SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 29
Baixar para ler offline
MAKALAH MEMINIMALISASI LIMBAH INDUSTRI
(Teknologi Buangan Industri)
Dosen Pengampu :
Panca Nugrahini F, S.T.,M.T.
Nama Kelompok :
1. Annisa Ul Akhyar (1415041005)
2. Intan Ayu Sari (1415041024)
3. Zulaikha Setya Mega Sari (1415041069)
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
K A T A P E N G A N T A R
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas karunia dan rahmatnya
kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah TEKNOLOGI BUANGAN INDUSTRI ini.
Dalam tugas ini kami mencoba menyusun Malakah dengan tema.
“ MEMINIMALISASI LIMBAH INDUSTRI “ Perkenankanlah kami mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu kami dalam
membuat tugas ini, seperti Dosen mata kuliah Teknologi Buangan Industri Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia, Universitas Lampung, yang telah memberikan bimbingan dan
pengetahuan tentang cara meminimalisasi limbah industri. Akhirnya kami menyadari apa
yang dihasilkan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya mengharapkan berbagai saran
maupun masukan yang kiranya dapat membangun, sehingga dapat berkarya yang lebih baik
di masa yang akan datang.
Semoga apa yang kami persembahkan ini dapat berguna bagi kita semua saat ini maupun
yang akan datang. Terimakasih.
Bandar Lampung, 5 Juni 2017
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah merupakan benda yang tidak diperlukan dan dibuang, limbah pada umumnya
mengandung bahan pencemar dengan konsentrasi bervariasi. Bila dikembalikan ke alam
dalam jumlah besar, limbah ini akan terakumulasi di alam sehingga mengganggu
keseimbangan ekosistem Alam. Penumpukan limbah di alam menyebabkan ketidak
seimbangan ekosistem tidak dikelolah dengan baik. Dan sekarang Indonesia lagi giat- giat
nya membangun untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mengakibatkan segala
sektor sedang dikelola secara sistematis dan dari semua aktivitas ini jelas menghasilkan
limbah buangan karena perubahan masyarakat dari agraris ( Mengelola) menjadi industrial
Menghasilkan, industri pun berkembang karena berbagai kemudahan mulai dari sarana
transportasi struktur jalan menjadi lebih baik mengakibatkan pendistribusian barang lebih
cepat.
Dari perkembangan ini membuat dua sisi dampak yang dihasilakan yaitu dampak positif
dan negative, dampak positif nya yaitu pertumbuhan ekonomi rakyat semakin berkembang
mulai tersedianya lapangan kerja, pola hidup yang berubah, segi , pendapatandan daya beli.
Sedangkan dampak negatif nya terjadia penurunan kualitas lingkungan karena sipat
masyarakat kita yang menjadi malas disebabkan segala sesuatu bisa di beli dengan uang sipat
ini yang sering muncul di masyarakat kita, ketika pekerjaan telah mengatur waktu kehidupan
jadi kesadaran mulai berkurang dengan pola hidup mengikuti jaman ( Modern ) berubah
mengakibatkan banyak limbah yang dihasilkan dengan pengelolaan yang tidak tepat tidak
bercermin lagi kehidupan awal.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Limbah B3 Dan Masalahnya
Banyak limbah yang di hasilkan salah satunya contohnya adalah Bahan Beracun
dan Berbahaya (B3) Limbah B3 adalah limbah yang terjadi karena buatan manusia
Akhir-akhir ini makin banyak limbah-limbah dari pabrik, rumah tangga, perusahaan, kantor-
kantor, sekolah dan sebagainya yang berupa cair, padat bahkan berupa zat gas dan semuanya
itu berbahaya bagi kehidupan kita. Tetapi ada limbah yang lebih berbahaya lagi yang disebut
dengan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Hal tersebut sebenarnya bukan merupakan
masalah kecil dan sepele, karena apabila limbah (B3) tersebut dibiarkan ataupun dianggap
sepele penanganannya, atau bahkan melakukan penanganan yang salah dalam menangani
limbah B3 tersebut, maka dampak dari Limbah B3 tersebut akan semakin meluas, bahkan
dampaknyapun akan sangat dirasakan bagi lingkungan sekitar kita, dan tentu saja dampak
tersebut akan menjurus pada kehidupan makhluk hidup baik dampak yang akan dirasakan
dalam jangka pendek ataupun dampak yang akan dirasakan dalam jangka panjang dimasa
yang akan datang.
Kita tidak akan tahu seberapa parah kelak dampak tersebut akan terjadi,namun seperti kata
pepatah”Lebih Baik Mencegah Daripada Mengobati”, hal tersebut menjadi salah satu aspek
pendorong bagi kita semua agar lebih berupaya mencegah dampak dari limbah B3 tersebut,
ketimbang menyaksikan dampak dari limbah B3 tersebut telah terjadi dihadapan kita, dan
kita semakin sulit untuk menanggulanginya. Secara garis besar,hal tersebut menjadi salah
satu patokan bagi kita,bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan tanggung jawab kita
bersama untuk menanggulanginya,khususnya pada masalah limbah (B3) tersebut.
2.2. Contoh Jenis Proses Dan Limbah B3 Yang Dihasilkan
2.2.1 Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi:
• Limbah B3 dari sumber tidak spesifik (Tabel 1 Lampiran 1 PP 18/1999 Jo. PP
85/1999)
• Limbah B3 dari sumber spesifik (Tabel 2 Lampiran 1 PP 18/1999 Jo. PP 85/1999)
• Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan
produk yang tidak memenuhi spesifikasi (Tabel 3 Lampiran 1 PP 18/1999 Jo. PP
85/1999)
• Limbah B3 dari Sumber tidak spesifik yaitu berasal bukan dari proses utamanya,
tetapi:
2.2.2 Kegiatan pemeliharaan alat
• Pencucian
• Pencegahan korosi (inhibitor korosi)
• Pelarut kerak
• Pengemasan
2.2.3 Contoh limbah B3 dari sumber tidak spesifik
Gambar 1. Tabel Limbah B3 dari Sumber Spesifik, Lampiran 1 PP 18/1999 Jo. PP 85/1999
Gambar 2. Tabel Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan
buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi, Lampiran 1 PP 18/1999 Jo. PP 85/1999.
Gambar 3. Tabel Kode Limbah dan Bahan Pencemarnya
2.3 Karakteristik Limbah B3
2.3.1 Limbah mudah meledak
Limbah mudah meledak adalah limbah yang pada suhu dan tekanan standar (25 °C, 760
mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan/atau fisika dapat menghasilkan gas
dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.
Limbah mudah terbakar adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai
berikut :
▪ Limbah yang berupa cairan yang mengandung a1kohol kurang dari 24% volume
dan/atau pada titik nyala tidak lebih dari60 °c (140 OF) akan menyala apabila terjadi
kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760
mmHg.
▪ Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada temperatur dan tekanan standar (25 C,
760 mmHg) dapat mudah menyebabkan kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap
air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan
kebakaran yang terus menerus.
2.3.2 Limbah beracun
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi
manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila
masuk ke dalam tubuh melalui pemafasan, kulit atau mulut. Penentuan sifat racun untuk
identifikasi limbah ini dapat menggunakan baku mu tu konsentrasi TCLP (Toxicity
Characteristic Leaching Procedure) pencemar organik dan anorganik dalam limbah. Apabila
limbah mengandung salah satu pencemar yang terdapat, dengan konsentrasi sama atau lebih
besar dari nilai dalam Lampiran II tersebut, maka limbah tersebut merupakan limbah B3. Bila
nilai ambang batas zat pencemar tidak terdapat pada Lampiran II tersebut maka dilakukan uji
toksikologi.
2.3.3 Limbah yang menyebabkan infeksi.
Bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi,
limbah dari laboratorium atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat
menular .Limbah ini berbahaya karena mengandung kuman penyakit seperti hepatitis dan
kolera yang ditularkan pada pekerja, pembersih jalan, dan masyarakat di sekitar lokasi
pembuangan limbah.
Limbah bersifat korosif adalah limbah yang mempunyai salah satu sifat sebagai berikut :
▪ Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit.
▪ Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020) dengan laju korosi
lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55 °C.
▪ Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam dan sama atau
lebih besar dari 12.5 untuk yang bersifat basa.
Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat-sifat
sebagai berikut :
▪ Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan
tanpa peledakan.
▪ Limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air
▪ Limbah yang apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan ledakan,
menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan bagi
kesehatan manusia dan lingkungan.
▪ Merupakan limbah Sianida, Sulfida atau Amoniak yang pada kondisi pH antara 2 dan
12,5 dapat menghasi1kan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
▪ Limbah yang dapat mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan standar (25
C, 760 mmHg).
▪ Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau
limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.
2.4 Pengelolaan Yang Salah
Pengelolahan limbah ini merupakan upaya merencanakan melaksanakan, memantau, dan
mengevaluasi pendayagunaan limbah, serta pengendalian dampak yang ditimbulkannya.
Upaya pengelolahan limbah tidak mudah dan memerlukan pengetahuan tentang limbah
unsur-unsur yang terkandung serta penanganan limbah agar tidak mencemari lingkungan
jangan sampai mengubur/ menimbun dalam tanah secara sembarangan, membakar tanpa
kendali, membuang langsung ke badan air. Selain itu perlu keterampilan mengelolah limbah
menjadi ekonomis dan mengurang jumlah limbah yang terbuang ke alam.
Di indonesia masalah pengelolaan limbah yang berasal dari hasil eksploitasi sumber daya
alam mineral maupun industri pertambangan belum dilaksanakan secara tanggung jawab.
Adapun bukti-bukti dari pengelolaan limbah yang tidak bertanggung jawab dapat kita lihat
terutama didaerah pertambangan di Sumatra, Kalimantan dan Papua. Kerusakan lingkungan
yang diakibatkan dari ekploitasi sumber daya mineral oleh perusahaan pertambangan telah
membuat banyak wilayah tercemar oleh limbah bahan galian yang tidak diperlukan serta
limbah yang berasal dari proses ekstraksi mineral yang menggunakan bahan-bahan kimia
berbahaya. Penambangan Batu Bara di Kalimatan Timur oleh beberapa perusahaan bentuk
lahan di wilayah tersebut menjadi kolam-kolam air dan merusak struktur tanah serta sistem
hidrologi air tanah. Penambangan bijih tembaga di Freeport, Papua telah mengakibatkan
kerusakan lingkungan di sekitar wilayah tambang serta pencemaran di hulu-hulu sungai oleh
limbah yang berasal dari bahan galian yang tidak terpakai. Penambangan timah di pulau
Bangka telah meninggalkan banyak kolam-kolam hasil dari penggalian lahan, sedangkan
biaya remediasi lingkungan untuk pemulihan lokasi-lokasi yang telah tercemar khususnya di
wilayah pertambangan akan sangat mahal.
Permasalahan pengelolaan limbah dan kerusakan lingkungan juga terjadi dalam ekspliotasi
sumber daya hutan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pemegang hak pengusahaan
hutan (HTP) maupun industri bubur kertas. Kerusakan dan degradasi lingkungan yang terjadi
akibat eksploitasi sumber daya hutan yang pengawasannya terlalu lemah telah mengakibatkan
banyak hutan tropis di Indonesia telah rusak dan hal ini berdampak pula pada kerusakan
Sistem Hidrologi Air Tanah, Struktur Tanah, Ekosistem dan Kerusakan Fauna dan Flora.
2.5 Manajemen Limbah B3
Limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu
kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat
(toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang
baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau
membahayakan kesehatan manusia. Namun, pada limbah B3, selain hasil akhir, cara
pengelolaan juga harus memenuhi peraturan yang berlaku. Jadi, untuk berhasil mengelola
limbah B3, tidak cukup hanya memenuhi baku mutu limbah B3 saja, cara mengelola seperti
pencatatan, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan harus juga memenuhi
peraturan yang berlaku.
Sekali lagi, dalam limbah B3 cara mengelola adalah suatu hal yang penting untuk
diperhatikanLimbah B3 harus ditangani dengan perlakuan khusus mengingat bahaya dan
resiko yang mungkin ditimbulkan apabila limbah ini menyebar ke lingkungan. Hal tersebut
termasuk proses pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya. Pengemasan limbah B3
dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah yang bersangkutan. Namun secara umum dapat
dikatakan bahwa kemasan limbah B3 harus memiliki kondisi yang baik, bebas dari karat dan
kebocoran, serta harus dibuat dari bahan yang tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di
dalamnya. Mengingat adanya sejumlah bahaya yang dapat ditimbulkan dari limbah industri,
maka sebagai upaya untuk meminimalkan sekaligus menghindari efek yang ditimbulkan dari
sifat–sifat bahan kimia berbahaya, setiap Informasi tentang dampak yang ditimbulkan sangat
perlu untuk diketahui oleh setiap tingkatan operator yang menangani. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan perusahaan dengan melibatkan para operator pada kegiatan-kegiatan
pelatihan. ( CG ).
2.6 Prinsip Pemerintah
Selama empat dekade terakhir, penggunaan dan jumlah B3 di Indonesia semakin meningkat.
Penggunaan B3 yang terus meningkat dan tersebar luas di semua sektor apabila
pengelolaannya tidak dilakukan dengan baik, maka akan dapat menimbulkan kerugian
terhadap kesehatan manusia, mahluk hidup lainnya dan lingkungan hidup, seperti
pencemaran udara, pencemaran tanah, pencemaran air, dan pencemaran laut. Agar
pengelolaan B3 tidak mencemari lingkungan hidup dan untuk mencapai derajat keamanan
yang tinggi, dengan berpijak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan
peningkatan kualitas hidup manusia, maka diperlukan peningkatan upaya pengelolaannya
dengan lebih baik dan terpadu. Disini ada beberapa prinsip dari pemerintah diantarannya:
Pencemar membayar biaya akibat limbah, Pengawasan sejak dini ditimbulkan, Pengelolan
dan penimbunan sedekah mungkin dengan sumber, Limbah diperlakukan sama,
Pembangunan yang berkesinambungan, B3 yang dihasilkan dan/atau dipergunakan di
berbagai sektor kegiatan yang telah menjadi limbah wajib dilakukan pengelolaan sesuai
kaidah dan prinsip pengelolaan limbah B3 yaitu melakukan minimisasi limbah B3,
melakukan pengelolaan sedekat mungkin dengan sumber limbah B3, setiap orang yang
menghasilkan limbah B3 bertanggung jawab terhadap limbah B3, dan pengelolaan limbah B3
dilakukan dari sumber sampai ke penimbunan (from cradle to grave).Limbah B3 yang
dibuang langsung ke dalam lingkungan dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan dan
kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya. Mengingat risiko tersebut, perlu diupayakan
agar setiap kegiatan menghasilkan limbah B3 seminimal mungkin dan mencegah masuknya
limbah B3 dari luar wilayah Indonesia. Peran Pemerintah Indonesia dalam pengawasan
perpindahan lintas batas limbah B3 tersebut telah dilakukan melalui ratifikasi Konvensi Basel
pada tanggal 12 Juli 1993 dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1993.
Hierarki pengelolaan limbah B3 dimaksudkan agar limbah B3 yang dihasilkan masing-
masing unit produksi sesedikit mungkin dan bahkan diusahakan sampai nol, dengan
mengupayakan reduksi pada sumber dengan pengolahan bahan, substitusi bahan, pengaturan
operasi kegiatan, dan digunakannya teknologi bersih. Bilamana masih dihasilkan limbah B3
maka diupayakan pemanfaatan limbah B3. Pemanfaatan limbah B3 yang mencakup kegiatan
penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan perolehan kembali (recovery)
merupakan satu mata rantai penting dalam pengelolaan limbah B3. Reuse merupakan
penggunaan kembali limbah B3 dengan tujuan yang sama tanpa melalui proses tambahan
secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal, recycle merupakan mendaur ulang
komponen yang bermanfaat melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau
secara termal yang menghasilkan produk yang sama ataupun produk yang berbeda, dan
recovery merupakan perolehan kembali komponen bermanfaat dengan proses kimia, fisika,
biologi, dan/atau secara termal. Dengan teknologi pemanfaatan limbah B3 di satu pihak dapat
dikurangi jumlah limbah B3 sehingga biaya pengolahan limbah B3 juga dapat ditekan dan di
lain pihak akan dapat meningkatkan kemanfaatan bahan baku. Hal ini pada gilirannya akan
mengurangi kecepatan pengurasan sumber daya alam.
Untuk menghilangkan atau mengurangi risiko yang dapat ditimbulkan dari limbah B3
yang dihasilkan maka limbah B3 yang telah dihasilkan perlu dikelola secara khusus.
