SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 31
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada Bab II akan dijelaskan pengertian-pengertian dasar yang digunakan
sebagai landasan pembahasan pada bab selanjutnya yaitu peramalan, konsep dasar
time series, stasioner dan nonstasioner, Autocorrelation Function (ACF) dan
Parsial Autocorrelation Function (PACF), model-model Time Series,
heteroskedastisitas, model ARCH, pengujian efek ARCH, dan model GARCH.
A. Peramalan
Peramalan merupakan bagian integral dari kegiatan pengambilan
keputusan, sebab efektif atau tidaknya suatu keputusan bergantung pada beberapa
faktor yang tidak dapat dilihat pada waktu keputusan itu diambil. Peamalan
(forecasting) suatu teknik untuk memperkirakan suatu nilai pada masa yang akan
datang dengan memperhatikan data masa lalu maupun data saat ini. (Aswi dan
Sukarna, 2006: 1)
Peramalan pada umumnya digunakan untuk memprediksi sesuatu yang
kemungkinan besar akan terjadi misalnya kondisi permintaan, banyaknya curah
hujan, kondisi ekonomi, dan lain-lain.
Atas dasar logika, langkah dalam metode peramalan secara umum adalah
mengumpulkan data, meyeleksi dan memilih data, memilih model peramalan,
menggunakan model terpilih untuk melakukan peramalan, evaluasi hasil akhir.
Berdasarkan sifatnya, peramalan dibedakan menjadi:
2
1. Peramalan kualitatif
Peramalan yang didasarkan atas data kualitatif pada masa lalu. Hasil
peramalan kualitatif didasarkan pada pengamatan kejadian-kejadian di masa
sebeumnya digabung dengan pemikiran dari penyusunnya.
2. Peramalan kuantitatif
Peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif masa lalu yang diperoleh
dari pengamatan nilai-nilai sebelumnya. Hasil pengamatan yang dibuat tergantung
pada metode yang digunakan, menggunakan metode yang berbeda akan diperoleh
hasil peramalan yang berbeda.
B. Konsep dasar Time series
Deret waktu (time series) merupakan serangkaian data pengamatan yang
terjadi berdasarkan indeks waktu secara beruntun dengan interval waktu tetap
(Aswi dan Sukarna, 2006: 5). Metode time series adalah metode peramalan
dengan menggunakan analisis pola hubungan antara variabel yang akan
diperkirakan dengan variabel waktu atau analisis time series, antara lain:
1. Metode smooting
2. Metode Box-Jenkins (ARIMA)
3. Metode Proyeksi trend dengan regresi
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan peramalan adalah pada
galat (error), yang tidak dapat dipisahakan dalam metode peramalan. Untuk
mendapatkan hasil yang mendekati data asli, maka seorang peramalan berusaha
membuat error-nya sekecil mungkin.
3
Analisis deret waktu adalah salah satu prosedur statistik yang diterapkan
untuk meramalkan struktur probabilistik keadaan yang akan terjadi di masa yang
akan datang dalam rangka pengabilan keputusan. (Aswi dan Sukarna, 2006: 5).
C. Stasioner dan Nonstasioner
Dalam analisis runtun waktu sering kali menggunakan asumsi bahwa
data harus stasioner. Stasioneritas berarti bahwa tidak terdapat perubahan yang
dratis pada data. Fluktuasi data berada disekitar suatu nilai rata-rata yang konstan,
tidak tergantung pada waktu dan variansi dari fluktuasi tersebut (Makridakis,
1995: 351).
Bentuk visual dari plot data runtun waktu sering kali
cukup meyakinkan para peneliti bahwa data yang diperoleh stasioner atau
nonstasioner. Gambar 2.1 merupakan contoh plot data runtun waktu yang
stasioner dalam rata-rata dan Gambar 2.2 menunjukkan plot data runtun waktu
yang tidak stasioner dalam rata-rata. Data yang digunakan adalah data penjualan
rumah yang ada di Amerika Serikat mulai bulan Januari 1968 sampai bulan
Desember 1982.
Gambar 2.1 Plot Data penjualan rumah Stasioner dalam Rata-rata
(Time Series Analysis (ARIMA) Contoh Pemodelan dan Peramalan
dengan metode ARIMA.html)
4
Gambar 2.2 Plot Data penjualan rumah Tidak Stasioner dalam Rata-rata
( Time Series Analysis (ARIMA) Contoh Pemodelan dan Peramalan
dengan metode ARIMA.html)
Untuk mengatasi ketidakstasioneran data berdasarkan rata-rata (mean)
yaitu dengan melakukan pembedaan (differencing). Menurut Makridakis dkk
(1999: 452) notasi yang sangat bermanfaat dalam metode pembedaan adalah
operator shift mundur (backward shift) disimbolkan dengan B sebagai berikut:
𝐡𝑋𝑑 = π‘‹π‘‘βˆ’1 (2.1)
Dengan kata lain, notasi B yang dipasang pada 𝑋𝑑 memiliki efek
menggeser data satu periode ke belakang. Dua aplikasi dari B terhadap 𝑋𝑑 akan
menggeser data tersebut dua periode ke belakang, sebagai berikut:
𝐡(𝐡𝑋𝑑) = 𝐡2
𝑋𝑑 = π‘‹π‘‘βˆ’2 (2.2)
Apabila suatu time series tidak stasioner, maka data tersebut dapat dibuat
lebih mendekati stasioner dengan melakukan pembedaan pertama. Operator ini
memudahkan proses diferensiaisi. Diferensiaisi pertama/turunan tingkat satu dapat
dituliskan sebagai berikut:
𝑋𝑑
,
= 𝑋𝑑 βˆ’ π‘‹π‘‘βˆ’1 (2.3)
Menggunakan operator shift mundur, persamaan (2.3) dapat ditulis kembali
menjadi (Makridakis, 1995:383):
5
𝑋𝑑
,
= 𝑋𝑑 βˆ’ π‘‹π‘‘βˆ’1 = 𝑋𝑑 βˆ’ 𝐡𝑋𝑑 = (1 βˆ’ 𝐡) 𝑋𝑑 (2.4)
Pembedaan pertama dinyatakan oleh (1 βˆ’ 𝐡) sama halnya apabila pembedaan
orde kedua (yaitu pembedaan pertama sebelumnya) harus dihitung, maka:
𝑋𝑑
,,
= ( 𝑋𝑑
,
βˆ’ π‘‹π‘‘βˆ’1
,
)
= (𝑋𝑑 βˆ’ π‘‹π‘‘βˆ’1 βˆ’ ( π‘‹π‘‘βˆ’1 βˆ’ 𝑋)
= 𝑋𝑑 βˆ’ 2π‘‹π‘‘βˆ’1 + π‘‹π‘‘βˆ’2
= (1 βˆ’ 2𝐡 + 𝐡2) 𝑋𝑑
= (1 βˆ’ 𝐡)2
𝑋𝑑 (2.5)
Dengan: 𝑋𝑑
,,
= pembedaan orde kedua
Pembedaan orde kedua diberi notasi (1 βˆ’ 𝐡)2
. Pembedaan orde kedua
tidak sama dengan pembedaan kedua yang diberi notasi (1 βˆ’ 𝐡2
), sedangkan
pembedaan pertama (1 βˆ’ 𝐡) sama dengan pembedaan orde pertama (1 βˆ’ 𝐡).
Pembedaan kedua
𝑋𝑑
2
= 𝑋𝑑 βˆ’ 𝑋
= (1 βˆ’ 𝐡2
)𝑋𝑑 (2.6)
Dengan: 𝑋𝑑
2
= pembedaan kedua
Tujuan dari menghitung pembedaan adalah untuk mencapai stasioneritas
dan secara umum apabila terdapat pembedaan orde ke-d untuk mencapai
stasioneritas, ditulis sebagai berikut:
Pembedaan orde ke-d = (1 βˆ’ 𝐡) 𝑑
𝑋𝑑
Sebagai deret yang stasioner dan model umum ARIMA (0,d,0) akan
menjadi (Pankratz 1983:165):
6
(1 βˆ’ 𝐡) 𝑑
𝑋𝑑 = 𝑒 𝑑 (2.7)
Dimana: (1 βˆ’ 𝐡) 𝑑
𝑋𝑑 : pembedaan orde ke-d
𝑒 𝑑 : nilai kesalahan
Data runtun waktu dikatakan stasioner dalam varians jika fluktuasi
datanya tetap atau konstan, seperti pada gambar 2.3. Sebaliknya
jika data runtun waktu menunjukkan bahwa terdapat variasi fluktuasi data
pada grafik maka data termasuk dalam runtun waktu yang tidak stasioner
berdasarkan varians. Data runtun waktu yang tidak stasioner dalam varians
ditunjukkan pada gambar 2.4.
Gambar 2.3 Plot Data produksi bawang merah Stasioner dalam Varians
Gambar 2.4 Plot Data produksi bawang merah Tidak Stasioner dalam Varians
7
Untuk menstasionerkan data tidak stasioner dalam varians dapat
dilakukan dengan transformasi Box-Cox (penstabilan varians). Secara umum,
transformasi kuasa yang digunakan (Wei, 1990:83-84) adalah
𝑇( 𝑋𝑑) = 𝑋𝑑
πœ†
{
𝑋𝑑
𝝀
βˆ’1
𝝀
, 𝝀 β‰  𝟎
ln( 𝑋𝑑) , 𝝀 = 𝟎
(2.8)
dengan 𝝀 adalah konstanta atau ketetapan dalam melakukan transformasi
data. Beberapa nilai 𝝀 dan bentuk transformasinya yang umum digunakan
diberikan dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1. Nilai 𝝀 dan Bentuk Transformasinya
𝝀 Bentuk transformasi
-1
1
𝑋𝑑
-0.5
1
√ 𝑋𝑑
0
ln 𝑋𝑑
0.5
βˆšπ‘‹π‘‘
1 𝑋𝑑 (tidak diransformasikan)
Namun dalam banyak penerapan, jenis transformasi yang digunakan untuk
mengulangi data yang tidak stasioner dalam variansi adalah transformasi
logaritma, ditulis ln( 𝑋𝑑).
D. Fungsi Autokorelasi dan Fungsi Autokorelasi Parsial
8
Dalam metode time series , alat utama untuk mengidentifikasi model dari
data yang akan diramalkan adalah dengan menggunakan fungsi
Autokerelas/Autocorelation Fungtion (ACF) dan fungsi Autokorelasi
Parsial/Partial Autocorelation Fungtion (PACF).
1. Fungsi Autokorelasi (Autocorrelation Funtion)
Pada proses stasioner suatu data time series (𝑍𝑑) diperoleh 𝐸(𝑋𝑑) = πœ‡ dan
variansi π‘‰π‘Žπ‘Ÿ (𝑋𝑑) = 𝐸( 𝑋𝑑 βˆ’ πœ‡)2
= 𝜎2
, yang konstan dan kovariansi
πΆπ‘œπ‘£ (𝑋𝑑,
𝑋𝑑+π‘˜), yang fungsinya hanya pada pembedaan waktu |𝑑 βˆ’ ( 𝑑 + π‘˜)|. Oleh
karena itu, hasil tersebut dapat ditulis sebagai kovariansi antara 𝑋𝑑 dan 𝑋𝑑+π‘˜
sebagi berikut (Wei, 1989:10):
π›Ύπ‘˜ = πΆπ‘œπ‘£ (𝑋𝑑, 𝑋𝑑+π‘˜) = 𝐸(𝑋𝑑 βˆ’ πœ‡)(𝑋𝑑+π‘˜ βˆ’ πœ‡) (2.9)
𝛾0 = π‘‰π‘Žπ‘Ÿπ‘‹π‘‘ = π‘‰π‘Žπ‘Ÿπ‘‹π‘‘βˆ’π‘˜ = 𝑆 𝑋𝑑
Γ— 𝑆 π‘‹π‘‘βˆ’π‘˜
(2.10)
Dan korelasi antar 𝑋𝑑 dan 𝑋𝑑+π‘˜ sebagai berikut:
𝜌 π‘˜ =
𝛾 π‘˜
𝛾0
𝜌 π‘˜ =
πΆπ‘œπ‘£ (𝑋𝑑,𝑋𝑑 +π‘˜)
√ π‘‰π‘Žπ‘Ÿ(𝑋𝑑)√ π‘‰π‘Žπ‘Ÿ(𝑋𝑑+π‘˜)
=
βˆ‘ (𝑋𝑑
𝑛
𝑑=2 βˆ’π‘‹Μ…π‘‘)(π‘‹π‘‘βˆ’1βˆ’π‘‹Μ…π‘‘βˆ’1)
βˆšβˆ‘ (𝑋𝑑
𝑛
𝑑=2 βˆ’π‘‹Μ…π‘‘)2 βˆšβˆ‘ (π‘‹π‘‘βˆ’1
𝑛
𝑑=2 βˆ’π‘‹Μ…π‘‘βˆ’1)2
=
βˆ‘ (𝑋𝑑
𝑛
𝑑=2 βˆ’π‘‹Μ…π‘‘)(π‘‹π‘‘βˆ’1βˆ’π‘‹Μ… )
βˆ‘ ( π‘‹π‘‘βˆ’π‘‹Μ…)2𝑛
𝑑=2
(2.11)
Dengan menggunakan asumsi-asumsi di atas, maka persamaan di atas
dapat disederhanakan menjadi (wei, 1989:10):
𝜌 π‘˜ =
βˆ‘ (𝑋𝑑
π‘›βˆ’π‘˜
𝑑=1 βˆ’π‘‹Μ…π‘‘)(π‘‹π‘‘βˆ’1βˆ’π‘‹Μ…)
βˆ‘ ( π‘‹π‘‘βˆ’π‘‹Μ…)2𝑛
𝑑=1
(2.12)
keterangan: 𝜌 π‘˜= koefisisen autokorelasi lag ke k, dimana k = 0,1,2,3,...,n
9
𝑛 = jumlah data
𝑋𝑑 = nilai x orde ke t
𝑋̅ = rata-rata (mean)
Dimana notasi π‘‰π‘Žπ‘Ÿ (𝑋𝑑) = π‘‰π‘Žπ‘Ÿ ( 𝑋𝑑+π‘˜) = 𝛾0 . Sebagai fungsi dari k,
maka π›Ύπ‘˜ disebut fungsi autokorelasi dan 𝜌 π‘˜ menggambarkan kovariansi (ACF),
dalam analisis time series , π›Ύπ‘˜ dan 𝜌 π‘˜ menggambarkan kovarian dan korelasi
antara 𝑋𝑑 dan 𝑋𝑑+π‘˜ dari proses yang sama, hanya dipisahkan oleh lag ke-k.
2. Fungsi Autokorelasi Parsial (Partial Autocorrelation Function)
Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur derajat asosiasi antara 𝑋𝑑
dan 𝑋𝑑+π‘˜ , ketika efek dari rentang/jangka waktu (time lag) 1, 2, 3,..., k-1
dianggap terpisah. Ada beberapa prosedur untuk menentukan bentuk PACF yang
salah satunya akan dijelaskan sebagai berikut. Menurut Wei (1989:12) fungsi
autokorelasi parsial dapat dinotasikan dengan:
βˆ… π‘˜π‘˜ = π‘π‘œπ‘Ÿπ‘Ÿ (𝑋𝑑, 𝑋𝑑+π‘˜, |𝑋𝑑+1, 𝑋𝑑+2, … . , 𝑋𝑑+π‘˜βˆ’1) (2.13)
Misalkan 𝑋𝑑 adalah proses yang stasioner dengan 𝐸( 𝑋𝑑) = 0, selanjutnya
𝑋𝑑+π‘˜ dapat dinyatakan sebagai proses linear (wei, 1989:14):
𝑋𝑑+π‘˜ = βˆ… π‘˜1 𝑋𝑑+π‘˜βˆ’1, βˆ… π‘˜2 𝑋𝑑+π‘˜βˆ’2, …, βˆ… π‘˜π‘˜ 𝑋𝑑 + πœ€π‘‘+π‘˜ (2.13)
Dengan βˆ… π‘˜π‘˜ adalah parameter regresi ke-i dan πœ€π‘‘+π‘˜ adalah nilai kesalahan
yang tidak berkorelasi dengan 𝑋𝑑+π‘˜βˆ’π‘— untuk 𝑗 = 1,2, …, π‘˜.
Durbin (1960) telah memperkenalkan metode yang lebih efisien untuk
menyelesaikan persamaan Yule Walker, nilai PACF dapat dihitung secara rekursi
dengan menggunakan persamaan berikut:
10
βˆ… π‘˜π‘˜ =
𝜌 π‘˜βˆ’βˆ‘ βˆ… π‘˜βˆ’1 𝜌 π‘˜βˆ’π‘—
π‘˜βˆ’1
𝑗=1
1βˆ’βˆ‘ βˆ… π‘˜βˆ’1 𝜌 π‘˜
π‘˜βˆ’1
𝑗=1
(2.14)
dimana βˆ… π‘˜π‘— = βˆ… π‘˜βˆ’1,𝑗 βˆ’ βˆ… π‘˜π‘˜βˆ… π‘˜βˆ’1,π‘˜βˆ’π‘—, untuk 𝑗 = 1,2, … , π‘˜ βˆ’ 1
Sehingga himpunan dari βˆ… π‘˜π‘˜, {βˆ… π‘˜π‘˜; π‘˜ = 1,2,… }, disebut sebagai Partial
Autocorrelation Function (PACF). Fungsi βˆ… π‘˜π‘˜ menjadi notasi standar untuk
autokorelasi parsial antara observasi 𝑋𝑑 dan 𝑋𝑑+π‘˜ dalam analisis time series.
