Dokumen tersebut merangkum perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh 2007-2012. RPJM direview untuk menilai capaian target program dan menyesuaikan dengan target nasional. Hasil review membagi program ke empat kuadran, antara lain program prioritas yang tuntas, belum tuntas, tidak jadi prioritas, dan tidak terdapat dalam RPJM semula. Perubahan RPJM menjadi pedoman penyusunan program tahunan.
1. LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR ACEH
NOMOR : 26 Tahun 2010
TANGGAL : 1 Mei 2010
RINGKASAN
PERUBAHAN RPJM ACEH 2007-2012
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) merupakan satu tahapan
rencana pembangunan yang harus disusun oleh semua tingkatan pemerintahan,
baik pemerintah pusat maupan pemerintah daerah, sebagaimana yang
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (UNDANG-UNDANG SPPN). Pemerintah Aceh
dalam hal ini sudah mempunyai RPJM Aceh priode 2007 - 2012 yang ditetapkan
dengan Peraturan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 21 tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam 2007 - 2012.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang SPPN, RPJM
Aceh ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan
setelah kepala daerah dilantik, dan seterusnya merupakan suatu dokumen yang
menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Kerja Tahunan Pemerintah Daerah
dalam bentuk dokumen Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA), sebagai landasan
penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (RAPBA).
Berdasarkan Undang-Undang SPPN, ditegaskan bahwa RPJMA disusun
dengan maksud untuk menjabarkan Visi dan Misi Gubernur kepala daerah jangka
waktu lima tahun. Dalam RPJMA harus tergambar rencana pembangunan yang
terukur baik anggaran maupun target capaian yang diinginkan dalam rangka
melakukan perubahan dari suatu kondisi kepada kondisi yang lebih baik.
RPJM Aceh Tahun 2007 - 2012 yang sudah ditetapkan dengan Peraturan
Gubernur Aceh pada tanggal 7 Mei 2007 sudah dilaksanakan selama priode 2007,
2008, 2009 dan 2010. Namun demikian dalam pelaksanaannya ada sebagian
program/kegiatan yang dilaksanakan tidak tercantum dalam RPJM Aceh tersebut,
maka untuk mengadopsi program/kegiatan tersebut perlu dilakukan evaluasi dan
perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 3 huruf b Peraturan
i
2. Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 - 2014.
Tujuan review dan perubahan RPJM Aceh Tahun 2007 - 2012 adalah
untuk menilai tingkat capaian target dan capaian program kegiatan yang telah dan
akan dilaksanakan serta penyesuaian target nasional. Selanjutnya hasil evaluasi
dan perubahan RPJM Aceh ini dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Aceh
(RKPA) sebagai pedoman penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Aceh (RAPBA).
Selama kurun waktu tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 sudah
dilaksanakan berbagai program/kegiatan pembangunan di Aceh dari berbagai
sumber dana baik Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN), APBA
maupun donor serta swasta. Akan tetapi belum semua program/kegiatan yang
direncanakan sudah dilaksanakan sesuai periode waktu dan sumber dana yang
direncanakan. Hal ini disebabkan berbagai faktor yang mempengaruhi rencana
tersebut, seperti keterbatasan dana yang tersedia, adanya bencana alam yang
terjadi diluar perkiraan sebelumnya serta adanya kebutuhan mendesak yang tidak
dapat ditunda-tunda.
Review dan perubahan RPJM Aceh 2007 - 2012 dilakukan dengan membagi
kelompok program/kegiatan dalam empat kuadran (kelompok). Hasil review dan
perubahan yang dilakukan terhadap RPJM Aceh Priode 2007 - 2012 sebagai
berikut:
1. Kuadran I ; berisi program/kegiatan prioritas yang ada dalam RPJM Aceh
2007 – 2012 dan sudah tuntas dilaksanakan (6 persen).
2. Kuadran II ; berisi program/kegiatan yang ada dalam RPJM Aceh 2007 –
2012, tetapi belum mencapai target (26 persen).
3. Kuadran III; berisi program/kegiatan yang ada dalam RPJM Aceh 2007-2012,
tetapi bukan prioritas sehingga tidak dilaksanakan (28 persen).
4. Kuadran IV ; berisi program/kegiatan yang tidak ada dalam RPJM Aceh
2007–2012, tetapi dilaksanakan pada tahun 2007-2010 dan
masih perlu dituntaskan pada tahun 2011-2012 (40 persen).
ii
3. Hasil evaluasi RPJM Aceh terdiri dari Buku I (berupa narasi) dan Buku II
(berupa rincian program/kegiatan), menggambarkan bahwa realisasi capaian
target yang ingin dicapai masih belum sepenuhnya dapat dilaksanakan. Hal ini
disebabkan karena ada beberapa kegiatan yang mendesak yang harus
dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi daerah. Program/Kegiatan yang
tertera dalam Buku II RPJM Aceh hasil perubahan merupakan capaian target yang
akan dilaksanakan kedepan, dengan mempertimbangkan ketersediaan anggaran
setiap tahunnya.
Hasil perubahan RPJM Aceh tahun 2007-2012 menjadi pedoman bagi
Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota dalam menyusun program/kegiatan
tahunan.
iii
4. DAFTAR ISI
RINGKASAN PERUBAHAN RPJM ACEH 2007-2012 .............................................. i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL...................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. I-1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ I-1
1.2 Maksud dan Tujuan ......................................................................... I-2
1.3 Landasan Hukum ............................................................................ I-3
1.4 Hubungan RPJM dan Review RPJM Dengan Dokumen
Perencanaan Lainnya........................................................................ I-5
1.5 Sistematika Penulisan ....................................................................... I-6
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH.............................................. II-1
2.1 Geografis .......................................................................................... II-1
2.2 Perekonomian ................................................................................... II-2
2.2.1 Kondisi Ekonomi Makro ........................................................... II-2
2.2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi.............................................. II-2
2.2.1.2 Tingkat Inflasi .......................................................... II-3
2.2.1.3 Tingkat Pengangguran Terbuka................................. II-4
2.2.1.4 Tingkat Kemiskinan .................................................. II-6
2.2.2 Sektor-Sektor Produksi ........................................................... II-7
2.2.2.1 Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura .............. II-8
2.2.2.2 Perkebunan.............................................................. II-10
2.2.2.3 Peternakan .............................................................. II-13
2.2.2.4 Kelautan dan Perikanan ........................................... II-15
2.2.2.5 Kehutanan ............................................................... II-17
2.2.2.6 Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM.......... II-18
2.2.2.7 Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk........................ II-22
2.2.2.8 Ketahanan Pangan ................................................... II-25
2.2.2.9 Penyuluhan .............................................................. II-29
2.2.2.10 Perkembangan dan Prospek Investasi........................ II-30
2.2.3 Keuangan Aceh ...................................................................... II-31
2.2.3.1 Pendapatan Asli Aceh (PAA) ...................................... II-32
2.2.3.2 Dana Perimbangan ................................................... II-33
2.2.3.3 Dana Otonomi Khusus .............................................. II-33
2.2.3.4 Tabungan Pemerintah Aceh ...................................... II-34
2.2.3.5 Sumber Pendapatan Aceh Lainnya............................. II-34
2.2.3.6 Pengelolaan Keuangan dan kekayaan Aceh ................ II-35
2.3 Agama, Sosial dan Budaya ............................................................... II-36
2.3.1 Agama .................................................................................. II-36
2.3.2 Sosial Budaya ........................................................................ II-39
2.3.3 Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak .................. II-40
2.3.4 Pemuda dan Olah Raga .......................................................... II-40
2.3.5 Pariwisata .............................................................................. II-43
iv
5. 2.4 Pendidikan ..................................................................................... II-48
2.4.1 Pemerataan dan Perluasan Akses ............................................ II-49
2.4.2 Mutu, Relevansi dan Daya Saing.............................................. II-52
2.4.3 Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Pencitraan Publik....................... II-54
2.4.4 Pendidikan Berbasis Nilai Islami .............................................. II-55
2.5 Kesehatan ........................................................................................ II-56
2.5.1 Status Kesehatan.................................................................... II-57
2.5.2 Pelayanan Kesehatan.............................................................. II-61
2.5.3 Kondisi Kesehatan Lingkungan ................................................ II-64
2.5.4 Pembiayaan Kesehatan ........................................................... II-66
2.5.5 Fasilitas Kesehatan ................................................................ II-67
2.5.6 Sumber Daya Tenaga Kesehatan ............................................. II-67
2.6 Sarana dan Prasarana ....................................................................... II-68
2.6.1 Sumber Daya Air .................................................................... II-68
2.6.2 Bina Marga dan Cipta Karya .................................................... II-75
2.6.3 Perhubungan ........................................................................ II-78
2.6.3.1 Transportasi Darat .............................................. II-79
2.6.3.2 Angkutan Jalan Rel (Prasarana Kereta Api Aceh) ........ II-82
2.6.3.3 Transportasi Laut ..................................................... II-83
2.6.3.4 Transportasi Udara................................................... II-88
2.6.3.5 Pos dan Telekomunikasi ........................................... II-90
2.6.3.6 Komunikasi, Informasi dan Telematika ...................... II-92
2.6.4 Lingkungan Hidup ................................................................. II-94
2.6.5 Pertanahan.……………………… .................................................. II-96
2.6.6 Energi dan Sumber Daya Mineral ............................................ II-96
2.6.7 Kebencanaan......................................................................... II-102
2.7 Pemerintahan Umum ....................................................................... II-111
2.7.1 Pemerintahan Aceh .............................................................. II-111
2.7.2 Pemerintahan Mukim ............................................................ II-117
2.7.3 Pemerintahan Gampong ...................................................... II-118
2.7.4 Pelayanan Kependudukan dan Catatan Sipil .......................... II-120
2.7.5 Perizinan .............................................................................. II-123
2.7.6 Keimigrasian ........................................................................ II-124
2.7.7 Ketertiban Umum ................................................................ II-124
2.8 Rencana Aksi Kesinambungan Rekonstruksi Aceh ............................... II-125
2.9 Badan Reintegrasi Aceh .................................................................... II-126
BAB III VISI DAN MISI .................................................................................. III-1
3.1 Visi ............................................................................................... III-1
3.2 Misi ................................................................................................. III-1
v
6. BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN ACEH..................................................... IV-1
4.1 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Perluasan Kesempatan
