1. TUGAS
PENGELOLAAN SUMBER BELAJAR
BAHAN AJAR
MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA
UNTUK KELAS XI
Nama:
Lilis Andriyani
Kurukulum dan Teknologi Pembelajaran
NIM. 0104510017
e-mail : andri_michiko@yahoo.co.id
FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
2. MATERI BAHAN AJAR
TAHUN PELAJARAN :
Mata pelajaran : Bahasa dan sastra Sunda
Pokok bahasan : Carita Pondok (cerpen)
Sub pokok bahasan : Unsur Intrinsik Carpon
Kelas/semester : XI inti / 1
Waktu : 2.45'
Guru :
I. STANDAR KOMPETENSI
Mampu menguraikan isi pikiran, perasaan, dan keinginan dalm bentuk tulisan berupa
teks pidato, cerita pendek, resensi buku, dan teks drama.
II. KOMPETENSI DASAR
Menulis Cerita Pendek
Mengidentifikasi unsur intrinsik cerpen.
III. TUJUAN PEMBELAJARAN
Dapat menulis cerpen dengan baik
Dapat mengidentifikasi unsur intrinsik cerpen yang ditulis.
IV. MATERI
Sub pokok bahasan : Unsur intrinsik Carita Pondok
a. Carita Pondok.
Dalam khasanah sastra Sunda modern, selain kita mengenal novel-novel Sunda, kita
juga mengenal cerpen Sunda (Carpon = Carita Pondok). Dewasa ini disaat orang-
orang semakin disibukan oleh berbagai aktifitas, sungguh sulit bagi seseorang untuk
meluangkan waktu agar dapat membaca sebuah novel. Dalam situasi seperti inilah
orang butuh bacaan sastra yang tidak memakan banyak waktu. Carpon hadir sebagai
sebuah karya sastra yang dapat menjawab hal tersebut, ceritanya pendek tapi tidak
membosankan, karena meskipun ceritanya pendek, carpon tetap dibangun oleh unsur-
unsur intrinsik sebuah karya satra. Di satu sisi orang-orang sekarang sulit meluangkan
waktu untuk membaca sebuah karya sastra, di sisi lain animo untuk membaca karya
sastra masih dapat dikatakan besar, sehingga karya sastra yang semakin diminati oleh
pembaca sekarang ini adalah Carpon.
3. b. Unsur intrinsik
1. Tema
Setiap karya sastra prosa terlepas itu novel ataupun cerpen pasti memiliki tema.
Tema adalah unsur intrinsik yang menjadi pondasi sebuah karya. Sebelum suatu
karya ditulis, seorang pengarang secara sadar atau tidak sadar telah memilih suatu
tema untuk karya yang akan ditulisnya. Jadi dengan kata lain tema adalah ide
pokok suatu karya satra.
2. Alur
Karya satra prosa naratif pasti memiliki jalan cerita, jalan crita inilah yang disebut
alur. Alur adalah urutan kejadian dalam cerita atau kisah, dimulai dari awal cerita
(biasanya pengenalan tokoh dan permasalahan/ awal terjadinya konflik), klimaks,
kemudian antiklimaks atau ending cerita (biasanya konflik sudah terselesaikan).
Untuk lebih jelasnya silahkan perhatikan tahapan di bawah ini.
Alur meliputi beberapa tahap:
1. Pengantar : bagian cerita berupa lukisan , waktu, tempat atau kejadian yang
merupakan awal cerita.
2. Penampilan masalah : bagian yang menceritakan maslah yang dihadapi pelaku
cerita.
3. Puncak ketegangan / klimaks : masalah dalam cerita sudah sangat gawat,
konflik telah memuncak.
4. Ketegangan menurun / antiklimaks : masalah telah berangsur - angsur dapat
diatasi dan kekhawatiran mulai hilang.
5. Penyelesaian / resolusi : masalah telah dapat diatasi atau diselesaikan.
6. Perwatakan :
Menggambarkan watak atau karakter seseorang tokoh yang dapat dilihat dari tiga
segi yaitu melalui:
- Dialog tokoh
Alur terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
a. Alur maju
Alur maju yaitu alur yang urutan kejadiannya berjalan maju, mulai dari
awal, klimaks, ending. Biasanya alur maju ini dapat kita ketauhi melalui
beberapa kata kunci yang biasa digunakan untuk alur jenis ini, misal:
isukanana (keesokan harinya), dua poe ti harita (dua hari kemudian),
sataun ti harita (setahun kemudian) dan lain sebagainya.