Fungsi βˆ… π‘˜π‘˜ akan bernilai nol untuk π‘˜ > 𝑝. Sifat ini dapat dgunakan untuk
identifikasi model AR dan MA, yaitu pada model Autoregressive berlaku ACF
akan menurun secara bertahap menuju nol dan Moving Avarage berlaku ACF
menuju ke-0 setelah lag ke-q sedangkan nilai PACF model AR yaitu βˆ… π‘˜π‘˜ = 0, π‘˜ >
𝑝 dan model MA yaitu βˆ… π‘˜π‘˜ = 0, π‘˜ > π‘ž (Wei, 2006:11)
E. Proses white noise
Proses white noise merupakan salah satu bentuk proses stasioner. Proses
ini didefenisikan sebagai bentuk variabel random yang berurutan tidak saling
berkorelasi dan mengikuti distribusi tertentu. Rata-rata dari proses ini adalah
konstan πœ‡ π‘Ž = 𝐸(πœ€π‘‘) dan diasumsikan bernilai nol dan mempunyai variansi
konstan π‘‰π‘Žπ‘Ÿ ( πœ€π‘‘) = πœŽπ‘Ž
2
. Nilai kovarian dari proses ini π›Ύπ‘˜ = πΆπ‘œπ‘£( πœ€π‘‘, πœ€π‘‘+π‘˜) = 0
untuk semua π‘˜ β‰  0.
Suatu proses white noise memiliki fungsi autokovarian, yaitu:
π›Ύπ‘˜ = {
πœŽπ‘Ž
2
π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ π‘˜ = 0
0 π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ π‘›π‘–π‘™π‘Žπ‘– π‘˜ π‘™π‘Žπ‘–π‘›π‘›π‘¦π‘Ž
Nilai ACF-nya adalah 𝜌 π‘˜ = {
1 π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ π‘˜ = 0
0 π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ π‘˜ π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘™π‘Žπ‘–π‘›
11
Nilai PACF-nya adalah βˆ… π‘˜π‘˜ = {
1 π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ π‘˜ = 0
0 π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ π‘˜ π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘™π‘Žπ‘–π‘›
F. Model-Model Time Series
Beberapa model ARIMA yang dapat digunakan pada data time series,
yaitu:
1. Model Autoregressive (AR)
Autoregressive adalah suatu bentuk regresi tetapi bukan yang
menghubungkan variabel tak bebas, melainkan menghubungkan nilai-nilai
sebelumnya pada time lag (selang waktu) yang bermacam-macam. Jadi suatu
model Autoregressive akan menyatakan suatu ramalan sebagai fungsi nilai-nilai
sebelumnya dari time series tertentu (Makridakis,1995: 513)
Model Autoregressive (AR) dengan orde p dinotasikan dengan AR(p).
Bentuk umum model AR(p) adalah (Aswi dan Sukarna, 2006:37)
𝑋𝑑 = βˆ…1 π‘‹π‘‘βˆ’1 + βˆ…2 π‘‹π‘‘βˆ’2 + β‹― + βˆ… 𝑝 π‘‹π‘‘βˆ’π‘ + πœ€π‘‘ (2.15)
dengan : 𝑋𝑑 : nilai variabel pada waktu ke-t
π‘‹π‘‘βˆ’1, π‘‹π‘‘βˆ’2, …, π‘‹π‘‘βˆ’π‘ : nilai masa lalu dari time series yang bersangkutan pada
waktu 𝑑 βˆ’ 1, 𝑑 βˆ’ 2, . . , 𝑑 βˆ’ 𝑝
βˆ…π‘– : koefisien regresi, i:1, 2, 3, ..., p
πœ€π‘‘ : nilai error pada waktu ke-t
𝑝 : orde AR
Persamaan (2.15) dapat ditulis dengan menggunakan operator B (backshift):
𝑋𝑑 = βˆ…1 𝐡𝑋𝑑 + βˆ…2 𝐡2
𝑋𝑑 + β‹―+ βˆ… 𝑝 𝐡 𝑝
𝑋𝑑 + πœ€π‘‘ (2.16)
12
Dengan mengalikan kedua ruas pada persamaan (2.15) dengan 𝑋𝑑+π‘˜ dan
berdasarkan rumus (2.9) maka diperoleh:
π›Ύπ‘˜ = βˆ…1 π›Ύπ‘˜βˆ’1 + π›Ύπ‘˜βˆ’2 + β‹―+ βˆ… 𝑝 π›Ύπ‘˜βˆ’π‘ + πœŽπ‘Ž
2
(2.17)
Karena π›Ύπ‘˜βˆ’1 = π›Ύπ‘˜ dan 𝛾0 = πœŽπ‘§
2
, maka untuk k=0 diperoleh
πœŽπ‘§
2
=
𝜎 π‘Ž
2
1βˆ’πœŒ1βˆ…1βˆ’πœŒ2βˆ…2βˆ’β‹―βˆ’πœŒ π‘βˆ… 𝑝
(2.18)
yang merupakan variansi dari autoregresif.
Proses AR (p) terjadi jika terdapat parameter βˆ…1, βˆ…2, … , βˆ… 𝑝 yang bernilai
tidak nol (berbeda secara signifikan dengan nol), sedangkan βˆ… π‘˜ = 0 (tidak
berbeda secara nyata dengan nol) untuk k > p.
Dalam praktik, dua kasus yang paling sering dihadapi adalah apabila p = 1
dan p = 2, yaitu AR(1) dan AR(2) atau ARIMA(0,0,1) atau ARIMA(0,0,2).
o Autoregressive Orde 1, AR (1) atau ARIMA (1,0,0)
Suatu proses { 𝑋𝑑} dikatakan mengikuti model autoregresive orde 1 jika
memenuhi (Wei, 1989:33):
(1 βˆ’ βˆ…1 𝐡) 𝑋𝑑 = πœ€π‘‘ atau 𝑋𝑑 = βˆ…1 π‘‹π‘‘βˆ’1 + πœ€π‘‘
Karena πœ€π‘‘ independen dengan π‘‹π‘‘βˆ’1, maka variansinya adalah
π‘‰π‘Žπ‘Ÿ( 𝑋𝑑) = βˆ…2
π‘‰π‘Žπ‘Ÿ( π‘‹π‘‘βˆ’1) + π‘‰π‘Žπ‘Ÿ( πœ€π‘‘)
πœŽπ‘§
2
= βˆ…2
πœŽπ‘§
2
+ πœŽπ‘Ž
2
Atau (1 βˆ’ βˆ…2) πœŽπ‘§
2
= πœŽπ‘Ž
2
dan supaya πœŽπ‘§
2
berhingga dan tidak negatif, maka
haruslah βˆ’1 < βˆ… < 1. Ketaksamaan inilah yang merupakan syarat agar runtun
wakunya stasioner.
Dengan mengambil nilai harapan dari persamaan umum AR(1) diatas,
maka diperoleh
13
𝐸( 𝑋𝑑) = βˆ…1 𝐸( π‘‹π‘‘βˆ’1) + 𝐸(πœ€π‘‘)
Fungsi autokorelasinya adalah 𝜌 π‘˜ = βˆ…1 𝜌 π‘˜βˆ’1, π‘˜ β‰₯ 1 yang menjamin bahwa
πœ€π‘‘ dan π‘‹π‘‘βˆ’1 independen. Persamaan tersebut merupakan persamaan diferensi
derajat satu yang mempunyai penyelesaian
𝜌 π‘˜ = βˆ… π‘˜
𝜌0 dan untuk π‘˜ β‰₯ 1 maka 𝜌 π‘˜ = βˆ… π‘˜
Fungsi autokorelasi parsial dari AR(1) adalah βˆ…11 = 𝜌1 = βˆ… untuk k = 1 dan
untuk k > 1, maka βˆ… π‘˜π‘˜ = 0.
o Model autoregreresif tingkat kedua (AR(2))
𝑋𝑑 = βˆ…1 π‘‹π‘‘βˆ’1 + βˆ…2 π‘‹π‘‘βˆ’2 + πœ€π‘‘
Dengan mengambil ekspektasi dari persamaan diatas, maka diperoleh:
𝐸(𝑋𝑑) = βˆ…1 𝐸(π‘‹π‘‘βˆ’1) + βˆ…2 𝐸(π‘‹π‘‘βˆ’2) + 𝐸(πœ€π‘‘)
πœ‡ = βˆ…1 πœ‡ + βˆ…2 πœ‡
Untuk stasioneritas dapat disimpulkan bahwa πœ‡ = 0. Dengan mengalikan
persamaa umum AR(2) diatas π‘‹π‘‘βˆ’π‘˜ dan mengambil ekspektasinya diperoleh untuk
k = 0.
πœŽπ‘§
2
= βˆ…1 𝛾1 + βˆ…2 𝛾2 + πœŽπ‘Ž
2
atau πœŽπ‘§
2(βˆ…1 𝜌1 + βˆ…2 𝜌2) = πœŽπ‘Ž
2
, dan untuk
π‘˜ β‰₯ 1, maka π›Ύπ‘˜ = βˆ…1 π›Ύπ‘˜βˆ’1 + βˆ…2 π›Ύπ‘˜βˆ’2 atau 𝜌 π‘˜ = βˆ…1 𝜌 π‘˜βˆ’1 + πœŒπ›Ύπ‘˜βˆ’2 yang merupakan
persamaan diferensi derajat dua yang dapat diselesaikan. Tetapi dalam praktik
akan lebih mudah jika dimulai dengan:
𝜌0 = 1 , 𝜌1 = βˆ…1 + βˆ…2 𝜌1 atau 𝜌1 =
βˆ…1
1βˆ’βˆ…2
𝜌2 =
βˆ…1
2
1βˆ’βˆ…2
+ βˆ…2
14
Dengan menstabilkan persamaan diatas pada persamaan variansinya, maka
diperoleh πœŽπ‘§
2
(
1βˆ’βˆ…1
2
1βˆ’βˆ…2
βˆ’ βˆ…2 (
βˆ…1
2
1βˆ’βˆ…2
+ βˆ…2)) = πœŽπ‘Ž
2
atau πœŽπ‘§
2
=
(1βˆ’βˆ…2)𝜎 π‘Ž
2
(1βˆ’βˆ…2)(1βˆ’βˆ…1βˆ’βˆ…2 )((1βˆ’βˆ…2+βˆ…1))
agar faktor dalam penyebut positif, maka haruslah
|βˆ…2| < 1
βˆ…2 + βˆ…1 < 1 yang merupakan syarat daerah stasioner
βˆ…2 βˆ’ βˆ…1 < 1 .
2. Model Moving Average (MA)
Proses Moving Average adalah proses yang mengatakan bahwa nilai deret
berkala pada waktu t dipengaruhi oleh unsur kesalahan. Pada saat ini dan mungkin
unsur kesalahan terbobot pada masa lalu.
Bentuk umum suatu model moving average ordr q dinotasikan MA (q)
didefinisikan sebagai (Aswi dan Sukarna, 2006:55):
𝑋𝑑 = πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 πœ€π‘‘βˆ’1 βˆ’ πœƒ2 πœ€π‘‘βˆ’2 βˆ’ β‹―βˆ’ πœƒπ‘ž πœ€π‘‘βˆ’π‘ž ∢ πœ€π‘‘~𝑁(0, πœŽπ‘‘
2
) (2.19)
Dengan,
𝑋𝑑 : nilai variabel pada waktu ke-t
πœ€π‘‘, πœ€π‘‘βˆ’1 , πœ€π‘‘βˆ’2, . . , πœ€π‘‘βˆ’π‘ž : nilai-nilai dari error pada waktu t, t-1, t-2,..., t-q dan πœ€π‘‘
diasumsikan white noise dan normal.
πœƒπ‘– : koefisien regresi, i:1, 2, 3, ..., q
πœ€π‘‘ : nilai error pada waktu ke-t
π‘ž : orde MA
Persamaan diatas dapat ditulis menggunakan operator backshift (B),
menjadi:
15
𝑍𝑑 = πœƒ( 𝐡) πœ€π‘‘ dengan πœƒ( 𝐡) = 1 βˆ’ πœƒ1 𝐡 βˆ’ πœƒ2 𝐡 βˆ’ β‹―βˆ’ πœƒπ‘ž 𝐡 π‘ž
merupakan operator
MA (q).
Fungsi autokovariansi dari proses moving average orde q
π›Ύπ‘˜ = 𝐸(𝑋𝑑, π‘‹π‘‘βˆ’1)
π›Ύπ‘˜ = 𝐸[(πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 πœ€π‘‘βˆ’1 βˆ’ πœƒ2 πœ€π‘‘βˆ’2 βˆ’ β‹―βˆ’ πœƒπ‘ž πœ€π‘‘βˆ’π‘ž ) Γ— (πœ€π‘‘βˆ’π‘˜ βˆ’ πœƒ1 πœ€π‘‘βˆ’π‘˜βˆ’1 βˆ’ πœƒ2 πœ€π‘‘βˆ’π‘˜βˆ’2
βˆ’ β‹―βˆ’ πœƒπ‘ž πœ€π‘‘βˆ’π‘˜βˆ’π‘ž )]
Oleh karena itu, variansi dari proses ini adalah
𝛾0 = (1 + πœƒ1
2
+ πœƒ2
2
+ β‹― + πœƒπ‘ž
2
)πœŽπ‘Ž
2
,
dan
π›Ύπ‘˜ = {
(βˆ’πœƒπ‘˜+πœƒ1 πœƒπ‘˜+1 + πœƒ2 πœƒπ‘˜+2 + β‹― + πœƒπ‘žβˆ’π‘˜ πœƒπ‘ž )πœŽπ‘Ž
2
π‘˜ = 1,2,… , π‘ž
0 π‘˜ > π‘ž
(2.20)
Jadi fungsi autokorelasinya dari prose MA(q) adalah
𝜌 π‘˜ = {
(βˆ’πœƒ π‘˜ +πœƒ1 πœƒ π‘˜+1+πœƒ2 πœƒ π‘˜+2+β‹―+πœƒ π‘žβˆ’π‘˜ πœƒ π‘ž ) 𝜎 π‘Ž
2
(1+πœƒ1
2
+πœƒ2
2
+β‹―+πœƒ π‘ž
2
)
π‘˜ = 1,2, … , π‘ž
0 π‘˜ > π‘ž
(2.21)
Karena 1 + πœƒ1
2
+ πœƒ2
2
+ β‹― + πœƒπ‘ž
2
< ∞, proses moving average berhingga
slalu stasioner. Proses moving average invertible jika akar-akar dari πœƒπ‘ž ( 𝐡) = 0
berada diluar lingkaran satuan.
Secara umum, orde MA yang sering digunakan dalam analisis time series
adalah π‘ž = 1 atau π‘ž = 2, yaitu 𝑀𝐴 (1) dan 𝑀𝐴 (2). Sehingga Moving Average
MA (1) adalah (Wei, 1989:47):
𝑋𝑑 = (1 βˆ’ πœƒ1 𝐡) πœ€π‘‘
𝑋𝑑 = πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 π΅πœ€π‘‘
𝑋𝑑 = πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 πœ€π‘‘βˆ’1
16
Rata-rata (𝑋𝑑) adalah πœ‡ = 0, dan untuk semua k.
𝐸( 𝑋𝑑) = 𝐸( πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 πœ€π‘‘βˆ’1 ) = 0
Variansi (𝑋𝑑)
𝛾0 = π‘£π‘Žπ‘Ÿ ( 𝑋𝑑) = π‘£π‘Žπ‘Ÿ( πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 πœ€π‘‘βˆ’1 )
= π‘£π‘Žπ‘Ÿ( πœ€π‘‘) + πœƒ1
2
π‘£π‘Žπ‘Ÿπœ€π‘‘βˆ’1
= πœŽπ‘Ž
2
+ πœƒ1
2
πœŽπ‘Ž
2
= πœŽπ‘Ž
2(1 + πœƒ1
2)
Moving Average orde 2, MA (2) atau ARIMA (0,0,2)
𝑋𝑑 = (1 βˆ’ πœƒ1 𝐡 βˆ’ πœƒ2 𝐡2) πœ€π‘‘
𝑋𝑑 = πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 π΅πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ2 𝐡2
πœ€π‘‘
𝑋𝑑 = πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 πœ€π‘‘βˆ’1 βˆ’ πœƒ2 πœ€π‘‘βˆ’2
Sebagai model moving average orde berhingga, proses MA(2) selalu stasioner.
3. Model campuran AR(p) dan MA (q) / ARMA (p,q)
Unsur dasar dari model AR dan MA dapat dikombinasikan untuk
menghasilkan berbagai macam model yang merupakan gabungan kedua model
Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA). Bentuk umum dari
Autoregressive (AR) dengan Moving Average (MA) yang dinotasikan ARMA
(p,q) adalah sebagai berikut (Soejoeti, 1989):
𝑋𝑑 = βˆ…1 π‘‹π‘‘βˆ’1 + β‹―+ βˆ… 𝑝 π‘‹π‘‘βˆ’π‘ + πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 πœ€π‘‘βˆ’1 βˆ’ πœƒ2 πœ€π‘‘βˆ’2 βˆ’ β‹― βˆ’ πœƒπ‘ž πœ€π‘‘βˆ’π‘ž (2.22)
model ini dapat ditulis dalam bentuk:
βˆ… 𝑝( 𝐡) 𝑋𝑑 = πœƒπ‘ž( 𝐡) πœ€π‘‘ untuk stasioneritas memerlukan akar-akar βˆ…( 𝐡) = 0 terletak
diluar lingkaran satuan sedangkan untuk invertibilitas memerlukan akar-akar
17
πœƒ( 𝐡) = 0 terletak diluar lingkaran. Dengan mengambil ekspektasi persamaan
diatas, diperoleh 𝐸( 𝑋𝑑) = 0 karena βˆ…(1) β‰  0.