Kerja dan Penanggulangan Kemiskinan.............................................. IV-1
4.2 Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur dan Sumber
Daya Energi Pendukung Investasi...................................................... IV-3
4.2.1 Sumber Daya Air ................................................................... IV-3
4.2.2 Bina Marga dan Cipta Karya................................................... IV-4
4.2.3 Perhubungan, Komunikasi, Informasi dan Telematika.............. IV-5
4.2.4 Lingkungan Hidup ................................................................. IV-7
4.2.5 Pertanahan ........................................................................... IV-8
4.2.6 Energi dan Sumber Daya Mineral ........................................... IV-8
4.3 Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pemerataan Kesempatan
Belajar ............................................................................................. IV-10
4.3.1 Pemerataan dan Perluasan Akses .......................................... IV-10
4.3.2 Mutu, Relevansi dan Daya Saing ............................................ IV-11
4.3.3 Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik ..................... IV-11
4.3.4 Penerapan Sistem Pendidikan Bernuansa Islami ..................... IV-11
4.4 Peningkatan Mutu dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan ................... IV-12
4.5 Pembangunan Syari’at Islam, Sosial dan Budaya ................................ IV-13
4.5.1 Syari’at Islam ....................................................................... IV-13
4.5.2 Sosial Budaya....................................................................... IV-14
4.6 Penciptaan Pemerintah Yang Baik dan Bersih Serta
Penyehatan Birokrasi Pemerintahan .................................................. IV-15
4.7 Penanganan dan Pengurangan Resiko Bencana .................................. IV-16
BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH............................................ V-1
5.1 Arah Kebijakan Pengelolaan Pendapatan............................................ V-2
5.2 Arah Kebijakan Pengelolaan Belanja .................................................. V-6
5.3 Arah Kebijakan Umum Anggaran ...................................................... V-7
BAB VI ARAH KEBIJAKAN UMUM .................................................................. VI-1
6.1 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Perluasan Kesempatan
Kerja dan Penanggulangan Kemiskinan.............................................. VI-1
6.2 Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur dan Sumber
Daya Energi Pendukung Investasi...................................................... VI-3
6.2.1 Sumber Daya Air .................................................................. VI-4
6.2.2 Bina Marga dan Cipta Karya .................................................. VI-5
6.2.3 Perhubungan, Komunikasi, Informasi dan Telematika ............. VI-6
6.2.4 Lingkungan Hidup ................................................................ VI-7
6.2.5 Pertanahan .......................................................................... VI-7
6.2.6 Energi dan Sumber Daya Mineral........................................... VI-8
6.3 Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pemerataan Kesempatan
Belajar ............................................................................................. VI-9
6.3.1 Pemerataan dan Perluasan Akses .......................................... VI-9
6.3.2 Mutu, Relevansi dan Daya Saing............................................ VI-10
vi
7. 6.3.3 Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik..................... VI-10
6.3.4 Penerapan Sistem Pendidikan Bernuansa Islami..................... VI-11
6.4 Peningkatan Mutu dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan ................... VI-11
6.5 Pembanguan Syari’at Islam, Sosial dan Budaya .................................. VI-12
6.6 Penciptaan Pemerintah Yang Baik dan Bersih Serta
Penyehatan Birokrasi Pemerintahan................................................... VI-14
6.7 Penanganan dan Pengurangan Resiko Bencana .................................. VI-15
BAB VII PROGRAM PEMBANGUNAN ACEH .......................................................... VII-1
7.1 Midterm Review Pelaksanaan RPJM 2007-2012 ................................. VII-1
7.2 Revisi dan Penyesuaian RPJM 2007-2012 ........................................... VII-4
7.3 Hasil Revisi Program dan Kegiatan..................................................... VII-4
BAB VIII PENUTUP ........................................................................................... VIII-1
8.1 Program Transisi .............................................................................. VIII-1
8.2 Kaidah Pelaksanaan.......................................................................... VIII-1
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
8. DAFTAR TABEL
1. Tabel II.1 : Laju Pertumbuhan Ekonomi Aceh Tahun 2008 dan 2009
Menurut Lapangan Usaha...................................................... II-3
2. Tabel. II.2 : Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka di Aceh Selama
Periode 2006 – 2010.............................................................. II-5
3. Tabel. II.3 : Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Aceh Selama Periode
2007-2009............................................................................. II-7
4. Tabel II.4 : Perkembangan Produktivitas Tanaman Pangan Menurut
Komoditi di Aceh Tahun 2007-2009 ........................................ II-10
5. Tabel II.5 : Luas Areal Tanaman Perkebunan Rakyat dan Besar Menurut
Komoditi di Aceh Tahun 2007-2009 ........................................ II-11
6. Tabel II.6 : Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat dan Besar Menurut
Komoditi di Aceh Tahun 2007–2009* ...................................... II-12
7. Tabel II.7 : Perkembangan Populasi Ternak Menurut Jenis di Aceh Tahun
2008-2009............................................................................. II-14
8. Tabel II.8 : Perkembangan Produksi Telur Menurut Jenisd di Aceh tahun
2008-2009............................................................................. II-15
9. Tabel II.9 : Produksi Perikanan di Aceh Tahun 2007-2009 ......................... II-16
10. Tabel II.10 : Perkembangan Industri Di Aceh Tahun 2007-2009................... II-19
11. Tabel II.11 : Perkembangan Koperasi di Aceh Tahun 2004-2009.................. II-22
12. Tabel II.12 : Kesempatan kerja Menurut Sektor Usaha Tahun 2009 ............. II-23
13. Tabel II.13 : Produksi beberapa komoditi pangan penting tahun 2007-2008 . II-26
14. Tabel II.14 : Kondisi Sebaran Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) per
Kabupaten/Kota..................................................................... II-29
15. Tabel II.15 : Jumlah BPP dan Koptan per Kabupaten/Kota Tahun 2009 ........ II-30
16. Tabel II.16 : Jumlah Realisasi Sumber Penerimaan Daerah lainnya
2008-2009............................................................................. II-34
viii
9. 17. Tabel II.17 : Jumlah Penduduk Aceh Menurut Kelompok Umur di Provinsi
Aceh Tahun 2008 .................................................................. II-41
18. Tabel II.18 : Jumlah Objek Wisata Menurut Jenis di Aceh ........................... II-444
19. Tabel II.19 : Jumlah Kunjungan Wisatawan Tahun 2005-2009 ..................... II-45
20. Tabel II.20 : Perkembangan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka
Partisipasi Murni Penduduk Usia Sekolah di Aceh 2007 – 2009. II-49
21. Tabel II.21 : Proyeksi Angka Partisipasi Murni ............................................. II-50
22. Tabel II.22 : Jumlah Sekolah di Aceh Tahun 2008/2009 .............................. II-50
23. Tabel II.23 : Jumlah Guru Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2008/2009 .... II-53
24. Tabel. II.24 : 10 (sepuluh) Jenis Penyakit Terbanyak Berbasis Puskesmas dan
Rumah Sakit.......................................................................... II-58
25. Tabel: II.25 : Jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar di Aceh 2007-
2008 ..................................................................................... II-62
26. Tabel. II.26 : Peningkatan Cakupan Imunisasi ............................................. II-63
27. Tabel II.27 : Sumber Pembiayaan Kesehatan.............................................. II-66
28. TabelL II.28 : Pengembangan Pengelolaan Wilayah Sungai (Ws) di Aceh ....... II-69
29. TabelL II.29 : Pengembangan Daerah Irigasi (DI) di Aceh ............................. II-72
30. TabelL II.30 : Pengembangan Waduk di Wilayah Aceh .................................. II-74
31. Tabel II.31 : Kerusakan Lingkungan di Pemerintah Aceh ............................. II-95
32. Tabel II.32 : Kapasitas Terpasang dan Daya Mampu Pembangkit Wilayah
Aceh Tahun 2008 .................................................................. II-97
33. Tabel II.33 : Komposisi Beban Puncak pada Tahun 2008 ............................. II-99
34. Tabel II.34 : Bencana Gunung Api Aceh ..................................................... II-105
35. Tabel II.35 : Rincian Jejang Pendidikan PNS Pada Pemerintah Aceh ............. II-112
36. Tabel II.36 : Jumlah PNS pada pemerintah kabupaten/kota di Provinsi
Aceh ..................................................................................... II-114
ix
10. 37. Tabel 5.1 : Proyeksi dan Prospek Pendapatan Daerah Aceh Tahun
2007-2012............................................................................. V-10
38. Tabel 7.1 : Review Pelaksanaan Kegiatan/Anggaran Pembangunan
periode tahun 2007 - 2010 menurut kriteria Kuadran ............... VII-2
39. Tabel 7.2 : Review perubahan RPJM 2007-2012 berdasarkan 7 (tujuh)
Prioritas Pembangunan .......................................................... VII-4
x
11. DAFTAR GAMBAR
1. Gambar II.1 : Peta Kejadian Bencana Geologis di Aceh ................................ II-104
2. Gambar II.2 : Peta Kejadian Bencana Hidro-meteorologis di Aceh................. II-107
3. Gambar VII.1 : Skema Kuadran dan Kriteria Review Program RPJM Aceh
2007-2012 ........................................................................... VII-2
xi
12. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) merupakan satu tahapan
rencana pembangunan yang harus disusun oleh semua tingkatan pemerintahan,
baik pemerintah pusat maupan pemerintah daerah, sebagaimana yang
diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional. Pemerintah Aceh dalam hal ini sudah
mempunyai RPJM Aceh periode 2007-2012 yang ditetapkan dengan Peraturan
Gubernur Aceh Nomor 21 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Aceh 2007-2012.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional bahwa Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) Pemerintah Daerah disusun dengan maksud untuk
menjabarkan Visi dan Misi Gubernur sebagai kepala daerah dalam jangka waktu
lima tahun, kemudian RPJM tersebut harus menggambarkan rencana
pembangunan yang terukur baik anggaran maupun target capaian yang diinginkan
dalam rangka melakukan perubahan dari suatu kondisi kepada kondisi yang lebih
baik.
Sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 sudah dilaksanakan berbagai
program/kegiatan pembangunan di Aceh dari berbagai sumber dana baik APBN,
APBA maupun Donor dan swasta, namun program dan kegiatan yang
direncanakan belum semuanya dapat dilaksanakan sesuai dengan RPJM. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya faktor yang mempengaruhi rencana tersebut seperti
keterbatasan dana yang tersedia, terjadinya bencana alam serta adanya kegiatan
mendesak lainnya yang harus segera dilaksanakan.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2010-2014, pasal 2
ayat 3.b yang disebutkan bahwa RPJMN berfungsi sebagai bahan penyusunan dan
perbaikan RPJM Daerah dengan memperhatikan tugas Pemerintah di Daerah
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-1
13. dalam mencapai sasaran Nasional yang termuat dalam RPJM Nasional, dari hal
tersebut maka RPJM Aceh sudah selayaknya dilakukan evaluasi dan penyesuaian
dengan tetap berorientasi pada VISI dan MISI Pemerintah Aceh yang sudah
ditetapkan.
