Dokumen tersebut membahas tentang PT Berau Coal yang merupakan perusahaan tambang batubara di Kalimantan Timur. PT Berau Coal memiliki tiga lokasi tambang yaitu Lati, Binungan, dan Sambarata. Dokumen juga menjelaskan kondisi geologi, iklim, dan curah hujan di area tambang Binungan milik PT Berau Coal.
1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
PT. BERAU COAL merupakan perusahaan tambang batubara yang memiliki daerah
operasi di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Dengan luas daerah eksplorasi
sebesar 118.400 Ha. Pada saat ini telah beroperasi di tiga lokasi (site), yaitu Lati
Mine Operation, Binungan Mine Operation, dan Sambarata Mine Operation.
Seiring dengan meningkatnya pemakaian batubara sebagai energi untuk bahan bakar,
maka PT. BERAU COAL pada tahun 2006 ini merencanakan untuk meningkatkan
produksi batubaranya menjadi 11.480.000 MT. dengan produksi kedua terbesar
berasal dari site Binungan sebesar 3.330.000 MT, dan selebihnya berasal dari site Lati
sebesar 6.770.000 MT dan Sambarata sebesar 1.317.00 MT. Dimana tiap-tiap lokasi
(site) memiliki kualitas batubara yang bervariasi.
Sistem penambangan batubara yang dilakukan adalah sistem tambang terbuka (open
pit mining), yang kegiatannya meliputi : pembukaan lokasi tambang dan pembersihan
lahan, pengupasan lapisan tanah pucuk (top soil) dan tanah penutup (overburden),
penggalian dan pengangkutan batubara dari tambang ke ROM stockpile atau langsung
ke CPP (coal processing plant).
Untuk pengupasan tanah penutup (overburden) dilakukan dengan pemboran dan
peledakan. Setelah itu tanah penutup digali dengan menggunakan excavator dan
dipindahkan ke lokasi timbunan dengan menggunakan dump truck. Disamping alat-
alat tersebut diatas, juga digunakan bulldozer yang dilengkapi dengan ripper, motor
I-1
2. grader dan chainsaw untuk kegiatan pembukaan lahan, serta alat mekanis pendukung
lainnya.
Memaksimalkan Produksi pada PC 1250 PT. SIS dan PC 1250 PT. BUMA sehingga
Produksi yang aktual sesuai dengan Produksi yang telah direncanakan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui perbedaan
produksi Excavator Komatsu PC 1250 PT. SIS dan Komatsu PC 1250 PT. BUMA,
serta faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi perbedaan tersebut.
1.3 Batasan Masalah
Penyusunan laporan Tugas Akhir ini membahas mengenai masalah perbedaan
produsi Excavato Komatsu PC 1250 PT. SIS dan Komatsu PC 1250 PT. BUMA,
serta faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi perbedaan tersebut.
1.4 Sistematika Penulisan Laporan
Adapun Sistematika penulisan Tugas Akhir diperoleh dari Studi Kepustakaan, dari
literature, referensi dan catatan yang menunjang dari pengamatan secara langsung,
data – data yang diperoleh dari perusahaan PT. BERAU COAL, dan hasil tanya
jawab dari Mahasiswa kepada pembimbing yang ada diperusahaan.Keseluruhan
penulisan pembuatan laporan Tugas Akhir ini terdiri dari 5 Bab, yaitu:
Bab I : Pendahuluan
I-2
3. Berisi latar belakang, tujuan TA, Batasan masalah, serta
Sistematika penulisan laporan.
Bab II : Tinjauan Umum
Berisi sekilas tentang PT. Berau Coal.
Bab III : Tinjauan Pustaka
Berisi teori tentang teori-teori dasar tentang sistem produksi
Excavator,
Bab IV : Pembahasan
Berisi tentang kegiatan sampling, proses preparasi, analisa
sulfur, perhitungan nilai rata-rata, pengaruh nilai sulfur dan
acid terhadap nilai kalori batubara dan faktor yang
mempengaruhinya
Bab V : Penutup
Kesimpulan dan saran
I-3
4. BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 PT. Berau Coal
2.1.1 Sejarah Singkat PT. Berau Coal
PT. Berau coal terletak di kalimantan timur bagian utara, berdiri pada tanggal 5 april
1983, didirikan oleh Yoshiyasu Kurata, General Manager Nissho Iwai, dan Robert
Charters Mills, kuasa dari Ophelis Investments Ltd. PT. BERAU COAL memperoleh
kontrak karya penambangan batubara nomor J2/Ji.DU/12/83 pada tanggal 26 april
1983 dengan PN Tambang batubara . Pada awalnya pemilik perusahaan pada waktu
itu adalah Mobil Oil Co. Ltd.-USA menguasai saham perusahaan sebesar 60% dan
Nisho Iwai-Japan menguasai 40 % sisanya.
Selanujutnya pada tahun 1990 Mobil Oil Co. Ltd.-USA. menjual kepemilikan
sahamnya di PT. Berau Coal kepada PT. United Tractor, Tbk. Dalam
pengambilalihan ini PT. United Tractor berkerja sama dengan PT. Pandu Dian
Pertiwi, sehingga pada tahun 1992 terbentk menejemen dengan komposisi
kepemilikan saham : PT. United Tractor ( 60 % ), PT. Pandu Dian Pertiwi ( 20 % ),
Nisho Iwai-Japan ( 20 % ).
Tahun 2000 saham yang dimiliki Nisho Iwai-Japan dijual kepada PT. Armadian dan
PT. Pandu Dian Pratiwi menjual sahamnya kepada PT. Armadian, sehingga
komposisi pemegang saham ini berdasarkan kondisi sampai bulan Maret 2002 :
- PT. United Tractor 60 %
- Nisho Iwai-Japan 10 %
- PT. Armadian 30 %
I-4
5. Setelah itu PT United Traktor kemudian menjual seluruh sahamnya kepada PT.
Armadian, sehingga pada tahun 2002 – 2005 kondisinya adalah :
- PT. Armadian (90 %)
- Nishio Iwai – Japan (10 %)
Kemudian pada tahun 2005 kondisi komposisi pemegang saham kembali mengalami
perubahan sampai saat ini, yaitu :
- PT. Armadian (51%)
- Rognar Houlding (39%)
- Sojizt Coorporation (10%)
2.1.2 Visi dan Misi PT. Berau Coal
a. Visi
PT. Berau Coal bercita – cita menjadi perusahaan tambang kelas dunia,
yang dikenal dan disegani oleh pelanggan, pesaing, pemilik modal,
karyawan, dan masyarakat. PT Berau Coal ingin menjadi acuan bagi
perusahaan lain dalam mengukur kinerja mereka, keutamaan PT Berau
Coal adalah Inovasi, Inisiatif, dan kerja sama serta kemampuan untuk
melkukan antisipasi untuk merubah dan menciptakan peluang secara
efektif.
b. Misi
PT Berau Coal memiliki usaha untuk merubah dan meningkatkan sumber
daya alam menjadi sumber daya energi, agar dapat digunakan untuk
meningkatkan kualitas hidup umat manusia, sehingga mendapat respek
dan kepercayaan para stakholder ( pemilik modal, pelanggan, karyawan,
negara dan lingkungan sekitar )
I-5
6. 2.2 Lokasi dan Kesampaian Daerah
Secara geografis, wilayah kontrak kerja PT. Berau Coal berada pada posisi
117007’44,52” BT - 117038’26,46 BT dan 01052’26,74” LU – 02025’09,78” LU. PT.
Berau Coal memiliki perjanjian kontrak karya dengan pemerintah Indonesia, dalam
perjanjian kontrak karya tersebut daerah konsesi tambang batubara PT. Berau Coal
seluas 121.559,10 Ha meliputi hampir seluruh wilayah Kabupaten Berau di
Kalimantan Timur (lihat gambar 2.1.).
