Studi ini menganalisis pemahaman komunitas di sembilan pulau kecil di enam provinsi terhadap ketahanan pangan. Survei dilakukan pada 344 responden yang bermata pencaharian nelayan. Studi menemukan bahwa rata-rata pengeluaran untuk pangan tertinggi di Pulau Tunda sedangkan pengeluaran sosial tertinggi di Pulau Sapudi."
Hak atas pangan pulau kecil bio tani_pan-indonesia 2006
1. Pangan dan Ketahanan
Komunitas
Pulau-pulau Kecil
Hasil Studi di 6 provinsi
BioTani Indonesia
presentasi
Riza-V-Tjahjadi & Tim Studi
biotani2004a@yahoo.com
2. Studi ini berlangsung pada akhir Juli hingga akhir
November 2006 dengan lokasi penelitian meliputi
komunitas di sembilan pulau kecil yang berada
dalam 6 provinsi. Yaitu P. Buluh Batam Kep. Riau,
P. Tunda Serang Banten, P. Tidung Kep. Seribu
DKI Jaya, P. Sapudi Madura Jatim, P. Balang
Lompo, dan P. Karanrang, Pangkep Sulsel, P.
Talaga, P. Makassar, dan P. Kabaena Sekitar P.
Buton Sultra.
3. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di
dunia, yang memiliki panjang pantai pesisir sekitar
18000 km dan pulau-pulau sejumlah 17.000-an.
Laporan Bank Dunia (2000) menyatakan bahwa
sekitar 80 persen dari kelompok yang
dikategorikan miskin tinggal di daerah pesisir
pantai.
4. LATAR BELAKANG
Task force on Hunger United Nations Millenium
Development Project melaporkan bahwa 8 persen
dari masyarakat miskin ditemukan pada komunitas
yang pekerjaan pokoknya berkaitan dengan
mencari ikan, berburu dan menggembalakan
ternaknya.
5. LATAR BELAKANG
laporan World Food Program (2000) menyatakan
bahwa jumlah penduduk yang tinggal di pulau-
pulau kecil mengkonsumsi kandungan kalori
dalam makanannya yang berjumlah kurang dari 60
persen daripada yang seharusnya. Kondisi ini
menyebabkan anemia pada 65 persen ibu yang
sedang mengandung (UNDP 2000) dan 29.5
persen kekurangan gizi pada balita (Bank Dunia,
2003).
6. LATAR BELAKANG
Pada tahun 2002, World Food Summit
menghasilkan mandat: tersedianya sebuah panduan
sukarela (voluntary guideline) bagi anggota FAO
GUNA MENDUKUNG REALISASI
PROGRESIF HAK ASASI ATAS
KECUKUPAN PANGAN DALAM KONTEKS
KETAHANAN PANGAN NASIONAL
7. LATAR BELAKANG
Pada November 2004, Food and
Agricultural Organization (FAO) Council
yang beranggotakan 187 negara anggota
mengadopsi Voluntary Guideliness to
Support the Progressive Realization of the
Right to Adequate Food in the Context of
National Food Security.
8. LATAR BELAKANG
Jumlah penduduk miskin di Indonesia
(ribu penduduk)
Tahun Kota Desa Total
1976 10000 44200 54200
1978 8300 38900 47200
1980 9500 32800 42300
1981 9300 31300 40600
1984 9300 25700 35000
1987 9700 20300 30000
1990 9400 17800 27200
1993 8700 17200 25900
1996 9600 24900 34500
1998 17600 31900 49500
1999 15600 32300 47900
2000 12300 26400 38700
2001 8600 29300 37900
2002 13300 25100 38400
2003 12300 25100 37400
2004 11370 24780 36150
Sumber : Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, 2005
9. PERMASALAHAN
Bagaimana pemahaman komunitas yang tinggal di
pulau-pulau terhadap konsep ketahanan
(khususnya hak atas) pangan?
Adakah karakteristik tertentu dari komunitas
tersebut, dan faktor atau variabel lain yang
mendukung ketahanan pangan mereka?
10. TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui, dan menganalisis pemahaman
komunitas yang tinggal di pulau kecil atas konsep
ketahanan (hak atas) pangan
Menjelaskan variabel-variabel yang mempunyai
pengaruh terhadap ketahanan pangan penduduk di
pulau kecil.