Kebijakan pengelolaan B3 yang ada saat ini masih diselenggarakan secara parsial oleh
berbagai instansi terkait, sehingga dalam penerapannya masih banyak menemukan kendala.
Di samping itu, pengelolaan B3, limbah B3 dan dumping belum dilakukan dalam bentuk
pengaturan yang terpadu sementara B3 atau limbah B3 dapat menimbulkan kerugian terhadap
kesehatan manusia, mahluk hidup lainnya dan lingkungan hidup apabila tidak dilakukan
pengelolaan dengan benar. Oleh karena itu, maka semakin disadari perlunya Peraturan
Pemerintah tentang Pengelolaan B3 dan Limbah B3 yang secara terpadu mengatur kegiatan
produksi, penyimpanan, pengemasan, pemberian simbol dan label, pengangkutan,
penggunaan, impor, ekspor dan pembuangannya untuk B3 serta penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan, pengolahan, pemanfaatan, dan penimbunan untuk limbah B3. Pentingnya
penyusunan Peraturan Pemerintah ini secara tegas juga disebutkan dalam Agenda 21
Indonesia, Strategi Nasional Untuk Pembangunan Berkelanjutan dan sebagai pelaksanaan
dari Pasal 58 ayat (2) dan Pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu
rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan,
pengangkutan, dan pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut.
Dengan pengolahan limbah sebagaimana tersebut di atas, maka mata rantai siklus
perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai penimbunan akhir
oleh pengolah limbah B3 dapat diawasi. Setiap mata rantai perlu diatur, sedangkan perjalanan
limbah B3 dikendalikan dengan sistem manifest berupa dokumen limbah B3. Dengan sistem
manifest dapat diketahui berapa jumlah B3 yang dihasilkan dan berapa yang telah
dimasukkan ke dalam proses pengolahan dan penimbunan tahap akhir yang telah memiliki
persyaratan lingkungan. Dumping limbah ke darat maupun ke laut merupakan alternatif
paling akhir dalam pengelolaan limbah, termasuk dumping beberapa jenis limbah B3.
Dumping limbah B3 yang memiliki toksisitas tinggi dilarang dilakukan di laut berdasarkan
kajian ilmiah, referensi internasional, maupun konvensi Internasional seperti konvensi
dumping London (London Dumping Convention). Larangan dan pembatasan dumping ke laut
dimaksudkan untuk melindungi ekosistem laut serta menghindari terjadinya pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup di laut karena air laut merupakan media yang mudah dan cepat
menyebarkan polutan dan/atau zat pencemar. Untuk itu, dumping limbah ke laut hanya dapat
dilakukan apabila suatu limbah dihasilkan dari kegiatan di laut dan tidak dapat dilakukan
pengelolaan di darat berdasarkan pertimbangan lingkungan hidup, teknis, dan ekonomi.
Dumping limbah wajib memenuhi persyaratan jenis dan kualitas limbah serta lokasi sehingga
dumping tidak akan menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, mahluk hidup
lainnya dan lingkungan hidup.
2.7 Pengolahan limbah B3
Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan limbah.
Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses sbb:
proses secara kimia,
meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan, stabilisasi, adsorpsi, penukaran
ion dan pirolisa.
proses secara fisika,
meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan komponen-komponen
spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik, dll.
proses stabilisas/solidifikasi,
dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 dengan
cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya racun sebelum limbah dibuang ke
tempat penimbunan akhir
proses insinerasi,
dengan cara melakukan pembakaran materi limbah menggunakan alat khusus
12ncinerator dengan efisiensi pembakaran harus mencapai 99,99% atau lebih.
Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg,
maka abu sisa pembakaran tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr
Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3, tetapi proses dipilih
berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai dengan jenis dan materi limbah.
2.8 Proses Pengolahan Limbah Secara Biologis
2.8.1 Aerobik
▪ Pertumbuhan tersuspensi (suspended growth)
▪ Activated sludgeSequenzing batch reactor
▪ Contact stabilization
▪ Aerobic digestion
▪ Aerated tagoons
▪ Parit oksidasi
2.8.2 Anaerobik
▪ Pertumbuhan tersuspensi
▪ Anaerobik digestion
▪ Anaerobic contact process
▪ Upflow anaerobic sludge – blanked
▪ Pertumbuhan melekat
2.9 Secara Thermal
Proses termal (thermal process) termasuk ke dalam proses pengawetan yang
menggunakan energi panas. Tujuan utama proses termal adalah mematikan mikroorganisme
yang dapat menyebabkan penyakit dan menimbulkan kebusukan pada produk yang dikemas
dengan kemasan yang hermetis, seperti kaleng, retort pouch, atau gelas jar. Proses termal
merupakan salah satu proses penting dalam pengawetan pangan untuk mendapatkan produk
dengan umur simpan yang panjang
2.9.1 Keuntungan pemanasan pada proses termal :
• Destruksi senyawa beracun (toksin) dan antinutrisi (seperti antitripsin)
• Meningkatkan cita rasa dan karakteristik sifat organoleptik yang diinginkan (cita rasa
dan bau)
• Meningkatkan daya cerna protein dan gelatinisasi pati
2.9.2 Kerugian penggunaan proses termal baik secara konvenional,
• HTST (High Temperatur Short Time)
• UHT (Ultra High Temperatur)
• Teknik proses aseptik mengakibatkan sejumlah destruksi atau kerusakan beberapa
atribut mutu.
Pembuangan dan penimbunan limbah B3 tujuannya adalah untuk menjadikan limbah B3
menjadi kurang atau tidak B3 sehingga dapat di buang dan ditimbun, produk akhirnya berupa
gas yang dihasilkan dari penimbunan limbah dan bisa dimanfaatkan juga hasil gas tersebut
tergantung hasil akhirnya ada yang ermanfaat dan ada juga menjadi awal pemicu berbagai
penyakit kalau hasil akhirnya tidak memenuhi persyaratan sebelum di timbun dilandfill
persyaratan
2.9.3 Persyaratan Lokasi Landfill
Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah B3 atau di
luar penghasil limbah B3. Untuk pengolahan di dalam lokasi penghasil, lokasi pengolahan
disyaratkan :
▪ Lokasinya merupakan daerah bebas banjir, dan
▪ Jarak antara lokasi pengolahan dan lokasi fasilitas umum minimal 50 meter.
▪ Persyaratan lokasi pengolahan limbah B3 di luar lokasi penghasil adalah :
▪ Merupakan daerah bebas banjir;
▪ Pada jarak paling dekat 150 meter dari jalan utama/jalan tol dan 50 meter untuk jalan
lainnya;
▪ Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah pemukiman, perdagangan, rumah sakit,
pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran, fasilitas keagamaan dan
pendidikan;
▪ Pada jarak paling dekat 300 meter dari garis pasang naik laut, sungai, daerah pasang
surut, kolam, danau, rawan, mata air dan sumur penduduk;
▪ Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah yang dilindungi (cagar alam, hutan
lindung dan lain-lainnya).
▪ Persyaratan limbah masuk landfill harus memenuhi baku mutu uji TCLP, telah
melalui proses pengolahan yang tepat, tidak mengandung karakteristik mudah
terbakar/ meledak ( flamable ) karena kalau mempunyai bahan yang sangat meledak
pasti suatu saat ada bencana dari ledakan tersebut, tidak mengandung bahan organik
melebihi 10% , tidak mengandung PCB atau dioksin, radioaktif serta tidak berbentuk
cair atau lumpur karena kalau berbentuk cair limbah tersebut akan cepat megalir dan
terserap oleh tanah apabila terjadi hujan.
2.10 Sanitasi Industri
2.10.1 Pengertian Sanitasi
Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan
maksudmencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan
berbahayalainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan
manusia. Dalam industry pengolahan langkah pemberian sanitizer atau perlakuan fisik
yangdapat mereduksi populasi mikroba pada fasilitas dan peralatan pabrik.Sanitizier
adalahkondisi bersih kuman atau mikroba yang digunakan dalam industry pangan.Program
sanitasidijalankan sama sekali bukan untuk mengatasi kotornya lingkungan atau
kotornya pemrosesan bahan, tetapi untuk menghilangkan kontaminan dari makanan atau
mesin pengolahan makanan serta mencegah terjadinya kontaminasi kembali dan kontaminasi
silang Definisi lain dari sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk
menjaminterwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Sementara beberapa
definisilainnya menitik beratkan pada pemutusan mata rantai kuman dari sumber
penularannya dan pengendalian lingkungan
Menurut Dr.Azrul Azwar, MPH, sanitasi adalah cara pengawasan masyarakat yang
menitikberatkan kepada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mungkin
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.
Menurut Ehler & Steel, sanitation is the prevention od diseases by eliminating or
controlling the environmental factor which from links in the chain of tansmission.
Menurut Hopkins, sanitasi adalah cara pengawasan terhadap factor-faktor lingkungan
yang mempunyai pengaruh terhadap lingkungan. Dari beberapa pengertian tersebut di atas,
dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sanitasi adalah suatu usaha pencegahan
penyakit yang menitikberatkan kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup
manusia. Sedangkan hygiene adalah bagaimana cara orang memelihara dan juga melindungi
diri agar tetap sehat.
Sanitasi industri atau industrial sanitation adalah proses atau usaha kesehatan untuk
membuat bersih di lingkungan industri termasuk pencegahan dan pengendalian penyakit
akibat kerja dan menular selain itu mencegah kecelakaan kerja, meningkatkan derajat
kesehatan tenaga kerja , meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat hidup sehat
atau The Promotion of Hygiene and The Prevention of Disease by Maintenance of Sanitary
Condition (Webster’s Dictionary, 1978) dalam (Sutomo. AH, 2006). Atau dengan pengertian
lain sanitasi industry sebagai kegiatan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit melalui
pemeliharaan kondisi bersih, sehingga bersifat promotif dan prefentif dan artinya jauh dari
kegiatan kuratif.
2.10.2 Tujuan Sanitasi
▪ Menjamin lingkungan serta tempat kerja yang baik dan bersih sehingga kita bekerja
menjadi nyaman.
▪ Melindungi setiap orang dari faktor –faktor lingkungan yang merugikan kesehatan
fisik mental sehingga dalam melakukan pekerjaan tidak mempunyai beban mental
yang berakibat pada perilaku ( pekerja ) menggangu proses produktivitas.
▪ Mencegah timbulnya berbagai penyakit menular terhadap pekerja dan masyarakat
sekitar.
▪ Mencegah terjadinya kecelakaan dan menjamin keselamatan selama proses bekerja.
2.10.3 Kebersihan dalam sanitasi industry meliputi :
▪ Kebersihan dalam gedung seperti lantai, dingding, atap gedung, mesin, alat-alat untuk
bekerja, gudang, tempat menimbun bahan baku, kantin / tempat makan, toilet ,
musholla dan lai-lain.
▪ Kebersihan luar gedung seperti halaman, taman, pagar, selokan, area, parker, jalan
jalan sekitar pabrik.
2.10.4 Team Sanitasi
▪ Membagi lingkungan kerja menjadi beberapa unitkerja agar suasanan kerja tidak
terlalu sempi dan para pekerja menjadi leluasa
▪ Mendesign dan melaksanakan sanitari inspection ( mendata semua fasilitas industri
yang harus dijaga kebersihannya ).
▪ Menindak lanjuti program ( mencari solusi dari permasalahan yang timbul ).
2.10.5 Ruang lingkup sanitasi industry meliputi :
▪ Penyediaan air
▪ Pembuangan sampah dan limbah
▪ Pencegahan dan pembasmian serangga dan tikus
▪ Sanitasi Makanan
▪ Fasilitas-fasilitas kebersihan
▪ Tata rumah tangga dan pemeliharaan
2.11 Pengelolaan Limbah Padat
2.11.1 Penimbunan Terbuka
Terdapat dua cara penimbunan sampah yang umum dikenal, yaitu metode penimbunan
terbuka (open dumping) dan metode sanitary landfill. Pada metode penimbunan terbuka. Di
lahan penimbunan terbuka, berbagai hama dan kuman penyebab penyakit dapat berkembang
biak. Gas metan yang dihasilkan oleh pembusukan sampah organik dapat menyebar ke udara
sekitar dan menimbulkan bau busuk serta mudah terbakar. Cairan yang tercampur
dengansampah dapat merembes ke tanah dan mencemari tanah serta air.
2.11.2 Sanitary Landfill
Pada metode sanitary landfill, sampah ditimbun dalam lubang yang dialasi iapisan
lempung dan lembaran plastik untuk mencegah perembesan limbah ke tanah. Pada landfill
yang lebih modern lagi, biasanya dibuat sistem Iapisan ganda (plastik – lempung – plastik –
lempung) dan pipa-pipa saluran untuk mengumpulkan cairan serta gas metan yang terbentuk
dari proses pembusukan sampah. Gas tersebut kemudian dapat digunakan untuk
menghasilkan listrik.
2.11.3 Insinerasi
Insinerasi adalah pembakaran sampah/limbah padat menggunakan suatu alat yang
disebut insinerator. Kelebihan dari proses insinerasi adalah volume sampah berkurang sangat
banyak (bisa mencapai 90 %). Selain itu, proses insinerasi menghasilkan panas yang dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik atau untuk pemanas ruangan.
2.11.4 Pembuatan kompos padat dan cair
Metode ini adalah dengan mengolah sampah organic seperti sayuran, daun-daun kering,
kotoran hewan melalui proses penguraian oleh mikroorganisme tertentu. Pembuatan kompos
adalah salah satu cara terbaik dalam penanganan sampah organic. Berdasarkan bentuknya
kompos ada yang berbentuk padat dan cair. Pembuatannya dapat dilakukan dengan
menggunakan kultur mikroorganisme, yakni menggunakan kompos yang sudah jadi dan bisa
didapatkan di pasaran seperti EMA efectif microorganism 4.EMA merupakan kultur
campuran mikroorganisme yang dapat meningkatkan degaradasi limbah atau sampah organic.
2.11.5 Daur Ulang
Daur ulang adalah proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan baru
dengan tujuan mencegah adanya sampah yang sebenarnya dapat menjadi sesuatu yang
berguna, mengurangi penggunaan bahan baku yang baru, mengurangi penggunaan energi,
mengurangi polusi, kerusakan lahan, dan emisi gas rumah kaca jika dibandingkan dengan
proses pembuatan barang baru. Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah
padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan
pembuatan produk / material bekas pakai, dan komponen utama dalam manajemen sampah
modern dan bagian ketiga adalam proses hierarki sampah 3R (Reuse, Reduce, and Recycle).
Material-material yang dapat didaur ulang dan prosesnya diantaranya adalah:
a. Bahan bangunan
Material bangunan bekas yang telah dikumpulkan dihancurkan dengan mesin penghancur,
kadang-kadang bersamaan dengan aspal, batu bata, tanah, dan batu. Hasil yang lebih kasar
bisa dipakai menjadi pelapis jalan semacam aspal dan hasil yang lebih halus bisa dipakai
untuk membuat bahan bangunan baru semacam bata.
b. Baterai
Banyaknya variasi dan ukuran baterai membuat proses daur ulang bahan ini relatif sulit.
Mereka harus disortir terlebih dahulu, dan tiap jenis memiliki perhatian khusus dalam
pemrosesannya. Misalnya, baterai jenis lama masih mengandung merkuri dan kadmium,
harus ditangani secara lebih serius demi mencegah kerusakan lingkungan dan kesehatan
manusia. Baterai mobil umumnya jauh lebih mudah dan lebih murah untuk didaur ulang.
c. Barang Elektronik
Barang elektronik yang populer seperti komputer dan handphone umumnya tidak didaur
ulang karena belum jelas perhitungan manfaat ekonominya. Material yang dapat didaur ulang
dari barang elektronik misalnya adalah logam yang terdapat pada barang elektronik tersebut
(emas, besi, baja, silikon, dan lain-lain) ataupun bagian-bagian yang masih dapat dipakai
(microchip, processor, kabel, resistor, plastik, dan lain-lain). Namun tujuan utama dari proses
daur ulang, yaitu kelestarian lingkungan, sudah jelas dapat menjadi tujuan diterapkannya
proses daur ulang pada bahan ini meski manfaat ekonominya masih belum jelas.
d. Logam
Besi dan baja adalah jenis logam yang paling banyak didaur ulang di dunia. Termasuk salah
satu yang termudah karena mereka dapat dipisahkan dari sampah lainnya dengan magnet.
Daur ulang meliputi proses logam pada umumnya; peleburan dan pencetakan kembali. Hasil
yang didapat tidak mengurangi kualitas logam tersebut. Contoh lainnya adalah alumunium,
yang merupakan bahan daur ulang paling efisien di dunia. Namun pada umumnya, semua
jenis logam dapat didaur ulang tanpa mengurangi kualitas logam tersebut, menjadikan logam
sebagai bahan yang dapat didaur ulang dengan tidak terbatas.
e. Bahan Lainnya
1) Kacadapat juga didaur ulang. Kaca yang didapat dari botol dan lain sebagainya
dibersihkan dair bahan kontaminan, lalu dilelehkan bersama-sama dengan material kaca baru.
Dapat juga dipakai sebagai bahan bangunan dan jalan. Sudah ada Glassphalt, yaitu bahan
pelapis jalan dengan menggunakan 30% material kaca daur ulang.
2) Kertas juga dapat didaur ulang dengan mencampurkan kertas bekas yang telah dijadikan