Evaluasi dan penyesuaian RPJM Aceh 2007-2012 dibagi dalam empat
kwadran (kelompok) yaitu: kwadran pertama berisi semua program/kegiatan
prioritas yang ada dalam RPJM dilaksanakan dengan sempurna dan mencapai
target, kwadran kedua berisi program/kegiatan prioritas yang ada dalam RPJM
dilaksanakan tapi belum mencapai target, kwadran ketiga berisi program/kegiatan
prioritas tidak ada dalam RPJM tapi dilaksanakan dan kwadran keempat berisi
program/kegiatan yang tidak prioritas dalam RPJM tapi dilaksanakan.
Hasil evaluasi dan penyesuaian yang dilakukan terhadap RPJM Aceh Periode
2007-2012 sebagai berikut:
1. Kwadran Pertama yang berisi program/kegiatan prioritas yang ada dalam RPJM
Aceh 2007 - 2012 dan dilaksanakan dengan sempurna sebesar 6 persen;
2. Kwadran Kedua yang berisi program/kegiatan prioritas yang ada dalam RPJM
Aceh 2007 - 2012 dilaksanakan tapi belum mencapai target sebesar 26 persen;
3. Kwadran Ketiga yang berisi program/kegiatan prioritas yang ada dalam RPJM
Aceh 2007-2012 tapi tidak dilaksanakan sebesar 28 persen;
4. Kwadran Keempat yang berisi program/kegiatan yang tidak ada dalam RPJM
Aceh 2007 - 2012 tapi dilaksanakan sebesar 40 persen.
Hasil Evaluasi dan penyesuaian tersebut menggambarkan bahwa realisasi
capaian target yang ingin dicapai masih jauh dari yang diharapkan, maka untuk
mengejar target yang sudah direncanakan perlu dilakukan penyesuaian
program/kegiatan baik yang sudah dilaksanakan maupun yang belum
dilaksanakan dalam periode dua tahun lagi.
1.2 Maksud dan Tujuan
Sesuai dengan ketentuan Pasal 19 ayat (3) Undang-undang Nomor 25 tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, RPJM Daerah
ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-2
14. kepala daerah dilantik, yang kemudian menjadi suatu dokumen sebagai acuan
untuk penyusunan Rencana Kerja Tahunan Pemerintah Daerah dalam bentuk
dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan sebagai landasan
penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).
RPJM Aceh Tahun 2007 - 2012 yang telah ditetapkan dengan Peraturan
Gubernur Aceh Nomor 21 tahun 2007 sudah dilaksanakan selama priode 2007,
2008, 2009 dan 2010, namun banyak program/kegiatan yang dilaksanakan tidak
ada dalam RPJM Aceh tersebut, maka perlu dilakukan evaluasi dan penyesuaian
sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 5 tahun 2010 pasal 2 ayat 3 point b.
Tujuan evaluasi dan penyesuaian RPJM Aceh priode 2007-2012 adalah untuk
menilai tingkat capaian target dan program kegiatan yang telah dan akan
dilaksanakan serta penyesuaian target nasional (RPJMN 2010-2014). Selanjutnya
hasil evaluasi dan penyesuaian RPJM Aceh ini akan menjadi acuan untuk
penyusunan Rencana Kerja Tahunan Pemerintah Aceh dalam bentuk dokumen
Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA) sebagai landasan penyusunan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (RAPBA).
1.3 Landasan Hukum
Beberapa peraturan dan perundang-undangan yang mendasari evaluasi dan
penyesuaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh periode
2007-2012 adalah sebagai berikut:
1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom
Provinsi Aceh dan Perubahan Provinsi Sumatera Utara;
2. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh;
3. Undang-undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 2000 tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang;
4. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-3
15. 6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang–undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3
Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 32 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang;
7. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah;
8. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
9. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2005 tentang Badan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan dan Kepulauan Nias Provinsi
Sumatera Utara menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4550);
10. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh;
11. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi sebagai Daerah Otonom;
13. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional 2004-2009;
14. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pengakhiran Masa Tugas
Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias dan Provinsi
Sumatera Utara dan Kesinambungan Rehabilitasi dan Rekontruksi di Wilayah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera
Utara;
15. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014;
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-4
16. 16. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 050/2020/SJ tentang Petunjuk
Penyusunan Dokumen RPJP dan RPJM Daerah;
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
18. Qanun Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim Dalam Propinsi
NAD;
19. Qanun Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong Dalam Propinsi
NAD sebagai salah satu Landasan Hukum;
20. Qanun Aceh Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Aceh
(Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008 Nomor 01,
Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11);
21. Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian
Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana
Otonomi Khusus (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008
Nomor 12, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor
12).
1.4 Hubungan RPJM dan Review RPJM dengan Dokumen Perencanaan
Lainnya
Sebagaimana kita ketahui bahwa perencanaan adalah suatu proses untuk
menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui urutan pilihan dengan
memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Untuk mencapai proses tersebut,
maka keterkaitan suatu dokumen perencanaan dengan dokumen perencanaan
lainnya sangat erat dan menentukan. Dalam hal ini hubungan hasil evaluasi dan
penyesuaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh ini dengan
Kebijakan Pembangunan Nasional maupun Rencana Pembangunan
Kabupaten/Kota diharapkan tetap sinergis saling berkaitan suatu sama lain sesuai
dengan kewenangan masing-masing.
Hasil Penyesuaian RPJM Aceh ini menjadi pedoman dalam rangka
penyesuian dokumen-dokumen lainnya seperti:
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-5
17. 1. Rencana pembangunan lima tahunan Satuan Kerja Perangkat Aceh yang
selanjutnya disebut Rencana Strategis (Renstra) SKPA;
2. Rencana Pembangunan Tahunan Aceh, yang selanjutnya disebut Rencana
Kerja Pemerintah Aceh (RKPA) adalah dokumen perencanaan daerah untuk
periode 1 (satu) tahun.
3. Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Aceh, yang
selanjutnya disebut Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Aceh (Renja-SKPA)
adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1
(satu) tahun.
Dengan demikian diharapkan akan terciptanya sinkronisasi program
pembangunan antar sektor dan wilayah baik bersifat jangka panjang, menengah,
maupun jangka pendek, sehingga terwujudnya pembangunan yang terpadu dan
berkelanjutan.
1.5. Sistimatika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang; maksud dan tujuan; landasan hukum;
hubungan RPJM dengan dokumen perencanaan lainnya; dan
Sistematika Penulisan.
BAB II : GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
Dalam bab ini diuraikan kondisi akhir tahun 2009 Terdiri dari kondisi
geografis; Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Perluasan
Kesempatan Kerja dan Penanggulangan Kemiskinan; Pembangunan
dan Pemeliharaan Infrastruktur dan Sumber Daya Energi Pendukung
Investasi; Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pemerataan
Kesempatan Belajar; Peningkatan Mutu dan Pemerataan Pelayanan
Kesehatan; Pembangunan Syari’at Islam, Sosial dan Budaya;
Penciptaan Pemerintah yang Baik dan Bersih serta Penyehatan
Birokrasi Pemerintahan; Penanganan dan Pengurangan Resiko
Bencana.
BAB III : VISI DAN MISI
Tetap tidak berubah
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-6
18. BAB IV : STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH
Strategis disesuaikan dengan kondisi akhir 2009 Terdiri dari
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Perluasan Kesempatan Kerja
dan Penanggulangan Kemiskinan; Pembangunan dan Pemeliharaan
Infrastruktur dan Sumber Daya Energi Pendukung Investasi;
Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pemerataan Kesempatan Belajar;
Peningkatan Mutu dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan;
Pembangunan Syari’at Islam, Sosial dan Budaya; Penciptaan
Pemerintah yang Baik dan Bersih serta Penyehatan Birokrasi
Pemerintahan; Penanganan dan Pengurangan Resiko Bencana.
BAB V : ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
Disesuaikan dengan kondisi akhir 2009
BAB VI : ARAH KEBIJAKAN UMUM
Disesuaikan dengan kondisi 2009
Terdiri dari Bidang Pemerintahan, Politik, dan Hukum; Ekonomi;
Infrastruktur; Pendidikan; Kesehatan; Agama, Sosial dan Budaya.
BAB VII : PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH
Disesuaikan dengan hasil pembahasan Pokja
Tabel Program Pembangunan Daerah 2007-2012
BAB VIII : PENUTUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 I-7
19. BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI ACEH
2.1 Geografis
Aceh terletak di ujung Barat laut Pulau Sumatera (2o-6o Lintang Utara dan
95o-98o Bujur Timur) dengan Ibukota Banda Aceh, memiliki luas wilayah 5.675.841
ha (12,26 persen dari luas pulau Sumatera), dan sekaligus terletak pada posisi
strategis sebagai pintu gerbang lalu lintas perdagangan Nasional dan Internasional
yang menghubungkan belahan dunia timur dan barat.
Aceh memiliki 119 pulau, 35 gunung, 73 sungai besar, 2 buah danau dan
sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan hutan sebesar 3.862.249,26 ha
yang terdiri dari hutan yang dilindungi dan hutan produksi. Hutan yang dilindungi
terdiri dari hutan suaka alam 115.122,15 ha, hutan pelestarian alam 647.344,82,
hutan lindung 2.481.442,86, dan taman buru 84.962,53 ha, selanjutnya hutan
produksi terdiri dari hutan produksi terbatas 13.331,54, hutan produksi
122.781,15 ha, dan hutan produksi konversi 37.284,20 ha. Aceh mempunyai
beragam kekayaan sumberdaya alam antara lain minyak dan gas bumi, pertanian,
industri, perkebunan (kelapa sawit, karet, kelapa, cengkeh, kakao, kopi,
tembakau), perikanan darat dan laut, pertambangan umum (logam, batu bara,
emas, dan mineral lainnya).
Pemerintah Aceh terdiri dari 18 Kabupaten dan 5 Kota, 276 Kecamatan, 731
Mukim dan 6.424 gampong atau desa. Secara topografi Aceh terdiri dari 47,58
persen wilayah yang bergunung, 24,63 persen merupakan daerah datar, 10
persen merupakan daerah berbukit, 10,55 persen merupakan wilayah berombak
dan selebihnya wilayah bergelombang. Keterangan tersebut menurut klasilifikasi
slope (kelerengan), yaitu < 2 persen datar, 2-8 persen berombak, 8-15 persen
bergelombang, 15-25 persen berbukit dan >25 persen bergunung.