Model ARMA (1,1) atau ARIMA (1,0,1)
(1 βˆ’ βˆ…1 𝐡) 𝑋𝑑 = (1 βˆ’ πœƒ1 𝐡) πœ€π‘‘
𝑋𝑑 βˆ’ βˆ…1 π‘‹π‘‘βˆ’1 = πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 πœ€π‘‘βˆ’1
𝑋𝑑 = βˆ…1 π‘‹π‘‘βˆ’1 + πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 πœ€π‘‘βˆ’1
Proses ini stasioner jika βˆ’1 < βˆ…1 < 1 dan invertible jika βˆ’1 < πœƒ1 < 1.
4. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Hasil modifikasi model ARMA (p,q) dengan memasukkan operator
differencing menghasilkan persamaan model ARIMA, adanya unsur differencing
karena merupakan syarat untuk menstasionerkan data, dalam notasi operator shift
mundur, differencing dapat ditulis π‘Šπ‘‘ = (1 βˆ’ 𝐡) 𝑑
𝑋𝑑, dimana π‘Šπ‘‘ merupakan data
hasil differencing 𝑋𝑑 sebanyak d kali dan (1 βˆ’ 𝐡) 𝑑
operator differencing. Yang
dinotasikan dengan model ARIMA (p,d,q):
(1 βˆ’ βˆ…1 𝐡 βˆ’ β‹―βˆ’ βˆ… 𝑝 𝐡 𝑝
)(1 βˆ’ 𝐡) 𝑑
𝑋𝑑 = (1 βˆ’ πœƒ1 𝐡 βˆ’ β‹― βˆ’ πœƒπ‘ž 𝐡 π‘ž
)πœ€π‘‘
βˆ… 𝑝( 𝐡)(1βˆ’ 𝐡) 𝑑
𝑋𝑑 = πœƒπ‘ž (𝐡)πœ€π‘‘ (2.23)
dimana : βˆ… 𝑝( 𝐡) = 1 βˆ’ βˆ…1 𝐡 βˆ’ β‹―βˆ’ βˆ… 𝑝 𝐡 𝑝
(untuk AR (p))
πœƒπ‘ž ( 𝐡) = 1 βˆ’ πœƒ1 𝐡 βˆ’ β‹― βˆ’ πœƒπ‘ž 𝐡 π‘ž
(untuk MA (q))
Dengan 𝑋̇ 𝑑 = 𝑋𝑑 βˆ’ πœ‡
𝑝 : orde dari AR
π‘ž : orde dari MA
βˆ… 𝑝 : koefisien orde p
18
πœƒπ‘ž : koefisien orde q
𝐡 : backward shift
(1 βˆ’ 𝐡) 𝑑
: orde differencing non musiman
𝑋𝑑 : besarnya pengamatan (kejadian) pada waktu ke-t
πœ€π‘‘ : suatu proses white noise atau galatnpada waktu ke-t yang
diasumsikan mempunyai mean 0 dan variansi konstan πœŽπ‘Ž
2
G. Prosedur Pembentukan Model ARIMA
Metode ARIMA berbeda dengan metode peramalan lain karena metode ini
tidak menyaratkan suatu pola data tertentu, sehingga model dapat dipakai untuk
semua tipe pola data. Metode ARIMA akan bekerja baik jika data dalam time
series yang digunakan bersifat dependen atau berhubungan satu sama lain secara
statistik. Secara umum, model ARIMA ditulis dengan ARIMA (p,d,q) yang
artinya model ARIMA dengan derajat AR (p), derajat pembeda d, dan derajat MA
(q). Langkah-langkah pembentukan model secara iteratif adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi Model
Hal pertama yang dilakukan pada tahap ini adalah apakah time series
bersifat stasioner atau nonstasioner dan bahwa aspek-aspek AR dan MA dari
model ARIMA hanya berkenaan dengan time series yang stasioner (Makridakis,
1995: 381). Kestasioneran suatu time series dapat dilihat dari plot ACF yaitu
koefisien autokorelasinya menurun menuju nol dengan cepat, biasanya setelah lag
ke-2 atau ke-3. Bila data tidak stasioner maka dapat dilakukan pembedaan atau
19
differencing, orde pembedaan sampai deret menjadi stasioner dapat digunakan
untuk menentukan niali d pada ARIMA (p,d,q).
Model AR dan MA dari suatu time series dapat dilakukan dengan melihat
garfik ACF dan PACF.
a. Jika terdapat lag autokorelasi sebanyak q yang berbeda dari nol secara
signifikan maka prosesnya adalah MA (q).
b. Jika terdapat lag autokorelasi parsial sebanyak p yang berbeda dari nol secara
signifi kan maka prosesnya adalah AR (p). Secara umum jika terdapat lag
autokorelasi parsial sebanyak p yang berbeda dari nol secara signifikan,
terdapat lag autokorelasi sebanyak q yang bebeda dari nol secara signifikan
dan d pembedaan maka prosesnya adalah ARIMA (p,d,q).
2. Estimasi Parameter
Ada dua cara yang mendasar untuk mendapatkan parameter-parameter
tersebut:
1) Dengan cara mencoba-coba (trial and error), menguji beberapa nilai yang
berbeda dan memilih satu nilai tersebut (atau sekumpulan nilai, apabila
terdapat lebih dari satu parameter yang akan ditaksir) yang
meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa ( sum of squared residual ).
2) Perbaikan secara iteratif, memilih taksiran awal dan kemudian
membiarkan program komputer memperhalus penaksiran tersebut secara
iteratif.
20
3. Pemeriksaan Diagnostik
Setelah berhasil megestimasi nilai-nilai parameter dari model ARIMA
yang ditetapkan sementara, selanjutnya perlu dilakukan pemeriksaan
diagnostik untuk membuktikan bahwa model tersebut cukup memadai dan
menentukan model mana yang terbaik digunakan untuk peramalan
(Makridakis, 1999: 411). Pemeriksaan diagnostik ini dapat dilakukan dengan
mengamati apakah residual dari model terestimasi merupakan proses white
noise atau tidak.
Model dikatakan baik jika nilai error bersifat random, artinya sudah tidak
mempunyai pola tertentu lagi. Dengan kata lain model yang diperoleh dapat
menangkap dengan baik pola data yang ada. Statistik uji Q Box- Pierce dapat
digunakan untuk menguji kelayakan model, yaitu dengan menguji apakah
sekumpulan korelasi diri untuk nilai sisa tersebut tidak nol. Statistik uji Q Box-
Pierce menyebar mengikuti sebaran π‘₯2
dengan derajat bebas (π‘š βˆ’ 𝑝 βˆ’ π‘ž),
dimana m adalah maksimum yang diamati, p adalah ordo AR, dan q adalah ordo
MA. Jika nilai Q lebih besar dari nilai π‘₯2
(π‘š βˆ’ 𝑝 βˆ’ π‘ž) untuk tingkat kepercayaan
tertentu atau nilai peluang statistik Q lebih kecil dari taraf nyata 𝛼, maka dapat
disimpulkan bahwa model tidak layak. Persamaan statistik Uji Box dan Pierce
menurut Makridakis (1995) adalah:
𝑄 = (𝑁 βˆ’ 𝑑)βˆ‘ π‘Ÿ π‘˜
2π‘š
π‘˜=1 (2.24)
dengan :
π‘Ÿ π‘˜
2
= nilai korelasi diri pada lag ke-k
N = banyaknya amatan pada data awal
21
d = ordo pembedaan
m = lag maksimal
4. Pemilihan Model Terbaik
Dalam suatu proses analisis time series menghasilkan beberapa model
yang dapat mewakili keadaan data. Untuk itu perlu dilakukan pemilihan model
yang terbaik. pemilihan model terbaik yang tepat didasarkan pada kriteria
perhitungan model residu yang sesuai atau berdasarkan kesalahan peramalan
yaitu:
a. Akaike’s Information Criterion (AIC)
Semakin kecil nilai AIC semakin baik model itu untuk dipilih. Model
terbaik adalah model yang memiliki nilai AIC terkecil (Wei, 1989)
𝐴𝐼𝐢 = ln( 𝑀𝑆𝐸)+ 2 βˆ— 𝐾/𝑁 (2.25)
b. Schwartz Bayesian Criterion (SBC)
Schwartz Bayesian Criterion (SBC) adalah kriteria pemilihan model yang
berdasarkan pada nilai yang terkecil. Kriteria tersebut dirumuskan sebagai berikut:
𝑆𝐡𝐢 = ln( 𝑀𝑆𝐸) + [ 𝐾 βˆ— log( 𝑁)]/𝑁 (2.26)
dimana :
MSE = Mean Square error
K = banyaknya parameter, yaitu (𝑝 + π‘ž + 1)
𝑁 = banyaknya data pengamatan
22
Sedangkan kriteria yang digunakan dalam pemilihan model terbaik
berdasarkan kesalahan peramalan yaitu:
a. Mean Square Error (MSE)
𝑀𝑆𝐸 =
1
𝑁
βˆ‘ ( π‘₯ 𝑑 βˆ’ π‘₯Μ‚ 𝑑)2𝑁
𝑑=1 (2.27)
dimana :
N = Jumlah Sampel
π‘₯ 𝑑 = Nilai Aktual Indeks
π‘₯Μ‚ 𝑑 = Nilai Prediksi Indeks
(Aswi dan Sukarna, 2006:130)
b. Mean Absolut Percentage Error (MAPE)
MAPE=
βˆ‘ [
(Xt -𝑋̂ 𝑑)
𝑋t
]T
t=1
T
Γ—100% (2.28)
dimana :
T = banyaknya periode peramalan
𝑋𝑑 = nilai sebenarnya pada waktu ke-t
𝑋̂ 𝑑 = nilai dugaan pada waktu ke-t
(Aswi dan Sukarna, 2006:130)
Pada pemilihan metode terbaik (metode yang paling sesuai) yang
digunakan untuk meramalkan suatu data dapat dipertimbangkan dengan
meminimumkan kesalahan (error) yang mempunyai ukuran kesalahan model
terkecil.
23
5. Peramalan
Langkah terakhir adalah memprediksi nilai untuk periode selanjutnya dari
model terbaik. Jika data semula sudah melalui transformasi, peramalan yang kita
dapat harus dikembalikan ke bentuk semula. Prediksi suatu data baik dilakukan
untuk jangka waktu yang singkat sedangkan prediksi untuk jangka waktu yang
panjang hanya diperlukan untuk melihat kecenderungan (trend) pada dasarnya
prediksi untuk jangka waktu yang panjang kurang baik untuk dilakukan sebab bila
kita meramalkan jauh kedepan tidak akan diperoleh nilai empiris untuk residual
setelah beberapa waktu, sehingga hal tersebut menyebabkan nilai harapan residual
seluruhnya bernilai nol dan angka prediksi menjad kurang akurat.
H. Heteroskedastisitas (Heteroscedasticity)
Faktor error pada suatu model regresi biasanya memiliki masalah atas
pelanggaran asumsi-asumsi pada residual. Suatu keadaan dikatakan
heteroskedastisitas, apabila suatu data memiliki variansi error yang tidak
konstan untuk setiap observasi atau dengan kata lain melanggar asumsi
π‘‰π‘Žπ‘Ÿ πœ€π‘‘ = 𝜎2
. Jika error pada suatu model mengandung masalah
heteroskedastisitas, maka akibatnya estimator yang dihasilkan tetap konsisten,
tetapi tidak lagi efisien karena ada estimator lain yang memilki variansi lebih kecil
daripada estimator yang memiliki residual yang bersifat heteroskedastisitas.
Volatilitas adalah pengukuran statistik variansi harga suatu instrumen,
volatilitas return ditunjukan dengan variansi atau standar deviasi return. Beberapa
24
metode yang berbeda dalam melakukan pengukuran volatilitas, masing-masing
memiliki karakter tertentu.
Dalam melakukan forecasting, volatilitas umumnya diasumsikan konstan
dari waktu ke waktu disebut homoskedastisitas. Akan tetapi, volatilitas tidak
selalu konstan dari waktu ke waktu yang disebut heteroskedastisitas.
Ada kalanya pemodelan ekonometrik asumsi varians dari error
term atau faktor pengganggu yang konstan menjadi tidak masuk akal, hal ini
disebabkan sangat mungkin terjadi kejadian dimana varians dari
error term tidak konstan terhadap waktu, hal tersebut ditunjukkan oleh
volatility clustering yang terjadi pada data time series keuangan, dimana adanya
kecenderungan volatilitas yang tinggi pada suatu periode diikuti dengan volatilitas
yang tinggi pada periode berikutnya, demikian juga berlaku sebaliknya.
Peramalan dengan menggunakan asumsi volatilitas yang konstan terhadap
waktu biasanya dilakukan dengan menggunakan perhitungan standar deviasi
biasa, sedangkan untuk melakukan peramalan terhadap volatilitas yang tidak
konstan terhadap waktu telah dikembangkan banyak metode seperti model ARCH
dan kemudian dikembangkan lagi menjadi GARCH.
I. Model Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH)
Model yang dapat digunakan untuk mengatasi variansi error yang
tidak konstan dalam data time series finansial adalah model Autoregressive
Conditional Heteroscedasticity (ARCH) yang diperkenalkan pertama kali oleh
25
Engle pada tahun 1982. Pada model ARCH variansi error sangat dipengaruhi
oleh error di periode sebelumnya πœ€π‘‘βˆ’1
2
(wei, 2006:368).
Bentuk Umum Model Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH)
Ide pokok model ARCH adalah error (πœ€π‘‘) dari asset return tidak
berkorelasi secara parsial, tetapi dependen dan keterikatan πœ€π‘‘dapat dijelaskan oleh
fungsi kuadratik sederhana (Tsay, 2005: 115). Model ARCH ini, merupakan
model variansi dan model yang digunakan untuk peramalan ialah model mean
terbaik yang diestimasi secara bersama-sama dengan model variansi untuk
memperoleh dugaan parameternya. Model mean yang digunakan dapat berupa
model-model ARIMA (Hamilton, 1994: 656).
Menurut Tsay (2005: 116), lebih spesifikasi lagi, suatu model ARCH
orde diasumsikan bahwa
πœ€π‘‘ = πœŽπ‘‘ 𝑋𝑑
πœŽπ‘‘
2
= 𝛼0 + 𝛼1 πœ€π‘‘βˆ’1
2
+ 𝛼2 πœ€π‘‘βˆ’2
2
+ β‹― + 𝛼 𝑝 πœ€π‘‘βˆ’π‘
2
(2.29)
Dengan 𝑋𝑑~𝑖. 𝑖. 𝑑 𝑁( πœ‡, 𝜎2), 𝛼0 > 0, π‘‘π‘Žπ‘› 𝛼𝑖 β‰₯ 0 π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ 𝑖 > 0. Pada
kenyataannya 𝑋𝑑 sering diasumsikan mengikuti distribusi normal baku, maka
model ARCH dapat dicirikan dengan
πœ€π‘‘ = πœŽΜ…π‘‘
2
𝑋𝑑 dengan πœŽπ‘‘
2
untuk menotasikan variansi bersyarat dalam persamaan
(2.29). Model variansi yang memenuhi persamaan ARCH (p) adalah model
variansi yang menghubungkan antara variansi error pada waktu ke-t dengan
kuadrat error pada waktu sebelumnya.
J. Pengujian Efek ARCH
26
Pada model ARIMA asumsi ragam dari sisaan harus konstan dimana
π‘‰π‘Žπ‘Ÿ( πœ€π‘‘) = 𝜎2
. Jika terjadi pelanggaran dari asumsi tersebut dimana ragam
sisaan tidak konstan yaitu π‘‰π‘Žπ‘Ÿ( πœ€π‘‘) = πœŽπ‘‘
2
maka model tersebut masih
mengandung masalah heteroskedasitisitas sehingga perlu pemodelan ragam
sisaan dengan GARCH untuk menyelesaikannya. Keberadaan heteroskedastisitas
dapat dideteksi dengan uji LM yaitu:
𝐿𝑀 = 𝑁𝑅2
(2.30)
dengan 𝑅2
=
βˆ‘ ( π‘₯Μ‚π‘–βˆ’π‘₯Μ…)2𝑛
𝑖=1
βˆ‘ ( π‘₯ π‘–βˆ’π‘₯Μ…)2𝑛
𝑖=1
Jika 𝐿𝑀 > 𝑋 π‘Ž
2
maka π‘‰π‘Žπ‘Ÿ( πœ€π‘‘) = πœŽπ‘‘
2
yang berarti masih ada
heteroskedastsitas dimana N adalah banyaknya data, a adalah banyaknya data
periode sebelumnya yang memengaruhi data sekarang dan 𝑅2
= besarnya
kombinasi keragaman yang dapat dijelaskan data deret waktu sebelumnya.
