SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 15
BAB I.
PENDAHULUAN

A. Pengertian Pemanasan Global
Pemanasan global (Global Warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan
temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect)
yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas - gas seperti karbondioksida (CO2), metana
(CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer
bumi. Berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur global termasuk Indonesia yang
terjadi pada kisaran 1,5 – 40º C pada akhir abad 21. Pemanasan global menimbulkan
dampak yang luas dan serius bagi lingkungan biogeofisik (seperti pelelehan es di kutub,
kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan
iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dan
sebagainya). Sedangkan dampak bagi aktivitas social ekonomi masyarakat meliputi : (a)
gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi
prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap
permukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan
resiko

kanker

dan wabah penyakit, dan sebagainya (Anonim, 2007 dalam Muhi, 2011).

Pemanasan global (Global Warming) adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata
atmosfer, laut dan daratan bumi. Temperatur rata - rata global pada permukaan bumi telah
meningkat 0.18 °C selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC)

menyimpulkan bahwa, “sebagian besar peningkatan temperatur rata - rata

global sejak pertengahan abad ke - 20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya
konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.
Peningkatan temperatur global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang
lain seperti naiknya muka air laut, meningkatnya intensitas kejadian cuaca yang ekstrim, serta
perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat - akibat pemanasan global yang lain adalah
terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis hewan (Smart
Click, 2011 dalam Muhi, 2011). Jadi, pemanasan global adalah merupakan meningkatnya
temperatur di planet bumi secara global, meliputi peningkatan temperatur atmosfir,
temperatur laut dan temperatur daratan bumi yang menimbulkan dampak secara langsung
maupun tidak langsung terhadap masa depan bumi termasuk manusia dan makhluk hidup
lain. Dampak yang ditimbulkan cenderung mengancam eksistensi bumi, dan kelangsungan
hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Banyak orang termasuk para ahli yang
mensinyalir atau menuding bahwa penyebab kenaikan temperatrur bumi adalah aktivitas aktivitas manusia yang memicu dan mendorong timbulnya gas efek rumah kaca. Berbagai
aktivitas manusia yang memicu peningkatan gas efek rumah kaca antara lain kegiatan
industri, pembabatan hutan secara terus - menerus, kendaraan bermotor, kegiatan peternakan
dan rumah tangga. Pemicu atau penyumbang gas efek rumah tangga yang dominan adalah
kegiatan industri (dan pabrik - pabrik), kendaraan bermotor, dan perambahan hutan yang
berlangsung secara terus-menerus.
B. Fenomena Pemanasan Global
Secara alamiah, salah satu fenomena yang dirasakan sebagian besar umat manusia di
seluruh dunia adalah perubahan temperatur yang cenderung meningkat. Temperatur udara
terasa lebih panas dari tahun - tahun sebelumnya. Dimana - mana orang-orang membicarakan
perubahan temperatur di permukaan bumi yang cenderung meningkat, baik di kalangan
orang-orang terdidik maupun di kalangan orang awam. Senyatanya mereka membicarakan
apa yang mereka rasakan. Berdasarkan

kondisi

yang

dirasakan

secara

makro

oleh

masyarakat, para ahli-pun tidak tinggal diam. Mereka selama beberapa dekade terakhir ini
melakukan penelitian secara ilmiah. Mereka memperoleh fakta bahwa semakin meningkatnya
temperatur di permukaan bumi ternyata berkaitan dengan gas - gas rumah kaca yang dihasilkan
oleh aktifitas manusia. Beberapa jenis gas rumah kaca merupakan penyebab meningkatnya
temperatur di planet bumi yang berasal dari aktivitas manusia sendiri. Artinya, aktivitas
manusia merupakan kontributor terbesar bagi terbentuknya gas – gas rumah kaca, seperti
pembakaran pada kendaraan bermotor/industri (pabrik - pabrik), dan pembangkit tenaga listrik
yang menggunakan bahan bakar fosil (bahan bakar minyak, batu bara dan sebagainya). Berbagai
fenomena yang muncul terkait dengan pemanasan global antara lain sebagaimana yang
dikemukakan oleh Merry Magdalena (2011) dalam Muhi (2011), sebagai berikut :
(1).

Kebakaran hutan besar-besaran, bukan hanya di Indonesia, sejumlah hutan di

Amerika Serikat, Rusia, Australia dan sebagainya juga mengalami

kebakaran hebat.
Ilmuwan mengaitkan kebakaran yang merajalela ini dengan temperatur yang kian panas.
Area hutan lebih kering dari biasanya dan lebih mudah terbakar;
(2).

Situs purbakala cepat rusak. Akibat alam yang tak bersahabat, sejumlah kuil, situs

bersejarah, candi dan artefak lain lebih cepat rusak dibandingkan beberapa waktu silam,
disebabkan banjir, suhu yang ekstrim dan pasang laut. Situs bersejarah berusia 600 tahun di
Thailand, Sukhotai, mengalami kerusakan akibat banjir, besar;
(3).

Satelit bergerak lebih cepat. Emisi karbon dioksida membuat planet lebih cepat

panas, bahkan berimbas ke ruang angkasa. Udara di bagian terluar atmosfer sangat tipis,
tapi dengan jumlah karbondioksida yang bertambah, maka molekul di atmosfer bagian atas
menyatu lebih lambat dan cenderung memancarkan energi, dan mendinginkan udara
sekitarnya. Makin banyak karbondioksida di atas sana, maka atmosfer menciptakan lebih
banyak dorongan, dan satelit bergerak lebih cepat;
(4).

Hanya yang terkuat yang akan bertahan. Akibat musim yang kian tak menentu, maka

hanya mahluk hidup yang kuatlah yang bisa bertahan hidup. Misalnya, tanaman berbunga lebih
cepat, maka migrasi sejumlah hewan akan terjadi lebih cepat. Mereka yang bergerak lambat
akan kehilangan makanan, dan mereka yang lebih tangkas akan dapat bertahan hidup;
(5).

Pelelehan besar-besaran. Temperatur planet yang memicu pelelehan gunung es, dan

semua lapisan tanah yang selama ini membeku. Imbas dari ketidakstabilan ini pada dataran
tinggi seperti pegunungan bahkan bisa menyebabkan keruntuhan batuan;
(6). Mekarnya tumbuhan di Kutub Utara. Saat pelelehan Kutub Utara memicu problem
pada tanaman dan hewan di dataran yang lebih rendah, tercipta pula situasi yang sama
dengan saat matahari terbenam pada biota Kutub Utara. Tanaman kutub yang dulu
terperangkap dalam es kini tidak lagi dan mulai tumbuh. Ilmuwan menemukan terjadinya
peningkatan pembentukan fotosintesis di sejumlah tanah sekitar dibanding dengan tanah di
era purba;
(7). Habitat makhluk hidup pindah ke dataran lebih tinggi. Ilmuwan menemukan bahwa
pemanasan global menyebabkan hewanhewan kutub pindah ke dataran lebih tinggi. Hal ini
mengancam habitat beruang kutub, karena es tempat dimana mereka tinggal juga mencair, tentu
akan melakukan perpindahan habitat.IPCC melaporakn penelitiannya bahwa 0,15 - 0,3º C.
Jika peningkatan temperatur itu terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2040 lapisan es di
kutub-kutub bumi akan habis meleleh, dan tahun 2050 akan terjadi kekurangan air tawar.
Udara akan sangat panas, jutaan orang berebut air dan makanan. Hasil studi yang
dilakukan ilmuwan di Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir dan Laut, Institut Teknologi
Bandung (2007) ditemukan bahwa permukaan air laut Teluk Jakarta meningkat setinggi
0,8 cm. Jika temperatur bumi terus meningkat, maka diperkirakan, pada tahun 2050
daerahdaerah di Jakarta (seperti : Kosambi, Penjaringan, dan Cilincing) dan Bekasi (seperti :
Muaragembong, Babelan, dan Tarumajaya) akan terendam semuanya (Anonim, 2007a dalam
Muhi, 2011).
Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut
: (a) meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan meluasnya
kerusakan mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman terhadap kegiatan
sosialekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau pulau kecil. Lebih lanjut Anonim (2007) mengemukakan :
 Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir disebabkan oleh terjadinya pola hujan
yang acak dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan sangat tinggi
(kejadian ekstrim). Kemungkinan lainnya adalah akibat terjadinya efek backwater dari
wilayah pesisir ke darat.
 Kenaikan muka air laut selain mengakibatkan perubahan arus laut pada wilayah pesisir
juga mengakibatkan rusaknya ekosistem mangrove. Luas hutan mangrove di Indonesia
terus mengalami penurunan dari 5.209.543 ha (1982) menurun menjadi 3.235.700 ha (1987)
dan menjadi 2.496.185 ha (1993). Dalam kurun waktu 10 tahun (1982-1993) telah
terjadi penurunan hutan mangrove ± 50% dari total luasan semula. Jika keberadaan
mangrove tidak dapat dipertahankan, maka abrasi pantai akan kerap terjadi karena
tidak adanya penahan gelombang, pencemaran dari sungai ke laut akan meningkat karena
tidak adanya filter polutan, dan zona budidaya aquaculture pun akan terancam dengan
sendirinya.
 Terancam berkurangnya luasan kawasan pesisir dan bahkan hilangnya pulau - pulau
kecil yang dapat mencapai angka 2000 hingga 4000 pulau, tergantung dari kenaikan
muka air laut yang terjadi. Dengan asumsi kemunduran garis pantai sejauh 25 meter,
pada akhir abad 2100 lahan pesisir yang hilang mencapai 202.500 ha.
C. Fenomena Perubahan Iklim
Para peneliti dari Potsdam Institute for Climate Impact Research (Potsdam-Institut für
Klimafolgenforschung/PIK) di Jerman menyatakan bahwa musim dingin ekstrem yang
terjadi berturutturut di benua Eropa dalam 10 tahun belakangan ini adalah akibat
mencairnya lapisan es di kawasan Artik, dekat Kutub Utara sebagai akibat pemanasan
global. Hilangnya lapisan es membuat permukaan laut di Samudera Artik langsung terkena
sinar matahari. Energi panas matahari, yang biasanya dipantulkan lagi ke luar angkasa oleh
lapisan es berwarna putih, kini terserap oleh permukaan laut, membuat laut di kawasan
kutub memanas dan mengubah pola aliran udara di atmosfer. Dalam model komputer,
yang dibuat PIK dan dimuat di Journal of Geophysical Research awal bulan Desember 2010,
memperlihatkan kenaikan temperature udara di lautan Artik menimbulkan sistem tekanan
tinggi. Sistem tekanan tinggi inilah yang membawa udara dingin kutub ke daratan Eropa.
Anomali iklim tersebut mengakibatkan gangguan transportasi hingga Rabu (22/12/2010),
pada saat jutaan warga Eropa bersiap mudik untuk merayakan Natal di kampung halaman.
Vladimir Petoukhov menyatakan bahwa Anomali ini bisa melipat tigakan probabilitas
terjadinya musim dingin yang ekstrem di Eropa dan Asia Utara. Efek aliran udara dingin dari
kutub utara itu akan makin parah saat terjadi gangguan pada arus udara panas yang
melintasi

Samudra Atlantik

dan

perubahan

aktivitas

matahari.