Karakteristik lahan di Aceh pada Tahun 2008 sebagian besar didominasi
oleh hutan, dengan luas 3.549.813 Ha atau 58,15 persen. Penggunaan lahan
terluas kedua adalah perkebunan besar dan kecil mencapai 827.030 Ha atau 13,65
persen dari luas total wilayah Aceh. Luas lahan pertanian sawah dan pertanian
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-1
20. tanah kering semusim mencapai 449,514 Ha atau 7.59 persen dan selebihnya
lahan pertambangan, industri, perkampungan perairan darat, tanah terbuka dan
lahan suaka alam lainnya dibawah 5.99 persen.
2.2 Perekonomian
2.2.1 Kondisi Ekonomi Makro
2.2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi
Jika diukur dari kenaikan PDRB, perekonomian Aceh secara keseluruhan
(termasuk migas) selama dua tahun terakhir (2008-2009) secara berturut-turut
mengalami pertumbuhan negatif yaitu sebesar -5,27 persen dan -5,58 persen.
Akan tetapi tanpa migas perekonomian Aceh selama periode tersebut justru
mengalami perkembangan yang menggembirakan yaitu mengalami pertumbuhan
positif secara berturut-turut sebesar 1,88 persen dan 3,92 persen.
Penyebab utama pertumbuhan negatif (kontraksi) perekonomian Aceh
secara keseluruhan (termasuk migas) selama beberapa tahun terakhir adalah
disebabkan oleh semakin menurunnya kontribusi minyak dan gas bumi terhadap
PDRB. Akibat masih dominannya kontribusi minyak dan gas bumi terhadap PDRB
Aceh menyebabkan perubahannya berdampak signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan.
Jika tanpa memperhitungkan nilai kontribusi minyak dan gas bumi, selama
periode 2008-2009 semua sektor usaha mengalami pertumbuhan positif.
Pertumbuhan tertinggi terjadi di sektor listrik dan air bersih yang diikuti oleh
sektor keuangan, industri pengolahan, perdagangan hotel dan restoran, jasa-jasa,
pengangkutan dan komunikasi, pertanian, bangunan, serta pertambangan dan
penggalian.
Pertumbuhan ekonomi Aceh tahun 2008 dan 2009 menurut lapangan usaha
(sektor-sektor) secara lebih terinci dapat dilihat pada Tabel II.1 dibawah ini:
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-2
21. Tabel II.1
Laju Pertumbuhan Ekonomi Aceh
Tahun 2008 dan 2009 Menurut Lapangan Usaha
Pertumbuhan (persen)
LAPANGAN USAHA
2008 2009**
(1) (2) (3)
1. Pertanian 0,81 3,09
2. Pertambangan dan Penggalian -27,31 -49,24
- Tanpa Gas -1,01 1,38
3. Industri Pengolahan -7,73 -6,06
- Tanpa Gas 3,57 5,03
4. Listrik dan Air Bersih 12,73 27,07
5. Bangunan -0,85 3,16
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 4,59 3,28
7. Pengangkutan dan Komunikasi 1,38 4,68
8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 5,16 9,61
9. Jasa – Jasa 1,21 4,68
PDRB -5,27 -5,58
PDRB TanpaMigas 1,88 3,92
Sumber : BPS Aceh, 2010
Catatan : *) angka sementara
**) angka sangat sementara
Mencermati perkembangan partumbuhan ekonomi Aceh yang semakin
meningkat selama beberapa tahun terakhir khususnya pertumbuhan ekonomi
tanpa migas, bahwa pertumbuhan tersebut masih jauh dibawah pertumbuhan
ekonomi nasional yang tumbuh sekitar 4,5 persen pada tahun 2009.
2.2.1.2 Tingkat Inflasi
Jika diamati perkembangan harga-harga barang di dua kota utama Aceh
(Banda Aceh dan Lhokseumawe), tingkat inflasi yang terjadi di Aceh pada tahun
2009 tercatat sangat rendah selama beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2009
tingkat inflasi yang terjadi di Kota Banda Aceh adalah sebesar 3,5 persen jauh
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-3
22. lebih rendah dibandingkan tahun 2008 yang sebesar 10,27 persen. Sedangkan
tingkat inflasi di Kota Lhokseumawe pada tahun 2009 sebesar 3,96 persen juga
jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat inflasi yang terjadi pada tahun
2008 yaitu sebesar 13,78 persen.
Tingkat suku bunga yang relatif rendah selama tahun 2009 ternyata tidak
memberi pengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi di Aceh dalam kurun waktu
yang sama. Rendahnya inflasi yang terjadi selama tahun 2009 jika dibandingkan
dengan tahun-tahun sebelumnya cenderung terutama dipengaruhi oleh kebijakan
pemerintah yang tidak menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Tarif
Dasar Listrik (TDR) selama tahun 2009.
Disamping itu, berkurangnya secara drastis aktifitas rehabilitasi dan
rekonstruksi Aceh selama tahun 2009, dari sisi demand telah menyebabkan
turunnya permintaan terhadap barang dan jasa kebutuhan kegiatan
pembangunan. Sedangkan dari sisi supply, perbaikan infrastruktur, unit-unit
produksi dan system distribusi barang telah menciptakan pasar yang lebih
sempurna, dan fenomena tersebut juga memberi andil cukup besar terhadap
rendahnya tingkat inflasi selama tahun 2009.
Rendahnya tingkat inflasi di Aceh pada tahun 2009 jika dibandingkan
dengan tingkat inflasi yang terjadi pada beberapa tahun sebelumnya, maka
kondisi tersebut minimal perlu dipertahankan agar pembangunan ekonomi terus
dapat ditingkatkan.
2.2.1.3 Tingkat Pengangguran Terbuka
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan salah satu indikator yang
dapat menggambarkan kondisi umum perekonomian suatu wilayah, dan sekaligus
memberikan gambaran aktivitas masyarakat dalam mencapai kesejahteraan. TPT
diukur berdasarkan persentase jumlah angkatan kerja yang tidak bekerja yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kondisi sosial, budaya, dan
ekonomi lingkungan, serta kondisi internal angkatan kerja itu sendiri.
Jumlah angkatan kerja di Aceh pada tahun 2009 mencapai 1,897 juta orang
mengalami penambahan sekitar 104 ribu orang dari kondisi 2008 yang hanya
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-4
23. sebanyak 1,793 juta orang. Sedangkan jumlah penduduk yang bekerja pada tahun
2009 adalah sebanyak 1,732 juta orang atau bertambah sekitar 110 ribu orang
dari tahun 2008 yang hanya sebanyak 1,622 juta orang. Peningkatan jumlah
orang yang bekerja lebih besar dari peningkatan jumlah angkatan kerja yang
terjadi pada tahun 2009 telah menyebabkan menurunnya TPT di Aceh. Kondisi
yang yang sama, juga terjadi selama beberapa tahun sebelumnya, akibat semakin
bertambahnya kesempatan kerja dan semakin luasnya lapangan usaha yang
tercipta.
Semakin kondusifnya keamanan daerah dan semakin baiknya kondisi
berbagai sarana dan prasarana daerah, serta semakin terbukanya akses daerah
terhadap dunia luar telah mendorong masyarakat untuk lebih berpartisipasi dalam
akselerasi pembangunan Aceh. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya
tumbuh unit-unit usaha kecil dan menengah baik oleh pelaku-pelaku ekonomi lokal
maupun tumbuh melalui kemitraan dengan pengusaha-pengusaha luar daerah dan
asing.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Aceh pada tahun 2009 (kondisi
bulan Agustus) adalah sebesar 8,71 persen yaitu mengalami penurunan sebesar
0,85 persen dari TPT tahun 2008 (pada bulan yang sama) yang mencapai 9,56
persen. Pada tahun 2010 (kondisi Februari), TPT di Aceh semakin menurun yaitu
8,60 persen yang berarti mengalami penurunan sebesar 0,11 persen selama satu
semester.
Perkembangan TPT di Aceh selama 5 tahun terakhir adalah seperti
diperlihatkan pada Tabel II.2 dibawah ini:
Tabel. II.2
Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka
di Aceh Selama Periode 2006 - 2010
TAHUN Tingkat Pengangguran
(%)
2006 10,43
2007 9,84
2008 9,56
2009 8,71
2010*) 8,60
Sumber : BPS Aceh, 10 Februari 2010
*) kondisi Februari 2010
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-5
24. Walaupun TPT di Aceh terus mengalami penurun selama lima tahun
terakhir, namun kondisi tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan TPT
nasional yang pada tahun 2009 sebesar 8,14 persen. Kondisi tersebut perlu
menjadi perhatian dan memerlukan beberapa kebijakan agar TPT di Aceh mampu
ditekan minimal setara dengan nasional.
2.2.1.4 Tingkat Kemiskinan
Kondisi damai yang masih terpelihara dengan baik saat ini merupakan
suatu modal yang sangat besar bagi Aceh dalam melaksanakan berbagai program
pembangunan, terutama yang berdampak langsung terhadap pemberdayaan
ekonomi masyarakat dan diharapkan dapat berimbas terhadap menurunnya
jumlah penduduk miskin.
Tingkat kemiskinan di Aceh selama periode 2007-2009 terus mengalami
penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 tingkat kemiskinan di Aceh
adalah sebesar 26,65 persen yang pada tahun-tahun selanjutnya terus menurun
menjadi 23,53 persen di 2008 dan 21,80 persen pada tahun 2009.
Sebagaimana halnya dengan kondisi penyebaran penduduk miskin secara
nasional, bahwa penduduk miskin di Aceh juga lebih banyak berdomisili di daerah
perdesaan dibandingkan dengan yang bermukim di perkotaan. Berdasarkan data
statistik tahun 2009, bahwa dari total jumlah penduduk miskin yang mencapai
892.900 jiwa yang berdomisili di pedesaan adalah sebanyak 710.700 jiwa,
sedangkan yang berdomisili di perkotaan sebesar 182.200 jiwa. Secara
persentase, bahwa 24,34 persen penduduk desa adalah tergolong miskin,
sedangkan penduduk kota hanya 15,45 persen yang tergolong miskin. Tingginya
persentase pendudk miskin di pedesaan cenderung disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya adalah masih rendahnya rata-rata tingkat pendidikan (skill),
minimnya infrastruktur, serta terbatasnya akses terhadap arus informasi
pembangunan dan teknologi.
