1. Jurnal Foundry Vol. 3 No. 1 April 2013 ISSN : 2087-2259
25
ANALISA KOROSI DAN PENGENDALIANNYA
M. Fajar Sidiq
Akademi Perikanan Baruna Slawi
E-mail : mr_paimin@yahoo.com
Abstrak
Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dengan tingkat curah hujan dan
kelembaban yang tinggi serta intensitas sinar matahari yang tinggi pula, dan sebagai negara
berkembang, di Indonesia juga banyak bermunculan industri-industri yang mempunyai
pengaruh cukup besar terhadap tingkat pencemaran pada lingkungan. Fenomena alam dan
material khususnya logam mempunyai suatu keterikatan dalam suatu sistem dan proses.
Hubungan tersebut diimplementasikan dalam suatu proses kerusakan yang dinamakan korosi.
Korosi adalah kerusakan material khususnya logam secara umum akibat reaksi dengan
lingkungan sekitarnya. Korosi merupakan penurunaan kualitas yang disebabkan oleh reaksi
kimia bahan logam dengan unsur-unsur lain yang terdapat di alam. Dua jenis mekanisma
utama dari korosi adalah berdasarkan reaksi kimia secara langsung, dan reaksi elektrokimia.
Korosi dapat terjadi didalam lingkungan kering dan juga lingkungan basah. Korosi yang
terjadi pada logam tidak dapat dihindari, tetapi hanya dapat dicegah dan dikendalikan
sehingga struktur atau komponen mempunyai masa pakai yang lebih lama..Hasil dari proses
kerusakan berupa berbagai produk korosi misalnya berbagai macam oksida logam, kerusakan
permukaan logam secara morfologi, perubahaan sifat mekanis, perubahan sifat kimia. Dengan
dasar pengetahuan tentang elektrokimia proses korosi yang dapat menjelaskan mekanisme dari
korosi, dapat dilakukan usaha-usaha untuk pencegahan terbentuknya korosi
Kata Kunci: korosi, elektrokimia, morfologi
PENDAHULUAN
Korosi merupakan penurunan kualitas
yang disebabkan oleh reaksi kimia bahan
logam dengan unsur-unsur lain yang
terdapat di alam . Korosi yang di
berdasarkan proses elektro-kimia
(electrochemical process) terdiri dari 4
komponen utama yaitu:
a) Anode (Anoda)
Anoda biasanya terkorosi dengan
melepaskan elektron-elektron dari atom-
atom logam netral untuk membentuk ion-
ion yang bersangkutan. Ion-ion ini mungkin
tetap tinggal dalam larutan atau bereaksi
membentuk hasil korosi yang tidak larut.
Reaksi pada anoda dapat dituliskan dengan
persamaan :
M MZ+
+ ze-
Dengan z adalah valensi logam dan
umumnya z = 1, 2, atau 3
b) Cathode (Katoda)
Katoda biasanya tidak mengalami
korosi, walaupun mungkin menderita
kerusakan dalam kondisi-kondisi tertentu.
Reaksi yang terjadi pada katoda berupa
reaksi reduksi. Reaksi pada katoda
tergantung pada pH larutan yang
bersangkutan, seperti :
1) pH < 7 : H+
+ e-
H ( atom )
2H H2 ( gas )
2) pH ≥ 7 :2H2O+O2+4e-
4OH-
c) Elektrolit
Elektrolit adalah larutan yang
mempunyai sifat menghantarkan listrik.
Elektrolit dapat berupa larutan asam, basa
dan larutan garam. Larutan elektrolit
mempunyai peranan penting dalam korosi
logam karena larutan ini dapat menjadikan
kontak listrik antara anoda dan katoda
d) Anoda dan Katoda harus terhubung
secara elektris
Antara anoda dan katoda harus ada
hubungan listrik agar arus dalam sel korosi
dapat mengalir. Hubungan secara fisik tidak
diperlukan jika anoda dan katoda
merupakan bagian dari logam yang sama.