Para

pakar

cuaca

mengatakan, saat ini arus udara hangat dari pantai timur AS (Gulf Stream) terhalang dan
berbelok arah di tengah-tengah Atlantik. Hal ini membuat aliran udara dingin dari Artik
dan Eropa Timur tak terbendung masuk ke Eropa Barat. Saat arus dingin ini melintasi
Laut Utara dan Laut Irlandia, uap air dari laut tersebut diubah menjadi salju dalam skala
sangat besar dan menyebabkan badai salju parah di negara-negara Eropa Barat (Tri Wahono,
2010 dalam Muhi, 2011).
Perubahan iklim yang terjadi telah merubah pola musim panas menjadi semakin panjang,
semakin panas dan kering. Sejak tahun 2004 setidaknya sudah 42 persen es di kutub utara
semakin menipis dan mencair di setiap musim panas. Hal ini dilaporkan beberapa ilmuwan
di lembaga antariksa AS, NASA. Mereka menggambarkan, secara keseluruhan es Laut
Kutub Utara menipis sebanyak 7 inci (17.78 centimeter) per tahun sejak tahun 2004,
sebanyak 2,2 kaki (0,67meter) selama empat musim dingin. Es Kutub Utara merupakan
salah satu faktor yang menentukan pada pola cuaca dan iklim global, karena perbedaan antara
udara dingin di kedua kutub bumi dan udara hangat di sekitar khatulistiwa menggerakkan
arus udara dan air, termasuk arus yang memancar. Beberapa ilmuwan Selandia Baru
memperingatkan bahwa Kutub Selatan mencair lebih cepat dari perkiraan.

