SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 56
Tinjauan Pustaka Hematolologi




    Inhibitor FVIII pada Hemofilia A



                           dr. Liana
             dr. Ferry H. Soedewo, MS, Sp.PK(K)



                                                  1
Pendahuluan
Hemofilia A merupakan kelainan perdarahan,
 diwariskan secara X-linked recessive, disebabkan
 karena defisiensi faktor VIII (FVIII)
Hemofilia A diklasifikasikan menjadi 3 :
  derajat berat (FVIII < 1% kadar normal) 
    perdarahan spontan, membutuhkan
   replacement therapy berulang
  derajat sedang (FVIII 1-5% kadar normal)
  derajat ringan (FVIII 5-25% kadar normal)

                                                    2
Pendahuluan….
• Penatalaksanaan hemofilia A: pemberian
  replacement therapy FVIII (berulang).
• Komplikasi pemberian terapi : terbentuk inhibitor
  pada > 30% hemofilia A.
• Inhibitor FVIII  inaktivasi FVIII secara cepat,
  menurunkan efektivitas terapi  peningkatan
  morbiditas dan tendensi perdarahan 
  penyebab kematian.

                                                 3
Manifestasi Klinis Hemofilia A
1. Perdarahan sendi
• Hemartrosis akut  pada lutut, siku,
   pinggang, lengan, dan pergelangan tangan
• Hemofilia berat: perdarahan sendi pada
   usia 1 tahun.
• Hemartrosis akut diawali dengan tingling
   sensation sampai nyeri berat pada sendi,
   pembengkakan sendi


                                              4
Manifestasi Klinis Hemofilia A….
Hemartrosis berat  sinovitis akut
  (faktor predisposisi perdarahan berikutnya)
• Artropati kronis :
   – ditandai dengan kontraksi dan keterbatasan
     gerak akibat destruksi kartilago yg progresif 
     kista pada tulang (membutuhkan
     pembedahan)


                                                 5
Manifestasi Klinis Hemofilia A…
2. Perdarahan yang lain
 Hematom otot
 Hematom ringan : hilang tanpa terapi,
   hematom luas  menekan struktur vital
 Perdarahan otot iliopsoas  perdarahan hebat,
   disfungsi otot, gangguan persarafan
 Perdarahan intra kranial (penyebab kematian)
 Hematuria (>2/3 penderita)
 Perdarahan mulut dan gusi
 Perdarahan pada ginjal


                                                  6
Struktur dan Aktivitas FVIII
• Faktor VIII  faktor koagulasi penting,
  sebagai ko-faktor faktor IXa (FIXa) 
  aktivasi faktor Xa (FXa)
 Gene FVIII : gene X-linked,
  terdiri dari 186 kb, mengkode polipeptida dari 2351
  asam amino, disekresikan dengan BM 264763 Da.
 FVIII sequence dibagi menjadi: (Gambar 1)
  3 domain A, 2 domain C, dan domain B  disingkat
  NH2-A1-A2-B-A3-C1-C2-COOH

                                                        7
Gambar 1. Struktur FVIII   8
Inhibitor FVIII :

• sebagai aloantibodi 20-50% hemofilia A yang
  mendapat replacement therapy FVIII
• terbentuk spontan sebagai otoantibodi pada
  penderita bukan hemofilia.
Jika terikat pada rantai berat FVIII  mencegah
  pemecahan FVIII oleh trombin dan aktivasi
  selanjutnya.
Jika terikat pada rantai ringan  mencegah
  interaksi FVIII dan FIXa, phospholipid, vWF

                                                   9
• Inhibitor FVIII:
  dapat terikat pada determinan FVIII non-fungsional
  
tidak menghambat aktivitas FVIII pada Bethesda
  asai
peningkatan kecepatan klirens FVIII in vivo pada
  sebagian penderita.



                                                10
Gambar 2. Mekanisme Kerja Inhibitor FVIII   11
Mekanisme Kerja Inhibitor FVIII
 Menghambat ikatan FVIII dengan vWF.
 Menghambat aktivitas FVIII
 Menghambat interaksi FVIIIa dgn Tenase complex:
  Ab anti-C2 menghambat ikatan FVIIIa pada membran
   phospholipid.
  Ab anti-A2 mengganggu interaksi FVIII dengan
   protease pada FIXa
  Ab anti-A3 mengganggu interaksi FVIII dgn EGF
   (epidermal growth factor)-like domain pada FIXa.
  Ab anti-A1 mencegah ikatan FVIIIa dengan FX


                                                 12
Faktor yang mempengaruhi terbentuknya
              inhibitor :
•   Regimen terapi pengganti untuk hemofilia
•   Faktor lingkungan
•   Genetik
•   Lama pemberian konsentrat faktor koagulasi
•   Umur saat paparan pertama kali




                                                 13
Manifestasi Klinis Hemofilia A dgn inhibitor FVIII

• Perdarahan tidak segera berhenti dengan terapi
  konsentrat faktor koagulasi (dosis yang sering
  dipakai)
Pada hemofilia :
• high responders (sebagian besar) : beberapa hari
  terpapar faktor koagulasi eksogen  kadar
  inhibitor meningkat cepat  puncak (bulan
  pertama)Jika tidak ada paparan lebih lanjut 
  kadar inhibitor turun bertahap  beberapa tahun
   tidak terdeteksi.