pulp dengan material kertas baru. Namun kertas akan selalu mengalami penurunan kualitas
jika terus didaur ulang. Hal ini menjadikan kertas harus didaur ulang dengan
mencampurkannya dengan material baru, atau mendaur ulangnya menjadi bahan yang
berkualitas lebih rendah.
3) Plastik dapat didaur ulang sama halnya seperti mendaur ulang logam. Hanya saja,
terdapat berbagai jenis plastik di dunia ini. Saat ini di berbagai produk plastik terdapat kode
mengenai jenis plastik yang membentuk material tersebut sehingga mempermudah untuk
mendaur ulang. Suatu kode di kemasan yang berbentuk segitiga 3R dengan kode angka di
tengah-tengahnya adalah contohnya. Suatu angka tertentu menunjukkan jenis plastik tertentu,
dan kadang-kadang diikuti dengan singkatan, misalnya LDPE untuk Low Density Poly
Etilene, PS untuk Polistirena, dan lain-lain, sehingga mempermudah proses daur ulang.
2.12 Pengelolaan Limbah Cair
Metode dan tahapan proses pengolahan limbah cair yang telah dikembangkan sangat
beragam. Limbah cair dengan kandungan polutan yang berbeda kemungkinan akan
membutuhkan proses pengolahan yang berbeda pula. Proses- proses pengolahan tersebut
dapat diaplikasikan secara keseluruhan, berupa kombinasi beberapa proses atau hanya salah
satu. Proses pengolahan tersebut juga dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan atau faktor
finansial.
2.12.1 Pengolahan Primer (Primary Treatment)
Tahap pengolahan primer limbah cair sebagian besar adalah berupa proses pengolahan
secara fisika.
a. Penyaringan (Screening)
Pertama, limbah yang mengalir melalui saluran pembuangan disaring menggunakan
jeruji saring. Metode ini disebut penyaringan. Metode penyaringan merupakan cara yang
efisien dan murah untuk menyisihkan bahan-bahan padat berukuran besar dari air limbah.
b. Pengolahan Awal (Pretreatment)
Kedua, limbah yang telah disaring kemudian disalurkan kesuatu tangki atau bak yang
berfungsi untuk memisahkan pasir dan partikel padat teruspensi lain yang berukuran relatif
besar. Tangki ini dalam bahasa inggris disebut grit chamber dan cara kerjanya adalah dengan
memperlambat aliran limbah sehingga partikel – partikel pasir jatuh ke dasar tangki
sementara air limbah terus dialirkan untuk proses selanjutnya.
c. Pengendapan
Setelah melalui tahap pengolahan awal, limbah cair akan dialirkan ke tangki atau bak
pengendapan. Metode pengendapan adalah metode pengolahan utama dan yang paling
banyak digunakan pada proses pengolahan primer limbah cair. Di tangki pengendapan,
limbah cair didiamkan agar partikel – partikel padat yang tersuspensi dalam air limbah dapat
mengendap ke dasar tangki. Enadapn partikel tersebut akan membentuk lumpur yang
kemudian akan dipisahkan dari air limbah ke saluran lain untuk diolah lebih lanjut. Selain
metode pengendapan, dikenal juga metode pengapungan (Floation).
d. Pengapungan (Floation)
Metode ini efektif digunakan untuk menyingkirkan polutan berupa minyak atau lemak.
Proses pengapungan dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat menghasilkan
gelembung- gelembung udara berukuran kecil (± 30 – 120 mikron). Gelembung udara
tersebut akan membawa partikel –partikel minyak dan lemak ke permukaan air limbah
sehingga kemudian dapat disingkirkan.
Bila limbah cair hanya mengandung polutan yang telah dapat disingkirkan melalui
proses pengolahan primer, maka limbah cair yang telah mengalami proses pengolahan primer
tersebut dapat langsung dibuang kelingkungan (perairan). Namun, bila limbah tersebut juga
mengandung polutan yang lain yang sulit dihilangkan melalui proses tersebut, misalnya agen
penyebab penyakit atau senyawa organik dan anorganik terlarut, maka limbah tersebut perlu
disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya.
2.12.2 Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)
Tahap pengolahan sekunder merupakan proses pengolahan secara biologis, yaitu
dengan melibatkan mikroorganisme yang dapat mengurai/ mendegradasi bahan organik.
Mikroorganisme yang digunakan umumnya adalah bakteri aerob.
Terdapat tiga metode pengolahan secara biologis yang umum digunakan yaitu metode
penyaringan dengan tetesan (trickling filter), metode lumpur aktif (activated sludge), dan
metode kolam perlakuan (treatment ponds / lagoons) .
a. Metode Trickling Filter
Pada metode ini, bakteri aerob yang digunakan untuk mendegradasi bahan organik
melekat dan tumbuh pada suatu lapisan media kasar, biasanya berupa serpihan batu atau
plastik, dengan dengan ketebalan ± 1 – 3 m. limbah cair kemudian disemprotkan ke
permukaan media dan dibiarkan merembes melewati media tersebut. Selama proses
perembesan, bahan organik yang terkandung dalam limbah akan didegradasi oleh bakteri
aerob. Setelah merembes sampai ke dasar lapisan media, limbah akan menetes ke suatu
wadah penampung dan kemudian disalurkan ke tangki pengendapan.
Dalam tangki pengendapan, limbah kembali mengalami proses pengendapan untuk
memisahkan partikel padat tersuspensi dan mikroorganisme dari air limbah. Endapan yang
terbentuk akan mengalami proses pengolahan limbah lebih lanjut, sedangkan air limbah akan
dibuang ke lingkungan atau disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya jika masih
diperlukan
b. Metode Activated Sludge
Pada metode activated sludge atau lumpur aktif, limbah cair disalurkan ke sebuah
tangki dan didalamnya limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan bakteri aerob. Proses
degradasi berlangsung didalam tangki tersebut selama beberapa jam, dibantu dengan
pemberian gelembung udara aerasi (pemberian oksigen). Aerasi dapat mempercepat kerja
bakteri dalam mendegradasi limbah. Selanjutnya, limbah disalurkan ke tangki pengendapan
untuk mengalami proses pengendapan, sementara lumpur yang mengandung bakteri
disalurkan kembali ke tangki aerasi. Seperti pada metode trickling filter, limbah yang telah
melalui proses ini dapat dibuang ke lingkungan atau diproses lebih lanjut jika masih
dperlukan.
c. Metode Treatment ponds/ Lagoons
Metode treatment ponds/lagoons atau kolam perlakuan merupakan metode yang murah
namun prosesnya berlangsung relatif lambat. Pada metode ini, limbah cair ditempatkan dalam
kolam-kolam terbuka. Algae yang tumbuh dipermukaan kolam akan berfotosintesis
menghasilkan oksigen. Oksigen tersebut kemudian digunakan oleh bakteri aero untuk proses
penguraian/degradasi bahan organik dalam limbah. Pada metode ini, terkadang kolam juga
diaerasi. Selama proses degradasi di kolam, limbah juga akan mengalami proses
pengendapan. Setelah limbah terdegradasi dan terbentuk endapan didasar kolam, air limbah
dapat disalurka untuk dibuang ke lingkungan atau diolah lebih lanjut.
2.12.3 Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment)
Pengolahan tersier dilakukan jika setelah pengolahan primer dan sekunder masih
terdapat zat tertentu dalam limbah cair yang dapat berbahaya bagi lingkungan atau
masyarakat. Pengolahan tersier bersifat khusus, artinya pengolahan ini disesuaikan dengan
kandungan zat yang tersisa dalam limbah cair / air limbah. Umunya zat yang tidak dapat
dihilangkan sepenuhnya melalui proses pengolahan primer maupun sekunder adalah zat-zat
anorganik terlarut, seperti nitrat, fosfat, dan garam- garaman.
Pengolahan tersier sering disebut juga pengolahan lanjutan (advanced treatment).
Pengolahan ini meliputi berbagai rangkaian proses kimia dan fisika. Contoh metode
pengolahan tersier yang dapat digunakan adalah metode saringan pasir, saringan multimedia,
precoal filter, microstaining, vacum filter, penyerapan dengan karbon aktif, pengurangan besi
dan mangan, dan osmosis bolak-balik.
Metode pengolahan tersier jarang diaplikasikan pada fasilitas pengolahan limbah. Hal
ini disebabkan biaya yang diperlukan untuk melakukan proses pengolahan tersier cenderung
tinggi sehingga tidak ekonomis.
2.12.4 Desinfeksi (Desinfection)
Desinfeksi atau pembunuhan kuman bertujuan untuk membunuh atau mengurangi
mikroorganisme patogen yang ada dalam limbah cair. Meknisme desinfeksi dapat secara
kimia, yaitu dengan menambahkan senyawa/zat tertentu, atau dengan perlakuan fisik. Dalam
menentukan senyawa untuk membunuh mikroorganisme, terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :
a. Daya racun zat
b. Waktu kontak yang diperlukan
c. Efektivitas zat
d. Kadar dosis yang digunakan
e. Tidak boleh bersifat toksik terhadap manusia dan hewan
f. Tahan terhadap air
g. Biayanya murah
Contoh mekanisme desinfeksi pada limbah cair adalah penambahan klorin (klorinasi),
penyinaran dengan ultraviolet(UV), atau dengan ozon (Oз).Proses desinfeksi pada limbah
cair biasanya dilakukan setelah proses pengolahan limbah selesai, yaitu setelah pengolahan
primer, sekunder atau tersier, sebelum limbah dibuang ke lingkungan.
2.12.5 Pengolahan Lumpur (Slude Treatment)
Setiap tahap pengolahan limbah cair, baik primer, sekunder, maupun tersier, akan
menghasilkan endapan polutan berupa lumpur. Lumpur tersebut tidak dapat dibuang secara
langsung, melainkan pelu diolah lebih lanjut. Endapan lumpur hasil pengolahan limbah
biasanya akan diolah dengan cara diurai/dicerna secara aerob (anaerob digestion), kemudian
disalurkan ke beberapa alternatif, yaitu dibuang ke laut atau ke lahan pembuangan (landfill),
dijadikan pupuk kompos, atau dibakar (incinerated).
2.13 Pengelolaan Limbah Gas
Pengolah limbah gas secara teknis dilakukan dengan menambahkan alat bantu yang
dapat mengurangi pencemaran udara. Pencemaran udara sebenarnya dapat berasal dari
limbah berupa gas atau materi partikulat yang terbawah bersama gas tersebut. Berikut akan
dijelaskan beberapa cara menangani pencemaran udara oleh limbah gas dan materi partikulat
yang terbawah bersamanya.
2.13.1 Mengontrol Emisi Gas Buang
Gas-gas buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan
hidrokarbon dapat dikontrol pengeluarannya melalui beberapa metode. Gas sulfur oksida
dapat dihilangkan dari udara hasil pembakaran bahan bakar dengan cara desulfurisasi
menggunakan filter basah (wet scrubber).
Mekanisme kerja filter basah ini akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan
berikutnya, yaitu mengenai metode menghilangkan materi partikulat, karena filter basah juga
digunakan untuk menghilangkan materi partikulat.
Gas nitrogen oksida dapat dikurangi dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dengan
cara menurunkan suhu pembakaran. Produksi gas karbon monoksida dan hidrokarbon dari
hasil pembakaran kendaraan bermotor dapat dikurangi dengan cara memasang alat pengubah
katalitik (catalytic converter) untuk menyempurnakan pembakaran.
Selain cara-cara yang disebutkan diatas, emisi gas buang jugadapat dikurangi kegiatan
pembakaran bahan bakar atau mulai menggunakan sumber bahan bakar alternatif yang lebih
sedikit menghasilkan gas buang yang merupakan polutan.
2.13.2 Menghilangkan Materi Partikulat Dari Udara Pembuangan
a. Filter Udara
Filter udara dimaksudkan untuk yang ikut keluar pada cerobong atau stack, agar tidak
ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih yang saja yang keluar dari cerobong.
Filter udara yang dipasang ini harus secara tetap diamati (dikontrol), kalau sudah jenuh
(sudah penuh dengan abu/ debu) harus segera diganti dengan yang baru.
Jenis filter udara yang digunakan tergantung pada sifat gas buangan yang keluar dari
proses industri, apakah berdebu banyak, apakah bersifat asam, atau bersifat alkalis dan lain
sebagainya
b. Pengendap Siklon
Pengendap Siklon atau Cyclone Separators adalah pengedap debu / abu yang ikut
dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu. Prinsip kerja pengendap
siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara / gas buangan yang sengaja
dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon sehingga partikel yang relatif “berat” akan
jatuh ke bawah. Ukuran partikel / debu / abu yang bisa diendapkan oleh siklon adalah antara
5 u – 40 u. Makin besar ukuran debu makin cepat partikel tersebut diendapkan
c. Filter Basah
Nama lain dari filter basah adalah Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip kerja filter
basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara menyemprotkan air dari bagian
atas alt, sedangkan udara yang kotor dari bagian bawah alat. Pada saat udara yang berdebu
kontak dengan air, maka debu akan ikut semprotkan air turun ke bawah.Untuk mendapatkan
hasil yang lebih baik dapat juga prinsip kerja pengendap siklon dan filter basah digabungkan
menjadi satu. Penggabungan kedua macam prinsip kerja tersebut menghasilkan suatu alat
penangkap debu yang dinamakan.
d. Pegendap Sistem Gravitasi
Alat pengendap ini hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor yang ukuran
partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 u atau lebih. Cara kerja alat ini sederhana sekali,
yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat yang dibuat sedemikian rupa
sehingga pada waktu terjadi perubahan kecepatan secara tiba-tiba (speed drop), zarah akan
jatuh terkumpul di bawah akibat gaya beratnya sendiri (gravitasi). Kecepatan pengendapan
tergantung pada dimensi alatnya.
e. Pengendap Elektrostatik
Alat pengendap elektrostatik digunakan untuk membersihkan udara yang kotor dalam
jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya adalah aerosol atau uap air. Alat
ini dapat membersihkan udara secara cepat dan udara yang keluar dari alat ini sudah relatif
bersih.
Alat pengendap elektrostatik ini menggunakan arus searah (DC) yang mempunyai
tegangan antara 25 – 100 kv. Alat pengendap ini berupa tabung silinder di mana dindingnya
diberi muatan positif, sedangkan di tengah ada sebuah kawat yang merupakan pusat silinder,
sejajar dinding tabung, diberi muatan negatif. Adanya perbedaan tegangan yang cukup besar
akan menimbulkan corona discharga di daerah sekitar pusat silinder. Hal ini menyebabkan
udara kotor seolah – olah mengalami ionisasi. Kotoran udara menjadi ion negatif sedangkan
udara bersih menjadi ion positif dan masing-masing akan menuju ke elektroda yang sesuai.
Kotoran yang menjadi ion negatif akan ditarik oleh dinding tabung sedangkan udara bersih
akan berada di tengah-tengah silinder dan kemudian terhembus keluar.
2.14 Meminimalisasi Limbah
Idealnya, suatu kegiatan industry berusaha untuk mencegah pencemaran sebelum pencemaran
itu terjadi. Konsep pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi
bersih (clean technology atau low and no waste technology) yang akan melandasi program
produksi bersih. Suatu pendekatan penting pada proses produksi bersih dalam suatu proses
adalah menggunakan upaya meminimalisasi limbah. Meminimalisasi limbah adalah upaya
untuk mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang berasal
dari proses produksi, dengan jalan reduksi pada sumbernya dan/atau pemanfaatan limbah,
seperti gambar berikut :
Gambar 4. Teknik Minimisasi Limbah
Gambar 5. Hirarki Pengelolaan Limbah di Indonesia
BAB III
KESIMPULAN
Dengan adanya makalah ini dapat disimpulkan bahwa :
▪ Meminimalisasi limbah adalah upaya untuk mengurangi volume, konsentrasi,
toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang berasal dari proses produksi, dengan jalan
reduksi pada sumbernya dan/atau pemanfaatan limbah,
▪ Limbah (Padat, Cair, Gas, dan B3) dapat dikelola sehingga tidak mencemari alam
(lingkungan) dengan cara berikut:
Limbah Cair dapat dikelolah dengan lima (5) cara yaitu,
1. Pengolahan Primer (Primary Treatment)
2. Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)
3. Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment)
4. Desinfeksi (Desinfection)
5. Pengolahan Lumpur (Slude Treatment)
Limbah Padat dapat dikelolah dengan lima (5) cara yaitu
1. Penimbunan Terbuka
2. Sanitary Landfill
3. insinerasi
4. Pembuatan kompos padat dan cair
5. Daur Ulang
Limbah Padat Gas dikelolah dengan Dua (4) cara yaitu
1. Mengontrol Emisi Gas Buang
2. Menghilangkan Materi Partikulat Dari Udara Pembuangan
3. Metode pengolahan secara kimia, fisik dan biologi
4. Metode Pembuangan Limbah B3
Daftar Pustaka
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL), Penjajagan Kemungkinan
Pengembangan Pertukaran Limbah (Waste Exchange) Di Indonesia, Jakarta, (1992)
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL), Produksi Bersih di Indonesia,
Jakarta, (1997)
Manahan, S, 1994, Environmental Chemistry, Sixth Edition, Lewis Publishers, Florida
Panggabean, S.M., Minimisasi Pada Industri Pelapisan Logam, Tesis, Universitas Indonesia,
Jakarta,(1997)
Soemantojo, R, W., Minimisasi Kimbah Dan Produksi Bersih, PSSML-UI, Jakarta,(1996)
Sugiharto, 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press. Jakarta

