunaan sumberdaya
pertanian lebih optimal dan
peningkatan pendapatan
usahatani
Perluasan jangkauan
penggunaan sumberdaya
berdampak pada income
wilayah
Target peningkatan
pendapatan usahatani
25% 50% 75%
Kegiatan • Inisiasi dan
pembinaan
kelembagaan
• Implementasi inovasi
budidaya tanaman
ramah lingkungan
• Implementasi inovasi
pasca panen tanaman
pangan
• Implementasi inovasi
budidaya ternak sapi
• Implementasi
teknologi pengolahan
limbah tanaman dan
ternak sapi
• Perancangan model
• Menjaring agen formal/
informal dalam
diseminasi
• Implementasi inovasi
budidaya tanaman ramah
lingkungan
• Implementasi inovasi
pasca panen tanaman
pangan
• Implementasi inovasi
budidaya ternak sapi
• Implementasi teknologi
pengolahan limbah
tanaman dan ternak sapi
• Diseminasi hasil
• Promosi dan advokasi
• Penguatan kelembagaan
• Menjaring agen formal/
informal dalam
diseminasi
• Kontinuitas
Promosi dan
advokasi
• Penguatan
kelembagaan
• Implementasi
rancangan model ke
wilayah lain
37
IV. ANALISIS RESIKO
4.1. Daftar Risiko
No. Risiko Penyebab Dampak
1. Penanganan produk
tidak dapat diterapkan
Keterbatasan alat dan
tenaga
Konsep bioindustri
pertanian tidak
berjalan
2. Penanganan limbah
pertanian yang tidak
optimal
Alat yang digunakan
tidak fleksibel
Pemanfaatan limbah
sebagai bahan kompos
tidak tercaai
3. Kegiatan berjalan
kurang lancer
- Pencairan dana
kegiatan kurang
lancar
- Petani/gapoktan/kelo
mpok tani kurang
kooperatif dalam
kegiatan
Hasil kegiatan kurang
optimal
4.2. Daftar Penanganan Risiko
No. Risiko Penyebab Penanganan Risiko
1. Penanganan produk
tidak dapat diterapkan
Keterbatasan alat dan
tenaga
Jejaring dengan
instansi terkait
2. Penanganan limbah
pertanian yang tidak
optimal
Alat yang digunakan
tidak fleksibel
Menyediakan alat yang
bisa mobil
3. Kegiatan berjalan kurang
lancar
- Pencairan dana kegiatan
kurang lancar
- Petani/KWT kurang
kooperatif dalam
kegiatan
- Ada dana talangan
- Sosialisasi kegiatan
dilakukan secara
optimal
38
V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANA
5.1. PELAKSANA YANG TERLIBAT
No. Nama/NIP Disiplin Ilmu Uraian Tugas
Alokasi
Waktu
1. Dr. Ir. Harmanto. M.Eng. Perekayasa Mengkoordinir kegiatan mulai
perencanaan dan program
2
2. Ir. NP. Sri Ratmini, M.Sc. Ilmu tanah Membantu perencanaan dan
Koordinataor pelaksanaan
kegiatan dan penyusunan
proposal
6
3. Dr. Agung Prabowo Peternakan Membantu perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan bidang
peternakan
4
4. Ir. Harnisah Perikanan Membantu perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan bidang
perikanan
4
5. Ir. Imelda M., M.Si Budidaya Mengkoordinir kegiatan mulai
perencanaan sampai pelaporan
bidang agronomi
4
6. Renny Utami, STP., M.Si Pasca Panen Membantu perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan bidang
pasca panen
4
7. Syahri, SP Hama Penyakit Membantu perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan bidang
hama penyakit
4
8. Drh. Evi Susanti Kesehatan
hewan
Membantu perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan dibidang
kesehatan hewan
4
9. Yuana Juwita, SP Kesuburan
Tanah
Membantu perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan bidang ilmu
tanah
4
10. Maya Dhania Sari, SP Sosek Membantu perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan bidang
social ekonomi dan kelembagaan
4
11. Usaman Setiawan, SP Sosek Membantu perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan bidang
social ekonomi dan kelembagaan
4
12. Pandu Hutabarat, SP Sosek Membantu perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan bidang
social ekonomi dan kelembagaan
4
13. Teknisi Membantu pelaksanaan kegiatan
bidang
6
14. PM
39
5.2. JANGKA WAKTU KEGIATAN
No. Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Penyusunan Proposal
2. Persiapan Kegiatan
3. Implementasi konsep
Bioindustri Pertanian
4. Analisis dan entri data
5. Pelaporan
40
DAFTAR PUSTAKA
Ananto, A. Supriyo, Soentoro, Hermanto, Y. Soelaiaman, W. Suastika, dan B.
Nuriyanto. 2000. Pengembangan usaha pertanian lahan pasang surut sumsel
mendukung ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis. 2000. Badan
Litbang Pertanian. Departemen Pertanian
Ariati, 2006. Kebijakan pengenmbangan bioenergi. Makalah disampaikan pada
seminar Bioenergi: prospek bisnis dan peluang investasi. Jakarta, 6 desember
2006. Direktorat Energi terbarukan dan konservasi energi. Departemen energy
dan sumberdaya mineral, Jakarta
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Petunjuk Teknis Lapang
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Lahan Rawa Pasang Surut, Jakarta.
Basuni, R., Muladno, Kusmana, C., dan Suryahadi. 2010. Model Sistem Integrasi Padi-
Sapi Potong D Lahan Sawah. Forum Pascasarjana, 33 (3) : 177-190.
BPTP Sumsel, 2007. Laporan Akhir Program Rintisan dan Akselerasi Pe-masyarakatan
Inovasi Teknologi Pertanian di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan, Palembang
Dinas Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Selatan. 2014. Pengembangan padi,
jagung dan kedela Provinsi Sumatera Selatan, tahun 2014. Materi Pelatihan
Peningkatan Kemampuan Petugas. Palembang, 2-4 April 2014
Gani, A. 2009. Biochar penyelamat lingkungan. Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Vol. 31, No. 6
Kementerian Pertanian, 2013.Konsep Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2013-
2045 Pertanian –Bioindustri Berkelanjutan solusi pembangunan Indonesia
Masa Depan. Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian.
184 Hlm
Kim Seungdo, Dale B. E. 2004. Global potential bioethanol production from wasted
crops and crop residues. Available online at www.sciencedirect.com Biomass
and Bioenergy 26 (2004) 361 – 375
Kurnia, U., Sudirman, dan H. Kusnadi, 2005. Teknologi rehabilitasi dan reklamasi
lahan terdegradasi. Teknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju Pertanian
Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah
dan Agroklimat, Bogor. Hal 141-168.
Lehmann, J. 2007. Bio-energy in the black. Frontiers in Ecology and Environment
5:38–387
Lehmann, J. and M. Rondon. 2006. Bio Char soil management on highly weathered
soils in the humid tropics. In: N. Uphoff et al. (eds.), Biological approaches to
sustainable soil systems. Florida: CRC Press, Taylor and Francis Group. p.
517–530.
Masulili, A., W. H. Utomo, Syechfani. 2010. Rice Husk Biochar for Rice Based
Cropping System in Acid Soil 1. The Characteristics of Rice Husk Biochar and
Its Influence on the Properties of Acid Sulfate Soils and Rice Growth in West
Kalimantan, Indonesia. Journal of agricultural science. Vol 2, No1.
Nurida, N. L. 2006. Peningkatan Kualitas Ultisol Jasinga Terdegradasi dengan
pengolahan Tanah dan Pemberian bahan Organik. Disertasi Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
41
Rondon, M.A., J. Lehmann, J. Ramirez, and M. Hurtado. 2007. Biological nitrogen
fixation by common beans (Phaseolus vulgarisL.) increases with biochar
additions. Biology and Fertility of Soils 43:699–708.
Robiyanto H S. 2010. Strategi pengelolaan rawa untuk pembangunan pertanian
berkelanjutan. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.
Sumatera Selatan
Sembiring, H. 2010. Ketersediaan inovasi teknologi unggulan dalam meningkatkan
produksi padi menunjang swasembada dan eksport dalam: Bambang
Suprihatno et al.(Eds) Inovasi Teknologi untuk Mempertahankan Swasembada
dan Mendorong Ekspor Beras.Prosiding Seminar Hasil Penelitian Padi Nasional
2009. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Litbang
Pertanian.kementrian pertanian.p1-16
Suriadikarta, D.A dan T. Sutriadi, 2007. Jenis-jenis lahan berpotensi untuk
pengembangan pertanian di lahan rawa. Jurnal Litbang Pertanian. Badan
Litbang Pertanian

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Laporan manajemen pemberian pakan ruminansia
Laporan manajemen pemberian pakan ruminansiaLaporan manajemen pemberian pakan ruminansia
Laporan manajemen pemberian pakan ruminansiaswiradiputri
 
Makalah bangsa-bangsa ternak itik
Makalah bangsa-bangsa ternak itik Makalah bangsa-bangsa ternak itik
Makalah bangsa-bangsa ternak itik Laode Syawal Fapet
 
Studi kasus animal bioetika
Studi kasus animal bioetikaStudi kasus animal bioetika
Studi kasus animal bioetikaAgung Nugraha
 
Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...
Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...
Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...Uswatun Khasanah
 
KB Pohon Industri-20
KB Pohon Industri-20KB Pohon Industri-20
KB Pohon Industri-20PUPUK
 
8.pengasapan ikan
8.pengasapan ikan8.pengasapan ikan
8.pengasapan ikanAguss Aja
 
Laporan Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak
Laporan Praktikum Ilmu Nutrisi TernakLaporan Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak
Laporan Praktikum Ilmu Nutrisi TernakDewi Purwati
 
Penerapan haccp pada pengalengan ikan sardin di pt. maya food industries
Penerapan haccp  pada  pengalengan ikan sardin di pt. maya food industriesPenerapan haccp  pada  pengalengan ikan sardin di pt. maya food industries
Penerapan haccp pada pengalengan ikan sardin di pt. maya food industriesMastori Rodin
 
Sni karkas dan daging sapi
Sni karkas dan daging sapiSni karkas dan daging sapi
Sni karkas dan daging sapiMuhammad Eko
 
Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...
Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...
Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...Ari Panggih Nugroho
 
bahan baku pakan
bahan baku pakanbahan baku pakan
bahan baku pakanpoiuytrew
 
MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN TERNAK KAMBING DAN DOMBA.pptx
MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN TERNAK KAMBING DAN DOMBA.pptxMANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN TERNAK KAMBING DAN DOMBA.pptx
MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN TERNAK KAMBING DAN DOMBA.pptxIstiWidarzi
 
Laporan Praktikum TPP Bakso - UNPAS
Laporan Praktikum TPP Bakso - UNPASLaporan Praktikum TPP Bakso - UNPAS
Laporan Praktikum TPP Bakso - UNPASRahma Sagistiva Sari
 
bahan ajar dasar dasar pengolahan daging
bahan ajar dasar dasar pengolahan dagingbahan ajar dasar dasar pengolahan daging
bahan ajar dasar dasar pengolahan dagingBBPP_Batu
 
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPNG DI PROVINSI BALI
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPNG DI PROVINSI BALILAPORAN PRAKTEK KERJA LAPNG DI PROVINSI BALI
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPNG DI PROVINSI BALIDionisius Ventus
 

Mais procurados (20)

Laporan manajemen pemberian pakan ruminansia
Laporan manajemen pemberian pakan ruminansiaLaporan manajemen pemberian pakan ruminansia
Laporan manajemen pemberian pakan ruminansia
 
Unggas
Unggas   Unggas
Unggas
 
Makalah bangsa-bangsa ternak itik
Makalah bangsa-bangsa ternak itik Makalah bangsa-bangsa ternak itik
Makalah bangsa-bangsa ternak itik
 
Studi kasus animal bioetika
Studi kasus animal bioetikaStudi kasus animal bioetika
Studi kasus animal bioetika
 
Sistem integrasi sapi kelapa sawit (siska)
Sistem integrasi sapi kelapa sawit (siska)Sistem integrasi sapi kelapa sawit (siska)
Sistem integrasi sapi kelapa sawit (siska)
 
Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...
Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...
Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...
 