                                               14
Manifestasi Klinis Hemofilia A dgn inhibitor FVIII

 • low responders (sebagian kecil) :
   Kadar inhibitor tidak meningkat setelah terpapar faktor
   koagulasi eksogen.
   Terapi faktor koagulasi dosis cukup tinggi dapat
   diberikan.




                                                       15
Gambar 3. Respons terhadap faktor koagulasi eksogen
                                                 16
Pemeriksaan Laboratorium Penyaring:
1. APTT (Activated Partial Tromboplastin Time)
   dan PPT (Plasma Prothrombin Time):
 APTT memanjang dengan PT normal 
    kemungkinan defisiensi faktor VIII, IX, XI,
    XII, high molekular weight kininogen,
    prekallikrein atau adanya inhibitor.
 Jika APTT memanjang, perlu dilakukan mixing
    test.


                                              17
2. Mixing Study
Metode pemeriksaan:
       plasma sampel + plasma normal (50:50 )
                     Tes diulangi

Perbaikan hasil             Tidak ada perbaikan atau
                              perbaikan <50%

Defisiensi faktor                 inhibitor
koagulasi yg terkandung
dalam reagen



                                                   18
Pemeriksaan Laboratorium Spesifik:

3. Asai Bethesda
Mendeteksi inhibitor FVIII dan kuantifikasi Ab
  menggunakan unit inhibitor terstandardisasi.
• Pemeriksaan in vitro 37◦C
• inkubasi plasma penderita + plasma normal (pada
  beberapa pengenceran)
Prinsip pemeriksaan :
• 1 unit Bethesda : inhibitor yang menetralisir 50% dari
  1 unit FVIII yang ditambahkan dalam 2 jam, 37◦C



                                                      19
3. Bethesda asai …
Prinsip pemeriksaan …..
• Titer inhibitor berbanding terbalik dengan
  pengeceran plasma yang mengandung inhibitor
Titer inhibitor dapat lebih rendah dari sebenarnya.
  Dianjurkan menghitung pengenceran terendah
  yang menghambat 50% aktivitas FVIII setelah
  inkubasi.
Bethesda asai standard tidak dilakukan kontrol
  pH  variasi hambatan aktivitas FVIII

                                                20
Gambar 4. Asai Bethesda   21
Asai Nijmegen

• Modifikasi Bethesda asai (kuantifikasi inhibitor
  FVIII)
• Direkomendasikan oleh International Society of
  Hemostasis and Thrombosis (ISTH)
• Dilakukan kontrol pH
• Kadar inhibitor terendah yg terdeteksi :
  < 0,4 Nijmegen-BU/ml


                                                 22
4. Asai Inhibitor FVIII
• solid phase enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)
   mendeteksi Ab IgG reaktif terhadap rekombinan FVIII
  manusia.
Prinsip pemeriksaan:
• Plasma penderita ditambahkan dalam sumuran yang
  dilapis molekul rekombinan FVIII 
  mengikat Ab dalam sampel.
• Ditambahkan reagen anti IgG, anti human globulin dilabel
  enzim alkali fosfatase dan substrat PNPP
  (p-nitrophenyl phosphate)

                                                     23
4. Asai Inhibitor FVIII…

• Ab yang tidak terikat akan terbuang pada
  pencucian.
• Densitas warna yang terbentuk diukur memakai
  spektrofotometer, λ 405 atau 410 nm.
• Hasil positif : densitas optik ≥ 2x nilai kontrol
  negatif.




                                                24
Penatalaksanaan Hemofilia A dengan
             inhibitor FVIII:
Pasien dengan inhibitor titer rendah (low
responders) :
• pemberian terapi faktor koagulasi pengganti
  dapat diberikan untuk mengatasi adanya
  inhibitor.
• Rekombinan FVIII dosis tinggi atau plasma
  yang mengandung FVIII dapat diberikan.


                                                25
Penatalaksanaan Hemofilia A dengan
                inhibitor FVIII:
• Jika tidak dapat diberikan replacement therapy,
  dapat diberikan bypassing agent.
• Pemberian bypassing agent disesuaikan dgn klinis dan
  kebutuhan penderita.
• Bypassing agent :
   – Prothrombin Complex Concentrates (PCCs)
   – Activated Prothrombin Complex concentrates (aPCCs)
      Factor Eight Inhibitor Bypassing Activity (FEIBA)
      Anti-inhibitor Coagulant Complex
      activated recombinant factor VII (rVIIa).
                                                           26
Define inhibitor type and titer

 Low-responding                       High-responding titer
  titer <5BU/ml                             >5BU/ml

                      Define bleeding
                        episode
Life-threatening            Non Life-          Life-threatening
                          threatening
 Consider:                                    Consider:
 High-dose FVIII          Consider:           aPCCs
 aPCCs                    aPCCs               rVIIa
 rVIIa                    rVIIa               Immunoadsorption