Adapun batas – batas wilayahnya adalah :
− Utara : Kabupaten Bulungan
− Timur : Laut Sulawesi
− Selatan : Kabupaten Kutai Timur
− Barat : Kabupaten Malinau, Kutai Barat, Kutai Kartanagara
PT. Berau Coal saat ini memiliki tiga lokasi karya yang mencakup kerja tambang,
lokasi produksi, lokasi eksplorasi maupun kantor (HO Kabupatren Berau dan
Jakarta). Adapun tiga lokasi penambangan dan produksi, yaitu :
1. Site Lati, berproduksi sejak tahun 1993 berada di wilayah Desa
Sembakungan, Kecamatan Gunung Tabur. Lati area berjarak 35 km dari
arah timur kota Tanjung Redeb, yang sebagian wilayahnya berada di tepi
Sungai Lati arah hilir. Dapat dicapai dengan menggunakan transportasi air
selama ± 30 menit dan darat selama ± 30 menit.
2. Site Binungan, berproduksi sejak tahun 1995. berada di wilayah Desa
Pegat Bukur Kecamatan Sambaliung. Lokasi ini dapat dicapai lewat sungai
dan jalan darat dari kota Tanjung Redeb, dengan menggunakan jalan air
dapat ditempuh selama ± 45 menit dan dengan jalan darat selama ± 45
I-6
7. menit yang berjarak 30 km dari kota Tanjung Redeb. Area stockpile selain
di Binungan juga ada di Suaran yang berjarak 28 km yang merupakan area
stockpile dari batubara binungan yang akan di kapalkan (barging).
3. Site Sambarata, merupakan area tambang baru yaitu di mulai produksinya
pada tahun 2001. Lokasi ini dicapai melalui jalur Sungai Segah dan jalan
darat.
Site Binungan terletak antara koordinat 102o 35’ 02” – 102o 37’ 03” BT dan 03o
53’ 35” – 03o 55’ 37” LU. Daerah Binungan secara administratif terletak di
daerah Tanjung Redeb, Kecamatan Pegat Bukur, Kabupaten Dati II Berau,
Propinsi Kalimantan Timur. pencapaian lokasi daerah penyelidikan dapat
ditempuh dengan sarana transportasi sbb:
- Dari Kota Balikpapan (Bandara Udara Sepinggan) dengan menggunakan
pesawat terbang selama 1,5 jam dapat langsung mendarat di Bandara
Kalimarau yang terletak di daerah Tanjung Redeb, Kabupaten Dati II Berau.
Atau dari kota Samarinda dapat menggunakan transportasi kapal laut sampai
ke Pelabuhan Tanjung Redeb dengan lama perjalanan +26 jam.
- Kemudian dari Tanjung Redeb dapat langsung menuju lokasi kerja praktek di
Binungan dengan menggunakan speed boat (transportasi air) dari dermaga
khusus perusahaan PT. Berau Coal, ke arah barat daya menyusuri Sungai
Kelay, waktu tempuhnya sekitar 45 menit.
2.3 Iklim dan Curah Hujan
Daerah tambang Binungan beriklim tropis, musim hujan dan musim kemarau
berganti sepanjang tahunnya. Temperatur rata-rata berkisar 250-300C. Hal ini sangat
wajar karena letaknya yang berdekatan dengan garis khatulistiwa dan termasuk dalam
daerah hutan hujan tropis.
I-7
8. Gambar 2.1 Daerah Konsesi PT. Berau Coal
Gambar 2.2 Alat pengukur curah hujan
Grafik 2.1 Curah Hujan Januari 2005 – Mei 2009
I-8
9. 2.4 Kondisi Geologi
2.4.1 Geologi Regional
Daerah Binungan terletak pada Cekungan Tarakan, salah satu dari 3 cekungan utama
di mandala Kalimantan Timur yang terbentuk pada kurun Tersier. Cekungan Tarakan
terdiri dari empat cekungan (sub-basin) yaitu : Tidung, Tarakan, Muras dan Berau.
2.4.2 Geologi Daerah Penelitian
Secara umum, geologi daerah Binungan (khususnya blok 5& 6 dan Blok 7) terbentuk
dari bebatuan Formasi Lati. Batuannya berupa sedimen deltaik yang terdiri dari fraksi
klastik halus serta lapisan batubara, dengan ketebalan bervariasi mulai dari <1 meter
sampai dengan 8 meter-an, dengan jumlah 54 buah.
Data hasil pemboran eksplorasi menunjukkan : dominasi batuan sedimen secara
berturutan adalah batulanau, batu lempung, batupasir, dan batubara. Pada beberapa
lokasi yang realtif sempit, kadang terbentuk ”channel system”, yakni hilangnya
lapisan fraksi halus atau batubara digantikan oleh lapisan batupasir.
2.5 Struktur Geologi
Situmorang, RL dan Burhan, G (1992) menyimpulkan bahwa di daerah ini
merupakan Lembar Geologi Tanjung Redeb, yang merupakan struktur utama berupa
sesar normal, sesar geser dan sesar naik yang mempunyai arah umum barat laut-
I-9
10. tenggara dan barat daya-timur laut. Di daerah ini diduga paling sedikit terdapat empat
kali tektonik.
Tektonik yang pertama terjadi pada Akhir Kapur atau lebih tua. Gejala ini
menyebabkan terjadinya perlipatan dan persesaran serta peralihan regional derajat
rendah pada Formasi Banggara yang berumur Kapur Akhir – Eosen Awal.
Tektonik dua terjadi pada akhir Eosen Awal atau sesudah terbentuknya Formasi
Sembakung yang bermur Eosen yang mengakibatkan Formasi ini terlipat,
teresesarkan dan mengalami metamorfosa derajat rendah yang diikuti oleh terobosan
batuan beku andesit berumur Oligosin Awal. Bersamaan dengan pengendapan
Formasi Birang pada Miosen Awal juga diikuti dengan Formasi Binungan didaerah
Teluk Bayur dan sekitarnya. Selanjutnya pada Miosen Akhir sampai Awal Pliosen
terbentuk Formasi Labanan.
Sesudah pembentukan Formasi Labanan ini, terjadi lagi kegiatan tektonik yang ke
tiga sehingga terbentuk lipatan, sesar dan diikuti oleh terobosan andesit yang
mengalami alterasi dan mineralisasi.
Morfologi dan Fisiografi yang terlipat sekarang terbentuk sebagai akibat kegiatan
tektonik yang keempat yang terjadi setelah pembentukan Formasi Sajau yang
berumur Pliosen – Pleistosen.
2.5.1 Struktur Lipatan
Struktur lipatan yang terbentuk di daerah Binungan terdiri dari:
1. Sinklin Binungan
I - 10
11. Dengan arah utara yang membentuk sayap (timur dan barat) relatif
simetris dengan kemiringan 10 -12, mendekati Sungai Binungan, sinklin
ini menunjam secara landai.
2. Antiklin Rantau
Arah utara – barat laut, dimulai dari sebelah utara Sungai Berau sampai
Binungan Selatan. Sayap barat daya dengan kemiringan 50˚-70˚
sedangkan sayap timur laut dengan memiliki kemiringan 10˚-12˚.
3. Sinklin Suaran
Sama halnya dengan sinklin binungan, sinklin Suaran membentuk lipatan
terbuka dengan bentuk sayap realtif simetris dan menunjam ke arah barat-
laut dengan kemiringan 10˚-30˚.
2.5.2 Struktur Sesar
Terdapat dua struktur sesar yang terjadi di daerah binungan ini, yaitu Sesar Binungan
dan Sesar Kelay yang merupakan sesar ikutan (secondary fault). Sesar Binungan
merupakan sesar utama memanjang 5 km dengan arah barat laut-tenggara, sesar ini
merupakan tipe sesar gunting (scissors-type fault). Daerah barat diinterpretasi sebagai
sesar naik relatif terhadap bagian timur, hal ini didasarkan data sebagai berikut :
- Pengulangan berupa lapisan datar dari formasi pembawa batubara (coal
measures) dengan penampakan kedua kemiringan lapisan kearah barat
dengan batas bagian selatan dari sesar.