KB Pohon Industri-20
KB Pohon Industri-20KB Pohon Industri-20
KB Pohon Industri-20
 
8.pengasapan ikan
8.pengasapan ikan8.pengasapan ikan
8.pengasapan ikan
 
Laporan Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak
Laporan Praktikum Ilmu Nutrisi TernakLaporan Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak
Laporan Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak
 
Penerapan haccp pada pengalengan ikan sardin di pt. maya food industries
Penerapan haccp  pada  pengalengan ikan sardin di pt. maya food industriesPenerapan haccp  pada  pengalengan ikan sardin di pt. maya food industries
Penerapan haccp pada pengalengan ikan sardin di pt. maya food industries
 
1.2 dsa
1.2 dsa1.2 dsa
1.2 dsa
 
Sni karkas dan daging sapi
Sni karkas dan daging sapiSni karkas dan daging sapi
Sni karkas dan daging sapi
 
Daging ppt
Daging pptDaging ppt
Daging ppt
 
Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...
Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...
Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...
 
ketahanan pangan
ketahanan panganketahanan pangan
ketahanan pangan
 
bahan baku pakan
bahan baku pakanbahan baku pakan
bahan baku pakan
 
MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN TERNAK KAMBING DAN DOMBA.pptx
MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN TERNAK KAMBING DAN DOMBA.pptxMANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN TERNAK KAMBING DAN DOMBA.pptx
MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN TERNAK KAMBING DAN DOMBA.pptx
 
Laporan Praktikum TPP Bakso - UNPAS
Laporan Praktikum TPP Bakso - UNPASLaporan Praktikum TPP Bakso - UNPAS
Laporan Praktikum TPP Bakso - UNPAS
 
bahan ajar dasar dasar pengolahan daging
bahan ajar dasar dasar pengolahan dagingbahan ajar dasar dasar pengolahan daging
bahan ajar dasar dasar pengolahan daging
 
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPNG DI PROVINSI BALI
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPNG DI PROVINSI BALILAPORAN PRAKTEK KERJA LAPNG DI PROVINSI BALI
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPNG DI PROVINSI BALI
 

Semelhante a Model Pertanian Bioindustri Lahan Pasang Surut

Pemanfaatan limbah jerami padi dan kotoran sapi sebagai pakan ternak dan pupu...
Pemanfaatan limbah jerami padi dan kotoran sapi sebagai pakan ternak dan pupu...Pemanfaatan limbah jerami padi dan kotoran sapi sebagai pakan ternak dan pupu...
Pemanfaatan limbah jerami padi dan kotoran sapi sebagai pakan ternak dan pupu...Hazar Noah
 
Teknologi produksi tanaman jagung
Teknologi produksi tanaman jagung Teknologi produksi tanaman jagung
Teknologi produksi tanaman jagung Fitri Hamasah
 
P2KP Kabupaten Tangerang
P2KP Kabupaten TangerangP2KP Kabupaten Tangerang
P2KP Kabupaten TangerangEka Febriana
 
Bb batu mengolah limbah tanaman pakan ternak 2014 agustus 14
Bb batu mengolah limbah tanaman pakan ternak 2014 agustus 14Bb batu mengolah limbah tanaman pakan ternak 2014 agustus 14
Bb batu mengolah limbah tanaman pakan ternak 2014 agustus 14BBPP_Batu
 
Materi Bimtek Hortikultura di Kabupaten Nagekeo 2022.pptx
Materi Bimtek Hortikultura di Kabupaten Nagekeo 2022.pptxMateri Bimtek Hortikultura di Kabupaten Nagekeo 2022.pptx
Materi Bimtek Hortikultura di Kabupaten Nagekeo 2022.pptxnovitawale
 
Perspektif pengembangan pertanian bioindustri 7 april 2015
Perspektif  pengembangan pertanian bioindustri 7 april 2015Perspektif  pengembangan pertanian bioindustri 7 april 2015
Perspektif pengembangan pertanian bioindustri 7 april 2015IAARD/Bogor, Indonesia
 
KARYA ILMIA BUDIDAYA PADI (Oryza sativa) TANAM BENIH LANGSUNG ( TABELA ) DI D...
KARYA ILMIA BUDIDAYA PADI (Oryza sativa) TANAM BENIH LANGSUNG ( TABELA ) DI D...KARYA ILMIA BUDIDAYA PADI (Oryza sativa) TANAM BENIH LANGSUNG ( TABELA ) DI D...
KARYA ILMIA BUDIDAYA PADI (Oryza sativa) TANAM BENIH LANGSUNG ( TABELA ) DI D...ripto atmaja
 
3. Tanggapan FGD-Optimallisasi-Tualar Simarmata.pdf
3. Tanggapan FGD-Optimallisasi-Tualar Simarmata.pdf3. Tanggapan FGD-Optimallisasi-Tualar Simarmata.pdf
3. Tanggapan FGD-Optimallisasi-Tualar Simarmata.pdfgilangwira1
 

Semelhante a Model Pertanian Bioindustri Lahan Pasang Surut (20)

Rdhp pendampingan kwsn jagung 2018
Rdhp pendampingan kwsn jagung  2018Rdhp pendampingan kwsn jagung  2018
Rdhp pendampingan kwsn jagung 2018
 
Rptp kajian kedelai lahan kering masam
Rptp kajian kedelai lahan kering masamRptp kajian kedelai lahan kering masam
Rptp kajian kedelai lahan kering masam
 
Makalah keynote-speakers
Makalah keynote-speakersMakalah keynote-speakers
Makalah keynote-speakers
 
Rdhp peningkatan ip 2018
Rdhp peningkatan ip 2018Rdhp peningkatan ip 2018
Rdhp peningkatan ip 2018
 
Rdhp upbs jagung 2018
Rdhp upbs jagung 2018Rdhp upbs jagung 2018
Rdhp upbs jagung 2018
 
Padi protan print
Padi protan printPadi protan print
Padi protan print
 
Power point
Power pointPower point
Power point
 
Rdhp pendampingan kerbau 2018
Rdhp pendampingan  kerbau 2018Rdhp pendampingan  kerbau 2018
Rdhp pendampingan kerbau 2018
 
Pemanfaatan limbah jerami padi dan kotoran sapi sebagai pakan ternak dan pupu...
Pemanfaatan limbah jerami padi dan kotoran sapi sebagai pakan ternak dan pupu...Pemanfaatan limbah jerami padi dan kotoran sapi sebagai pakan ternak dan pupu...
Pemanfaatan limbah jerami padi dan kotoran sapi sebagai pakan ternak dan pupu...
 
Teknologi produksi tanaman jagung
Teknologi produksi tanaman jagung Teknologi produksi tanaman jagung
Teknologi produksi tanaman jagung
 
Rptp integrasi 2018
Rptp integrasi  2018Rptp integrasi  2018
Rptp integrasi 2018
 
P2KP Kabupaten Tangerang
P2KP Kabupaten TangerangP2KP Kabupaten Tangerang
P2KP Kabupaten Tangerang
 
Bb batu mengolah limbah tanaman pakan ternak 2014 agustus 14
Bb batu mengolah limbah tanaman pakan ternak 2014 agustus 14Bb batu mengolah limbah tanaman pakan ternak 2014 agustus 14
Bb batu mengolah limbah tanaman pakan ternak 2014 agustus 14
 
Makalah sosial-ekonomi-budaya
Makalah sosial-ekonomi-budayaMakalah sosial-ekonomi-budaya
Makalah sosial-ekonomi-budaya
 
Rdhp upbs
Rdhp upbsRdhp upbs
Rdhp upbs
 
Rktm kp karang agung
Rktm kp karang agungRktm kp karang agung
Rktm kp karang agung
 
Materi Bimtek Hortikultura di Kabupaten Nagekeo 2022.pptx
Materi Bimtek Hortikultura di Kabupaten Nagekeo 2022.pptxMateri Bimtek Hortikultura di Kabupaten Nagekeo 2022.pptx
Materi Bimtek Hortikultura di Kabupaten Nagekeo 2022.pptx
 
Perspektif pengembangan pertanian bioindustri 7 april 2015
Perspektif  pengembangan pertanian bioindustri 7 april 2015Perspektif  pengembangan pertanian bioindustri 7 april 2015
Perspektif pengembangan pertanian bioindustri 7 april 2015
 
KARYA ILMIA BUDIDAYA PADI (Oryza sativa) TANAM BENIH LANGSUNG ( TABELA ) DI D...
KARYA ILMIA BUDIDAYA PADI (Oryza sativa) TANAM BENIH LANGSUNG ( TABELA ) DI D...KARYA ILMIA BUDIDAYA PADI (Oryza sativa) TANAM BENIH LANGSUNG ( TABELA ) DI D...
KARYA ILMIA BUDIDAYA PADI (Oryza sativa) TANAM BENIH LANGSUNG ( TABELA ) DI D...
 
3. Tanggapan FGD-Optimallisasi-Tualar Simarmata.pdf
3. Tanggapan FGD-Optimallisasi-Tualar Simarmata.pdf3. Tanggapan FGD-Optimallisasi-Tualar Simarmata.pdf
3. Tanggapan FGD-Optimallisasi-Tualar Simarmata.pdf
 

Mais de BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN SUMATERA SELATAN

Mais de BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN SUMATERA SELATAN (20)

daftar-aset-2021.pdf
daftar-aset-2021.pdfdaftar-aset-2021.pdf
daftar-aset-2021.pdf
 
PENCEGAHAN COVID-19.pdf
PENCEGAHAN COVID-19.pdfPENCEGAHAN COVID-19.pdf
PENCEGAHAN COVID-19.pdf
 
MITIGASI BENCANA BANJIR.pdf
MITIGASI BENCANA BANJIR.pdfMITIGASI BENCANA BANJIR.pdf
MITIGASI BENCANA BANJIR.pdf
 
EVAKUASI GEMPA BUMI-SEBELUM.pdf
EVAKUASI GEMPA BUMI-SEBELUM.pdfEVAKUASI GEMPA BUMI-SEBELUM.pdf
EVAKUASI GEMPA BUMI-SEBELUM.pdf
 
Surat tugas Ka balai, Ka TU, Ka KSPP.pdf
Surat tugas Ka balai, Ka TU, Ka KSPP.pdfSurat tugas Ka balai, Ka TU, Ka KSPP.pdf
Surat tugas Ka balai, Ka TU, Ka KSPP.pdf
 
simak bmn.pdf
simak bmn.pdfsimak bmn.pdf
simak bmn.pdf
 
Laporan Keuangan 2021.pdf
Laporan Keuangan 2021.pdfLaporan Keuangan 2021.pdf
Laporan Keuangan 2021.pdf
 
NOTULENSI RAPAT MARET-JUNI 2022.pdf
NOTULENSI RAPAT MARET-JUNI 2022.pdfNOTULENSI RAPAT MARET-JUNI 2022.pdf
NOTULENSI RAPAT MARET-JUNI 2022.pdf
 
NOTULENSI RAPAT JUL-OK 2022.pdf
NOTULENSI RAPAT JUL-OK 2022.pdfNOTULENSI RAPAT JUL-OK 2022.pdf
NOTULENSI RAPAT JUL-OK 2022.pdf
 
SURAT PERNYATAAN LELANG.pdf
SURAT PERNYATAAN LELANG.pdfSURAT PERNYATAAN LELANG.pdf
SURAT PERNYATAAN LELANG.pdf
 
RealisasiAnggarantw2 2021.pdf
RealisasiAnggarantw2 2021.pdfRealisasiAnggarantw2 2021.pdf
RealisasiAnggarantw2 2021.pdf
 
RealisasiAnggarantw1 2022.pdf
RealisasiAnggarantw1 2022.pdfRealisasiAnggarantw1 2022.pdf
RealisasiAnggarantw1 2022.pdf
 
STATISTIK LAP KEU 2022.pdf
STATISTIK LAP KEU 2022.pdfSTATISTIK LAP KEU 2022.pdf
STATISTIK LAP KEU 2022.pdf
 
REKAP KEPEGAWAIAN 2022.pdf
REKAP KEPEGAWAIAN 2022.pdfREKAP KEPEGAWAIAN 2022.pdf
REKAP KEPEGAWAIAN 2022.pdf
 
JUMLAH PEGAWAI 2015-2021.pdf
JUMLAH PEGAWAI 2015-2021.pdfJUMLAH PEGAWAI 2015-2021.pdf
JUMLAH PEGAWAI 2015-2021.pdf
 
Agenda KEG INSTANSI.pdf
Agenda KEG INSTANSI.pdfAgenda KEG INSTANSI.pdf
Agenda KEG INSTANSI.pdf
 
SURAT KELUAR DAN MASUK.pdf
SURAT KELUAR DAN MASUK.pdfSURAT KELUAR DAN MASUK.pdf
SURAT KELUAR DAN MASUK.pdf
 
Daftar Rancangan Peraturan.pdf
Daftar Rancangan Peraturan.pdfDaftar Rancangan Peraturan.pdf
Daftar Rancangan Peraturan.pdf
 
SE Larangan Mudik.pdf
SE Larangan Mudik.pdfSE Larangan Mudik.pdf
SE Larangan Mudik.pdf
 
SE Sekjen Nomor 1829 tentang penyesuaian sistem kerja ASN dalam New Normal (3...
SE Sekjen Nomor 1829 tentang penyesuaian sistem kerja ASN dalam New Normal (3...SE Sekjen Nomor 1829 tentang penyesuaian sistem kerja ASN dalam New Normal (3...
SE Sekjen Nomor 1829 tentang penyesuaian sistem kerja ASN dalam New Normal (3...
 