2. Jurnal Foundry Vol. 3 No. 1 April 2013 ISSN : 2087-2259
26
Proses tersebut dapat dilihat dalam bentuk
sel korosi basah sederhana berikut :
Gb.1 Sel Korosi Sederhana
( Trethewey, 1991 )
Karena hampir mustahil untuk
mencegah korosi, maka mengendalikan
tingkat korosi bisa menjadi solusi paling
hemat. Insinyur-insinyur korosi kemudian
terus dilibatkan di dalam menaksir ongkos
solusi-solusi mereka kepada pencegahan
korosi dan menaksir masa penggunaan dari
peralatan. Dengan mengenali kapan korosi
akan terjadi, dan dengan mengerti
mekanisme yang yang terjadi maka ahli
korosi akan mengeliminasi korosi dengan
desain yang bagus.
Menurut ilmu thermodinamika,
reaksi atau transformasi terjadi dari kondisi
dengan energi bebas tinggi ke energi
rendah. Sebagai contoh, bijih besi
mempunyai energi bebas rendah dan
cenderung stabil. Pada proses ekstraksi,
besi dipisahkan dari oksigen dan proses ini
memerlukan energi sehingga energi bebas
besi menjadi tinggi. Besi dengan kondisi
energi bebas tinggi cenderung berubah
menjadi produk korosi yang mempunyai
energi bebas rendah.
Gb. 2 Kurva Energi Bebas Bijih Logam,
Logam, Dan Produk( Trethewey, 1991 )
Tingkat kecenderungan terjadinya
korosi pada logam dinyatakan dengan
perubahan energi bebas ∆G sedangkan laju
korosi ditentukan oleh energi aktivasi ∆G++
yang menunjukan penghalang energi yang
harus dilawan oleh atom-atom logam
supaya terjadi korosi. Laju reaksi korosi
dapat dinyatakan dengan persamaan :
Laju = tetapan laju x [ reaktan – reaktan ]
Besaran dalam kurung menyatakan
konsentrasi zat dan tetapan laju dapat
dinyatakan dengan penghalang energi
sebagai berikut :
Tetapan laju = C eksp [−∆G++
/ RT ]
Dengan C dan R tetapan, ∆ G++
adalah
penghalang energi dan T temperatur
mutlak.
Thermodinamika reaksi korosi
Ada beberapa factor yang menentukan
terjadinya korosi, antara lain :
- Semua interaksi antara unsur dan senyawa
tergantung pada perubahan energi bebas
- Perubahan secara alami ( spontan ) terjadi
jika perubahan energi bebas ∆G negatif
yaitu terjadi pelepasan energi
- kebanyakan logam mempunyai
kecenderungan terjadi korosi
Sebagai contoh dapat dilihat pada ketiga
reaksi berikut, logam Mg dan Cu akan
terkorosi secara alamiah dilingkungan
basah karena ∆G negative sedangkan emas
( Au ) tidak terkorosi
Mg + H2O + ½ O2 Mg ( OH )2
∆G0
= - 596 kj / mol
Cu + H2O + ½ O2 Cu ( OH )2
∆G0
= - 119 kj / mol
Au + 3
/2 H2O + 3
/4 O2 Au ( OH )3
∆G0
= +66 kj / mol
3. Jurnal Foundry Vol. 3 No. 1 April 2013 ISSN : 2087-2259
27
1. JENIS KOROSI
Kebanyakan logam ada secara
alami sebagai bijih-bijih yang stabil dari
oksida-oksida, karbonat atau sulfida.
Diperlukan energi untuk mengubah
bijih logam menjadi sesuatu yang
bermanfaat,. Korosi hanyalah
perjalanan sifat pembalikan satu proses
yang tidak wajar kembali kepada suatu
keadaan tenaga yang lebih rendah.
Secara umum, tipe dari korosi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Korosi Seragam ( Uniform Corrosion )
Korosi seragam merupakan korosi
dengan serangan merata pada seluruh
permukaan logam. Korosi terjadi pada
permukaan logam yang terekspos pada
lingkungan korosif.
