Reformasi birokrasi diperlukan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Hal ini melibatkan perbaikan organisasi, proses bisnis, dan regulasi sumber daya manusia untuk menciptakan birokrasi yang transparan, akuntabel, dan bebas dari korupsi. Implementasi prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan diharapkan dapat meningkatkan kinerja sektor publik.
1. Pak/bu… ini saya buat ringkasan tentang governance… mohon ibu/bapak melengkapi
dengan masalah yang akan diangkat… terimakasih…..
Untuk mewujudkan suatu system tata kelolaan pemerintahan yang baik atau sering
disebut dengan governance, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah adanya reformasi
birokrasi.Reformasi birokrasi adalah suatu usaha untuk mengubah dan memperbaharui sistem
pemerintah yang meliputi beberapa aspek-aspek penting yang terkait. Menurut Peraturan
Menpan No: PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam
reformasi birokrasi adalah: organisasi, proses bisnis, dan peraturan tentang tenaga kerja.
Untuk itu, reformasi diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah dalam pelaksanaan sistem
pemerintahan yang baik.
Untuk mewujudkan reformasi birokrasi maka diperlukaan beberapa perbaikan di
seluruh aspek. Hal tersebut bias dilakukan sesuai dengan Peraturan Menpan No:
PER/15/M.PAN/7/2008 yaitu: kelembagaan, budaya kerja organisasi, ketatalaksanaan
(proses bisnis), regulasi/deregulasi birokrasi dan penataan sumber daya manusia.
Penataan kelembagaan dilakukan dengan melakukan penataan organisasi, unit
organisasi, serta sistem organisasi.Hal ini diharapkan untuk mewujudkan suatu organisasi
yang tepat fungsi dan tepat ukuran.Penataan budaya kerja organisasi dilaksanakan melalui
arahan strategi budaya kerja serta manejemen perubahan budaya kerja.Dengan penataan
budaya kerja, organisasi diharapkan dapat menciptakan birokrasi dengan intergritas dan
kinerja yang tinggi. Penyempurnaan proses bisnis (ketatalaksanaan) diwujudkan dengan
arahan strategi ketatalaksaan serta penataan tata laksana. Dengan ini, organisasi diharapkan
2. akan memperoleh sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif dan efisien sesuai
dengan prinsip-prinsip governance, (Solusi, 2011 dan Peraturan Menpan No:
PER/15/M.PAN/7/2008).
Regulasi dan deregulasi dilaksanakan dengan penyusunan peraturan perundang-
undangan baik yang terkait dengan sektor industri maupun terkait dengan internal
Kementerian Perindustrian.Hasil yang ingin dicapai dari aspek ini adalah lahirnya produk-
produk peraturan yang lebih tertib, tidak tumpang tindih, dan kondusif.Aspek terakhir adalah
melalui penataan sumber daya manusia (SDM) yang dilakukan dengan penataan sistem
manajemen SDM serta pengawasan internal SDM, hal ini dimaksudkan untuk memperoleh
SDM yang memiliki intergritas, kompeten, profesional, berkinerja tinggi, dan sejahtera,
(Abubakar, 2011).
Reformasi birokrasi dilaksanakan bukan hanya sekedar untuk mewujudkan
governancetetapi juga untuk menciptakan clean government, sebab reformasi birokrasi
adalah salah satu langkah strategi dalam mewujudkan sistem pemerintahan yang lebih baik,
(Mustopadidjaja, 2001;TIM Menpan;Priyantha, 2007;Prasojo & Teguh, 2008; dan Samin,
2011).Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa ketika reformasi birokrasi berjalan dengan sukses
maka governanceakan tercipta dengan sendirinya, karena prinsip-prinsip dalam
governanceakan diimplementasikan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, sehingga kinerja
organisasi akan menjadi lebih baik – dalam studi ini adalah kinerja Kementerian
Perindustrian. Hal ini konsisten dengan Kouzmin, Klages, Kakabadse (1999); Chaudhry, et.al
(2009); CIPFA (2004) yang berpendapat bahwa governanceadalah kunci sukses dalam
keberhasilan kinerja organisasi.