Peter Barrett dari

Antarctic Research Center, Victoria University mengatakan, jumlah es yang hilang
mencapai 75 persen sejak tahun 1996. Hilangnya es global dari Greenland, Antartika dan
gletser lain menunjukkan permukaan air laut akan naik antara 80 centimeter dan 2 meter
sampai tahun 2100. Tahun 2008 Mark Lynas memprediksi kondisi yang lebih ekstrim,
jika kenaikan suhu bumi lebih dari 2,7º C pencairan es akan menaikkan level air laut hingga 6
meter. Journal of Climate American Meteorogical Society‟s melaporkan bahwa “temperatur
rata-rata permukaan naik 9,3 derajat Fahrenheit atau 5,2º C sampai 2100, kata beberapa
ilmuwan di Massasuchusetts Institute of Technology (MIT), dibandingkan studi tahun 2003
yang memperkirakan suhu permukaan rata-rata 4,3º F atau 2,4º C (Cawi Setiawan, 2009 dalam
Muhi, 2011).
Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau - pulau besar dan
kecil. Perubahan iklim ini akan berdampak terhadap banyak pulau - pulau kecil yang
sangat mungkin akan hilang dan tenggelam. Indonesia juga akan kehilangan wilayah wilayah pesisir dan kota - kota yang berada di wilayah pesisir pada pulau-pulau besar.
Secara logis kondisi tersebut akan berdampak terhadap semakin mengecilnya luas wilayah.
Jika wailayah pesisir dan pulau-pulau kecil berpenghuni menghilang, maka mau tidak mau
penduduknya harus berpindah ke lokasi yang lebih tinggi. Disinyalir pula akan semakin
sering terjadi kekeringan yang dapat mengakibatkan musibah gagal panen dan kebakaran,
curah hujan semakin ekstrim menyebabkan musibah banjir dan longsor, petani/nelayan akan
kehilangan mata pencaharian karena perubahan iklim semakin sulit diprediksi. Perubahan
Iklim semakin kacau, hujan badai angin topan, kekeringan akan semakin sering terjadi,
banyak spesies flora dan fauna akan musnah, terutama akibat gagal beradaptasi terhadap
perubahan iklim yang terjadi.
BAB II.
DAMPAK KENAIKAN PERMUKAAN AIR LAUT DAN BANJIR TERHADAP
KONDISI LINGKUNGAN BIO-GEOFISIK DAN SOSIAL-EKONOMI
MASYARAKAT.
Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut : (a)
meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan
mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi
masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil.
Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir disebabkan oleh terjadinya pola hujan yang
acak dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan sangat tinggi (kejadian ekstrim).
Kemungkinan lainnya adalah akibat terjadinya efek backwater dari wilayah pesisir ke darat.
Frekuensi dan intensitas banjir diprediksikan terjadi 9 kali lebih besar pada dekade mendatang
dimana 80% peningkatan banjir tersebut terjadi di Asia Selatan dan Tenggara (termasuk
Indonesia) dengan luas genangan banjir mencapai 2 juta mil persegi. Peningkatan volume air
pada kawasan pesisir akan memberikan efek akumulatif apabila kenaikan muka air laut serta
peningkatan frekuensi dan intensitas hujan terjadi dalam kurun waktu yang bersamaan.
Kenaikan muka air laut selain mengakibatkan perubahan arus laut pada wilayah pesisir juga
mengakibatkan rusaknya ekosistem mangrove, yang pada saat ini saja kondisinya sudah
sangat mengkhawatirkan. Luas hutan mangrove di Indonesia terus mengalami penurunan
dari 5.209.543 ha (1982) menurun menjadi 3.235.700 ha (1987) dan menurun lagi hingga
2.496.185 ha (1993). Dalam kurun waktu 10 tahun (1982-1993), telah terjadi penurunan
hutan mangrove ± 50% dari total luasan semula. Apabila keberadaan mangrove tidak dapat
dipertahankan lagi, maka : abrasi pantai akan kerap terjadi karena tidak adanya penahan
gelombang, pencemaran dari sungai ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter
polutan, dan zona budidaya aquaculture pun akan terancam dengan sendirinya.
Meluasnya intrusi air laut selain diakibatkan oleh terjadinya kenaikan muka air laut juga
dipicu oleh terjadinya land subsidence akibat penghisapan air tanah secara berlebihan.
Sebagai contoh, diperkirakan pada periode antara 2050 hingga 2070, maka intrusi air laut
akan mencakup 50% dari luas wilayah Jakarta Utara.
Gangguan terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang terjadi diantaranya adalah : (a)
gangguan terhadap jaringan jalan lintas dan kereta api di Pantura Jawa dan Timur - Selatan
Sumatera ; (b) genangan terhadap permukiman penduduk pada kota - kota pesisir yang
berada pada wilayah Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan,
Sulawesi bagian Barat Daya, dan beberapa spot pesisir di Papua ; (c) hilangnya lahan-lahan
budidaya seperti sawah, payau, kolam ikan, dan mangrove seluas 3,4 juta hektar atau setara
dengan US$ 11,307 juta ; gambaran ini bahkan menjadi lebih „buram‟ apabila dikaitkan
dengan keberadaan sentra-sentra produksi pangan yang hanya berkisar 4 % saja dari
keseluruhan luas wilayah nasional, dan (d) penurunan produktivitas lahan pada sentra-sentra
pangan, seperti di DAS Citarum, Brantas, dan Saddang yang sangat krusial bagi
kelangsungan swasembada pangan di Indonesia. Adapun daerah-daerah di Indonesia yang
potensial terkena dampak kenaikan muka air laut diperlihatkan pada Gambar 1 berikut.
Terancam berkurangnya luasan kawasan pesisir dan bahkan hilangnya pulau-pulau kecil
yang dapat mencapai angka 2000 hingga 4000 pulau, tergantung dari kenaikan muka air laut
yang terjadi. Dengan asumsi kemunduran garis pantai sejauh 25 meter, pada akhir abad 2100
lahan pesisir yang hilang mencapai 202.500 ha.
Bagi Indonesia, dampak kenaikan muka air laut dan banjir lebih diperparah dengan
pengurangan luas hutan tropis yang cukup signifikan, baik akibat kebakaran maupun akibat
penggundulan. Data yang dihimpun dari The Georgetown – International Environmental
Law Review (1999) dalam Muhi (2011(menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1997 – 1998
saja tidak kurang dari 1,7 juta hektar hutan terbakar di Sumatra dan Kalimantan akibat
pengaruh El Nino. Bahkan WWF (2000) dalam Muhi (2011) menyebutkan angka yang lebih
besar, yakni antara 2 hingga 3,5 juta hektar pada periode yang sama. Apabila tidak diambil
langkah-langkah yang tepat maka kerusakan hutan – khususnya yang berfungsi lindung –
akan menyebabkan run-off yang besar pada kawasan hulu, meningkatkan resiko
pendangkalan dan banjir pada wilayah hilir , serta memperluas kelangkaan air bersih pada
jangka panjang.
BAB III.
UPAYA – UPAYA YANG DAPAT MENGEMBALIKAN (NORMALISASI FUNGSI
KAWASAN) MELALUI RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
1. Antisipasi Dampak Kenaikan Muka Air Laut dan Banjir melalui Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional
Dengan memperhatikan dampak pemanasan global yang memiliki skala nasional dan
dimensi waktu yang berjangka panjang, maka keberadaan RTRWN menjadi sangat penting.
Secara garis besar RTRWN yang telah ditetapkan aspek legalitasnya melalui PP No.47/1997
sebagai penjabaran pasal 20 dari UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang memuat arahan
kebijaksanaan pemanfaatan ruang negara yang memperlihatkan adanya pola dan struktur wilayah
nasional yang ingin dicapai pada masa yang akan datang. Pola pemanfaatan ruang wilayah
nasional memuat : (a) arahan kebijakan dan kriteria pengelolaan kawasan lindung (termasuk
kawasan rawan bencana seperti kawasan rawan gelombang pasang dan banjir) ; dan (b) arahan
kebijakan dan kriteria pengelolaan kawasan budidaya (hutan produksi, pertanian, pertambangan,
pariwisata, permukiman, dsb). Sementara struktur pemanfaatan ruang wilayah nasional
mencakup : (a) arahan pengembangan sistem permukiman nasional dan (b) arahan
pengembangan sistem prasarana wilayah nasional (seperti jaringan transportasi, kelistrikan,
sumber daya air, dan air baku.
Sesuai dengan dinamika pembangunan dan lingkungan strategis yang terus berubah,
maka dirasakan adanya kebutuhan untuk mengkajiulang (review) materi pengaturan RTRWN
(PP 47/1997) agar senantiasa dapat merespons isu-isu dan tuntutan pengembangan wilayah
nasional ke depan. Oleh karenanya, pada saat ini Pemerintah tengah mengkajiulang RTRWN
yang diselenggarakan dengan memperhatikan perubahan lingkungan strategis ataupun paradigma
baru sebagai berikut :
globalisasi ekonomi dan implikasinya,
otonomi daerah dan implikasinya,
penanganan kawasan perbatasan antar negara dan sinkronisasinya,
pengembangan kemaritiman/sumber daya kelautan,
pengembangan kawasan tertinggal untuk pengentasan kemiskinan dan krisis ekonomi,
daur ulang hidrologi,
penanganan land subsidence,
pemanfaatan jalur ALKI untuk prosperity dan security, serta
pemanasan global dan berbagai dampaknya.
Dengan demikian, maka aspek kenaikan muka air laut dan banjir seyogyanya akan
menjadi salah satu masukan yang signifikan bagi kebijakan dan strategi pengembangan wilayah
nasional yang termuat didalam RTRWN khususnya bagi pengembangan kawasan pesisir
mengingat : (a) besarnya konsentrasi penduduk yang menghuni kawasan pesisir khususnya pada
kota-kota pantai, (b) besarnya potensi ekonomi yang dimiliki kawasan pesisir, (c) pemanfaatan
ruang wilayah pesisir yang belum mencerminkan adanya sinergi antara kepentingan ekonomi
dengan lingkungan, (d) tingginya konflik pemanfaatan ruang lintas sektor dan lintas wilayah,
serta (e) belum terciptanya keterkaitan fungsional antara kawasan hulu dan hilir, yang cenderung
merugikan kawasan pesisir.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh ADB (1994) dalam Muhi (2011), maka dampak
kenaikan muka air laut dan banjir diperkirakan akan memberikan gangguan yang serius terhadap
wilayah-wilayah seperti : Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan,
Sulawesi bagian Barat Daya, dan beberapa spot pada pesisir Barat Papua. Untuk kawasan
budidaya, maka perhatian yang lebih besar perlu diberikan untuk kota-kota pantai yang memiliki
peran strategis bagi kawasan pesisir, yakni sebagai pusat pertumbuhan kawasan yang
memberikan pelayanan ekonomi, sosial, dan pemerintahan bagi kawasan tersebut. Kota-kota
pantai yang diperkirakan mengalami ancaman dari kenaikan muka air laut diantaranya adalah
Lhokseumawe, Belawan, Bagansiapi-api, Batam, Kalianda, Jakarta, Tegal, Semarang, Surabaya,
Singkawang, Ketapang, Makassar, Pare-Pare, Sinjai.
Kawasan-kawasan fungsional yang perlu mendapatkan perhatian terkait dengan kenaikan
muka air laut dan banjir meliputi 29 kawasan andalan, 11 kawasan tertentu, dan 19 kawasan
tertinggal. Perhatian khusus perlu diberikan dalam pengembangan arahan kebijakan dan kriteria
pengelolaan prasarana wilayah yang penting artinya bagi pengembangan perekonomian nasional,
namun memiliki kerentanan terhadap dampak kenaikan muka air laut dan banjir, seperti :
Sebagian ruas-ruas jalan Lintas Timur Sumatera (dari Lhokseumawe hingga Bandar
Lampung sepanjang ± 1600 km) dan sebagian jalan Lintas Pantura Jawa (dari Jakarta hingga
Surabaya sepanjang ± 900 km) serta sebagian Lintas Tengah Sulawesi (dari Pare-pare,
Makassar hingga Bulukumba sepanjang ± 250 km).
beberapa pelabuhan strategis nasional, seperti Belawan (Medan), Tanjung Priok (Jakarta),
Tanjung Mas (Semarang), Pontianak, Tanjung Perak (Surabaya), serta pelabuhan Makassar.
Jaringan irigasi pada wilayah sentra pangan seperti Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur
dan Sulawesi bagian Selatan.
Beberapa Bandara strategis seperti Medan, Jakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, dan
Semarang.
Untuk kawasan lindung pada RTRWN, maka arahan kebijakan dan kriteria pola pengelolaan
kawasan rawan bencana alam, suaka alam-margasatwa, pelestarian alam, dan kawasan
perlindungan setempat (sempadan pantai, dan sungai) perlu dirumuskan untuk dapat
mengantisipasi berbagai kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi.
Selain antisipasi yang bersifat makro-strategis diatas, diperlukan pula antisipasi dampak
kenaikan muka air laut dan banjir yang bersifat mikro-operasional. Pada tataran mikro, maka
pengembangan kawasan budidaya pada kawasan pesisir selayaknya dilakukan dengan
mempertimbangkan beberapa alternatif yang direkomendasikan oleh IPCC (1990) dalam Muhi
(2011) sebagai berikut :
Relokasi ; alternatif ini dikembangkan apabila dampak ekonomi dan lingkungan akibat
kenaikan muka air laut dan banjir sangat besar sehingga kawasan budidaya perlu dialihkan
lebih menjauh dari garis pantai. Dalam kondisi ekstrim, bahkan, perlu dipertimbangkan
untuk menghindari sama sekali kawasan-kawasan yang memiliki kerentanan sangat tinggi.
Akomodasi ; alternatif ini bersifat penyesuaian terhadap perubahan alam atau resiko
dampak yang mungkin terjadi seperti reklamasi, peninggian bangunan atau perubahan
agriculture menjadi budidaya air payau (aquaculture) ; area - area yang tergenangi tidak
terhindarkan, namun diharapkan tidak menimbulkan ancaman yang serius bagi keselamatan
jiwa, asset dan aktivitas sosial-ekonomi serta lingkungan sekitar.
Proteksi ; alternatif ini memiliki dua kemungkinan, yakni yang bersifat hard structure
seperti pembangunan penahan gelombang (breakwater) atau tanggul banjir (seawalls) dan
yang bersifat soft structure seperti revegetasi mangrove atau penimbunan pasir (beach
nourishment). Walaupun cenderung defensif terhadap perubahan alam, alternatif ini perlu
dilakukan secara hati - hati dengan tetap mempertimbangkan proses alam yang terjadi sesuai
dengan prinsip “working with nature”.
Sedangkan untuk kawasan lindung, prioritas penanganan perlu diberikan untuk sempadan pantai,
sempadan sungai, mangrove, terumbu karang, suaka alam margasatwa/cagar alam/habitat flora fauna, dan kawasan - kawasan yang sensitif secara ekologis atau memiliki kerentanan tinggi
terhadap perubahan alam atau kawasan yang bermasalah. Untuk pulau - pulau kecil maka
perlindungan perlu diberikan untuk pulau - pulau yang memiliki fungsi khusus, seperti tempat
transit fauna, habitat flora dan fauna langka/dilindungi, kepentingan hankam, dan sebagainya.
Agar prinsip keterpaduan pengelolaan pembangunan kawasan pesisir benar - benar dapat
diwujudkan, maka pelestarian kawasan lindung pada bagian hulu – khususnya hutan tropis –
perlu pula mendapatkan perhatian. Hal ini penting agar laju pemanasan global dapat dikurangi,
sekaligus mengurangi peningkatan skala dampak pada kawasan pesisir yang berada di kawasan
hilir.
2. Kebutuhan Intervensi Kebijakan Penataan Ruang dalam rangka Mengantisipasi
Dampak Pemanasan Global terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dalam kerangka kebijakan penataan ruang, maka RTRWN merupakan salah satu
instrumen kebijakan yang dapat dimanfaatkan untuk dampak pemanasan global terhadap
kawasan pesisir dan pulau - pulau kecil. Namun demikian, selain penyiapan RTRWN ditempuh
pula kebijakan untuk revitalisasi dan operasionalisasi rencana tata ruang yang berorientasi
kepada pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan pesisir dan pulau - pulau
kecil dengan tingkat kedalaman yang lebih rinci. Intervensi kebijakan penataan ruang diatas pada
dasarnya ditempuh untuk memenuhi tujuan - tujuan berikut :
Mewujudkan pembangunan berkelanjutan pada kawasan pesisir, termasuk kota - kota pantai
dengan segenap penghuni dan kelengkapannya (prasarana dan sarana) sehingga fungsi fungsi kawasan dan kota sebagai sumber pangan (source of nourishment) dapat tetap
berlangsung.
Mengurangi kerentanan (vulnerability) dari kawasan pesisir dan para pemukimnya
(inhabitants) dari ancaman kenaikan muka air laut, banjir, abrasi, dan ancaman alam
(natural hazards) lainnya.
Mempertahankan berlangsungnya proses ekologis esensial sebagai sistem pendukung
kehidupan dan keanekaragaman hayati pada wilayah pesisir agar tetap lestari yang dicapai
melalui keterpaduan pengelolaan sumber daya alam dari hulu hingga ke hilir (integrated
coastal zone management).
Untuk mendukung tercapainya upaya revitalisasi dan operasionalisasi rencana tata ruang,
maka diperlukan dukungan-dukungan, seperti : (a) penyiapan Pedoman dan Norma, Standar,
Prosedur dan Manual (NSPM) untuk percepatan desentralisasi bidang penataan ruang ke
daerah – khususnya untuk penataan ruang dan pengelolaan sumber daya kawasan pesisir/tepi
air; (b) peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia serta pemantapan format
dan mekanisme kelembagaan penataan ruang, (c) sosialisasi produk-produk penataan ruang
kepada masyarakat melalui public awareness campaig, (d) penyiapan dukungan sistem
informasi dan database pengelolaan kawasan pesisir dan pulau - pulau kecil yang memadai,
serta (e) penyiapan peta-peta yang dapat digunakan sebagai alat mewujudkan keterpaduan
pengelolaan kawasan pesisir dan pulau kecil sekaligus menghindari terjadinya konflik lintas
batas.
Selanjutnya, untuk dapat mengelola pembangunan kawasan pesisir secara efisien dan efektif,
diperlukan strategi pendayagunaan penataan ruang yang senada dengan semangat otonomi
daerah yang disusun dengan memperhatikan factor - faktor berikut :
Keterpaduan yang bersifat lintas sektoral dan lintas wilayah dalam konteks pengembangan
kawasan pesisir sehingga tercipta konsistensi pengelolaan pembangunan sektor dan wilayah
terhadap rencana tata ruang kawasan pesisir.
Pendekatan bottom-up atau mengedepankan peran masyarakat (participatory planning
process) dalam pelaksanaan pembangunan kawasan pesisir yang transparan dan accountable
agar lebih akomodatif terhadap berbagai masukan dan aspirasi seluruh stakeholders dalam
pelaksanaan pembangunan.
Kerjasama antar wilayah (antar propinsi, kabupaten maupun kota-kota pantai, antara
kawasan perkotaan dengan perdesaan, serta antara kawasan hulu dan hilir) sehingga tercipta
sinergi pembangunan kawasan pesisir dengan memperhatikan inisiatif, potensi dan
keunggulan lokal, sekaligus reduksi potensi konflik lintas wilayah
Penegakan hukum yang konsisten dan konsekuen – baik PP, Keppres, maupun Perda –
untuk menghindari kepentingan sepihak dan untuk terlaksananya role sharing yang
„seimbang‟ antar unsur-unsur stakeholders.
BAB IV.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pemanasan