- Adanya kenampakan pelurusan (liniament)
- Ditemukan material terbreksi dengan komponen batu gamping dan batu
pasir pada jalur sesar
- Terdapat kemiringan relatif besar dekat zona sesar
I - 11
12. Sesar Kelai merupakan arah timur-barat dengan pergeseran (throw) sekitar 30m.
Sesar ini diintepretasikan sebagai sesar naik dimana daerah utara sesar bergerak naik
relatif terhadap daerah selatan.
2.5.3 Batubara Binungan
Batubara di Binungan termasuk dalam Formasi Berau yang tersebar dan terukur pada
Sinklin Binungan. Terdapat 33 seam utama, seam tambahan dan pecahan seam.
Berdasarkan kualitas, ketebalan, dan status eksplorasi terdapat 4 seam batubara yang
potensial, yaitu seam E, Q, R dan T, karena kandungan ash rendah, sulpur rendah dan
nilai kalori sedang serta mempunyai perlapisan dan ketebalan yang menerus. Dari
keempat seam tersebut masih digolongkan menjadi 2 golongan yaitu seam besar
(major) Q dan R karena mempunyai tonnage lebih banyak dengan ketebalan ± 2,7
meter serta seam kecil E dan T dengan ketebalan ± 2 meter.
Seam yang lain adalah seam kecil (minor) yang mempunyai luas terbatas, dalam hal
ini tebal serta kualitasnya sama atau lebih baik daripada keempat seam diatas, namun
untuk saat ini belum mempunyai data geologi yang cukup untuk pertimbangan kearah
penambangan.
Tabel. 2.2 Kualitas Batubara Binungan
Parameter Units Value
Calorific Value (adb) Kcal/kg 5,574
Inherent Moisture (adb) % 16,35
Total Moisture (arb) % 21.92
Ash (adb) % 5,68
Total Sulphur (adb) % 0,72
AFT IDT % 1125
Sumber : Annual Plan 2009 – Binungan Mine Operation
2.6 Stratigrafi
I - 12
13. Secara regional, daerah Anak Cekungan Berau merupakan bagian dari Cekungan
Tarakan dan tersusun oleh batuan sedimen, batuan vulkanik dan batuan beku dengan
kisaran umur dari Tersier sampai Kwarter.
Formasi yang menyusun stratigrafi Anak Cekungan Berau terdiri dari 4 (empat)
formasi utama. Urutan dari yang tertua yaitu Formasi Birang (Formasi Glogigerina
Marl), Formasi Lati (Formasi Batubara Berau), Formasi Labanan (Formasi
Domaring) dan Formasi Sinjin seperti yang ditunjukkan oleh tabel di bawah ini :
Tabel 2.4 Stratigrafi Regional Sub Basin Berau
Umur Formasi Batuan Litologi Tebal
Holosen Alluvium Batupasir, batulanau, -
batulempung, dan lumpur
Plio-Plistosen Formasi Sinjin Tuf, aglomerat, lava dan 500 m
batulempung
Konglomerat, batupasir 450 m
Formasi Labanan batulanau, batulempung,
batugamping dan batubara
Miosen Batupasir, batulempung, 600 m
Formasi Latih batulanau, batubara dan
batugamping
Napal, batugamping, tuf -
Formasi Birang rijang, konglomerat
Oligosen batupasir dan batulempung
2.6.1 Formasi Birang
Tersusun dari perselang-selingan antara napal, batu gamping, tufa hablur di bagian
atas, serta perselang-selingan antara napal, rijang, konglomerat, batu pasir kwarsa,
dan batu gamping di bagian bawah.
I - 13
14. Napal kelabu, kompak, mengandung foraminifera besar terutama orbituid.
Konglomerat kompak, tersusun dari batuan beku, kwarsa dan kwarsit berukuran
kerikil, membulat tanggung sampai menyudut tanggung dengan matriks berupa pasir
berbutir halus sampai kasar.
Batupasir kwarsa, kelabu – coklat kekuningan, berbutir halus – sedang, membundar
tanggung, kompak, berlapis baik dari beberapa sentimeter sampai dua meter,
mengandung mineral kwarsa, mineral bijih, fragmen batuan dan mineral hitam.
Batugamping, putih, sangat kompak, berlapis baik dan berselang-seling dengan
batupasir kwarsa yang mengandung foraminifera besar dan kecil yang sangat
berlimpah.
Formasi ini disebut juga Formasi Globigerina Marl dan menunjukkan kisaran umur
Oligo – Miosen dan diendapkan di lingkungan laut dangkal. Ketebalan formasi ini
lebih dari 110 meter (Klompe, 1941).
2.7 Sistem Hidrologi dan Hidrogeologi
2.7.1 Sistem Hidrologi
Sungai yang mengalir didaerah binungan termasuk pola dendritik dengan sungai
utama adalah Sungai Kelai yang mempunyai beberapa anak sungai yaitu Sungai
Inaran, Sungai Suaran, Sungai Binungan. Sungai-sungai tersebut akhirnya bergabung
menjadi sungai yang lebih besar yaitu Sungai Berau. Sungai Kelai dibagian hilir
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan penduduk yang hidup disepanjang aliran
sungai, antara lain sebagai air mandi. Kedalaman Sungai Kelai bervariasi dari mulai 1
I - 14
15. meter pada bagian tepi hingga mencapai 12 meter dibagian tengah. Lebar sungai rata-
rata 50 meter dibagian hulu dan sekitar 300 meter dibagian hilir. Debit normal aliran
Sungai Kelai dibagian hulu adalah sekitar 50 m3/dtk. Sedangkan debit normal Sungai
Kelai dibagian hilir adalah 3600 m3/dtk. Pada keadaan banjir sedang debit sungai
meningkat sebesar 10 m3/dtk. Pada saat banjir besar, debitnya membesar hingga
menjadi 36.000 m3/dtk.
2.7.2 Sistem Hidrogeologi
Batuan dilokasi rencana tambang merupakan sedimen tersier dan kuarter yang relatif
lunak dan tingkat sedimentasinya agregat rendah. Sebagian besar air tanah terdapat
dilapisan batu pasir, tersimpan dan mengalir melalui pori-pori antar butiran sedimen
(permeabilitas primer). Sedangkan pada lapisan batu bara, air tanah tersimpan dan
mengalir melalui retakan-retakan (permeabilitas skunder). Air tanah dangkal yang
berada pada kedalaman 10 - 20 meter hanya dijumpai pada musim hujan, karena air
tanah ini berasal dari peresapan air permukaan.
Pada musim kemarau hampir tidak dijumpai adanya aliran air tanah. Aliran air sungai
yang relatif sejajar dengan lokasi dan arah penambangan menyebabkan peluang
terjadinya resapan akibat air sungai relatif tidak ada. Namun lain halnya dengan
lokasi penelitian dimana elevasi pada endapan rawa mencapai 4m sehingga jika
terjadi banjir 5 tahunan aliran dari sungai Kelai dapat mencapai elevasi 5,8 m.
2.8 Keadaan Vegetasi
Berdasarkan jenis dan hasil pengamatan di lapangan dalam dokumen AMDAL PT.
Berau Coal. Sebagaimana diketahui site Binungan masih merupakan daerah kawasan
hutan. Tiga status hutan berada di daerah tersebut, yaitu bagian selatan merupakan
I - 15
16. hutan yang dapat dikonservasi, bagian tengah merupakan hutan produksi dan bagian
utara merupakan kawasan hutan produksi terbatas.
Vegetasi yang tumbuh secara alami di sekitar penambangan batubara umumnya
adalah Dipterocarpus spp, Shorea spp, Ficus sp, Eusideroxylon zwageri, Kompassia
exelsa, Dryobalanops sp, Durio oxeleyanus, Macaranga, Eugenia, Parkia speciosa
dan lain-lain.