11. Landasan Teori
studi-studi tentang penduduk miskin atau kemiskinan
di daerah perkotaan dan perdesaan (Anderson dan
Slater :2003; Surono,1999; Skoufias, 2001; Bresciani
et al:2002; dan Timmer: 2004).
Yang agak mendekati topik studi ini adalah penelitian
Salam (2003) di beberapa pulau (Banggai, Tanimbar
dan Lembata) yang menemukan bahwa ternyata
kurikulum pendidikan tidak berkaitan erat dengan
kondisi kesejahteraan masyarakat, sebaliknya faktor
kesehatan berperan penting dalam soal ini.
12. Landasan Teori
Dua kajian tentang pengaruh krisis ekonomi 1997-
1998 atas ketahanan pangan masyarakat Indonesia
membandingkan antara mereka yang tinggal di
kota besar dan yang berdiam di wilayah perdesaan.
(Surono: 1999, Skoufias: 2001).
Skoufias membandingkan pengeluaran untuk
konsumsi per kapita dan kalori per kapita di
masyarakat perkotaan dan masyarakat perdesaan
sebelum krisis (1996) dan setelah krisis (1999).
13. Landasan Teori
Secara tradisional kerawanan pangan
dihitung berdasarkan penawaran total
pangan, ketersediaan, kemudahan akses dan
kecukupan (Busch dan Lacy, 1984; FAO
2003).
14. Metode Penelitian
Data:
Data primer : hasil survei lapangan terhadap responden
yang bermatapencaharian pokok sebagai nelayan dan
bermukim di pulau-pulau kecil.
Data sekunder : publikasi badan-badan pemerintah
maupun organisasi/ swasta lainnya
15. Lokasi Penelitian dan Jumlah
Responden
Pulau-pulau yang disyaratkan untuk dipilih adalah
pulau yang dekat atau berhadapan dengan kota besar
(ibukota provinsi).
No Pulau Lokasi Jumlah
Responden
1 Tunda Prov. Banten 75 orang
2 Tidung DKI Jaya 50 orang
3 Buluh Batam, Prov. Kepri 15 orang
3 Sapudi Prov. Jawa Timur 80 orang
4 Karangrang Prov. Sulawesi Selatan 28 orang
5 Balang Lompo Prov. Sulawesi Selatan 28 orang
6 Tiga pulau sekitar P Buton Prov. Sulawesi Tenggara 65 orang
Total 344 orang
Sumber: Data lapangan
16. Alat Analisis data
Kajian ini menggunakan metode statistika untuk
menganalisis dengan kritis jawaban responden
(statistik deskriptif)
Statistik inferensial untuk melakukan uji empirik
tentang ketahanan pangan.
Model yang digunakan pada kajian ini adalah
model probabilitas logistik
19. Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat Pendidikan Responden
8% 1% 5%
9%
4% 31% Tidak sekolah
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tidak Tamat SLTP
42% Tamat SLTP
Tamat SMU
Perguruan Tinggi
20. Pekerjaan Utama Responden
2%
Pekerjaan Utama
1%
2% 4%
16%
2%
Petani
Nelayan
Pedagang
Pegaw ai sw asta
Pegaw ai Negeri
73% Usaha sendiri
Lainnya
21. Hasil Tangkapan dalam
Satu (1) kali Melaut (Kg)
Tunda Tidung Buluh Sapudi Karrang B Lompo Buton Total
Rata-rata 10.3 12.8 4.31 23.9 7.14 13.6 8.67 11.5
Standard Error 1.09 2.2 0.41 5.3 1.43 3.4 0.28 2.00
Mode 5.00 10.0 5.00 10.0 2.00 1.0 3.00
Minimum 1.00 3.0 2.00 3.0 0.50 0.5 3.00 0.5