global menimbulkan

dampak

yang

luas

dan

serius

bagi

lingkungan biogeofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan
gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna
tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dan sebagainya). Kenaikan muka air laut secara
umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut : (a) meningkatnya frekuensi dan intensitas
banjir, (b) perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove, (c) meluasnya intrusi air
laut, (d) ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya
luas daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil. Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir
disebabkan oleh terjadinya pola hujan yang acak dan musim hujan yang pendek sementara curah
hujan sangat tinggi (kejadian ekstrim). Kemungkinan lainnya adalah akibat terjadinya efek
backwater dari wilayah pesisir ke darat. Beberapa langkah atau upaya yang dapat dilakukan
untuk mengembalikan fungsi kawasan antara lain, Relokasi, Akomodasi, dan Proteksi.
Sedangkan untuk kawasan lindung, prioritas penanganan perlu diberikan untuk sempadan pantai,
sempadan sungai, mangrove, terumbu karang, suaka alam margasatwa/cagar alam/habitat flora fauna, dan kawasan - kawasan yang sensitif secara ekologis atau memiliki kerentanan tinggi
terhadap perubahan alam atau kawasan yang bermasalah
DAFTAR PUSTAKA

Muhi, Ali Hanapiah, (2011) Praktek Lingkungan Hidup. Jawa Barat: Institut Pemerintahan
dalam Negeri (IPDN)
https://www.google.com/url?q=http://sirmanggisak.blogspot.com/2013/07/dampak-pemanasanglobal-bagi-kehidupan.html
https://m.facebook.com/notes/debit-ridhawati/global-warming-pengertian-penyebab-efek-caramengatasi-/10150531758072256

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Mais procurados (20)

Peranan olahraga nilai sosial
Peranan olahraga nilai sosialPeranan olahraga nilai sosial
Peranan olahraga nilai sosial
 
Lempar Cakram
Lempar CakramLempar Cakram
Lempar Cakram
 
Model RPP Seni Musik
Model RPP Seni MusikModel RPP Seni Musik
Model RPP Seni Musik
 
Makalah Sepak Bola
Makalah Sepak BolaMakalah Sepak Bola
Makalah Sepak Bola
 
Powerpoint sepak-bola-ok
Powerpoint sepak-bola-okPowerpoint sepak-bola-ok
Powerpoint sepak-bola-ok
 
Power point senam lantai.pptx
Power point senam lantai.pptxPower point senam lantai.pptx
Power point senam lantai.pptx
 
Uu 1974 nomor 1 perkawinan
Uu 1974 nomor 1 perkawinanUu 1974 nomor 1 perkawinan
Uu 1974 nomor 1 perkawinan
 
power point Permainan bola voli
power point Permainan bola volipower point Permainan bola voli
power point Permainan bola voli
 
Manajemen Olahraga
Manajemen OlahragaManajemen Olahraga
Manajemen Olahraga
 
Konsep gerak dasar
Konsep gerak dasarKonsep gerak dasar
Konsep gerak dasar
 
PPT Penjaskes: Bola Besar
PPT Penjaskes: Bola BesarPPT Penjaskes: Bola Besar
PPT Penjaskes: Bola Besar
 
Makalah tenis meja
Makalah tenis mejaMakalah tenis meja
Makalah tenis meja
 
Olahraga Lempar lembing
Olahraga Lempar lembingOlahraga Lempar lembing
Olahraga Lempar lembing
 
PROJECT DASAR-DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING
PROJECT DASAR-DASAR BIMBINGAN DAN KONSELINGPROJECT DASAR-DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING
PROJECT DASAR-DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING
 
MEMPERKUAT KOMITMEN KEBANGSAAN
MEMPERKUAT KOMITMEN KEBANGSAANMEMPERKUAT KOMITMEN KEBANGSAAN
MEMPERKUAT KOMITMEN KEBANGSAAN
 
Ppt bola besar
Ppt bola besarPpt bola besar
Ppt bola besar
 
Kliping basket
Kliping basketKliping basket
Kliping basket
 
Softball
SoftballSoftball
Softball
 
Olahraga bola kecil
Olahraga bola kecilOlahraga bola kecil
Olahraga bola kecil
 
Presentasi penjaskes bola basket
Presentasi penjaskes bola basketPresentasi penjaskes bola basket
Presentasi penjaskes bola basket
 

Destaque

Makalah pemanasan global
Makalah pemanasan globalMakalah pemanasan global
Makalah pemanasan globalWaidatin Azizah
 
Fisika SMA Pemanasan Global (Global Warming)
Fisika SMA Pemanasan Global (Global Warming)Fisika SMA Pemanasan Global (Global Warming)
Fisika SMA Pemanasan Global (Global Warming)Ira Pramesti
 
Dampak Perubahan Iklim terhadap Ekologi Laut
Dampak Perubahan Iklim terhadap Ekologi LautDampak Perubahan Iklim terhadap Ekologi Laut
Dampak Perubahan Iklim terhadap Ekologi LautDadang Setiawan
 
Powerpoint Global Warming (Pemanasan Global) Fisika Kelas XI
Powerpoint Global Warming (Pemanasan Global) Fisika Kelas XIPowerpoint Global Warming (Pemanasan Global) Fisika Kelas XI
Powerpoint Global Warming (Pemanasan Global) Fisika Kelas XIwisnuwms
 
Efek pemanasan global kelas XI FISIKA SMA
Efek pemanasan global kelas XI FISIKA SMAEfek pemanasan global kelas XI FISIKA SMA
Efek pemanasan global kelas XI FISIKA SMAAjeng Rizki Rahmawati
 
Kerentanan & Adaptasi Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Terhadap Perubaha...
Kerentanan & Adaptasi Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Terhadap Perubaha...Kerentanan & Adaptasi Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Terhadap Perubaha...
Kerentanan & Adaptasi Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Terhadap Perubaha...Novi Sadikin
 
Makalah global-warming
Makalah global-warmingMakalah global-warming
Makalah global-warmingTerminal Purba
 
HEWAN DAN LINGKUNGANNYA
HEWAN DAN LINGKUNGANNYAHEWAN DAN LINGKUNGANNYA
HEWAN DAN LINGKUNGANNYASariyuliana28
 
IDENTIFIKASI ANCAMAN LEPASNYA DUA BELAS PULAU KECIL TERLUAR DARI NEGARA KESA...
IDENTIFIKASI ANCAMAN LEPASNYA DUA BELAS PULAU KECIL TERLUAR DARI  NEGARA KESA...IDENTIFIKASI ANCAMAN LEPASNYA DUA BELAS PULAU KECIL TERLUAR DARI  NEGARA KESA...
IDENTIFIKASI ANCAMAN LEPASNYA DUA BELAS PULAU KECIL TERLUAR DARI NEGARA KESA...sari nurfiani
 
makalah penyebab dan dampak globalisasi
makalah penyebab dan dampak globalisasimakalah penyebab dan dampak globalisasi
makalah penyebab dan dampak globalisasimbak_aul
 
Pelestarian Cagar Alam dan Suaka Marga Satwa
Pelestarian Cagar Alam dan Suaka Marga SatwaPelestarian Cagar Alam dan Suaka Marga Satwa
Pelestarian Cagar Alam dan Suaka Marga SatwaDapu Creative Aceh
 
Arthropods Review
Arthropods ReviewArthropods Review
Arthropods ReviewPURRINGT
 

Destaque (20)

Makalah pemanasan global..
Makalah pemanasan global..Makalah pemanasan global..
Makalah pemanasan global..
 