2.9 Keadaan Endapan dan Kualitas Batubara
Di area penambangan Binungan terdapat blok utama daerah penambangan yang
berproduksi sekarang, yaitu blok 1-4, blok 5-6, dan blok 7, terdapat 5 buah pit (K, ,
H4, D , C3 dan E) Kemiringan (dip) batubara di Binungan yaitu antara 16°-60°.
Ketebalan batubara secara umum 2 sampai dengan 15 meter, dengan jarak
interburden antara 20 – 75 meter. Secara umum, nilai kalori yang terkandung dalam
45 lapisan batubara tersebut antara 5500 – 6000 kcal/kg (adb).
2.10 Target Produksi
Adapun target produksi Batubara Site Binungan PT Berau Coal di tahun 2009 ini
berdasarkan Annual Plan 2009 yaitu sebesar 4.557.200 MT, dimana besarnya nisbah
kupas (stripping ratio) maksimum 8.04 : 1. Ketebalan batubara yang diambil
minimum 0,67 meter, untuk cleaning 0.07 meter sedangkan yang ditinggalkan
(bottom) setebal 0.1 meter ( mine out ), jadi batubara yang benar-benar diambil 0.5
meter.
BAB III
SISTEM PRODUKSI EXCAVATOR
I - 16
17. Semua kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan penggalian (digging), pemuatan
(loading), pengangkutan (hauling/transporting), penimbunan (dumping), perataan
(spreading and leveling) dan pemadatan (compacting) tanah atau batuan dengan alat-
alat mekanis (alat-alat besar) disebut Pemindahan Tanah Mekanis.
Meskipun diberi nama pemindahan tanah mekanis tetapi sebenarnya tidak hanya
terbatas pada tanah (soil) saja, namun juga berhubungan dengan batuan (rock). Yang
dimaksud dengan tanah disini adalah bagian teratas dari kulit bumi yang relatif lunak,
tidak begitu kompak, dan terdiri dari butiran-butiran lepas. Sedangkan batuan adalah
bagian dari kulit bumi yang lebih keras, lebih kompak, yang membentuk batuan atau
biasa disebut tanah pucuk.
Dengan adanya perbedaan kekerasan dari material yang akan digali, maka sering
dilakukan pengolongan-penggolongan berdasarkan mudah-sukarnya material tersebut
digali dengan peralatan pemindahan tanah mekanis. Adapun penggolongan material
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Lunak (soft) atau mudah digali (easy digging), misalnya tanah atas atau tanah
pucuk (top soil), pasir (sand), lempung pasiran (sandy clay), pasir lempungan
(clayed Sand).
b. Agak keras (medium hard digging), misalnya tanah liat atau lempung (clay)
yang basah dan lengket, batuan yang sudah lapuk (weathered rocks)
c. Sukar digali atau keras (hard digging), misalnya batu sabak (slate), material
yang kompak (compacted material), batuan sedimen (sedimentary rocks),
konglomerat (conglomerate), breksi (breccia)
d. Sangat sukar digali atau sangat keras (very hard digging) atau batuan segar
(fresh rocks) yang memerlukan pemboran dan peledakan sebelum dapat digali,
misalnya batuan beku segar (fresh igneous rocks), batuan malihan segar (fresh
metamorphic rocks).
I - 17
18. Macam – macam material tersebut juga dapat berpengaruh terhadap faktor
pengisian (fill faktor ) dan faktor pengembangan (swell faktor).
Produksi alat dapat dilihat dari kemampuan alat tersebut dalam penggunannya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi produksi alat adalah:
Produksi : Pdty x Qty x MOHH x Pa x Ua
Pdty : productivity (Bcm/jam)
Qty : quantity ( unit )
MOHH : waktu yang di jadwalkan alat untuk beroprasi (jam)
Pa : physichal Avability (%)
Ua : use of avability (%)
3.1 Produktivitas Excavator
Produktivitas adalah laju material yang dapat dipindahkan atau dialirkan per satuan
waktu (biasanya per jam). Untuk memperoleh angka Produktivitas ada empat
parameter yang harus diperhitungkan, yaitu kapasitas alat, tenaga kendaraan atau alat,
waktu edar (cycle time) dan efisiensi kerja. Umumnya perpindahan material dihitung
berdasarkan volume (m3 atau cuyd), sedangkan pada tambang bijih dinyatakan dalam
ton. Mengetahui prinsip elemen-elemen Produktivitas penting artinya karena tidak
diinginkan adanya kesalahan estimasi Produktivitas alat-alat berat.
Excavator umumnya digunakan untuk pekerjaan pemuatan material ke atas dump
truck dan lain-lain.
3600
Pdty = q × ×E
Ct
Pdty = (kap bucket x fill fact) x jml ct/jam x job eff x swell factor
Keterangan :
Pdty = Produktivitas Excavator (lcm/jam)
I - 18
19. q = kapasitas bucket x fill faktor (m3)
Ct = Cycle time Alat (sec)
E = Job effesiensi (%)
3.1.1 Kapasitas Alat
Kapasitas alat adalah suatu ukuran volume yang menyatakan berapa besar
jumlah material yang dapat isi, dimuat dan diangkut oleh suatu peralatan
mekanis. Kapasitas alat berkaitan erat dengan jenis material yang diisi atau
dimuat, baik berupa tanah maupun batu lepas. Ada beberapa istilah terhadap
kapasitas alat, yaitu :
- Pay Load Capacity, yaitu kapasitas muat suatu alat, didasarkan pada
perhitungan kemampuan alat untuk dimuati (dalam ton). Ada juga yang
mengistilahkan dengan pay yard capacity.
- Heaped capacity, yaitu kapasitas munjung atau berlebih suatu alat untuk
dimuai suatu muatan
- Strucked capacity, yaitu kapasitas peres suatu alat untuk dimuati suatu
muatan.
3.1.2 Faktor Pengisian Alat Muat ( Bucket Fill Factor )
Faktor pengisian adalah angka perbandingan antara volume nyata atau kapasitas
nyata mangkuk alat muat dengan volume atau kapasitas teoritis bucket alat muat
sesuai dengan spesifikasi alat muat yang digunakan. Faktor pengisian ini dinyatakan
dalam persen (%). Faktor pengisian bucket alat muat dapat dinyatakan dalam rumus
sebagai berikut:
I - 19
20. Vn
BF = x100%
Vt
dimana :
Ff = Faktor pengisian bucket alat muat (%)
Vn = Kapasitas nyata atau volume nyata bucket alat muat (m3 atau ton).
Vt = Kapasitas atau volume teoritis bucket alat muat (m3 atau ton)
Faktor pengisian bucket
TABEL 3.1 FAKTOR PENGISIAN BUCKET
MATERIAL FILL FACTOR
(%)
Loose Material
Mixed Moist Aggregates 95-100
Uniform Aggregates up to 3 mm (1/8”) 95-100
3 mm-20 mm (1/8”- 3/8”) 90-95
12 mm- 20 mm (1/2” – 3/4 “) 85-90
24 mm – 1” and Over 85-90
Blasted Rock
Well Blasted 80-95
Average Blasted 75- 90
Poorly Blasted 60- 75
Other
Rock and Mixture 100- 120
Moist Loam 100- 110
Soil, Boulders, Roots 80- 100
Cemmented Material 85- 95
I - 20
21. 3.1.3 Kondisi Dan Karakteristik Material
a). Pengembangan Material
Material pada kondisi awal di alam ditemukan dalam keadaan padat dan
terkonsolidasi dengan baik, dimana bagian yang kosong yang merupakan rongga-
rongga pemisah antara butiran mineral sangat kecil. Terlebih lagi apabila butiran
penyusun suatu material itu sangat kecil, maka semakin kecil pula rongga-rongga
pemisahnya. Akan tetapi, apabila suatu material tersebut diberaikan dan digali dari
posisi atau kedudukan awalnya, akan terjadi perubahan kondisi, dimana material
tersebut akan mengembang atau terjadinya penambahan (pemuaian) volume karena
terciptanya rongga-rongga yang lebih besar dari sebelumnya.