2. Korosi Galvanik
Korosi galvanik terjadi jika dua logam
yang berbeda tersambung melalui elektrolit
sehingga salah satu dari logam tersebut
akan terserang korosi sedang lainnya
terlindungi dari korosi. Untuk memprediksi
logam yang terkorosi pada korosi galvanic
dapat dilihat pada deret galvanik
3. Korosi Celah
Mirip dengan korosi galvanik, dengan
pengecualian pada perbedaan konsentrasi
media korosifnya. Celah atau ketidak
teraturan permukaan lainnya seperti celah
paku keling ( rivet ), baut, washer, gasket,
deposit dan sebagainya, yang bersentuhan
dengan media korosif dapat menyebabkan
korosi terlokalisasi
4. Korosi Sumuran
Korosi sumuran terjadi karena adanya
serangan korosi lokal pada permukaan
logam sehingga membentuk cekungan atau
lubang pada permukaan logam. Korosi
logam pada baja tahan karat terjadi karena
rusaknya lapisan pelindung ( passive film )
5. Retak Pengaruh Lingkungan (
environmentally induced cracking )
Merupakan patah getas dari logam
paduan ulet yang beroperasi di lingkungan
yang menyebabkan terjadinya korosi
seragam. Ada tiga jenis tipe perpatahan
pada kelompok ini, yaitu : stress corrosion
cracking (SSC), corrosion fatigue cracking
(CFC), dan hydrogen-induced cracking
(HIC)
6. Kerusakan Akibat Hidrogen (
Hidrogen damage )
Kerusakan ini disebabkan karena
serangan hydrogen yaitu reaksi antara
hydrogen dengan karbida pada baja dan
membentuk metana sehingga menyebabkan
terjadinya dekarburasi, rongga, atau retak
pada permukaan logam. Pada logam reaktik
seperti titanium, magnesium, zirconium dan
vanadium, terbentuknya hidrida
menyebabkan terjadinya penggetasan pada
logam.
7. Korosi Batas Butir ( intergranular
corrosion )
Korosi yang menyerang pada batas
butir akibat adanya segregasi dari unsur
pasif seperti krom meninggalkan batas butir
sehingga pada batas butir bersifat anodic
8. Dealloying
Dealloying adalah lepasnya unsure-
unsur paduan yang lebih aktif (anodik) dari
logam paduan, sebagai contoh : lepasnya
unsur seng atau Zn pada kuningan ( Cu –
Zn ) dan dikenal dengan istilah
densification.
9. Korosi Erosi
Korosi erosi disebabkan oleh
kombinasi fluida korosif dan kecepatan
aliran yang tinggi. Bagian fluida yang
kecepatan alirannya rendah akan
mengalami laju korosi rendah, sedangkan
fluida kecepatan tinggi menyebabkan
terjadinya erosi dan dapat menggerus
lapisan pelindung sehingga mempercepat
korosi.
10. Korosi Aliran (Flow induced
Corrosion)
Korosi Aliran digambarkan sebagai
effek dari aliran terhadap terjadinya korosi.
Meskipun mirip, antara korosi aliran dan
korosi erosi adalah dua hal yang berbeda.
Korosi aliran adalah peningkatan laju
korosi yang disebabkan oleh turbulensi
fluida dan perpindahan massa akibat dari
aliran fluida diatas permukaan logam.
Korosi erosi adalah naiknya korosi
dikarenakan benturan secara fisik pada
4. Jurnal Foundry Vol. 3 No. 1 April 2013 ISSN : 2087-2259
28
permukaan oleh partikel yang terbawa
fluida.
Gb. 2. Aliran Fluida Dalam Pipa yang dapat
menyebabkan korosi aliran
(Uhlig, 2000 )
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar berikut :
Gb.3. Jenis – Jenis Korosi ( Jones, 1991)
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Laju Korosi
Umumnya problem korosi disebabkan
oleh air, tetapi ada beberapa faktor selain
air yang mempengaruhi laju korosi,
diantaranya:
1. Faktor Gas Terlarut.
Oksigen (O2), adanya oksigen yang
terlarut akan menyebabkan korosi pada
metal seperti laju korosi pada mild
stell alloys akan bertambah dengan
meningkatnya kandungan oksigen.