Model Pertanian Bioindustri Lahan Pasang Surut

  • 1. 1 RENCANA DISEMINASI HASIL PENGKAJIAN (RDHP) MODEL PERTANIAN BIOINDUSTRI BERBASIS TANAMAN PANGAN DI LAHAN PASANG SURUT SUMATERA SELATAN Ir. Niluh Putu Sri Ratmini, MSc. BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SUMATERA SELATAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2018
  • 2. 2 LEMBAR PENGESAHAN 1. Judul RDHP : Model Pertanian Bioindustri Berbasis Tanaman Pangan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan 2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan 3. Alamat Unit Kerja : Jl. Kol. H. Barlian No. 83 Km. 6 Palembang 4. Sumber Dana : APBN T.A 2018 5. Status Penelitian : Lanjutan 6. Penanggung Jawab: a. Nama b. Pangkat/Gol. c. Jabatan Fungsional : : : Ir.NP. Sri Ratmini, M.Sc. Penata/IV-a Peneliti Madya 7. Lokasi : Kabupaten Banyuasin 8. Agroekosistem : Lahan Pasang Surut 9. Tahun Mulai : Tahun 2015 10. Tahun Selesai : Tahun 2018 11. Output Tahunan Tahun 2015 : a) Tersusunnya rancang bangun model pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan pangan surut b) Tumbuh dan berkembangnya sistem usahatani ramah lingkungan dan usaha agibisnis berbasis teknologi inovatif yang bersifat bioindustri. c) Berperannya Kelembagaan petani dan ekonomi pedesaan untuk pengembangan kegiatan bioindustri berbasis tanaman pangan d) Umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat- guna spesifik pengguna dan lokasi yang berkelanjutan Tahun 2016 : Diperolehnya model pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan lahan pasang surut yang siap dikembangan Tahun 2018 Berkembangnya model pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan lahan pasang surut dalam kawasan luas.
  • 3. 3 12. Output Akhir : Rekomendasi model pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan lahan pasang surut 13. Biaya kegiatan : Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) Koordinator Program Budi Raharjo, S.TP, M.Si NIP. 196300 198903 2 002 Penanggung Jawab, Ir. Niluh Putu Sri Ratmini, MSc. NIP 19641013 199403 1 001 Mengetahui, Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Dr. Ir. Haris Syahbuddin, DEA NIP.19680415 199203 1 001 Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan, Dr. Priatna Sasmita, M.Si NIP. 19641104 199203 1 001
  • 4. 4 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konversi lahan sawah menjadi areal non pertanian merupakan ancaman yang serius terhadap ketahanan pangan nasional. Untuk mencapai sasaran surplus beras 10 juta ton pada tahun 2015, menuntut terobosan usaha melalui peningkatan produktivitas lahan rawa pasang surut sebagai areal produksi padi. Meskipun secara teknis lahan ini tergolong sub-optimal dengan kendala sifat fisik dan kimia tanah termasuk kemasaman tanah, namun lahan ini prospektif sebagai lahan pertanian produktif (Suriadikarta dan Sutriadi, 2007). Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) memiliki rawa pasang surut yang luasnya lebih kurang 1,3 juta hektar yang tersebar di beberapa delta. Dari jumlah tersebut sampai tahun 2010 sekitar 373.000 ha sudah direklamasi dan sekitar 278.000 ha telah dimanfaatkan untuk usahatani berbasis padi dan pemukiman sekitar 65.000 KK transmigrasi (Badan Litbang Pertanian, 2007; Robiyanto, 2010). Sistem pertanian lahan pasang surut di Sumsel saat ini telah berkembang dengan pesat melalui penerapan teknologi yang direkomendasikan dari hasil hasil penelitian terdahulu baik dari Badan Litbang Pertanian maupun dari Perguruan Tingggi. Pola tanam yang dikembangkan ditentukan pada tipeluapan air. Lahan- lahan pada tipe luapan A dan B umumnya menerapkan pola tanam padi-padi sebagian pada luapan B menerapkan padi – jagung, sedangkan pada tipeluapan C umumnya menerapkan pola padi-jagung/kedelai. Musim tanam MH seluruh lahan pertanian ditanami padi dan pada musim tana MK sebagian besar petani mengusahakan jagung. Selain usahatani tanaman pangan terdapat juga usaha ternak sapi. Petani umumnya telah menerapkan teknologi usahatani yang baik seperti pemanfaatan varietas unggul dan bermutu, pemupukan, pengolahan tanah sempurna, PHT, panen tepat waktu. Varietas unggul memberikan produksi yang cukup tinggi di lahan pasang surut walaupun sistem tanam yang digunakan dengan sistem sonor. Produksi padi varietas unggul dengan sistem sonor mampu memberikan hasil cukup tinggi, varietas tersebut anata lain Inpari 10 produksinya 8,35 t/ha, Inpari 3 produksinya 8,19 t/ha (Ratmini dan Yohanes, 2013) dan Inpara 3 produksinya 8,3 t/ha (Ratmini dan Thamrin, 2012). Untuk mempercepat proses pengolahan lahan akibat keterbatasan tenaga kerja maka alsintan merupakan sarana
  • 5. 5 utama yang dibutuhkan karena mengingat luas garapan yang luas. Kegiatan usahatani tanaman pangan dan ternak menghasilkan limbah berupa sisa panen, jerami, bonggol jagung dan kotoran ternak. Limbah pertanian saat ini belum ada yang dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik atau sumber pupuk, sehingga hal ini yang perlu ditanamkan ke petani agar mengembalikan sisa tanaman kembali ke sawah. Produksi yang diperoleh tergantung dengan memanfaatkan masukan dari luar yang sangat tiggi. Konsep pertanian bio-industri merupakan salah satu program yang dapat dikembangkan di lahan pasang surut Sumsel. Kementerian Pertanian meluncurkan Konsep Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP) 2013-2045 sebagai upaya memberikan acuan dan arah pembangunan khususnya di sektor pertanian ke depan. SIPP merupakan kesinambungan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005- 2025 dan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Visi pembangunan pertanian 2013-2045 yakni mewujudkan sistem pertanian bioindustri berkelanjutan yang memproduksi anekaragam makanan sehat dan produk-produk yang memiliki nilai tambah dari sumberdaya pertanian maupun kelautan. Bioindustri berkelanjutan memandang lahan pertanian tidak semata-mata merupakan sumberdaya alam namun juga industri yang memanfaatkan seluruh faktor produksi untuk menghasilkan pangan untuk ketahanan pangan, maupun produk yang lain yang dikelola menjadi bioenergi serta bebas limbah dengan menerapkan prinsip mengurangi, memanfaatkan kembali dan mendaur ulang (reduce, reuse and recycle) (Kementerian Pertanian,2013). Simatupang (2014) menyatakan bahwa konsep pertanian bioindustri terdiri dari: 1) Biomassa primer berupa budidaya tanaman; 2) Biodigester berupa peternakan dan biogas; 3) Biorefinery berupa industri pengolahan biomassa secara menyeluruh; 4) Rumah tangga konsumen; dan 5) ekosistem yaitu interaksi biologis dan siklus materi biogeokimia. Jadi sistem pertanian bioindustri berkelanjutan, sambungnya, bagaimana memadukan sistem pertanian terpadu dengan biorefinery secara berkelanjutan. Kendala yang dihadapi untuk berhasilan pengembangan industri tanaman pangan adalah kurangnya kemampuan petani/kelompoktani dalam pengelolaan komponen proses produksi yang terintegrasi dan terpadu antara lain dalam penguasaan teknologi proses produksi dan curahan waktu pada setiap anggota kelompok, membatasi kecepatan produksi secara masal. Hal ini disebabkan karena
  • 6. 6 PADI Jerami Gabah Pakan/silase Bahan bakar Media jamur Kompos Kertas Papan partikel Xylitol Beras Bekatul Dedak Sekam Pangan Pokok Pangan Fungsional Panganan Beras pecah kulit Beras giling berkualitas Beras aromatik Beras instan Beras kristal Beras yodium Beras IG rendah Beras berlembaga Beras Fe tinggi Kue basah Kue kering Pakan ternak Minyak Isolat protein/asam amino Dietary fiber Pakan ternak Abu gosok Bahan bakar Arang sekam Karbon/arang aktif Silika POHON INDUSTRI PADI tidak berfungsinya sistem kelembagaan yang baik. Dengan adanya kelembagaan maka pelaksanaan komponen produksi dapat dilakukan secara terintegrasi oleh masing-masing komponen kelembagaan. Hasil produk pertanian melalui konsep bioindustri akan dikembangkan menjadi energi terbarukan agar masyarakat tidak lagi terpaku pada energi yang berasal dari fosil, sehingga tidak ada yang terbuang, sampah akan jadi energi, termasuk biomassa. Limbah samping dari sistem usahatani terdiri dari jerami, sekam dan dedak, kotoran ternak, urin, dan limbah lainnya semua ini dapat diaur ulang menjadi produk yang mempunyai nilai jual/tamah. Jerami padi yang umumnya sebagai limbah dan dibuang petani dapat dimanfaatkan sebagi bahan kompos dan pakan ternak. Sebagai bahan kompos akan dapat meningkatkan kualitas lahan, sedangkan sebagai pakan ternak akan menghasilkan daging yang bermutu, sedangkan kotoran padat dan korotan cair dapat dikembalikan ke lahan sebagai sumber hara. Pohon permasalahan padi dan jagung yang berpeluang untuk mendukung Model Pertanian Bioindustri pada Lahan Pasang Surut (Gambar 1 dan 2). BIOINDUSTRI PADI Gambar 1. Sketsa pohon masalah bioindustri padi di lahan pasang surut Sumsel
  • 7. 7 BIOINDUSTRI JAGUNG Gambar 2. Sketsa pohon masalah bioindustri jagung di lahan pasang surut Sumsel Berdasarkan pohon masalah pada Gambar 1 dan 2 maka sangat berpeluang untuk mengembangkan bioindustri berbasis tanaman pangan (padi dan jagung) di lahan pasang surut dipadukan dengan pemeliharaan ternak. Untuk mendukung pertnian bioindustri maka proses penanganan pasca panen dan peningkatan mutu produk sangat penting. Penanganan pascapanen yang baik akan berdampak positif terhadap kualitas gabah konsumsi, benih, dan beras. Oleh karena itu, penanganan pascapanen perlu mengikuti persyaratan Good Agricultural Practices (GAP) dan Standard Operational Procedure (SOP) (Setyono et al. 2008). Dengan demikian, beras yang dihasilkan memiliki mutu fisik dan mutu gizi yang baik sehingga mempunyai daya saing yang tinggi (Setyono et al. 2006). Masalah utama dalam penanganan pascapanen padi adalah tingginya kehilangan hasil (BPS 1988, 1996), serta gabah dan beras yang dihasilkan bermutu rendah (Setyono et al. 1990a; Baharsyah 1992; Setyono et al. 2001). Hal ini terjadi pada tahapan pemanenan, perontokan, dan pengeringan sehingga perbaikan teknologi pascapanen padi sebaiknya dititikberatkan pada ketiga tahapan tersebut. Jika total kehilangan hasil dapat ditekan dari 20,5% menjadi 10-15%, maka kontribusinya dalam peningkatan pendapatan petani akan semakin besar. Penignkatan kualitas dan kuantitas hasil panen dapat dilakukan dengan berbeagai produk sesuai denga hasil yang diproleh dari usahatani. Lahan Pupuk Benih Alsin SDM JAGUNG Jagung muda Jagung tua Tongkol Kelobot Daun Batang Sayur Aneka olahan lain Tepung Aneka olahan lain Pakan unggas Kompos Bahan baku Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak INPUT OUTPUT
  • 8. 8 Model pengembangan bioindustri berkelanjutan memandang lahan bukan hanya sumber daya alam tetapi juga industri yang memanfaatkan seluruh faktor produksi untuk menghasilkan pangan guna mewujudkan ketahanan pangan serta produk lain dengan menerapkan konsep biorefinery. Konsep dasar dari pertanian berkelanjutan adalah mengintegrasikan aspek lingkungan dengan sosial ekonomi masyarakat pertanian dimana mempertahankan ekosistem alami lahan pertanain yang sehat, melestarikan kualitas lingkungan, dan melestarikan sumber daya alam. Pertanian berkelanjutan harus dapat memenuhi kriteria keuntungan ekonomi, keuntungan sosial, dan konservasi lingkungan secara berkelanjutan pula. Tujuannya adalah memutus ketergantungan petani terhadap input eksternal dan penguasa pasar yang mendominasi sumber daya pertanian. Konsep ini merupakan sebuah tahapan dalam menata ulang struktur dan sisem pertanian di Indonesia dimana membangun sistem ekonomi pertanian yang sinergis antara produksi dan distribusi dalam kerangka pembaruan pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dapat mensosialisasikan dan melakukan percepatan diseminasi program “Bioindustri Pertanian Berkelanjutan” melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) yang ada di setiap provinsi termasuk di BPTP Sumatera Selatan dengan membangun percontohan atau laboratorium lapang. Pada tahun 2015 telah dilakukan penyusunan rancang bangun kegiatan bioindustri lahan pasang surut dan juga telah dicobakan pemanfaatan limbah pertanian untuk menunjang pertanian yang ramah lingkungan dan meminimumkan limbah pertanian yang tidak terpakai. Dari hasil kegiatan selama dua tahun (2015 dan 2016) diperoleh bahwa kesadaran petani untuk memnfaatkan limbah dari hasil pertanian cukup tinggi, dimana sebelumnya limbah yang dihasilkan dari persawahan baik berupa jerami padi maupun jagung semuanya dibakan di lahan, namun setelah kegiatan bioindustri sebagian dari limbah diberikan sebagai ahan pakan sapi dan sebagian lagi langsung dikembalikan ke lahan sebagai kompok. Limabah dari kotoran sapi padat sebelum kegiatan bioindustri dilakukan hanya ditumpuk sebagai bahan timbunan sedangkan urine sapi dibuang saja. Namun, saat ini limbah padat telah dijadikan kompos dan urin dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair. Kelompok dan petani merasa sangat terbantu dengan adanya kegiatan ini, terutama pada saat musim tanam padi di MH, tanaman padi banyak terserang blast, namun dengan pemakaian pupuk urie dan pupuk kandang tanaman padi dapat terselematkan dari serangan balst. Diharapkan pada tahun 2018 produksi pupuk kompos dan pupuk cair dapat terus dikembangkan