Maximum 40.00 100.0 7.33 200.0 30.00 70.0 14.00 200.0
Jumlah Resp 57 17 15 47 28 31 64 259
Sumber: Data Lapangan, diolah
22. Jenis Perahu yang Digunakan
15% 18%
3%
15%
perahu dayung
perahu layar
layar bermesin
49% perahu mesin
lainnya
23. Alat Tangkap Ikan yang Digunakan
1%
1% 11%
2%
0% pancing
pancing raw e
47% jaring
22% purse seine
jaring tingker
jaring muroami
tingker-muroami
16% lainnya
24. Kebiasaan Makan dalam Sehari
Frekwensi Tunda Tidung Sapudi Kararang BlLompo Buluh Buton Total
Sekali 3 0 0 1 0 0 0 4
Dua kali 24 0 34 19 26 0 16 119
Tiga kali 46 47 44 8 5 15 49 214
Jumlah 73 47 78 28 31 15 65 337
Sumber: Data Lapangan, diolah
25. Jenis Makanan Pokok yang
Dikonsumsi
Tunda Tidung Sapudi Kararang lLompo Buluh
B Buton Total (%)
Nasi 73 49 2 27 31 15 45 242 0.81
Nasi-jagung 0 0 39 0 0 0 7 46 0.15
Nasi-singkong 0 0 1 0 0 0 0 1 0.00
Nasijagungsingkong
0 0 2 0 0 0 8 10 0.03
Jagung 1 0 0 0 0 0 0 1 0.00
Singkong 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
Total 74 49 44 27 31 15 60 300 1.00
Sumber: Data Lapangan, diolah
26. Rata-rata Pengeluaran di Pulau
Tunda Tidung Sapudi Kararang BlLompo Buluh Buton Total (%)
Pangan 952,000 875,250 557,513 841,071 543,871 500,000 397,857 673,819 0.60
Pendidikan 52,241 148,382 120,286 96,357 65,320 63,750 30,535 83,185 0.07
Sosial 30,748 50,973 251,756 82,727 34,621 34,286 251,167 123,512 0.11
Kesehatan 65,226 77,000 23,214 26,579 28,333 14,000 32,805 39,882 0.04
Lainnya 181,960 336,737 80,000 62,000 36,923 60,000 242,839 199,380 0.18
Total 1,282,175 1,488,342
1,032,769 1,108,735 709,068 672,036 955,202 1,119,777 1.00
Sumber: Data Lapangan, diolah
27. Proporsi Penduduk Yang Pernah
Mengalami Makan Kurang Dari Biasanya
80
70
60
50
40
30
20
10
0 Tidak pernah
Tunda Tidung Sapudi Kararang BlLompo Buluh Buton
Pernah
Sumber: Data Lapangan, diolah
28. Frekuensi Kurang Makan dalam
Sebulan
Tunda Tidung Sapudi Kararang BlLompo Buluh Buton Total (%)
Sekali 9 2 1 4 5 0 3 24 0.13
Dua kali 10 5 5 1 5 0 12 38 0.21
Tiga kali 8 13 10 0 8 0 8 47 0.26
4 kali 11 5 4 6 0 0 8 34 0.19
> 4 kali 5 2 10 9 5 0 8 39 0.21
43 27 30 20 23 0 39 182 1.00
Sumber: Data Lapangan, diolah
29. Penduduk yang Pernah Mengalami “Tidak
Makan” dalam Sehari
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Tidak pernah
Tunda Tidung Sapudi Kararang BlLompo Buluh Buton
Pernah
Sumber: Data Lapangan, diolah
30. Penyebab Masalah Kurang Pangan
di Tiap Pulau
Tunda Tidung Sapudi Kararang Bl Lompo Buluh Buton Total
Pangan habis 1 0 1 4 2 0 0 8
Pangan-uang kurang 0 0 1 1 3 0 0 5
Pangan - uang habis 1 0 0 0 1 0 0 2
Kurang uang 10 8 3 6 5 0 22 54
Tidak ada uang 32 19 3 10 12 0 14 90
Lain-lain 0 0 0 0 1 0 0 1
Jumlah 44 27 8 21 24 0 36 160
Sumber: Data Lapangan, diolah
31. Penyebab Rentan Pangan
1% 5% 3%
1%
bhn habis
bhn-uang kur
34% bhn-uang habis