Reaksi korosi secara umum pada besi
karena adanya kelarutan oksigen
adalah sebagai berikut :
Reaksi Anoda : Fe Fe2-
+ 2e
Reaksi katoda : O2 + 2H2O+ 4e 4 OH
Karbondioksida (CO2), jika karbon
dioksida dilarutkan dalam air maka
akan terbentuk asam karbonat (H2CO3)
yang dapat menurunkan pH air dan
meningkatkan korosifitas, biasanya
bentuk korosinya berupa pitting yang
secara umum reaksinya adalah:
CO2 + H2O H2CO3
Fe + H2CO3 FeCO3+H2
2. Faktor Temperatur
Penambahan temperatur umumnya
menambah laju korosi walaupun
kenyataannya kelarutan oksigen berkurang
dengan meningkatnya temperatur. Apabila
metal pada temperatur yang tidak uniform,
maka akan besar kemungkinan terbentuk
korosi.
3. Faktor pH
pH netral adalah 7, sedangkan ph < 7
bersifat asam dan korosif, sedangkan untuk
pH > 7 bersifat basa juga korosif. Tetapi
untuk besi, laju korosi rendah pada pH
antara 7 sampai 13. Laju korosi akan
meningkat pada pH < 7 dan pada pH > 13.
4. Faktor Bakteri Pereduksi atau Sulfat
Reducing Bacteria (SRB)
Adanya bakteri pereduksi sulfat akan
mereduksi ion sulfat menjadi gas H2S, yang
mana jika gas tersebut kontak dengan besi
akan menyebabkan terjadinya korosi.
5. Faktor Padatan Terlarut
Klorida (Cl), klorida menyerang
lapisan mild steel dan lapisan stainless
steel. Padatan ini menyebabkan
terjadinya pitting, crevice corrosion,
dan juga menyebabkan pecahnya
alooys.
Karbonat (CO3), kalsium karbonat
sering digunakan sebagai pengontrol
korosi dimana film karbonat
diendapkan sebagai lapisan pelindung
permukaan metal, tetapi dalam
produksi minyak hal ini cenderung
menimbulkan masalah scale.
Sulfat (SO4), ion sulafat ini biasanya
terdapat dalam minyak. Dalam air, ion
sulfat juga ditemukan dalam
5. Jurnal Foundry Vol. 3 No. 1 April 2013 ISSN : 2087-2259
29
konsentrasi yang cukup tinggi dan
bersifat kontaminan, dan oleh bakteri
SRB sulfat diubah menjadi sulfide
yang korosif.
3. DAMPAK KOROSI
Korosi yang terjadi pada logam tidak
dapat dihindari, tetapi hanya dapat dicegah
dan dikendalikan sehingga struktur atau
komponen mempunyai masa pakai yang
lebih lama. Setiap komponen atau struktur
mengalami tiga tahapan utama yaitu
perancangan, pembuatan dan pemakaian.
Ketidakberhasilan salah satu aspek seperti
korosi menyebabkan komponen akan
mengalami kegagalan.
Kerugian yang akan dialami dengan
adanya korosi meliputi finansial dan
safety, diantaranya :
Penurunan kekuatan material
Penipisan
Downtime dari equipment
Retak & Pitting
Kebocoran fluida
Embrittlement
Penurunan sifat permukaan
material
Penurunan nilai / hasil produksi
Modification
4. Metode Pencegahan Korosi
Dengan dasar pengetahuan tentang
proses korosi yang dapat menjelaskan
mekanisme dari korosi, dapat dilakukan
usaha-usaha untuk pencegahan
terbentuknya korosi
a) Pengubahan Media
Korosi merupakan interaksi antara
logam dengan media sekitarnya, maka
pengubahan media sekitarnya akan dapat
mengubah laju korosi. Ada tiga situasi yang
dapat terjadi yaitu:
Media sekitar / lingkungan berupa gas
Media sekitar berupa larutan dengan
ion-ion tertentu
Logam terbenam dalam tanah.
b) Seleksi Material
Metode umum yang sering digunakan
dalam pencegahan korosi yaitu pemilihan
logam atau paduan dalam suatu lingkungan
korosif tertentu untuk mengurangi resiko
terjadinya korosi.