  • 9. 9 dan mulai dapat dipasarkan dan juga aplikasi pertanian ramah lingkungan dalam skala yang lebih luas di wilayah sekitarnya. 1.2. Dasar Pertimbangan Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang memiliki lahan pasang surut terluas di Sumatera Selatan, yang tersebar di 11 lokasi yang teridiri dari tipologi lahan potensial 69.820 ha (48,18%), sulfat masam potensial (SMP) 50.263 ha (34,69%), sulfat masam aktual (SMA) 14.016 ha (9,67%), gambut dangkal 5.075 ha (3,50%), SMP-bergambut 3.833 ha (2,65%), dan gambut sedang 1.439 ha (0,99%). Tipe luapan lahan ini sebagian besar adalah tipe luapan B dan C dengan luasan masing-masing 51.372 ha (35,45%) dan 66.132 ha (45,64%), dan hanya sebagian kecil tipe luapan A dan D yaitu dengan luasan masing-masing 13,258 ha (9,15%) dan 14.140 ha (9,76%) (Ananto et al., 2000). Dari luasan tersebut 83 ribu ha terletak di Kec. Tangjung lago yang terbagi menjadi 15 Desa. Wilayah Tanjung Lago secara umum memiliki luapan air pasang tipe A seluas 10%, tipe B 25%, tipe C 55 % dan tipe D 10% (BP3K, 2015). Lahan pasang surut di Kabupaten Banyuasin saat ini dimanfaatkan untuk tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai), kelapa, peternakan dan perikanan. Penggunaan lahan sawah pada tahun 2012 sebagian besar masih menerapkan IP 100 (166.691 ha) dan hanya sebagian kecil yang menerapkan IP 200 (20.034 ha). Luas pengusahaan tanaman pangan di Kabupaten Banyuasin pada tahun 2013: padi 214.442 ha dengan produktivitas 45,76 kw/ha, jagung 6.960 ha dengan tingkat produktivitas 39.98 kw/ha, dan kedelai 771 ha dengan produktivitas 10,87 kw/ha, dan pada tahun 2011 Kabupaten Banyuasin mengalami surplus beras mencapai 436.932 ton (Dinas Tanaman Pangan, 2014). Pada lahan pekarangan umumnya ditanami kelapa, kolam ikan, ayam dan ternak besar. Sistem bioindustri pertanian berkelanjutan dapat diterapkan di lahan pasang surut dan diharapkan dapat memperbaiki kondisi pertanian dan perekonomiaan petani saat ini, sehingga dapat mencegah alih fungsi lahan pertanian ke lahan perkebunan. Konsep bioindustri pertanian berkelanjutan adalah memandang lahan bukan hanya sumber daya alam tetapi juga industri yang memanfaatkan seluruh faktor produksi untuk menghasilkan pangan guna mewujudkan ketahanan pangan serta produk lain dengan menerapkan konsep biorefinery.
  • 10. 10 Pertanian bioindustri berkelanjutan diharapkan merupakan suatu sistem pertanian yang terpadu dari hulu sampai hilir, sehingga terwujud pertanian berkelanjutan dengan input luar rendah (Low external infut sustainable agriculture). Hal ini dapat dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal yang ada dengan mengkombinasikan berbagai komponen sistem usahatani sehingga saling melengkapi dan memberikan efek sinergi yang paling besar. Keterpaduan di dalam pengelolaan usaha pertanian dengan mengoptimalkan sumberdaya pertanian dan penerapan teknologi tepat guna spesifik lokasi untuk menghasilkan multi produk pangan dan energi merupakan landasan dasar bagi bioindustri pertanian berkelanjutan, untuk mewujudkan hal tersebut perlu dicari suatu konsep/model bioidustri pertanian berkelanjutan yang spesifik lokasi sesuai dengan potensi yang ada. Pengembalian seluruh limbah ke lahan pertanian diperkirakan akan mampu menghemat penggunaan pupuk lebih kurang 25% dari biasanya. Pengolahaan hasil samping dari proses penggilingan padi dengan optimal untuk berbagai produk diperkirakan dapat meningkatkan pendapatan sampai sekitar 50%. Untuk itu perlu dievaluasi tingkat substitusi pupuk organik terhadap pupuk anroganik, peningkatan pendapatan dari optimasilisasi produk, pemanfaatan pestisida hayati serta kualitas produk yang dihasilkan. Pemanfaatan limbah padat dan limbah cair sebagai kompos dan pupuk cair, selain dapat mengurangi pemakaian pupuk organik juga dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit, oeningkatan kesuburan tanah, dan dapat meningkatkan perekonomia petani. Pada tahun 20115 dan 2016 pemanfaatan limbah padat dan limbah cair sudah semakin luas. Pada tahun 2015 pemakaian limbah baru sebatas libah padat dan jumlah petani yang menggunakan baru 10 orang. Pada tahun 2016 pemanfaatan kompos padat semakin banyak dan semua petani kelompok telah memanfaatan pupuk cair yang dihasilkan kelompok dan sudah mulai penyebaran ke kelompok lain di sekitarnya. Pada tahun 2016 petani telah berhasil membuat dekomposer sendiri berupa MOL yang dipergunakan untuk pembuatan pupuk cair sehingga petani tidak tergantung lagi dengan pembelian dekomposer dari luar. Pada tahun 2018 diharapkan kegiatan aan berkembang yang lebih luas dan dan lebih beragam terutama telah dapat mengasilkan produk akhir dari proses bioindustri.
  • 11. 11 1.3. Tujuan Tahun 2015 a. Menyusun rancang bangun model pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan pangan surut untuk dapat meningkatkan nilai tambah hasil pertanian b. Memfasilitasi penumbuhan dan pembinaan percontohan sistem usahatani ramah lingkungan dan usaha agibisnis berbasis teknologi inovatif yang bersifat bioindustri. c. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi pedesaan untuk pengembangan kegiatan bioindustri berbasis tanaman pangan untuk mendukung keberlanjutan sistem pertanian bioindustri. d. Memperoleh umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat-guna spesifik pengguna dan lokasi yang berkelanjutan untuk menyempurnakan model pertanian ramah lingkungan yang spesifik lokasi. Tahun 2016: Mengimplementasikan dan memantapkan model pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan lahan pasang surut Tahun 2017 Mengembangkan (scalilng up) dan mereplikasi model pengembangan pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan lahan pasang surut Tujuan Akhir (2018): Merekomendasikan model pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan lahan pasang surut di Provinsi Sumatera Selatan. 1.4. Perkiraan Keluaran Tahun 2015 a. Tersusunnya rancang bangun model pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan pangan surut untuk dapat meningkatkan nilai tambah hasil pertanian b. Tumbuh dan berkembangnya sistem usahatani ramah lingkungan dan usaha agibisnis berbasis teknologi inovatif yang bersifat bioindustri.
  • 12. 12 c. Berperannya Kelembagaan petani dan ekonomi pedesaan untuk pengembangan kegiatan bioindustri berbasis tanaman pangan untuk mendukung keberlanjutan sistem pertanian bioindustri. d. Didapatkan umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat-guna spesifik pengguna dan lokasi yang berkelanjutan untuk menyempurnakan model pertanian ramah lingkungan yang spesifik lokasi Tahun 2016 Diperolehnya model pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan lahan pasang surut yang siap dikembangan Tahun 2017 Berkembangnya model pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan lahan pasang surut dalam kawasan luas. Luaran akhir (2018): Rekomendasi model pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan lahan pasang surut di Provinsi Sumatera Selatan. 1.5. Perkiraan Hasil tahun 2016 1. Pengolahan limbah dari sistem usaha tani tanaman pangan (padi dan jagung) dipadukan dengan ternak sapi sehingga tercipta sistem usahatani zero to waste serta produk yang ramah lingkungan. 2. Produk olahan hasil untuk pakan ternak, makanan ringan, makanan olahan dan lainnya yang dapat menjadikan peningkatan nilai tambah dan daya saing wilayah. 3. Peningkatan efesiensi, diversifikasi serta produktifitas sistem pertanian yang bermuara pada kesejahteraan petani.
  • 13. 13 1.6. Perkiraan Manfaat dan Dampak a. Terjadinya peningkatan produksi usaha agribisnis, peningkatan nilai tabah hasil pertanian melalui pengembangan produk olahan serta peningkatan pendapatan petani melalui percepatan penggunaan inovasi pertanian bioagroindustri. b. Meningkatnya efisiensi pertanian dengan meminimalkan input sarana produksi pertanian dari luar dan mengoptimalkan pemanfaatan limbah yang dihasilkan dari sistem usahatani dikombinasikan dengan ternak sapi. c. Pengembangan kawasan bioindustri pada skala yang lebih luas, maka mampu mengoptimalkan sumber daya lokal berbasis tanaman pangan yang diintegrasikan dengan ternak sapi, sehingga tercipta pertanian yang ramah lingkungan, berkelanjutan serta berwawasan agribisnis.
  • 14. 14 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis Sumatera Selatan memiliki sumberdaya lahan pertanian yang cukup luas dan mempunyai potensi untuk pengembangan pertanian salah satunya adalah lahan pasang surut. Lahan pasang surut di Sumatera Selatan tersebar di Kabupaten Musi Banyuasin, Banyuasin dan Ogan Komering Ilir. Lahan pasang surut yang luasnya lebih kurang 1,3 juta hektar yang tersebar di beberapa delta. Dari jumlah tersebut sampai tahun 2010 sekitar 373.000 ha sudah direklamasi dan sekitar 278.000 ha telah dimanfaatkan untuk usahatani berbasis padi dan pemukiman sekitar 65.000 KK transmigrasi (Badan Litbang Pertanian, 2007; Robiyanto, 2010). Kondisi lahan pasang surut di Sumatera Selatan saat ini sebagian besar dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan sebagian telah dibuka untuk areal perkebunan. Hal ini karena umumnya usahatani memperoleh keuntungan yang lebih kecil dibandingkan dengan perkebunan. Usatani umumnya memerlukan biaya input tinggi karena umumnya lahan pasang surut tanahnya kurang subur, bereaksi masam, mengandung Al, Fe, dan atau Mn dalam jumlah tinggi sehingga dapat meracuni tanaman akibat adanya lapisan pirit. Jika lahan pasang surut dikelola dengan baik menggunakan teknologi yang tepat dan sesuai dengan karakteristik lahannya, maka dapat dimanfaatkan untuk memproduksi beberapa kebutuhan pangan dan dapat diusahakan untuk tanaman padi, jagung, singkong, ubi jalar, kentang, sorgum, kedelai, dan kacang tanah, ternak ruminansia baik ruminansia kecil maupun ruminansia besar. Lahan pasang surut di Kabupaten Banyuasin saat ini dimanfaatkan untuk tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai), kelapa, peternakan dan perikanan. Penggunaan lahan sawah pada tahun 2012 sebagian besar masih menerapkan IP 100 (166.691 ha) dan hanya sebagian kecil yang menerapkan IP 200 (20.034 ha). Luas pengusahaan tanaman pangan di Kabupaten Banyuasin pada tahun 2013: padi 214.442 ha dengan produktivitas 45,76 kw/ha, jagung 6.960 ha dengan tingkat produktivitas 39.98 kw/ha, dan kedelai 771 ha dengan produktivitas 10,87 kw/ha, dan pada tahun 2011 Kabupaten Banyuasin mengalami surplus beras mencapai 436.932 ton (Dinas Tanaman Pangan, 2014). Produk hasil pertanian padi dan jagung di lahan pasang surut sebagian bear dijual langsung dalam bentuk gabah maupun jagung pipilan. Disamping itu limbah yang dihasilkan sangat berpotensi untuk pakan