Makalah pemanasan global
Makalah pemanasan globalMakalah pemanasan global
Makalah pemanasan global
 
Contoh makalah pemanasan global
Contoh makalah pemanasan globalContoh makalah pemanasan global
Contoh makalah pemanasan global
 
Fisika SMA Pemanasan Global (Global Warming)
Fisika SMA Pemanasan Global (Global Warming)Fisika SMA Pemanasan Global (Global Warming)
Fisika SMA Pemanasan Global (Global Warming)
 
Makalah pemanasan global
Makalah pemanasan globalMakalah pemanasan global
Makalah pemanasan global
 
Dampak Perubahan Iklim terhadap Ekologi Laut
Dampak Perubahan Iklim terhadap Ekologi LautDampak Perubahan Iklim terhadap Ekologi Laut
Dampak Perubahan Iklim terhadap Ekologi Laut
 
Powerpoint Global Warming (Pemanasan Global) Fisika Kelas XI
Powerpoint Global Warming (Pemanasan Global) Fisika Kelas XIPowerpoint Global Warming (Pemanasan Global) Fisika Kelas XI
Powerpoint Global Warming (Pemanasan Global) Fisika Kelas XI
 
Efek pemanasan global kelas XI FISIKA SMA
Efek pemanasan global kelas XI FISIKA SMAEfek pemanasan global kelas XI FISIKA SMA
Efek pemanasan global kelas XI FISIKA SMA
 
Ppt global warming
Ppt global warmingPpt global warming
Ppt global warming
 
Tugas plh global warrming
Tugas plh global warrmingTugas plh global warrming
Tugas plh global warrming
 
Laporan titrasi
Laporan titrasiLaporan titrasi
Laporan titrasi
 
Kerentanan & Adaptasi Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Terhadap Perubaha...
Kerentanan & Adaptasi Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Terhadap Perubaha...Kerentanan & Adaptasi Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Terhadap Perubaha...
Kerentanan & Adaptasi Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Terhadap Perubaha...
 
Makalah global-warming
Makalah global-warmingMakalah global-warming
Makalah global-warming
 
Hewan & lingkungan
Hewan & lingkunganHewan & lingkungan
Hewan & lingkungan
 
Makalah global warming
Makalah global warmingMakalah global warming
Makalah global warming
 
HEWAN DAN LINGKUNGANNYA
HEWAN DAN LINGKUNGANNYAHEWAN DAN LINGKUNGANNYA
HEWAN DAN LINGKUNGANNYA
 
IDENTIFIKASI ANCAMAN LEPASNYA DUA BELAS PULAU KECIL TERLUAR DARI NEGARA KESA...
IDENTIFIKASI ANCAMAN LEPASNYA DUA BELAS PULAU KECIL TERLUAR DARI  NEGARA KESA...IDENTIFIKASI ANCAMAN LEPASNYA DUA BELAS PULAU KECIL TERLUAR DARI  NEGARA KESA...
IDENTIFIKASI ANCAMAN LEPASNYA DUA BELAS PULAU KECIL TERLUAR DARI NEGARA KESA...
 
makalah penyebab dan dampak globalisasi
makalah penyebab dan dampak globalisasimakalah penyebab dan dampak globalisasi
makalah penyebab dan dampak globalisasi
 
Pelestarian Cagar Alam dan Suaka Marga Satwa
Pelestarian Cagar Alam dan Suaka Marga SatwaPelestarian Cagar Alam dan Suaka Marga Satwa
Pelestarian Cagar Alam dan Suaka Marga Satwa
 
Arthropods Review
Arthropods ReviewArthropods Review
Arthropods Review
 

Semelhante a Makalah Pengaruh Pemanasan Global Terhadap Meningkatnya Frekuensi dan Intensitas Banjir

PEMANASAN GLOBAL (sains tingkatan 5)
PEMANASAN GLOBAL (sains tingkatan 5)PEMANASAN GLOBAL (sains tingkatan 5)
PEMANASAN GLOBAL (sains tingkatan 5)Khairul Nazhan
 
Dampak pemanasan global
Dampak pemanasan globalDampak pemanasan global
Dampak pemanasan globalHijriant
 
X 9 21_naufal maulana syahza putra
X 9 21_naufal maulana syahza putraX 9 21_naufal maulana syahza putra
X 9 21_naufal maulana syahza putrarandiar
 
X 9 21_naufal maulana syahza putra
X 9 21_naufal maulana syahza putraX 9 21_naufal maulana syahza putra
X 9 21_naufal maulana syahza putrarandiar
 
X 9 21_naufal maulana syahza putra
X 9 21_naufal maulana syahza putraX 9 21_naufal maulana syahza putra
X 9 21_naufal maulana syahza putrarandiar
 
SISTEM ATMOSFERA DAN MANUSIA - PERUBAHAN IKLIM (PEMANASAN GLOBAL)
SISTEM ATMOSFERA DAN MANUSIA - PERUBAHAN IKLIM (PEMANASAN GLOBAL)SISTEM ATMOSFERA DAN MANUSIA - PERUBAHAN IKLIM (PEMANASAN GLOBAL)
SISTEM ATMOSFERA DAN MANUSIA - PERUBAHAN IKLIM (PEMANASAN GLOBAL)Asmawi Abdullah
 
4. Perub Iklim - B Musy.pdf
4. Perub Iklim - B Musy.pdf4. Perub Iklim - B Musy.pdf
4. Perub Iklim - B Musy.pdfSriAstitika2
 
Isu Lingkungan Global ( MAKALAH)
Isu Lingkungan Global ( MAKALAH)Isu Lingkungan Global ( MAKALAH)
Isu Lingkungan Global ( MAKALAH)Awang Ramadhani
 

Semelhante a Makalah Pengaruh Pemanasan Global Terhadap Meningkatnya Frekuensi dan Intensitas Banjir (20)

Dampak pemanasan global
Dampak pemanasan globalDampak pemanasan global
Dampak pemanasan global
 
Dampak pemanasan global
Dampak pemanasan globalDampak pemanasan global
Dampak pemanasan global
 
Dampak pemanasan global
Dampak pemanasan globalDampak pemanasan global
Dampak pemanasan global
 
Dampak pemanasan global
Dampak pemanasan globalDampak pemanasan global
Dampak pemanasan global
 
PEMANASAN GLOBAL (sains tingkatan 5)
PEMANASAN GLOBAL (sains tingkatan 5)PEMANASAN GLOBAL (sains tingkatan 5)
PEMANASAN GLOBAL (sains tingkatan 5)
 
Global Warming
Global WarmingGlobal Warming
Global Warming
 
Dampak pemanasan global
Dampak pemanasan globalDampak pemanasan global
Dampak pemanasan global
 
X 9 21_naufal maulana syahza putra
X 9 21_naufal maulana syahza putraX 9 21_naufal maulana syahza putra
X 9 21_naufal maulana syahza putra
 
X 9 21_naufal maulana syahza putra
X 9 21_naufal maulana syahza putraX 9 21_naufal maulana syahza putra
X 9 21_naufal maulana syahza putra
 
X 9 21_naufal maulana syahza putra
X 9 21_naufal maulana syahza putraX 9 21_naufal maulana syahza putra
X 9 21_naufal maulana syahza putra
 
Pp
PpPp
Pp
 
Global warming
Global warmingGlobal warming
Global warming
 
SISTEM ATMOSFERA DAN MANUSIA - PERUBAHAN IKLIM (PEMANASAN GLOBAL)
SISTEM ATMOSFERA DAN MANUSIA - PERUBAHAN IKLIM (PEMANASAN GLOBAL)SISTEM ATMOSFERA DAN MANUSIA - PERUBAHAN IKLIM (PEMANASAN GLOBAL)
SISTEM ATMOSFERA DAN MANUSIA - PERUBAHAN IKLIM (PEMANASAN GLOBAL)
 
Global Warming
Global WarmingGlobal Warming
Global Warming
 
Bahan ajar baru
Bahan ajar baruBahan ajar baru
Bahan ajar baru
 
4. Perub Iklim - B Musy.pdf
4. Perub Iklim - B Musy.pdf4. Perub Iklim - B Musy.pdf
4. Perub Iklim - B Musy.pdf
 
Perubahan iklim
Perubahan iklimPerubahan iklim
Perubahan iklim
 
Pelestarian Lingkungan Hidup
Pelestarian Lingkungan HidupPelestarian Lingkungan Hidup
Pelestarian Lingkungan Hidup
 
Isu Lingkungan Global ( MAKALAH)
Isu Lingkungan Global ( MAKALAH)Isu Lingkungan Global ( MAKALAH)
Isu Lingkungan Global ( MAKALAH)
 
Makalah ipa
Makalah ipaMakalah ipa
Makalah ipa
 

Último

Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikDasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikThomasAntonWibowo
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidupfamela161
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSdheaprs
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxNurindahSetyawati1
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxSaefAhmad
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...Kanaidi ken
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfChananMfd
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...Kanaidi ken
 

Último (20)

Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikDasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
 

Makalah Pengaruh Pemanasan Global Terhadap Meningkatnya Frekuensi dan Intensitas Banjir

