Makalah ini membahas tentang asbabun nuzul, yaitu sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Quran. Pembahasan mencakup pengertian asbabun nuzul, pentingnya memahami sebab-sebab turunnya ayat, serta latar belakang turunnya beberapa ayat tertentu yang terkait dengan peristiwa-peristiwa tertentu. Tujuan makalah ini adalah untuk mempermudah memahami makna Al-Quran dengan menget
Hadits Arbain 35 tentang Sesama Muslim Bersaudara.pptx
Asbabun Nuzul
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur‟an adalah kitab suci kaum muslimin dan menjadi sumber ajaran Islam yang
pertama dan utama yang harus mereka imani dan aplikasikan dalam kehidupan mereka agar
mereka memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat. Karena itu, tidaklah berlebihan jika selama
ini kaum muslimin tidak hanya mempelajari isi dan pesan-pesannya. Tetapi juga telah berupaya
semaksimal mungkin untuk menjaga otentitasnya. Upaya itu telah mereka laksanakan sejak Nabi
Muhammad SAW. masih berada di Mekkah dan belum berhijrah ke Madinah hingga saat ini.
Dengan kata lain upaya tersebut telah mereka laksanakan sejak al-Qur‟an diturunkan hingga saat
ini. Mengenai mengerti asbabun nuzul sangat banyak manfaatnya. Karena itu tidak benar orang-
orang mengatakan, bahwa mempelajari dan memahami sebab-sebab turun Al-Qur‟an itu tidak
berguna, dengan alasan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan ayat-ayat al-Qur‟an itu telah masuk
dalam ruang lingkup sejarah. Di antara manfaatnya yang praktis ialah menghilangkan kesulitan
dalam memberikan arti ayat-ayat al-Qur‟an.
Imam al-Wahidi menyatakan; tidak mungkin orang mengerti tafsir suatu ayat, kalau tidak
mengetahui ceritera yang berhubungan dengan ayat-ayat itu, tegasnya untuk mengetahui tafsir
yang terkandung dalam ayat itu harus mengetahui sebab-sebab ayat itu diturunkan.
Ulama salaf tatkala terbentur kesulitan dalam memahami ayat, mereka segera kembali
berpegang pedoman asbabun nuzulnya. Dengan cara ini hilanglah semua kesulitan yang mereka
hadapi dalam mempelajari al-Qur‟an tentang “Asbabun Nuzul”.
Dalam hal ini penulis mencoba menuangkan dalam bentuk makalah yang berjudul
“ASBABUN NUZUL” dengan harapan semoga makalah ini dapat menambah keimanan dan
keilmuan kita baik di dunia maupun di akhirat kelak. Amin.
B. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis memberikan batasan
masalah agar tujuan makalah lebih terfokus dan tidak terlalu luas, yaitu mengenai :
1. Pengertian Asbabun Nuzul
2. Pentingnya Ilmu Asbabun Nuzul
1|Page
2. 3. Latar Belakang Turunnya Ayat
4. Perbedaan Pendapat Ulama tentang Riwayat Asbabun Nuzul
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah yang akan
di bahas, yaitu :
1. Apa Pengertian Asbabun Nuzul ?
2. Bagaimana Pentingnya Ilmu Asbabun Nuzul ?
3. Bagaimana Latar Belakang Turunnya Ayat ?
4. Perbedaan Pendapat Ulama tentang Riwayat Asbabun Nuzul ?
D. Tujuan dan Kegunaan Makalah
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas kelompok yang
diberikan oleh Dosen AIKA (pengantar Studi Al-Quran), Bapak Dosen Zulpiqor, M.Ag.
Sedangkan kegunaan makalah ini adalah sebagai bahan referensi belajar bagi para
mahasiswa khususnya, dan para pembaca pada umumnya.
2|Page
3. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asbabun Nuzul
Asbabun Nuzul, dalam pengertian literal bahasa verbal adalah sebab-sebab turunnya Al-
Qur‟an. Secara historis, Al-Qur‟an bukanlah wahyu yang turun dalam ruang hampa, tetapi ia
mempunyai latar belakang, argumentasi dan faktor-faktor tertentu yang menjadikan dia “turun”
ke bumi. Hal ini karena, Al-Qur‟an “diturunkan” sebagai alat untuk menjawab problematika
kehidupan di muka bumi. Oleh karena itu, kehadirannya di alam material sangat terkait ruang
dan waktu tertentu yang menjadi faktor-faktor di balik turunnya Al-Qur‟an.