  • 15. 15 ternak dan kompos, sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan dan mingkatkan nilai tambah produk. Prospek pengembangan ternak sapi di lahan pasang surut cukup besar selain pengembangan tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan daging nasional. Permintaan daging di Indonesia setiap tahun terus meningkat seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk dan industri makanan olahan. Pendekatan yang dapat diterapkan adalah dengan mengoptimalkan potensi yang ada salah satunya adalah sitem pertanian bioindustri pertanian berkelanjutan berbasis komoditas dengan potensi tinggi yaitu padi, jagung dan palawija lainnya diintegrasikan dengan ternak. Tanaman tersebut akan menghasilkan bahan pangan dan energi mendukung pencapaian swasembada pangan. Selain itu, akan menghasikan limbah yang sangat potensial untuk pakan ternak sapi, pupuk organik dan bahan pembenah tanah lainnya. Limbah ternak berupa kotoran dapat diproses menjadi kompos untuk memperbaiki produktivitas lahan agar tanaman yang ditanam nantinya dapat berproduksi tinggi. Penurunan produktivitas lahan merupakan masalah yang dihadapi petani, hal ini disebabkan oleh keterbatasan penyediaan pupuk kandang yang dikuasai petani, keterbatasan ketersediaan pakan ternak, dan permasalahan lingkungan (Basuni et al., 2010). Sistem integrasi tanaman-ternak sangat penting dalam upaya untuk memenuhi keburuhan bahan organik dan peningkatan produktivitas lahan. Pengembangan sistim integrasi tanaman-ternak dalam sistem bioindustri pertanian berkelanjutan merupakan strategi usaha pertanian ramah lingkungan dalam mewujudkan kesejahteraan petani dan rnasyarakat pedesaan. Secara rinci konsep atau rancangan bioindustri pertanian berkelanjutan disajikan pada Gambar 3 dam 4.
  • 16. 16 PADI JERAMI SEKAM DEDAK GABAH BERAS Arang Sekam Silika Briket Bahan Bakar Minyak makan Makanan kaya seratBeras bermutu Menir Tepung Pakan Jamu (beras kencur) Beras giling berkualitas Aromatik Kaya Fe Nasi instant Bihun Media Jamur Pakan Kompos PASAR TERNAK SAPI UNGGAS Daging Telur Kotoran Daging Limbah Cair/ Padat Biogas RUMAH TANGGA Pupuk Cair HORTIKULTURA Xylitol BEKATUL Pakan ternak Pakan ternakParam (obat balur) Lahan Pupuk Benih Alsin SDM JAGUNG Jagung muda Jagung tua Tongkol Kelobot Daun Batang Sayur Aneka olahan lain Tepung Aneka olahan lain Pakan unggas Kompos Bahan baku Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak SAPI Biogas Biopestisida NILAI TAMBAH Listrik Bahan bakar KEUNTUNGAN Pupuk organikHarga Jual Biaya Produksi INPUT OUTPUT Gambar 3. Konsep atau Rancangan Bioindustri Pertanian Berkelanjutan Gambar 4. Konsep atau Rancangan Bangun Bioindustri Berbasis Tanaman jagung
  • 17. 17 2.2. Hasil-hasil Penelitian/Pengkajian Terkait Bio-Industri 1. BioIndustri Kementerian Pertanaian (Kementan) menggagas konsep bioindustri atau zero waste. Ini sebagai bagian upaya merevitalisasi unit industri pengolahan di tingkat pedesaan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Pertanian bioindustri atau industri pertanian adalah usaha pengolahan sumber daya alam hayati (pertanian) dengan bantuan teknologi industri untuk menghasilkan berbagai macam hasil yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi. Pengolahan itu tidak hanya terbatas pada upaya meningkatkan hasil pertanian saja, akan tetapi bagaimana mengelola hasil pertanian menjadi komoditas yang bervariasi, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Indonesia yang sebagian besar merupakan para petani. Pengelolaan tanaman berskala indutsri yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat Indonesia adalah melalui pertanian bioindustri. Salah satunya dengan memanfaatkan tanaman sebagai sumber energi alternatif dengan mengolah tanaman menjadi biofuel. Pertanian bioindustri dapat menjadi alternatif pilihan sebagai bahan baku energy untuk menggantikan BBM yang ketersediannya semakin menipis. Meningkatnya harga bahan bakar minyak dan gas, ketahanan energy serta meningkatnya polusi lingkungan dalam kaitannya dengan penggunaan bahan bakar merupakan penyebab bangkitnya kembali bioindustri pada beberapa tahun terakhir (Ariati, 2006). Limbah Padi Dalam proses penggilingan padi menjadi beras giling, diperoleh hasil samping berupa (1) sekam (15-20%), yaitu bagian pembungkus/kulit luar biji, (2) dedak/bekatul (8-12%) yang merupakan kulit ari, dihasilkan dari proses penyosohan, dan (3) menir (±5%) merupakan bagian beras yang hancur. Hasil samping tersebut sebenarnya mempunyai nilai guna dan ekonomi yang baik apabila ditangani dengan benar sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dalam sistem agroindustri padi di pedesaan. Menurut Gani (2009) dari bulir gabah dapat diperoleh sekam dengan kandungan 18 persen hingga 22 persen. Kemudian dari jerami dapat diperoleh 45 persen sampai 55 persen biomassa tanaman. Panenan gabah kering rata-rata saat ini 6 ton per hektar, maka akan diperoleh 1,2 ton sekam dan 6 ton jerami. Total limbah produksi padi untuk biochar mencapai 120 persen gabahnya.
  • 18. 18 Pupuk Organik Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Tanah menemukan bahwa kandungan bahan organik di sebagian besar sawah menurun hingga 1% saja. Padahal kandungan bahan organik yang ideal adalah sekitar 5%. Kondisi miskin bahan organik ini menimbulkan banyak masalah, antara lain: efisiensi pupuk yang rendah, aktivitas mikroba tanah yang rendah, dan struktur tanah yang kurang baik. Akibatnya produksi padi cenderung turun dan kebutuhan pupuk terus meningkat. Solusi mengatasi permasalah ini adalah dengan menambahkan bahan organik/kompos ke lahan-lahan sawah. Kompos harus ditambahkan dalam jumlah yang cukup hingga kandungan bahan organik kembali ideal seperti semula. Menurut Kim dan Dale (2004) potensi jerami kurang lebih 1,4 kali dari hasil panen. Potensi jerami yang sangat besar masih disia-siakan oleh petani. Sebagian besar jerami hanya dibakar menjadi abu, sebagian kecil dimanfaatkan untuk pakan ternak dan media jamur merang. Pemanfaatan jerami dalam kaitannya untuk menyediakan hara dan bahan organik tanah adalah merombaknya menjadi kompos. Rendemen kompos yang dibuat dari jerami kurang lebih 60% dari bobot awal jerami, sehingga kompos jerami yang bisa dihasilkan dalam satu hektar lahan sawah adalah sebesar 4,11 ton/ha. Andaikan semua jerami dibuat kompos akan dihasilkan kompos sebanyak 48,01 juta ton secara nasional. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) kandungan hara kompos jerami adalah sebagai berikut: Rasio C/N 18.88 C- organik (%) 35.11 N (%) 1.86 P2O5 (%) 0.21 K2O (%) 5.35 Kadar air (%) 55% *) data kandungan hara berdasarkan berat kering kompos Dari data analisa di atas, kompos jerami memiliki kandungan hara setara dengan 41,3 kg Urea, 5.8 kg SP36, dan 89,17 kg KCl per ton kompos atau total 136,27 kg NPK per ton kompos kering. Jumlah hara ini kurang lebih dapat memenuhi lebih dari setengah kebutuhan pupuk kimia petani. Di tingkat nasional, potensi nilai hara dari kompos jerami adalah setara dengan 1,09 juta ton Urea, 0,15 juta ton
  • 19. 19 SP36, dan 2,35 juta ton KCl atau total 3,6 juta ton NPK. Jumlah ini kurang lebih 45% dari konsumsi pupuk nasional yang mencapai 7,9 juta ton tahun 2007 (APPI, 20093). Jika kandungan hara ini dinilai dengan harga pupuk kimia (HET4), maka kompos jerami secara nasional bernilai Rp. 5,42 Trilyun. Arang/Biochar Biochar adalah istilah baru yang digunakan untuk menggambarkan arang (biasanya arang berserbuk halus) berpori terbuat dari sampah organik yang ditambahkan pada tanah. Biochar dihasilkan melalui proses pirolisis biomasa. Pirolisis ini dilakukan dengan memaparkan biomasa pada temperatur tinggi tanpa adanya oksigen. Proses ini menghasilkan dua jenis bahan bakar (sygas atau gas sintetis dan bio-oil atau minyak nabati) dan arang (yang kemudian disebut biochar) sebagai produk sampingan. Biochar memiliki karakteristik: high surface area, high volume, micropores, density, macropores, serta mengikat air. Karakteristik tersebut menyebabkan biochar mampu memasok karbon, bochar juga dapat mengurangi CO2 dari atmosfer dengan cara mengikatnya kedalam tanah.Keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan biochar antara lain: dapat memperbaiki struktur tanah, luas permukaan biochar lebih besar, hal ini dapat menahan air dan tanah dari erosi, mengikat nitrogen, calcium (Ca2+ ), potassium (K+ ), magnesium (Mg2+ ). Biochar adalah produk kaya karbon ketika biomassa seperti rabuk (manure) atau daun, dipanaskan dengan oksigen rendah atau bahkan vakum. Secara teknis biochar diproduksi melalui dekomposisi termal materi organikdi bawah suplai oksigen yang terbatas serta temperatur yang rellatif rendah (<700°C). Biochar dapat dibuat melalui banyak cara, terutama menggunakan salah satu dari tiga proses dekomposisi termal dominan: pirolisis, gasifikasi, dan karbonisasi hidrotermal. Energi yang dihasilkan berbentuk gas atau minyak yang terbentuk bersama dengan terbentuknya biochar. Energi yang dihasilkan tersebut dimungkinkan dapat menutup fungsi lain (recoverable), atau secara sederhana energi tersebut dibakar dan dibebaskan sebagai panas. Biochar dapat dibuat dari berbagai macam biomassa. Sistem (reaktor) yang digunakan pun berbeda-beda, dan mungkin menggunakan teknologi yang memproduksi energi recoverable ataupun tidak, mulai dari skala rumah tangga hingga pembangkit listrik bioenergi besar. Tanah yang subur memerlukan kandungan bahan organik sebesar 2%. Arang hayati atau biochar memberikan opsi untuk
  • 20. 20 pengelolaan tanah terutama sebagai supplier karbon dan perekonstruksi. Menurut Lehmann (2007), semua bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah nyata meningkatkan berbagai fungsi tanah tak terkecuali retensi berbagai unsur hara esensial bagi pertumbuhan tanaman, namun penggunaan bahan organik berupa pupuk kandang maupun sisa tanaman membutuhkan dosis yang cukup tinggi yaitu sekitar 15-20 t/ha pupuk kandang (Undang Kurnia, 1996) dan 20-25 t/ha biomas flemingia (Nurida, 2006). Biochar lebih efektif menahan unsure hara untuk ketersediaannya bagi tanaman dibandingkan bahan organik lain seperti sampah dedaunan, kompos atau pupuk kandang. Biochar juga menahan P yang tidak bisa diretensi oleh bahan organik tanah biasa. Aplikasi biochar pada tanah sulfat masam dapat menurunkan kerapatan isi tanah, Al-dd dan kelarutan Fe serta dapat meningkatkan prsitas tanah, kandungan air tanah, C-organik, pH tanah, kelarutan P KTK, K-dd dan Ca-dd (Masulili, 2010). Lehmann dan Rondon (2006) serta Rondon et al. (2007) melaporkan bahwa biochar juga menyediakan media tumbuh yang baik bagi berbagai mikroba tanah. Pada tahun 2007 International Rice Research Institute (IRRI) menguji pemberian biochar pada produksi padi gogo di Laos bagian utara. Biochar terbukti meningkatkan konduktivitas hidrolik top soil atau lapisan permukaan tanah dan meningkatkan hasil gabah pada kandungan tanah yang rendah fosfor (P) tersebut. Pemberian biochar juga terbukti meningkatkan respons terhadap pemberian pupuk dengan kandungan nitrogen N.
  • 21. 21 III. METODOLOGI 3.1. Pendekatan Dalam model pengembangan pertanian Bioindustri akan dikelola dan dimanfaatkan secara optimal seluruh sumberdaya hayati termasuk biomasa dan hasil samping dari tanaman pangan dan ternak sapi bagi kesejahteraan masyarakat dalam suatu ekosistem. Konsep bioindustri dalam integrasi tanaman ternak secara sederhana di visualisasikan pada Gambar 5 Gambar 5. Konsep bioindustri dalam integrasi tanaman ternak Gambar 5, dalam pengembangan integrasi tanaman pangan di lahan pasang surut dengan ternak sapi, fokus kegiatan tidak hanya pada sistem budidaya tanaman dan ternak secara terintegrasi, namun pada penanganan hasil samping (jeami, batang jagung, kelobot jagung, sekam kotoran dan urin sapi) yang dapat digunakan sebagai sarana produksi atau input bagi proses budidaya maupun pada penanganan dan pengolahan hasil utama (padi, jagung dan daging sapi) untuk dipasarkan. Berdasarkan gambaran tersebut maka terdapat empat kegiatan dalam kegiatan integrasi tanaman pangan dengan ternak sapi yaitu (1) optimalisasi integrasi tanaman pangan dengan ternak sapi, (2) penanganan hasil samping budidaya tanaman pangan dan sapi, (3) penanganan dan pengolahan hasil utama serta (4) berfungsinya kelembagaan pendukung untuk penanganan unit agribisnis dan pemasaran produk. Pendekatan yang dilakukan dalam upaya pencapaian keberhasilan kegiatan pengembangan pertanian bioindustri berbasis integrasi tanaman pangan dengan sapi meliputi: • Membangun model percontohan pengembangan pertanian bioindustri berbasis