3. Implementasi governancedapat meningkatkan transparansi organisasi, sehingga
organisasi akan berusahan untuk meningkatkan kinerja mereka sebab publik dapat melihat
hasil kinerja mereka, (Mardiasmo, 2006). Menurut Institute on Governance (2003),
governance adalah sebuah proses dimana masyarakat atau organisasi membuat keputusan-
keputusan penting, menentukan siapa saja yang terlibat dalam proses tersebut dan bagaimana
mereka mempertanggungjawabkan keputusan-keputusan tersebut. Governanceselalu menjadi
sesuatu hal (kunci) yang penting bagi organisasi, bahkan sebelum governance menjadi suatu
topik yang popular, (Bridgman, 2007).Hal tersebut merupakan suatu gagasan yang bagus,
sebab prinsip-prinsip dalam governance relevan terhadap semua aspek-aspek pada setiap
manajemen organisasi dan khususnya untuk mewujudkan pemerintahan yang baik.
Tujuan utama dari governanceadalah untuk meningkatkan kinerja sektor publik
(pemerintah), baik kinerja keuangan ataupun non-keuangan.Biasanya masyarakat menilai
kesuksesan kinerja sektor publik dari pelayanan yang mereka dapatkan, ketika mereka
mendapatkan pelayanan yang lebih baik maka mereka menilai bahwa kinerja pemerintah
baik.Sebaliknya, ketika pelayanan yang disediakan tidak sesuai dengan keinganan mereka
(pelayanan yang buruk) maka mereka menilai bahwa kinerja pemerintah jelek, (Mardiasmo,
Barnes, & Sakurai, 2008 dan Santiso, 2001).
Namun, Hermalin dan Weisbach (2003); Himmelberg et, al. (1999); Denis dan Kruse
(2000); dan Wintoki et, al. (2008) berpendapat bahwa sebenarnya tidak ada hubungan antara
kinerja dengan good corporate governance, karena kinerja perusahaan dan good corporate
governance secara bersama-sama ditentukan oleh faktor-faktor lain. Lebih jauh lagi,
Heracleous, (2001) menemukan bahwa hubungan antara implementasi yang baik dari
governance dan kinerja organisasi tidak berhubungan secara signifikan. Hal tersebut
4. dimungkinkan karena organisasi terlalu fokus pada bagaimana cara menerapkan governance
dan mengabaikan kinerja mereka. Selain itu, dimungkinkan karena mereka masih dalam
proses belajar tentang governance, sehingga mereka hanya fokus pada prinsip-prinsip dan
aturan-aturan dalam governance. Lebih jauh lagi World Bank (2010);Daniri (2008); Sachiko
& Zaelke (2007) menyatakan bahwa penerapan governancedipengaruhi oleh law
enforcement, ketika law enforcement lemah maka implementasi governance tidak akan
berjalan maksimal. Novianti (2009) berpendapat bahwa, implementasi governance
dipengaruhi oleh tingkat komitmen, ketika tingkat komitmen pelaksana tinggi maka
implementasinya akan berhasil.
OECD (1993:7) mendefinisikan corporate governance menjadi dua bagian, yaitu
sistem dan struktur.Menurut definisi sistem, corporate governance menjelaskan bagaimana
mengatur perusahaan untuk dapat diarahkan dan dikendalikan guna meningkatkan
kemakmuran bisnis yang akuntabel bagi para pemegang saham dalam jangka panjang dengan
tidak mengesampingkan kepentingan stakeholder lainnya.Sedangkan menurut definisi
struktur, corporate governance memberikan kejelasan atas fungsi, hak, kewajiban, dan
tanggungjawab antara pihak-pihak yang berkepentingan dalam perusahaan, termasuk
pengendalian internal dan eksternal yang efektif guna menciptakan keseimbangan
pengendalian dari pihak internal dan eksternal.Dalam konteks sektor publik, governance
berarti bahwa pemerintah harus dapat mengatur pihak-pihak yang terlibat dalam sektor
publik untuk diarahkan dan dikendalikan dalam meningkatkan pelayanan publik guna
memenuhi kebutuhan/kepentingan stakeholder.