Berikut contoh paragraph yang mengadopsi alur jenis ini:
"Sore harita katempo aya anu tatamu ka imah Pa Ahmad, Pa Ahmad
katinggali kurang someah ka eta jalma. Sanajan kitu teu burung Pa
Ahmad nitah asup ka jalma eta. Teu karasa peo geus ngagayuh ka
peuting, di jero imah katembong Pa Ahmad mimiti padu omong jeung
semah,kaayaan tambah panas, teu lila eta semah mimiti nyerang ka nu
boga imah, der opo begalan pati. Pa Ahmad ngabela diri tapi hanjakal
4. nasibna naas, manehna tiwas di tandasa ku eta semah. Ninggali naon anu
karandapan ku salakina Bu Ahmadlangsung koceak dengek, eta semah
reuwas langsung nandasa Bu Ahmad. Sanggeus ngarogahala nu boga
imah, etya semah gura-giru ninggalkeun imah eta. Isukanana tatangga
geger nganyahoankeun yen Pa Ahmad jeung garwana geus ngemasing
pati tumakaning perlaya."
" sore itu terlihat ada orang yang bertamu ke rumah Pa Ahmad, Pa Ahmad
terlihat kurang senang dengan kedatangan orang tersebut. Walau begitu
tak urung Pa Ahmad memepersilahkan orang itu masuk. Tak terasa hari
sudah malam di dalam rumah terlihat Pa Ahmad mulai beradu mulut
dengan sang tamu, ketegangan pun meningkat tak lama kemudian tamu itu
mulai menyerang sang pemilik rumah, perkelahian pun terjadi. Pa Ahmad
berusaha membela diri namun sayang nasib berkata lain, dia tewas di
tangan sang tamu. Melihat apa yang menimpa suaminya Bu Ahmad
langsung menjerit histeris, sang tamu kaget dan dengan serta merta
menusuk Bu Ahmad. Setelah meng habisi kedua tuan rumah sang tamu
pun bergegas meninggal kan rumah tersebut. Keesokan harinya para
tetangga geger mengetahui Pa Ahmad beserta istrinya telah menjadi
korban pembunuhan."
b. Alur mundur
Alur mundur yaitu alur yang urutan kejadiannya berjalan mundur, awal
cerita dalam alur jenis ini merupakan hasil dari kejadian yang akan
diceritakan berikutnya.
Berikut contoh paragraph yang mengadopsi alur jenis ini:
" Isuk-isuk kasampak Pa Ahmad geus rubuh guyang geutih geus teu
nyawaan. Peuting samemehna kareungeu aya riributan di imahna, katenjo
aya dua urang lalaki keur pakupis silih rangket, teu lila ti harita koceak
Bu Ahmad ngajerit. Katinggali aya nu gura giru muru kaluar ti imah Pa
Ahmad."
"Pagi hari terlihat Pa Ahmad sudah terbujur kaku bersimbah darah tak
bernyawa. Malam sebelumnya terdengar ada keributan di rumah Pa
Ahmad, terlihat dua orang laki-laki sedang berjibaku saling memiting, tak
lama kemudian terdengar Bu Ahmad menjerit. Terlihat ada sosok yang
tergesa-gesa meninggalkan kediaman Pa Ahmad."
c. Alur campuran yaitu alur yang menggabungkan kejadian dengan tautan
sebab- akibat dengan kejadian yang bertautan akibat - sebab di dalam
satu narasi.
3. Penokohan
Dalam pembicaraan sebuah cerita pendek sering dipergunakan istilah-istilah
seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan
karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama.
5. Tokoh cerita ialah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau
drama , yang oleh pembaca ditafsirkan memilki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diespresikan dalam ucapan dan apa yang
dilakukan dalam tindakan. Sedangkan penokohan ialah pelukisan gambaran yang
jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita
Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh atau
perwatakan, sebab penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita,
bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam
sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada
pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk pada teknik perwujudan dan
pengembangan tokoh dalam sebuah cerita
4. Latar
Sebuah cerita pada hakikatnya ialah peristiwa atau kejadian yang menimpa atau
dilakukan oleh satu atau beberapa orang tokoh pada suatu waktu tertentu dan pada
tempat tertentu. Menurut Nadjid (2003:25) latar ialah penempatan waktu dan
tempat beserta lingkungannya dalam prosa fiksi
Menurut Nurgiyantoro (2004:227—233) unsur latar dapat dibedakan ke dalam
tiga unsur pokok, antara lain sebagai berikut.
a. Latar Tempat
Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-
tempat dengan nama tertentu serta inisial tertentu.
b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah " kapan " terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah "kapan" teersebut
biasanya dihubungkan dengan waktu
c. Latar Sosial
Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara
kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang
cukup kompleks serta dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Selain itu latar sosial
juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang (point of view) merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja
dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang
dikemukakan dalam karya fiksi memang milik pengarang, pandangan hidup, dan
tafsirannya terhadap kehidupan. Namun kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan
lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita. Sudut pandang adalah cara
memandang tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu.
