Dokumen ini membahas tentang berbagai tantangan organisasi kemanusiaan di Indonesia, termasuk adanya banyak kekerasan etnik dan agama sejak era Orde Baru yang mengakar dari impunitas pelaku kejahatan, serta berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Dokumen ini juga menyinggung perlunya peningkatan peran organisasi masyarakat sipil dan lembaga-lembaga demokrasi lainnya untuk memajukan
Kisah kemanusiaan dan tantangan organisasi kemanusiaan
1. Kisah Kemanusiaan dan
Tantangan Organisasi
Kemanusiaan
Andreas Harsono
Anugerah Lomba Esai Kemanusiaan ICRC – Qureta
Jakarta, 21 Oktober 2016
2. Gadis kecil di Tebas, Sambas
Pada Desember 2004 di desa
Bekut, Kecamatan Tebas, saya
bertemu anak berumur 8 tahun,
tinggal bersama nenek dan
kakeknya
Ibunya Hajiah, bapaknya Thalib,
dulu tinggal di Sempadung, Tebas
Thalib dibunuh Maret 1999 dalam
pembantaian orang Madura di
Sambas, kepala ditebas, KTP
diberikan ke kakenya. Korban total
3,500 orang.
3.
4. Kekerasan etnik, agama pasca-Soeharto
Pergolakan kemerdekaan Aceh 1998-2005 termasuk Simpang Kraft,
Rumah Geudong, 1976-2005 10,000 korban
Pembantaian Madura di Sanggau Ledo, Sambas, Sampit 1997-2001,
total 6,500 korban
Communal violence di Maluku Selatan (korban 10,000) dan Maluku
Utara (korban 15,000) juga Poso di Sulawesi
Pergolakan kemerdekaan Timor Timur 1998-1999 (korban 90,000)
Papua: Pembantaian Biak dan lainnya 1963-sekarang
Bom Bali, terorisme Jemaah Islamiyah, ISIS (1,000 orang)
5. Akar Kekerasan adalah Impunitas
Akar kekerasan di Indonesia tak pernah dicabut, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas
sampai Rote;
Sejak 1945, kekerasan paling besar pembantaian 1965-1966 dgn korban setidaknya 500,000;
Pelakunya macam2 dari tentara sampai milisi, atas nama nasionalisme sampai agama;
Ia melahirkan kekebalan hukum alias impunitas;
Contoh: Mempawah dgn kekerasan anti-Gafatar 2016. Akarnya, kekerasan anti-Madura 1999
maupun kekerasan anti-Tionghoa 1967 (korban 3,000 orang);
Masalah: UU Pengadilan Militer 1997 dimana tentara, apapun kesalahannya, tak bisa diadili oleh
pengadilan biasa maupun Komite Pemberantasan Korupsi.
6. Tarian cakalele di Ambon
Pada 29 Juni 2007, 28 aktivis Republik Maluku
Selatan menari cakalele di stadion Ambon dgn
tamu kehormatan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono;
Mereka mengeluarkan bendera RMS dari tifa
mereka. Pemimpinnya, Johan Teterisa, guru dari
desa Aboru, Pulau Haruku. Mereka bawa
tombak kayu cakalele, tanpa kekerasan;
68 orang ditangkap, disiksa, dua orang mati
akibat siksaan, sisanya dipenjara 7-20 tahun,
sebagian di Nusa Kambangan.
8. Perubahan Besar Pasca-SoehartoAsumsi: Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Jurnalisme
Konsolidasi Demokrasi: Pemilihan umum 1999, 2004, 2009, 2014 berhasil aman
Kebencian dan kekerasan atas nama suku, agama, gender dan orientasi seksual naik turun sesuai
pesan sponsor. Yudhoyono mengeluarkan aturan “kerukunan agama” 2006 dgn pendekatan
mayoritas-minoritas;
Komnas Perempuan 2016: Ada 342 aturan nasional dan daerah diskriminasi perempuan;
Institusi2 demokrasi a.l. organisasi masyarakat sipil, media, harus ditingkatkan dan diperbanyak.
Revolusi Komunikasi lewat internet: Peranan jurnalisme sbg penjaga gawang sudah lenyap. Media
social campur aduk antara propaganda, fitnah dan berbagai counter narasi;
Daya tawar wartawan makin lemah. Bias agama meningkat. Suap wartawan banyak, budaya amplop
70-90 persen;
Media makin dikuasai oligarki. Dari 13 konglomerat media pada 2012 diperkirakan menurun dalam
sepuluh tahun. Media makin dikuasai perusahaan lebih besar, oligarki dgn tiga kaki: bisnis, partai dan
militer/polisi.
12. Tantangan Kerja HAM di Indonesia
Kebanyakan kerja kemanusiaan, dilakukan organisasi keagamaan, banyak dari mereka tanpa
sayap hak asasi manusia;
Dari 514 kabupatan dan kota, hamper 90 persen tak memiliki organisasi HAM atau lingkungan;
UU Organisasi Masyarakat 2013 batasi hak berserikat, berpendapat dan beragama;
Organisasi internasional dibatasi ruang gerak a.l. LGBT, Papua;
Beberapa universitas punya pusat studi HAM namun banyak yang salah kaprah a.l. HAM identik
Barat, tak tahu beda kriminalitas dan pelanggaran HAM;
Kesenjangan antara organisasi di Jakarta dan daerah a.l. budget, personalia, ketrampilan menulis;
Penggalangan dana dari masyarakat tanpa pamrih masih minim.
13. Remaja 19 tahun di Tebas
Saya memberikan alamat dan nomor telepon anak
tsb kepada keluarga Madura-nya di Pontianak;
Mereka bertemu sesudah dia jadi remaja di
Pontianak. Orang Madura masih takut buat masuk ke
Sambas;
Bertahun-tahun dari kejauhan saya lihat dia tumbuh.
Kini zaman Facebook, dia sudah umur 19 tahun,
remaja dengan dunia mereka.
Status Oktober 2016: ”Hanya bisa menangis saat ini
:'( kuatkan cemonk ya allah . . .”