56% uang kurang
tidak ada uang
lain-lain
Sumber: Data Lapangan, diolah
32. Sumber Pangan
11% 9% 2%
4% 0%
1%
Hasil sendiri
Hasil & beli dipasar
Hasil & diberi orang
Beli dipasar
Beli & diberi orang
Diberi orang & lain
Lain-lain
73%
Sumber: Data Lapangan, diolah
33. Sumber Keuangan
18%
8%
Keluarga
57%
15% Koperasi
Bank Desa
0%
Pedagang
2% Pemodal
Lainnya
Sumber: Data Lapangan, diolah
34. Pemahaman Tentang Peraturan
Tentang Pangan
Tahu Tahu
Mengerti Tahu Perda Tahu PerDes
Tahu UU UU Perda Tangkap PerDes Tankap
Pangan Pangan Pangan ikan Pangan ikan
Ya 69 55 63 144 56 118
Tidak 270 14 244 170 277 187
Total 339 69 307 314 333 305
Sumber: Data Lapangan, diolah
35. Kondisi Lingkungan
Pelestarian
Lingkungan Tunda Tidung Sapudi Krangrang Bl lompo Buluh Buton Total (%)
Ya 32 46 22 10 10 10 11 141 0.43
Tidak 33 3 54 16 16 4 51 177 0.54
Tidak tahu 1 0 3 2 4 1 0 11 0.03
Terumbu
karang
Ya 60 49 54 22 21 12 42 260 0.78
Tidak 2 1 15 2 2 0 1 23 0.07
Tidak tahu 10 0 8 4 7 0 20 49 0.15
Hutan
bakau
Ya 60 46 3 2 4 15 27 157 0.48
Tidak 6 1 54 17 10 0 32 120 0.37
Tidak tahu 5 2 18 7 12 0 4 48 0.15
Sumber: Data Lapangan, diolah
36. Manfaat Terumbu Karang dan
Hutan Bakau
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20% Sngt bermanfaat
10% Bermanfaat
0% Krg bermanfaat
Tunda Tidung Sapudi Krangrang Bl lompo Buluh Buton Total
Tdk bermanfaat
Sumber: Data Lapangan, diolah
37. Kondisi Terkini Terumbu Karang
dan Hutan Bakau
11% 3%
34%
28% Hilang
Rusak parah
Tidak berubah
24%
Berkembang
Tidak tahu
Sumber: Data Lapangan, diolah
38. Uji Empirik tentang Ketahanan Pangan
Ada empat pilar utama yang menunjang “food
security”, yaitu ketersediaan, stabilitas pasokan,
akses, dan utilisasi (FAO 2003).
Bila food security dapat diterjemahkan kedalam
“ketahanan pangan”, maka hal tersebut dapat
diturunkan menjadi persamaan fungsional
ketahanan pangan.
39. Uji Empirik tentang Ketahanan Pangan
faktor-faktor yang digunakan untuk menguji fungsi
ketahan pangan penduduk di pulau-pulau kecil
adalah, jumlah anggota keluarga, tingkat
pendidikan ibu, produksi, pendapatan, akses ke
pasar, dan akses keuangan.
41. independent variables
JAK : jumlah anggota keluarga
PendIbu : tingkat pendidikan yang diselesaikan ibu rumah tangga
Pdok : produksi (tangkapan) mereka dalam sekali melaut
Pendp : Household Income atau pendapatan keluarga
Pas : Akses terhadap pasar yang dihadapi keluarga
Keu : Akses terhadap keuangan yang dihadapi keluarga
42. Hasil Estimasi Logit Model
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
-.060 .060 1.017 1 .313 .941
.330 .121 7.392 1 .007 1.391
-.010 .017 .333 1 .564 .990
.0003 .000 11.516 1 .001 1.000
.534 .439 1.475 1 .225 1.705
-.153 .149 1.060 1 .303 .858
-3.488 .827 17.798 1 .000 .031
a Variable(s) entered on step 1: JAK, PendIbu, Produk, Income, Pasar, Keuangan.