Ungkapan Asbab An-Nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata “asbab” dan nuzul Secara
etimologis, asbabun nuzul ayat itu berarti sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya sesuatu
atau dalam hal ini adalah sebab-sebab turun ayat. dalam pengertian sederhana turunnya suatu
ayat disebabkan oleh suatu peristiwa, sehingga tanpa adanya peristiwa itu, ayat tersebut itu tidak
turun.
Banyak pengertian terminologi yang dirumuskan oleh para ulama, diantaranya :
1. Az Zarqani :
“Asbab An-Nuzul” adalah “khusus atau sesuatu yang terjadi, serta ada hubungannya
dengan turunnya Al Qur’an sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi.”
2. Ash Shabuni :
“Asbab An-Nuzul” adalah “peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau
beberapa ayat yang mulia yang berhubungan dengan kejadian tersebut baik berupa
pertanyaan yang diajukan kepada nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan
agama.”
3. Subhi Shalih :
“Asbab An-Nuzul” adalah “Sesuatu yang dengan sebabnyalah turun sesuatu ayat atau
beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban tentang sebab itu, atau
menerangkan hukumnya; pada masa terjadinya peristiwa itu.”
3|Page
4. 4. Mana Al Qathan :
“Asbab An-Nuzul” adalah “Peristiwa yang menyebabkan turunnya Al Qur’an berkenaan
dengan waktu peristiwa itu terjadi baik berupa suatu kejadian atau pertanyaan yang
diajukan kepada Nabi.”
Kendatipun redaksinya pendefinisian diatas berbeda, namun hal itu menyimpulkan
bahwa, Asbab An-Nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatar belakangi turunnya Al
Qur‟an itu sangat beragam, diantaranya berupa konflik sosial seperti :
a) Ketegangan antara suku aus dan suku khazraj,
b) Kesalahan besar seperti, kasus seorang sahabat yang mengimani shalat dalam keadaan
mabuk, dan
c) pertanyaan – pertanyaan yang diajukan para sahabat kepada Nabi, baik berkaitan
dengan sesuatu yang telah lewat, sedang atau yang akan terjadi.
Persoalan apakah semua ayat Al Qur‟an diturunkan berdasarkan Asbab An-Nuzul, ternyata
telah menjadi bahan kontroversi dikalangan para ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa
tidak semua ayat Al Qur‟an diturunkan dengan asbabun nuzul, sehingga diturunkan tanpa ada
yang melatar belakanginya (ibtida‟) dan ada pula Al Qur‟an yang diturunkan dengan
dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa (ghairu ibtida‟). Pendapat tersebut hampir merupakan
konsensus para ulama ada yang mengatakan bahwa kesejarahan Arabi para Al Qur‟an pada masa
turunnya Al Qur‟an adalah latar belakanng turunnya Al Qur‟an secara makro sementara riwayat
– riwayat asbabun nuzul merupakan latar belakang mikronya. Pendapat ini berarti menganggap
bahwa semua ayat Al Qur‟an memiliki sebab - sebab yang melatar belakanginya.
B. Latar Belakang Turunnya Ayat
Perlunya mengetahui asbabun nuzul, al-wahidi berkata: “Tidak mungkin kita mengetahui
penafsiran ayat Al-Qur’an tanpa mangetahui kisahnya dan sebab turunnya ayat adalah jalan
yang kuat dalam memahami makna Al-Qur’an”. Sedangkan Ibnu taimiyah berkata: “mengetahui
sebab turun ayat membantu untuk memahami ayat Al-Qur’an. Sebab pengetahuan tentang
“sebab” akan membawa kepada pengetahuan tentang yang disebabkan (akibat)”.