c) Proteksi Katodik (Cathodic
Protection)
Proteksi katodik adalah jenis
perlindungan korosi dengan
menghubungkan logam yang mempunyai
potensial lebih tinggi ke struktur logam
sehingga tercipta suatu sel elektrokimia
dengan logam berpotensial rendah bersifat
katodikdan terproteksi
Macam : Impressed Current
Galvanic Sacrificial Anode
Galvanic Zinc Application
• Zinc Metallizing
• Zinc-Rich Paints
• Hot-Dip Galvanizing
d) Proteksi Anodik (Anodic
Protection)
Adanya arus anodik akan
meningkatkan laju ketidak-larutan logam
dan menurunkan laju pembentukan
hidrogen. Hal ini bisa terjadi untuk logam-
logam “active-passive” seperti Ni, Fe, Cr,
Ti dan paduannya. Jika arus yang lewat
logam dikontrol seksama (dengan
potentiostat) maka logam akan bersifat
pasif dan pembentukan logam-logam tak
terlarut akan berkurang.
e) Inhibitor Korosi
Salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya korosi adalah
dengan penggunaan inhibitor korosi. Secara
umum suatu inhibitor adalah suatu zat
kimia yang dapat menghambat atau
memperlambat suatu reaksi kimia.
Sedangkan inhibitor korosi adalah suatu zat
kimia yang bila ditambahkan kedalam suatu
lingkungan, dapat menurunkan laju
penyerangan korosi lingkungan itu
terhadap suatu logam. Mekanisma
penghambatannya terkadang lebih dari satu
jenis.
Sejumlah inhibitor menghambat korosi
melalui cara adsorpsi untuk membentuk
suatu lapisan tipis yang tidak nampak
dengan ketebalan beberapa molekul saja,
ada pula yang karena pengaruh lingkungan
6. Jurnal Foundry Vol. 3 No. 1 April 2013 ISSN : 2087-2259
30
membentuk endapan yang nampak dan
melindungi logam dari serangan yang
mengkorosi logamnya dan menghasilkan
produk yang membentuk lapisan pasif,
dan ada pula yang menghilangkan
konstituen yang agresif.
f) Pengubahan Media / Lingkungan
Kerja (Environment Change)
Korosi merupakan interaksi antara
logam dengan media sekitarnya, maka
pengubahan media sekitarnya akan dapat
mengubah laju korosi. Ada tiga situasi yang
dapat terjadi yaitu:
Media sekitar / lingkungan berupa
gas
Media sekitar berupa larutan dengan
ion-ion tertentu
Logam terbenam dalam tanah.
g) Pelapisan (Coatings)
Prinsip umum dari pelapisan yaitu
melapiskan logam induk dengan suatu
bahan atau material pelindung.
Jenis - jenis coating :
• Metallic coatings
• Paint /organic coatings
• Chemical conversion coatings
• Miscellaneous coatings (enamel,
thermoplastics)
KESIMPULAN
1. Kondisi Indonesia yang beriklim
tropis dengan curah hujan dan
intensitas sinar mata hari yang
tinggi serta polusi udara dari air laut
, sungai dan industri mempercepat
terjadinya proses korosi
2. Korosi merupakan penurunan mutu
logam oleh reaksi elektrokimia
dengan lingkungannya. Korosi yang
terjadi pada logam tidak dapat
dihindari, tetapi hanya dapat
dicegah dan dikendalikan sehingga
struktur atau komponen mempunyai
masa pakai yang lebih lama.
3. Dengan mengenali kapan korosi
akan terjadi, dan dengan
mengerti mekanisme yang yang
terjadi maka ahli korosi akan
dapat mengeliminasi korosi dan
resikonya.
Daftar Pustaka
1. Dalimunthe, I.S., 2004, “ Kimia
Dari Inhibitor Korosi ”, Universitas
Sumatra Utara
2. Jones, D.A., 1991, Principle and
Prevention of Corrosion, Mc.
Millan Publishing Company, New
York
3. Roberge, P. R., 1999, Handbook of
Corrosion Engineering, McGraw-
Hill Companies, Inc., New York
4. Trethewey, K. R. &Chamberlain, J.,
1991, Korosi Untuk Mahasiswa
Sains dan Rekayasa , PT.
GramediaPustakaUtama, Jakarta
5. Uhlig. H.M., 2000, Uhlig`s
Corrosion Handbook, Second
Edition, John Wiley & Sons, Inc.
6. Widharto, S., 2001, Karat dan
Pencegahannya, P.T. Pradnya
Paramita, Jakarta