Sumber: Data lapangan
43. Pendidikan Istri Keluarga Kurang Pangan
6%1% 14% tidak menjawab
8%
tidak sekolah
1% 6%
tidak tamat SD
tamat SD
tidak tamat SMP
31% tamat SMP
33% Tamat SMA
Perguruan tinggi
Sumber: Data Lapangan, diolah
44. Pendidikan Istri Keluarga Cukup Pangan
12% 0% 7% tidak menjawab
5%
tidak sekolah
10% tidak tamat SD
20% tamat SD
9% tidak tamat SMP
tamat SMP
Tamat SMA
37% Perguruan tinggi
Sumber: Data Lapangan, diolah
45. Kesimpulan
Komunitas responden yang tinggal di pulau-pulau yang
diteliti sebagian terbesar adalah kelompok usia produktif,
dengan tingkat pendidikan rendah dan mayoritas, memang
bermata pencaharian sebagai nelayan.
Mereka yang berusia lebih muda, cenderung memiliki
jumlah anggota keluarga kecil (dua orang anak),
sementara yang berusia lebih tua cenderung mempunyai
anggota keluarga menengah (hingga delapan orang dalam
satu keluarga).
46. Kesimpulan (lanjutan)
Hasil perolehan tangkapan rata-rata nelayan dalam
sekali melaut adalah sebesar 11.5 kilogram setara
ikan – jenis ikan tidak disebut responden.
Bagian terbesar nelayan menggunakan perahu
bermesin dan jaring serta mata pancing dalam
proses produksinya. Kenaikan harga BBM
tentunya mempunyai dampak serius terhadap
proses produksi tersebut.
47. Kesimpulan (lanjutan)
98 persen mengaku terbiasa makan paling tidak dua kali
dalam sehari dengan menu utamanya nasi disertai lauk. 55
persen yang menyatakan pernah mengalami makan kurang
dari biasanya.
46 persen dari responden yang menyatakan pernah
mengalami kurang pangan tersebut, hal ini dialami 2-3
kali dalam sebulan. Sekitar 20 persen darinya mengakui
pernah tidak makan sama sekali dalam sehari. Kekurangan
pangan ini diakui juga menimpa anak-anak mereka.
48. Kesimpulan (lanjutan)
Penyebab utama kekurangan pangan berkaitan
dengan uang, dan akses serta sumber dana yang
tersedia.
Rendahnya daya-beli dan kesulitan dalam
mengakses sumber dana dan pasar sebagai
penyebab kondisi rawan pangan, diperburuk lagi
dengan fakta bahwa lebih dari 60 persen
pengeluaran mereka digunakan untuk pangan.
49. Kesimpulan (lanjutan)
Pada sisi lain hasil produksi sendiri komunitas
pulau kecil hanya menduduki peringkat ketiga
setelah “sumber lainnya”.
Bagian terbesar responden mengaku tidak
mengetahui tentang adanya regulasi yang mengatur
tentang pangan baik nasional maupun daerah dan
lokal. Mereka cenderung lebih peduli dengan
regulasi yang berkaitan langsung dengan profesi
mereka sebagai nelayan.
50. Kesimpulan (lanjutan)
Lebih dari separuh responden menyatakan mereka
tidak mengetahui upaya-upaya pelestarian
lingkungan di sekitar mereka, terutama tentang
hutan bakau. Namun menurut mereka hutan bakau
sangat sesuai di Indonesia
51. Kesimpulan (lanjutan)
Hasil uji empirik memperlihatkan daya-tahan
terhadap masalah pangan keluarga berkaitan erat
dengan tingkat pendidikan ibu dan pendapatan
keluarga, meskipun pengaruh tersebut relatif kecil
untuk variabel yang terakhir
Hasil produksi keluarga nelayan ternyata tidak
mendukung hipotesis akan pengaruhnya terhadap
ketahanan pangan.
52. Rekomendasi
A
c Akuntabilitas dan Partisipasi P
c a
Duty bearer
o r
u t
n Human Rights
i
t Fulfils are: Claims c
a responsibility Universal right i
towards Inalienable from p
b Indivisible
i a
l t
i i
t Right holder o
y n
53. Rekomendasi
1. Ketergantungan pada pasar cukup tinggi meskipun
ketersediaan komoditas pangan – volume dan
keteraturan pasokan dari pulau besar – di pasar pulau
kecil belum memadai identifikasinya dalam studi ini.
Dalam pengamatan selama studi terlihat PDS, public
distrubution system berkecenderungan kuat adalah
prakarsa dan swakelola oleh anggota komunitas.