  • 22. 22 integrasi tanaman pangan dan sapi yang mensinergikan sistem inovasi dan kelembagaan dengan sistem agribisnis. • Menerapkan teknologi inovatif tepat guna secara partisipatif berdasarkan paradigma penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. • Mendorong proses difusi dan replikasi model percontohan teknologi inovatif melalui ekspose dan demontrasi lapang, diseminasi informasi, advokasi serta fasilitasi. • Mengembangkan bioindustri pedesaan berdasarkan karakteristik wilayah agroekosistem dan kondisi sosial ekonomi setempat. Inovasi teknologi yang digunakan dalam upaya pencapaian keberhasilan kegiatan pengembangan pertanian bioindustri berbasis integrasi tanaman pangan dan sapi adalah teknologi yang memenuhi syarat-syarat sebagaimana berikut ini: • Menjadi solusi bagi permasalahan petani • Matang, siap digunakan pada skala pengembangan dan mempunyai potensi dampak yang luas. • Dapat diadaptasikan pada berbagai kondisi lingkungan budaya, sosial ekonomi dan biofisik. • Berdampak signifikan terhadap pendapatan keluarga tani • Dukungan pengetahuan dan keahlian teknis memadai • Dukungan input memadai • Memenuhi permintaan pasar • Tidak memiliki dampak negatif 3.2. Ruang Lingkup Kegiatan Model pengembangan bio industri berbasis integrasi tanaman pangan - ternak ini mempunyai tujuan akhir mengembangkan Pertanian Bio-Industri Berkelanjutan berbasis integrasi tanaman pangan-ternak sapi yang dicirikan oleh berkembangnya Agro-Industrial produk turunan padi dan jagung dan ternak sapi di lahan pasang surut Sumatera Selatan. Secara garis besar, ruang lingkup kegiatan model pengembangan pertanian bioindustri berbasis integrasi tanaman pangan dan ternak sapi dengan introduksi teknologi dan rekayasa kelembagaan inovatif spesifik lokasi, terdiri dari komponen-komponen inovasi pertanian yang akan dikembangkan meliputi:
  • 23. 23 a) Optimalisasi integrasi. Dalam kegiatan ini dilakukan introduksi teknologi untuk mengoptimalkan pelaksanaan integrasi tanaman pangan dan ternak sapi. Introduksi teknologi untuk peningkatan produktivitas dan efisiensi usahatani tanaman pangan (padi dan jagung) meliputi komponen-komponen teknologi inovatif yaitu: (1) varietas unggul, (2) budidaya tanaman pangan ramah lingkungan, (3) penanganan hasil samping budidaya tanaman pangan, serta (4) penanganan dan pengolahan hasil utama (padi dan jagung). Introduksi teknologi untuk peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha ternak sapi meliputi komponen-komponen teknologi inovatif yaitu: (1) Seleksi bibit ternak, (2) perbaikan efisiensi reproduksi induk, (3) perbaikan pakan, (4) perbaikan manajemen pemeliharaan, (5) penanganan hasil samping dan (6) penanganan dan pengolahan hasil utama. b) Penanganan hasil samping. Penanganan hasil samping untuk tanaman padi dan jagung adalah jerami, sekam, batang jagung dan kelobot jagung. Jerami, batang jagung dan kelobot jagung sebagian akan diolah menjadi pakan sapi melalui proses fermentasi menjadi silase dan sebagian aan diolah sebagai bahan baku kompos padat dicampur dengan kotoran ternak padat dan kotoran ternak cair (urine) sebagai pupuk cair untuk tanaman pangan. c) Penanganan dan Pengolahan Hasil Utama. Penanganan dan pengolahan hasil utama meliputi (1) beras premium, (2) produk olehan beras dan jagung dan (3) bibit sapi sehat. Penanganan dan pengolahan hasil utama dilakukan menggunakan teknologi inovatif spesifik lokasi dalam rangka meningkatkan harga jual produk utama atau meningkatkan pendapatan petani. d) Kelembagaan dan Pemasaran. Kegiatan ini terutama untuk menumbuh- kembangkan unit usaha agribisnis yaitu (1) unit usaha penanganan hasil samping, (2) unit usaha penanganan dan pengolahan hasil utama dan (3) unit pemasaran hasil. Unit usaha agribisnis ini diharapkan dapat berkembang secara mandiri.
  • 24. 24 3.3. Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan 3.3.1. Waktu dan Tempat Lokasi kegiatan model pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan lahan pasang surut di Provinsi Sumatera Selatan direncanakan di Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Pelaksanaan kajian ini direncanakan selama 3 tahun yaitu mulai pada awal tahun 2015 sampai dengan akhir tahun 2018. 3.3.2. Bahan dan alat Bahan dan alat yang digunakan antara lain peralatan basline survey dan PRA seperti bahan ATK dan lain – lain. Bahan dan alat mesin pengolahan limbah tanaman pangan (padi dan jagung) untuk pakan ternak, bahan dan alat mesin pengolahan limbah kotoran sapi untuk biofertilizer dan alat pendukung lainnya. 3.3.3. Pelaksanaan Kegiatan Secara operasional Model Bioindustri Pertanian Berkelanjutan akan diimplementasikan melalui pendekatan partisipatif dengan melakukan berbagai rangkaian kegiatan yang saling berkaitan satu sama lain dalam suatu kerangka pengembangan model sistem dan usaha agribisnis pedesaan yang memperhatikan aspek lingkungan. Selain itu, penumbuhan dan pengembangan kelembagaan pendukung agribisnis juga dilakukan, seperti pemberdayaan kelompok tani, pengembangan Gapoktan, lembaga permodalan, dan kemitraan petani. Rancangan pola tanaman yang akan dikembangkan disajikan pada Gambar 6. 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Gambar 6. Pola tanam yang akan dikembangkan Pada tahapan aplikasi teknologi usahatani akan diawali dengan Implementasi budidaya padi ramah lingkungan; teknologi budidaya ternak; Implementasi Teknologi untuk Menekan Kehilangan Hasil dan Meningkatkan Mutu Gabah; Teknologi pengemasan gabah dan beras dan pengelolaan menir; dan pengolahan limbah Padi JagungLahan Usaha Pekarangan Bulan Tanaman /Ternak Sapi Jagung/ kedelai
  • 25. 25 tanaman + kotoran sapi menjadi pupuk organik dan biogas. Bentuk kegiatan diuraikan secara rinci pada Lampiran 1. a. Implementasi Budidaya Padi Ramah Lingkungan pada Skala Terbatas Implementasi budidaya padi ramah lingkungan akan dilakukan dalam skala terbatas. Oleh karena itu, untuk meningkatkan akselerasi proses difusi dan adopsi teknologi secara efektif dan efisien, maka diperlukan lokasi percontohan atau demplot sebagai referensi dan sekaligus panduan bagi petani dan pelaksana tugas lapang dalam mengembangkan berbagai inovasi teknologi di lapangan. Desain atau rancangan yang telah mendapat dukungan berbagai pihak tersebut diimplementasikan di lapangan dalam bentuk unit percontohan berskala pengembangan dan berwawasan agribisnis. Teknologi yang didiseminasikan harus kompatibel dengan permasalahan yang dihadapi atau mampu mengatasi permasalahan petani. Untuk menjamin efektivitas adopsi perlu dilakukan peragaan langsung di lapangan. Tabel 1. Teknologi introduksi budidaya Ramah lingkuang Uraian Padi Jagung Varietas Unggul dan bermutu Komposit dan Hibrida Persiapan lahan Olah tanah Sempurna Tanpa olah tanah (TOT), alang- alang atau gulma lainnya ditebas, biarkan tumbuh aktif kemudian disemprot dengan herbisida yang tersedia Persiapan benih Perlakuan benih dengan Ridomil 5 g/kg benih Tanam Sistem tanam jajar legowo Tugal, dengan jarak tanam 75 x 40 cm Takaran pupuk Rekomendasi PUTS/PUTR +BWD Rekomendasi PUTK +BWD Waktu dan cara pemupukan - Pupuk dasar: 1/3 takaran urea + 100 % SP36 + 50 % KCl (7 hst). - Pupuk susulan I: 1/3 takaran Urea (30 hst), - Pupuk susulan II: 1/3 takaran urea (40-45 hst) - Pupuk KCl diberikan dua kali, masing-masing ½ takaran pada saat tanam dan pada 30 hst. - Pemberian pupuk kandang/ kompos 2 minggu sebelum tanam. - Pupuk dasar: 1/3 takaran urea + 100% SP36 + 50% KCl (7 hst). - Pupuk susulan I: 1/3 takaran Urea (30 hst), - Pupuk susulan II: 1/3 takaran urea (40-45 hst) - Pupuk KCl diberikan dua kali, masing-masing ½ takaran pada saat tanam dan pada 30 hst. - Pemberian pupuk kandang/ kompos 2 minggu sebelum tanam. Pupuk kandang dosis ; 1, 2, 3 ton/ha dosis ; 1, 2, 3 ton/ha Pemeliharaan Gulma Disiang dua kali (3 dan 6 mst) Gulma Disiang dua kali (3 dan 6 mst)
  • 26. 26 Pengendalian Hama dan penyakit PHT, disesuaikan dengan OPT yang menyerang (penggunaan feromons ostri dan biopestisida) dan biofestisida yang ramah lingkungan PHT, disesuaikan dengan OPT yang menyerang (penggunaan feromons ostri dan biopestisida) dan biofestisida yang ramah lingkungan Peragaan inovasi dilakukan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk hasil pertanian dalam bentuk Demfarm. Implementasi inovasi akan dilakukan melalui demfarm peningkatan IP melalui inovasi varietas unggul padi. Pertanaman padi yang tadinya dilakukan satu kali dalam satu tahun, melalui inovasi teknologi akan ditingkatkan menjadi IP 200 dengan pola padi - padi maupun IP300 padi-padi- palawija. Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu berbasis ramah lingkungan dilakukan dalam pelaksanaan demfarm ini. Demfarm inovasi teknologi untuk mendukung produktivitas lahan pasang surut dengan basis tanaman utama padi. Inovasi teknologi yang dilakukan juga untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk hasil pertanian. Perbaikan kualitas dilakukan dengan perbaikan teknologi budidaya dan pasca panen. Teknologi yang dintroduksikan antara lain: 1) pengenalan varietas, 2) perbaikan pemupukan, 3) pemkaian pupuk organic, 4) pengendalian OPT dengan pestisida hayati, dan 5) penanganan pascapanen (perbaikan mutu gabah simpan dan tehnologi pengeringan). b. Implementasi Teknologi untuk Menekan Kehilangan Hasil dan Meningkatkan Mutu Gabah Hasil panen padi dari sawah disebut gabah. Gabah tersusun dari 15-30% kulit luar (sekam), 4-5% kulit ari, 12-14% katul, 65-67% endosperm dan 2-3% lembaga. Sekam membentuk jaringan keras sebagai perisai pelindung bagi butir beras terhadap pengaruh luar. Gabah harus segera dikeringkan untuk menghindari pertumbuhan kapang yang dapat menyebabkan warna kuning. Pengeringan dapat dilakukan dengan memakai sinar matahari (penjemuran dengan menggunakan tikar, tampah, lamporan), pengering buatan dan pengering surya. Lamporan dibuat miring supaya air dapat mengalir dan untuk mencegah air tergenang. Pada pengering buatan, jika kering cepat maka akan banyak menghasilkan beras patah. Sedangkan pengeringan dengan sinar matahari untuk menghasilkan beras kepala. Pengeringan surya tidak cocok untuk gabah biasa. Pengeringan surya ini sangat mahal biasanya untuk padi bulu yang nilai ekonominya tinggi.
  • 27. 27 Disamping proses pengeringan, maka proses penggilingan juga membutuhkan teknologi khusus untu mendapatkan beras bermutu antara lain: 1. Perontokan padi Alat yang digunakan adalah rontogan; bahannya gabah, padi gedengan, “hencak”; sehingga dihasilkan gabah kotor (kotoran: potpngan merang, kerikil, bubuk jenteng, pasir, paku/logam, dan lainlain). 2. Pembersihan gabah kotor Alat yang digunakan adalah ayakan goyang (paddy cleaner/hongkwl gabah), saringan kasar (batu, kerkil, paku, dan lain-lain), saringan halus (pasir) serta penarik logam; bahannya gabah kotor; sehingga dihasilkan gabah bersih. 3. Pemecahan kulit (husking) Alat yang digunakan adalah pemecah kulit tipe silinder; bahannya gabah; sehingga dihasilkan beras pecah kulit, sebagian kecil gabah utuh yang lolos, lolosan (pesak halus bercampur dedak dan menir), serta sekam. 4. Pemisahan pesak Alat yang digunakan adalah husk separator (hongkwl pesak), saringan pesak, dan saringan lolosan; bahannya beras pecah kulit, sekam, lolosan; sehingga dihasilkan beras pecah kulit bersih, dan gabah. 5. Pemisahan gabah (paddy separation) Alat yang digunakan adalah paddy separator atau disebut gedongan; prinsipnya adalah perbedaan bobot jenis antara beras pecah kulit dan gabah, serta kehalusan permukaan gabah dan beras pecah kulit. Pada permukaan miring, beras pecah kulit akan cepat turun, sementara gabah terdesak ke atas; dibuat kamar-kamar. 6. Penyosohan Alatnya adalah mesin penyosoh (rice polisher), mesin I (penyosohan I), mesin II (penyosohan II), alat terdiri dari batu penyosoh (batu amaril) dan lempengan karet, karena ada gesekan antara beras dengan batu, lempengan karet, dan antara sesama beras maka beras akan tersosoh; bahannya adalah beras pecah kulit; sehingga dihasilkan beras sosoh, dedak (mesin sosoh I),bekatul (mesin sosoh II); dedak dan bekatul langsung dipisahkan dengan aspirator 7. Grading Alat yang digunakan adalah ayakan beras (honkwl beras); memisahkan beras kepala, beras patah dan menir