Gambar 8. Algoritme terapi perdarahan akut pada hemofilia kongenital
                          dengan inhibitor                    27
28
29
Gambar. Coagulation Pathway
30
Gambar. Indirect ELISA
                         31
32
Pemanjangan APTT
Kesalahan Preanalitik:
 Tiap spesimen diamati secara visual setelah thawing 
  kemungkinan terbentuk fibrin strands (preactivated
  sampel)
 Pasien dengan hematokrit yang tinggi  proporsi
  plasma berkurang, misalnya : PV  kelebihan
  antikoagulan citrate.
 Kontaminasi dengan heparin  Pemeriksaan Trombin
  Time




                                                     33
APTT
APPT memanjang pada :
 DIC
 Penyakit hati
 Transfusi masif dengan darah simpan
 Pemberian terapi heparin atau kontaminasi heparin
 Circulating anticoagulant
 Defisiensi faktor koagulasi selain FVII




                                                      34
Modifikasi Mixing test (Ewing dan Kasper) :
• Plasma penderita : plasma normal = 4:1  untuk
  meningkatkan sensitivitas terhadap mild inhibitor
• Pencampuran dilakukan pada menit ke-0 dan
  menit ke-120.
• Inkubasi 120 menit pada 37◦C
• Interpretasi hasil berdasarkan perbedaan antara
  inkubasi awal dan setelah 120 menit (Gambar 5).



                                               35
Gambar 5. Modifikasi Mixing Test   36
Interpretasi Hasil:

• Jika didapatkan koreksi hasil dilanjutkan asai
  FVIII:C, IX, XI, XII
• Jika koreksi tidak sempurna inhibitor
• Jika clotiing time memanjang signifikan
  setelah 2 jam inkubasi FVIII:C inhibitor




                                               37
38
5. FVIII recovery
• Untuk menetukan kadar puncak FVIII pada jam pertama
  pemberian infus FVIII.
• Berat badan penderita  untuk menghitung dosis/kg yang
  diberikan.
• Hasil  peningkatan nilai (kadar setelah infus dikurangi
  sebelum infus)  adjusted in vivo recovery (IVR), dgn dasar
  per-dosis  IU/ml atau IU/dl
                                      IU/kg
• Pengambilan sampel:
   sebelum infus (dilakukan tes penyaring inhibitor)
   15-30 menit setelah akhir infus.

                                                         39
5. FVIII recovery….
Nilai normal adjusted IVR :
   2,0 dan 2,5 IU/dl/IU/kg plasma derived FVIII
      (dewasa)
   2,6±0,5 IU/dl/IU/kg dan 2,4±0,5  rekombinan FVIII
• Untuk bayi & anak < dibandingkan dewasa.




                                                    40
FVIII half-life studies
• 50 IU/kg FVIII diinfuskan selama 72 jam atau
  saat kadar FVIII baseline tercapai (<1,0 IU/dl)
• Pengambilan sampel: pre-dose; 15 ‘; 30’; 3
  jam; 6 jam; 9 jam; 24 jam; 32 jam.
• T1/2 plasma derived FVIII concentrates dan
  recombinant FVIII (dewasa): antara 10-15 jam




                                                    41
Mekanisme kerja inhibitor FVIII
• Menghambat ikatan FVIII dengan vWF.
  Inhibitor spesifik A3 dan Ab anti-C2 
  mencegah interaksi FVIII/vWF 
  degradasi proteolitik FVIII oleh FIXa, FXa, APC
  (activated protein C).
• Menghambat aktivitas FVIII :
  mengikat thrombin-binding site pada C2 atau FXa-
  binding site  menghambat pelepasan ikatan FVIIIa
  dan vWF.
• Menghambat interaksi FVIIIa dgn Tenase complex.


                                                      42
Asai Bethesda

Untuk sampel yang tidak dicurigai mengandung
inhibitor:
• 0,2 ml plasma pasien + 0,2 ml pool plasma normal
• Kontrol: 0,2 ml 0% FVIIIC + 0,2 ml pool plasma
  normal
• Inkubasi 370C, 2 jam. Dilakukan asai FVIII



                                               43
Asai Bethesda
Sampel pasien yang dicurigai mengandung inhibitor:
• Plasma pasien diencerkan dengan buffer untuk asai FVIII.
• Lebih baik melakukan lebih banyak pengenceran
• 0,2 ml plasma sampel dimasukkan dalam tabung plastik
  diencerkan ½; ¼; 1/8; 1/16, dst
• Jika ada data titer inhibitor sebelumnya, pengenceran
  harus sampai setengah dari titer tersebut.
• Sampel plasma diencerkan dengan pool plama normal
  yang mengandung sejumlah FVIII terstandardisasi
  (100U/dl).



                                                     44
Asai Bethesda…
• Campuran diinkubasi, dimulai konsentrasi 50U/dl.
• Asai FVIII dikerjakan setelah inkubasi 2 jam. Campuran
  Kontrol : plasma normal + larutan dapar  acuan
  standard 100%
• Pada plasma normal ditambahkan 0,1M imidazole pH 7,4
   modifikasi Nijmegen.
   sensitivitas dan spesifisitas meningkat
Pada akhir inkubasi, residu FVIII diukur dan inhibitor
dihitung berdasarkan grafik.