UNDP (1997:4) mendefinisikan governance, antara lain, partisipatif, transparan, dan
akuntabel.Hal ini juga efektif dan adil dalam membuat aturan hukum.Governance menjamin
5. bahwa prioritas politik, sosial, dan ekonomi didasarkan pada konsensus/kesepakatan yang
luas dalam masyarakat dan bahwa suara kaum miskin dan paling rentan didengar dalam
pengambilan keputusan atas alokasi sumber daya pembangunan.Selain itu, CIPFA (2004)
menyatakan bahwagovernance berfokus pada tujuan organisasi dan hasil bagi warga dan
pengguna pelayanan publik, itu berarti bahwa pengguna menerima layanan berkualitas tinggi
dan pembayar pajak menerima nilai untuk uang (value for money).Lebih lanjut lagi,
governance mencakup semua mekanisme, proses dan lembaga-lembaga di mana warga dan
kelompok masyarakat untuk menyalurkan aspirasi mereka, penggunaan hak hukum, dan
kewajiban serta menjembatani perbedaan di antara mereka(Krina, 2003).
Governance merupakan suatu pengendalian yang memiliki kekuatan dalam
mengendalikan strategi dan arah suatu entitas untuk meningkatkan kesuksesan entitas dalam
jangka panjang, dengan memperhitungkan resiko dan lingkungan di mana ia
beroperasi(Uhrig, 2003: 2). Selanjutnya, dalam konteks pembangungan, governance adalah
mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial untuk tujuan pembangunan,
sehingga dapat disimpulkan bahwa governance merupakan suatu mekanisme pengelolaan
sumber daya ekonomi dan sosial yang subtansial dan penerapannya untuk menunjang
pembangunan yang stabil dengan syarat utama efisien dan merata – adil (Krina, 2003).
Lebih jauh lagi, governancememiliki manfaat dalam mengurangi tingkat korupsi di
birokrasi, sebab governancemenciptakan suatu sistem birokrasi yang efisien, efketif,
transparan, professional, dan akuntabel, serta meningkatkan peran serta masyarakat umum
dalam pembuatan kebijakan publik sehingga dapat tercipta konsistensi dalam penegakan
hukum baik di tingkat daerah ataupun pusat. Hasil akhirnya adalah terciptanya birokrasi yang
bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) (Solihin, 2007).Sedangkan, Wirijadinata (2005)
6. berpendapat bahwa governance memiliki orientasi terhadap pencapaian tujuan nasional yang
mengacu pada kondisi demokrasi dalam elemen kehidupan (legitimasi, akuntabilitas,
mengamankan hak asasi manusia, otonomi dan devolusi kekuasaan, pengendalian jaminan
sipil) dan pelaksanaan fungsi yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan nasional. Oleh
karena itu, governance memiliki dua arti, yaitu: 1) aspek fungsional dari pemerintahan yang
efektif dan efisien dalam mencapai tujuan dan 2) nilai-nilai yang dihargai meliputi: kehendak
rakyat dan tujuan rakyat untuk meningkatkan kapasitas nasional untuk kemandirian,
pembangunan berkelanjutan, dan keadilan sosial.
Implementasi governance di Indonesia mengacu pada Undang-Undang No. 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, SK Menpan
No: 63/Kep/M.Pan/7/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Publik, dan
Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dari semua
peraturan/undang-undang tersebut,governance memiliki makna: pertama, tata kelola
pemerintahan yang baik, manajemen pemerintahan yang baik, penegakan pemerintahan yang
baik, dan pemerintahan yang tertib administrasi. Kedua, governance berarti adanya
implementasi transparansi, partisipasi dari masyakarat, akuntabilitas sebagai tonggak dalam
mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik.Makna yang terakhir adalah governance dapat
menciptakan suatu hubungan yang harmonis antara pemerintah, sektor swasta, dan
masyarakat.
Menurut aturan tersebut diatas, untuk mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik
memerlukan dua kunci sukses, yaitu komitmen yang kuat, konsistensi dan proses jangka
panjang, pembelajaran, pemahaman, serta implementasi tata kelola pemerintahan yang baik
kepada para pemangku kepentingan. Kedua adalah kesepakatan dan keoptimisan dari semua
7. pihak bahwa tata kelola pemerintahan yang baik akan memberikan masa depan yang lebih
baik, (Solihin, 2007).
Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas dari KKN, SK Menpan No: 63/Kep/M.Pan/7/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Publik, dan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik, menyatakan prinsip-prinsip dalamgovernance, yaitu: penegakan hukum,
tertib penyelenggaraan negara, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas,
profesionalitas, dan akuntabilitas.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, Azwar. (2011). “Agar Tidak Sebatas Paper Work Reformasi Birokrasi Perlu
Sistem Evaluasi Yang Kredible”. Biro Hukum dan Humas Kementerian PAN dan
Reformasi Birokrasi. Jakarta
CIPFA.(2004). “The Independent Commission on Governance in Public
Services”.Governance Standard for Public Services.
Daniri.(2008). “Saatnya Berubah Dengan GCG”.Bisnis Indonesia. Edisi: 30/3/2008.
Denis DJ., Kruse TA. (2000). “Managerial Discipline and Corporate Performance”.Journal of
Corporate Finance. Vol. 7, pp. 209 – 233.
Hermalin, BE., Weisbach, MS. (2003). “Board of Directors as an Endogenously Determined
Institution: A Survey of the Economics Literature”.Economic Policy Review.Federal
Reserve Bank of New York. pp. 7 – 26. April.
Himmelberg, C., Hubbard, G., Palia, D. (1999). “Understanding the Determinants of
Managerial Ownership and the Link Between Ownership and Performance”.Journal
of Financial Economics.
Institute on Governance. (2003).”Principle for Governance in the 21st Century”. Policy Brief
No. 15, Canada.
Kouzmin, Alexander., Elke, Loffler., Helmut Klages., Nada, Korac-Kakabadse. (1999).
“Benchmarking and Performance Measurement in Public Sektors – Toward Learning
8. for Agency Effectiveness”.The International Journal of Public Sektor Management.
Vol. 12, No. 2, pp. 121 – 144.
Mardiasmo.(2004). “Akuntansi Sektor Publik”. Andi.Yogyakarta.
---------------.(2006). “Perwujudan transparansi dan akuntabilitas public melalui akuntansi
sektor public suatu sarana Governance”. Jurnal Akutansi Pemerintah, Vol.2, No. 1,
Mei 2006 (pp. 1- 17).
Mustopadidjaja.(2001). “Reformasi Birokrasi, Perwujudan Governance, dan Pembangunan
Masyarakat Mandani”.Makalah disampaikan pada Silaknas ICMI 2001.
Novianti, Leny. (2009). “Penerapan Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia”.Jurnal
Akuntansi dan Keuangan.Vol.14, No.2.
OECD. (1993). “Public Management Development: Survey”.OCED pp.7. Paris.
.
Bridgman, Peter. (2007). “Performance, Conformance, and Governance in the Public
Sektor”.Chartered Secretaries Australia’s Public Sektor.
Prasojo, Eko & Teguh, Kurniawan. (2008). “Reformasi Birokrasi dan Governance: Kasus
Best Practice dari Sejumlah Daerah di Indonesia”. The 5th International Symposium
of Jurnal Antropoligi Indonesia.
Sachiko, Morita., Zaelke, Durwood. (2007). “Rule of Law, Governance, And Suistainable
Development”. Seventh International Conference on Environmental Compliance and
Eforcement.
Samin, Rumzi. (2011). “Reformasi Birokrasi”. Jurnal FISIP UMRAH. Vol. 2, No. 2, pp 172
– 182.
Solihin, Dadang. (2007).“ PengukurangGovernance Index”. BAPPENAS.
Solusi. (2011). “ReformasiBirokrasi: Antara Harapan dan Kenyataan”. Jakarta. Kementerian
Perindustrian. Vol. 4, No. 1.
TIM Menpan. “Pedoman Umum Reformasi Birokrasi”. Jakarta.
Uhrig, John. (2003). “Review of the Corporate Governance of Statutory Authorities and
Office Holders”.Department of Communication, Information Technology and the
Arts. http://wwwdcita.gov.au/cca
UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN.
UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Wintoki, MB., Linck, JS., Netter, JM., (2010). “Endogeneity and the Dynamics of Internal
Corporate Governance”. SSRN: http://ssrn.com.
9. World Bank.(1992). “Report of the ad hoc Committee on Board Procedures”. May 26.
Washington, DC: World Bank.
---------------. (1989). “Sub-Saharan Africa: From Crisis to Sustainable Development”.
Washington, DC: World Bank.
World Bank. (2010). “Report on the Observance of Standards and Codes (ROSC)”.retrieved
athttp://www.worldbank.org/ifa/rosc_cg.html.