Namum sebagaimana telah diterangkan sebelumnya tidak semua Al-Qur‟an harus
mempunyai sebab turun, ayat - ayat yang mempunyai sebab turun juga tidak semuanya harus
4|Page
5. diketahui sehingga, tanpa mengetahuinya ayat tersebut bisa dipahami, Ahmad adil kamal
menjelaskan bahwa turunnya ayat - ayat Al-Qur‟an melalui tiga cara:
1) Ayat - ayat turun sebagai reaksi terhadap pertanyaan yang dikemukakan kepada nabi.
2) Ayat - ayat turun sebagai permulaan tanpa didahului oleh peristiwa atau pertanyaan.
3) Ayat - ayat yang mempunyai sebab turun itu terbagi menjadi dua kelompok :
Ayat – ayat yang sebab turunnya harus diketahui ( hukum ), karena Asbabun
Nuzulnya harus diketahui agar penetapan hukumnya tidak menjadi keliru.
Ayat – ayatyang sebab turunnya tidak harus diketahui, ( ayat yang menyangkut
kisah dalam Al-Qur‟an ).
Kebanyakan ayat - ayat kisah turun tanpa sebab yang khusus, namun ini tidak benar bahwa
semua ayat - ayat kisah tidak perlu mengetahui sebab turunnya, bagaimanpun sebagian kisah Al-
Qur‟an tidak dapat dipahami tanpa pengetahuan tentang sebab turunnya.
Sedangkan peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat terkadang justru muncul dari
pribadi Rasulullah Shallallâhu „alaihi wasallam sendiri sebagai penerima wahyu, seperti yang
melatari turunnya surat As-Sabâ‟. Ketika itu, Ibnu Ummi Maktum bermaksud menemui Nabi
Muhammad Shallallâhu „alaihi wasallam. Sementara Nabi Shallallâhu „alaihi wasallam sedang
sibuk berbincang-bincang dengan pemuka Quraisy dan mengajak mereka untuk masuk Islam.
Di sela-sela kesibukan itu Ibnu Ummi Maktum menghaturkan diri seraya memohon “Ya
Rasulullah ajarilah aku apa yang telah diajarkan oleh Allah kepadamu”. Dia pun tidak henti-
hentinya memohon meskipun saat itu Rasulullah Shallallâhu „alaihi wasallam sedang sibuk
menyambut kelompok Quraisy, sehingga Rasulullah Shallallâhu „alaihi wasallam kurang begitu
memperhatikan kehadiran Ibnu Ummi Maktum karena kesibukannya itu. Kemudian turunlah
surat As-Sabâ‟ sebagai teguran terhadap Beliau Shallallâhu „alaihi wasallam. Sejak saat itulah
jika Rasulullah melihat Ummi Maktum Beliau Shallallâhu „alaihi wasallam berkata “Selamat
datang wahai orang yang membuat Allah menegurku”.
Dan terkadang peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat itu berkenaan dengan
aktifitas sekelompok sahabat dan adakalanya juga muncul dari permasalahan orang - orang
munafik atau orang musyrik.
Pertanyaannya adalah, “apakah sebab yang melatarbelakangi turunnya ayat memberi batasan
tertentu pada makna umum ayat tersebut?”
5|Page
6. Ulama Ushul Fikih menetapkan bahwa sebuah ungkapan itu diarahkan pada makna umum
yang terkandung sebuah lafal dan tidak dibatasi oleh faktor yang melatarbelakanginya.
Maksudnya ialah, faktor yang melatar belakangi turunnya ayat tidak sampai membelenggu dan
membatasi pada keumuman makna yang dikandungnya, akan tetapi hanya sekedar
mempengaruhi turunnya wahyu. Walaupun ada beberapa ayat yang menurut mayoritas ulama
tertentu pada sebabnya saja, seperti ayat ke-17 dari surat al-Lail yang tertentu kepada Abu Bakar
Shallallâhu „alaihi wasallam.