                                                     45
Nijmegen asai
• Direkomendasikan oleh International Society of
  Hemostasis and Thrombosis (ISTH)
Modifikasi Bethesda asai (kuantifikasi inhibitor FVIII):
• Dilakukan kontrol pH  Penambahan imidazole buffer ke
  dalam substrat pool plasma normal.
• Menggunakan plasma defisiensi FVIII sebagai pengganti
  larutan dapar pada kontrol dan pengenceran plasma
  penderita.
• Kadar inhibitor terendah yg terdeteksi :
  < 0,4 Nijmegen-BU/ml

                                                    46
47
Rekomendasi United Kingdom Haemophilia
      Center Doctors Organization 2006 :

Hemofilia A sedang dan berat :
• tes penyaring inhibitor setiap hari ke-5 sampai 20  tiap 3
  bulan sampai hari ke-150 hari  tiap 1 tahun.
• Pemeriksaan inhibitor dikerjakan sebelum tindakan invasif
• Skrining inhibitor dilakukan sebelum tindakan invasif,
  frekuensi perdarahan meningkat,
  didapatkan penurunan respons terhadap terapi




                                                        48
Rekomendasi United Kingdom Haemophilia
     Center Doctors Organization 2006 :

Hemofilia A ringan:
 pemeriksaan inhibitor dikerjakan setelah terapi
 pengganti yang intensif (individu dengan
 mutasi resiko tinggi)




                                               49
Rekomendasi United Kingdom Haemophilia Center
Doctors Organization 2006 :
Pemeriksaan lab. (penderita dgn terapi profilaksis):
• Pengukuran kadar FVIII
• Estimasi waktu paruh FVIII
• Jika kadar FVIII/FIX < 1 IU/dl atau kadarnya tidak optimal
   dilanjutkan tes penyaring inhibitor dengan pemeriksaan
  yang sensitif atau modifikasi Nijmegen
• penderita dengan on-demand therapy 
  tes penyaring inhibitor dengan metode sensitif atau
  modifikasi Nijmegen.



                                                       50
51
Asai FVIII
• One-stage assay  murah, jika tersedia plasma
  penderita hemofilia
  Prinsip: kemampuan plasma sampel mengkoreksi
  perpanjangan APTT dari plasma deficiency FVIII.
  Derajat koreksi dibandingkan dg plasma standar yang
  suah diketahui kadarnya

• Two-stage assay  menggunakan reagen bovine (lebih
  aman), tetapi lebih mahal


                                                    52
Asai FVIII
• Two-stage assay
Fase pertama: FV, CaCl2, fosfolipid dan serum (sumber
  FIX, X, XI,XII)  dicampur sebagai reagen.
  Ditambahkan FVIII dengan menambah plasma standar
  atau plasma penderita  pembentukan FXa
Fase kedua: Ditambahkan plasma substrat (FII dan
  fibrinogen)  kecepatan pembentukan bekuan tgt
  jumlah FXa yg terbentuk dan jumlah FVIII yang ada.




                                                   53
Asai Faktor VIII

• Chromogenic substrat assay/ Ammydolytic assay:
Prinsip:
Asai mirip fase pertama two-stage assay. Reagen yang
  digunakan dilengkapi dgn semua yg dibutuhkan untuk
  pembentukan FXa, kecuali FVIII:C.
FXa diukur dg substrat kromogenik spesifik.
Pengaruh trombin yg terbentuk dihambat dg
  penambahan anti-trombin sintetis.




                                                   54
55
56

Mais conteúdo relacionado

Semelhante a Rh3

managemen anestesi pada pasien dengan gangguan faktor koagulasi (2).pptx
managemen anestesi pada pasien dengan gangguan faktor koagulasi (2).pptxmanagemen anestesi pada pasien dengan gangguan faktor koagulasi (2).pptx
managemen anestesi pada pasien dengan gangguan faktor koagulasi (2).pptxzidnifatayan1
 
Kel.6 _ Gangguan Pembekuan Darah.pptx
Kel.6 _ Gangguan Pembekuan Darah.pptxKel.6 _ Gangguan Pembekuan Darah.pptx
Kel.6 _ Gangguan Pembekuan Darah.pptxChintyapsari
 
fdokumen.com_obat-anti-perdarahan.pptx
fdokumen.com_obat-anti-perdarahan.pptxfdokumen.com_obat-anti-perdarahan.pptx
fdokumen.com_obat-anti-perdarahan.pptxsalmairmasuryani1203
 
MANAJEMEN PENDERITA HEMOFILIA PADA ANAK YANG MENGALAMI PROSEDUR PEMBEDAHAN
MANAJEMEN PENDERITA HEMOFILIA PADA ANAK YANG MENGALAMI PROSEDUR PEMBEDAHANMANAJEMEN PENDERITA HEMOFILIA PADA ANAK YANG MENGALAMI PROSEDUR PEMBEDAHAN
MANAJEMEN PENDERITA HEMOFILIA PADA ANAK YANG MENGALAMI PROSEDUR PEMBEDAHANSupri Adi
 
acquired von willebrand disease
acquired von willebrand diseaseacquired von willebrand disease
acquired von willebrand diseaseDian Jenova
 

Semelhante a Rh3 (10)

managemen anestesi pada pasien dengan gangguan faktor koagulasi (2).pptx
managemen anestesi pada pasien dengan gangguan faktor koagulasi (2).pptxmanagemen anestesi pada pasien dengan gangguan faktor koagulasi (2).pptx
managemen anestesi pada pasien dengan gangguan faktor koagulasi (2).pptx
 