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Pembahasan air limbah rumah tangga
Pembahasan air limbah rumah tanggaPembahasan air limbah rumah tangga
Pembahasan air limbah rumah tangga
Muhamad Ihsan
 
Membuat tisu dari kulit pisang
Membuat tisu dari kulit pisangMembuat tisu dari kulit pisang
Membuat tisu dari kulit pisang
Dina Abriyanti
 
laporan praktikum titrasi asam basa
laporan praktikum titrasi asam basalaporan praktikum titrasi asam basa
laporan praktikum titrasi asam basa
wd_amaliah
 
Karakteristik air limbah
Karakteristik air limbahKarakteristik air limbah
Karakteristik air limbah
Echi Chii
 
Makalah pengaruh pestisida terhadap lingkungan
Makalah pengaruh pestisida terhadap lingkunganMakalah pengaruh pestisida terhadap lingkungan
Makalah pengaruh pestisida terhadap lingkungan
rheonaldy
 
Unsur transisi periode ke empat
Unsur transisi periode ke empatUnsur transisi periode ke empat
Unsur transisi periode ke empat
Irma Bakkara
 
Makalah Masalah Korupsi Di Indonesia
Makalah Masalah Korupsi Di IndonesiaMakalah Masalah Korupsi Di Indonesia
Makalah Masalah Korupsi Di Indonesia
ARY SETIADI
 
Ppt biogas
Ppt biogasPpt biogas
Ppt biogas
Py Bayu
 

Mais procurados (20)

Sifat Fisik dan Kimia Vanadium
Sifat Fisik dan Kimia VanadiumSifat Fisik dan Kimia Vanadium
Sifat Fisik dan Kimia Vanadium
 
Pembahasan air limbah rumah tangga
Pembahasan air limbah rumah tanggaPembahasan air limbah rumah tangga
Pembahasan air limbah rumah tangga
 
Makalah pencemaran tanah
Makalah pencemaran tanahMakalah pencemaran tanah
Makalah pencemaran tanah
 
Membuat tisu dari kulit pisang
Membuat tisu dari kulit pisangMembuat tisu dari kulit pisang
Membuat tisu dari kulit pisang
 
Power point pencemaran udara
Power point pencemaran udaraPower point pencemaran udara
Power point pencemaran udara
 
Air sadah
Air sadahAir sadah
Air sadah
 
laporan praktikum titrasi asam basa
laporan praktikum titrasi asam basalaporan praktikum titrasi asam basa
laporan praktikum titrasi asam basa
 
Karakteristik air limbah
Karakteristik air limbahKarakteristik air limbah
Karakteristik air limbah
 