C. Pentingnya Ilmu Asbabun Nuzul
Allah menjadikan segala sesuatu melalui sebab-musabbab dan menurut suatu ukuran. Tidak
seorang pun manusia lahir dan melihat cahaya kehidupan tanpa melalui sebab-musabbab dan
berbagai tahap perkembangan. Tidak sesautu pun terjadi di dalam wujud ini kecuali setelah
melewati pendahuluan dan perencanaan. Begitu juga perubahan pada cakrawala pemikiran
manusia terjadi setelah melalui persiapan dan pengarahan. Itulah sunnatullah (hukum Allah)
yang berlaku bagi semua ciptaan-Nya, “dan engkau tidak akan menemukan perubahan pada
sunnatullah” (al-Ahzab, 62).
Tidak ada bukti yang menyingkap kebenaran sunnatullah itu selain sejarah, demikian pula
penerapannya dalam kehidupan. Seorang sejarahwan yang berpandangan tajam dan cermat
mengambil kesimpulan, dia tidak akan sampai kepada fakta sejarah jika tidak mengetahui sebab-
musabab yang mendorong terjadinya peristiwa.
Tapi tidak hanya sejarah yang menarik kesimpulan dari rentetan peristiwa yang
mendahuluinya, tapi juga ilmu alam, ilmu sosial dan kesusastraan pun dalam pemahamannya
memerlukan sebab - musabab yang melahirkannya, disamping tentu saja pengetahuan tentang
prinsip - prinsip serta maksud tujuan.
Pentingnya ilmu asbabun nuzul dalam ilmu Al-Qur'an guna mempertegas dan
mempermudah dalam memahami ayat - ayatnya. Ilmu Asbabun Nuzul mempunyai pengaruh
yang penting dalam memahami ayat, karenanya kebanyakan ulama begitu memperhatikan ilmu
tentang Asbabun Nuzul bahkan ada yang menyusunnya secara khusus. Diantara tokoh
(penyusunnya) antara lain Ali Ibnu al-Madiny guru Imam al-Bukhari r.a. Kitab yang terkenal
dalam hal ini adalah kitab Asbabun Nuzul karangan al-Wahidy sebagaimana halnya judul yang
telah dikarang oleh Syaikhul Islam Ibnu Hajar. Sedangkan as-Sayuthy juga telah menyusun
6|Page
7. sebuah kitab yang lengkap lagi pula sangat bernilai dengan judul Lubabun Nuqul Fi Asbabin
Nuzul.
Oleh karena pentingnya ilmu asbabun nuzul dalam ilmu Al-Qur'an guna mempertegas dan
mempermudah dalam memahami ayat-ayatnya, dapatlah kami katakan bahwa diantara ayat Al-
Qur'an ada yang tidak mungkin dapat dipahami atau tidak mungkin diketahui ketentuannya atau
hukumnya tanpa ilmu Asbabun Nuzul.
Sebagian orang ada yang beranggapan, bahwa ilmu Asbabun Nuzul tidak ada gunanya dan
tidak ada pengaruhnya karena pembahasannya hanyalah berkisar pada lapangan sejarah dan
ceritera. Menurut anggapan mereka ilmu Asbabun Nuzul tidaklah akan mempermudah bagi
orang yang mau berkecimpung dalam menafsirkan ayat - ayat Al-Qur'an. Anggapan tersebut
adalah salah dan tidaklah patut didengar karena tidak berdasarkan pendapat para ahli Al-Qur'an
yang dikenal dengan ahli tafsir.
Di sini akan diungkap secara sekilas pendapat sebagian ulama dan kemudian akan disertakan
beberapa faedah tentang ilmu Asbabun Nuzul.
Al-Wahidy berpendapat: “menafsirkan ayat tanpa bertitik tolak dari sejarah dan penjelasan
turunnya tidaklah mungkin.”
Ibnu Daqiqil 'Ied berpendapat: “Keterangan tentang Asbabun Nuzul adalah merupakan
salahsatu jalan yang tepat dalam memahami Al-Qur'an.”
Ibnu Taimiyah berpendapat: “Ilmu Asbabun Nuzul akan membantu dalam memahami ayat,
karena ilmu tentang sebab akan menimbulkan ilmu tentang akibat.”
Dengan demikian akan jelaslah pentingnya ilmu Asbabun Nuzul sebagai bagian dari ilmu Al-
Qur'an.
Adapun faedah dari ilmu Asbabun Nuzul dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Mengetahui bentuk hikmah rahasia yang terkandung dalam hukum.