Perkembangan penduduk miskin di Aceh selama periode 2007-2009 dapat
dilihat pada Tabel II.3 dibawah ini:
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-6
25. Tabel. II.3
Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin
di Aceh Selama Periode 2007-2009
Persentase Penduduk
Jumlah Penduduk Miskin
Tahun Miskin
(ribu orang)
(%)
2007 1.083,6 26,65
2008 956,7 23,53
2009 892,9 21,80
Sumber : BPS Aceh tahun 2009
2.2.2 Sektor-Sektor Produksi
Secara umum, sektor pertanian dalam arti luas masih menjadi penyumbang
utama terhadap PDRB Aceh dimana pada tahun 2009 kontribusinya adalah
sebesar 33,69 persen. Dengan demikian sektor pertanian menjadi penyokong
utama perekonomian Aceh, disamping juga masih sebagai mata pencaharian
utama masyarakat. Akan tetapi dalam pengembangannya, sektor ini masih banyak
menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan, antara lain adalah:
a. Masih tingginya konflik kepentingan dalam pemanfaatan lahan yang
ditunjukkan dengan tingginya konversi lahan pertanian sehingga hal ini dapat
mengancam tingkat produksi pertanian;
b. Masih kurang memadainya infrastruktur pertanian, terutama jaringan irigasi,
jalan usaha tani, saluran tambak, pelabuhan perikanan, dan balai
pembibitan/perbenihan, sehingga produktivitas sektor pertanian tergolong
masih rendah;
c. Pengembangan komoditi belum fokus pada komodi unggulan yang memiliki
prospek pasar serta nilai tambah yang tinggi
d. Skala usaha pertanian rakyat tergolong masih sangat kecil, terutama jika
dibandingkan dengan potensi ketersediaan lahan yang ada
e. Masih lemahnya aplikasi teknologi dalam proses produksi dan pengolahan
hasil akibat belum optimalnya mekanisasi dan penyuluhan pertanian.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-7
26. f. Lemahnya akses petani terhadap sumber informasi terutama yang berkaitan
dengan teknologi, pasar, dan permodalan/perbankan; dan
g. Masih lemahnya kelembagaan petani dan kemitraan usaha.
2.2.2.1 Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Produksi komoditi pangan Aceh dalam beberapa tahun terakhir secara
keseluruhan menunjukkan perkembangan yang positif. Tahun 2009 (berdasarkan
angka sementara), produksi padi mengalami peningkatan sebesar 10,23 persen
yaitu dari 1.402.287 juta ton pada tahun 2008 meningkat menjadi 1.545.769 ton
pada tahun 2009. Produksi tersebut terdiri dari padi sawah (1.528.737 ton) dan
padi ladang (17.032 ton). Sedangkan komoditi pangan yang mengalami
peningkatan produksi paling signifikan adalah jagung dan kedelai, dimana pada
tahun 2009 peningkatannya mencapai di atas 20 persen. Produksi jagung
mengalami peningkatan sebesar 22,16 persen yaitu sebesar 112.894 ton pada
tahun 2008 meningkat menjadi 137.910 ton pada tahun 2009. Produksi kedelai
bahkan mengalami peningkatan yang luar biasa yaitu sebesar 44,55 persen, dari
43.885 ton pada tahun 2008 meningkat menjadi 63.436 ton pada tahun 2009.
Komoditi pangan yang mengalami pertumbuhan produksi negatif adalah
kacang tanah dan kacang hijau. Produksi kacang tanah pada tahun 2009 hanya
mencapai 5.899 ton atau menurun sebesar 423 ton (-6,69 persen) jika dibanding
dengan tahun 2008 yang produksinya mencapai 6.322 ton. Sedangkan kacang
hijau yang terjadi penurunan sebesar 439 ton (-24,70 persen) jika dibandingkan
dengan produksi tahun 2008 yaitu sebesar 1.439 ton menurun menjadi 1.338 ton
pada tahun 2009
Dinilai dari sisi produktivitas, pada tahun 2009 hampir semua komoditi
tanaman pangan mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya
kecuali pada komoditi kacang tanah dan kacang hijau. Peningkatan produktivitas
salah satunya mencerminkan sejauhmana penerapan teknologi pertanian yang
diaplikasikan oleh petani untuk meningkatkan hasil produksinya per satuan luas,
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-8
27. seperti penggunaan benih unggul, aplikasi teknologi pendukung lainnya (seperti
pupuk dan pengendalian OPT), dan dukungan infrastruktur seperti irigasi teknis.
Peningkatan produktivitas pertanian pangan dan hortikultura harus tetap
menjadi prioritas ke depan, mengingat produktivitas yang tinggi akan berdampak
pada peningkatan kesejahteraan petani ke arah yang lebih baik. Laju
perkembangan produktivitas komoditi pangan di Aceh untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel II.4.
Permasalahan yang sangat substansial dalam pengembangan komoditi
pangan dan hortikultura adalah permasalahan ketersediaan bibit/benih unggul dan
pemasaran. Penggunaan varietas unggul sering menjadi kendala dimana petani
masih sangat tergantung dari bantuan pemerintah akibat belum tersedianya unit
produksi bibit/benih unggul yang representatife dan mudah diakses oleh
masyarakat. Selama ini sebagian besar kebutuhan bibit/benih unggul masih
didatangkan dari luar daerah dengan harga yang mahal sehingga penggunaan
bibit/benih unggul oleh petani masih sangat minim dan cendrung bergantung dari
bantuan pemerintah.
Sedangkan persoalan utama pemasaran adalah masih rendahnya harga jual
komoditi ditingkat petani, terutama disaat panen raya. Pada saat musim panen
raya petani cenderung menjual dengan harga murah akibat belum
berkembangnya industri pengolahan dan masih lemahnya system mata rantai
perdagangan (supplay chain). Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka
sangat diperlukan dukungan ketersediaan unit pengolahan hasil dengan kapasitas
yang cukup dan modern, serta terbentuknya sistem perdagangan komoditi yang
tangguh dan berkeadilan. Dengan demikian nantinya diharapkan petani lebih
termotivasi untuk berusaha di sektor pangan dan hortikultura dengan prinsip
agribisnis, dan daerah dapat memperoleh nilai tambah yang lebih besar.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-9
28. TABEL II.4
Perkembangan Produktivitas Tanaman Pangan
Menurut Komoditi di Aceh
Tahun 2007 - 2009
Produktivitas (Kwt/Ha) Perkembangan
No Komoditi 2007 - 2009
2007 2008 2009*) (%)
1 Padi 42,51 42,51 43,32 0,63
2 Jagung 34,03 33,04 34,67 0,62
3 Kedelai 12.99 13,34 14,08 2,93
4 Kacang Tanah 12,11 12,12 12,59 1,30
5 Kacang Hijau 11,04 10,44 10,49 -1,69
6 Ubi Kayu 124,02 124,16 127,47 0,92
7 Ubi Jalar 98,49 99,41 100,68 0,73
Sumber: Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Aceh, Februari 2009 (data diolah).
Keterangan: *) 2009 merupakan Angka Sementara.
2.2.2.2 Perkebunan
Sektor perkebunan telah memberikan sumbangan yang cukup berarti
terhadap perekonomian daerah termasuk sumber pendapatan masyarakat.
Sedangkan dari sisi aspek sosial, usaha perkebunan telah mampu memberikan
lapangan pekerjaan yang cukup luas bagi masyarakat dimana secara langsung
ikut mengurangi pengangguran. Disamping itu usaha perkebunan juga ikut
mendukung kelestarian sumberdaya alam seperti pelestarian sumberdaya air dan
penyediaan oksigen bagi kehidupan dalam konteks mendukung visi Aceh Green.
Luas areal perkebunan sampai dengan tahun 2009 di Aceh mencapai
900.080 Ha, mengalami peningkatan sebesar 10,67 persen dari tahun 2008,
dimana hal ini cenderung disebabkan karena semakin kondusifnya keamanan di
Aceh. Peningkatan luas areal tertinggi terjadi pada komoditi kemiri yang
mengalami kenaikan sebesar 57,94 persen, kemudian diikuti oleh nilam sebesar
32,48 persen. Kelapa Sawit masih mendominasi luas areal perkebunan di Aceh,
yakni 313.813 Ha atau 34,86 persen, yang diikuti oleh Karet 132.694 Ha (14,74
persen) dan Kopi 121.938 Ha (13,54 persen) serta Kelapa Dalam 101.150 Ha
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-10
29. (11,30 persen). Lebih jelas mengenai luas areal berbagai komoditi unggulan
perkebunan di Aceh tahun 2007-2009 disajikan dalam Tabel II.5.
TABEL II.5
Luas Areal Tanaman Perkebunan Rakyat dan Besar
Menurut Komoditi di Aceh Tahun 2007 – 2009
LUAS AREAL PERTUMBUHAN
NO KOMODITI
2007 2008 2009 2008 2009
1 KARET 111.872 114.661 132.694 2,49 15,73
2 KELAPA SAWIT 269.885 287.104 313.813 6,38 9,30
3 KELAPA DALAM 108.421 101.996 101.750 -5,93 -0,24
4 KOPI 112.138 111.880 121.938 -0,23 8,99
5 CENGKEH 22.165 22.187 22.117 0,10 -0,32
6 PALA 17.773 18.230 20.256 2,57 11,11
7 PINANG 35.320 35.984 37.895 1,88 5,31
8 KAKAO 50.101 74.547 78.805 48,79 5,71
9 LADA 1020 974 1022 -4,51 4,93
10 KEMIRI 24.306 13.725 21.677 -43,53 57,94
11 NILAM 3144 3205 4246 1,94 32,48
12 TEMBAKAU 836 829 943 -0,84 13,75
13 KELAPA HYBRIDA 3.867 3.760 2.209 -2,77 -41,25
14 GAMBIR 233 214 200 -8,15 -6,54
15 KUNYIT 807 772 446 -4,34 -42,23
16 JAHE 1.214 433 609 -64,33 40,65
17 TEBU 6.233 6.407 6.706 2,79 4,67
18 ANEKA TANAMAN 35.056 16.417 32.754 -53,17 99,51
JUMLAH 804.391 813.325 900.080 1,11 10,67
Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Tahun 2009 (data diolah)
Total produksi berbagai komoditi perkebunan pada tahun 2009 tidak
mengalami peningkatan signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2008.