Kel.6 _ Gangguan Pembekuan Darah.pptx
Kel.6 _ Gangguan Pembekuan Darah.pptxKel.6 _ Gangguan Pembekuan Darah.pptx
Kel.6 _ Gangguan Pembekuan Darah.pptx
 
Rkk5
Rkk5Rkk5
Rkk5
 
03 HEMOFILIA.pptx
03 HEMOFILIA.pptx03 HEMOFILIA.pptx
03 HEMOFILIA.pptx
 
fdokumen.com_obat-anti-perdarahan.pptx
fdokumen.com_obat-anti-perdarahan.pptxfdokumen.com_obat-anti-perdarahan.pptx
fdokumen.com_obat-anti-perdarahan.pptx
 
MANAJEMEN PENDERITA HEMOFILIA PADA ANAK YANG MENGALAMI PROSEDUR PEMBEDAHAN
MANAJEMEN PENDERITA HEMOFILIA PADA ANAK YANG MENGALAMI PROSEDUR PEMBEDAHANMANAJEMEN PENDERITA HEMOFILIA PADA ANAK YANG MENGALAMI PROSEDUR PEMBEDAHAN
MANAJEMEN PENDERITA HEMOFILIA PADA ANAK YANG MENGALAMI PROSEDUR PEMBEDAHAN
 
PPT Belajar bareng_hemofilia.pptx
PPT Belajar bareng_hemofilia.pptxPPT Belajar bareng_hemofilia.pptx
PPT Belajar bareng_hemofilia.pptx
 
Hemostasis uii
Hemostasis uiiHemostasis uii
Hemostasis uii
 
acquired von willebrand disease
acquired von willebrand diseaseacquired von willebrand disease
acquired von willebrand disease
 
Th7
Th7Th7
Th7
 

Mais de andreei

Mais de andreei (20)