  • 1. BAB I. PENDAHULUAN A. Pengertian Pemanasan Global Pemanasan global (Global Warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas - gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur global termasuk Indonesia yang terjadi pada kisaran 1,5 – 40º C pada akhir abad 21. Pemanasan global menimbulkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan biogeofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dan sebagainya). Sedangkan dampak bagi aktivitas social ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dan sebagainya (Anonim, 2007 dalam Muhi, 2011). Pemanasan global (Global Warming) adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi. Temperatur rata - rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0.18 °C selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, “sebagian besar peningkatan temperatur rata - rata global sejak pertengahan abad ke - 20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Peningkatan temperatur global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya muka air laut, meningkatnya intensitas kejadian cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat - akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis hewan (Smart Click, 2011 dalam Muhi, 2011). Jadi, pemanasan global adalah merupakan meningkatnya temperatur di planet bumi secara global, meliputi peningkatan temperatur atmosfir, temperatur laut dan temperatur daratan bumi yang menimbulkan dampak secara langsung
  • 2. maupun tidak langsung terhadap masa depan bumi termasuk manusia dan makhluk hidup lain. Dampak yang ditimbulkan cenderung mengancam eksistensi bumi, dan kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Banyak orang termasuk para ahli yang mensinyalir atau menuding bahwa penyebab kenaikan temperatrur bumi adalah aktivitas aktivitas manusia yang memicu dan mendorong timbulnya gas efek rumah kaca. Berbagai aktivitas manusia yang memicu peningkatan gas efek rumah kaca antara lain kegiatan industri, pembabatan hutan secara terus - menerus, kendaraan bermotor, kegiatan peternakan dan rumah tangga. Pemicu atau penyumbang gas efek rumah tangga yang dominan adalah kegiatan industri (dan pabrik - pabrik), kendaraan bermotor, dan perambahan hutan yang berlangsung secara terus-menerus. B. Fenomena Pemanasan Global Secara alamiah, salah satu fenomena yang dirasakan sebagian besar umat manusia di seluruh dunia adalah perubahan temperatur yang cenderung meningkat. Temperatur udara terasa lebih panas dari tahun - tahun sebelumnya. Dimana - mana orang-orang membicarakan perubahan temperatur di permukaan bumi yang cenderung meningkat, baik di kalangan orang-orang terdidik maupun di kalangan orang awam. Senyatanya mereka membicarakan apa yang mereka rasakan. Berdasarkan kondisi yang dirasakan secara makro oleh masyarakat, para ahli-pun tidak tinggal diam. Mereka selama beberapa dekade terakhir ini melakukan penelitian secara ilmiah. Mereka memperoleh fakta bahwa semakin meningkatnya temperatur di permukaan bumi ternyata berkaitan dengan gas - gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktifitas manusia. Beberapa jenis gas rumah kaca merupakan penyebab meningkatnya temperatur di planet bumi yang berasal dari aktivitas manusia sendiri. Artinya, aktivitas manusia merupakan kontributor terbesar bagi terbentuknya gas – gas rumah kaca, seperti pembakaran pada kendaraan bermotor/industri (pabrik - pabrik), dan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan bakar fosil (bahan bakar minyak, batu bara dan sebagainya). Berbagai fenomena yang muncul terkait dengan pemanasan global antara lain sebagaimana yang dikemukakan oleh Merry Magdalena (2011) dalam Muhi (2011), sebagai berikut : (1). Kebakaran hutan besar-besaran, bukan hanya di Indonesia, sejumlah hutan di Amerika Serikat, Rusia, Australia dan sebagainya juga mengalami kebakaran hebat.
  • 3. Ilmuwan mengaitkan kebakaran yang merajalela ini dengan temperatur yang kian panas. Area hutan lebih kering dari biasanya dan lebih mudah terbakar; (2). Situs purbakala cepat rusak. Akibat alam yang tak bersahabat, sejumlah kuil, situs bersejarah, candi dan artefak lain lebih cepat rusak dibandingkan beberapa waktu silam, disebabkan banjir, suhu yang ekstrim dan pasang laut. Situs bersejarah berusia 600 tahun di Thailand, Sukhotai, mengalami kerusakan akibat banjir, besar; (3). Satelit bergerak lebih cepat. Emisi karbon dioksida membuat planet lebih cepat panas, bahkan berimbas ke ruang angkasa. Udara di bagian terluar atmosfer sangat tipis, tapi dengan jumlah karbondioksida yang bertambah, maka molekul di atmosfer bagian atas menyatu lebih lambat dan cenderung memancarkan energi, dan mendinginkan udara sekitarnya. Makin banyak karbondioksida di atas sana, maka atmosfer menciptakan lebih banyak dorongan, dan satelit bergerak lebih cepat; (4). Hanya yang terkuat yang akan bertahan. Akibat musim yang kian tak menentu, maka hanya mahluk hidup yang kuatlah yang bisa bertahan hidup. Misalnya, tanaman berbunga lebih cepat, maka migrasi sejumlah hewan akan terjadi lebih cepat. Mereka yang bergerak lambat akan kehilangan makanan, dan mereka yang lebih tangkas akan dapat bertahan hidup; (5). Pelelehan besar-besaran. Temperatur planet yang memicu pelelehan gunung es, dan semua lapisan tanah yang selama ini membeku. Imbas dari ketidakstabilan ini pada dataran tinggi seperti pegunungan bahkan bisa menyebabkan keruntuhan batuan; (6). Mekarnya tumbuhan di Kutub Utara. Saat pelelehan Kutub Utara memicu problem pada tanaman dan hewan di dataran yang lebih rendah, tercipta pula situasi yang sama dengan saat matahari terbenam pada biota Kutub Utara. Tanaman kutub yang dulu terperangkap dalam es kini tidak lagi dan mulai tumbuh. Ilmuwan menemukan terjadinya peningkatan pembentukan fotosintesis di sejumlah tanah sekitar dibanding dengan tanah di era purba; (7). Habitat makhluk hidup pindah ke dataran lebih tinggi. Ilmuwan menemukan bahwa pemanasan global menyebabkan hewanhewan kutub pindah ke dataran lebih tinggi. Hal ini mengancam habitat beruang kutub, karena es tempat dimana mereka tinggal juga mencair, tentu
  • 4. akan melakukan perpindahan habitat.IPCC melaporakn penelitiannya bahwa 0,15 - 0,3º C. Jika peningkatan temperatur itu terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2040 lapisan es di kutub-kutub bumi akan habis meleleh, dan tahun 2050 akan terjadi kekurangan air tawar. Udara akan sangat panas, jutaan orang berebut air dan makanan. Hasil studi yang dilakukan ilmuwan di Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir dan Laut, Institut Teknologi Bandung (2007) ditemukan bahwa permukaan air laut Teluk Jakarta meningkat setinggi 0,8 cm. Jika temperatur bumi terus meningkat, maka diperkirakan, pada tahun 2050 daerahdaerah di Jakarta (seperti : Kosambi, Penjaringan, dan Cilincing) dan Bekasi (seperti : Muaragembong, Babelan, dan Tarumajaya) akan terendam semuanya (Anonim, 2007a dalam Muhi, 2011). Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut : (a) meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman terhadap kegiatan sosialekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau pulau kecil. Lebih lanjut Anonim (2007) mengemukakan :  Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir disebabkan oleh terjadinya pola hujan yang acak dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan sangat tinggi (kejadian ekstrim). Kemungkinan lainnya adalah akibat terjadinya efek backwater dari wilayah pesisir ke darat.  Kenaikan muka air laut selain mengakibatkan perubahan arus laut pada wilayah pesisir juga mengakibatkan rusaknya ekosistem mangrove. Luas hutan mangrove di Indonesia terus mengalami penurunan dari 5.209.543 ha (1982) menurun menjadi 3.235.700 ha (1987) dan menjadi 2.496.185 ha (1993). Dalam kurun waktu 10 tahun (1982-1993) telah terjadi penurunan hutan mangrove ± 50% dari total luasan semula. Jika keberadaan mangrove tidak dapat dipertahankan, maka abrasi pantai akan kerap terjadi karena tidak adanya penahan gelombang, pencemaran dari sungai ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan, dan zona budidaya aquaculture pun akan terancam dengan sendirinya.
  • 5.  Terancam berkurangnya luasan kawasan pesisir dan bahkan hilangnya pulau - pulau kecil yang dapat mencapai angka 2000 hingga 4000 pulau, tergantung dari kenaikan muka air laut yang terjadi. Dengan asumsi kemunduran garis pantai sejauh 25 meter, pada akhir abad 2100 lahan pesisir yang hilang mencapai 202.500 ha. C. Fenomena Perubahan Iklim Para peneliti dari Potsdam Institute for Climate Impact Research (Potsdam-Institut für Klimafolgenforschung/PIK) di Jerman menyatakan bahwa musim dingin ekstrem yang terjadi berturutturut di benua Eropa dalam 10 tahun belakangan ini adalah akibat mencairnya lapisan es di kawasan Artik, dekat Kutub Utara sebagai akibat pemanasan global. Hilangnya lapisan es membuat permukaan laut di Samudera Artik langsung terkena sinar matahari. Energi panas matahari, yang biasanya dipantulkan lagi ke luar angkasa oleh lapisan es berwarna putih, kini terserap oleh permukaan laut, membuat laut di kawasan kutub memanas dan mengubah pola aliran udara di atmosfer. Dalam model komputer, yang dibuat PIK dan dimuat di Journal of Geophysical Research awal bulan Desember 2010, memperlihatkan kenaikan temperature udara di lautan Artik menimbulkan sistem tekanan tinggi. Sistem tekanan tinggi inilah yang membawa udara dingin kutub ke daratan Eropa. Anomali iklim tersebut mengakibatkan gangguan transportasi hingga Rabu (22/12/2010), pada saat jutaan warga Eropa bersiap mudik untuk merayakan Natal di kampung halaman. Vladimir Petoukhov menyatakan bahwa Anomali ini bisa melipat tigakan probabilitas terjadinya musim dingin yang ekstrem di Eropa dan Asia Utara. Efek aliran udara dingin dari kutub utara itu akan makin parah saat terjadi gangguan pada arus udara panas yang melintasi Samudra Atlantik dan perubahan aktivitas matahari. Para pakar cuaca mengatakan, saat ini arus udara hangat dari pantai timur AS (Gulf Stream) terhalang dan berbelok arah di tengah-tengah Atlantik. Hal ini membuat aliran udara dingin dari Artik dan Eropa Timur tak terbendung masuk ke Eropa Barat. Saat arus dingin ini melintasi Laut Utara dan Laut Irlandia, uap air dari laut tersebut diubah menjadi salju dalam skala sangat besar dan menyebabkan badai salju parah di negara-negara Eropa Barat (Tri Wahono, 2010 dalam Muhi, 2011). Perubahan iklim yang terjadi telah merubah pola musim panas menjadi semakin panjang, semakin panas dan kering. Sejak tahun 2004 setidaknya sudah 42 persen es di kutub utara