Swell factor atau faktor pengembangan material merupakan perbandingan volume
suatu material dalam keadaan insitu (bank) dengan volume batuan dalam keadaan
lepas (loose), dan atau juga dapat didefinisikan sebagai perbandingan kerapatan suatu
material dalam keadaan lepas (loose) dengan material dalam keadaan insitu (bank).
Pengembangan volume suatu material perlu diketahui karena yang dikalkulasikan
pada kegiatan penggalian selalu didasarkan pada bank yard, sedangkan material yang
diangkut dan ditangani adalah material yang telah mengalami pengembangan.
Akibatnya tonnase material yang termuat di dalam bucket alat muat akan lebih
sedikit. Rumus untuk menghitung Swell Factor (SF), yaitu:
DensityLoose
Swellfactor =
DensityInsitu x100%
Tabel 3.2 Faktor Pengembangan (swell faktor)
Berat, lb per yd kubik Persen Swell
No Jenis Material
Bongkah Lepas Swell % Factor
I - 21
22. 1 Lempung, kering 2700 2000 35 0.74
2 Lempung, basah 3000 2200 35 0.74
3 Tanah, kering 2800 2240 25 0.80
4 Tanah, basah 3200 2580 25 0.80
5 Tanah dan kerikil 3200 2600 20 0.83
6 Kerikil, kering 2800 2490 12 0.89
7 Kerikil, basah 3400 2980 14 0.88
8 Batukapur 4400 2750 60 0.63
9 Batu, diledakkan dan baik 4200 2640 60 0.63
10 Pasir, kering 2600 2260 15 0.87
11 Pasir, basah 2700 2360 15 0.87
12 Batu serpih 3500 2480 40 0.71
* Perencanaan Peralatan, RL Puerefouy.
Material SF Fac Swell % Swell
Top Soil 0.80 1.25 25.00%
OB 0.74 1.35 34.77%
b). Bobot Isi (density)
Bobot isi adalah perbandingan antara massa dengan unit volume. Bobot isi
berhubungan dengan erat dengan massa batuan yang akan menempati dump
body dari alat angkut. Semakin besar bobot isi batuan maka semakin berat
material yang akan dimuat ke alat angkut dan sebaliknya semakin kecil bobot
isi maka akan semakin ringan material yang akan dimuat ke alat angkut.
Bobot isi biasanya akan mempengaruhi pada proses peledakan dimana batuan
yang memiliki densitas yang rendah dapat lebih mudah dihancurkan dengan
faktor energi yang lebih rendah sedangkan batuan yang mempunyai densitas
yang lebih tinggi memerlukan energi yang lebih tinggi untuk mendapatkan
hasil fragmentasi yang memuaskan.
I - 22
23. c). Fragmentasi Material
Tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan menunjukkan distribusi ukuran
batuan hasil peledakan. Ukuran material yang digali oleh alat muat juga
berpengaruh terhadap volume bucket alat muat. Semakin besar ukuran
material yang digali oleh alat muat maka volume material yang akan dimuat
ke alat angkut akan semakin kecil. Hal ini disebabkan karena besarnya ukuran
material sehingga terdapat rongga atau ruang kosong dalam bucket alat muat
yang tidak terisi oleh material galian. Dengan adanya ruang kosong ini akan
memperkecil kapasitas bucket dari alat muat.
Ukuran material yang akan dimuat ke alat angkut yaitu:
a. Fine Size Material (Fine)
Material yang dimuat Excavator sebagai hasil dari proses peledakan
maupun material “rehandle” yang mempunyai ukuran partikel < 15
cm.
b. Medium Size Material (Coarse)
Material yang dimuat Excavator sebagai hasil dari proses peledakan,
mempunyai ukuran partikel 15 cm< size< 40 cm
c. Large Size Material (Boulder)
Material yang dimuat Excavator sebagai hasil dari proses peledakan
yang mempunyai ukuran partikel > 40 cm.
Distribusi ukuran material (fragmentasi) hasil peledakan yang buruk
(boulder) juga mempengaruhi sulit atau mudahnya suatu material untuk digali.
Semakin besar dan keras ukuran dari suatu material, semakin sulit pula
material tersebut untuk digali (dilepaskan dari batuan induknya). Hal ini juga
akan mempengaruhi proses pengisian material ke dalam bucket/dipper alat
muat. Dengan semakin sulitnya suatu material untuk digali maka persentase
isian dari dipper (bucket) alat muat juga semakin kecil.
I - 23
24. 3.1.4 Waktu Edar
Waktu Edar adalah waktu yang diperlukan oleh alat mekanis untuk menyelesaikan
sekali putaran kerja, dari mulai kerja sampai dengan selesai dan bersiap-siap
memulainya kembali.
a). Waktu edar alat gali-muat
Waktu edar alat gali-muat dapat dirumuskan sebagai berikut:
Ctm = Tm1 + Tm2 + Tm3+Tm4
Dengan :
Ctm = Waktu edar alat gali-muat, detik
Tm1 = Waktu menggali material, detik
Tm2 = Waktu putar dengan bucket terisi, detik
Tm3 = Waktu menumpahkan muatan, detik
Tm4 = Waktu putar dengan bucket kosong, detik
b). Pola Penggalian dan Pemuatan
Untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan sasaran produksi maka pola
pemuatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi waktu edar
alat. Pola pemuatan yang digunakan tergantung pada kondisi lapangan
operasi pengupasan serta alat mekanis yang digunakan. Pola pemuatan
dapat dilihat dari beberapa keadaan yang ditunjukkan alat gali-muat dan
alat angkut,yaitu:
a) Pola pemuatan yang didasarkan pada keadaan alat gali-muat yang
berada di atas atau di bawah jenjang.
1. Top Loading, yaitu alat gali-muat melakukan penggalian
dengan menempatkan dirinya di atas jenjang atau alat angkut
berada di bawah alat gali-muat.
I - 24
25. 2. Bottom Loading, yaitu alat gali-muat melakukan penggalian
dengan menempatkan dirinya dijenjang yang sama dengan
posisi alat angkut.
b) Pola pemuatan berdasarkan jumlah penempatan posisi alat angkut
untuk dimuati terhadap posisi alat gali-muat (Gambar 3.1 dan 3.2).
1. Single Side Loading, yaitu alat angkut memposisikan diri
untuk dimuati pada satu tempat sedangkan alat angkut
berikutnya menunggu alat angkut pertama dimuati sampai
penuh, setelah alat angkut pertama berangkat alat angkut
kedua memposisikan diri untuk dimuati sedangkan truk
ketiga menunggu, dan begitu seterusnya.
2. Double Side Loading, yaitu alat angkut memposisikan diri
untuk dimuati pada dua sisi alat gali - muat, kemudian alat
gali-muat mengisi salah satu alat angkut sampai penuh
setelah itu mengisi alat angkut kedua yang sudah
memposisikan diri di sisi lain sementara alat angkut kedua
diisi, alat angkut ketiga memposisikan diri ditempat yang
sama dengan alat angkut pertama dan seterusnya.
Kedua pola diatas dapat digunakan pada sistem penggalian top loading
atau bottom loading. Pada posisi top loading alat gali – muat berada
diatas material yang akan digali sedangkan pada bottom loading alat gali
berada sejajar dengan material yang akan digali.
SINGLE SIDE
LOADING TRUCK
WAITING
TRUCK
LOADING
Excavator
I - 25
26. Gambar 3.1 Pola Single Side Loading
POLA DOUBLE SIDE LOADING
LOADING
AREA
TRUCK 1
Floor Exc
TRUCK 2
Gambar 3.2 Pola Double Side Loading
Namun, nilai cycle time tersebut dapat diaproksimasi dengan:
CT = standar Ct x faktor konversi
Rumus 3.5 | Cycle Time 2
Standard cycle time untuk setiap mesin ditentukan dari table berikut.