Kumpulan cerpen kimia
Kumpulan cerpen kimiaKumpulan cerpen kimia
Kumpulan cerpen kimia
 
Makalah pengaruh pestisida terhadap lingkungan
Makalah pengaruh pestisida terhadap lingkunganMakalah pengaruh pestisida terhadap lingkungan
Makalah pengaruh pestisida terhadap lingkungan
 
Laporan kompos
Laporan komposLaporan kompos
Laporan kompos
 
Makalah masyarakat
Makalah masyarakatMakalah masyarakat
Makalah masyarakat
 
Pemanfaatan Sampah Plastik
Pemanfaatan Sampah PlastikPemanfaatan Sampah Plastik
Pemanfaatan Sampah Plastik
 
Unsur transisi periode ke empat
Unsur transisi periode ke empatUnsur transisi periode ke empat
Unsur transisi periode ke empat
 
Natrium (SMAKBO)
Natrium (SMAKBO)Natrium (SMAKBO)
Natrium (SMAKBO)
 
Makalah Masalah Korupsi Di Indonesia
Makalah Masalah Korupsi Di IndonesiaMakalah Masalah Korupsi Di Indonesia
Makalah Masalah Korupsi Di Indonesia
 
Contoh teks pidato bulan bahasa
Contoh teks pidato bulan bahasaContoh teks pidato bulan bahasa
Contoh teks pidato bulan bahasa
 
Ppt biogas
Ppt biogasPpt biogas
Ppt biogas
 
Amdal
AmdalAmdal
Amdal
 
Makalah Pencemaran Lingkungan dan Solusinya
Makalah Pencemaran Lingkungan dan SolusinyaMakalah Pencemaran Lingkungan dan Solusinya
Makalah Pencemaran Lingkungan dan Solusinya
 

Semelhante a Makalah minimalisasi limbah industri

Pengolahan limbah manufacturing
Pengolahan limbah manufacturingPengolahan limbah manufacturing
Pengolahan limbah manufacturing
sonny hadikarta
 
Zainal tugas lingkungan hidup
Zainal tugas lingkungan hidupZainal tugas lingkungan hidup
Zainal tugas lingkungan hidup
Zainal Abidin
 
PPT_ Pengolahan limbah.pptx
PPT_ Pengolahan limbah.pptxPPT_ Pengolahan limbah.pptx
PPT_ Pengolahan limbah.pptx
AlexBono3
 

Semelhante a Makalah minimalisasi limbah industri (20)

10 limbah padat dan limbah berbahaya
10 limbah padat dan limbah berbahaya10 limbah padat dan limbah berbahaya
10 limbah padat dan limbah berbahaya
 
Tugas geografi lingkungan
Tugas geografi lingkunganTugas geografi lingkungan
Tugas geografi lingkungan
 
Limbah industri
Limbah industriLimbah industri
Limbah industri
 
Pengolahan limbah manufacturing
Pengolahan limbah manufacturingPengolahan limbah manufacturing
Pengolahan limbah manufacturing
 
Panduan tentang b3 dan apd
Panduan tentang b3 dan apdPanduan tentang b3 dan apd
Panduan tentang b3 dan apd
 
Ppt limbah
Ppt limbahPpt limbah
Ppt limbah
 
Zainal tugas lingkungan hidup
Zainal tugas lingkungan hidupZainal tugas lingkungan hidup
Zainal tugas lingkungan hidup
 
Makalah b3 dan_limbah_b3_reny_yulianti_1109045013_tl11.docx
Makalah b3 dan_limbah_b3_reny_yulianti_1109045013_tl11.docxMakalah b3 dan_limbah_b3_reny_yulianti_1109045013_tl11.docx
Makalah b3 dan_limbah_b3_reny_yulianti_1109045013_tl11.docx
 
PPT_ Pengolahan limbah.pptx
PPT_ Pengolahan limbah.pptxPPT_ Pengolahan limbah.pptx
PPT_ Pengolahan limbah.pptx
 
Bahan berbahaya dan beracun
Bahan berbahaya dan beracunBahan berbahaya dan beracun
Bahan berbahaya dan beracun
 
limbahb3-170123125232 (1).pdf
limbahb3-170123125232 (1).pdflimbahb3-170123125232 (1).pdf
limbahb3-170123125232 (1).pdf
 
Ppt Limbah B3
Ppt Limbah B3Ppt Limbah B3
Ppt Limbah B3
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Kimia Bahan Berbahaya dan Beracun
Kimia Bahan Berbahaya dan BeracunKimia Bahan Berbahaya dan Beracun
Kimia Bahan Berbahaya dan Beracun
 
Makalah limbah-padatgapra
Makalah limbah-padatgapraMakalah limbah-padatgapra
Makalah limbah-padatgapra
 
Pencemaran lingkunga1
Pencemaran lingkunga1Pencemaran lingkunga1
Pencemaran lingkunga1
 
Pencemaran dan Kerusakan dalam Perspektif Green Industry
Pencemaran dan Kerusakan dalam Perspektif Green IndustryPencemaran dan Kerusakan dalam Perspektif Green Industry
Pencemaran dan Kerusakan dalam Perspektif Green Industry
 
Rekling05 pengolahan
Rekling05 pengolahanRekling05 pengolahan
Rekling05 pengolahan
 
Ipa smk kelas_xia_1_limbah_dan_sampah
Ipa smk kelas_xia_1_limbah_dan_sampahIpa smk kelas_xia_1_limbah_dan_sampah
Ipa smk kelas_xia_1_limbah_dan_sampah
 
Pendidikan Lingkungan & Pengetahuan lingkungan
Pendidikan Lingkungan & Pengetahuan lingkunganPendidikan Lingkungan & Pengetahuan lingkungan
Pendidikan Lingkungan & Pengetahuan lingkungan
 

Último (9)

Materi Asesi SKK Manajer Pelaksana SPAM- jenjang 6.pptx
Materi Asesi SKK Manajer Pelaksana SPAM- jenjang 6.pptxMateri Asesi SKK Manajer Pelaksana SPAM- jenjang 6.pptx
Materi Asesi SKK Manajer Pelaksana SPAM- jenjang 6.pptx
 
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf
 
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
 
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdf
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdfMetode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdf
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdf
 
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdfTEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
 
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaStrategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
 
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdf
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdfMODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdf
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdf
 
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt
 
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptxManual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
 