Lagrange Multiplier mengikuti sebaran 𝑋2
dengan derajat bebas sebesar q
(banyaknya periode waktu sebelumnya yang mempengaruhi data sekarang).
K. Model Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity
(GARCH)
Model Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity
(GARCH) dikembangkan oleh Bollerslev (1986) yang merupakan
pengembangan dari model ARCH. Model ini dibangun untuk menghindari ordo
yang terlalu tinggi pada model ARCH dengan berdasar pada prinsip
27
parsimoni atau memilih model yang lebih sederhana, sehingga akan menjamin
variansinya selalu positif (Enders, 1995: 147).
Menurut (Tsay, 2005: 132) πœ€π‘‘ = 𝑋𝑑 βˆ’ πœ‡ 𝑑, πœ€π‘‘ dikatakan mengikuti model
GARCH (p,q) jika
πœŽπ‘‘
2
= 𝛼0 + 𝛼1 πœ€π‘‘βˆ’1
2
+ β‹―+ 𝛼 𝑝 πœ€π‘‘βˆ’π‘
2
+ 𝛽1 πœŽπ‘‘βˆ’1
2
+ β‹―+ 𝛽 π‘ž πœŽπ‘‘βˆ’π‘ž
2
= 𝛼0 + βˆ‘ 𝛼𝑖 πœ€π‘‘βˆ’π‘–
2𝑝
𝑖=1 + βˆ‘ 𝛽𝑗 πœŽπ‘‘βˆ’π‘—
2π‘ž
𝑖=1 (2.31)
πœ€π‘‘ = πœŽπ‘‘ 𝑋𝑑
Dengan, πœŽπ‘‘
2
= variansi dari residual pada waktu t
𝛼0 = komponen konstanta
𝛼𝑖 = parameter dari ARCH
πœ€π‘‘βˆ’1
2
= kuadrat dari residual pada waktu t-i
𝛽𝑗 = parameter dari GARCH
πœŽπ‘‘βˆ’π‘—
2
= variansi dari residual pada saat t-j
Dengan 𝑋𝑑~𝑖. 𝑖. 𝑑 𝑁(0,1), 𝛼0 > 0, 𝛼𝑖 β‰₯ 0, 𝑖 = 1,2, … , 𝑝, 𝛽𝑗 β‰₯ 0, 𝑗 =
1,2, … , π‘ž: 0 < 𝛼𝑖 + 𝛽𝑗 < 1. Persamaan variansi yang memenuhi persamaan
GARCH (p,q) menghubungkan antara variansi residual pada waktu ke-t
dengan variansi residual pada waktu sebelumnya.
Jika persamaan (2.31) ditulis ke dalam operator B (backshift) maka didapat
πœŽπ‘‘
2
= 𝛼0 + 𝛼( 𝐡) πœ€π‘‘
2
+ 𝛽( 𝐡) πœŽπ‘‘
2
(2.32)
Dengan
𝐡𝑋𝑑, 𝑑 ∈ β„€ = π‘‹π‘‘βˆ’1, 𝑑 ∈ β„€
𝛽( 𝐡) = 𝛽1( 𝐡) + 𝛽2( 𝐡)2
+ β‹― + 𝛽 π‘ž ( 𝐡) π‘ž
28
𝛽( 𝐡) 𝑋𝑑, 𝑑 ∈ β„€ = 𝛽1 π‘‹π‘‘βˆ’1 + 𝛽2 π‘‹π‘‘βˆ’2 + β‹― + 𝛽 π‘ž π‘‹π‘‘βˆ’π‘ž , 𝑑 ∈ β„€
𝛼( 𝐡) = 𝛼1( 𝐡)+ 𝛼2( 𝐡)2
+ β‹― + 𝛼 𝑝(𝐡) π‘ž
𝛼( 𝐡) 𝑋𝑑, 𝑑 ∈ β„€ = 𝛼1 π‘‹π‘‘βˆ’1 + 𝛼2 π‘‹π‘‘βˆ’2 + β‹―+ 𝛼 𝑝 π‘‹π‘‘βˆ’π‘, 𝑑 ∈ β„€
Model GARCH (1,1)
Model GARCH yang paling sederhana tetapi paling sering digunakan adalah
Model GARCH (1,1). Model GARCH (1,1) secara umum dinyatakan sebagai
berikut (Bollerslev, 1986: 311):
πœŽπ‘‘
2
= 𝛼0 + 𝛼1 πœ€π‘‘βˆ’1
2
+ 𝛽1 πœŽπ‘‘βˆ’1
2
(2.33)
Dengan, 𝛼0 > 0, 𝛼1 β‰₯ 0 π‘‘π‘Žπ‘› 𝛽1 β‰₯ 0
πœŽπ‘‘
2
= variansi dari residual pada waktu t
𝛼0 = komponen konstanta
𝛼1 = parameter dari ARCH
πœ€π‘‘βˆ’1
2
= kuadrat dari residual pada waktu t-i
𝛽1 = parameter dari GARCH
πœŽπ‘‘βˆ’π‘—
2
= variansi dari residual pada saat t-j
Estimasi Parameter Model Garch
Setelah model diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah estimasi
parameter. Model regresi umum dengan kesalahan autokorelasi dan model
GARCH untuk variansi bersyarat adalah sebagai berikut (Wei, 2006:373)
π‘Œπ‘‘ = 𝑋𝑑
β€²
𝑏 + πœ€π‘‘ (2.34)
Dengan
29
πœ€π‘‘ = πœ‘1 πœ€π‘‘βˆ’1 + β‹― + πœ‘ 𝑝 πœ–π‘‘βˆ’π‘ + 𝑛𝑑
𝑛𝑑 = πœŽπ‘‘ πœ€π‘‘
πœŽπ‘‘
2
= 𝛼0 + 𝛼1 π‘›π‘‘βˆ’1
2
+ β‹―+ 𝛼 𝑝 π‘›π‘‘βˆ’π‘
2
+ 𝛽1 πœŽπ‘‘βˆ’1
2
+ β‹― + 𝛽 π‘ž πœŽπ‘‘βˆ’π‘ž
2
Dan πœ€π‘‘ adalah 𝑖. 𝑖. 𝑑 𝑁 (0,1) dan tidak tergantung dari keadaan masa
lalu dari π‘›π‘‘βˆ’π‘. Estimasi parameter dari model GARCH dengan menggunakan
Maksimum Likelihood Estimation. Persamaan (2.34) dapat ditulis kembali
menjadi
π‘Œπ‘‘ = 𝑋𝑑
β€²
𝑏 +
1
1βˆ’πœ‘1 π΅βˆ’β‹―βˆ’πœ‘ 𝑝 𝐡 𝑝 𝑛𝑑 (2.35)
Menduga kemungkinan
Dalam prakteknya, pendekatan yang paling banyak digunakan untuk
pengepasan model GARCH pada data adalah maximum likelihood. Dengan
menganggap pada pengepasan model ARCH (1) dan GARCH (1,1) sebagai
pengepasan umum dari model ARCH (p) dan GARCH (p, q), model akan lebih
sederhana.
Untuk model ARCH (1) dan GARCH (1,1) anggap mempunyai total
dari n+1 data nilai 𝑋0, 𝑋1,… , 𝑋 𝑛. Berdasarkan hal tersebut, fungsi kepekatan
bersama dari peubah acak yang sesuai dapat ditulis seperti (McNeil, 2005:150):
𝑓π‘₯0, …, π‘₯ 𝑛( π‘₯0,… , π‘₯ 𝑛) = 𝑓π‘₯0(π‘₯0)∏ 𝑓π‘₯ 𝑑|π‘₯ π‘‘βˆ’1,… , π‘₯0(π‘₯ 𝑑|π‘‹π‘‘βˆ’1, … , π‘₯0)𝑛
𝑑=1
Model GARCH (p,q) dianggap meniliki 𝑛 + 𝑝 nilai data yang berlabel
π‘‹βˆ’π‘+1, …, 𝑋0, 𝑋1,… , 𝑋 𝑛. Evaluasi peluang bersyarat dinilai teramati dengan
30
π‘‹βˆ’π‘+1, …, 𝑋0 serta nilai tak teramati dari πœŽβˆ’π‘+1, …, 𝜎0. Sehingga peluang besyarat
menjadi (McNeil, 2005:151):
𝐿(𝜎2
; 𝑋)∏
1
πœŽπ‘‘
𝑔(
π‘‹π‘‘βˆ’πœ‡ 𝑑
πœŽπ‘‘
)𝑛
𝑑=1 (2.36)
Dimana πœŽπ‘‘ mengikuti spesifikasi GARCH dan πœ‡ 𝑑 mengkuti spesifikasi ARIMA.
L. Penelitian Terdahulu
Sudah banyak penelitian-penelitian terdahulu yang mencoba memprediksi
gerakan suatu harga saham menggunakan analisis teknikal dengan berbagai
metode. Wenty Yolanda Eliyawati, dkk (2014) melakukan penelitian mengenai
β€œPenerapan Model Garch (Generalized Autoregressive Conditional
Heteroscedasticity) untuk Menguji Pasar Modal Efisien di Indonesia
(Studi pada Harga Penutupan (Closing Price) Indeks Saham LQ 45 Periode 2009-
2011)”. Hasil penelitian menunjukkan data harga penutupan harian
saham indeks LQ 45 terdapat unsur heteroskedastisitas. Penerapan model
GARCH(1,1) menunjukkan bahwa pada data harga penutupan harian (closing
price) saham pada indeks LQ 45 periode 2009-2011, harga pada periode 3 hari
dan 4 hari sebelumnya adalah yang paling berpengaruh.
Lulik Presdita Widasari dan Nuri Wahyuningsih (2012) melakukan penelitian
mengenai β€œAplikasi Model ARCH-GARCH dalam Peramalan tingkat Inflasi”.
Hasil penelitian menunjukkan data tingkat inflasi dimodelkan dengan metode
ARIMA Box-Jenkins dan dideteksi terdapat adanya kasus heteroskedastisitas.
31
Penerapan model ARCH-GARCH dalam penelitian ini ditujukan untuk mengatasi
adanya heteroskedastisitas pada data tingkat inflasi.
Teguh santoso (2011) melakukan penelitian mengenai β€œAplikasi Model
Garch pada Data Inflasi Bahan Makanan Indonesia Periode 2005.1- 2010.6”. hasil
penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode GARCH memang
bisa mengatasi masalah heteroskedastisitas pada data time series yang mempunyai
kecenderungan volatilitas yang tinggi yang disebabkan karena residual atau error
term yang mengandung unsur heteroskedastisitas.

Mais conteΓΊdo relacionado

Mais procurados

Pendugaan Parameter
Pendugaan ParameterPendugaan Parameter
Pendugaan ParameterEko Mardianto
Β 
Analisis diskriminan (teori)
Analisis diskriminan (teori)Analisis diskriminan (teori)
Analisis diskriminan (teori)agitayuda
Β 
APG Pertemuan 5 : Inferensia Vektor Rata-rata
APG Pertemuan 5 : Inferensia Vektor Rata-rataAPG Pertemuan 5 : Inferensia Vektor Rata-rata
APG Pertemuan 5 : Inferensia Vektor Rata-rataRani Nooraeni
Β 
PENDUGAAN PARAMETER
PENDUGAAN PARAMETERPENDUGAAN PARAMETER
PENDUGAAN PARAMETERRepository Ipb
Β 
Distribusi hipergeometrik
Distribusi hipergeometrikDistribusi hipergeometrik
Distribusi hipergeometrikAniklestari1997
Β 
Pendekatan distribusi binomial ke normal
Pendekatan distribusi binomial ke normalPendekatan distribusi binomial ke normal
Pendekatan distribusi binomial ke normalAndriani Widi Astuti
Β 
Metode maximum likelihood
Metode maximum likelihoodMetode maximum likelihood
Metode maximum likelihoodririn12
Β 
Beberapa distribusi peluang kontinu
Beberapa distribusi peluang kontinuBeberapa distribusi peluang kontinu
Beberapa distribusi peluang kontinuRaden Maulana
Β 
Transformasi Peubah Acak dan Distribusinya
Transformasi Peubah Acak dan Distribusinya Transformasi Peubah Acak dan Distribusinya
Transformasi Peubah Acak dan Distribusinya State University of Medan
Β 
Aksioma peluang
Aksioma peluangAksioma peluang
Aksioma peluangikhsanguntur
Β 
STATISTIK MATEMATIKA
STATISTIK MATEMATIKASTATISTIK MATEMATIKA
STATISTIK MATEMATIKAAni_Agustina
Β 
Distribusi Seragam, Bernoulli, dan Binomial
Distribusi Seragam, Bernoulli, dan BinomialDistribusi Seragam, Bernoulli, dan Binomial
Distribusi Seragam, Bernoulli, dan BinomialSilvia_Al
Β 
Bab 2 perhitungan galat
Bab 2  perhitungan galatBab 2  perhitungan galat
Bab 2 perhitungan galatKelinci Coklat
Β 
APG Pertemuan 5 : Inferensia Vektor Rata-rata 1 Populasi
APG Pertemuan 5 : Inferensia Vektor Rata-rata 1 PopulasiAPG Pertemuan 5 : Inferensia Vektor Rata-rata 1 Populasi
APG Pertemuan 5 : Inferensia Vektor Rata-rata 1 PopulasiRani Nooraeni
Β 

Mais procurados (20)

Transformasi box-cox
Transformasi box-coxTransformasi box-cox
Transformasi box-cox
Β 
Pendugaan Parameter
Pendugaan ParameterPendugaan Parameter
Pendugaan Parameter
Β 
Analisis diskriminan (teori)
Analisis diskriminan (teori)Analisis diskriminan (teori)
Analisis diskriminan (teori)
Β 
APG Pertemuan 5 : Inferensia Vektor Rata-rata
APG Pertemuan 5 : Inferensia Vektor Rata-rataAPG Pertemuan 5 : Inferensia Vektor Rata-rata
APG Pertemuan 5 : Inferensia Vektor Rata-rata
Β 
PENDUGAAN PARAMETER
PENDUGAAN PARAMETERPENDUGAAN PARAMETER
PENDUGAAN PARAMETER
Β 
Distribusi hipergeometrik
Distribusi hipergeometrikDistribusi hipergeometrik
Distribusi hipergeometrik
Β 
Pendekatan distribusi binomial ke normal
Pendekatan distribusi binomial ke normalPendekatan distribusi binomial ke normal
Pendekatan distribusi binomial ke normal
Β 
Metode maximum likelihood
Metode maximum likelihoodMetode maximum likelihood
Metode maximum likelihood
Β 
Beberapa distribusi peluang kontinu
Beberapa distribusi peluang kontinuBeberapa distribusi peluang kontinu
Beberapa distribusi peluang kontinu
Β 
Transformasi Peubah Acak dan Distribusinya
Transformasi Peubah Acak dan Distribusinya Transformasi Peubah Acak dan Distribusinya
Transformasi Peubah Acak dan Distribusinya
Β 
Peramalan ARIMA
Peramalan ARIMAPeramalan ARIMA
Peramalan ARIMA
Β 
Syntax Macro Minitab (Elvira Dian Safire/ITS)
Syntax Macro Minitab (Elvira Dian Safire/ITS)Syntax Macro Minitab (Elvira Dian Safire/ITS)
Syntax Macro Minitab (Elvira Dian Safire/ITS)
Β 
Aksioma peluang
Aksioma peluangAksioma peluang
Aksioma peluang
Β 
STATISTIK MATEMATIKA
STATISTIK MATEMATIKASTATISTIK MATEMATIKA
STATISTIK MATEMATIKA
Β 
Akt 2-tabel-mortalitas
Akt 2-tabel-mortalitasAkt 2-tabel-mortalitas
Akt 2-tabel-mortalitas
Β 
Rantai Markov 1
Rantai Markov 1Rantai Markov 1
Rantai Markov 1
Β 
Distribusi Seragam, Bernoulli, dan Binomial
Distribusi Seragam, Bernoulli, dan BinomialDistribusi Seragam, Bernoulli, dan Binomial
Distribusi Seragam, Bernoulli, dan Binomial
Β 
Bab 2 perhitungan galat
Bab 2  perhitungan galatBab 2  perhitungan galat
Bab 2 perhitungan galat
Β 
Akt 1-pendahuluan-review-peluang
Akt 1-pendahuluan-review-peluangAkt 1-pendahuluan-review-peluang
Akt 1-pendahuluan-review-peluang
Β 
APG Pertemuan 5 : Inferensia Vektor Rata-rata 1 Populasi
APG Pertemuan 5 : Inferensia Vektor Rata-rata 1 PopulasiAPG Pertemuan 5 : Inferensia Vektor Rata-rata 1 Populasi
APG Pertemuan 5 : Inferensia Vektor Rata-rata 1 Populasi
Β 

Semelhante a Bab 2 revisi

Arima box jenkins
Arima box jenkinsArima box jenkins
Arima box jenkinsSiti ChaciNk
Β 
Quantitative approaches to forecasting
Quantitative approaches to forecastingQuantitative approaches to forecasting
Quantitative approaches to forecastingMeilissaD
Β 
Makalah pengendalian mutu grafik pengendali sifat
Makalah pengendalian mutu grafik pengendali sifatMakalah pengendalian mutu grafik pengendali sifat
Makalah pengendalian mutu grafik pengendali sifatKuhaku
Β 
Undip paper 2-penerapan metode optimasi exponential smoothing
Undip paper 2-penerapan metode optimasi exponential smoothingUndip paper 2-penerapan metode optimasi exponential smoothing
Undip paper 2-penerapan metode optimasi exponential smoothingZulyy Astutik
Β 
Aminullah Assagaf_Regresi Data Panel_EVIEWS_8 November 2023.pptx
Aminullah Assagaf_Regresi Data Panel_EVIEWS_8 November 2023.pptxAminullah Assagaf_Regresi Data Panel_EVIEWS_8 November 2023.pptx
Aminullah Assagaf_Regresi Data Panel_EVIEWS_8 November 2023.pptxAminullah Assagaf
Β 
Seminar astungkara
Seminar astungkaraSeminar astungkara
Seminar astungkaraayuari43
Β 
Model_Arima.ppt
Model_Arima.pptModel_Arima.ppt
Model_Arima.pptKevinAby
Β 
2 analisis sinyal_seismik_gunung_merapi__jawa_tengah_-_indonesia_menggunakan_...