Tabel 3.3 Standard Cycle Time untuk Backhoe (sekon)
Range Sudut Swing Range Sudut Swing
Model 45 ~ 900 900 ~ 1800
0
Model 45 ~ 900 900 ~ 1800
0
I - 26
27. PC60 10 ~ 13 13 ~ 16 PC240 15 ~ 18 18 ~ 21
PC100 11 ~ 14 14 ~ 17 PC270 15 ~ 18 18 ~ 21
PW100, PW130ES 11 ~ 14 14 ~ 17 PC300, PC350 15 ~ 18 18 ~ 21
PC120, PC130 11 ~ 14 14 ~ 17 PC380 16 ~ 19 19 ~ 22
PC160 13 ~ 16 16 ~ 19 PC400, PC450 16 ~ 19 19 ~ 22
PW170ES 13 ~ 16 16 ~ 19 PC600 17 ~ 20 20 ~ 23
PC180 13 ~ 16 16 ~ 19 PC750 18 ~ 21 21 ~ 24
PC200, PC210 13 ~ 16 16 ~ 19 PC800 18 ~ 21 21 ~ 24
PW200, 220 14 ~ 17 17 ~ 20 PC1250 22 ~ 25 25 ~ 28
PC220, PC230 14 ~ 17 17 ~ 20 PC1800 24 ~ 27 27 ~ 30
Adapun conversion factor dipengaruhi oleh kondisi penggalian dan kondisi
penimbunan. Kondisi penggalian merupakan perbandingan antara kedalaman
penggalian dan kedalaman penggalian maksimum. Kedalaman penggalian
maksimum merupakan nilai yang ditetapkan oleh produsen alat (ekskavator)
sesuai dengan kemampuannya. Semakin dalam suatu penggalian (yang ditandai
dengan nilai kondisi penggalian yang semakin besar), semakin besar tahanan gali
yang diterima oleh gigi gali, penggalian semakin sulit, waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan penggalian semakin banyak. Ini ditandai dengan semakin
besar nilai conversion factor-nya.
Di factor lain, kondisi penimbunan yang sulit yang akan membuat
conversion factor besar. Menimbun material galian pada tumpukan yang terbatas
pada ruang yang sempit akan lebih sulit dibandingkan menimbunnya di tumpukan
bebas (spoil pile), sehingga waktu yang dibutuhkan akan lebih banyak, apalagi
jika tumpukan tersebut harus dicapai dengan jangkauan maksimum.
Berikut matriksnya.
I - 27
28. Tabel 3.4 Conversion factor untuk ekskavator
Kondisi penimbunan
Normal Agak sulit
Kondisi Mudah Sulit
(target (target
penggalian (tumpukan (target tumpukan sempit dan
tumpukan tumpukan
bebas) butuh jangkauan maksimal)
luas) sempit)
Di bawah 40% 0.7 0.9 1.1 1.4
40 ~ 75% 0.8 1.0 1.3 1.6
Di atas 75% 0.9 1.1 1.5 1.8
3.1.5 Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja adalah perbandingan antara waktu efektif dengan waktu yang tersedia.
Waktu efektif adalah waktu yang digunakan untuk menghasilkan produksi, berarti
terdapat waktu-waktu yang seharusnya karena adanya hambatan-hambatan.
Efisiensi kerja merupakan penilaian terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan, atau
merupakan suatu penilaian terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan, atau merupakan
suatu penilaian terhadap nilai kerja yang telah dilaksanakan. Penilaian tersebut
dilakukan terhadap kemampuan alat, manusia dan pengaturan kerja. Setiap orang
akan memberikan penilaian yang berbeda-beda terhadap pelaksanaan dan hasil kerja
yang dilakukan. Dengan memperhitungkan hambatan-hambatan tersebut diatas maka
waktu kerja efektif dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
We = Wt – ( Wn + Wu ) , menit
Keterangan :
We = Waktu kerja efektif, menit
Wt = Waktu kerja yang tersedia, menit
Wn = Hambatan yang dapat dihindari, menit
Wu = Hambatan yang tidak dapat dihindari, menit
I - 28
29. Sedangkan untuk menghitung besarnya efesiensi kerja digunakan persamaan :
We
E = x 100%
Wt
Keterangan :
E = Efesiensi kerja, %
We = Waktu kerja efektif, menit
Wt = Waktu kerja yang tersedia, menit
Dengan menggunakan rumus-rumus diatas, maka besarnya waktu kerja efektif
dan efesiensi kerja dapat dihitung. Faktor yang mempengaruhi penilaian
terhadap efesiensi kerja adalah :
• Tenaga kerja
Tenaga kerja yang dimaksudkan adalah terdiri dari operator peralatan, pengawasan
kerja, dimana kedua unsur tersebut saling terkaitan. Hal yang dapat mempengaruhi
hasil tenaga kerja adalah :
o Pelatihan : Kegiatan pelatihan perlu dilakukan untuk meningkatkan
keterampilan dan kemampuan para kerja dan pengawasan kerja.
o Tingkat gaji pekerja : Besarnya tingkat pendapatan kerja sangat
mempengaruhi tingkat efesiensi kerja
• Kondisi Kerja :Kondisi kerja yang yang mempengaruhi penilaian efesiensi kerja
antara lain :
o Manajemen : Yang dimaksud manajemen adalah cara pengaturan pekerjaan
meliputi :
Perencanaan : Direncanakan dengan baik untuk jangka panjang maupun
jangka pendek yang akan memberikan pelaksanaan kerja yang teratur dan
terarah
I - 29
30. Pelaksanaan Kerja : Pelaksanaan kerja yang dilaksanakan sesuai dengan
pedoman pada rencana kerja disusun dengan baik
Pengawasan Kerja : Untuk menilai apakah pelaksanaan suatu pekerjaan
sudah sesuai dengan rencana pengaturan kerja yang diberikan. Dengan
adanya pengawasan kerja yang baik, maka segala bentuk penyimpangan
kerja. Dilakukan koreksi dengan segera dan diarahkan pada rencana
semula.
Evaluasi Kerja : Diperlukan untuk menilai hasil pelaksanaan suatu
pekerjaan dan kekurangannya. Berdasarkan hasil laporan dan evaluasi
kerja tersebut dilakukan usaha perbaikan.
• Keadaan Medan Kerja
Keadaan tempat bekerja mempengaruhi efektifitas pekerjaan, semakin berat
medan kerja yang dihadapi semakin banyak kesulitan yang harus diatasi begitu
pula sebaliknya
• Kemampuan Kerja
Kemampuan pekerja maupun alat pendukung sangat memberikan andil yang
cukup besar dalam efesiensi kerja maka masalah ini berkaitan dengan
keefesienan pekerja maupun alat kerja dalam melakukan pekerjaan.
• Lama Waktu Kerja
Lamanya waktu yang diperlukan dalam pekerjaan berpengaruh terhadap produksi
maupun kemampuan kerja karyawan serta alat bantu pekerjaan, maka dalam hal
ini di perlukan sinkronisasi dalam kedua hal tersebut untuk memenuhi target
yang di bebankan.
Tabel 3.5 Efisiensi Kerja
Kondisi operasi Job efficiency
Baik 0.83
Sedang 0.75
I - 30
31. Agak buruk 0.67
Buruk 0.58
3.2 Kesediaan dan Penggunaan Alat
3.2.1 Kesediaan Mekanis (Mechanical Availibility)
Faktor yang menunjukkan kesediaan alat dalam melakukan pekerjaan dengan
memperhatikan kehilangan waktu yang digunakan untuk memperbaiki mesin,
perawatan dan alasan mekanis lainnya. Jika kesediaan mekanis kecil maka kondisi
mekanis alat kurang baik, jam perbaikan tinggi sehingga hanya digunakan sebagai
cadangan.