Pertumbuhan produksi tertinggi terjadi pada komoditi nilam yaitu 291,03 persen
yang diikuti oleh kakao 225,51 persen dan tebu 103,34 persen, sedangkan
terendah terjadi pada komoditi cengkeh sebesar -61,11 persen. Produksi kelapa
sawit masih merupakan yang tertinggi diantara komoditi perkebunan lainnya
yaitu sebesar 311.045 ton TBS atau (46,73 persen), dan produksi minyak sawit
sebesar 286.452 ton serta inti sawit sebesar 129.412 ton. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat dalam Tabel II.6.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-11
30. TABEL II.6
Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat dan Besar
Menurut Komoditi di Aceh Tahun 2007–2009*
PRODUKSI PERTUMBUHAN
NO. KOMODITI
2007 2008 2009 2008 2009
1 KARET 63.144 68.611 70.634 8,66 2,95
2 KELAPA SAWIT 752.049 799.904 311.045 6,36 -61,11
3 KELAPA DALAM 64.387 52.325 56.875 -18,73 8,70
4 KOPI 48.080 47.811 50.190 -0,56 4,98
5 CENGKEH 2.114 1.949 714 -7,81 -63,37
6 PALA 5.706 4.495 5.458 -21,22 21,42
7 PINANG 19.158 14.982 22.396 -21,80 49,49
8 KAKAO 19.303 27.295 88.847 41,40 225,51
9 LADA 252 182 274 -27,78 50,55
10 KEMIRI 18.082 11.304 14.756 -37,48 30,54
11 NILAM 118 156 610 32,20 291,03
12 TEMBAKAU 230 215 316 -6,52 46,98
13 KELAPA HYBRIDA 1.216 2.107 1.133 73,27 -46,23
14 GAMBIR 67 66 78 -1,49 18,18
15 KUNYIT 2.117 2.001 768 -5,48 -61,62
16 JAHE 4.064 2.257 2.589 -44,46 14,71
17 TEBU 16.318 16.423 33.394 0,64 103,34
18 ANEKA TANAMAN 9.628 5.449 5.489 -43,40 0,73
JUMLAH 1.026.033 1.057.532 665.566 3,07 -37,06
Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Tahun 2009 (data diolah)
Pengembangan komoditi perkebunan di Aceh selama ini masih menghadapi
beberapa permasalahan substansial yang hampir sama dengan permasalahan di
sektor pertanian pangan dan hortikultura, yaitu permasalahan ketersediaan bibit
unggul dan penanganan pasca panen. Sebagian besar bibit unggul masih harus
didatangkan dari daerah lain dan sulit diakses oleh petani, serta harga yang
relative mahal. Akibatnya petani cenderung menggunakan bibit yang bukan
klon/varietas anjuran sehingga berimbas pada rendahnya produktivitas
perkebunan rakyat terutama jika dibandingkan dengan perkebunan besar.
Permasalahan pasca panen terutama berkaitan dengan masih rendahnya
harga komoditi di tingkat petani sehingga hasil kebun tidak dimanfaatkan secara
optimal. Rendahnya harga komoditi perkebunan ditingkat petani disebabkan oleh
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-12
31. beberapa hal diantaranya yang terpenting adalah akibat rendahnya kualitas
pengolahan hasil panen, lemahnya sistim kelembagaan petani, dan minimnya
ketersediaan unit pengolahan hasil perkebunan.
2.2.2.3. Peternakan
Pembangunan sektor peternakan di Aceh mempunyai peranan strategis
dalam upaya pemantapan ketahanan pangan hewani dan pemberdayaan ekonomi
masyarakat. Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari
pembangunan pertanian dalam arti luas dan di ditujukan kepada upaya
peningkatan produksi peternakan yang sekaligus untuk meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan petani ternak, memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, serta
menciptakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat.
Disamping itu usaha peternakan juga berperan dalam mendorong pengembangan
agroindustri dan agribisnis.
Sejalan dengan program Nasional Pencapaian Swasembada Daging Sapi
(PSDS) pada tahun 2014, pemerintah Aceh terus berusaha untuk menambah
jumlah populasi ternak baik dengan mendatangkan ternak dari luar Aceh
maupun melalui inseminasi buatan yang secara efektif mampu mengatasi
masalah fertilasi ternak. Di samping itu, pola pengembangannya juga difokuskan
pada pengembangan kawasan-kawasan peternakan terpadu baik untuk kawasan
peternakan sapi maupun kawasan peternakan ayam petelur.
Selama periode 2008-2009 total populasi ternak terus mengalami
pertumbuhan. Pada tahun 2008 total populasi ternak berjumlah 14.840.889 ekor,
mengalami peningkatan sebesar 3,97 persen pada tahun 2009 dengan total
populasi sebesar 15.430.451 ekor. Populasi ternak yang mengalami peningkatan
terbesar adalah domba dengan peningkatan sebesar 17,61 persen atau dengan
jumlah populasi sebesar 184.747 ekor jika dibandingkan dengan tahun 2008
dengan jumlah populasi sebesar 157.081 ekor, kemudian disusul oleh ayam
pedaging dengan peningkatan sebesar 10 persen atau dengan jumlah populasi
sebesar 1.480.939 ekor jika dibandingkan dengan tahun 2008 dengan jumlah
populasi sebesar 1.346.308 ekor. Sedangkan terendah terdapat pada kambing
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-13
32. dengan penumbuhan sebesar 0,93 persen, ayam buras sebesar 2,99 persen, itik
dan puyuh masing-masing hanya tumbuh sebesar 3 persen. Lebih jelasnya
mengenai perkembangan populasi ternak dapat dillihat pada Tabel II.7.
Tabel II.7
Perkembangan Populasi Ternak Menurut Jenis
Di Aceh Tahun 2008 - 2009
Pertumbuhan
Populasi Ternak (ekor)
No Jenis Ternak (%)
2008 2009 2009
1 Sapi Perah 32 35 9,37
2 Sapi Potong 641.093 688.118 7,33
3 Kerbau 280,662 299.763 6,80
4 Kuda 3.243 3.357 3,51
5 Kambing 697.426 703.593 0,93
6 Domba 157.081 184.757 17,61
7 Babi 333 321 -3,60
8 Ayam Buras 8.904.869 9.172.015 2,99
9 Ayam Ras 181.887 190.799 4,89
10 Petelur
Ayam 1.346.308 1.480.939 10,00
11 Pedaging
Itik 2.596.927 2.674.835 3,00
12 Puyuh 31.028 31.959 3,00
Total 14.840.889 15.430.451 3,97
Sumber: Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Tahun 2010 (data diolah).
Jumlah produksi telur menurut jenis di Aceh tahun 2008 - 2009 mengalami
kenaikan sebesar 8,50 persen. Telur ayam buras mengalami kenaikan tertinggi
sebesar 11,36 persen sedangkan pada jenis telur ayam ras juga terjadi
peningkatan yaitu sebesar 11,27 persen dan itik sebesar 2,88 persen. Gambaran
mengenai perkembangan Produksi telur Aceh tahun 2008 - 2009 dapat dilihat
pada Tabel II.8 berikut:
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-14
33. Tabel II.8
Perkembangan Produksi Telur Menurut Jenis
di Aceh tahun 2008 - 2009
Pertumbuhan
Produksi (Kg)
No Jenis (%)
2008 2009 2009
1 Ayam Buras 7.384.695 8.223.564 11,36
2 Ayam Ras Petelur 885.606 985.450 11,27
3 Itik 9.580.128 9.856.250 2,88
Total 17.850.429 19065264 8,50
Sumber: Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Tahun 2010 (data diolah).
Rendahnya produksi telur dalam daerah, disebabkan karena tingginya biaya
produksi akibat pakan ternak yang masih harus didatangkan dari luar Aceh
sehingga harga jual telur menjadi mahal jika dibandingkan dengan harga telur
pasokan yang masuk dari luar daerah Aceh. Keadaan ini menyebabkan daya
saing peternak dalam daerah menjadi rendah, sehingga motivasi masyarakat
untuk berusaha dibidang ini menjadi menurun.
Melihat pertumbuhan penduduk Aceh yang terus bertambah dan kondisi
sosial ekonomi yang cenderung semakin membaik, maka diperkirakan dalam
kurun waktu lima tahun mendatang permintaan terhadap daging dan telur tidak
akan seimbang dengan ketersediaan dalam daerah, untuk itu perlu dilakukan
kajian yang strategis dalam menyeimbangkan supply dan demand pangan
daging dan telur dimasa yang akan datang.
2.2.2.4 Kelautan dan Perikanan
Aceh yang terletak di ujung Utara/Barat Pulau Sumatera memiliki peranan
yang sangat strategis dalam pengembangan sektor kelautan dan perikanan
nasional mengingat letaknya di antara dua perairan, yaitu Selat Malaka di bagian
Utara/Timur dan Samudera Indonesia di bagian Barat/Selatan. Panjang garis
pantai Aceh sekitar 1.660 km dengan luas perairan laut sekitar 295.370 km 2 yang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-15
34. terdiri dari perairan teritorial dan perairan kepulauan seluas 56.563 km2 dan
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 238.807 km 2.
Produksi perikanan di Aceh selama tiga tahun terakhir mengalami
pertumbuhan baik pada jenis perikanan tangkap maupun perikanan budidaya.
Pada tahun 2008 total produksi perikanan Aceh adalah sebesar 167.907,5 ton
dan mengalami peningkatan sebesar 1,52 persen terhadap produksi tahun 2007
yang hanya mencapai sebesar 165.396,6 ton. Pada tahun 2009 total produksi
perikanan mencapai 172.962,6 ton atau mengalami pertumbuhan sebesar 3,01
persen.
Perikanan dan kelautan merupakan sektor yang mengalami kehancuran
sangat fatal pada saat bencana tsunami. Namun pertumbuhan produksi
perikanan yang terjadi selama tiga tahun terakhir walaupun tidak terlalu
signifikan menandakan mulai pulihnya kembali sektor ini dari kehancuran. Untuk
lebih rincinya produksi perikanan Aceh tahun 2007-2009 dapat dilihat dalam
Tabel II.9.
Tabel II.9
Produksi Perikanan di Aceh
Tahun 2007 - 2009
Jumlah Produksi (ton)
No Klasifikasi
2007 2008 2009*
1. Perikanan
129.730,9 130.271,4 134.179,5
Tangkap
2. Perikanan
35.665,7 37.636,1 38.765,1
Budidaya
Total 165.396,6 167.907,5 172.962,6
Pertumbuhan (%) 5,20 1,52 3,01
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Tahun 2008 (data diolah)
Ket : *) Angka sementara
Secara keseluruhan pertumbuhan rata-rata produksi perikanan selama
2007-2009 adalah sebesar 3,24 persen dengan perincian pertumbuhan tahunan
produksi perikanan tangkap sebesar 3,41 persen dan perikanan budidaya
sebesar 4,25 persen. Produksi perikanan tangkap umumnya didominasi oleh
kelompok ikan pelagis seperti tuna, tongkol, kembung, cakalang, selar, tenggiri
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-16
35. dan layang. Kelompok udang dan bandeng memberi sumbangan terbesar dari
subsektor budidaya perikanan.