Makalah minimalisasi limbah industri

  • 1. MAKALAH MEMINIMALISASI LIMBAH INDUSTRI (Teknologi Buangan Industri) Dosen Pengampu : Panca Nugrahini F, S.T.,M.T. Nama Kelompok : 1. Annisa Ul Akhyar (1415041005) 2. Intan Ayu Sari (1415041024) 3. Zulaikha Setya Mega Sari (1415041069) JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
  • 2. K A T A P E N G A N T A R Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas karunia dan rahmatnya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah TEKNOLOGI BUANGAN INDUSTRI ini. Dalam tugas ini kami mencoba menyusun Malakah dengan tema. “ MEMINIMALISASI LIMBAH INDUSTRI “ Perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu kami dalam membuat tugas ini, seperti Dosen mata kuliah Teknologi Buangan Industri Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia, Universitas Lampung, yang telah memberikan bimbingan dan pengetahuan tentang cara meminimalisasi limbah industri. Akhirnya kami menyadari apa yang dihasilkan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya mengharapkan berbagai saran maupun masukan yang kiranya dapat membangun, sehingga dapat berkarya yang lebih baik di masa yang akan datang. Semoga apa yang kami persembahkan ini dapat berguna bagi kita semua saat ini maupun yang akan datang. Terimakasih. Bandar Lampung, 5 Juni 2017 Penyusun
  • 3. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah merupakan benda yang tidak diperlukan dan dibuang, limbah pada umumnya mengandung bahan pencemar dengan konsentrasi bervariasi. Bila dikembalikan ke alam dalam jumlah besar, limbah ini akan terakumulasi di alam sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem Alam. Penumpukan limbah di alam menyebabkan ketidak seimbangan ekosistem tidak dikelolah dengan baik. Dan sekarang Indonesia lagi giat- giat nya membangun untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mengakibatkan segala sektor sedang dikelola secara sistematis dan dari semua aktivitas ini jelas menghasilkan limbah buangan karena perubahan masyarakat dari agraris ( Mengelola) menjadi industrial Menghasilkan, industri pun berkembang karena berbagai kemudahan mulai dari sarana transportasi struktur jalan menjadi lebih baik mengakibatkan pendistribusian barang lebih cepat. Dari perkembangan ini membuat dua sisi dampak yang dihasilakan yaitu dampak positif dan negative, dampak positif nya yaitu pertumbuhan ekonomi rakyat semakin berkembang mulai tersedianya lapangan kerja, pola hidup yang berubah, segi , pendapatandan daya beli. Sedangkan dampak negatif nya terjadia penurunan kualitas lingkungan karena sipat masyarakat kita yang menjadi malas disebabkan segala sesuatu bisa di beli dengan uang sipat ini yang sering muncul di masyarakat kita, ketika pekerjaan telah mengatur waktu kehidupan jadi kesadaran mulai berkurang dengan pola hidup mengikuti jaman ( Modern ) berubah mengakibatkan banyak limbah yang dihasilkan dengan pengelolaan yang tidak tepat tidak bercermin lagi kehidupan awal.
  • 4. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Limbah B3 Dan Masalahnya Banyak limbah yang di hasilkan salah satunya contohnya adalah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) Limbah B3 adalah limbah yang terjadi karena buatan manusia Akhir-akhir ini makin banyak limbah-limbah dari pabrik, rumah tangga, perusahaan, kantor- kantor, sekolah dan sebagainya yang berupa cair, padat bahkan berupa zat gas dan semuanya itu berbahaya bagi kehidupan kita. Tetapi ada limbah yang lebih berbahaya lagi yang disebut dengan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Hal tersebut sebenarnya bukan merupakan masalah kecil dan sepele, karena apabila limbah (B3) tersebut dibiarkan ataupun dianggap sepele penanganannya, atau bahkan melakukan penanganan yang salah dalam menangani limbah B3 tersebut, maka dampak dari Limbah B3 tersebut akan semakin meluas, bahkan dampaknyapun akan sangat dirasakan bagi lingkungan sekitar kita, dan tentu saja dampak tersebut akan menjurus pada kehidupan makhluk hidup baik dampak yang akan dirasakan dalam jangka pendek ataupun dampak yang akan dirasakan dalam jangka panjang dimasa yang akan datang. Kita tidak akan tahu seberapa parah kelak dampak tersebut akan terjadi,namun seperti kata pepatah”Lebih Baik Mencegah Daripada Mengobati”, hal tersebut menjadi salah satu aspek pendorong bagi kita semua agar lebih berupaya mencegah dampak dari limbah B3 tersebut, ketimbang menyaksikan dampak dari limbah B3 tersebut telah terjadi dihadapan kita, dan kita semakin sulit untuk menanggulanginya. Secara garis besar,hal tersebut menjadi salah satu patokan bagi kita,bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan tanggung jawab kita bersama untuk menanggulanginya,khususnya pada masalah limbah (B3) tersebut. 2.2. Contoh Jenis Proses Dan Limbah B3 Yang Dihasilkan 2.2.1 Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi: • Limbah B3 dari sumber tidak spesifik (Tabel 1 Lampiran 1 PP 18/1999 Jo. PP 85/1999) • Limbah B3 dari sumber spesifik (Tabel 2 Lampiran 1 PP 18/1999 Jo. PP 85/1999)
  • 5. • Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi (Tabel 3 Lampiran 1 PP 18/1999 Jo. PP 85/1999) • Limbah B3 dari Sumber tidak spesifik yaitu berasal bukan dari proses utamanya, tetapi: 2.2.2 Kegiatan pemeliharaan alat • Pencucian • Pencegahan korosi (inhibitor korosi) • Pelarut kerak • Pengemasan 2.2.3 Contoh limbah B3 dari sumber tidak spesifik Gambar 1. Tabel Limbah B3 dari Sumber Spesifik, Lampiran 1 PP 18/1999 Jo. PP 85/1999 Gambar 2. Tabel Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi, Lampiran 1 PP 18/1999 Jo. PP 85/1999.
  • 6. Gambar 3. Tabel Kode Limbah dan Bahan Pencemarnya 2.3 Karakteristik Limbah B3 2.3.1 Limbah mudah meledak Limbah mudah meledak adalah limbah yang pada suhu dan tekanan standar (25 °C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan/atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya. Limbah mudah terbakar adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut : ▪ Limbah yang berupa cairan yang mengandung a1kohol kurang dari 24% volume dan/atau pada titik nyala tidak lebih dari60 °c (140 OF) akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg. ▪ Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada temperatur dan tekanan standar (25 C, 760 mmHg) dapat mudah menyebabkan kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus.
  • 7. 2.3.2 Limbah beracun Limbah beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pemafasan, kulit atau mulut. Penentuan sifat racun untuk identifikasi limbah ini dapat menggunakan baku mu tu konsentrasi TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) pencemar organik dan anorganik dalam limbah. Apabila limbah mengandung salah satu pencemar yang terdapat, dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari nilai dalam Lampiran II tersebut, maka limbah tersebut merupakan limbah B3. Bila nilai ambang batas zat pencemar tidak terdapat pada Lampiran II tersebut maka dilakukan uji toksikologi. 2.3.3 Limbah yang menyebabkan infeksi. Bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular .Limbah ini berbahaya karena mengandung kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera yang ditularkan pada pekerja, pembersih jalan, dan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan limbah. Limbah bersifat korosif adalah limbah yang mempunyai salah satu sifat sebagai berikut : ▪ Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit. ▪ Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020) dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55 °C. ▪ Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12.5 untuk yang bersifat basa. Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut : ▪ Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa peledakan. ▪ Limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air ▪ Limbah yang apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
  • 8. ▪ Merupakan limbah Sianida, Sulfida atau Amoniak yang pada kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat menghasi1kan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan. ▪ Limbah yang dapat mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan standar (25 C, 760 mmHg). ▪ Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi. 2.4 Pengelolaan Yang Salah Pengelolahan limbah ini merupakan upaya merencanakan melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi pendayagunaan limbah, serta pengendalian dampak yang ditimbulkannya. Upaya pengelolahan limbah tidak mudah dan memerlukan pengetahuan tentang limbah unsur-unsur yang terkandung serta penanganan limbah agar tidak mencemari lingkungan jangan sampai mengubur/ menimbun dalam tanah secara sembarangan, membakar tanpa kendali, membuang langsung ke badan air. Selain itu perlu keterampilan mengelolah limbah menjadi ekonomis dan mengurang jumlah limbah yang terbuang ke alam. Di indonesia masalah pengelolaan limbah yang berasal dari hasil eksploitasi sumber daya alam mineral maupun industri pertambangan belum dilaksanakan secara tanggung jawab. Adapun bukti-bukti dari pengelolaan limbah yang tidak bertanggung jawab dapat kita lihat terutama didaerah pertambangan di Sumatra, Kalimantan dan Papua. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari ekploitasi sumber daya mineral oleh perusahaan pertambangan telah membuat banyak wilayah tercemar oleh limbah bahan galian yang tidak diperlukan serta limbah yang berasal dari proses ekstraksi mineral yang menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya. Penambangan Batu Bara di Kalimatan Timur oleh beberapa perusahaan bentuk lahan di wilayah tersebut menjadi kolam-kolam air dan merusak struktur tanah serta sistem hidrologi air tanah. Penambangan bijih tembaga di Freeport, Papua telah mengakibatkan kerusakan lingkungan di sekitar wilayah tambang serta pencemaran di hulu-hulu sungai oleh limbah yang berasal dari bahan galian yang tidak terpakai. Penambangan timah di pulau Bangka telah meninggalkan banyak kolam-kolam hasil dari penggalian lahan, sedangkan biaya remediasi lingkungan untuk pemulihan lokasi-lokasi yang telah tercemar khususnya di wilayah pertambangan akan sangat mahal.
  • 9. Permasalahan pengelolaan limbah dan kerusakan lingkungan juga terjadi dalam ekspliotasi sumber daya hutan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan (HTP) maupun industri bubur kertas. Kerusakan dan degradasi lingkungan yang terjadi akibat eksploitasi sumber daya hutan yang pengawasannya terlalu lemah telah mengakibatkan banyak hutan tropis di Indonesia telah rusak dan hal ini berdampak pula pada kerusakan Sistem Hidrologi Air Tanah, Struktur Tanah, Ekosistem dan Kerusakan Fauna dan Flora. 2.5 Manajemen Limbah B3 Limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia. Namun, pada limbah B3, selain hasil akhir, cara pengelolaan juga harus memenuhi peraturan yang berlaku. Jadi, untuk berhasil mengelola limbah B3, tidak cukup hanya memenuhi baku mutu limbah B3 saja, cara mengelola seperti pencatatan, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan harus juga memenuhi peraturan yang berlaku. Sekali lagi, dalam limbah B3 cara mengelola adalah suatu hal yang penting untuk diperhatikanLimbah B3 harus ditangani dengan perlakuan khusus mengingat bahaya dan resiko yang mungkin ditimbulkan apabila limbah ini menyebar ke lingkungan. Hal tersebut termasuk proses pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya. Pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah yang bersangkutan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa kemasan limbah B3 harus memiliki kondisi yang baik, bebas dari karat dan kebocoran, serta harus dibuat dari bahan yang tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya. Mengingat adanya sejumlah bahaya yang dapat ditimbulkan dari limbah industri, maka sebagai upaya untuk meminimalkan sekaligus menghindari efek yang ditimbulkan dari sifat–sifat bahan kimia berbahaya, setiap Informasi tentang dampak yang ditimbulkan sangat perlu untuk diketahui oleh setiap tingkatan operator yang menangani. Salah satu upaya yang dapat dilakukan perusahaan dengan melibatkan para operator pada kegiatan-kegiatan pelatihan. ( CG ).
  • 10. 2.6 Prinsip Pemerintah Selama empat dekade terakhir, penggunaan dan jumlah B3 di Indonesia semakin meningkat. Penggunaan B3 yang terus meningkat dan tersebar luas di semua sektor apabila pengelolaannya tidak dilakukan dengan baik, maka akan dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, mahluk hidup lainnya dan lingkungan hidup, seperti pencemaran udara, pencemaran tanah, pencemaran air, dan pencemaran laut. Agar pengelolaan B3 tidak mencemari lingkungan hidup dan untuk mencapai derajat keamanan yang tinggi, dengan berpijak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kualitas hidup manusia, maka diperlukan peningkatan upaya pengelolaannya dengan lebih baik dan terpadu. Disini ada beberapa prinsip dari pemerintah diantarannya: Pencemar membayar biaya akibat limbah, Pengawasan sejak dini ditimbulkan, Pengelolan dan penimbunan sedekah mungkin dengan sumber, Limbah diperlakukan sama, Pembangunan yang berkesinambungan, B3 yang dihasilkan dan/atau dipergunakan di berbagai sektor kegiatan yang telah menjadi limbah wajib dilakukan pengelolaan sesuai kaidah dan prinsip pengelolaan limbah B3 yaitu melakukan minimisasi limbah B3, melakukan pengelolaan sedekat mungkin dengan sumber limbah B3, setiap orang yang menghasilkan limbah B3 bertanggung jawab terhadap limbah B3, dan pengelolaan limbah B3 dilakukan dari sumber sampai ke penimbunan (from cradle to grave).Limbah B3 yang dibuang langsung ke dalam lingkungan dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya. Mengingat risiko tersebut, perlu diupayakan agar setiap kegiatan menghasilkan limbah B3 seminimal mungkin dan mencegah masuknya limbah B3 dari luar wilayah Indonesia. Peran Pemerintah Indonesia dalam pengawasan perpindahan lintas batas limbah B3 tersebut telah dilakukan melalui ratifikasi Konvensi Basel pada tanggal 12 Juli 1993 dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1993. Hierarki pengelolaan limbah B3 dimaksudkan agar limbah B3 yang dihasilkan masing- masing unit produksi sesedikit mungkin dan bahkan diusahakan sampai nol, dengan mengupayakan reduksi pada sumber dengan pengolahan bahan, substitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, dan digunakannya teknologi bersih. Bilamana masih dihasilkan limbah B3 maka diupayakan pemanfaatan limbah B3. Pemanfaatan limbah B3 yang mencakup kegiatan penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan perolehan kembali (recovery) merupakan satu mata rantai penting dalam pengelolaan limbah B3. Reuse merupakan penggunaan kembali limbah B3 dengan tujuan yang sama tanpa melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal, recycle merupakan mendaur ulang