2 analisis sinyal_seismik_gunung_merapi__jawa_tengah_-_indonesia_menggunakan_...2 analisis sinyal_seismik_gunung_merapi__jawa_tengah_-_indonesia_menggunakan_...
2 analisis sinyal_seismik_gunung_merapi__jawa_tengah_-_indonesia_menggunakan_...Alen Pepa
Β 
kalkulus derivative atau turunan .pptx
kalkulus derivative atau turunan   .pptxkalkulus derivative atau turunan   .pptx
kalkulus derivative atau turunan .pptxRimaAuliaRahayu
Β 
042 7-32-p
042 7-32-p042 7-32-p
042 7-32-pRajdMild
Β 
Parallel Coordinate Plot, Space-Time Cube, Self Organizing Map ( A Literature...
Parallel Coordinate Plot, Space-Time Cube, Self Organizing Map ( A Literature...Parallel Coordinate Plot, Space-Time Cube, Self Organizing Map ( A Literature...
Parallel Coordinate Plot, Space-Time Cube, Self Organizing Map ( A Literature...Luhur Moekti Prayogo
Β 
(FIXED) Modul I Decomposition and Smoothing Data Analysis
(FIXED) Modul I Decomposition and Smoothing Data Analysis(FIXED) Modul I Decomposition and Smoothing Data Analysis
(FIXED) Modul I Decomposition and Smoothing Data AnalysisMuhammad Rafi Al-Hariri Nasution
Β 
Kelompok 8 analisis struktur (metode gauss jordan)
Kelompok 8 analisis struktur (metode gauss jordan)Kelompok 8 analisis struktur (metode gauss jordan)
Kelompok 8 analisis struktur (metode gauss jordan)Debora Elluisa Manurung
Β 
Noeryanti 15454
Noeryanti 15454Noeryanti 15454
Noeryanti 15454Zulyy Astutik
Β 
Jawaban diskusi minggu 11 METODE KUANTITATIF
Jawaban diskusi minggu 11 METODE KUANTITATIFJawaban diskusi minggu 11 METODE KUANTITATIF
Jawaban diskusi minggu 11 METODE KUANTITATIFSUCIK PUJI UTAMI
Β 
Khusnul chotimah review paper 10
Khusnul chotimah review paper 10Khusnul chotimah review paper 10
Khusnul chotimah review paper 10khusnulcho
Β 
Tugas Review - Analysis of Rainfall Climate Variability in Saudi Arabia by U...
Tugas Review - Analysis of Rainfall Climate Variability in Saudi Arabia by U...Tugas Review - Analysis of Rainfall Climate Variability in Saudi Arabia by U...
Tugas Review - Analysis of Rainfall Climate Variability in Saudi Arabia by U...ayu bekti
Β 

Semelhante a Bab 2 revisi (20)

(FIXED) Decomposition and Smoothing Data Analysis
(FIXED) Decomposition and Smoothing Data Analysis(FIXED) Decomposition and Smoothing Data Analysis
(FIXED) Decomposition and Smoothing Data Analysis
Β 
Arima box jenkins
Arima box jenkinsArima box jenkins
Arima box jenkins
Β 
Quantitative approaches to forecasting
Quantitative approaches to forecastingQuantitative approaches to forecasting
Quantitative approaches to forecasting
Β 
Makalah pengendalian mutu grafik pengendali sifat
Makalah pengendalian mutu grafik pengendali sifatMakalah pengendalian mutu grafik pengendali sifat
Makalah pengendalian mutu grafik pengendali sifat
Β 
Makalah arw
Makalah arwMakalah arw
Makalah arw
Β 
Undip paper 2-penerapan metode optimasi exponential smoothing
Undip paper 2-penerapan metode optimasi exponential smoothingUndip paper 2-penerapan metode optimasi exponential smoothing
Undip paper 2-penerapan metode optimasi exponential smoothing
Β 
Aminullah Assagaf_Regresi Data Panel_EVIEWS_8 November 2023.pptx
Aminullah Assagaf_Regresi Data Panel_EVIEWS_8 November 2023.pptxAminullah Assagaf_Regresi Data Panel_EVIEWS_8 November 2023.pptx
Aminullah Assagaf_Regresi Data Panel_EVIEWS_8 November 2023.pptx
Β 
Seminar astungkara
Seminar astungkaraSeminar astungkara
Seminar astungkara
Β 
Model_Arima.ppt
Model_Arima.pptModel_Arima.ppt
Model_Arima.ppt
Β 
2 analisis sinyal_seismik_gunung_merapi__jawa_tengah_-_indonesia_menggunakan_...
2 analisis sinyal_seismik_gunung_merapi__jawa_tengah_-_indonesia_menggunakan_...2 analisis sinyal_seismik_gunung_merapi__jawa_tengah_-_indonesia_menggunakan_...
2 analisis sinyal_seismik_gunung_merapi__jawa_tengah_-_indonesia_menggunakan_...
Β 
kalkulus derivative atau turunan .pptx
kalkulus derivative atau turunan   .pptxkalkulus derivative atau turunan   .pptx
kalkulus derivative atau turunan .pptx
Β 
042 7-32-p
042 7-32-p042 7-32-p
042 7-32-p
Β 
Parallel Coordinate Plot, Space-Time Cube, Self Organizing Map ( A Literature...
Parallel Coordinate Plot, Space-Time Cube, Self Organizing Map ( A Literature...Parallel Coordinate Plot, Space-Time Cube, Self Organizing Map ( A Literature...
Parallel Coordinate Plot, Space-Time Cube, Self Organizing Map ( A Literature...
Β 
Makalah spc
Makalah spcMakalah spc
Makalah spc
Β 
(FIXED) Modul I Decomposition and Smoothing Data Analysis
(FIXED) Modul I Decomposition and Smoothing Data Analysis(FIXED) Modul I Decomposition and Smoothing Data Analysis
(FIXED) Modul I Decomposition and Smoothing Data Analysis
Β 
Kelompok 8 analisis struktur (metode gauss jordan)
Kelompok 8 analisis struktur (metode gauss jordan)Kelompok 8 analisis struktur (metode gauss jordan)
Kelompok 8 analisis struktur (metode gauss jordan)
Β 
Noeryanti 15454
Noeryanti 15454Noeryanti 15454
Noeryanti 15454
Β 
Jawaban diskusi minggu 11 METODE KUANTITATIF
Jawaban diskusi minggu 11 METODE KUANTITATIFJawaban diskusi minggu 11 METODE KUANTITATIF
Jawaban diskusi minggu 11 METODE KUANTITATIF
Β 
Khusnul chotimah review paper 10
Khusnul chotimah review paper 10Khusnul chotimah review paper 10
Khusnul chotimah review paper 10
Β 
Tugas Review - Analysis of Rainfall Climate Variability in Saudi Arabia by U...
Tugas Review - Analysis of Rainfall Climate Variability in Saudi Arabia by U...Tugas Review - Analysis of Rainfall Climate Variability in Saudi Arabia by U...
Tugas Review - Analysis of Rainfall Climate Variability in Saudi Arabia by U...
Β 

Bab 2 revisi

  • 1. 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada Bab II akan dijelaskan pengertian-pengertian dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab selanjutnya yaitu peramalan, konsep dasar time series, stasioner dan nonstasioner, Autocorrelation Function (ACF) dan Parsial Autocorrelation Function (PACF), model-model Time Series, heteroskedastisitas, model ARCH, pengujian efek ARCH, dan model GARCH. A. Peramalan Peramalan merupakan bagian integral dari kegiatan pengambilan keputusan, sebab efektif atau tidaknya suatu keputusan bergantung pada beberapa faktor yang tidak dapat dilihat pada waktu keputusan itu diambil. Peamalan (forecasting) suatu teknik untuk memperkirakan suatu nilai pada masa yang akan datang dengan memperhatikan data masa lalu maupun data saat ini. (Aswi dan Sukarna, 2006: 1) Peramalan pada umumnya digunakan untuk memprediksi sesuatu yang kemungkinan besar akan terjadi misalnya kondisi permintaan, banyaknya curah hujan, kondisi ekonomi, dan lain-lain. Atas dasar logika, langkah dalam metode peramalan secara umum adalah mengumpulkan data, meyeleksi dan memilih data, memilih model peramalan, menggunakan model terpilih untuk melakukan peramalan, evaluasi hasil akhir. Berdasarkan sifatnya, peramalan dibedakan menjadi:
  • 2. 2 1. Peramalan kualitatif Peramalan yang didasarkan atas data kualitatif pada masa lalu. Hasil peramalan kualitatif didasarkan pada pengamatan kejadian-kejadian di masa sebeumnya digabung dengan pemikiran dari penyusunnya. 2. Peramalan kuantitatif Peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif masa lalu yang diperoleh dari pengamatan nilai-nilai sebelumnya. Hasil pengamatan yang dibuat tergantung pada metode yang digunakan, menggunakan metode yang berbeda akan diperoleh hasil peramalan yang berbeda. B. Konsep dasar Time series Deret waktu (time series) merupakan serangkaian data pengamatan yang terjadi berdasarkan indeks waktu secara beruntun dengan interval waktu tetap (Aswi dan Sukarna, 2006: 5). Metode time series adalah metode peramalan dengan menggunakan analisis pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu atau analisis time series, antara lain: 1. Metode smooting 2. Metode Box-Jenkins (ARIMA) 3. Metode Proyeksi trend dengan regresi Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan peramalan adalah pada galat (error), yang tidak dapat dipisahakan dalam metode peramalan. Untuk mendapatkan hasil yang mendekati data asli, maka seorang peramalan berusaha membuat error-nya sekecil mungkin.
  • 3. 3 Analisis deret waktu adalah salah satu prosedur statistik yang diterapkan untuk meramalkan struktur probabilistik keadaan yang akan terjadi di masa yang akan datang dalam rangka pengabilan keputusan. (Aswi dan Sukarna, 2006: 5). C. Stasioner dan Nonstasioner Dalam analisis runtun waktu sering kali menggunakan asumsi bahwa data harus stasioner. Stasioneritas berarti bahwa tidak terdapat perubahan yang dratis pada data. Fluktuasi data berada disekitar suatu nilai rata-rata yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan variansi dari fluktuasi tersebut (Makridakis, 1995: 351). Bentuk visual dari plot data runtun waktu sering kali cukup meyakinkan para peneliti bahwa data yang diperoleh stasioner atau nonstasioner. Gambar 2.1 merupakan contoh plot data runtun waktu yang stasioner dalam rata-rata dan Gambar 2.2 menunjukkan plot data runtun waktu yang tidak stasioner dalam rata-rata. Data yang digunakan adalah data penjualan rumah yang ada di Amerika Serikat mulai bulan Januari 1968 sampai bulan Desember 1982. Gambar 2.1 Plot Data penjualan rumah Stasioner dalam Rata-rata (Time Series Analysis (ARIMA) Contoh Pemodelan dan Peramalan dengan metode ARIMA.html)
  • 4. 4 Gambar 2.2 Plot Data penjualan rumah Tidak Stasioner dalam Rata-rata ( Time Series Analysis (ARIMA) Contoh Pemodelan dan Peramalan dengan metode ARIMA.html) Untuk mengatasi ketidakstasioneran data berdasarkan rata-rata (mean) yaitu dengan melakukan pembedaan (differencing). Menurut Makridakis dkk (1999: 452) notasi yang sangat bermanfaat dalam metode pembedaan adalah operator shift mundur (backward shift) disimbolkan dengan B sebagai berikut: 𝐡𝑋𝑑 = π‘‹π‘‘βˆ’1 (2.1) Dengan kata lain, notasi B yang dipasang pada 𝑋𝑑 memiliki efek menggeser data satu periode ke belakang. Dua aplikasi dari B terhadap 𝑋𝑑 akan menggeser data tersebut dua periode ke belakang, sebagai berikut: 𝐡(𝐡𝑋𝑑) = 𝐡2 𝑋𝑑 = π‘‹π‘‘βˆ’2 (2.2) Apabila suatu time series tidak stasioner, maka data tersebut dapat dibuat lebih mendekati stasioner dengan melakukan pembedaan pertama. Operator ini memudahkan proses diferensiaisi. Diferensiaisi pertama/turunan tingkat satu dapat dituliskan sebagai berikut: 𝑋𝑑 , = 𝑋𝑑 βˆ’ π‘‹π‘‘βˆ’1 (2.3) Menggunakan operator shift mundur, persamaan (2.3) dapat ditulis kembali menjadi (Makridakis, 1995:383):
  • 5. 5 𝑋𝑑 , = 𝑋𝑑 βˆ’ π‘‹π‘‘βˆ’1 = 𝑋𝑑 βˆ’ 𝐡𝑋𝑑 = (1 βˆ’ 𝐡) 𝑋𝑑 (2.4) Pembedaan pertama dinyatakan oleh (1 βˆ’ 𝐡) sama halnya apabila pembedaan orde kedua (yaitu pembedaan pertama sebelumnya) harus dihitung, maka: 𝑋𝑑 ,, = ( 𝑋𝑑 , βˆ’ π‘‹π‘‘βˆ’1 , ) = (𝑋𝑑 βˆ’ π‘‹π‘‘βˆ’1 βˆ’ ( π‘‹π‘‘βˆ’1 βˆ’ 𝑋) = 𝑋𝑑 βˆ’ 2π‘‹π‘‘βˆ’1 + π‘‹π‘‘βˆ’2 = (1 βˆ’ 2𝐡 + 𝐡2) 𝑋𝑑 = (1 βˆ’ 𝐡)2 𝑋𝑑 (2.5) Dengan: 𝑋𝑑 ,, = pembedaan orde kedua Pembedaan orde kedua diberi notasi (1 βˆ’ 𝐡)2 . Pembedaan orde kedua tidak sama dengan pembedaan kedua yang diberi notasi (1 βˆ’ 𝐡2 ), sedangkan pembedaan pertama (1 βˆ’ 𝐡) sama dengan pembedaan orde pertama (1 βˆ’ 𝐡). Pembedaan kedua 𝑋𝑑 2 = 𝑋𝑑 βˆ’ 𝑋 = (1 βˆ’ 𝐡2 )𝑋𝑑 (2.6) Dengan: 𝑋𝑑 2 = pembedaan kedua Tujuan dari menghitung pembedaan adalah untuk mencapai stasioneritas dan secara umum apabila terdapat pembedaan orde ke-d untuk mencapai stasioneritas, ditulis sebagai berikut: Pembedaan orde ke-d = (1 βˆ’ 𝐡) 𝑑 𝑋𝑑 Sebagai deret yang stasioner dan model umum ARIMA (0,d,0) akan menjadi (Pankratz 1983:165):