2. Menentukan hukum (takhshish) dengan sebab menurut orang yang berpendapat bahwa suatu
ibarat itu dinyatakan berdasarkan khususnya sebab.
3. Menghindarkan prasangka yang mengatakan arti hashr dalam suatu ayat yang zhahirnya
hashr.
4. Mengetahui siapa orangnya yang menjadi kasus turunnya ayat serta memberikan ketegasan
bila terdapat keragu-raguan.
5. Dan lain-lain yang ada hubungannya dengan faedah ilmu Asbaun Nuzul.
7|Page
8. Beberapa contoh tentang faedah ilmu Asbabun Nuzul.
Pertama:
Marwan ibnul Hakam sulit dalam memahami ayat:
“Janganlah sekali-kali kamu menyangka, bahwa orang-orang yang
bergembira dengan apa yang mereka telah kerjakan dan mereka suka
supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan,
janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksaan”. (Ali
Imrân: 188).
Beliau memerintahkan kepada pembantunya: "Pergilah menemui Ibnu Abbas dan katakan
kepadanya, bila semua orang telah merasa puas dengan apa yang telah ada dan ingin dipuji
terhadap perbuatan yang belum terbukti hasilnya pasti ia akan disiksa dan kamipun akan terkena
siksa". Ibnu Abbas menjelaskan kepadanya (pembantu), bahwa ia (Marwan) merasa kesulitan
dalam memahami ayat tersebut dan kemudian Ibnu Abbas menjelaskannya: "Ayat tersebut turun
sehubungan dengan persoalan Ahli Kitab (Yahudi) tatkala ditanya oleh Nabi SAW, tentang
sesuatu persoalan dimana mereka tidak menjawab pertanyaan yang sebenarnya ditanyakan,
mereka mengalihkan kepada persoalan yang lain serta menganggap bahwa persoalan yang
ditanyakan oleh Nabi kepadanya telah terjawab. Setelah itu mereka meminta pujian kepada Nabi,
maka turunlah ayat tersebut di atas. (HR. Bukhari Muslim).
Kedua:
Urwah Ibnu Jubair juga mengalami kesulitan dalam memahami makna firman Allah SWT:
Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah.
Barangsiapa yang beribadah Haji ke Baitullah atau berumrah, maka
8|Page
9. tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. (Al-
Baqarah: 158).
Menurut zhahir ayat dinyatakan bahwa sa'i antara Shafa dan Marwah adalah tidak wajib,
bahkan sampai Urwah ibnu Zubair mengatakan kepada bibinya Aisyah r.a.: "Hai bibiku!
sesungguhnya Allah telah berfirman: "tidak mengapa baginya untuk melakukan sa'i antara
keduanya", karena itu saya berpendapat bahwa "tidak apa-apa bagi orang yang melakukan Haji
Umrah sekalipun tidak melakukan sa'i antara keduanya". Aisyah seraya menjawab: "Hai
keponakanku! kata-katamu itu tidak benar. Andaikata maksudnya sebagaimana yang kau katakan
niscaya Allah berfirman "tidak mengapa kalau tidak melakukan sa'i antara keduanya".
Setelah itu Aisyah menjelaskan: bahwasanya orang-orang Jahiliyah dahulu melakukan sa'i antara
Shafa dan Marwah sedang mereka dalam sa'inya mengunjungi dua patung yang
bernama Isaar yang berada di bukit Shafa dan Na'ilah yang berada di bukit Marwah. Tatkala
orang-orang masuk Islam diantara kalangan sahabat ada yang merasa berkeberatan untuk
melakukan sa'i antara keduanya karena khawatir campur-baur antara ibadah Islam dengan ibadah
Jahiliyah. Dari itu turunlah ayat sebagai bantahan terhadap keberatan mereka (yang mengatakan)
kalau-kalau tercela atau berdosa dan menyatakan wajib bagi mereka untuk melakukan sa'i karena
Allah semata bukan karena berhala. Itulah sebabnya Aisyah membantah pendapat Urwah
berdasarkan sebab turun ayat.