Tibaru18
Tibaru18Tibaru18
Tibaru18
 
Tibaru17
Tibaru17Tibaru17
Tibaru17
 
Tibaru16
Tibaru16Tibaru16
Tibaru16
 
Tibaru15
Tibaru15Tibaru15
Tibaru15
 
Tibaru14
Tibaru14Tibaru14
Tibaru14
 
Tibaru13
Tibaru13Tibaru13
Tibaru13
 
Tibaru12
Tibaru12Tibaru12
Tibaru12
 
Tibaru11
Tibaru11Tibaru11
Tibaru11
 
Tibaru9
Tibaru9Tibaru9
Tibaru9
 
Tibaru11
Tibaru11Tibaru11
Tibaru11
 
Tibaru10
Tibaru10Tibaru10
Tibaru10
 
Tibaru8
Tibaru8Tibaru8
Tibaru8
 
Tibaru7
Tibaru7Tibaru7
Tibaru7
 
Refhemabaru8
Refhemabaru8Refhemabaru8
Refhemabaru8
 
Refhemabaru7
Refhemabaru7Refhemabaru7
Refhemabaru7
 
Refhemabaru6
Refhemabaru6Refhemabaru6
Refhemabaru6
 
Refhemabaru5
Refhemabaru5Refhemabaru5
Refhemabaru5
 
12
1212
12
 
12
1212
12
 
11
1111
11
 

Rh3

  • 1. Tinjauan Pustaka Hematolologi Inhibitor FVIII pada Hemofilia A dr. Liana dr. Ferry H. Soedewo, MS, Sp.PK(K) 1
  • 2. Pendahuluan Hemofilia A merupakan kelainan perdarahan, diwariskan secara X-linked recessive, disebabkan karena defisiensi faktor VIII (FVIII) Hemofilia A diklasifikasikan menjadi 3 : derajat berat (FVIII < 1% kadar normal)  perdarahan spontan, membutuhkan replacement therapy berulang derajat sedang (FVIII 1-5% kadar normal) derajat ringan (FVIII 5-25% kadar normal) 2
  • 3. Pendahuluan…. • Penatalaksanaan hemofilia A: pemberian replacement therapy FVIII (berulang). • Komplikasi pemberian terapi : terbentuk inhibitor pada > 30% hemofilia A. • Inhibitor FVIII  inaktivasi FVIII secara cepat, menurunkan efektivitas terapi  peningkatan morbiditas dan tendensi perdarahan  penyebab kematian. 3
  • 4. Manifestasi Klinis Hemofilia A 1. Perdarahan sendi • Hemartrosis akut  pada lutut, siku, pinggang, lengan, dan pergelangan tangan • Hemofilia berat: perdarahan sendi pada usia 1 tahun. • Hemartrosis akut diawali dengan tingling sensation sampai nyeri berat pada sendi, pembengkakan sendi 4
  • 5. Manifestasi Klinis Hemofilia A…. Hemartrosis berat  sinovitis akut (faktor predisposisi perdarahan berikutnya) • Artropati kronis : – ditandai dengan kontraksi dan keterbatasan gerak akibat destruksi kartilago yg progresif  kista pada tulang (membutuhkan pembedahan) 5
  • 6. Manifestasi Klinis Hemofilia A… 2. Perdarahan yang lain  Hematom otot  Hematom ringan : hilang tanpa terapi, hematom luas  menekan struktur vital  Perdarahan otot iliopsoas  perdarahan hebat, disfungsi otot, gangguan persarafan  Perdarahan intra kranial (penyebab kematian)  Hematuria (>2/3 penderita)  Perdarahan mulut dan gusi  Perdarahan pada ginjal 6
  • 7. Struktur dan Aktivitas FVIII • Faktor VIII  faktor koagulasi penting, sebagai ko-faktor faktor IXa (FIXa)  aktivasi faktor Xa (FXa)  Gene FVIII : gene X-linked, terdiri dari 186 kb, mengkode polipeptida dari 2351 asam amino, disekresikan dengan BM 264763 Da.  FVIII sequence dibagi menjadi: (Gambar 1) 3 domain A, 2 domain C, dan domain B  disingkat NH2-A1-A2-B-A3-C1-C2-COOH 7
  • 9. Inhibitor FVIII : • sebagai aloantibodi 20-50% hemofilia A yang mendapat replacement therapy FVIII • terbentuk spontan sebagai otoantibodi pada penderita bukan hemofilia. Jika terikat pada rantai berat FVIII  mencegah pemecahan FVIII oleh trombin dan aktivasi selanjutnya. Jika terikat pada rantai ringan  mencegah interaksi FVIII dan FIXa, phospholipid, vWF 9
  • 10. • Inhibitor FVIII: dapat terikat pada determinan FVIII non-fungsional  tidak menghambat aktivitas FVIII pada Bethesda asai peningkatan kecepatan klirens FVIII in vivo pada sebagian penderita. 10
  • 11. Gambar 2. Mekanisme Kerja Inhibitor FVIII 11
  • 12. Mekanisme Kerja Inhibitor FVIII  Menghambat ikatan FVIII dengan vWF.  Menghambat aktivitas FVIII  Menghambat interaksi FVIIIa dgn Tenase complex:  Ab anti-C2 menghambat ikatan FVIIIa pada membran phospholipid.  Ab anti-A2 mengganggu interaksi FVIII dengan protease pada FIXa  Ab anti-A3 mengganggu interaksi FVIII dgn EGF (epidermal growth factor)-like domain pada FIXa.  Ab anti-A1 mencegah ikatan FVIIIa dengan FX 12
  • 13. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya inhibitor : • Regimen terapi pengganti untuk hemofilia • Faktor lingkungan • Genetik • Lama pemberian konsentrat faktor koagulasi • Umur saat paparan pertama kali 13
  • 14. Manifestasi Klinis Hemofilia A dgn inhibitor FVIII • Perdarahan tidak segera berhenti dengan terapi konsentrat faktor koagulasi (dosis yang sering dipakai) Pada hemofilia : • high responders (sebagian besar) : beberapa hari terpapar faktor koagulasi eksogen  kadar inhibitor meningkat cepat  puncak (bulan pertama)Jika tidak ada paparan lebih lanjut  kadar inhibitor turun bertahap  beberapa tahun  tidak terdeteksi. 14
  • 15. Manifestasi Klinis Hemofilia A dgn inhibitor FVIII • low responders (sebagian kecil) : Kadar inhibitor tidak meningkat setelah terpapar faktor koagulasi eksogen. Terapi faktor koagulasi dosis cukup tinggi dapat diberikan. 15
  • 16. Gambar 3. Respons terhadap faktor koagulasi eksogen 16