  • 6. 6 (1 βˆ’ 𝐡) 𝑑 𝑋𝑑 = 𝑒 𝑑 (2.7) Dimana: (1 βˆ’ 𝐡) 𝑑 𝑋𝑑 : pembedaan orde ke-d 𝑒 𝑑 : nilai kesalahan Data runtun waktu dikatakan stasioner dalam varians jika fluktuasi datanya tetap atau konstan, seperti pada gambar 2.3. Sebaliknya jika data runtun waktu menunjukkan bahwa terdapat variasi fluktuasi data pada grafik maka data termasuk dalam runtun waktu yang tidak stasioner berdasarkan varians. Data runtun waktu yang tidak stasioner dalam varians ditunjukkan pada gambar 2.4. Gambar 2.3 Plot Data produksi bawang merah Stasioner dalam Varians Gambar 2.4 Plot Data produksi bawang merah Tidak Stasioner dalam Varians
  • 7. 7 Untuk menstasionerkan data tidak stasioner dalam varians dapat dilakukan dengan transformasi Box-Cox (penstabilan varians). Secara umum, transformasi kuasa yang digunakan (Wei, 1990:83-84) adalah 𝑇( 𝑋𝑑) = 𝑋𝑑 πœ† { 𝑋𝑑 𝝀 βˆ’1 𝝀 , 𝝀 β‰  𝟎 ln( 𝑋𝑑) , 𝝀 = 𝟎 (2.8) dengan 𝝀 adalah konstanta atau ketetapan dalam melakukan transformasi data. Beberapa nilai 𝝀 dan bentuk transformasinya yang umum digunakan diberikan dalam tabel 2.1. Tabel 2.1. Nilai 𝝀 dan Bentuk Transformasinya 𝝀 Bentuk transformasi -1 1 𝑋𝑑 -0.5 1 √ 𝑋𝑑 0 ln 𝑋𝑑 0.5 βˆšπ‘‹π‘‘ 1 𝑋𝑑 (tidak diransformasikan) Namun dalam banyak penerapan, jenis transformasi yang digunakan untuk mengulangi data yang tidak stasioner dalam variansi adalah transformasi logaritma, ditulis ln( 𝑋𝑑). D. Fungsi Autokorelasi dan Fungsi Autokorelasi Parsial
  • 8. 8 Dalam metode time series , alat utama untuk mengidentifikasi model dari data yang akan diramalkan adalah dengan menggunakan fungsi Autokerelas/Autocorelation Fungtion (ACF) dan fungsi Autokorelasi Parsial/Partial Autocorelation Fungtion (PACF). 1. Fungsi Autokorelasi (Autocorrelation Funtion) Pada proses stasioner suatu data time series (𝑍𝑑) diperoleh 𝐸(𝑋𝑑) = πœ‡ dan variansi π‘‰π‘Žπ‘Ÿ (𝑋𝑑) = 𝐸( 𝑋𝑑 βˆ’ πœ‡)2 = 𝜎2 , yang konstan dan kovariansi πΆπ‘œπ‘£ (𝑋𝑑, 𝑋𝑑+π‘˜), yang fungsinya hanya pada pembedaan waktu |𝑑 βˆ’ ( 𝑑 + π‘˜)|. Oleh karena itu, hasil tersebut dapat ditulis sebagai kovariansi antara 𝑋𝑑 dan 𝑋𝑑+π‘˜ sebagi berikut (Wei, 1989:10): π›Ύπ‘˜ = πΆπ‘œπ‘£ (𝑋𝑑, 𝑋𝑑+π‘˜) = 𝐸(𝑋𝑑 βˆ’ πœ‡)(𝑋𝑑+π‘˜ βˆ’ πœ‡) (2.9) 𝛾0 = π‘‰π‘Žπ‘Ÿπ‘‹π‘‘ = π‘‰π‘Žπ‘Ÿπ‘‹π‘‘βˆ’π‘˜ = 𝑆 𝑋𝑑 Γ— 𝑆 π‘‹π‘‘βˆ’π‘˜ (2.10) Dan korelasi antar 𝑋𝑑 dan 𝑋𝑑+π‘˜ sebagai berikut: 𝜌 π‘˜ = 𝛾 π‘˜ 𝛾0 𝜌 π‘˜ = πΆπ‘œπ‘£ (𝑋𝑑,𝑋𝑑 +π‘˜) √ π‘‰π‘Žπ‘Ÿ(𝑋𝑑)√ π‘‰π‘Žπ‘Ÿ(𝑋𝑑+π‘˜) = βˆ‘ (𝑋𝑑 𝑛 𝑑=2 βˆ’π‘‹Μ…π‘‘)(π‘‹π‘‘βˆ’1βˆ’π‘‹Μ…π‘‘βˆ’1) βˆšβˆ‘ (𝑋𝑑 𝑛 𝑑=2 βˆ’π‘‹Μ…π‘‘)2 βˆšβˆ‘ (π‘‹π‘‘βˆ’1 𝑛 𝑑=2 βˆ’π‘‹Μ…π‘‘βˆ’1)2 = βˆ‘ (𝑋𝑑 𝑛 𝑑=2 βˆ’π‘‹Μ…π‘‘)(π‘‹π‘‘βˆ’1βˆ’π‘‹Μ… ) βˆ‘ ( π‘‹π‘‘βˆ’π‘‹Μ…)2𝑛 𝑑=2 (2.11) Dengan menggunakan asumsi-asumsi di atas, maka persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi (wei, 1989:10): 𝜌 π‘˜ = βˆ‘ (𝑋𝑑 π‘›βˆ’π‘˜ 𝑑=1 βˆ’π‘‹Μ…π‘‘)(π‘‹π‘‘βˆ’1βˆ’π‘‹Μ…) βˆ‘ ( π‘‹π‘‘βˆ’π‘‹Μ…)2𝑛 𝑑=1 (2.12) keterangan: 𝜌 π‘˜= koefisisen autokorelasi lag ke k, dimana k = 0,1,2,3,...,n
  • 9. 9 𝑛 = jumlah data 𝑋𝑑 = nilai x orde ke t 𝑋̅ = rata-rata (mean) Dimana notasi π‘‰π‘Žπ‘Ÿ (𝑋𝑑) = π‘‰π‘Žπ‘Ÿ ( 𝑋𝑑+π‘˜) = 𝛾0 . Sebagai fungsi dari k, maka π›Ύπ‘˜ disebut fungsi autokorelasi dan 𝜌 π‘˜ menggambarkan kovariansi (ACF), dalam analisis time series , π›Ύπ‘˜ dan 𝜌 π‘˜ menggambarkan kovarian dan korelasi antara 𝑋𝑑 dan 𝑋𝑑+π‘˜ dari proses yang sama, hanya dipisahkan oleh lag ke-k. 2. Fungsi Autokorelasi Parsial (Partial Autocorrelation Function) Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur derajat asosiasi antara 𝑋𝑑 dan 𝑋𝑑+π‘˜ , ketika efek dari rentang/jangka waktu (time lag) 1, 2, 3,..., k-1 dianggap terpisah. Ada beberapa prosedur untuk menentukan bentuk PACF yang salah satunya akan dijelaskan sebagai berikut. Menurut Wei (1989:12) fungsi autokorelasi parsial dapat dinotasikan dengan: βˆ… π‘˜π‘˜ = π‘π‘œπ‘Ÿπ‘Ÿ (𝑋𝑑, 𝑋𝑑+π‘˜, |𝑋𝑑+1, 𝑋𝑑+2, … . , 𝑋𝑑+π‘˜βˆ’1) (2.13) Misalkan 𝑋𝑑 adalah proses yang stasioner dengan 𝐸( 𝑋𝑑) = 0, selanjutnya 𝑋𝑑+π‘˜ dapat dinyatakan sebagai proses linear (wei, 1989:14): 𝑋𝑑+π‘˜ = βˆ… π‘˜1 𝑋𝑑+π‘˜βˆ’1, βˆ… π‘˜2 𝑋𝑑+π‘˜βˆ’2, …, βˆ… π‘˜π‘˜ 𝑋𝑑 + πœ€π‘‘+π‘˜ (2.13) Dengan βˆ… π‘˜π‘˜ adalah parameter regresi ke-i dan πœ€π‘‘+π‘˜ adalah nilai kesalahan yang tidak berkorelasi dengan 𝑋𝑑+π‘˜βˆ’π‘— untuk 𝑗 = 1,2, …, π‘˜. Durbin (1960) telah memperkenalkan metode yang lebih efisien untuk menyelesaikan persamaan Yule Walker, nilai PACF dapat dihitung secara rekursi dengan menggunakan persamaan berikut:
  • 10. 10 βˆ… π‘˜π‘˜ = 𝜌 π‘˜βˆ’βˆ‘ βˆ… π‘˜βˆ’1 𝜌 π‘˜βˆ’π‘— π‘˜βˆ’1 𝑗=1 1βˆ’βˆ‘ βˆ… π‘˜βˆ’1 𝜌 π‘˜ π‘˜βˆ’1 𝑗=1 (2.14) dimana βˆ… π‘˜π‘— = βˆ… π‘˜βˆ’1,𝑗 βˆ’ βˆ… π‘˜π‘˜βˆ… π‘˜βˆ’1,π‘˜βˆ’π‘—, untuk 𝑗 = 1,2, … , π‘˜ βˆ’ 1 Sehingga himpunan dari βˆ… π‘˜π‘˜, {βˆ… π‘˜π‘˜; π‘˜ = 1,2,… }, disebut sebagai Partial Autocorrelation Function (PACF). Fungsi βˆ… π‘˜π‘˜ menjadi notasi standar untuk autokorelasi parsial antara observasi 𝑋𝑑 dan 𝑋𝑑+π‘˜ dalam analisis time series. Fungsi βˆ… π‘˜π‘˜ akan bernilai nol untuk π‘˜ > 𝑝. Sifat ini dapat dgunakan untuk identifikasi model AR dan MA, yaitu pada model Autoregressive berlaku ACF akan menurun secara bertahap menuju nol dan Moving Avarage berlaku ACF menuju ke-0 setelah lag ke-q sedangkan nilai PACF model AR yaitu βˆ… π‘˜π‘˜ = 0, π‘˜ > 𝑝 dan model MA yaitu βˆ… π‘˜π‘˜ = 0, π‘˜ > π‘ž (Wei, 2006:11) E. Proses white noise Proses white noise merupakan salah satu bentuk proses stasioner. Proses ini didefenisikan sebagai bentuk variabel random yang berurutan tidak saling berkorelasi dan mengikuti distribusi tertentu. Rata-rata dari proses ini adalah konstan πœ‡ π‘Ž = 𝐸(πœ€π‘‘) dan diasumsikan bernilai nol dan mempunyai variansi konstan π‘‰π‘Žπ‘Ÿ ( πœ€π‘‘) = πœŽπ‘Ž 2 . Nilai kovarian dari proses ini π›Ύπ‘˜ = πΆπ‘œπ‘£( πœ€π‘‘, πœ€π‘‘+π‘˜) = 0 untuk semua π‘˜ β‰  0. Suatu proses white noise memiliki fungsi autokovarian, yaitu: π›Ύπ‘˜ = { πœŽπ‘Ž 2 π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ π‘˜ = 0 0 π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ π‘›π‘–π‘™π‘Žπ‘– π‘˜ π‘™π‘Žπ‘–π‘›π‘›π‘¦π‘Ž Nilai ACF-nya adalah 𝜌 π‘˜ = { 1 π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ π‘˜ = 0 0 π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ π‘˜ π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘™π‘Žπ‘–π‘›
  • 11. 11 Nilai PACF-nya adalah βˆ… π‘˜π‘˜ = { 1 π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ π‘˜ = 0 0 π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ π‘˜ π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘™π‘Žπ‘–π‘› F. Model-Model Time Series Beberapa model ARIMA yang dapat digunakan pada data time series, yaitu: 1. Model Autoregressive (AR) Autoregressive adalah suatu bentuk regresi tetapi bukan yang menghubungkan variabel tak bebas, melainkan menghubungkan nilai-nilai sebelumnya pada time lag (selang waktu) yang bermacam-macam. Jadi suatu model Autoregressive akan menyatakan suatu ramalan sebagai fungsi nilai-nilai sebelumnya dari time series tertentu (Makridakis,1995: 513) Model Autoregressive (AR) dengan orde p dinotasikan dengan AR(p). Bentuk umum model AR(p) adalah (Aswi dan Sukarna, 2006:37) 𝑋𝑑 = βˆ…1 π‘‹π‘‘βˆ’1 + βˆ…2 π‘‹π‘‘βˆ’2 + β‹― + βˆ… 𝑝 π‘‹π‘‘βˆ’π‘ + πœ€π‘‘ (2.15) dengan : 𝑋𝑑 : nilai variabel pada waktu ke-t π‘‹π‘‘βˆ’1, π‘‹π‘‘βˆ’2, …, π‘‹π‘‘βˆ’π‘ : nilai masa lalu dari time series yang bersangkutan pada waktu 𝑑 βˆ’ 1, 𝑑 βˆ’ 2, . . , 𝑑 βˆ’ 𝑝 βˆ…π‘– : koefisien regresi, i:1, 2, 3, ..., p πœ€π‘‘ : nilai error pada waktu ke-t 𝑝 : orde AR Persamaan (2.15) dapat ditulis dengan menggunakan operator B (backshift): 𝑋𝑑 = βˆ…1 𝐡𝑋𝑑 + βˆ…2 𝐡2 𝑋𝑑 + β‹―+ βˆ… 𝑝 𝐡 𝑝 𝑋𝑑 + πœ€π‘‘ (2.16)
  • 12. 12 Dengan mengalikan kedua ruas pada persamaan (2.15) dengan 𝑋𝑑+π‘˜ dan berdasarkan rumus (2.9) maka diperoleh: π›Ύπ‘˜ = βˆ…1 π›Ύπ‘˜βˆ’1 + π›Ύπ‘˜βˆ’2 + β‹―+ βˆ… 𝑝 π›Ύπ‘˜βˆ’π‘ + πœŽπ‘Ž 2 (2.17) Karena π›Ύπ‘˜βˆ’1 = π›Ύπ‘˜ dan 𝛾0 = πœŽπ‘§ 2 , maka untuk k=0 diperoleh πœŽπ‘§ 2 = 𝜎 π‘Ž 2 1βˆ’πœŒ1βˆ…1βˆ’πœŒ2βˆ…2βˆ’β‹―βˆ’πœŒ π‘βˆ… 𝑝 (2.18) yang merupakan variansi dari autoregresif. Proses AR (p) terjadi jika terdapat parameter βˆ…1, βˆ…2, … , βˆ… 𝑝 yang bernilai tidak nol (berbeda secara signifikan dengan nol), sedangkan βˆ… π‘˜ = 0 (tidak berbeda secara nyata dengan nol) untuk k > p. Dalam praktik, dua kasus yang paling sering dihadapi adalah apabila p = 1 dan p = 2, yaitu AR(1) dan AR(2) atau ARIMA(0,0,1) atau ARIMA(0,0,2). o Autoregressive Orde 1, AR (1) atau ARIMA (1,0,0) Suatu proses { 𝑋𝑑} dikatakan mengikuti model autoregresive orde 1 jika memenuhi (Wei, 1989:33): (1 βˆ’ βˆ…1 𝐡) 𝑋𝑑 = πœ€π‘‘ atau 𝑋𝑑 = βˆ…1 π‘‹π‘‘βˆ’1 + πœ€π‘‘ Karena πœ€π‘‘ independen dengan π‘‹π‘‘βˆ’1, maka variansinya adalah π‘‰π‘Žπ‘Ÿ( 𝑋𝑑) = βˆ…2 π‘‰π‘Žπ‘Ÿ( π‘‹π‘‘βˆ’1) + π‘‰π‘Žπ‘Ÿ( πœ€π‘‘) πœŽπ‘§ 2 = βˆ…2 πœŽπ‘§ 2 + πœŽπ‘Ž 2 Atau (1 βˆ’ βˆ…2) πœŽπ‘§ 2 = πœŽπ‘Ž 2 dan supaya πœŽπ‘§ 2 berhingga dan tidak negatif, maka haruslah βˆ’1 < βˆ… < 1. Ketaksamaan inilah yang merupakan syarat agar runtun wakunya stasioner. Dengan mengambil nilai harapan dari persamaan umum AR(1) diatas, maka diperoleh
  • 13. 13 𝐸( 𝑋𝑑) = βˆ…1 𝐸( π‘‹π‘‘βˆ’1) + 𝐸(πœ€π‘‘) Fungsi autokorelasinya adalah 𝜌 π‘˜ = βˆ…1 𝜌 π‘˜βˆ’1, π‘˜ β‰₯ 1 yang menjamin bahwa πœ€π‘‘ dan π‘‹π‘‘βˆ’1 independen. Persamaan tersebut merupakan persamaan diferensi derajat satu yang mempunyai penyelesaian 𝜌 π‘˜ = βˆ… π‘˜ 𝜌0 dan untuk π‘˜ β‰₯ 1 maka 𝜌 π‘˜ = βˆ… π‘˜ Fungsi autokorelasi parsial dari AR(1) adalah βˆ…11 = 𝜌1 = βˆ… untuk k = 1 dan untuk k > 1, maka βˆ… π‘˜π‘˜ = 0. o Model autoregreresif tingkat kedua (AR(2)) 𝑋𝑑 = βˆ…1 π‘‹π‘‘βˆ’1 + βˆ…2 π‘‹π‘‘βˆ’2 + πœ€π‘‘ Dengan mengambil ekspektasi dari persamaan diatas, maka diperoleh: 𝐸(𝑋𝑑) = βˆ…1 𝐸(π‘‹π‘‘βˆ’1) + βˆ…2 𝐸(π‘‹π‘‘βˆ’2) + 𝐸(πœ€π‘‘) πœ‡ = βˆ…1 πœ‡ + βˆ…2 πœ‡ Untuk stasioneritas dapat disimpulkan bahwa πœ‡ = 0. Dengan mengalikan persamaa umum AR(2) diatas π‘‹π‘‘βˆ’π‘˜ dan mengambil ekspektasinya diperoleh untuk k = 0. πœŽπ‘§ 2 = βˆ…1 𝛾1 + βˆ…2 𝛾2 + πœŽπ‘Ž 2 atau πœŽπ‘§ 2(βˆ…1 𝜌1 + βˆ…2 𝜌2) = πœŽπ‘Ž 2 , dan untuk π‘˜ β‰₯ 1, maka π›Ύπ‘˜ = βˆ…1 π›Ύπ‘˜βˆ’1 + βˆ…2 π›Ύπ‘˜βˆ’2 atau 𝜌 π‘˜ = βˆ…1 𝜌 π‘˜βˆ’1 + πœŒπ›Ύπ‘˜βˆ’2 yang merupakan persamaan diferensi derajat dua yang dapat diselesaikan. Tetapi dalam praktik akan lebih mudah jika dimulai dengan: 𝜌0 = 1 , 𝜌1 = βˆ…1 + βˆ…2 𝜌1 atau 𝜌1 = βˆ…1 1βˆ’βˆ…2 𝜌2 = βˆ…1 2 1βˆ’βˆ…2 + βˆ…2