  • 11. komponen yang bermanfaat melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal yang menghasilkan produk yang sama ataupun produk yang berbeda, dan recovery merupakan perolehan kembali komponen bermanfaat dengan proses kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal. Dengan teknologi pemanfaatan limbah B3 di satu pihak dapat dikurangi jumlah limbah B3 sehingga biaya pengolahan limbah B3 juga dapat ditekan dan di lain pihak akan dapat meningkatkan kemanfaatan bahan baku. Hal ini pada gilirannya akan mengurangi kecepatan pengurasan sumber daya alam. Untuk menghilangkan atau mengurangi risiko yang dapat ditimbulkan dari limbah B3 yang dihasilkan maka limbah B3 yang telah dihasilkan perlu dikelola secara khusus. Kebijakan pengelolaan B3 yang ada saat ini masih diselenggarakan secara parsial oleh berbagai instansi terkait, sehingga dalam penerapannya masih banyak menemukan kendala. Di samping itu, pengelolaan B3, limbah B3 dan dumping belum dilakukan dalam bentuk pengaturan yang terpadu sementara B3 atau limbah B3 dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, mahluk hidup lainnya dan lingkungan hidup apabila tidak dilakukan pengelolaan dengan benar. Oleh karena itu, maka semakin disadari perlunya Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan B3 dan Limbah B3 yang secara terpadu mengatur kegiatan produksi, penyimpanan, pengemasan, pemberian simbol dan label, pengangkutan, penggunaan, impor, ekspor dan pembuangannya untuk B3 serta penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, pemanfaatan, dan penimbunan untuk limbah B3. Pentingnya penyusunan Peraturan Pemerintah ini secara tegas juga disebutkan dalam Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional Untuk Pembangunan Berkelanjutan dan sebagai pelaksanaan dari Pasal 58 ayat (2) dan Pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, dan pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut. Dengan pengolahan limbah sebagaimana tersebut di atas, maka mata rantai siklus perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3 dapat diawasi. Setiap mata rantai perlu diatur, sedangkan perjalanan limbah B3 dikendalikan dengan sistem manifest berupa dokumen limbah B3. Dengan sistem manifest dapat diketahui berapa jumlah B3 yang dihasilkan dan berapa yang telah dimasukkan ke dalam proses pengolahan dan penimbunan tahap akhir yang telah memiliki persyaratan lingkungan. Dumping limbah ke darat maupun ke laut merupakan alternatif paling akhir dalam pengelolaan limbah, termasuk dumping beberapa jenis limbah B3.
  • 12. Dumping limbah B3 yang memiliki toksisitas tinggi dilarang dilakukan di laut berdasarkan kajian ilmiah, referensi internasional, maupun konvensi Internasional seperti konvensi dumping London (London Dumping Convention). Larangan dan pembatasan dumping ke laut dimaksudkan untuk melindungi ekosistem laut serta menghindari terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di laut karena air laut merupakan media yang mudah dan cepat menyebarkan polutan dan/atau zat pencemar. Untuk itu, dumping limbah ke laut hanya dapat dilakukan apabila suatu limbah dihasilkan dari kegiatan di laut dan tidak dapat dilakukan pengelolaan di darat berdasarkan pertimbangan lingkungan hidup, teknis, dan ekonomi. Dumping limbah wajib memenuhi persyaratan jenis dan kualitas limbah serta lokasi sehingga dumping tidak akan menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, mahluk hidup lainnya dan lingkungan hidup. 2.7 Pengolahan limbah B3 Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses sbb: proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan, stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa. proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik, dll. proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya racun sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan akhir proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah menggunakan alat khusus 12ncinerator dengan efisiensi pembakaran harus mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3, tetapi proses dipilih berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai dengan jenis dan materi limbah.
  • 13. 2.8 Proses Pengolahan Limbah Secara Biologis 2.8.1 Aerobik ▪ Pertumbuhan tersuspensi (suspended growth) ▪ Activated sludgeSequenzing batch reactor ▪ Contact stabilization ▪ Aerobic digestion ▪ Aerated tagoons ▪ Parit oksidasi 2.8.2 Anaerobik ▪ Pertumbuhan tersuspensi ▪ Anaerobik digestion ▪ Anaerobic contact process ▪ Upflow anaerobic sludge – blanked ▪ Pertumbuhan melekat 2.9 Secara Thermal Proses termal (thermal process) termasuk ke dalam proses pengawetan yang menggunakan energi panas. Tujuan utama proses termal adalah mematikan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit dan menimbulkan kebusukan pada produk yang dikemas dengan kemasan yang hermetis, seperti kaleng, retort pouch, atau gelas jar. Proses termal merupakan salah satu proses penting dalam pengawetan pangan untuk mendapatkan produk dengan umur simpan yang panjang 2.9.1 Keuntungan pemanasan pada proses termal : • Destruksi senyawa beracun (toksin) dan antinutrisi (seperti antitripsin) • Meningkatkan cita rasa dan karakteristik sifat organoleptik yang diinginkan (cita rasa dan bau) • Meningkatkan daya cerna protein dan gelatinisasi pati
  • 14. 2.9.2 Kerugian penggunaan proses termal baik secara konvenional, • HTST (High Temperatur Short Time) • UHT (Ultra High Temperatur) • Teknik proses aseptik mengakibatkan sejumlah destruksi atau kerusakan beberapa atribut mutu. Pembuangan dan penimbunan limbah B3 tujuannya adalah untuk menjadikan limbah B3 menjadi kurang atau tidak B3 sehingga dapat di buang dan ditimbun, produk akhirnya berupa gas yang dihasilkan dari penimbunan limbah dan bisa dimanfaatkan juga hasil gas tersebut tergantung hasil akhirnya ada yang ermanfaat dan ada juga menjadi awal pemicu berbagai penyakit kalau hasil akhirnya tidak memenuhi persyaratan sebelum di timbun dilandfill persyaratan 2.9.3 Persyaratan Lokasi Landfill Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah B3 atau di luar penghasil limbah B3. Untuk pengolahan di dalam lokasi penghasil, lokasi pengolahan disyaratkan : ▪ Lokasinya merupakan daerah bebas banjir, dan ▪ Jarak antara lokasi pengolahan dan lokasi fasilitas umum minimal 50 meter. ▪ Persyaratan lokasi pengolahan limbah B3 di luar lokasi penghasil adalah : ▪ Merupakan daerah bebas banjir; ▪ Pada jarak paling dekat 150 meter dari jalan utama/jalan tol dan 50 meter untuk jalan lainnya; ▪ Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah pemukiman, perdagangan, rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran, fasilitas keagamaan dan pendidikan; ▪ Pada jarak paling dekat 300 meter dari garis pasang naik laut, sungai, daerah pasang surut, kolam, danau, rawan, mata air dan sumur penduduk; ▪ Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah yang dilindungi (cagar alam, hutan lindung dan lain-lainnya). ▪ Persyaratan limbah masuk landfill harus memenuhi baku mutu uji TCLP, telah melalui proses pengolahan yang tepat, tidak mengandung karakteristik mudah terbakar/ meledak ( flamable ) karena kalau mempunyai bahan yang sangat meledak
  • 15. pasti suatu saat ada bencana dari ledakan tersebut, tidak mengandung bahan organik melebihi 10% , tidak mengandung PCB atau dioksin, radioaktif serta tidak berbentuk cair atau lumpur karena kalau berbentuk cair limbah tersebut akan cepat megalir dan terserap oleh tanah apabila terjadi hujan. 2.10 Sanitasi Industri 2.10.1 Pengertian Sanitasi Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksudmencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahayalainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Dalam industry pengolahan langkah pemberian sanitizer atau perlakuan fisik yangdapat mereduksi populasi mikroba pada fasilitas dan peralatan pabrik.Sanitizier adalahkondisi bersih kuman atau mikroba yang digunakan dalam industry pangan.Program sanitasidijalankan sama sekali bukan untuk mengatasi kotornya lingkungan atau kotornya pemrosesan bahan, tetapi untuk menghilangkan kontaminan dari makanan atau mesin pengolahan makanan serta mencegah terjadinya kontaminasi kembali dan kontaminasi silang Definisi lain dari sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjaminterwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Sementara beberapa definisilainnya menitik beratkan pada pemutusan mata rantai kuman dari sumber penularannya dan pengendalian lingkungan Menurut Dr.Azrul Azwar, MPH, sanitasi adalah cara pengawasan masyarakat yang menitikberatkan kepada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Menurut Ehler & Steel, sanitation is the prevention od diseases by eliminating or controlling the environmental factor which from links in the chain of tansmission. Menurut Hopkins, sanitasi adalah cara pengawasan terhadap factor-faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap lingkungan. Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup
  • 16. manusia. Sedangkan hygiene adalah bagaimana cara orang memelihara dan juga melindungi diri agar tetap sehat. Sanitasi industri atau industrial sanitation adalah proses atau usaha kesehatan untuk membuat bersih di lingkungan industri termasuk pencegahan dan pengendalian penyakit akibat kerja dan menular selain itu mencegah kecelakaan kerja, meningkatkan derajat kesehatan tenaga kerja , meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat hidup sehat atau The Promotion of Hygiene and The Prevention of Disease by Maintenance of Sanitary Condition (Webster’s Dictionary, 1978) dalam (Sutomo. AH, 2006). Atau dengan pengertian lain sanitasi industry sebagai kegiatan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pemeliharaan kondisi bersih, sehingga bersifat promotif dan prefentif dan artinya jauh dari kegiatan kuratif. 2.10.2 Tujuan Sanitasi ▪ Menjamin lingkungan serta tempat kerja yang baik dan bersih sehingga kita bekerja menjadi nyaman. ▪ Melindungi setiap orang dari faktor –faktor lingkungan yang merugikan kesehatan fisik mental sehingga dalam melakukan pekerjaan tidak mempunyai beban mental yang berakibat pada perilaku ( pekerja ) menggangu proses produktivitas. ▪ Mencegah timbulnya berbagai penyakit menular terhadap pekerja dan masyarakat sekitar. ▪ Mencegah terjadinya kecelakaan dan menjamin keselamatan selama proses bekerja. 2.10.3 Kebersihan dalam sanitasi industry meliputi : ▪ Kebersihan dalam gedung seperti lantai, dingding, atap gedung, mesin, alat-alat untuk bekerja, gudang, tempat menimbun bahan baku, kantin / tempat makan, toilet , musholla dan lai-lain. ▪ Kebersihan luar gedung seperti halaman, taman, pagar, selokan, area, parker, jalan jalan sekitar pabrik. 2.10.4 Team Sanitasi ▪ Membagi lingkungan kerja menjadi beberapa unitkerja agar suasanan kerja tidak terlalu sempi dan para pekerja menjadi leluasa
  • 17. ▪ Mendesign dan melaksanakan sanitari inspection ( mendata semua fasilitas industri yang harus dijaga kebersihannya ). ▪ Menindak lanjuti program ( mencari solusi dari permasalahan yang timbul ). 2.10.5 Ruang lingkup sanitasi industry meliputi : ▪ Penyediaan air ▪ Pembuangan sampah dan limbah ▪ Pencegahan dan pembasmian serangga dan tikus ▪ Sanitasi Makanan ▪ Fasilitas-fasilitas kebersihan ▪ Tata rumah tangga dan pemeliharaan 2.11 Pengelolaan Limbah Padat 2.11.1 Penimbunan Terbuka Terdapat dua cara penimbunan sampah yang umum dikenal, yaitu metode penimbunan terbuka (open dumping) dan metode sanitary landfill. Pada metode penimbunan terbuka. Di lahan penimbunan terbuka, berbagai hama dan kuman penyebab penyakit dapat berkembang biak. Gas metan yang dihasilkan oleh pembusukan sampah organik dapat menyebar ke udara sekitar dan menimbulkan bau busuk serta mudah terbakar. Cairan yang tercampur dengansampah dapat merembes ke tanah dan mencemari tanah serta air. 2.11.2 Sanitary Landfill Pada metode sanitary landfill, sampah ditimbun dalam lubang yang dialasi iapisan lempung dan lembaran plastik untuk mencegah perembesan limbah ke tanah. Pada landfill yang lebih modern lagi, biasanya dibuat sistem Iapisan ganda (plastik – lempung – plastik – lempung) dan pipa-pipa saluran untuk mengumpulkan cairan serta gas metan yang terbentuk dari proses pembusukan sampah. Gas tersebut kemudian dapat digunakan untuk menghasilkan listrik. 2.11.3 Insinerasi Insinerasi adalah pembakaran sampah/limbah padat menggunakan suatu alat yang disebut insinerator. Kelebihan dari proses insinerasi adalah volume sampah berkurang sangat
  • 18. banyak (bisa mencapai 90 %). Selain itu, proses insinerasi menghasilkan panas yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik atau untuk pemanas ruangan. 2.11.4 Pembuatan kompos padat dan cair Metode ini adalah dengan mengolah sampah organic seperti sayuran, daun-daun kering, kotoran hewan melalui proses penguraian oleh mikroorganisme tertentu. Pembuatan kompos adalah salah satu cara terbaik dalam penanganan sampah organic. Berdasarkan bentuknya kompos ada yang berbentuk padat dan cair. Pembuatannya dapat dilakukan dengan menggunakan kultur mikroorganisme, yakni menggunakan kompos yang sudah jadi dan bisa didapatkan di pasaran seperti EMA efectif microorganism 4.EMA merupakan kultur campuran mikroorganisme yang dapat meningkatkan degaradasi limbah atau sampah organic. 2.11.5 Daur Ulang Daur ulang adalah proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan baru dengan tujuan mencegah adanya sampah yang sebenarnya dapat menjadi sesuatu yang berguna, mengurangi penggunaan bahan baku yang baru, mengurangi penggunaan energi, mengurangi polusi, kerusakan lahan, dan emisi gas rumah kaca jika dibandingkan dengan proses pembuatan barang baru. Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk / material bekas pakai, dan komponen utama dalam manajemen sampah modern dan bagian ketiga adalam proses hierarki sampah 3R (Reuse, Reduce, and Recycle). Material-material yang dapat didaur ulang dan prosesnya diantaranya adalah: a. Bahan bangunan Material bangunan bekas yang telah dikumpulkan dihancurkan dengan mesin penghancur, kadang-kadang bersamaan dengan aspal, batu bata, tanah, dan batu. Hasil yang lebih kasar bisa dipakai menjadi pelapis jalan semacam aspal dan hasil yang lebih halus bisa dipakai untuk membuat bahan bangunan baru semacam bata. b. Baterai Banyaknya variasi dan ukuran baterai membuat proses daur ulang bahan ini relatif sulit. Mereka harus disortir terlebih dahulu, dan tiap jenis memiliki perhatian khusus dalam pemrosesannya. Misalnya, baterai jenis lama masih mengandung merkuri dan kadmium,
  • 19. harus ditangani secara lebih serius demi mencegah kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia. Baterai mobil umumnya jauh lebih mudah dan lebih murah untuk didaur ulang. c. Barang Elektronik Barang elektronik yang populer seperti komputer dan handphone umumnya tidak didaur ulang karena belum jelas perhitungan manfaat ekonominya. Material yang dapat didaur ulang dari barang elektronik misalnya adalah logam yang terdapat pada barang elektronik tersebut (emas, besi, baja, silikon, dan lain-lain) ataupun bagian-bagian yang masih dapat dipakai (microchip, processor, kabel, resistor, plastik, dan lain-lain). Namun tujuan utama dari proses daur ulang, yaitu kelestarian lingkungan, sudah jelas dapat menjadi tujuan diterapkannya proses daur ulang pada bahan ini meski manfaat ekonominya masih belum jelas. d. Logam Besi dan baja adalah jenis logam yang paling banyak didaur ulang di dunia. Termasuk salah satu yang termudah karena mereka dapat dipisahkan dari sampah lainnya dengan magnet. Daur ulang meliputi proses logam pada umumnya; peleburan dan pencetakan kembali. Hasil yang didapat tidak mengurangi kualitas logam tersebut. Contoh lainnya adalah alumunium, yang merupakan bahan daur ulang paling efisien di dunia. Namun pada umumnya, semua jenis logam dapat didaur ulang tanpa mengurangi kualitas logam tersebut, menjadikan logam sebagai bahan yang dapat didaur ulang dengan tidak terbatas. e. Bahan Lainnya 1) Kacadapat juga didaur ulang. Kaca yang didapat dari botol dan lain sebagainya dibersihkan dair bahan kontaminan, lalu dilelehkan bersama-sama dengan material kaca baru. Dapat juga dipakai sebagai bahan bangunan dan jalan. Sudah ada Glassphalt, yaitu bahan pelapis jalan dengan menggunakan 30% material kaca daur ulang. 2) Kertas juga dapat didaur ulang dengan mencampurkan kertas bekas yang telah dijadikan pulp dengan material kertas baru. Namun kertas akan selalu mengalami penurunan kualitas jika terus didaur ulang. Hal ini menjadikan kertas harus didaur ulang dengan mencampurkannya dengan material baru, atau mendaur ulangnya menjadi bahan yang berkualitas lebih rendah. 3) Plastik dapat didaur ulang sama halnya seperti mendaur ulang logam. Hanya saja, terdapat berbagai jenis plastik di dunia ini. Saat ini di berbagai produk plastik terdapat kode