  • 17. Pemeriksaan Laboratorium Penyaring: 1. APTT (Activated Partial Tromboplastin Time) dan PPT (Plasma Prothrombin Time):  APTT memanjang dengan PT normal  kemungkinan defisiensi faktor VIII, IX, XI, XII, high molekular weight kininogen, prekallikrein atau adanya inhibitor.  Jika APTT memanjang, perlu dilakukan mixing test. 17
  • 18. 2. Mixing Study Metode pemeriksaan: plasma sampel + plasma normal (50:50 ) Tes diulangi Perbaikan hasil Tidak ada perbaikan atau perbaikan <50% Defisiensi faktor inhibitor koagulasi yg terkandung dalam reagen 18
  • 19. Pemeriksaan Laboratorium Spesifik: 3. Asai Bethesda Mendeteksi inhibitor FVIII dan kuantifikasi Ab menggunakan unit inhibitor terstandardisasi. • Pemeriksaan in vitro 37◦C • inkubasi plasma penderita + plasma normal (pada beberapa pengenceran) Prinsip pemeriksaan : • 1 unit Bethesda : inhibitor yang menetralisir 50% dari 1 unit FVIII yang ditambahkan dalam 2 jam, 37◦C 19
  • 20. 3. Bethesda asai … Prinsip pemeriksaan ….. • Titer inhibitor berbanding terbalik dengan pengeceran plasma yang mengandung inhibitor Titer inhibitor dapat lebih rendah dari sebenarnya. Dianjurkan menghitung pengenceran terendah yang menghambat 50% aktivitas FVIII setelah inkubasi. Bethesda asai standard tidak dilakukan kontrol pH  variasi hambatan aktivitas FVIII 20
  • 21. Gambar 4. Asai Bethesda 21
  • 22. Asai Nijmegen • Modifikasi Bethesda asai (kuantifikasi inhibitor FVIII) • Direkomendasikan oleh International Society of Hemostasis and Thrombosis (ISTH) • Dilakukan kontrol pH • Kadar inhibitor terendah yg terdeteksi : < 0,4 Nijmegen-BU/ml 22
  • 23. 4. Asai Inhibitor FVIII • solid phase enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)  mendeteksi Ab IgG reaktif terhadap rekombinan FVIII manusia. Prinsip pemeriksaan: • Plasma penderita ditambahkan dalam sumuran yang dilapis molekul rekombinan FVIII  mengikat Ab dalam sampel. • Ditambahkan reagen anti IgG, anti human globulin dilabel enzim alkali fosfatase dan substrat PNPP (p-nitrophenyl phosphate) 23
  • 24. 4. Asai Inhibitor FVIII… • Ab yang tidak terikat akan terbuang pada pencucian. • Densitas warna yang terbentuk diukur memakai spektrofotometer, λ 405 atau 410 nm. • Hasil positif : densitas optik ≥ 2x nilai kontrol negatif. 24
  • 25. Penatalaksanaan Hemofilia A dengan inhibitor FVIII: Pasien dengan inhibitor titer rendah (low responders) : • pemberian terapi faktor koagulasi pengganti dapat diberikan untuk mengatasi adanya inhibitor. • Rekombinan FVIII dosis tinggi atau plasma yang mengandung FVIII dapat diberikan. 25
  • 26. Penatalaksanaan Hemofilia A dengan inhibitor FVIII: • Jika tidak dapat diberikan replacement therapy, dapat diberikan bypassing agent. • Pemberian bypassing agent disesuaikan dgn klinis dan kebutuhan penderita. • Bypassing agent : – Prothrombin Complex Concentrates (PCCs) – Activated Prothrombin Complex concentrates (aPCCs) Factor Eight Inhibitor Bypassing Activity (FEIBA) Anti-inhibitor Coagulant Complex activated recombinant factor VII (rVIIa). 26
  • 27. Define inhibitor type and titer Low-responding High-responding titer titer <5BU/ml >5BU/ml Define bleeding episode Life-threatening Non Life- Life-threatening threatening Consider: Consider: High-dose FVIII Consider: aPCCs aPCCs aPCCs rVIIa rVIIa rVIIa Immunoadsorption Gambar 8. Algoritme terapi perdarahan akut pada hemofilia kongenital dengan inhibitor 27
  • 28. 28
  • 30. 30
  • 32. 32
  • 33. Pemanjangan APTT Kesalahan Preanalitik:  Tiap spesimen diamati secara visual setelah thawing  kemungkinan terbentuk fibrin strands (preactivated sampel)  Pasien dengan hematokrit yang tinggi  proporsi plasma berkurang, misalnya : PV  kelebihan antikoagulan citrate.  Kontaminasi dengan heparin  Pemeriksaan Trombin Time 33
  • 34. APTT APPT memanjang pada :  DIC  Penyakit hati  Transfusi masif dengan darah simpan  Pemberian terapi heparin atau kontaminasi heparin  Circulating anticoagulant  Defisiensi faktor koagulasi selain FVII 34
  • 35. Modifikasi Mixing test (Ewing dan Kasper) : • Plasma penderita : plasma normal = 4:1  untuk meningkatkan sensitivitas terhadap mild inhibitor • Pencampuran dilakukan pada menit ke-0 dan menit ke-120. • Inkubasi 120 menit pada 37◦C • Interpretasi hasil berdasarkan perbedaan antara inkubasi awal dan setelah 120 menit (Gambar 5). 35
  • 36. Gambar 5. Modifikasi Mixing Test 36
  • 37. Interpretasi Hasil: • Jika didapatkan koreksi hasil dilanjutkan asai FVIII:C, IX, XI, XII • Jika koreksi tidak sempurna inhibitor • Jika clotiing time memanjang signifikan setelah 2 jam inkubasi FVIII:C inhibitor 37
  • 38. 38
  • 39. 5. FVIII recovery • Untuk menetukan kadar puncak FVIII pada jam pertama pemberian infus FVIII. • Berat badan penderita  untuk menghitung dosis/kg yang diberikan. • Hasil  peningkatan nilai (kadar setelah infus dikurangi sebelum infus)  adjusted in vivo recovery (IVR), dgn dasar per-dosis  IU/ml atau IU/dl IU/kg • Pengambilan sampel: sebelum infus (dilakukan tes penyaring inhibitor) 15-30 menit setelah akhir infus. 39