Negara – sebagai Duty bearer – amat lemah
accountability-nya dalam melaksanakan kewajibannya
terhadap right holder, yaitu komunitas maupun
individu di pulau kecil – terbilang tinggi partisipasinya
dalam pemenuhan “kecukupan” pangannya.
Sementara itu, pada sisi lain hasil produksi sendiri
komunitas pulau kecil hanya menduduki peringkat
ketiga setelah “sumber lainnya”.
54. Dengan memilih kalimat lunak, dan prosesual,
kami rekomendasikan kepada Badan Ketahanan
Pangan Nasional maupun provinsi hendaknya
lebih jauh mendalami soal-soal dan realitas
ketahanan pangan pada komunitas pulau-pulau
kecil di Indonesia, khususnya dalam
mengimplementasikan konsep Desa Mandiri
Pangan – sebagai uji kritis.
55. 2. Pendekatan solusi dari sisi komunitas pulau kecil kepada
negara, dengan skema lunak pula, berupa pertanyaan: Is
There a Right Not to be Hunger or Poor? Dengan dasar
pertanyaan ini, maka musti dimulai (positive freedom
approaches; Sen 1987) melalui Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang). Musrenbang sebagai awal
Proses penyusunan APBD - dari tingkat desa, kabupaten
hingga provinsi - dapat ditingkatkan fungsi
instrumentalnya untuk lebih mempedulikan komunitas
pulau kecil, termasuk aspek-aspek ketahanan pangan
“berbasiskan hak atas pangan” ditumbuhkembangkan ke
dalam penyusunan anggaran belanja secara partisipatif
(right-based approach). Dengan demikian kewajiban
negara untuk memastikan adanya kecukupan pangan, pada
gilirannya, dapat dipantau oleh publik secara luas, maupun
digugat oleh komunitas yang bersangkutan.
bersangkutan
Jakarta, 10 Desember 2006
56. Hak atas Pangan dan Ketahanan Pangan,
tambahan perspektif (Mischler; et all. FAO. 2006)
Hak atas pangan dan ketahanan pangan bukanlah konsep
yang bertolakbelakang atau yang bertentangan. Hak atas
pangan memperkuat ketahanan pangan yang dilakukan
dengan menambahkan kewajiban, sumberdaya, tidak-
diskriminatif dan aturan hukum. Akses kepada kelayakan,
kecukupan dan ketahanan pangan bagi semua individu
harus dapat diwujudkan setiap saat. Negara, sebagai
pengemban tugas utama, diwajibkan untuk menciptakan
lingkungan hukum, institusional dan kebijakan yang dapat
memberdayakan semua orang untuk memberi makan
mereka sendiri, dengan memproduksi makanan, atau
dengan mendapatkan penghasilan. Bila orang tidak
mampu mengurus diri mereka sendiri (misalnya karena
usia, sakit atau saat krisis), maka negara harus memberi
bantuan secara langsung.
57. Perbedaan utama antara hak atas pangan dan ketahanan
pangan adalah dimensi hukum. Dalam paradigma baru,
ketahanan pangan diakui sebagai hak, dan tidak
diperlakukan sebagai tujuan yang tidak terikat kebijakan.
Negara tidak dapat memilih dalam hal mengurus
kelaparan dan kerentanan; mereka mempunyai kewajiban
kerentanan
untuk melakukannya. Individu tidak lagi dianggap sebagai
objek dari kebijakan negara, tetapi sebagai subjek yang
berhak menuntut efektifitas tanggapan pemerintah atas
keadaan mereka. Mekanisme yudisial dan kuasi-yudisial
yang layak harus ada untuk mengurus kemungkinan
pelanggaran hak atas pangan.
pangan
58. Dalam pendekatan hak dasar atas ketahanan
pangan, maka standar-standar dan prinsip-prinsip
hak asasi manusia harus memandu semua program
dan pelaksanaannya. Hak asasi manusia, seperti
kebebasan untuk berekspresi, mengeluarkan
pendapat, mengadakan pertemuan, membentuk
perkumpulan dan tidak diskriminatif, harus
dihargai setiap saat.