  • 14. 14 Dengan menstabilkan persamaan diatas pada persamaan variansinya, maka diperoleh πœŽπ‘§ 2 ( 1βˆ’βˆ…1 2 1βˆ’βˆ…2 βˆ’ βˆ…2 ( βˆ…1 2 1βˆ’βˆ…2 + βˆ…2)) = πœŽπ‘Ž 2 atau πœŽπ‘§ 2 = (1βˆ’βˆ…2)𝜎 π‘Ž 2 (1βˆ’βˆ…2)(1βˆ’βˆ…1βˆ’βˆ…2 )((1βˆ’βˆ…2+βˆ…1)) agar faktor dalam penyebut positif, maka haruslah |βˆ…2| < 1 βˆ…2 + βˆ…1 < 1 yang merupakan syarat daerah stasioner βˆ…2 βˆ’ βˆ…1 < 1 . 2. Model Moving Average (MA) Proses Moving Average adalah proses yang mengatakan bahwa nilai deret berkala pada waktu t dipengaruhi oleh unsur kesalahan. Pada saat ini dan mungkin unsur kesalahan terbobot pada masa lalu. Bentuk umum suatu model moving average ordr q dinotasikan MA (q) didefinisikan sebagai (Aswi dan Sukarna, 2006:55): 𝑋𝑑 = πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 πœ€π‘‘βˆ’1 βˆ’ πœƒ2 πœ€π‘‘βˆ’2 βˆ’ β‹―βˆ’ πœƒπ‘ž πœ€π‘‘βˆ’π‘ž ∢ πœ€π‘‘~𝑁(0, πœŽπ‘‘ 2 ) (2.19) Dengan, 𝑋𝑑 : nilai variabel pada waktu ke-t πœ€π‘‘, πœ€π‘‘βˆ’1 , πœ€π‘‘βˆ’2, . . , πœ€π‘‘βˆ’π‘ž : nilai-nilai dari error pada waktu t, t-1, t-2,..., t-q dan πœ€π‘‘ diasumsikan white noise dan normal. πœƒπ‘– : koefisien regresi, i:1, 2, 3, ..., q πœ€π‘‘ : nilai error pada waktu ke-t π‘ž : orde MA Persamaan diatas dapat ditulis menggunakan operator backshift (B), menjadi:
  • 15. 15 𝑍𝑑 = πœƒ( 𝐡) πœ€π‘‘ dengan πœƒ( 𝐡) = 1 βˆ’ πœƒ1 𝐡 βˆ’ πœƒ2 𝐡 βˆ’ β‹―βˆ’ πœƒπ‘ž 𝐡 π‘ž merupakan operator MA (q). Fungsi autokovariansi dari proses moving average orde q π›Ύπ‘˜ = 𝐸(𝑋𝑑, π‘‹π‘‘βˆ’1) π›Ύπ‘˜ = 𝐸[(πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 πœ€π‘‘βˆ’1 βˆ’ πœƒ2 πœ€π‘‘βˆ’2 βˆ’ β‹―βˆ’ πœƒπ‘ž πœ€π‘‘βˆ’π‘ž ) Γ— (πœ€π‘‘βˆ’π‘˜ βˆ’ πœƒ1 πœ€π‘‘βˆ’π‘˜βˆ’1 βˆ’ πœƒ2 πœ€π‘‘βˆ’π‘˜βˆ’2 βˆ’ β‹―βˆ’ πœƒπ‘ž πœ€π‘‘βˆ’π‘˜βˆ’π‘ž )] Oleh karena itu, variansi dari proses ini adalah 𝛾0 = (1 + πœƒ1 2 + πœƒ2 2 + β‹― + πœƒπ‘ž 2 )πœŽπ‘Ž 2 , dan π›Ύπ‘˜ = { (βˆ’πœƒπ‘˜+πœƒ1 πœƒπ‘˜+1 + πœƒ2 πœƒπ‘˜+2 + β‹― + πœƒπ‘žβˆ’π‘˜ πœƒπ‘ž )πœŽπ‘Ž 2 π‘˜ = 1,2,… , π‘ž 0 π‘˜ > π‘ž (2.20) Jadi fungsi autokorelasinya dari prose MA(q) adalah 𝜌 π‘˜ = { (βˆ’πœƒ π‘˜ +πœƒ1 πœƒ π‘˜+1+πœƒ2 πœƒ π‘˜+2+β‹―+πœƒ π‘žβˆ’π‘˜ πœƒ π‘ž ) 𝜎 π‘Ž 2 (1+πœƒ1 2 +πœƒ2 2 +β‹―+πœƒ π‘ž 2 ) π‘˜ = 1,2, … , π‘ž 0 π‘˜ > π‘ž (2.21) Karena 1 + πœƒ1 2 + πœƒ2 2 + β‹― + πœƒπ‘ž 2 < ∞, proses moving average berhingga slalu stasioner. Proses moving average invertible jika akar-akar dari πœƒπ‘ž ( 𝐡) = 0 berada diluar lingkaran satuan. Secara umum, orde MA yang sering digunakan dalam analisis time series adalah π‘ž = 1 atau π‘ž = 2, yaitu 𝑀𝐴 (1) dan 𝑀𝐴 (2). Sehingga Moving Average MA (1) adalah (Wei, 1989:47): 𝑋𝑑 = (1 βˆ’ πœƒ1 𝐡) πœ€π‘‘ 𝑋𝑑 = πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 π΅πœ€π‘‘ 𝑋𝑑 = πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 πœ€π‘‘βˆ’1
  • 16. 16 Rata-rata (𝑋𝑑) adalah πœ‡ = 0, dan untuk semua k. 𝐸( 𝑋𝑑) = 𝐸( πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 πœ€π‘‘βˆ’1 ) = 0 Variansi (𝑋𝑑) 𝛾0 = π‘£π‘Žπ‘Ÿ ( 𝑋𝑑) = π‘£π‘Žπ‘Ÿ( πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 πœ€π‘‘βˆ’1 ) = π‘£π‘Žπ‘Ÿ( πœ€π‘‘) + πœƒ1 2 π‘£π‘Žπ‘Ÿπœ€π‘‘βˆ’1 = πœŽπ‘Ž 2 + πœƒ1 2 πœŽπ‘Ž 2 = πœŽπ‘Ž 2(1 + πœƒ1 2) Moving Average orde 2, MA (2) atau ARIMA (0,0,2) 𝑋𝑑 = (1 βˆ’ πœƒ1 𝐡 βˆ’ πœƒ2 𝐡2) πœ€π‘‘ 𝑋𝑑 = πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 π΅πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ2 𝐡2 πœ€π‘‘ 𝑋𝑑 = πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 πœ€π‘‘βˆ’1 βˆ’ πœƒ2 πœ€π‘‘βˆ’2 Sebagai model moving average orde berhingga, proses MA(2) selalu stasioner. 3. Model campuran AR(p) dan MA (q) / ARMA (p,q) Unsur dasar dari model AR dan MA dapat dikombinasikan untuk menghasilkan berbagai macam model yang merupakan gabungan kedua model Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA). Bentuk umum dari Autoregressive (AR) dengan Moving Average (MA) yang dinotasikan ARMA (p,q) adalah sebagai berikut (Soejoeti, 1989): 𝑋𝑑 = βˆ…1 π‘‹π‘‘βˆ’1 + β‹―+ βˆ… 𝑝 π‘‹π‘‘βˆ’π‘ + πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 πœ€π‘‘βˆ’1 βˆ’ πœƒ2 πœ€π‘‘βˆ’2 βˆ’ β‹― βˆ’ πœƒπ‘ž πœ€π‘‘βˆ’π‘ž (2.22) model ini dapat ditulis dalam bentuk: βˆ… 𝑝( 𝐡) 𝑋𝑑 = πœƒπ‘ž( 𝐡) πœ€π‘‘ untuk stasioneritas memerlukan akar-akar βˆ…( 𝐡) = 0 terletak diluar lingkaran satuan sedangkan untuk invertibilitas memerlukan akar-akar
  • 17. 17 πœƒ( 𝐡) = 0 terletak diluar lingkaran. Dengan mengambil ekspektasi persamaan diatas, diperoleh 𝐸( 𝑋𝑑) = 0 karena βˆ…(1) β‰  0. Model ARMA (1,1) atau ARIMA (1,0,1) (1 βˆ’ βˆ…1 𝐡) 𝑋𝑑 = (1 βˆ’ πœƒ1 𝐡) πœ€π‘‘ 𝑋𝑑 βˆ’ βˆ…1 π‘‹π‘‘βˆ’1 = πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 πœ€π‘‘βˆ’1 𝑋𝑑 = βˆ…1 π‘‹π‘‘βˆ’1 + πœ€π‘‘ βˆ’ πœƒ1 πœ€π‘‘βˆ’1 Proses ini stasioner jika βˆ’1 < βˆ…1 < 1 dan invertible jika βˆ’1 < πœƒ1 < 1. 4. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) Hasil modifikasi model ARMA (p,q) dengan memasukkan operator differencing menghasilkan persamaan model ARIMA, adanya unsur differencing karena merupakan syarat untuk menstasionerkan data, dalam notasi operator shift mundur, differencing dapat ditulis π‘Šπ‘‘ = (1 βˆ’ 𝐡) 𝑑 𝑋𝑑, dimana π‘Šπ‘‘ merupakan data hasil differencing 𝑋𝑑 sebanyak d kali dan (1 βˆ’ 𝐡) 𝑑 operator differencing. Yang dinotasikan dengan model ARIMA (p,d,q): (1 βˆ’ βˆ…1 𝐡 βˆ’ β‹―βˆ’ βˆ… 𝑝 𝐡 𝑝 )(1 βˆ’ 𝐡) 𝑑 𝑋𝑑 = (1 βˆ’ πœƒ1 𝐡 βˆ’ β‹― βˆ’ πœƒπ‘ž 𝐡 π‘ž )πœ€π‘‘ βˆ… 𝑝( 𝐡)(1βˆ’ 𝐡) 𝑑 𝑋𝑑 = πœƒπ‘ž (𝐡)πœ€π‘‘ (2.23) dimana : βˆ… 𝑝( 𝐡) = 1 βˆ’ βˆ…1 𝐡 βˆ’ β‹―βˆ’ βˆ… 𝑝 𝐡 𝑝 (untuk AR (p)) πœƒπ‘ž ( 𝐡) = 1 βˆ’ πœƒ1 𝐡 βˆ’ β‹― βˆ’ πœƒπ‘ž 𝐡 π‘ž (untuk MA (q)) Dengan 𝑋̇ 𝑑 = 𝑋𝑑 βˆ’ πœ‡ 𝑝 : orde dari AR π‘ž : orde dari MA βˆ… 𝑝 : koefisien orde p
  • 18. 18 πœƒπ‘ž : koefisien orde q 𝐡 : backward shift (1 βˆ’ 𝐡) 𝑑 : orde differencing non musiman 𝑋𝑑 : besarnya pengamatan (kejadian) pada waktu ke-t πœ€π‘‘ : suatu proses white noise atau galatnpada waktu ke-t yang diasumsikan mempunyai mean 0 dan variansi konstan πœŽπ‘Ž 2 G. Prosedur Pembentukan Model ARIMA Metode ARIMA berbeda dengan metode peramalan lain karena metode ini tidak menyaratkan suatu pola data tertentu, sehingga model dapat dipakai untuk semua tipe pola data. Metode ARIMA akan bekerja baik jika data dalam time series yang digunakan bersifat dependen atau berhubungan satu sama lain secara statistik. Secara umum, model ARIMA ditulis dengan ARIMA (p,d,q) yang artinya model ARIMA dengan derajat AR (p), derajat pembeda d, dan derajat MA (q). Langkah-langkah pembentukan model secara iteratif adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi Model Hal pertama yang dilakukan pada tahap ini adalah apakah time series bersifat stasioner atau nonstasioner dan bahwa aspek-aspek AR dan MA dari model ARIMA hanya berkenaan dengan time series yang stasioner (Makridakis, 1995: 381). Kestasioneran suatu time series dapat dilihat dari plot ACF yaitu koefisien autokorelasinya menurun menuju nol dengan cepat, biasanya setelah lag ke-2 atau ke-3. Bila data tidak stasioner maka dapat dilakukan pembedaan atau
  • 19. 19 differencing, orde pembedaan sampai deret menjadi stasioner dapat digunakan untuk menentukan niali d pada ARIMA (p,d,q). Model AR dan MA dari suatu time series dapat dilakukan dengan melihat garfik ACF dan PACF. a. Jika terdapat lag autokorelasi sebanyak q yang berbeda dari nol secara signifikan maka prosesnya adalah MA (q). b. Jika terdapat lag autokorelasi parsial sebanyak p yang berbeda dari nol secara signifi kan maka prosesnya adalah AR (p). Secara umum jika terdapat lag autokorelasi parsial sebanyak p yang berbeda dari nol secara signifikan, terdapat lag autokorelasi sebanyak q yang bebeda dari nol secara signifikan dan d pembedaan maka prosesnya adalah ARIMA (p,d,q). 2. Estimasi Parameter Ada dua cara yang mendasar untuk mendapatkan parameter-parameter tersebut: 1) Dengan cara mencoba-coba (trial and error), menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih satu nilai tersebut (atau sekumpulan nilai, apabila terdapat lebih dari satu parameter yang akan ditaksir) yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa ( sum of squared residual ). 2) Perbaikan secara iteratif, memilih taksiran awal dan kemudian membiarkan program komputer memperhalus penaksiran tersebut secara iteratif.
  • 20. 20 3. Pemeriksaan Diagnostik Setelah berhasil megestimasi nilai-nilai parameter dari model ARIMA yang ditetapkan sementara, selanjutnya perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik untuk membuktikan bahwa model tersebut cukup memadai dan menentukan model mana yang terbaik digunakan untuk peramalan (Makridakis, 1999: 411). Pemeriksaan diagnostik ini dapat dilakukan dengan mengamati apakah residual dari model terestimasi merupakan proses white noise atau tidak. Model dikatakan baik jika nilai error bersifat random, artinya sudah tidak mempunyai pola tertentu lagi. Dengan kata lain model yang diperoleh dapat menangkap dengan baik pola data yang ada. Statistik uji Q Box- Pierce dapat digunakan untuk menguji kelayakan model, yaitu dengan menguji apakah sekumpulan korelasi diri untuk nilai sisa tersebut tidak nol. Statistik uji Q Box- Pierce menyebar mengikuti sebaran π‘₯2 dengan derajat bebas (π‘š βˆ’ 𝑝 βˆ’ π‘ž), dimana m adalah maksimum yang diamati, p adalah ordo AR, dan q adalah ordo MA. Jika nilai Q lebih besar dari nilai π‘₯2 (π‘š βˆ’ 𝑝 βˆ’ π‘ž) untuk tingkat kepercayaan tertentu atau nilai peluang statistik Q lebih kecil dari taraf nyata 𝛼, maka dapat disimpulkan bahwa model tidak layak. Persamaan statistik Uji Box dan Pierce menurut Makridakis (1995) adalah: 𝑄 = (𝑁 βˆ’ 𝑑)βˆ‘ π‘Ÿ π‘˜ 2π‘š π‘˜=1 (2.24) dengan : π‘Ÿ π‘˜ 2 = nilai korelasi diri pada lag ke-k N = banyaknya amatan pada data awal
  • 21. 21 d = ordo pembedaan m = lag maksimal 4. Pemilihan Model Terbaik Dalam suatu proses analisis time series menghasilkan beberapa model yang dapat mewakili keadaan data. Untuk itu perlu dilakukan pemilihan model yang terbaik. pemilihan model terbaik yang tepat didasarkan pada kriteria perhitungan model residu yang sesuai atau berdasarkan kesalahan peramalan yaitu: a. Akaike’s Information Criterion (AIC) Semakin kecil nilai AIC semakin baik model itu untuk dipilih. Model terbaik adalah model yang memiliki nilai AIC terkecil (Wei, 1989) 𝐴𝐼𝐢 = ln( 𝑀𝑆𝐸)+ 2 βˆ— 𝐾/𝑁 (2.25) b. Schwartz Bayesian Criterion (SBC) Schwartz Bayesian Criterion (SBC) adalah kriteria pemilihan model yang berdasarkan pada nilai yang terkecil. Kriteria tersebut dirumuskan sebagai berikut: 𝑆𝐡𝐢 = ln( 𝑀𝑆𝐸) + [ 𝐾 βˆ— log( 𝑁)]/𝑁 (2.26) dimana : MSE = Mean Square error K = banyaknya parameter, yaitu (𝑝 + π‘ž + 1) 𝑁 = banyaknya data pengamatan
  • 22. 22 Sedangkan kriteria yang digunakan dalam pemilihan model terbaik berdasarkan kesalahan peramalan yaitu: a. Mean Square Error (MSE) 𝑀𝑆𝐸 = 1 𝑁 βˆ‘ ( π‘₯ 𝑑 βˆ’ π‘₯Μ‚ 𝑑)2𝑁 𝑑=1 (2.27) dimana : N = Jumlah Sampel π‘₯ 𝑑 = Nilai Aktual Indeks π‘₯Μ‚ 𝑑 = Nilai Prediksi Indeks (Aswi dan Sukarna, 2006:130) b. Mean Absolut Percentage Error (MAPE) MAPE= βˆ‘ [ (Xt -𝑋̂ 𝑑) 𝑋t ]T t=1 T Γ—100% (2.28) dimana : T = banyaknya periode peramalan 𝑋𝑑 = nilai sebenarnya pada waktu ke-t 𝑋̂ 𝑑 = nilai dugaan pada waktu ke-t (Aswi dan Sukarna, 2006:130) Pada pemilihan metode terbaik (metode yang paling sesuai) yang digunakan untuk meramalkan suatu data dapat dipertimbangkan dengan meminimumkan kesalahan (error) yang mempunyai ukuran kesalahan model terkecil.