Ketiga:
Sebagian Imam mengalami kesulitan dalam memahami makna syarat dalam firman
Allah SWT:
“Dan perempuan-perempuan yang terhenti dari haid diantara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang) iddahnya
maka iddah mereka adalah 3 bulan. (Ath- Thalaq: 4).
Golongan zhahiriah berpendapat bahwa Ayisah (wanita yang tidak lagi haid karena sudah
lanjut usia) mereka tidak perlu masa iddah bila keayisahannya tidak diragukan lagi.
Kesalahpahaman mereka nampak dengan berdasarkan Asbabun Nuzul, dimana ayat tersebut
9|Page
10. adalah merupakan khitab (ketentuan) bagi orang yang tidak mengetahui bagaimana seharusnya
dalam masa iddah, serta mereka ragu apakah mereka perlu iddah atau tidak. Dari itu maka
makna " " (bila anda bingung tentang bagaimana mereka dan tidak mengerti tentang
iddah mereka, maka inilah undang-undangnya). Ayat turun setelah ada sebagian shahabat yang
mengatakan bahwa diantara iddah kaum wanita tidak terdapat dalam Al-Qur'an; yaitu wanita
yang masih kecil dan wanita yang Ayisah. Setelah itu turunlah ayat yang menjelaskan ketentuan
tentang mereka. Wallâhu a'lam.
Keempat:
Diantara contoh tentang ilmu Asbabun Nuzul sebagai sanggahan terhadap dugaan hashr (batasan
tertentu) sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Syafi'i tentang firman Allah SWT:
Katakanlah! tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang
mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau
binatang yang disembelih atas nama selain Allah. (Al-An'âm: 145).
Dalam hal ini beliau mengungkapkan yang maksudnya: bahwa orang kafir ketika
mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah dan menghala1kan apa yang diharamkan Allah
serta mereka terlalu berlebihan, maka turunlah ayat sebagai bantahan terhadap mereka. Dengan
demikian seolah-olah Allah berfirman "Yang halal hanya yang kamu anggap haram dan yang
haram itu yang kamu anggap halal".
Dalam hal ini Allah tidak bermaksud menetapkan kebalikan dari ketentuan di atas melainkan
sekedar menjelaskan ketentuan yang haram samasekali tidak menyinggung-nyinggung yang
halal.
10 | P a g e
11. Imam Al-Haramain berkata "uslub ayat tersebut sangat indah”. Kalau saja Imam Syafi'i
tidak mengatakan pendapat yang demikian niscaya kami tidak dapat menarik kesimpulan
perbedaan imam Malik dalam hal hashr/batasan hal yang diharamkan sebagaimana disebutkan
dalam ayat di atas".
Penjelasan dari makna ayat.
Sekedar penjelasan dari uraian di atas saya berpendapat bahwa zhahir ayat menunjukkan
batasan yang haram, dimana yang haram adalah hanya yang tersebut dalam ayat di atas, padahal
persoalannya tidak demikian, karena di samping yang tersebut pada ayat di atas masih ada lagi
yang lain, hanya saja mengungkapannya yang berbentuk hash sedang maknanya tidak demikian,
yaitu sebagai bantahan terhadap orang-orang musyrik yang mengharamkan sesuatu yang
sebenarnya dihalalkan Allah dan menghalalkan yang sebenamya diharamkan Allah.
Kelima:
Diantara faedah Asbabun Nuzul adalah untuk mengetahui nama orang yang menjadi kasus
turunnya ayat agar keraguan dan kekaburan menjadi hilang, sebagaimana Marwan menduga
bahwa firman Allah SWT:
Ialah diturunkan sehubungan dengan kasus Abdurrahman ibnu Abi Bakar. Aisyah membantah
bahwa anggapan tersebut adalah salah, ia menjelaskan kepada Marwan tentang sebab turunnya.
Adapun secara lengkap kisah tersebut sebagaimana diriwayatkan Bukhari sebagai berikut:
"Marwan adalah seorang amil (Gubernur) wilayah Madinah. Muawiyah menginginkan agar
Yazid menjadi khalifah setelah kemangkatannya. Ia menulis surat kepada Marwan tentang
persoalannya. Karenanya Marwan mengumpulkan rakyat dan berpidato di hadapan mereka.