W
MA = x100% 3)
W +R
Dengan :
W = Working Hours atau jumlah kerja
Waktu yang dibebankan kepada seorang operator suatu
alat yang dalam kondisi dapat dioperasikan artinya
tidak rusak. Meliputi setiap keterlambatan yaitu pulang
ke lokasi kerja, pindah tempat, pelumasan dan
pengisian bahan baker serta keadaan cuaca.
R = Repair Hours atau jumlah jam untuk perbaikan.
Waktu untuk perbaikan dan waktu yang hilang karena
menunggu saat perbaikan termasuk juga waktu untuk
penyediaan suku cadang serta waktu untuk perawatan
preventif.
I - 31
32. 3.2.2 Kesediaan Fisik (Physical Availibility)
Faktor yang menunjukkan kesediaan alat untuk melakukan kerja dengan
memperhatikan waktu yang hilang karena rusaknya jalan, faktor cuaca dan lain-lain.
Kesediaan Fisik selalu lebih besar dari kesediaan mekanis, berarti bahwa alat belum
digunakan sesuai dengan kemampuannya.
W +S
PA = x100% 3)
W +S+R
Dengan :
S = Standby Hours atau jumlah kerja suatu alat yang tidak dapat
dipergunakan padahal alat tersebut tidak rusak dan dalam
kesediaan siap operasi.
W+S+R = Scheduled Hours atau jumlah seluruh jam kerja dimana alat
dijadwalkan untuk beroperasi.
3.2.3 Penggunaan Kesediaan (Use of Availibility)
Faktor yang menunjukkan efisiensi kerja alat selama waktu kerja yang tersedia
dimana kondisi alat tidak rusak. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa
efektif alat yang tidak rusak dimanfaatkan dan menjadi ukuran seberapa baik
pengelolaan peralatan yang digunakan. Persentase rendah menunjukkan bahwa
pengoperasian alat belum maksimal.
W
UA = x100% 3)
W +S
3.2.4 Penggunaan Efektif (Effective Utilization)
Faktor yang menunjukkan berapa persen dari seluruh waktu kerja yang tersedia dapat
dimanfaatkan untuk bekerja atau persen waktu yang diamanfaatkan oleh alat untuk
bekerja dari sejumlah waktu kerja yang tersedia.
W
EU = x100% 3)
W +S+R
Dengan :
I - 32
33. W = Working Hours atau jumlah jam kerja
W+S+R = Scheduled Hours atau jumlah seluruh jam kerja dimana
alat dijadwalkan untuk beroperasi
3.3 Quantity
Quantity adalah banyaknya alat yang akan digunakan dalam kegiata kegiatan
pengupasan tanah penutup (overburden). Untuk operasi pengupasan tanah penutup
digunakan kombinasi alat berat excavator dan HD ( lampiran Plan & Act weekly 32 )
3.4 Scheduled Hours (MOHH)
Scheduled Hours (MOHH) adalah jumlah seluruh jam kerja dimana alat dijadwalkan
untuk beroperasi. Scheduled Hours terdiri dari working hours, Breakdown, dan
standby. Schedule hours untuk perhitungan kali ini berjumlah 24 jam.
3.5 Kondisi Tempat Kerja
Keleluasaan gerak peralatan mekanis sangat dipengaruhi oleh kondisi tempat
kerjanya. Tempat kerjanya yang luas dan kering akan meningkatkan efisiensi kerja
dari peralatan mekanis. Sebaliknya pada tempat kerja yang sempit dan dalam keadaan
yang becek akan menurunkan efesiensi kerjanya. Untuk alat angkut, kekerasan,
kehalusan, kemiringan dan lebar jalan sangat berpengaruh terhadap waktu edarnya.
Waktu edar alat angkut akan semakin kecil apabila alat tersebut dioperasikan pada
kondisi jalan yang diperkeras, halus dan turunan.
Selain itu juga cuaca sangat berpengaruh terhadap produktivitas suatu alat. Dalam
keadaan cuaca yang panas dan banyak debu sangat mengganggu kerja dari operator,
sehingga akan mempengaruhi kelincahan gerak peralatannya. Begitu pula musim
hujan, kondisi tempat kerja dan jalan angkut yang tidak diperkeras kan menjadi
berlumpur, sehingga peralatan mekanis yang dioperasikan tidak dapat bekerja secara
I - 33
34. optimum. Selain itu pada musim hujan material yang telah digali dan dimuat menjadi
susah ditempatkan kembali, baik oleh alat muat maupun alat angkutnya, karena
keadaannya menjadi becek dan lengket.
3.6 Skill Operator
Operator yang cakap akan cakap dan terampil karena terdidik dan terlatih akan tahu
cara mengoperasikan dan menempatkan alat pada posisi yang benar sehingga alat
yang dioperasikan dapat leluasa bergerak dan tidak mengganggu alat lain yang
sedang dioperasikan. Peralatan mekanis akan menghasilkan persen pengisian yang
tinggi apabila alat tersebut dioperasikan oleh operator yang berpengalaman.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum
4.1.1 Jumlah PC 1250 PT BUMA Dan PT. SIS
Dalam perhitungan produktivitas, sebelumnya perlu diketahui jumlah peralatan yang
digunakan dalam kegiatan pengupasan tanah penutup (overburden). Untuk operasi
I - 34
35. pengupasan tanah penutup digunakan kombinasi alat berat excavator dan HD. Pada
saat ini peralatan yang digunakan pada PT. BUMA di Pit C3, dan Pit E, dan PT. SIS
di Pit H4, Pit K, dan Pit D untuk pengupasan tanah penutup (Lampiran 1 ).
4.1.2 Spesifikasi Peralatan
Sebelum melakukan perhitungan produktivitas peralatan, perlu diketahui jenis atau
spesifikasi dari peralatan yang digunakan. Hal ini untuk mengetahui keterangan-
keterangan teknis atau mekanis yang terdapat pada peralatan yang digunakan.
Misalnya untuk mengetahui kapasitas alat, tenaga, kecepatan kendaraan untuk
menghitung rimpull dan lain sebagainya. Selain itu juga perlu diketahui faktor-faktor
lain yang berhubungan dengan keadaan mekanis alat, misalnya untuk data bucket fill
factor dan effisiensi kerja diambil dari data yang terdapat pada spesifikasi peralatan
yang dikeluarkan oleh pabrik yang membuat peralatan tersebut.(lampiran 2)
4.1.3 Kondisi Material
Selanjutnya perlu diketahui pula kondisi material, dalam hal ini adalah tanah penutup
yang akan dikupas dan dipindahkan. Data yang dibutuhkan antara lain adalah data
densitas material dan faktor pengembangan dari tanah itu sendiri. Dari data hasil
pengamatan kondisi material (densitas dan Faktor Pengembangan ) itu sendiri
adalah : densitas 2,25 gr/cm3 , dan swell Factor 0,74 % ( Sumber: RL
Peurifoy,Perencanaan,Peralatan,Dan Metode Konstruksi,1988 lampiran 3)
4.2 Data Cycle Time Peralatan
Data Cycle Time yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung dilapangan
diperlukan untuk melakukan estimasi perhitungan produktivitas peralatan. Data Cycle
Time ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu data Cycle Time actual PT. BUMA dan
I - 35
36. PT. SIS. Sehingga untuk kajian produktivitas peralatan akan diperoleh hasil
produktivitas actual dari PT. BUMA dan PT. SIS untuk shift I (siang). Dapat dilihat
pada (lampiran 4a dan 4b ).
4.3 Physical Avabiity dan Use Of Avability
Perhitungan data Physical Of Avabiity dan Use Of Avability peralatan diperoleh
berdasarkan data Plan dan Actual week 32 kerja peralatan selama pengambilan data.
Dimana untuk perhitungan rencana produksi week 32 tanggal 2 Agustus 2009
sampai 9 Agustus 2009 menggunakan rata-rata data perhari tiap – tiap alat PC 1250
di PT. BUMA dan PT. SIS . ( Lampiran 5a dan Lampiran 5b ).