  • 6. semakin menipis dan mencair di setiap musim panas. Hal ini dilaporkan beberapa ilmuwan di lembaga antariksa AS, NASA. Mereka menggambarkan, secara keseluruhan es Laut Kutub Utara menipis sebanyak 7 inci (17.78 centimeter) per tahun sejak tahun 2004, sebanyak 2,2 kaki (0,67meter) selama empat musim dingin. Es Kutub Utara merupakan salah satu faktor yang menentukan pada pola cuaca dan iklim global, karena perbedaan antara udara dingin di kedua kutub bumi dan udara hangat di sekitar khatulistiwa menggerakkan arus udara dan air, termasuk arus yang memancar. Beberapa ilmuwan Selandia Baru memperingatkan bahwa Kutub Selatan mencair lebih cepat dari perkiraan. Peter Barrett dari Antarctic Research Center, Victoria University mengatakan, jumlah es yang hilang mencapai 75 persen sejak tahun 1996. Hilangnya es global dari Greenland, Antartika dan gletser lain menunjukkan permukaan air laut akan naik antara 80 centimeter dan 2 meter sampai tahun 2100. Tahun 2008 Mark Lynas memprediksi kondisi yang lebih ekstrim, jika kenaikan suhu bumi lebih dari 2,7º C pencairan es akan menaikkan level air laut hingga 6 meter. Journal of Climate American Meteorogical Society‟s melaporkan bahwa “temperatur rata-rata permukaan naik 9,3 derajat Fahrenheit atau 5,2º C sampai 2100, kata beberapa ilmuwan di Massasuchusetts Institute of Technology (MIT), dibandingkan studi tahun 2003 yang memperkirakan suhu permukaan rata-rata 4,3º F atau 2,4º C (Cawi Setiawan, 2009 dalam Muhi, 2011). Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau - pulau besar dan kecil. Perubahan iklim ini akan berdampak terhadap banyak pulau - pulau kecil yang sangat mungkin akan hilang dan tenggelam. Indonesia juga akan kehilangan wilayah wilayah pesisir dan kota - kota yang berada di wilayah pesisir pada pulau-pulau besar. Secara logis kondisi tersebut akan berdampak terhadap semakin mengecilnya luas wilayah. Jika wailayah pesisir dan pulau-pulau kecil berpenghuni menghilang, maka mau tidak mau penduduknya harus berpindah ke lokasi yang lebih tinggi. Disinyalir pula akan semakin sering terjadi kekeringan yang dapat mengakibatkan musibah gagal panen dan kebakaran, curah hujan semakin ekstrim menyebabkan musibah banjir dan longsor, petani/nelayan akan kehilangan mata pencaharian karena perubahan iklim semakin sulit diprediksi. Perubahan Iklim semakin kacau, hujan badai angin topan, kekeringan akan semakin sering terjadi, banyak spesies flora dan fauna akan musnah, terutama akibat gagal beradaptasi terhadap perubahan iklim yang terjadi.
  • 7. BAB II. DAMPAK KENAIKAN PERMUKAAN AIR LAUT DAN BANJIR TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN BIO-GEOFISIK DAN SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT. Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut : (a) meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil. Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir disebabkan oleh terjadinya pola hujan yang acak dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan sangat tinggi (kejadian ekstrim). Kemungkinan lainnya adalah akibat terjadinya efek backwater dari wilayah pesisir ke darat. Frekuensi dan intensitas banjir diprediksikan terjadi 9 kali lebih besar pada dekade mendatang dimana 80% peningkatan banjir tersebut terjadi di Asia Selatan dan Tenggara (termasuk Indonesia) dengan luas genangan banjir mencapai 2 juta mil persegi. Peningkatan volume air pada kawasan pesisir akan memberikan efek akumulatif apabila kenaikan muka air laut serta peningkatan frekuensi dan intensitas hujan terjadi dalam kurun waktu yang bersamaan. Kenaikan muka air laut selain mengakibatkan perubahan arus laut pada wilayah pesisir juga mengakibatkan rusaknya ekosistem mangrove, yang pada saat ini saja kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan. Luas hutan mangrove di Indonesia terus mengalami penurunan dari 5.209.543 ha (1982) menurun menjadi 3.235.700 ha (1987) dan menurun lagi hingga 2.496.185 ha (1993). Dalam kurun waktu 10 tahun (1982-1993), telah terjadi penurunan hutan mangrove ± 50% dari total luasan semula. Apabila keberadaan mangrove tidak dapat dipertahankan lagi, maka : abrasi pantai akan kerap terjadi karena tidak adanya penahan gelombang, pencemaran dari sungai ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan, dan zona budidaya aquaculture pun akan terancam dengan sendirinya. Meluasnya intrusi air laut selain diakibatkan oleh terjadinya kenaikan muka air laut juga dipicu oleh terjadinya land subsidence akibat penghisapan air tanah secara berlebihan. Sebagai contoh, diperkirakan pada periode antara 2050 hingga 2070, maka intrusi air laut akan mencakup 50% dari luas wilayah Jakarta Utara.
  • 8. Gangguan terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang terjadi diantaranya adalah : (a) gangguan terhadap jaringan jalan lintas dan kereta api di Pantura Jawa dan Timur - Selatan Sumatera ; (b) genangan terhadap permukiman penduduk pada kota - kota pesisir yang berada pada wilayah Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan, Sulawesi bagian Barat Daya, dan beberapa spot pesisir di Papua ; (c) hilangnya lahan-lahan budidaya seperti sawah, payau, kolam ikan, dan mangrove seluas 3,4 juta hektar atau setara dengan US$ 11,307 juta ; gambaran ini bahkan menjadi lebih „buram‟ apabila dikaitkan dengan keberadaan sentra-sentra produksi pangan yang hanya berkisar 4 % saja dari keseluruhan luas wilayah nasional, dan (d) penurunan produktivitas lahan pada sentra-sentra pangan, seperti di DAS Citarum, Brantas, dan Saddang yang sangat krusial bagi kelangsungan swasembada pangan di Indonesia. Adapun daerah-daerah di Indonesia yang potensial terkena dampak kenaikan muka air laut diperlihatkan pada Gambar 1 berikut. Terancam berkurangnya luasan kawasan pesisir dan bahkan hilangnya pulau-pulau kecil yang dapat mencapai angka 2000 hingga 4000 pulau, tergantung dari kenaikan muka air laut yang terjadi. Dengan asumsi kemunduran garis pantai sejauh 25 meter, pada akhir abad 2100 lahan pesisir yang hilang mencapai 202.500 ha. Bagi Indonesia, dampak kenaikan muka air laut dan banjir lebih diperparah dengan pengurangan luas hutan tropis yang cukup signifikan, baik akibat kebakaran maupun akibat penggundulan. Data yang dihimpun dari The Georgetown – International Environmental Law Review (1999) dalam Muhi (2011(menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1997 – 1998 saja tidak kurang dari 1,7 juta hektar hutan terbakar di Sumatra dan Kalimantan akibat pengaruh El Nino. Bahkan WWF (2000) dalam Muhi (2011) menyebutkan angka yang lebih besar, yakni antara 2 hingga 3,5 juta hektar pada periode yang sama. Apabila tidak diambil langkah-langkah yang tepat maka kerusakan hutan – khususnya yang berfungsi lindung – akan menyebabkan run-off yang besar pada kawasan hulu, meningkatkan resiko pendangkalan dan banjir pada wilayah hilir , serta memperluas kelangkaan air bersih pada jangka panjang.
  • 9. BAB III. UPAYA – UPAYA YANG DAPAT MENGEMBALIKAN (NORMALISASI FUNGSI KAWASAN) MELALUI RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL 1. Antisipasi Dampak Kenaikan Muka Air Laut dan Banjir melalui Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Dengan memperhatikan dampak pemanasan global yang memiliki skala nasional dan dimensi waktu yang berjangka panjang, maka keberadaan RTRWN menjadi sangat penting. Secara garis besar RTRWN yang telah ditetapkan aspek legalitasnya melalui PP No.47/1997 sebagai penjabaran pasal 20 dari UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang memuat arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang negara yang memperlihatkan adanya pola dan struktur wilayah nasional yang ingin dicapai pada masa yang akan datang. Pola pemanfaatan ruang wilayah nasional memuat : (a) arahan kebijakan dan kriteria pengelolaan kawasan lindung (termasuk kawasan rawan bencana seperti kawasan rawan gelombang pasang dan banjir) ; dan (b) arahan kebijakan dan kriteria pengelolaan kawasan budidaya (hutan produksi, pertanian, pertambangan, pariwisata, permukiman, dsb). Sementara struktur pemanfaatan ruang wilayah nasional mencakup : (a) arahan pengembangan sistem permukiman nasional dan (b) arahan pengembangan sistem prasarana wilayah nasional (seperti jaringan transportasi, kelistrikan, sumber daya air, dan air baku. Sesuai dengan dinamika pembangunan dan lingkungan strategis yang terus berubah, maka dirasakan adanya kebutuhan untuk mengkajiulang (review) materi pengaturan RTRWN (PP 47/1997) agar senantiasa dapat merespons isu-isu dan tuntutan pengembangan wilayah nasional ke depan. Oleh karenanya, pada saat ini Pemerintah tengah mengkajiulang RTRWN yang diselenggarakan dengan memperhatikan perubahan lingkungan strategis ataupun paradigma baru sebagai berikut : globalisasi ekonomi dan implikasinya, otonomi daerah dan implikasinya, penanganan kawasan perbatasan antar negara dan sinkronisasinya, pengembangan kemaritiman/sumber daya kelautan, pengembangan kawasan tertinggal untuk pengentasan kemiskinan dan krisis ekonomi, daur ulang hidrologi,