6. Ada beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk membedakan sudut pandang.
Pertanyaan tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Siapa yang berbicara kepada pembaca (pengarang dalam persona ketiga atau pertama,
salah satu pelaku dengan "aku", atau seperti tak seorang pun)?
2. Dari posisi mana cerita itu dikisahkan (atas, tepi, pusat, depan atau berganti-ganti)?
3. Saluran informasi apa yang dipergunakan narator untuk menyampaikan ceritanya
kepada pembaca (kata-kata, pikirn, atau persepsi pengarang; kata-kata, tindakan, pikiran,
perasaan, atau persepsi tokoh)?
4. Sejauh mana narator menempatkan pembaca dari ceritanya (dekat, jauh, atau berganti-
ganti)?
Selain itu pembedaan sudut pandang juga dilihat dari bagaimana kehadiran cerita itu
kepada pembaca: lebih bersifat penceritaan, telling, atau penunjukan, showing, naratif
atau dramatik. Pembedaan sudut pandang yang akan dikemukakan berikut berdasarkan
pembedaan yang telah umum dilakukan orang yaitu bentuk persona tokoh cerita: persona
ketiga dan persona pertama.
a. Sudut pandang persona ketiga : "Dia"
Pengisahan cerita yang menpergunakan sudut pandang persona ketiga gaya "Dia",
narator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita
dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita,
khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi
dipergunakan kata ganti. Hal ini akan mempermudah pembaca untuk mengenali siapa
tokoh yang diceritakan atau siapa yang bertindak.
Sudut pandang "dia"dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat
kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak, pengarang,
narator dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh "dia",
jadi bersifat mahatahu, di lain pihak ia terikat, mempunyai keterbatasan "pengertian"
terhadap tokoh "dia" yang diceritakan itu, jadi bersifat terbatas, hanya selaku pengamat
saja.
1) "Dia" mahatahu
Dalam sudut pandang ini, cerita dikisahkan dari sudut "dia", namun pengarang, narator
dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh "dia" tersebut. Narator
mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal
tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia
bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita,
berpindah-pindah dari tokoh "dia"yang satu ke "dia" yang lain, menceritakan atau
sebaliknya "menyembunyikan" ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya
berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya
ucapan dan tindakan nyata.
2) "Dia" terbatas, "Dia" sebagai pengamat
Dalam sudut pandang "dia" terbatas, seperti halnya dalam"dia"mahatahu, pengarang
melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita,
namun terbatas hanya pada seorang tokoh saja atau terbatas dalam jumlah yang sangat
terbatas. Tokoh cerita mungkin saja cukup banyak, yang juga berupa tokoh "dia", namun
mereka tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan sosok dirinya seperti halnya tokoh
pertama.
7. b. Sudut Pandang Persona Pertama: "Aku"
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama (first
person point of view), "aku". Jadi: gaya "aku", narator adalah seseorang yang ikut terlibat
dalam cerita. Ia adalah si "aku" tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya
sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui,dilihat, didengar,dialami
dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Jadi, pembaca
hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan
tokoh si "aku" tersebut.
1) "Aku" tokoh utama
Dalam sudut pandang teknik ini, si "aku" mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah
laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik,
hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si "aku"menjadi fokus pusat
kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si "aku", peristiwa, tindakan, dan
orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki
kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang
demikian,si "aku" menjadi tokoh utama (first person central).
2) "Aku" tokoh tambahan
Dalam sudut pandang ini, tokoh "aku" muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan
sebagai tokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh "aku" hadir untuk
membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu
kemudian "dibiarkan" untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita
yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah
yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan
dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si "aku"tambahan tampil
kembali, dan dialah kini yang berkisah.
Dengan demikian si "aku" hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap
berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si "aku" pada umumnya tampil
sebagai pengantar dan penutup cerita.
6. Gaya Bahasa dan Nada
Bahasa dalam cerpen memilki peran ganda, bahasa tidak hanya berfungsi sebagai
penyampai gagasan pengarang. Namun juga sebagai penyampai perasaannya. Beberapa
cara yang ditempuh oleh pengarang dalam memberdayakan bahasa cerpen ialah dengan
menggunakan perbandingan, menghidupkan benda mati, melukiskan sesuatu dengan
tidak sewajarnya, dan sebagainya. Itulah sebabnya, terkadang dalam karya sastra sering
dijumpai kalimat-kalimat khas. Nada pada karya sastra merupakan ekspresi jiwa.