Jumlah prasarana yang tersedia di sektor Kelautan dan Perikanan masih
sangat minim bila dibandingkan dengan potensi perikanan Aceh. Kondisi ini
mencerminkan bahwa pengembangan sektor perikanan di Aceh ini belum
didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai.
Untuk itu kedepan perlu pengembangan sarana dan prasarana kelautan dan
perikanan seperti pelabuhan perikanan, pengembangan balai benih ikan,
pengembangan sarana tangkap serta motorisasi armada perikanan dalam upaya
meningkatkan daya jelajah dan produktivitas nelayan.
2.2.2.5 Kehutanan
Kawasan Hutan Aceh yang ditetapkan berdasarkan Penunjukan Kawasan
Hutan dan Perairan sesuai dengan keputusan Menteri Kehutanan No. 170/Kpts-
II/2000 tanggal 29 Juni 2000 adalah seluas ± 3.335.613 Ha (daratan), dengan
kawasan perairannya seluruhnya adalah seluas 3.549.813 ha. Luas kawasan hutan
ini meliputi 62,74 persen dari luas daratan Aceh. Kawasan hutan ini terdiri dari
kawasan Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan kawasan Hutan Produksi.
Kondisi kawasan hutan di Aceh umumnya belum mantap. Dari sepanjang
5.056 Km batas luar kawasan hutan, yang baru terealisir tata batasnya sepanjang
3.523,60 Km (69 persen). Sedangkan batas fungsi pada umumnya belum
terealisir. Kenyataan ini menyebabkan lemahnya kepastian hukum dalam
pengelolaan sumber daya hutan dan dalam menghadapi permasalahan okupasi
kawasan hutan.
Berdasarkan data yang ada saat ini (Baplan, 2002), menunjukkan bahwa
indikasi kawasan hutan yang perlu direhabilitasi adalah seluas 2.125.300 ha
(mencapai 37 persen luas daratan Aceh) baik yang berada di dalam kawasan
maupun di luar kawasan. Kondisi tersebut mengharuskan adanya komitmen
semua pihak untuk mendukung pemulihan kawasan hutan melalui kegiatan
rehabilitasi hutan secara nasional. Hal ini sejalan dengan prioritas kebijakan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-17
36. pembangunan nasional di bidang sumberdaya alam yaitu melindungi dan
merehabilitasi SDA agar kualitas dan daya dukungnya tetap terjaga, sekaligus
menjamin tersedianya ruang yang memadai bagi kehidupan masyarakat.
Dengan berlakunya UUPA Nomor 11 tahun 2006, Pemerintah Aceh memiliki
kewenangan dalam pengambilan kebijakan, pengaturan dan penyelenggaraan
kegiatan yang berdampak antar kabupaten/kota. Mendasari Undang-undang
tersebut dan memperhatikan kondisi geografis yang ada, maka pengelolaan hutan
di Aceh dibagi atas 5 (lima) Daerah Aliran Sungai (DAS), dan dalam
implementasinya akan dibentuk 4 Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD).
Kawasan lindung pada kawasan hutan seluas 2.697.133 Ha (80,86 persen)
yang terdiri dari hutan konservasi 852.633 Ha dan hutan lindung seluas 1.844.500
Ha, sedangkan kawasan budidaya hutan atau hutan produksi seluas 638.580 Ha
terdiri dari hutan produksi terbatas 37.300 Ha dan hutan produksi tetap
601.280 Ha.
2.2.2.6 Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM
Populasi industri Aceh didominasi oleh industri kecil menengah. Jumlah
usaha industri kecil menengah terus mengalami perkembangan dan pada 2009
telah mencapai sebesar 35.660 unit meningkat tajam hingga 67,64 persen dari
tahun 2008 yang populasinya berjumlah 21.275 unit. Peningkatan yang
signifikan tersebut disebabkan oleh tumbuh dan berkembangnya industri kecil
menengah. Sedangkan populasi industri besar sampai tahun 2009 mengalami
stagnansi atau dengan kata lain tidak mengalami peningkatan populasi.
Perkembangan industri dari tahun 2007 sampai dengan 2009 dapat dilihat pada
Tabel II.10. Akan tetapi laju perkembangan populasi industri tidak diikuti oleh
laju peningkatan investasi yang signifikan. Tahun 2009 nilai total investasi
industri bernilai 147.1 Triliyun tidak berbeda jauh dengan nilai investasi industri
tahun 2008 yang berjumlah 146.9 Triliyun. Penurunan aktivitas produksi dari
beberapa industri besar yang ada di Aceh akibat kurangnya pasokan bahan baku
dan diharapkan persoalan ini segera dapat diatasi.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-18
37. Tabel II.10
Perkembangan Industri Di Aceh
Tahun 2007 - 2009
No Kelompok Industri 2007 2008 2009
1. Industri Kecil Menengah 20.231 unit 21.267 unit 35.652 unit
2. Industri Besar 8 unit 8 unit 8 unit
JUMLAH 20.239 unit 21.275 unit 35.660 unit
Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM, 2009.
Kinerja ekspor Aceh secara umum cenderung mengalami peningkatan.
Setelah mengalami kejatuhan pada tahun 2001, nilai ekspor Aceh mengalami
perkembangan yang positif walaupun peningkatannya sedikit fluktuatif. Tahun
2007 nilai ekspor mengalami penurunan hanya mencapai USD 1.854,23 Juta, tapi
kemudian tahun 2008 meningkat kembali menjadi USD 2.234,13 juta. Nilai
ekspor non migas juga mengalami perkembangan yang menggembirakan, walau
pun belum signifikan pengaruhnya terhadap total nilai ekpor.
Sedangkan ekspor non migas termasuk komoditi pertanian terus
mengalami perkembangan yang menggembirakan. Setelah sempat meningkat 5
kali lipat pada tahun 2007, ekspor non migas meningkat tajam sampai 80% pada
tahun 2008, meski dalam tahun tersebut terjadi krisis finansial global. Ekspor
beberapa komoditi mengalami peningkatan dimana komodi yang mengalami
peningkatan tertinggi adalah komoditi pupuk. Disamping itu sejak kondisi
keamanan pasca konflik semakin kondusif nilai ekspor komoditi perkebunan
serperti kopi dan coklat terus meningkat. Tahun 2009 nilai ekspor kopi mencapai
USD 22,66 juta. Namun demikian bila dibandingkan dengan nilai ekspor
keseluruhan, nilai ekspor non-migas terutama komoditi pertanian masih sangat
rendah.
Sama halnya dengan ekspor, kondisi impor Aceh juga mengalami
peningkatan. Tahun 2007 dan tahun 2008 nilai impor meningkat tajam dari USD
30,65 juta menjadi 384,24 pada tahun 2008. Peningkatan nilai impor tersebut
terutama disebabkan oleh meningkatnya impor barang-barang konsumsi rumah
tangga, bahan makanan dan barang produk industri lainnya. Sedangkan impor
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-19
38. barang modal masih sangat kecil, dan gejala ini tidak sehat dalam mendorong
pengembangan industri daerah.
Seiring dengan nilai ekspor dan impor yang sama-sama menunjukkan
trend meningkat, surplus neraca perdagangan luar negeri Aceh juga mengalami
peningkatan. Tahun 2007 neraca perdagangan Aceh surplus sebesar USD
1.823,59 juta dan tahun 2008 meningkat menjadi USD 1.849,89 juta.
Secara keseluruhan negara tujuan ekspor utama Aceh masih didominasi
oleh negara-negara Asia Timur seperti China, Jepang, Korea serta negara-negara
ASEAN seperti Malaysia, Singapura dan Thailand. Begitu juga dengan impor,
87,25 persen berasal dari negara Asia Timur dan ASEAN. Sisanya 12,75 persen
berasal dari negara-negara Eropa Barat seperti Ingris, Switzerland dan Jerman
serta dari Amirika Serikat.
Sektor Koperasi dan UKM merupakan bagian yang cukup penting dan
strategis terhadap pembangunan ekonomi Aceh. Peran strategis tersebut terkait
dengan jumlah, sebaran dan potensi yang dimiliki bahkan perannya dapat
menciptakan lapangan kerja yang cukup memadai serta menjadi faktor utama
pendorong sektor riil.
Kondisi tahun 2008 skala usaha di Aceh didominasi oleh usaha mikro,
dengan jumlah pelaku usaha sebesar 307 ribu orang atau 83 persen. Kemudian
diikuti oleh usaha kecil dengan pelaku usaha sebanyak 60 ribu orang atau 16
persen. Kemudian diikuti oleh usaha menengah dengan jumlah pelaku usaha 1.6
ribu orang atau 0.44 persen. Sebagian besar pelaku UKM memiliki usaha di sektor
perdagangan. Tahun 2008 UKM yang berada di sektor perdagangan berjumlah
212.5 ribu tenaga kerja atau lebih dari 57 persen. Hal ini karena usaha di sektor
ini relatif lebih mudah dan tidak membutuhkan modal besar.
Pada tahun 2009 perkembangan Koperasi mengalami peningkatan menjadi
6.614 unit (0,67 persen) baik ditinjau dari indikator kelembagaan maupun dari
indikator usaha. Jumlah Koperasi pada tahun 2008 jumlah Koperasi tercatat
sebanyak 6.570 unit yang tersebar di seluruh Provinsi. Peningkatan tersebut juga
diikuti oleh jumlah Koperasi yang tidak aktif sebesar 35,37 persen atau sebanyak
2.324 unit.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-20
39. Jumlah anggota Koperasi tahun 2009 sebanyak 519.314 orang atau
meningkat dari tahun 2008 sebanyak 1.199 orang seiring bertambahnya jumlah
unit Koperasi. Disisi lain Koperasi sebagai badan usaha juga memberikan
konstribusi terhadap penyerapan tenaga kerja baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dari sisi jumlah dana yang terhimpun baik simpanan anggota maupun
modal yang disetor dalam bentuk lainnya mengalami peningkatan yang signifikan.