  • 10. penanganan land subsidence, pemanfaatan jalur ALKI untuk prosperity dan security, serta pemanasan global dan berbagai dampaknya. Dengan demikian, maka aspek kenaikan muka air laut dan banjir seyogyanya akan menjadi salah satu masukan yang signifikan bagi kebijakan dan strategi pengembangan wilayah nasional yang termuat didalam RTRWN khususnya bagi pengembangan kawasan pesisir mengingat : (a) besarnya konsentrasi penduduk yang menghuni kawasan pesisir khususnya pada kota-kota pantai, (b) besarnya potensi ekonomi yang dimiliki kawasan pesisir, (c) pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang belum mencerminkan adanya sinergi antara kepentingan ekonomi dengan lingkungan, (d) tingginya konflik pemanfaatan ruang lintas sektor dan lintas wilayah, serta (e) belum terciptanya keterkaitan fungsional antara kawasan hulu dan hilir, yang cenderung merugikan kawasan pesisir. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh ADB (1994) dalam Muhi (2011), maka dampak kenaikan muka air laut dan banjir diperkirakan akan memberikan gangguan yang serius terhadap wilayah-wilayah seperti : Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan, Sulawesi bagian Barat Daya, dan beberapa spot pada pesisir Barat Papua. Untuk kawasan budidaya, maka perhatian yang lebih besar perlu diberikan untuk kota-kota pantai yang memiliki peran strategis bagi kawasan pesisir, yakni sebagai pusat pertumbuhan kawasan yang memberikan pelayanan ekonomi, sosial, dan pemerintahan bagi kawasan tersebut. Kota-kota pantai yang diperkirakan mengalami ancaman dari kenaikan muka air laut diantaranya adalah Lhokseumawe, Belawan, Bagansiapi-api, Batam, Kalianda, Jakarta, Tegal, Semarang, Surabaya, Singkawang, Ketapang, Makassar, Pare-Pare, Sinjai. Kawasan-kawasan fungsional yang perlu mendapatkan perhatian terkait dengan kenaikan muka air laut dan banjir meliputi 29 kawasan andalan, 11 kawasan tertentu, dan 19 kawasan tertinggal. Perhatian khusus perlu diberikan dalam pengembangan arahan kebijakan dan kriteria pengelolaan prasarana wilayah yang penting artinya bagi pengembangan perekonomian nasional, namun memiliki kerentanan terhadap dampak kenaikan muka air laut dan banjir, seperti : Sebagian ruas-ruas jalan Lintas Timur Sumatera (dari Lhokseumawe hingga Bandar Lampung sepanjang ± 1600 km) dan sebagian jalan Lintas Pantura Jawa (dari Jakarta hingga Surabaya sepanjang ± 900 km) serta sebagian Lintas Tengah Sulawesi (dari Pare-pare, Makassar hingga Bulukumba sepanjang ± 250 km).
  • 11. beberapa pelabuhan strategis nasional, seperti Belawan (Medan), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Mas (Semarang), Pontianak, Tanjung Perak (Surabaya), serta pelabuhan Makassar. Jaringan irigasi pada wilayah sentra pangan seperti Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur dan Sulawesi bagian Selatan. Beberapa Bandara strategis seperti Medan, Jakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, dan Semarang. Untuk kawasan lindung pada RTRWN, maka arahan kebijakan dan kriteria pola pengelolaan kawasan rawan bencana alam, suaka alam-margasatwa, pelestarian alam, dan kawasan perlindungan setempat (sempadan pantai, dan sungai) perlu dirumuskan untuk dapat mengantisipasi berbagai kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi. Selain antisipasi yang bersifat makro-strategis diatas, diperlukan pula antisipasi dampak kenaikan muka air laut dan banjir yang bersifat mikro-operasional. Pada tataran mikro, maka pengembangan kawasan budidaya pada kawasan pesisir selayaknya dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa alternatif yang direkomendasikan oleh IPCC (1990) dalam Muhi (2011) sebagai berikut : Relokasi ; alternatif ini dikembangkan apabila dampak ekonomi dan lingkungan akibat kenaikan muka air laut dan banjir sangat besar sehingga kawasan budidaya perlu dialihkan lebih menjauh dari garis pantai. Dalam kondisi ekstrim, bahkan, perlu dipertimbangkan untuk menghindari sama sekali kawasan-kawasan yang memiliki kerentanan sangat tinggi. Akomodasi ; alternatif ini bersifat penyesuaian terhadap perubahan alam atau resiko dampak yang mungkin terjadi seperti reklamasi, peninggian bangunan atau perubahan agriculture menjadi budidaya air payau (aquaculture) ; area - area yang tergenangi tidak terhindarkan, namun diharapkan tidak menimbulkan ancaman yang serius bagi keselamatan jiwa, asset dan aktivitas sosial-ekonomi serta lingkungan sekitar. Proteksi ; alternatif ini memiliki dua kemungkinan, yakni yang bersifat hard structure seperti pembangunan penahan gelombang (breakwater) atau tanggul banjir (seawalls) dan yang bersifat soft structure seperti revegetasi mangrove atau penimbunan pasir (beach nourishment). Walaupun cenderung defensif terhadap perubahan alam, alternatif ini perlu dilakukan secara hati - hati dengan tetap mempertimbangkan proses alam yang terjadi sesuai dengan prinsip “working with nature”.
  • 12. Sedangkan untuk kawasan lindung, prioritas penanganan perlu diberikan untuk sempadan pantai, sempadan sungai, mangrove, terumbu karang, suaka alam margasatwa/cagar alam/habitat flora fauna, dan kawasan - kawasan yang sensitif secara ekologis atau memiliki kerentanan tinggi terhadap perubahan alam atau kawasan yang bermasalah. Untuk pulau - pulau kecil maka perlindungan perlu diberikan untuk pulau - pulau yang memiliki fungsi khusus, seperti tempat transit fauna, habitat flora dan fauna langka/dilindungi, kepentingan hankam, dan sebagainya. Agar prinsip keterpaduan pengelolaan pembangunan kawasan pesisir benar - benar dapat diwujudkan, maka pelestarian kawasan lindung pada bagian hulu – khususnya hutan tropis – perlu pula mendapatkan perhatian. Hal ini penting agar laju pemanasan global dapat dikurangi, sekaligus mengurangi peningkatan skala dampak pada kawasan pesisir yang berada di kawasan hilir. 2. Kebutuhan Intervensi Kebijakan Penataan Ruang dalam rangka Mengantisipasi Dampak Pemanasan Global terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dalam kerangka kebijakan penataan ruang, maka RTRWN merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dapat dimanfaatkan untuk dampak pemanasan global terhadap kawasan pesisir dan pulau - pulau kecil. Namun demikian, selain penyiapan RTRWN ditempuh pula kebijakan untuk revitalisasi dan operasionalisasi rencana tata ruang yang berorientasi kepada pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan pesisir dan pulau - pulau kecil dengan tingkat kedalaman yang lebih rinci. Intervensi kebijakan penataan ruang diatas pada dasarnya ditempuh untuk memenuhi tujuan - tujuan berikut : Mewujudkan pembangunan berkelanjutan pada kawasan pesisir, termasuk kota - kota pantai dengan segenap penghuni dan kelengkapannya (prasarana dan sarana) sehingga fungsi fungsi kawasan dan kota sebagai sumber pangan (source of nourishment) dapat tetap berlangsung. Mengurangi kerentanan (vulnerability) dari kawasan pesisir dan para pemukimnya (inhabitants) dari ancaman kenaikan muka air laut, banjir, abrasi, dan ancaman alam (natural hazards) lainnya. Mempertahankan berlangsungnya proses ekologis esensial sebagai sistem pendukung kehidupan dan keanekaragaman hayati pada wilayah pesisir agar tetap lestari yang dicapai
  • 13. melalui keterpaduan pengelolaan sumber daya alam dari hulu hingga ke hilir (integrated coastal zone management). Untuk mendukung tercapainya upaya revitalisasi dan operasionalisasi rencana tata ruang, maka diperlukan dukungan-dukungan, seperti : (a) penyiapan Pedoman dan Norma, Standar, Prosedur dan Manual (NSPM) untuk percepatan desentralisasi bidang penataan ruang ke daerah – khususnya untuk penataan ruang dan pengelolaan sumber daya kawasan pesisir/tepi air; (b) peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia serta pemantapan format dan mekanisme kelembagaan penataan ruang, (c) sosialisasi produk-produk penataan ruang kepada masyarakat melalui public awareness campaig, (d) penyiapan dukungan sistem informasi dan database pengelolaan kawasan pesisir dan pulau - pulau kecil yang memadai, serta (e) penyiapan peta-peta yang dapat digunakan sebagai alat mewujudkan keterpaduan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau kecil sekaligus menghindari terjadinya konflik lintas batas. Selanjutnya, untuk dapat mengelola pembangunan kawasan pesisir secara efisien dan efektif, diperlukan strategi pendayagunaan penataan ruang yang senada dengan semangat otonomi daerah yang disusun dengan memperhatikan factor - faktor berikut : Keterpaduan yang bersifat lintas sektoral dan lintas wilayah dalam konteks pengembangan kawasan pesisir sehingga tercipta konsistensi pengelolaan pembangunan sektor dan wilayah terhadap rencana tata ruang kawasan pesisir. Pendekatan bottom-up atau mengedepankan peran masyarakat (participatory planning process) dalam pelaksanaan pembangunan kawasan pesisir yang transparan dan accountable agar lebih akomodatif terhadap berbagai masukan dan aspirasi seluruh stakeholders dalam pelaksanaan pembangunan. Kerjasama antar wilayah (antar propinsi, kabupaten maupun kota-kota pantai, antara kawasan perkotaan dengan perdesaan, serta antara kawasan hulu dan hilir) sehingga tercipta sinergi pembangunan kawasan pesisir dengan memperhatikan inisiatif, potensi dan keunggulan lokal, sekaligus reduksi potensi konflik lintas wilayah Penegakan hukum yang konsisten dan konsekuen – baik PP, Keppres, maupun Perda – untuk menghindari kepentingan sepihak dan untuk terlaksananya role sharing yang „seimbang‟ antar unsur-unsur stakeholders.
  • 14. BAB IV. PENUTUP 1. Kesimpulan Pemanasan global menimbulkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan biogeofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dan sebagainya). Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut : (a) meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil. Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir disebabkan oleh terjadinya pola hujan yang acak dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan sangat tinggi (kejadian ekstrim). Kemungkinan lainnya adalah akibat terjadinya efek backwater dari wilayah pesisir ke darat. Beberapa langkah atau upaya yang dapat dilakukan untuk mengembalikan fungsi kawasan antara lain, Relokasi, Akomodasi, dan Proteksi. Sedangkan untuk kawasan lindung, prioritas penanganan perlu diberikan untuk sempadan pantai, sempadan sungai, mangrove, terumbu karang, suaka alam margasatwa/cagar alam/habitat flora fauna, dan kawasan - kawasan yang sensitif secara ekologis atau memiliki kerentanan tinggi terhadap perubahan alam atau kawasan yang bermasalah
  • 15. DAFTAR PUSTAKA Muhi, Ali Hanapiah, (2011) Praktek Lingkungan Hidup. Jawa Barat: Institut Pemerintahan dalam Negeri (IPDN) https://www.google.com/url?q=http://sirmanggisak.blogspot.com/2013/07/dampak-pemanasanglobal-bagi-kehidupan.html https://m.facebook.com/notes/debit-ridhawati/global-warming-pengertian-penyebab-efek-caramengatasi-/10150531758072256