  • 20. mengenai jenis plastik yang membentuk material tersebut sehingga mempermudah untuk mendaur ulang. Suatu kode di kemasan yang berbentuk segitiga 3R dengan kode angka di tengah-tengahnya adalah contohnya. Suatu angka tertentu menunjukkan jenis plastik tertentu, dan kadang-kadang diikuti dengan singkatan, misalnya LDPE untuk Low Density Poly Etilene, PS untuk Polistirena, dan lain-lain, sehingga mempermudah proses daur ulang. 2.12 Pengelolaan Limbah Cair Metode dan tahapan proses pengolahan limbah cair yang telah dikembangkan sangat beragam. Limbah cair dengan kandungan polutan yang berbeda kemungkinan akan membutuhkan proses pengolahan yang berbeda pula. Proses- proses pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara keseluruhan, berupa kombinasi beberapa proses atau hanya salah satu. Proses pengolahan tersebut juga dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan atau faktor finansial. 2.12.1 Pengolahan Primer (Primary Treatment) Tahap pengolahan primer limbah cair sebagian besar adalah berupa proses pengolahan secara fisika. a. Penyaringan (Screening) Pertama, limbah yang mengalir melalui saluran pembuangan disaring menggunakan jeruji saring. Metode ini disebut penyaringan. Metode penyaringan merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan-bahan padat berukuran besar dari air limbah. b. Pengolahan Awal (Pretreatment) Kedua, limbah yang telah disaring kemudian disalurkan kesuatu tangki atau bak yang berfungsi untuk memisahkan pasir dan partikel padat teruspensi lain yang berukuran relatif besar. Tangki ini dalam bahasa inggris disebut grit chamber dan cara kerjanya adalah dengan memperlambat aliran limbah sehingga partikel – partikel pasir jatuh ke dasar tangki sementara air limbah terus dialirkan untuk proses selanjutnya.
  • 21. c. Pengendapan Setelah melalui tahap pengolahan awal, limbah cair akan dialirkan ke tangki atau bak pengendapan. Metode pengendapan adalah metode pengolahan utama dan yang paling banyak digunakan pada proses pengolahan primer limbah cair. Di tangki pengendapan, limbah cair didiamkan agar partikel – partikel padat yang tersuspensi dalam air limbah dapat mengendap ke dasar tangki. Enadapn partikel tersebut akan membentuk lumpur yang kemudian akan dipisahkan dari air limbah ke saluran lain untuk diolah lebih lanjut. Selain metode pengendapan, dikenal juga metode pengapungan (Floation). d. Pengapungan (Floation) Metode ini efektif digunakan untuk menyingkirkan polutan berupa minyak atau lemak. Proses pengapungan dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat menghasilkan gelembung- gelembung udara berukuran kecil (± 30 – 120 mikron). Gelembung udara tersebut akan membawa partikel –partikel minyak dan lemak ke permukaan air limbah sehingga kemudian dapat disingkirkan. Bila limbah cair hanya mengandung polutan yang telah dapat disingkirkan melalui proses pengolahan primer, maka limbah cair yang telah mengalami proses pengolahan primer tersebut dapat langsung dibuang kelingkungan (perairan). Namun, bila limbah tersebut juga mengandung polutan yang lain yang sulit dihilangkan melalui proses tersebut, misalnya agen penyebab penyakit atau senyawa organik dan anorganik terlarut, maka limbah tersebut perlu disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya. 2.12.2 Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment) Tahap pengolahan sekunder merupakan proses pengolahan secara biologis, yaitu dengan melibatkan mikroorganisme yang dapat mengurai/ mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme yang digunakan umumnya adalah bakteri aerob. Terdapat tiga metode pengolahan secara biologis yang umum digunakan yaitu metode penyaringan dengan tetesan (trickling filter), metode lumpur aktif (activated sludge), dan metode kolam perlakuan (treatment ponds / lagoons) .
  • 22. a. Metode Trickling Filter Pada metode ini, bakteri aerob yang digunakan untuk mendegradasi bahan organik melekat dan tumbuh pada suatu lapisan media kasar, biasanya berupa serpihan batu atau plastik, dengan dengan ketebalan ± 1 – 3 m. limbah cair kemudian disemprotkan ke permukaan media dan dibiarkan merembes melewati media tersebut. Selama proses perembesan, bahan organik yang terkandung dalam limbah akan didegradasi oleh bakteri aerob. Setelah merembes sampai ke dasar lapisan media, limbah akan menetes ke suatu wadah penampung dan kemudian disalurkan ke tangki pengendapan. Dalam tangki pengendapan, limbah kembali mengalami proses pengendapan untuk memisahkan partikel padat tersuspensi dan mikroorganisme dari air limbah. Endapan yang terbentuk akan mengalami proses pengolahan limbah lebih lanjut, sedangkan air limbah akan dibuang ke lingkungan atau disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya jika masih diperlukan b. Metode Activated Sludge Pada metode activated sludge atau lumpur aktif, limbah cair disalurkan ke sebuah tangki dan didalamnya limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan bakteri aerob. Proses degradasi berlangsung didalam tangki tersebut selama beberapa jam, dibantu dengan pemberian gelembung udara aerasi (pemberian oksigen). Aerasi dapat mempercepat kerja bakteri dalam mendegradasi limbah. Selanjutnya, limbah disalurkan ke tangki pengendapan untuk mengalami proses pengendapan, sementara lumpur yang mengandung bakteri disalurkan kembali ke tangki aerasi. Seperti pada metode trickling filter, limbah yang telah melalui proses ini dapat dibuang ke lingkungan atau diproses lebih lanjut jika masih dperlukan. c. Metode Treatment ponds/ Lagoons Metode treatment ponds/lagoons atau kolam perlakuan merupakan metode yang murah namun prosesnya berlangsung relatif lambat. Pada metode ini, limbah cair ditempatkan dalam kolam-kolam terbuka. Algae yang tumbuh dipermukaan kolam akan berfotosintesis menghasilkan oksigen. Oksigen tersebut kemudian digunakan oleh bakteri aero untuk proses penguraian/degradasi bahan organik dalam limbah. Pada metode ini, terkadang kolam juga diaerasi. Selama proses degradasi di kolam, limbah juga akan mengalami proses
  • 23. pengendapan. Setelah limbah terdegradasi dan terbentuk endapan didasar kolam, air limbah dapat disalurka untuk dibuang ke lingkungan atau diolah lebih lanjut. 2.12.3 Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment) Pengolahan tersier dilakukan jika setelah pengolahan primer dan sekunder masih terdapat zat tertentu dalam limbah cair yang dapat berbahaya bagi lingkungan atau masyarakat. Pengolahan tersier bersifat khusus, artinya pengolahan ini disesuaikan dengan kandungan zat yang tersisa dalam limbah cair / air limbah. Umunya zat yang tidak dapat dihilangkan sepenuhnya melalui proses pengolahan primer maupun sekunder adalah zat-zat anorganik terlarut, seperti nitrat, fosfat, dan garam- garaman. Pengolahan tersier sering disebut juga pengolahan lanjutan (advanced treatment). Pengolahan ini meliputi berbagai rangkaian proses kimia dan fisika. Contoh metode pengolahan tersier yang dapat digunakan adalah metode saringan pasir, saringan multimedia, precoal filter, microstaining, vacum filter, penyerapan dengan karbon aktif, pengurangan besi dan mangan, dan osmosis bolak-balik. Metode pengolahan tersier jarang diaplikasikan pada fasilitas pengolahan limbah. Hal ini disebabkan biaya yang diperlukan untuk melakukan proses pengolahan tersier cenderung tinggi sehingga tidak ekonomis. 2.12.4 Desinfeksi (Desinfection) Desinfeksi atau pembunuhan kuman bertujuan untuk membunuh atau mengurangi mikroorganisme patogen yang ada dalam limbah cair. Meknisme desinfeksi dapat secara kimia, yaitu dengan menambahkan senyawa/zat tertentu, atau dengan perlakuan fisik. Dalam menentukan senyawa untuk membunuh mikroorganisme, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu : a. Daya racun zat b. Waktu kontak yang diperlukan c. Efektivitas zat d. Kadar dosis yang digunakan e. Tidak boleh bersifat toksik terhadap manusia dan hewan
  • 24. f. Tahan terhadap air g. Biayanya murah Contoh mekanisme desinfeksi pada limbah cair adalah penambahan klorin (klorinasi), penyinaran dengan ultraviolet(UV), atau dengan ozon (Oз).Proses desinfeksi pada limbah cair biasanya dilakukan setelah proses pengolahan limbah selesai, yaitu setelah pengolahan primer, sekunder atau tersier, sebelum limbah dibuang ke lingkungan. 2.12.5 Pengolahan Lumpur (Slude Treatment) Setiap tahap pengolahan limbah cair, baik primer, sekunder, maupun tersier, akan menghasilkan endapan polutan berupa lumpur. Lumpur tersebut tidak dapat dibuang secara langsung, melainkan pelu diolah lebih lanjut. Endapan lumpur hasil pengolahan limbah biasanya akan diolah dengan cara diurai/dicerna secara aerob (anaerob digestion), kemudian disalurkan ke beberapa alternatif, yaitu dibuang ke laut atau ke lahan pembuangan (landfill), dijadikan pupuk kompos, atau dibakar (incinerated). 2.13 Pengelolaan Limbah Gas Pengolah limbah gas secara teknis dilakukan dengan menambahkan alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran udara. Pencemaran udara sebenarnya dapat berasal dari limbah berupa gas atau materi partikulat yang terbawah bersama gas tersebut. Berikut akan dijelaskan beberapa cara menangani pencemaran udara oleh limbah gas dan materi partikulat yang terbawah bersamanya. 2.13.1 Mengontrol Emisi Gas Buang Gas-gas buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan hidrokarbon dapat dikontrol pengeluarannya melalui beberapa metode. Gas sulfur oksida dapat dihilangkan dari udara hasil pembakaran bahan bakar dengan cara desulfurisasi menggunakan filter basah (wet scrubber). Mekanisme kerja filter basah ini akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan berikutnya, yaitu mengenai metode menghilangkan materi partikulat, karena filter basah juga digunakan untuk menghilangkan materi partikulat.
  • 25. Gas nitrogen oksida dapat dikurangi dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dengan cara menurunkan suhu pembakaran. Produksi gas karbon monoksida dan hidrokarbon dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dapat dikurangi dengan cara memasang alat pengubah katalitik (catalytic converter) untuk menyempurnakan pembakaran. Selain cara-cara yang disebutkan diatas, emisi gas buang jugadapat dikurangi kegiatan pembakaran bahan bakar atau mulai menggunakan sumber bahan bakar alternatif yang lebih sedikit menghasilkan gas buang yang merupakan polutan. 2.13.2 Menghilangkan Materi Partikulat Dari Udara Pembuangan a. Filter Udara Filter udara dimaksudkan untuk yang ikut keluar pada cerobong atau stack, agar tidak ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih yang saja yang keluar dari cerobong. Filter udara yang dipasang ini harus secara tetap diamati (dikontrol), kalau sudah jenuh (sudah penuh dengan abu/ debu) harus segera diganti dengan yang baru. Jenis filter udara yang digunakan tergantung pada sifat gas buangan yang keluar dari proses industri, apakah berdebu banyak, apakah bersifat asam, atau bersifat alkalis dan lain sebagainya b. Pengendap Siklon Pengendap Siklon atau Cyclone Separators adalah pengedap debu / abu yang ikut dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu. Prinsip kerja pengendap siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara / gas buangan yang sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon sehingga partikel yang relatif “berat” akan jatuh ke bawah. Ukuran partikel / debu / abu yang bisa diendapkan oleh siklon adalah antara 5 u – 40 u. Makin besar ukuran debu makin cepat partikel tersebut diendapkan c. Filter Basah Nama lain dari filter basah adalah Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip kerja filter basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas alt, sedangkan udara yang kotor dari bagian bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut semprotkan air turun ke bawah.Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dapat juga prinsip kerja pengendap siklon dan filter basah digabungkan
  • 26. menjadi satu. Penggabungan kedua macam prinsip kerja tersebut menghasilkan suatu alat penangkap debu yang dinamakan. d. Pegendap Sistem Gravitasi Alat pengendap ini hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor yang ukuran partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 u atau lebih. Cara kerja alat ini sederhana sekali, yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat yang dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi perubahan kecepatan secara tiba-tiba (speed drop), zarah akan jatuh terkumpul di bawah akibat gaya beratnya sendiri (gravitasi). Kecepatan pengendapan tergantung pada dimensi alatnya. e. Pengendap Elektrostatik Alat pengendap elektrostatik digunakan untuk membersihkan udara yang kotor dalam jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya adalah aerosol atau uap air. Alat ini dapat membersihkan udara secara cepat dan udara yang keluar dari alat ini sudah relatif bersih. Alat pengendap elektrostatik ini menggunakan arus searah (DC) yang mempunyai tegangan antara 25 – 100 kv. Alat pengendap ini berupa tabung silinder di mana dindingnya diberi muatan positif, sedangkan di tengah ada sebuah kawat yang merupakan pusat silinder, sejajar dinding tabung, diberi muatan negatif. Adanya perbedaan tegangan yang cukup besar akan menimbulkan corona discharga di daerah sekitar pusat silinder. Hal ini menyebabkan udara kotor seolah – olah mengalami ionisasi. Kotoran udara menjadi ion negatif sedangkan udara bersih menjadi ion positif dan masing-masing akan menuju ke elektroda yang sesuai. Kotoran yang menjadi ion negatif akan ditarik oleh dinding tabung sedangkan udara bersih akan berada di tengah-tengah silinder dan kemudian terhembus keluar. 2.14 Meminimalisasi Limbah Idealnya, suatu kegiatan industry berusaha untuk mencegah pencemaran sebelum pencemaran itu terjadi. Konsep pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi bersih (clean technology atau low and no waste technology) yang akan melandasi program produksi bersih. Suatu pendekatan penting pada proses produksi bersih dalam suatu proses adalah menggunakan upaya meminimalisasi limbah. Meminimalisasi limbah adalah upaya untuk mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang berasal
  • 27. dari proses produksi, dengan jalan reduksi pada sumbernya dan/atau pemanfaatan limbah, seperti gambar berikut : Gambar 4. Teknik Minimisasi Limbah Gambar 5. Hirarki Pengelolaan Limbah di Indonesia
  • 28. BAB III KESIMPULAN Dengan adanya makalah ini dapat disimpulkan bahwa : ▪ Meminimalisasi limbah adalah upaya untuk mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang berasal dari proses produksi, dengan jalan reduksi pada sumbernya dan/atau pemanfaatan limbah, ▪ Limbah (Padat, Cair, Gas, dan B3) dapat dikelola sehingga tidak mencemari alam (lingkungan) dengan cara berikut: Limbah Cair dapat dikelolah dengan lima (5) cara yaitu, 1. Pengolahan Primer (Primary Treatment) 2. Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment) 3. Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment) 4. Desinfeksi (Desinfection) 5. Pengolahan Lumpur (Slude Treatment) Limbah Padat dapat dikelolah dengan lima (5) cara yaitu 1. Penimbunan Terbuka 2. Sanitary Landfill 3. insinerasi 4. Pembuatan kompos padat dan cair 5. Daur Ulang Limbah Padat Gas dikelolah dengan Dua (4) cara yaitu 1. Mengontrol Emisi Gas Buang 2. Menghilangkan Materi Partikulat Dari Udara Pembuangan 3. Metode pengolahan secara kimia, fisik dan biologi 4. Metode Pembuangan Limbah B3
  • 29. Daftar Pustaka Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL), Penjajagan Kemungkinan Pengembangan Pertukaran Limbah (Waste Exchange) Di Indonesia, Jakarta, (1992) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL), Produksi Bersih di Indonesia, Jakarta, (1997) Manahan, S, 1994, Environmental Chemistry, Sixth Edition, Lewis Publishers, Florida Panggabean, S.M., Minimisasi Pada Industri Pelapisan Logam, Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta,(1997) Soemantojo, R, W., Minimisasi Kimbah Dan Produksi Bersih, PSSML-UI, Jakarta,(1996) Sugiharto, 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press. Jakarta