Jakarta, 10 Desember 2006
biotani2004a@yahoo.com
59. Catatan khusus (penggalan kata pengantar Seminar oleh
Riza V. Tjahjadi, Hotel Le Meredien 12 Desember 2006)
Studi memakai metode riset yang umum, namun mengemban
gagasan besar. Yaitu memulai kajian, khususnya soal pangan pada
komunitas pulau kecil, yang diharapkan dapat menyiratkan
karakteristik Indonesia sebagai negara kepulauan – terbesar di
dunia. Di sini artinya, adalah memulai satu langkah kecil, agar
dapat mendorong pihak lain meilakukan riset yang lebih luas, dan
diharapkan disumbangkan satu percikan pemikiran dan konsep
yang dapat disandingkan dengan pola pikir dan konsep yang
mengacu kepada komunitas di pulau besar, atau kontinental. Ini,
suatu waktu diharapkan dapat bersandingan dengan kajian tentang
ketahanan pangan (food security) berbasiskan hak atas pangan
(right to food) terhadap komunitas di pulau besar atau kontinental –
beberapa contohnya yaitu:
60. Catatan khusus (lanjutan)
kajian tentang ketahanan pangan di kontinen Asia Selatan, kajian
tentang kerawanan pangan di Amerika Serikat, dan seterusnya (lihat
publikasi The United Nations University's World Institute for
Development Economic Research , UNU Wider 2006; bandingkan
prioritas riset Dewan Riset Nasional, DRN). Studi ini sebagai
langkah kecil dengan dimensi lokal di pulau kecil, sesuatu yang kecil
akan memperkaya khazanah kajian soal-soal pangan dan hak asasi
manusia dalam wacana internasional. Dalam soal ini, studi ini
meskipun belum selesai, jelas berada, satu langkah, di depan,
katakanlah dengan ornop/masyakat madani di negara tetangga
Filipina – yang juga bercirikan negara kepulauan. Indonesia memiliki
17.000-an pulau, dan Filipina dengan 7.000-an pulau.
61. Study discovers food problem in remote islands
Ary Hermawan, The Jakarta Post, Jakarta
The government was urged on Tuesday to review its food security program in
small and remote islands after a study found it ineffective.
The study, conducted by non-profit organization BioTani in Banten, Jakarta, the
Riau Islands, East Java, South Sulawesi and Southeast Sulawesi, found that people
living in small and remote islands still faced food shortages.
"On the main islands, the program has been working well, but on small and remote
islands, the program does not work. We found most respondents were still prone
to experiencing food scarcities," BioTani executive director Riza. V. Tjahyadi
said.
According to the study, 55 percent of the 339 people interviewed said they had
eaten fewer than two meals a day once, while 46 percent said they experienced it
two or three times a month.
62. "Twenty percent of the respondents said they once had not eaten at all," Riza
said.
Poverty and weak purchasing power are the main causes of the problem. Most
small island inhabitants work as fishermen, who were heavily hit by the
government's fuel price increases.
BioTani recommended that the government conduct a study on the
characteristics of food security conditions in small islands, where isolation and
the inaccessibility of food remained problems that needed a quick solution.
The government's Desa Mandir Pangan, or Food Sufficient Village, program is
meant to address food insecurity throughout the country.
The program covers 122 regencies and involves 85,000 families. Each village
is granted Rp 80 million (US$8,888) in order for local communities to find
ways of upgrading their living standards.
63. "The fund is only to induce the people. The local administrations are also
required to allocate 20 percent of their region budgets to support the program,"
said Agriculture Ministry food security body secretary Hermanto.
When asked about the BioTani report, Hermanto said the ministry had
inspected the program's implementation in several provinces and found that the
results of the program varied depending on regional characteristics.
"The program has only been underway for a year. We have yet to see the (final)
result," he told Antara, adding that its success depended on the support and
commitment of local administrations.
However, he added that he was unsure how well the program was working in
small and remote islands, given their lack of basic infrastructure.
"It is a question we have to answer," he said.
BioTani's study was conducted in Buluh Batam Island in Riau Islands, Tunda
Serang Island in Banten, Tidung Island in Jakarta, Sapudi Island in East Java,
Balang Lompo and Kararang Islands in South Sulawesi and Talaga Island,
Makassar Island, Kabena Island in Southeast Sulawesi.
The Jakarta Post, December 13, 2006