  • 23. 23 5. Peramalan Langkah terakhir adalah memprediksi nilai untuk periode selanjutnya dari model terbaik. Jika data semula sudah melalui transformasi, peramalan yang kita dapat harus dikembalikan ke bentuk semula. Prediksi suatu data baik dilakukan untuk jangka waktu yang singkat sedangkan prediksi untuk jangka waktu yang panjang hanya diperlukan untuk melihat kecenderungan (trend) pada dasarnya prediksi untuk jangka waktu yang panjang kurang baik untuk dilakukan sebab bila kita meramalkan jauh kedepan tidak akan diperoleh nilai empiris untuk residual setelah beberapa waktu, sehingga hal tersebut menyebabkan nilai harapan residual seluruhnya bernilai nol dan angka prediksi menjad kurang akurat. H. Heteroskedastisitas (Heteroscedasticity) Faktor error pada suatu model regresi biasanya memiliki masalah atas pelanggaran asumsi-asumsi pada residual. Suatu keadaan dikatakan heteroskedastisitas, apabila suatu data memiliki variansi error yang tidak konstan untuk setiap observasi atau dengan kata lain melanggar asumsi π‘‰π‘Žπ‘Ÿ πœ€π‘‘ = 𝜎2 . Jika error pada suatu model mengandung masalah heteroskedastisitas, maka akibatnya estimator yang dihasilkan tetap konsisten, tetapi tidak lagi efisien karena ada estimator lain yang memilki variansi lebih kecil daripada estimator yang memiliki residual yang bersifat heteroskedastisitas. Volatilitas adalah pengukuran statistik variansi harga suatu instrumen, volatilitas return ditunjukan dengan variansi atau standar deviasi return. Beberapa
  • 24. 24 metode yang berbeda dalam melakukan pengukuran volatilitas, masing-masing memiliki karakter tertentu. Dalam melakukan forecasting, volatilitas umumnya diasumsikan konstan dari waktu ke waktu disebut homoskedastisitas. Akan tetapi, volatilitas tidak selalu konstan dari waktu ke waktu yang disebut heteroskedastisitas. Ada kalanya pemodelan ekonometrik asumsi varians dari error term atau faktor pengganggu yang konstan menjadi tidak masuk akal, hal ini disebabkan sangat mungkin terjadi kejadian dimana varians dari error term tidak konstan terhadap waktu, hal tersebut ditunjukkan oleh volatility clustering yang terjadi pada data time series keuangan, dimana adanya kecenderungan volatilitas yang tinggi pada suatu periode diikuti dengan volatilitas yang tinggi pada periode berikutnya, demikian juga berlaku sebaliknya. Peramalan dengan menggunakan asumsi volatilitas yang konstan terhadap waktu biasanya dilakukan dengan menggunakan perhitungan standar deviasi biasa, sedangkan untuk melakukan peramalan terhadap volatilitas yang tidak konstan terhadap waktu telah dikembangkan banyak metode seperti model ARCH dan kemudian dikembangkan lagi menjadi GARCH. I. Model Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH) Model yang dapat digunakan untuk mengatasi variansi error yang tidak konstan dalam data time series finansial adalah model Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH) yang diperkenalkan pertama kali oleh
  • 25. 25 Engle pada tahun 1982. Pada model ARCH variansi error sangat dipengaruhi oleh error di periode sebelumnya πœ€π‘‘βˆ’1 2 (wei, 2006:368). Bentuk Umum Model Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH) Ide pokok model ARCH adalah error (πœ€π‘‘) dari asset return tidak berkorelasi secara parsial, tetapi dependen dan keterikatan πœ€π‘‘dapat dijelaskan oleh fungsi kuadratik sederhana (Tsay, 2005: 115). Model ARCH ini, merupakan model variansi dan model yang digunakan untuk peramalan ialah model mean terbaik yang diestimasi secara bersama-sama dengan model variansi untuk memperoleh dugaan parameternya. Model mean yang digunakan dapat berupa model-model ARIMA (Hamilton, 1994: 656). Menurut Tsay (2005: 116), lebih spesifikasi lagi, suatu model ARCH orde diasumsikan bahwa πœ€π‘‘ = πœŽπ‘‘ 𝑋𝑑 πœŽπ‘‘ 2 = 𝛼0 + 𝛼1 πœ€π‘‘βˆ’1 2 + 𝛼2 πœ€π‘‘βˆ’2 2 + β‹― + 𝛼 𝑝 πœ€π‘‘βˆ’π‘ 2 (2.29) Dengan 𝑋𝑑~𝑖. 𝑖. 𝑑 𝑁( πœ‡, 𝜎2), 𝛼0 > 0, π‘‘π‘Žπ‘› 𝛼𝑖 β‰₯ 0 π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ 𝑖 > 0. Pada kenyataannya 𝑋𝑑 sering diasumsikan mengikuti distribusi normal baku, maka model ARCH dapat dicirikan dengan πœ€π‘‘ = πœŽΜ…π‘‘ 2 𝑋𝑑 dengan πœŽπ‘‘ 2 untuk menotasikan variansi bersyarat dalam persamaan (2.29). Model variansi yang memenuhi persamaan ARCH (p) adalah model variansi yang menghubungkan antara variansi error pada waktu ke-t dengan kuadrat error pada waktu sebelumnya. J. Pengujian Efek ARCH
  • 26. 26 Pada model ARIMA asumsi ragam dari sisaan harus konstan dimana π‘‰π‘Žπ‘Ÿ( πœ€π‘‘) = 𝜎2 . Jika terjadi pelanggaran dari asumsi tersebut dimana ragam sisaan tidak konstan yaitu π‘‰π‘Žπ‘Ÿ( πœ€π‘‘) = πœŽπ‘‘ 2 maka model tersebut masih mengandung masalah heteroskedasitisitas sehingga perlu pemodelan ragam sisaan dengan GARCH untuk menyelesaikannya. Keberadaan heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan uji LM yaitu: 𝐿𝑀 = 𝑁𝑅2 (2.30) dengan 𝑅2 = βˆ‘ ( π‘₯Μ‚π‘–βˆ’π‘₯Μ…)2𝑛 𝑖=1 βˆ‘ ( π‘₯ π‘–βˆ’π‘₯Μ…)2𝑛 𝑖=1 Jika 𝐿𝑀 > 𝑋 π‘Ž 2 maka π‘‰π‘Žπ‘Ÿ( πœ€π‘‘) = πœŽπ‘‘ 2 yang berarti masih ada heteroskedastsitas dimana N adalah banyaknya data, a adalah banyaknya data periode sebelumnya yang memengaruhi data sekarang dan 𝑅2 = besarnya kombinasi keragaman yang dapat dijelaskan data deret waktu sebelumnya. Lagrange Multiplier mengikuti sebaran 𝑋2 dengan derajat bebas sebesar q (banyaknya periode waktu sebelumnya yang mempengaruhi data sekarang). K. Model Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH) Model Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH) dikembangkan oleh Bollerslev (1986) yang merupakan pengembangan dari model ARCH. Model ini dibangun untuk menghindari ordo yang terlalu tinggi pada model ARCH dengan berdasar pada prinsip
  • 27. 27 parsimoni atau memilih model yang lebih sederhana, sehingga akan menjamin variansinya selalu positif (Enders, 1995: 147). Menurut (Tsay, 2005: 132) πœ€π‘‘ = 𝑋𝑑 βˆ’ πœ‡ 𝑑, πœ€π‘‘ dikatakan mengikuti model GARCH (p,q) jika πœŽπ‘‘ 2 = 𝛼0 + 𝛼1 πœ€π‘‘βˆ’1 2 + β‹―+ 𝛼 𝑝 πœ€π‘‘βˆ’π‘ 2 + 𝛽1 πœŽπ‘‘βˆ’1 2 + β‹―+ 𝛽 π‘ž πœŽπ‘‘βˆ’π‘ž 2 = 𝛼0 + βˆ‘ 𝛼𝑖 πœ€π‘‘βˆ’π‘– 2𝑝 𝑖=1 + βˆ‘ 𝛽𝑗 πœŽπ‘‘βˆ’π‘— 2π‘ž 𝑖=1 (2.31) πœ€π‘‘ = πœŽπ‘‘ 𝑋𝑑 Dengan, πœŽπ‘‘ 2 = variansi dari residual pada waktu t 𝛼0 = komponen konstanta 𝛼𝑖 = parameter dari ARCH πœ€π‘‘βˆ’1 2 = kuadrat dari residual pada waktu t-i 𝛽𝑗 = parameter dari GARCH πœŽπ‘‘βˆ’π‘— 2 = variansi dari residual pada saat t-j Dengan 𝑋𝑑~𝑖. 𝑖. 𝑑 𝑁(0,1), 𝛼0 > 0, 𝛼𝑖 β‰₯ 0, 𝑖 = 1,2, … , 𝑝, 𝛽𝑗 β‰₯ 0, 𝑗 = 1,2, … , π‘ž: 0 < 𝛼𝑖 + 𝛽𝑗 < 1. Persamaan variansi yang memenuhi persamaan GARCH (p,q) menghubungkan antara variansi residual pada waktu ke-t dengan variansi residual pada waktu sebelumnya. Jika persamaan (2.31) ditulis ke dalam operator B (backshift) maka didapat πœŽπ‘‘ 2 = 𝛼0 + 𝛼( 𝐡) πœ€π‘‘ 2 + 𝛽( 𝐡) πœŽπ‘‘ 2 (2.32) Dengan 𝐡𝑋𝑑, 𝑑 ∈ β„€ = π‘‹π‘‘βˆ’1, 𝑑 ∈ β„€ 𝛽( 𝐡) = 𝛽1( 𝐡) + 𝛽2( 𝐡)2 + β‹― + 𝛽 π‘ž ( 𝐡) π‘ž
  • 28. 28 𝛽( 𝐡) 𝑋𝑑, 𝑑 ∈ β„€ = 𝛽1 π‘‹π‘‘βˆ’1 + 𝛽2 π‘‹π‘‘βˆ’2 + β‹― + 𝛽 π‘ž π‘‹π‘‘βˆ’π‘ž , 𝑑 ∈ β„€ 𝛼( 𝐡) = 𝛼1( 𝐡)+ 𝛼2( 𝐡)2 + β‹― + 𝛼 𝑝(𝐡) π‘ž 𝛼( 𝐡) 𝑋𝑑, 𝑑 ∈ β„€ = 𝛼1 π‘‹π‘‘βˆ’1 + 𝛼2 π‘‹π‘‘βˆ’2 + β‹―+ 𝛼 𝑝 π‘‹π‘‘βˆ’π‘, 𝑑 ∈ β„€ Model GARCH (1,1) Model GARCH yang paling sederhana tetapi paling sering digunakan adalah Model GARCH (1,1). Model GARCH (1,1) secara umum dinyatakan sebagai berikut (Bollerslev, 1986: 311): πœŽπ‘‘ 2 = 𝛼0 + 𝛼1 πœ€π‘‘βˆ’1 2 + 𝛽1 πœŽπ‘‘βˆ’1 2 (2.33) Dengan, 𝛼0 > 0, 𝛼1 β‰₯ 0 π‘‘π‘Žπ‘› 𝛽1 β‰₯ 0 πœŽπ‘‘ 2 = variansi dari residual pada waktu t 𝛼0 = komponen konstanta 𝛼1 = parameter dari ARCH πœ€π‘‘βˆ’1 2 = kuadrat dari residual pada waktu t-i 𝛽1 = parameter dari GARCH πœŽπ‘‘βˆ’π‘— 2 = variansi dari residual pada saat t-j Estimasi Parameter Model Garch Setelah model diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah estimasi parameter. Model regresi umum dengan kesalahan autokorelasi dan model GARCH untuk variansi bersyarat adalah sebagai berikut (Wei, 2006:373) π‘Œπ‘‘ = 𝑋𝑑 β€² 𝑏 + πœ€π‘‘ (2.34) Dengan
  • 29. 29 πœ€π‘‘ = πœ‘1 πœ€π‘‘βˆ’1 + β‹― + πœ‘ 𝑝 πœ–π‘‘βˆ’π‘ + 𝑛𝑑 𝑛𝑑 = πœŽπ‘‘ πœ€π‘‘ πœŽπ‘‘ 2 = 𝛼0 + 𝛼1 π‘›π‘‘βˆ’1 2 + β‹―+ 𝛼 𝑝 π‘›π‘‘βˆ’π‘ 2 + 𝛽1 πœŽπ‘‘βˆ’1 2 + β‹― + 𝛽 π‘ž πœŽπ‘‘βˆ’π‘ž 2 Dan πœ€π‘‘ adalah 𝑖. 𝑖. 𝑑 𝑁 (0,1) dan tidak tergantung dari keadaan masa lalu dari π‘›π‘‘βˆ’π‘. Estimasi parameter dari model GARCH dengan menggunakan Maksimum Likelihood Estimation. Persamaan (2.34) dapat ditulis kembali menjadi π‘Œπ‘‘ = 𝑋𝑑 β€² 𝑏 + 1 1βˆ’πœ‘1 π΅βˆ’β‹―βˆ’πœ‘ 𝑝 𝐡 𝑝 𝑛𝑑 (2.35) Menduga kemungkinan Dalam prakteknya, pendekatan yang paling banyak digunakan untuk pengepasan model GARCH pada data adalah maximum likelihood. Dengan menganggap pada pengepasan model ARCH (1) dan GARCH (1,1) sebagai pengepasan umum dari model ARCH (p) dan GARCH (p, q), model akan lebih sederhana. Untuk model ARCH (1) dan GARCH (1,1) anggap mempunyai total dari n+1 data nilai 𝑋0, 𝑋1,… , 𝑋 𝑛. Berdasarkan hal tersebut, fungsi kepekatan bersama dari peubah acak yang sesuai dapat ditulis seperti (McNeil, 2005:150): 𝑓π‘₯0, …, π‘₯ 𝑛( π‘₯0,… , π‘₯ 𝑛) = 𝑓π‘₯0(π‘₯0)∏ 𝑓π‘₯ 𝑑|π‘₯ π‘‘βˆ’1,… , π‘₯0(π‘₯ 𝑑|π‘‹π‘‘βˆ’1, … , π‘₯0)𝑛 𝑑=1 Model GARCH (p,q) dianggap meniliki 𝑛 + 𝑝 nilai data yang berlabel π‘‹βˆ’π‘+1, …, 𝑋0, 𝑋1,… , 𝑋 𝑛. Evaluasi peluang bersyarat dinilai teramati dengan
  • 30. 30 π‘‹βˆ’π‘+1, …, 𝑋0 serta nilai tak teramati dari πœŽβˆ’π‘+1, …, 𝜎0. Sehingga peluang besyarat menjadi (McNeil, 2005:151): 𝐿(𝜎2 ; 𝑋)∏ 1 πœŽπ‘‘ 𝑔( π‘‹π‘‘βˆ’πœ‡ 𝑑 πœŽπ‘‘ )𝑛 𝑑=1 (2.36) Dimana πœŽπ‘‘ mengikuti spesifikasi GARCH dan πœ‡ 𝑑 mengkuti spesifikasi ARIMA. L. Penelitian Terdahulu Sudah banyak penelitian-penelitian terdahulu yang mencoba memprediksi gerakan suatu harga saham menggunakan analisis teknikal dengan berbagai metode. Wenty Yolanda Eliyawati, dkk (2014) melakukan penelitian mengenai β€œPenerapan Model Garch (Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity) untuk Menguji Pasar Modal Efisien di Indonesia (Studi pada Harga Penutupan (Closing Price) Indeks Saham LQ 45 Periode 2009- 2011)”. Hasil penelitian menunjukkan data harga penutupan harian saham indeks LQ 45 terdapat unsur heteroskedastisitas. Penerapan model GARCH(1,1) menunjukkan bahwa pada data harga penutupan harian (closing price) saham pada indeks LQ 45 periode 2009-2011, harga pada periode 3 hari dan 4 hari sebelumnya adalah yang paling berpengaruh. Lulik Presdita Widasari dan Nuri Wahyuningsih (2012) melakukan penelitian mengenai β€œAplikasi Model ARCH-GARCH dalam Peramalan tingkat Inflasi”. Hasil penelitian menunjukkan data tingkat inflasi dimodelkan dengan metode ARIMA Box-Jenkins dan dideteksi terdapat adanya kasus heteroskedastisitas.
  • 31. 31 Penerapan model ARCH-GARCH dalam penelitian ini ditujukan untuk mengatasi adanya heteroskedastisitas pada data tingkat inflasi. Teguh santoso (2011) melakukan penelitian mengenai β€œAplikasi Model Garch pada Data Inflasi Bahan Makanan Indonesia Periode 2005.1- 2010.6”. hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode GARCH memang bisa mengatasi masalah heteroskedastisitas pada data time series yang mempunyai kecenderungan volatilitas yang tinggi yang disebabkan karena residual atau error term yang mengandung unsur heteroskedastisitas.