  • 28. 28 c. Teknologi Pengemasan Gabah, Beras dan Pengelolaan Menir Menir merupakan salah satu hasil samping dari penggilingan beras. Menir dapat diproses sebagai beberapa produk diantarnya adalah dijadikan tepung. Tepung beras terdiri dari tepung beras pecah kulit dan tepung beras sosoh. Tepung beras banyak digunakan sebagai bahan baku industri seperti bihun dan bakmi, macaroni, aneka snacks, aneka kue kering (“cookies”), biscuit, “crackers”, makanan bayi, makanan sapihan untuk Balita, tepung campuran (“composite flour”) dan sebagainya. Tepung beras juga banyak digunakan dalam pembuatan “pudding micxture” atau “custard”. Makanan bayi yang terbuat dari tepung beras, sudah dapat diberikan kepada bayi yang berumur 2-3 bulan, sedangkan kepada bayi yang berumur 5 bulan dapat diberikan dalam bentuk nasi tim. Standar mutu tepung beras ditentukan menurut Standar Industri Indonesia (SII). Syarat mutu tepung beras yang baik adalah : kadar air maksimum 10%, kadar abu maksimum 1%, bebas dari logam berbahaya, serangga, jamur, serta dengan bau dan rasa yang normal. Di Amerika, dikenal dua jenis tepung beras, yaitu tepung beras ketan dan tepung beras biasa. Tepung ketan mempunyai mutu lebih tinggi jika digunakan sebagai pengental susu, pudding dan makanan ringan. Proses pembuatan tepung beras dimulai dengan penepungan kering dilanjutkan dengan penepungan beras basah (beras direndam dalam air semalam, ditiriskan, dan ditepungkan). Alat penepung yang digunakan adalah secara tradisional (alu, lesung, kincir air) dan mesin penepung (hammer mill dan disc mill). d. Implementasi inovasi budidaya ternak sapi Teknologi yang akan diimplementasikan meliputi: penataan sistem perkandangan dan teknologi pakan dengan metode pemberian ransum seimbang melalui pemanfaatan sumberdaya lokal. Adapun rakitan teknologi budidaya ternak sapi yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rakitan teknologi budidaya ternak sapi Keterangan Teknologi Pembibitan Sapi Potong Sistem pemeliharaan Sistem perkawinan Intensif, target 1 induk 1 tahun melahirkan 1 anak IB dan alami ratio betina dan jantan=1:10 Pakan : Sapi muda, dewasa: Hijauan (rumput dan limbah tanaman pangan) 10 % dari berat badan/ekor/hari Sapi bunting tua dan pasca keliahiran Hijauan 10%+1% dedak padi Air minu Ad-libitum
  • 29. 29 Bank pakan : antisipasi musim kemarau Fermentasi selama 21 hari Hijauan segar100 kg, dedak padi 10 kg, probiotik 10-20 cc (sesuai dosis), gula pasir/ ¼ kg, air 5 liter. Campur gula+probiotik dengan air diamkan 5-10 menit campur dedak padi + air Campur hijauan + dedak + larutan probiotik sampai rata Simpan dalam kondisi an-aerob selama 3 minggu. Bisa disimpan sampai 1 tahun. e. Implementasi Pengelolaan Limbah Limbah hasil usahatani berupa jerami, sekam, dan dedak dapat dijadikan sebagai bahan kompos maupun sebagai pakan ternak (jerami dan dedak). Dengan pengelolaan yang baik maka limbah yang selama ini terbuang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak dan kotoran ternak bersama-sama dengan limbah tanaman jug adapt difungsikan sebagai kompos atau bahan bakar (arang dan sumber energi). Tabel 3. Teknologi pengomposan jerami padi dan jagung dan kotoran ternak sapi Keterangan Teknologi Pengolahan limbah sersah padi dan jagung (kompos) Cara pembuatan kompos a. Sisa jerami padi dan jagung dicincang halus. b. Dicampur dengan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1 (3 bagian serasah jagung : 1 bagian pupuk kandang) c. Campuran serasah dan pupuk kandang diaduk rata. d. Selanjutnya disiram dengan dkompoder dengan konsentrasi 5 ml / air d. Diaduk lagi, kemudian ditutup plastik. e. Setiap hari dicek, bila suhu terlalu tinggi maka dilakukan pembalikan. g. Setelah satu bulan kompos sudah jadi, dan selama proses dekomposisi tidak mengeluarkan bau busuk, bahkan aroma yang dikeluarkan adalah khas aroma fermentasi. Pengolahan limbah ternak (kompos) Fermentasi Bahan dasar :kotoran ternak+limbah tanaman pangan 100 kg Dolomit 1%, abu 1%, probiotik 10-20 (sesuai dosis) Campur probiotik dengan air Campur bahan dasar kompos + dolomit+abu+probiotik sampai rata. Simpan selama 21 hari setiap minggu dibalik. Pembuatan pupuk cair urine sapi Fermentasi Bahan dasar urine sapi 200 liter Probiotik 1 liter Gula pasir/merah 2 kg Campur probiotik + gula + ureine. simpan dalam drum selama 21 hari, setiap hari drum dibuka untuk membuang gas yang dihasilkan.
  • 30. 30 3.4. Pengamatan Data dan Analisis Data a. Jenis dan Sumber Data Data penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung, melalui focus group discussion (FGD), wawancara dan pengisian kuesioner dengan pihak-pihak terkait. Data sekunder berupa dokumen, peraturan, hasil hasil riset terkait yang diperoleh melalui jurnal ilmiah, informasi dan studi literatur yang mendukung. Pengamatan dan pengumpulan data meliputi: (1) data potensi wilayah; (2) data keragaan teknis; (3) data kelayakan teknis dan finansial dari teknologi yang dikaji; (4) penyebarluasan inovasi yang diterapkan (luasan dan jumlah petani yang mengikuti yang dapat dipantau); (5) tanggapan petani terhadap teknologi yang dikaji; dan (6) kinerja kelembagaan gapoktan dan lembaga keuangan yang ada, partisipasi petani baik pada pelatihan, demfarm dan pengkajian yang dilakukan. Data teknis dikumpulkan sesuai dengan kegiatan dalam pengkajian. Data yang diamati dianalisis melalui analisis deskriptif, finansial dan statistik. Analisis deskriptif mencakup karakteristik wilayah; analisis finansial mencakup analisis biaya dan pendapatan (analisis kelayakan teknologi); dan analisis statistik digunakan untuk mengetahui konsistensi penerapan teknologi. Untuk memonitoring pelaksanaan kegiatan di lapang dilakukan monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara berkala oleh tim, baik secara formal maupun non formal dan diharapkan informasi yang diperoleh berupa: (1) keragaan fisik; (2) kemajuan fisik; dan (3) permasalahan b. Alat analisis Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini, mengacu pada indikator kinerja model pengembangan kawasan pertanian bioindustri yang terintegrasi. Indikator tersebut meliputi aspek penggunaan input, proses, output, outcome, benefit, dan dampak dari petani kooporator (petani pelaksana) maupun petani adaptor (petani yang mengadopsi) setelah model dimaksud dirancang, dirintis, diimplementasikan dimantapkan, dikembangkan, discalling up, dan direplikasi ke kawasan lain. Tolok ukur keberhasilan (performence) model meliputi; 1) Meningkatnya produktifitas dan pendapatan petani;
  • 31. 31 2) Meningkatnya nilai tambah produksi, terjadi diversifikasi produk sesuai permintaan pasar; 3) Meningkatnya aktivitas kelompok tani akibat dari pemberdayaan; 4) Terbangunya komitraan dengan pihak luar; 5) Meningkatnya kinerja kelembagaan pendukung, kelembagaan pasar input maupun output; 6) Dimanfaatkanya sumberdaya pertanian lebih optimal; 7) Adanya apresiasi Pemda maupun stackholders terkait yang diwujudkan berupa sharing dana atau material lainya, untuk mendukung pengembangan model kawasan pertanian bioindustri integrasi jagung dan ternak. Untuk mengukur indikator kinerja penelitian digunakan mixed method (Campbell dan Fisk, 1959), yakni gabungan dari dua pendekatan yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Analisis data menggunakan deskriptif kualitatif terdiri dari beberapa alat analisis yaitu: analisis deskriptif, analisis triangulasi, analisis nilai tambah, analisis causal loop dan diagram alir, analisis particypatori rural appraisal (PRA) serta analisis kuantitatif meliputi; analisis finansial, analisis daya saing, analisis hirarkhi proyek (AHP), analisis peningkatan produktivitas, analisis kemitraan, dan analisis Agro Ecological Zone (AEZ). • Analisis Deskriptif Analisis deskriptif adalah suatu analisis yang digunakan untuk menggambarkan perkembangan karakteristik kondisi ekonomi dan sosial tertentu dari suatu daerah. Beberapa kondisi ekonomi dan sosial yang perlu dideskripsikan misalnya, laju pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, gambaran sektor pendidikan dan kesehatan dan sebagainya. Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu populasi. Misalnya populasi dilihat dari nilai rata-ratanya (mean, median, modus), standar deviasi, variansi, nilai minimum dan maksimum, kurtosis dan skewness (kecurangan distribusi). Data yang dianalisis dapat berupa data kualitatif atau data kuantitatif. Deskripsi dari kondisi sosial dan ekonomi suatu daerah bisa beragam bentuknya, bisa berupa tabulasi silang, grafik histogram dan sebagainya. Bentuk deskripsi ini dipilih sesuai dengan keperluan analisis agar tujuan penelitian bisa dicapai. Analisis deskriptif dalam kajian ini terdiri dari ; (1) Identifikasi Potensi Wilayah; (2) Identifikasi Cabang Usaha yang Prospektif; dan (3) Identifikasi Potensi Produk.
  • 32. 32 • Analisis Triangulasi Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal. Karena itu, triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak mungkin bias yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data. Triangulasi meliputi empat hal, yaitu: (1) triangulasi metode; (2) triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan kelompok); (3) triangulasi sumber data; dan (4) triangulasi teori. • Analisis Nilai Tambah Nilai tambah yang dihasilkan dari suatu pengolahan pada barang dan jasa, merupakan selisih antara nilai akhir suatu produk (nilai output) dengan nilai bahan baku dan input lainnya. Nilai tambah tidak hanya melihat besarnya nilai tambah yang didapatkan, tetapi juga distribusi terhadap faktor produksi yang digunakan. Sebagian dari nilai tambah merupakan balas jasa (imbalan) bagi tenaga kerja, dan sebagian lainnya merupakan keuntungan pengolah. Metode analisis Hayami adalah metode yang umum digunakan untuk menganalisis nilai tambah pada subsistem pengolahan. • Analisis causal loop Berdasarkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi model pengembangan kawasan pertanian bioindustri disajikan dalam bentuk causal loop diagram seperti yang terlihat pada Gambar 7.