8. MODUL PEMBELAJARAN REMEDIAL
Tahun Pelajaran :
Mata pelajaran : Bahasa dan sastra Sunda Nama :
Pokok bahasan : Carita Pondok (cerpen) Kelas :
Sub pokok bahasan : Unsur intrinsik Cerpen Nilai : ...
Kelas/semester : XI inti / 1
Waktu : 2.45'
Guru :
I. STANDAR KOMPETENSI
Mampu menguraikan isi pikiran, perasaan, dan keinginan dalm bentuk tulisan berupa
teks pidato, cerita pendek, resensi buku, dan teks drama.
II. INDIKATOR
Mengidentifikasi ciri-ciri carpon.
Mengetahui unsur-unsur intrinsik cerpen
III. MATERI PEMBELAJARAN
1. Mengenai cerpen..........
Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif
fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan
karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan
novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-
teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas
dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya bisa dalam berbagai jenis.
Ciri khas cerpen ..
Cerita pendek cenderung kurang kompleks dibandingkan dengan novel. Cerita
pendek biasanya memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot,
setting yang tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, mencakup jangka waktu yang
singkat.
Cerpen dari segi ukuran (fisik)
Menetapkan apa yang memisahkan cerita pendek dari format fiksi lainnya yang lebih
panjang adalah sesuatu yang problematic. Sebuah definisi klasik dari cerita pendek
ialah bahwa ia harus dapat dibaca dalam waktu sekali duduk (hal ini terutama sekali
diajukan dalam esai Edgar Allan Poe "The Philosophy of Composition" pada 1846).
9. Definisi-definisi lainnya menyebutkan batas panjang fiksi dari jumlah kata-katanya,
yaitu 7.500 kata. Dalam penggunaan kontemporer, istilah cerita pendek umumnya
merujuk kepada karya fiksi yang panjangnya tidak lebih dari 20.000 kata dan tidak
kurang dari 1.000 kata.
Cerita yang pendeknya kurang dari 1.000 kata tergolong pada genre fiksi kilat (flash
fiction). Fiksi yang melampuai batas maksimum parameter cerita pendek digolongkan
ke dalam novelette, novella, atau novel.
2. Unsur intrinsik cerpen
a. Tema adalah ide pokok sebuah cerita, yang diyakini dan dijadikan sumber
cerita.
b. Latar . setting adalah tempat, waktu , suasana yang terdapat dalam cerita.
Sebuah cerita harus jelas dimana berlangsungnya, kapan terjadi dan suasana serta
keadaan ketika cerita berlangsung.
c. Alur / plot adalah susunan peristiwa atau kejadian yang membentuk sebuah
cerita.
Alur meliputi beberapa tahap:
1. Pengantar : bagian cerita berupa lukisan , waktu, tempat atau kejadian yang
merupakan awal cerita.
2. Penampilan masalah : bagian yang menceritakan maslah yang dihadapi pelaku
cerita.
3. Puncak ketegangan / klimaks : masalah dalam cerita sudah sangat gawat,
konflik telah memuncak.
4. Ketegangan menurun / antiklimaks : masalah telah berangsur - angsur dapat
diatasi dan kekhawatiran mulai hilang.
5. Penyelesaian / resolusi : masalah telah dapat diatasi atau diselesaikan.
6. Perwatakan :
Menggambarkan watak atau karakter seseorang tokoh yang dapat dilihat dari tiga
segi yaitu melalui:
- Dialog tokoh
- Deskripsi tokoh
- Alur cerita
10. IV. EVALUASI
a. Jawab soal-soal di handap ieu kalayan jentre!
1. Jelaskeun naon ari anu disebut cerpen!
2. Jelaskeun cerpen tina segi fisik/ukuranna!
3. Sebutkeun jeung jelaskeun unsur-unsur intrinsik cerpen!
b. ngarang cerpen
1. Coba hidep nulis hiji cerpen dumasar kana rangkai (kerangka) karangan anu
geus disusun ku hidep samemehna!
Orang Tua Siswa, Guru Mata Pelajaran,
( .) (……………………)
11. MODUL PENGEMBANGAN MATERI
Tahun Pelajaran :
Mata pelajaran : Bahasa dan sastra Sunda Nama :
Pokok bahasan : Cerita pendek/ carita pondok Kelas :
Guru : Nilai : ...
Waktu : 2.45'
Kelas/semester : XI inti / 1
Kegiatan : Mengetahui penerapan unsure intrinsic dalam proses penulisan
kerangka karangan untuk kemudian dikembangkan menjadi sebuah
cerpen.