Dalam pidatonya ia menyebutkan nama Yazid (memfigurkan). Dalil ia menyeru untuk
membaiatnya sambil berkata: "Sesungguhnya Amirul Mukminin telah diperlihatkan oleh Allah
tentang pendapat yang baik dalam diri Yazid. Bila Amirul Mu'minin mengangkatnya sebagai
khalifah, sungguh Abu Bakar dan Umar pun telah menjadi khalifah".
Abdurrahman menjawab: "Bukankah sistem yang demikian itu merupakan Herakliusisme?"
(Maksudnya itu adalah kediktatoran seorang raja sebagaimana tindakan raja-raja Romawi).
Marwan menjawab: “Itu sama dengan sunah Abu Bakar dan Umar”. Abdurrahman menjawab
lagi "Herakliusisme". Abu Bakar dan Umar tidak mengangkat keturunan atau familinya
11 | P a g e
12. sedangkan Muawiyah bertindak semata-mata untuk kehormatan anaknya seraya Marwan berkata
"Tangkaplah ia Abdurrahman". Abdurrahman masuk ke rumah Aisyah, karena itu pengejar-
pengejarnya tidak dapat menangkapnya. Setelah itu Marwan mengatakan "Dialah orang yang
menjadi kasus sehingga Allah menurunkan ayat:
Dan orang yang berkata kepada kedua ibu bapaknya cis bagi kamu
keduanya, apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku
akan dibangkitkan padahal sungguh telah berlalu beberapa umat
sebelumku? (Al-Ahgat ayat 17).
Dari balik tabir Aisyah menjawab "Allah tidak pernah menurunkan ayat Al-Qur'an tentang
kasus seseorang tertentu di antara kita kecuali ayat yang melepaskan aku dari tuduhan berbuat
jahat, andaikata aku mau menjelaskan orang yang menjadi kasus turunya ayat tesebut niscaya
akan kujelaskan”.
D. Perbedaan Pendapat Para Ulama Tentang Riwayat Asbabun Nuzul
Terkadang terdapat banyak riwayat mengenai sebab nuzul suatu ayat. Dalam keadaan
demikian, sikap seorang mufasir kepadanya sebagai berikut: Apabila bentuk-bentuk redaksi
riwayat itu tidak tegas, seperti: Ayat ini turun mengenai urusan ini, atau Aku mengira ayat ini
turun mengenai urusan ini, maka dalam hal ini tidak ada kontradiksi di antara riwayat-
riwayat itu. Sebab maksud riwayat-riwayat tersebut adalah penafsiran dan penjelasan bahwa
hal itu termasuk ke dalam makna ayat dan disimpulkan darinya, bukan menyebutkan sebab
nuzul, kecuali bila ada karinah atau indikasi pada salah satu riwayat bahwa maksudnya
adalah penjelasan sebab nuzulnya. Apabila salah satu bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas,
misalnya Ayat ini turun mengenai urusan ini.
Sedang riwayat yang lain menyebutkan sebab nuzul dengan tegas yang berbeda dengan
riwayat pertama, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang menyebutkan sebab
nuzul secara tegas; dan riwayat yang lain dipandang termasuk di dalam hukum ayat.
Contohnya ialah riwayat tentang asbabun nuzul. Dari nafi disebutkan Pada suatu hari aku
12 | P a g e
13. membaca (istri-istri adalah ibarat tempat kamu bercocok tanam), maka kata Ibnu Umar:
“Tahukah engkau mengenai apa ayat ini diturunkan?”, Aku menjawab: “Tidak”, ia berkata
ayat ini turun mengenai persoalan mendatangi istri dari belakang. Bentuk redaksi riwayat
dari Ibnu Umar ini tidak dengan tegas menunjukkan sebab nuzul.