  • 40. 5. FVIII recovery…. Nilai normal adjusted IVR : 2,0 dan 2,5 IU/dl/IU/kg plasma derived FVIII (dewasa) 2,6±0,5 IU/dl/IU/kg dan 2,4±0,5  rekombinan FVIII • Untuk bayi & anak < dibandingkan dewasa. 40
  • 41. FVIII half-life studies • 50 IU/kg FVIII diinfuskan selama 72 jam atau saat kadar FVIII baseline tercapai (<1,0 IU/dl) • Pengambilan sampel: pre-dose; 15 ‘; 30’; 3 jam; 6 jam; 9 jam; 24 jam; 32 jam. • T1/2 plasma derived FVIII concentrates dan recombinant FVIII (dewasa): antara 10-15 jam 41
  • 42. Mekanisme kerja inhibitor FVIII • Menghambat ikatan FVIII dengan vWF. Inhibitor spesifik A3 dan Ab anti-C2  mencegah interaksi FVIII/vWF  degradasi proteolitik FVIII oleh FIXa, FXa, APC (activated protein C). • Menghambat aktivitas FVIII : mengikat thrombin-binding site pada C2 atau FXa- binding site  menghambat pelepasan ikatan FVIIIa dan vWF. • Menghambat interaksi FVIIIa dgn Tenase complex. 42
  • 43. Asai Bethesda Untuk sampel yang tidak dicurigai mengandung inhibitor: • 0,2 ml plasma pasien + 0,2 ml pool plasma normal • Kontrol: 0,2 ml 0% FVIIIC + 0,2 ml pool plasma normal • Inkubasi 370C, 2 jam. Dilakukan asai FVIII 43
  • 44. Asai Bethesda Sampel pasien yang dicurigai mengandung inhibitor: • Plasma pasien diencerkan dengan buffer untuk asai FVIII. • Lebih baik melakukan lebih banyak pengenceran • 0,2 ml plasma sampel dimasukkan dalam tabung plastik diencerkan ½; ¼; 1/8; 1/16, dst • Jika ada data titer inhibitor sebelumnya, pengenceran harus sampai setengah dari titer tersebut. • Sampel plasma diencerkan dengan pool plama normal yang mengandung sejumlah FVIII terstandardisasi (100U/dl). 44
  • 45. Asai Bethesda… • Campuran diinkubasi, dimulai konsentrasi 50U/dl. • Asai FVIII dikerjakan setelah inkubasi 2 jam. Campuran Kontrol : plasma normal + larutan dapar  acuan standard 100% • Pada plasma normal ditambahkan 0,1M imidazole pH 7,4  modifikasi Nijmegen.  sensitivitas dan spesifisitas meningkat Pada akhir inkubasi, residu FVIII diukur dan inhibitor dihitung berdasarkan grafik. 45
  • 46. Nijmegen asai • Direkomendasikan oleh International Society of Hemostasis and Thrombosis (ISTH) Modifikasi Bethesda asai (kuantifikasi inhibitor FVIII): • Dilakukan kontrol pH  Penambahan imidazole buffer ke dalam substrat pool plasma normal. • Menggunakan plasma defisiensi FVIII sebagai pengganti larutan dapar pada kontrol dan pengenceran plasma penderita. • Kadar inhibitor terendah yg terdeteksi : < 0,4 Nijmegen-BU/ml 46
  • 47. 47
  • 48. Rekomendasi United Kingdom Haemophilia Center Doctors Organization 2006 : Hemofilia A sedang dan berat : • tes penyaring inhibitor setiap hari ke-5 sampai 20  tiap 3 bulan sampai hari ke-150 hari  tiap 1 tahun. • Pemeriksaan inhibitor dikerjakan sebelum tindakan invasif • Skrining inhibitor dilakukan sebelum tindakan invasif, frekuensi perdarahan meningkat, didapatkan penurunan respons terhadap terapi 48
  • 49. Rekomendasi United Kingdom Haemophilia Center Doctors Organization 2006 : Hemofilia A ringan: pemeriksaan inhibitor dikerjakan setelah terapi pengganti yang intensif (individu dengan mutasi resiko tinggi) 49
  • 50. Rekomendasi United Kingdom Haemophilia Center Doctors Organization 2006 : Pemeriksaan lab. (penderita dgn terapi profilaksis): • Pengukuran kadar FVIII • Estimasi waktu paruh FVIII • Jika kadar FVIII/FIX < 1 IU/dl atau kadarnya tidak optimal  dilanjutkan tes penyaring inhibitor dengan pemeriksaan yang sensitif atau modifikasi Nijmegen • penderita dengan on-demand therapy  tes penyaring inhibitor dengan metode sensitif atau modifikasi Nijmegen. 50
  • 51. 51
  • 52. Asai FVIII • One-stage assay  murah, jika tersedia plasma penderita hemofilia Prinsip: kemampuan plasma sampel mengkoreksi perpanjangan APTT dari plasma deficiency FVIII. Derajat koreksi dibandingkan dg plasma standar yang suah diketahui kadarnya • Two-stage assay  menggunakan reagen bovine (lebih aman), tetapi lebih mahal 52
  • 53. Asai FVIII • Two-stage assay Fase pertama: FV, CaCl2, fosfolipid dan serum (sumber FIX, X, XI,XII)  dicampur sebagai reagen. Ditambahkan FVIII dengan menambah plasma standar atau plasma penderita  pembentukan FXa Fase kedua: Ditambahkan plasma substrat (FII dan fibrinogen)  kecepatan pembentukan bekuan tgt jumlah FXa yg terbentuk dan jumlah FVIII yang ada. 53
  • 54. Asai Faktor VIII • Chromogenic substrat assay/ Ammydolytic assay: Prinsip: Asai mirip fase pertama two-stage assay. Reagen yang digunakan dilengkapi dgn semua yg dibutuhkan untuk pembentukan FXa, kecuali FVIII:C. FXa diukur dg substrat kromogenik spesifik. Pengaruh trombin yg terbentuk dihambat dg penambahan anti-trombin sintetis. 54
  • 55. 55
  • 56. 56