Tujuan : Memahami fungsi cerpen sebagai suatu alat untuk menympaikan
kritik sosial.
I. STANDAR KOMPETENSI
Mampu menguraikan isi pikiran, perasaan, dan keinginan dalm bentuk tulisan berupa
teks pidato, cerita pendek, resensi buku, dan teks drama.
II. KOMPETENSI DASAR
Menulis Cerita Pendek
Mengidentifikasi unsur intrinsik cerpen.
III. TUJUAN PEMBELAJARAN
Dapat menulis cerpen dengan baik
Dapat mengidentifikasi unsur intrinsik cerpen yang ditulis.
IV. MATERI PEMBELAJARAN
1. Mengenai cerpen..........
Apa sih cerpen itu......?
Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif
fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan
karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan
novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-
teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas
dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya bisa dalam berbagai jenis.
12. Ciri khas cerpen ..
Cerita pendek cenderung kurang kompleks dibandingkan dengan novel. Cerita
pendek biasanya memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot,
setting yang tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, mencakup jangka waktu yang
singkat.
Cerpen dari segi ukuran (fisik)
Menetapkan apa yang memisahkan cerita pendek dari format fiksi lainnya yang lebih
panjang adalah sesuatu yang problematic. Sebuah definisi klasik dari cerita pendek
ialah bahwa ia harus dapat dibaca dalam waktu sekali duduk (hal ini terutama sekali
diajukan dalam esai Edgar Allan Poe "The Philosophy of Composition" pada 1846).
Definisi-definisi lainnya menyebutkan batas panjang fiksi dari jumlah kata-katanya,
yaitu 7.500 kata. Dalam penggunaan kontemporer, istilah cerita pendek umumnya
merujuk kepada karya fiksi yang panjangnya tidak lebih dari 20.000 kata dan tidak
kurang dari 1.000 kata.
Cerita yang pendeknya kurang dari 1.000 kata tergolong pada genre fiksi kilat (flash
fiction). Fiksi yang melampuai batas maksimum parameter cerita pendek digolongkan
ke dalam novelette, novella, atau novel.
2. Unsur intrinsik cerpen
a. Tema adalah ide pokok sebuah cerita, yang diyakini dan dijadikan sumber
cerita.
b. Latar . setting adalah tempat, waktu , suasana yang terdapat dalam cerita.
Sebuah cerita harus jelas dimana berlangsungnya, kapan terjadi dan suasana serta
keadaan ketika cerita berlangsung.
c. Alur / plot adalah susunan peristiwa atau kejadian yang membentuk sebuah
cerita.
Alur meliputi beberapa tahap:
1. Pengantar : bagian cerita berupa lukisan , waktu, tempat atau kejadian yang
merupakan awal cerita.
2. Penampilan masalah : bagian yang menceritakan maslah yang dihadapi pelaku
cerita.
3. Puncak ketegangan / klimaks : masalah dalam cerita sudah sangat gawat,
konflik telah memuncak.
4. Ketegangan menurun / antiklimaks : masalah telah berangsur - angsur dapat
diatasi dan kekhawatiran mulai hilang.
5. Penyelesaian / resolusi : masalah telah dapat diatasi atau diselesaikan.
6. Perwatakan :
Menggambarkan watak atau karakter seseorang tokoh yang dapat dilihat dari tiga
13. segi yaitu melalui:
- Dialog tokoh
- Deskripsi tokoh
- Alur cerita
V. LANGKAH TUGAS
Karya sastra memiliki dua fungsi yang berbeda. Yang pertama karya sastra berfungsi
sebagai alat penghibur (fungsi estetika/entertainment ). Yang kedua, karya sastra
berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan suatu kritik social dengan dibalut
sentuhan nilai estetika.
Tugas.
- Pilihlah tema sosial yang sedang terjadi sekarang ini dengan disertai lampiran
artikel mengenai fenomena social yang menjadi sasaran kritik melalui cerpen
yang akan ditulis;
- Susunlah sebuah kerangka karangan dengan bepijak pada tema yang telah dipilih;
- Perhatikan unsur-unsur intrinsiknya;
- Kembangkanlah kerangka karangan tersebut menjadi sebuah cerpern bermuatan
kritik sosial yang memenuhi fungsi estetika dan fungsi sosial.
VI. HASIL AKHIR
Laporan hasil kegiatan ini dikumpulkan berupa sebuah naskah cerpen beserta
lampiran artikel dan kerangka karangan sebelum dikembangkan menjadi sebuah
cerpen.