Jumlah Simpanan Anggota mencapai Rp. 1.176,192 milyar dan Modal
luar/pinjaman sebesar Rp 295,007 Milyar. Modal Koperasi bersumber dari APBD,
APBN, Perbankan dan Lembaga Keuangan lainnya. Saat ini Koperasi mampu
menyerap tenaga kerja sebanyak 8.841 orang. Berdasarkan peringkat dari
Kementerian Koperasi dan UKM kondisi koperasi di Aceh masih sangat
memprihantinkan. Dari jumlah 6.614 unit koperasi hanya 2.990 unit yang aktif,
dan dari yang aktif tersebut hanya 24 unit yang berperingkat baik. Oleh karena itu
perlu usaha keras pemerintah dan masyarakat untuk menjadikan koperasi menjadi
sokoguru ekonomi bangsa. Adapun perkembangan koperasi, jumlah simpanan,
volume usaha dapat dilihat dalam tabel II.11 berikut:
Tabel II.11
Perkembangan Koperasi di Aceh
Tahun 2004 -2009
Tahun
No Uraian Ket
2004 2005 2006 2007 2008 2009*
Jumlah Koperasi
1 4.872 5.011 5.533 5.800 6.570 6.614
(Unit)
Jumlah Anggota
2 (Orang) 415.827 441.494 460.537 485.254 494.564 519.314
Jumlah Karyawan
3 (Orang) 5.028 5.791 5.010 5.036 5.499 6.698
Jumlah Manajer
4 (Orang) 937 1.407 1.649 1.570 1.580 2.143
Jumlah Simpanan
5 (Rp Juta) 211,940 149,949 201,605 252,980 283.019 1.176.192
Modal Pinjaman
6 (Rp Juta) 225,119 190,122 263,224 368,874 349.380 295.007
Volume Usaha
7 (Rp Juta ) 234,308 280,698 780,107 823,975 1.054.440 604.589
Sisa Hasil Usaha
8 21,403 24,197 56,960 163,159 383.343 45.530
(Rp Juta )
Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM, 2009
Keterangan: *) Sampai dengan Juni 2009
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-21
40. 2.2.2.7 Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk
Perkembangan tingkat penganguran di Aceh selama periode 2006-2009
menunjukkan tren yang terus menurun, dimana pada tahun 2006 Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) di Aceh adalah sebesar 10,43 persen, tahun 2007
turun menjadi 9,84 persen, tahun 2008 turun lagi menjadi 9,56 persen, dan pada
tahun 2009 kembali menjadi 8,71 persen. Bila diamati perkembangan jumlah
angkatan kerja di Aceh yang setiap tahun terus bertambah, dimana pada tahun
2006 adalah sebanyak 1.813.000 orang dan pada tahun 2009 menjadi 1.898.000
orang atau mengalami kenaikan sebesar 4,67 persen. Sebaliknya jumlah
pengangguran di Aceh justru mengalami penurunan yang signifikan yaitu 189.000
orang pada tahun 2006 dan menjadi 165.000 orang pada tahun 2009, atau
mengalami penurunan sebesar 12,70 persen atau rata-rata turun 4.2 persen per
tahun.
Lebih besarnya persentase penurunan jumlah orang yang menganggur jika
dibandingkan dengan persentase kenaikan jumlah angkatan kerja mengakibatkan
TPT terus dapat ditekan setiap tahunnya. Hal ini diperkirakan sebagai dampak dari
semakin luasnya lapangan kerja yang tercipta dan semakin meningkatnya peluang
kesempatan berusaha bagi masyarakat. Sektor pertanian masih menjadi andalan
penyerapan tenaga kerja. Disamping itu dengan semakin membaiknya iklim usaha
di masyarakat sehingga tumbuh suburnya usaha-usaha rakyat di sektor informal
yang ikut menyumbang untuk penyerapan tenaga kerja.
Kesempatan kerja dan berusaha pada tahun 2009, masih di dominasi oleh
sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan yaitu sebesar
48,89 persen diikuti oleh sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan
sebesar 19,13 persen, sedangkan yang terendah sektor industri pengolahan yaitu
sebesar 4,66 persen. Berdasarkan jenis kelamin masih didominasi oleh kaum pria
yaitu sebesar 63,48 persen, dari uraian tersebut, menggambarkan bahwa serapan
tenaga kerja berdasarkan sektor lapangan usaha tersebut, terindikasi pada sektor
pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan masih merupakan lapangan
usaha utama bagi masyarakat yang ingin mengembangkan usahanya dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-22
41. membuka peluang berusahan dalam upaya meningkatkan taraf hidupnya. Untuk
lebih jelas dapat dilihat dalam tabel II.12
Tabel II.12
Kesempatan kerja Menurut Sektor Usaha
Tahun 2009
NO. SEKTOR USAHA LAKI-LAKI PEREMPUAN (L+P)
Pertanian, Kehutanan,
1. 514.096 332.999 847.095
Perburuan dan Perikanan
2. Industri Pengolahan 36.882 43.890 80.772
Perdangan Besar, Enceran,
3. 157.642 106.811 264.453
Rumah Makan dan Hotel
4. Jasa Kemasyarakatan 193.294 138.214 331.508
Lainnya (Pertambangan dan
5. 202.345 6.388 208.733
Penggalian, Listrik, Gas dan
Air, Bangunan, Angkutan,
Pergudangan danKomunikasi,
Keuangan, Asuransi, Usaha
Persewaan Bangunan, Tanah
dan Jasa Perusahaan)
JUMLAH 1.104.259 628.302 1.732.561
Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk, 2009
Angkatan kerja Aceh pada tahun 2009 mencapai 1,9 juta orang. Angkatan
kerja tersebut didonominasi oleh angkatan kerja muda yang berumur antara 20-39
tahun. Sampai 20 tahun kedepan angkatan kerja ini masih berada dalam umur
produktif. Ini merupakan aset Aceh mengejar pertumbuhan ekonominya. Akan
tetapi sayang produktifitasnya masih rendah. Rendahnya produktivitas ini dan
relatif tingginya UMR masih menjadi masalah yang harus segera diatasi.
Penetapan UMR Aceh Rp 1 juta per bulan lebih tinggi dari nasional berdampak
terhadap tingkat daya saing Aceh dalam menarik investasi di sektor formal.
Produktivitas tenaga kerja yang rendah juga sangat mempengaruhi daya saing
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-23
42. daerah. Produktivitas pekerja Aceh memang masih sangat rendah. Kemajuan yang
diharapkan nampaknya belum membuahkan hasil yang memadai.
Walupun angka pengangguran terus mengalami penurunan, namun
prosentasenya masih cukup tinggi yang berada di atas rata-rata nasional yang
berada pada level 7.8 persen. Hal ini disebabkan salah satunya oleh daya serap
pekerja formal yang masih sangat rendah. Rendahnya daya serap pekerja formal
terkait dengan berbagai permasalahan dan hambatan dalam berinvestasi yang
mewarnai kondisi pasar kerja. Untuk itu, tantangan yang dihadapi dalam beberapa
tahun mendatang adalah upaya mendorong perpindahan pekerja dari pekerjaan
yang memiliki produktivitas rendah ke pekerjaan yang memiliki produktivitas
tinggi. Sehingga dalam pembangunan jangka panjang Aceh, hal ini dapat teratasi
dan menjadi bagian yang tidak dapat dipisah dengan pengurangan angka
kemiskinan.
Dalam upaya pengembangan kawasan dan percepatan pertumbuhan
kawasan tertinggal di Aceh, sejak tahun 1976 telah dilakukan pembukaan
permukiman baru, pada tahun 2009 jumlah lokasi 160 lokasi transmigrasi dan
jumlah penempatan 41.358 KK atau 169.188 jiwa. Sejak periode tahun 2007
hingga 2009 telah dilakukan penempatan pada 18 lokasi untuk 1.928 KK, dengan
rincian pada tahun 2007 sebanyak 1.119 KK, pada tahun 2008 dan 400 KK pada
tahun 2009. Selanjutnya untuk rencana penempatan terhadap pengembangan
kawasan, pembukaan lokasi permukiman transmigrasi untuk tahun 2010 sebanyak
4 lokasi dan 145 KK. Selanjutnya untuk tahun 2011 sebanyak 13 lokasi untuk 1600
KK dan tahun 2012 direncanakan sebanyak 6 lokasi untuk 880 KK.
Berdasarkan Undang-Undang Kependudukan Nomor 1992, pembangunan
kependudukan diarahkan pada pengendalian kualitas penduduk, pengerahan
mobilitas dan pengembangan penduduk sebagai Sumber Daya Manusia (SDM)
agar menjadi kekuatan pembangunan. Pembangunan kependudukan harus
dilaksanakan merata yang dilakukan secara bersama, menyeluruh, terpadu,
terarah, bertahap dan berkelanjutan. Sehubungan dengan itu pemerintah pusat
telah memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk mengambil
langkah yang lebih realistis dalam melaksanakan program kependudukan sesuai
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-24
43. dengan aspirasi masyarakat, sehingga pemerintah daerah dapat merencanakan,
melaksanakan, mengendalikan dan memonitor terhadap pembangunan
kependudukan di Aceh. Namun dalam pelaksanaan pengembangan kawasan
tertinggal untuk pembangunan permukiman penduduk telah mengalami
pergeseran dan perubahan kebijakan penyelenggaraannya dan mengakibatkan
ruang lingkup perencanaan berubah seiring dengan perkembangan.
2.2.2.8 Ketahanan Pangan
Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia baik untuk
kebutuhan biologis tubuh maupun kebutuhan aktivitas manusia sehari-hari oleh
karena itu pemenuhan pangan bagi masyarakat adalah mutlak harus dipenuhi. Hal
ini jelas diamanatkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, bahwa
pemerintah bersama masyarakat mempunyai kewajiban untuk mengwujudkan
ketahanan pangan.
Berdasarkan data-data tentang produksi bahan pangan, walaupun
mengalami fluktuasi pertumbuhan baik kelompok serealea, kacang-kacangan,
umbi-umbian, daging, sayur-sayuran dan buah-buahan, namun produksi pangan
Aceh mengalami surplus sehingga mampu memasok sebagian produksi ke daerah
lain setiap tahunnya. Kondisi surplus tersebut diasumsikan karena jumlah produksi
pangan melebihi kebutuhan pangan penduduk dan kebutuhan lainnya seperti
industri makanan.
Berdasarkan hasil pemantauan selama ini bahwa, kebutuhan komoditi
pangan pokok di Aceh merupakan hasil produksi lokal, kecuali untuk beberapa
komoditi seperti gula, minyak makan, terigu, sebagian buah-buahan, telur, susu,
kedelai dan lain-lain merupakan hasil pasokan dari daerah lainnya. Hal ini
mencerminkan bahwa industri pengolahan bahan makanan di Aceh belum
berkembang dengan baik.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2007-2012 II-25