  • 33. 33 - ++ + - + Luas Wilayah Lahan Potensial Peta AEZ / Kesesuaian Lahan ARAHAN Komoditas UNGGULAN + + Ketersediaan Air - Luas Lahan Komoditas Unggulan Existing Luas Lahan Pemukiman Luas Lahan Industri Konversi + + - - Produktivitas Pupuk Benih Unggul Pengendalian OPT Alsintan Produksi Losses Panen Harga (Rp) Biaya Produksi Keuntungan Pascapanen Losses Pasca Panen Limbah Prosessing Pakan Ternak Ternak Biogas Biaya Prosessing Nilai Tambah Produk Investasi Peralatan dan Mesin Produk Olahan Bank - Tenaga Kerja - + + + - - - + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + Gambar 7. Causal Loop Digram model pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan lahan pasang surut Struktur model dinamis yang dikembangkan merupakan gambaran dari interaksi antara elemen-elemen dalam sebuah sistem. Untuk memudahkan proses perancangan model, maka dilakukan pembagian sistem secara keseluruhan menjadi beberapan subsistem yaitu subsistem wilayah, subsistem bioindustri ternak dan subsistem bioindustri tanaman pangan. Setiap struktur dari masing-masing subsistem menunjukan kebergantungan sebab akibat dari perilaku masing-masing subsistem produksi dan konsumsi. Subsistem produksi dipengaruhi oleh luas areal tanam, luas panen, produktivitas dan produksi. Sedangkan subsistem konsumsi dipengaruhi oleh jumlah penduduk, kebutuhan ekspor dan antar pulau serta kebutuhan untuk industri pekan ternak. Penyelesaian diagram sebab akibat digunakan Powersim Constructur 2. • Analisis Finansial Untuk mengukur tingkat pendapatan petani, dilakukan melalui penelusuran data total penerimaan dan total biaya yang di keluarkan dalam usaha tani tersebut. Dari total penerimaan yang biasa disingkat TR (total revenue dari komponen produktifitas, volume atau luas dan harga sebelum dan sesudah) dari masing-masing jenis kegiatan, sedangkan data total biaya yang biasa disingkat TC (total cost) merupakan penjumlahan biaya dari masing-masing jenis kegiatan. Selanjutnya harga
  • 34. 34 output (PQ) dan harga input (PX) sebelum dan sesudah implementasi model harus sama. Formula ini digunakan sebagai berikut : TR0 =∑Q01 * PQ1i TC0 =∑X01 * Px1i TI0 =∑Q01 * PQ1i - ∑Q01 * Px1i TR1 =∑Q1i * PQ1i TC1 =∑X1i * Px1i TI1 =∑Q11 * PQ1i - ∑X01 * Px1i ∆TI = TI1 + TI0 ∆TI(%) = [(TI1/TI0) – 1) X 100 % • Analisis peningkatan produktivitas Untuk mengukur peningkatan produktivitas dilakukan dengan menghitung seluruh produktivitas yang dicapai oleh model dikurangi produktivitas sebelum model. Formulanya sebagai berikut ; ∆Y= Y1-Y0 (peningkatan produktivitas absolut) ∆Y (%) = [(y1/y0 – 1) X 100% atau ∆Y (%) = ∆Y /Y0 x 100 % (persentasi) Ket. Yo = produktivitas sebelum model. Y1 = produktivitas sesudah model Setelah mengukur peningkatan produktivitas dilanjutkan dengan mengukur produksi. Untuk tanaman jagung produksi merupakan perkalian luas panen kali produktivitas, dalam formulasi sebagai berikut ; Q1 = Y1 x L 1 Q0 = Y0 x L 0 Ket; Q1= Produksi sesudah model. Q0 = Produksi sesudah model. Y0 = Produktivitas sebelum model. Y1 = Produktivitas sesudah model L0 = luas tanam atau panen sebelum model L1 = luas tanam atau panen sesudah model. Peningkatan produksi di hitung dengan rumus : ∆Q = Q1 – Q0 ∆Q (%) = [(Q1/Q0) – 1 [ X 100 %) atau ∆Q (%) = ∆Q/Q0 X 100 %.
  • 35. 35 • Analisis daya saing dengan metode Policy Analysis Matrix (PAM). Metode analisis PAM tidak hanya digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif (keuntungan sosial) tapi juga mengukur dampak intervensi pemerintah pada suatu aktivitas ekonomi (dalam hal ini usahatani jagung dan padi). Policy Analisis Matrix juga dapat digunakan untuk menganalisis kegiatan usahatani sebagai suatu sistem, termasuk di dalamnya pascapanen, pengolahan dan pemasaran. Tahapan penggunaan metode PAM dalam penelitian ini adalah: 1. Identifikasi input dan output secara lengkap dari suatu usahatani 2. menentukan harga yang dari input dan output suatu usahatani 3. Memisahkan unsur biaya kedalam kelompok tradable dan domestik 4. Menghitung penerimaan usahatani 5. Menghitung dan menganalisis berbagai indikator keunggulan komparatif dan kompetitif berdasarkanTabel PAM. Analisis PAM dapat digunakan pada sistem komoditas dengan berbagai wilayah, tipe usahatani dan teknologi (Monke and Pearson, 1989; Emilya, 2001). Keuntungan merupakan perbedaan antara penerimaan dan biaya. Perbedaan perhitungan antar aprivate Setiap matriks memiliki empat kolom yaitu kolom pertama adalah penerimaan, kolom kedua adalah kolom biaya yang terdiri dari biaya input yang dapat diperdagangkan (tradable input) dan biaya faktor domestik (domestic factors). Input yang digunakan seperti pupuk, pestisida, benih/bibit, peralatan dan lain-lain dipisahkan menjadi input yang dapat diperdagangkan dan faktor domestik (Monke and Pearson, 1989; Pearson et al. 2005). 3.5. Pelaporan Sebagai pertanggungjawaban dari pelaksanaan kegiatan disusun laporan kegiatan. Laporan ini dapat berupa laporan perjalanan, laporan perkembangan tiap bulan, laporan tengah tahun dan laporan akhir.
  • 36. 36 3.6. Road Map Kegiatan Tahun 2015 2016 2018 Tujuan Membuat rancang bangun pertanian bioindustri Penyempurnaan rancang bangun pertanian bioindustri Pemantapan rancang bangun pertanian bioindustri Manfaat Pemetan potensi wilayah dan rancangan model Pemanfaatan sumberdaya local Penggunaan sumberdaya pertanian lebih optimal dan peningkatan pendapatan usahatani Perluasan jangkauan penggunaan sumberdaya berdampak pada income wilayah Target peningkatan pendapatan usahatani 25% 50% 75% Kegiatan • Inisiasi dan pembinaan kelembagaan • Implementasi inovasi budidaya tanaman ramah lingkungan • Implementasi inovasi pasca panen tanaman pangan • Implementasi inovasi budidaya ternak sapi • Implementasi teknologi pengolahan limbah tanaman dan ternak sapi • Perancangan model • Menjaring agen formal/ informal dalam diseminasi • Implementasi inovasi budidaya tanaman ramah lingkungan • Implementasi inovasi pasca panen tanaman pangan • Implementasi inovasi budidaya ternak sapi • Implementasi teknologi pengolahan limbah tanaman dan ternak sapi • Diseminasi hasil • Promosi dan advokasi • Penguatan kelembagaan • Menjaring agen formal/ informal dalam diseminasi • Kontinuitas Promosi dan advokasi • Penguatan kelembagaan • Implementasi rancangan model ke wilayah lain
  • 37. 37 IV. ANALISIS RESIKO 4.1. Daftar Risiko No. Risiko Penyebab Dampak 1. Penanganan produk tidak dapat diterapkan Keterbatasan alat dan tenaga Konsep bioindustri pertanian tidak berjalan 2. Penanganan limbah pertanian yang tidak optimal Alat yang digunakan tidak fleksibel Pemanfaatan limbah sebagai bahan kompos tidak tercaai 3. Kegiatan berjalan kurang lancer - Pencairan dana kegiatan kurang lancar - Petani/gapoktan/kelo mpok tani kurang kooperatif dalam kegiatan Hasil kegiatan kurang optimal 4.2. Daftar Penanganan Risiko No. Risiko Penyebab Penanganan Risiko 1. Penanganan produk tidak dapat diterapkan Keterbatasan alat dan tenaga Jejaring dengan instansi terkait 2. Penanganan limbah pertanian yang tidak optimal Alat yang digunakan tidak fleksibel Menyediakan alat yang bisa mobil 3. Kegiatan berjalan kurang lancar - Pencairan dana kegiatan kurang lancar - Petani/KWT kurang kooperatif dalam kegiatan - Ada dana talangan - Sosialisasi kegiatan dilakukan secara optimal
  • 38. 38 V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANA 5.1. PELAKSANA YANG TERLIBAT No. Nama/NIP Disiplin Ilmu Uraian Tugas Alokasi Waktu 1. Dr. Ir. Harmanto. M.Eng. Perekayasa Mengkoordinir kegiatan mulai perencanaan dan program 2 2. Ir. NP. Sri Ratmini, M.Sc. Ilmu tanah Membantu perencanaan dan Koordinataor pelaksanaan kegiatan dan penyusunan proposal 6 3. Dr. Agung Prabowo Peternakan Membantu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan bidang peternakan 4 4. Ir. Harnisah Perikanan Membantu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan bidang perikanan 4 5. Ir. Imelda M., M.Si Budidaya Mengkoordinir kegiatan mulai perencanaan sampai pelaporan bidang agronomi 4 6. Renny Utami, STP., M.Si Pasca Panen Membantu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan bidang pasca panen 4 7. Syahri, SP Hama Penyakit Membantu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan bidang hama penyakit 4 8. Drh. Evi Susanti Kesehatan hewan Membantu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan dibidang kesehatan hewan 4 9. Yuana Juwita, SP Kesuburan Tanah Membantu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan bidang ilmu tanah 4 10. Maya Dhania Sari, SP Sosek Membantu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan bidang social ekonomi dan kelembagaan 4 11. Usaman Setiawan, SP Sosek Membantu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan bidang social ekonomi dan kelembagaan 4 12. Pandu Hutabarat, SP Sosek Membantu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan bidang social ekonomi dan kelembagaan 4 13. Teknisi Membantu pelaksanaan kegiatan bidang 6 14. PM
  • 39. 39 5.2. JANGKA WAKTU KEGIATAN No. Kegiatan Waktu Pelaksanaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1. Penyusunan Proposal 2. Persiapan Kegiatan 3. Implementasi konsep Bioindustri Pertanian 4. Analisis dan entri data 5. Pelaporan
  • 40. 40 DAFTAR PUSTAKA Ananto, A. Supriyo, Soentoro, Hermanto, Y. Soelaiaman, W. Suastika, dan B. Nuriyanto. 2000. Pengembangan usaha pertanian lahan pasang surut sumsel mendukung ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis. 2000. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian Ariati, 2006. Kebijakan pengenmbangan bioenergi. Makalah disampaikan pada seminar Bioenergi: prospek bisnis dan peluang investasi. Jakarta, 6 desember 2006. Direktorat Energi terbarukan dan konservasi energi. Departemen energy dan sumberdaya mineral, Jakarta Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Petunjuk Teknis Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Lahan Rawa Pasang Surut, Jakarta. Basuni, R., Muladno, Kusmana, C., dan Suryahadi. 2010. Model Sistem Integrasi Padi- Sapi Potong D Lahan Sawah. Forum Pascasarjana, 33 (3) : 177-190. BPTP Sumsel, 2007. Laporan Akhir Program Rintisan dan Akselerasi Pe-masyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan, Palembang Dinas Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Selatan. 2014. Pengembangan padi, jagung dan kedela Provinsi Sumatera Selatan, tahun 2014. Materi Pelatihan Peningkatan Kemampuan Petugas. Palembang, 2-4 April 2014 Gani, A. 2009. Biochar penyelamat lingkungan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 31, No. 6 Kementerian Pertanian, 2013.Konsep Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2013- 2045 Pertanian –Bioindustri Berkelanjutan solusi pembangunan Indonesia Masa Depan. Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. 184 Hlm Kim Seungdo, Dale B. E. 2004. Global potential bioethanol production from wasted crops and crop residues. Available online at www.sciencedirect.com Biomass and Bioenergy 26 (2004) 361 – 375 Kurnia, U., Sudirman, dan H. Kusnadi, 2005. Teknologi rehabilitasi dan reklamasi lahan terdegradasi. Teknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. Hal 141-168. Lehmann, J. 2007. Bio-energy in the black. Frontiers in Ecology and Environment 5:38–387 Lehmann, J. and M. Rondon. 2006. Bio Char soil management on highly weathered soils in the humid tropics. In: N. Uphoff et al. (eds.), Biological approaches to sustainable soil systems. Florida: CRC Press, Taylor and Francis Group. p. 517–530. Masulili, A., W. H. Utomo, Syechfani. 2010. Rice Husk Biochar for Rice Based Cropping System in Acid Soil 1. The Characteristics of Rice Husk Biochar and Its Influence on the Properties of Acid Sulfate Soils and Rice Growth in West Kalimantan, Indonesia. Journal of agricultural science. Vol 2, No1. Nurida, N. L. 2006. Peningkatan Kualitas Ultisol Jasinga Terdegradasi dengan pengolahan Tanah dan Pemberian bahan Organik. Disertasi Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
  • 41. 41 Rondon, M.A., J. Lehmann, J. Ramirez, and M. Hurtado. 2007. Biological nitrogen fixation by common beans (Phaseolus vulgarisL.) increases with biochar additions. Biology and Fertility of Soils 43:699–708. Robiyanto H S. 2010. Strategi pengelolaan rawa untuk pembangunan pertanian berkelanjutan. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan Sembiring, H. 2010. Ketersediaan inovasi teknologi unggulan dalam meningkatkan produksi padi menunjang swasembada dan eksport dalam: Bambang Suprihatno et al.(Eds) Inovasi Teknologi untuk Mempertahankan Swasembada dan Mendorong Ekspor Beras.Prosiding Seminar Hasil Penelitian Padi Nasional 2009. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Litbang Pertanian.kementrian pertanian.p1-16 Suriadikarta, D.A dan T. Sutriadi, 2007. Jenis-jenis lahan berpotensi untuk pengembangan pertanian di lahan rawa. Jurnal Litbang Pertanian. Badan Litbang Pertanian