Di sisi lain sebagian para ulama menjelaskan bahwa ada yang beranggapan bahwa disiplin ini
tidak mempunyai kegunaan ia hanya berfungsi sebagai sejarah. Dalam hal ini ia salah, justru
disiplin ini mempunyai kegunaan. Sementara itu terdapat riwayat yang sangat tegas
menyebutkan sebab nuzul yang bertentangan dengan riwayat tersebut. Melalui Jabir
dikatakan orang-orang Yahudi berkata: “Apabila seorang laki-laki mendatangi istrinya dari
arah belakang maka anaknya nanti akan bermata juling”, maka turunlah ayat tersebut. Maka
Jabir inilah yang dijadikan pegangan, karena ucapannya merupakan pernyataan tegas tentang
asbabun nuzul. Sedangkan ucapan Ibnu Umar, tidaklah demikian. Karena itulah ia dipandang
sebagai kesimpulan atau penafsiran.
Pedoman Mengetahui Asbabun Nuzul
Pedoman dasar para ulama dalam mengetahui asbabun nuzul ialah riwayat shahih yang
berasal dari Rasulullah Saw atau dari sahabat. Itu disebutkan pemberitahuan seorang sahabat
mengenai hal seperti ini, bila jelas, maka hal itu bukan sekedar pendapat, tetapi ia
mempunyai hukum marfu‟ (disandarkan pada Rasulullah. Al-Wahidie mengatakan, “Tidak
halal berpendapat mengenai asbabun Nuzul kitab kecuali dengan berdasarkan pada riwayat
atau mendengar langsung dari orang-orang yang menyaksikan turunnya, mengetahui sebab-
sebabnya dan membahasnya tentang pengertiannya serta bersungguh-sungguh dalam
mencarinya”. Al-Wahidie telah menentang ulama-ulama zamannya atas kecerobohan mereka
terhadap riwayat asbabun nuzul. Bahkan ia menuduh mereka pendusta dan mengingatkan
mereka akan ancaman berat, dengan mengatakan “Sekarang setiap orang suka mengada-
ngada dan berbuat dusta: ia menempatkan kedudukannya dalam kebodohan, tanpa
memikirkan acaman berat bagi orang yang tidak mengetahui sebab turunnya ayat”.
13 | P a g e
14. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Al-Qur‟an merupakan mu‟jizat terbesar yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi
Muhammad Saw dengan perantaraan Malikat Jibril As. disampaikan secara mutawatir
dan bernilai ibadah bagi yang membacanya baik di dalam shalat maupun di luar shalat.
Al-Qur‟an yang memiliki cita-cita para Nabi, dan menguraikan masalah hukum-hukum
dan lain-lain ternyata ayat tersebut memiliki kekhasan tersendiri, di antaranya:
a. Masalah asbabun nuzul ayat yaitu sebab-sebab ayat-ayat al-Qur‟an diturunkan.
b. Adapun asbabun nuzul mempunyai ruang lingkup pembahasan yang berkaitan
langsung dengan peristiwa diturunkannya ayat al-Qur‟an terutama dalam hubungan
peristiwa dan ungkapan kata, baik teks ayat, maupun redaksi ayat.
2. Asbabun nuzul juga mengungkapkan ilmu tentang turunnya ayat - ayat al-Qur‟an dimana
para ulama berpedoman langsung kepada riwayat yang shahih yang berasal dari Nabi
Saw atau dari shabat sejak zaman tarikh Islam klasik yang berisikan kisah-kisah nuzulnya
ayat mengenai asbabun nuzulnya suatu ayat terkadang para ulama telah terjadi perbedaan
pendapat, misalnya:
a. Apabila salah satu bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, seperti “Ayat ini turun
mengenai urusan ini”, sedang riwayat lain menyebutkan sebab nuzul dengan tegas yang
berbeda dengan riwayat pertama, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang
menyebutkan sebab nuzul secara tegas, dan riwayat yang lain dipandang termasuk di
dalam hukum ayat.
b. Para perawi dan kita sekarang dapat membaca dan meneliti keabsahan berita tentang
turunnya ayat-ayat al-Qur‟an itu, dan dengan demikian dapat memahami al-Qur‟an
dengan baik. Itulah urgensinya mengetahui asbabun nuzul.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sebab
kesempurnaan hanya milik Allah, dan kesalahan datangnya dari kita. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun sangaqt kami harapkan demi perbaikan makalah ini.
14 | P a g e