4.4 Produktivitas
Berdasarkan data Cycle Time efektif dan plan maka perhitungan produktivitas juga
menjadi dua yakni produktivitas efektif dan produktivitas Plan
4.4.1 Produktivitas Plan weekly 32 PC 1250
4.2.1 Produktivitas Fleet Komatsu PC 1250 Pit E dan Pit C3 PT. BUMA
Lokasi : Pit E dan Pit C3
Waktu : Shift I
Excavator : Komatsu PC 1250
Kapasitas bucket : 7.5 m3
Material : Overburden
Densitas : 2.25 t/ m3
Swell factor : 0.74
Job effisiency : 0.83
Produktivitas Excavator: 556 BCM/ JAM
I - 36
37. 4.4.1.2 Produktivitas Fleet Komatsu PC 1250 Pit H4, Pit K dan Pit D PT. SIS
Lokasi : Pit H4, Pit K, dan Pit D
Waktu : Shift I
Excavator : Komatsu PC 1250
Kapasitas bucket : 6.7 m3
Material : Overburden
Densitas : 2,25 t/ m3
Swell factor : 0.74
Job effisiency : 0.83
Produktivitas Excavator: 496 BCM/ JAM
4.4.2 Produktivitas Pengamatan weekly 32 PC 1250
4.4.2.1Produktivitas Fleet Komatsu PC 1250 Pit E dan Pit C3 PT. BUMA
1. PC 1250 No 11 Tanggal 6 Agustus 2009
Lokasi : Pit E BUMA
I - 37
38. Hari/Tanggal : 06 Agustus 2009
Kapasitas
:
7.5 M3
Shift :1
Pengisian Bucket
:
Baik
Pit, Block, Seam : E, 66-68, F2
Tinggi Bench
:
2.5 m
Material : OB
Kondisi Kerja
:
Baik
Cuaca : Cerah
waktu tunggu manuver HD
:
20 s
I - 38
39. 2. PC 1250 No 16 Tanggal 5 Agustus 2009
Lokasi : Pit E BUMA
Hari/Tanggal : 05 Agustus 2009 Kapasitas : 7.5 M3
Shift :1 Pengisian Bucket : Baik
Pit, Block, Seam : E, 75-77, F1 Tinggi Bench : 0.5 m
Material : OB Kondisi Kerja : Baik
Cuaca : Cerah waktu tunggu manuver HD : 20
Start : 09.16.48 Jarak : 1000 m
Job Eff : 0.809925 fill fact
Swell fact : 0.74 Ct
Gambar 4.2 PC 1250 16 PT. BUMA
I - 39
40. 4.4.2.2 Produktivitas Fleet Komatsu PC 1250 Pit H4, Pit K dan Pit D PT.
SIS
1. PC 1250 No 70 Tanggal 4 Agustus 2009
Lokasi : Pit K
Hari/Tanggal : 04 Agustus 2009 Kapasitas : 6.7 M3
Shift :1 Pengisian Bucket : Baik
Pit, Block, Seam : K, 21-22, K1 Tinggi Bench : 0.5 m
Material : OB Kondisi Kerja : Baik
Cuaca : Cerah waktu tunggu manuver HD :
Start : 15.14.56 Jarak : 300 M
Job Eff : 0.91
Swell fact : 0.74
fill fact : 0.8
Ct : 0.5345
Gambar 4.3 PC 1250 70 PT.SIS
I - 40
41. 2. PC 1250 No 53 Tanggal 7 Agustus 2009
Lokasi Pit : H4
Hari/Tanggal : 07 Agustus 2009 Kapasitas : 6.7 M3
Shift :1 Pengisian Bucket : Baik
Pit, Block, Seam : H4, 13-14, J Tinggi Bench 2.5 m
Material : OB Kondisi Kerja : Baik
Cuaca : Cerah waktu tunggu manuver HD : 35 s
Start : 09.27.50 Jarak : 2550
Job Eff : 0.72
Swell fact : 0.74
fill fact : 0.8
Ct : 0.47
Gambar 4.4 PC 1250 53 PT. SIS
I - 41
42. 4.4.2.3 Ideal Produktivitas
1. Ideal Produktivitas PT. BUMA
Kapasitas bucket : 7.5 m3
Material : Overburden
Densitas : 2.25 t/ m3
Swell factor : 0.74
Job effisiency : 0.83
Ct : 22 detik
Faktor Konversi : 1.1
2. Ideal Produktivitas PT. SIS
Kapasitas bucket : 6.7 m3
Material : Overburden
Densitas : 2.25 t/ m3
Job effisiency : 0.83
Ct : 22 detik
SF : 0.74
Faktor Konversi : 1.1
4.4.3 Pengaruh Cycle Time Terhadap Produktivitas Unit
Dari perhitungan diatas dapat diketahui produktivitas unit loader sebagai berikut:
Untuk produktivitas PC 1250 pada pengupasan OB , didapat tingkat
produktivitas sebagai berikut:
I - 42
43. Tabel 4.1 Produktivitas PC 1250 pada pengupasan OB PT BUMA
efektif PC1250-11 PC1250-16
Production Per Cycle 6 6 6
Bucket Capacity 7.5 7.5 7.5
Bucket Fill Factor 0.8 0.8 0.8
Cycle Time 24.2 22.335 23.55
Standard Cycle Time 22
Conversion Factor 1.1
Job Efficiency 0.83 0.83159096 0.809925094
Earth Volume Conv. Fact. 0.74 0.74 0.74
Hourly Production 548.2115702 595.126482 549.717312
100.00% 108.56% 100.27%
Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan dari Cycle Time yang berbeda-beda,
sedangkan pebedaan lainnya terjadi akibat adanya perbedaan Job Eff dimana ini
mempengaruhi waktu untuk memperbaiki front kerjanya sewaktu-waktu disaat
material mulai menipis atau habis. Dalam plan produksi produktivtas buma adalah
550 Bcm/Jam tetapi actual produktivitasnya sering kali melebihi yang telah
dijadwalkan sehingga plan tersebut mesti dikaji ulang sehingga nantinya
produktivitas tersebut dapat berjalan sesuai dengan plan yang telah ditentukan. Dalam
perhitungan aktualnya produktivitas buma dapat mencapai 595.12 Bcm/Jam, factor
yang dapat meningkatkan produktivitas adalah mengoptimalkan plan CT pada alat
gali tersebut. Selain itu plan standby untuk alat tersebut dapat bekerja optimal. Sama
halnya dengan PT. Buma PT. Sis juga mempunyai masalah yang sama apabila dikaji
masalahnya tidak jauh berbeda dari efektif produktivitas PT. SIS Sebasar 489
Bcm/Jam PT. SIS hanya membuat Plan Sebesar 345 Bcm/Jam hal ini perlu
dikajiulang dengan melihat faktor – faktor penyebab hal tersebut terjadi. (lampiran 7)
I - 43
44. Tabel 4.2 Produktivitas PC 1250 pada pengupasan OB PT SIS
efektif PC1250-70 PC1250-53
Production Per Cycle 5.36 5.36 5.36
Bucket Capacity 6.7 6.7 6.7
Bucket Fill Factor 0.8 0.8 0.8
Cycle Time 24.2 29.4 28.06
Standard Cycle Time 22
Conversion Factor 1.1
Job Efficiency 0.83 0.861 0.72
Earth Volume Conv. Fact. 0.74 0.74 0.74
Hourly Production 489.7356694 418.171886 366.3901924
100.00% 85.39% 74.81%
4.5 Scheduled Hours (MOHH)
Scheduled Hours (MOHH) adalah jumlah seluruh jam kerja dimana alat dijadwalkan
untuk beroperasi. Terdiri dari working hours, Breakdown, dan standby. Schedule
hours untuk perhitungan kali ini berjumlah 24 jam/ hari ( lampiran 6 )
I - 44