SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 7
DEPRESI PADA REMAJA

   Dalam perkembangan normalpun seorang remaja mempunyai kecenderungan untuk
   mengalami depresi, Oleh karena itu sangatlah penting untuk membedakan secara jelas
   dan hati -hati antara depresi yang disebabkan oleh gejolak mood yang normal pada
   remaja dengan depresi yang patologik. Akibat sulitnya membedakan antara kedua
   kondisi diatas, membuat depresi pada remaja sering tidak terdiagnosis. Bila tidak
   ditangani dengan baik, gangguan psikiatrik pada remaja sering kali akan berlanjut
   sampai masa dewasa.

I. Definisi
   Kondisi yang ditandai dengan ketidakmampuan berkonsentrasi, perubahan pola tidur
   yang parah, menurunnya energi, ketidaknyamanan fisik, mudah tersingung, serta
   perasaan sedih , kesal dan tidak berdaya yang ekstrim.
   Depresi dapat terjadi pada keadaan normal sebagai bagian dalam perjalanan proses
   kematangan dari emosi sehingga definisi depresi adalah sebagai berikut: (1) pada
   keadaan normal merupakan gangguan kemurungan (kesedihan, patah semangat) yang
   ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan, dan pesimisme menghadapi
   masa yang akan datang, (2) pada kasus patologis, merupakan ketidakmauan ekstrim
   untuk mereaksi terhadap rangsang disertai menurunnya nilai diri, delusi ketidakpuasan,
   tidak mampu, dan putus asa.

II. Klasifikasi depresi
    Menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders fourth edition)
    Gangguan depresi terbagi dalam 3 kategori, yaitu:
    1. Gangguan depresi berat (Mayor depressive disorder).
         Didapatkan 5 atau lebih simptom depresi selama 2 minggu. Kriteria terebut adalah:
         suasana perasaan depresif hampir sepanjang hari yang diakui sendiri oleh subjek
         ataupun observasi orang lain (pada anak-anak dan remaja perilaku yang biasa
         muncul adalah mudah terpancing amarahnya), kehilangan interes atau perasaan
         senang yang sangat signifikan dalam menjalani sebagian besar aktivitas sehari-hari,
         berat badan turun secara siginifkan tanpa ada progran diet atau justru ada kenaikan
         berat badan yang drastis, insomnia atau hipersomnia berkelanjuta, agitasi atau
         retadasi psikomotorik, letih atau kehilangan energi, perasaan tak berharga atau
         perasaan bersalah yang eksesif, kemampuan berpikir atau konsentrasi yang
         menurun, pikiran-pikiran mengenai mati, bunuh diri, atau usaha bunuh diri yang
         muncul berulang kali, distres dan hendaya yang signifikan secara klinis, tidak
         berhubugan dengan belasungkawa karena kehilangan seseorang.
    2. Gangguan distimik (Dysthymic disorder) adalah suatu bentuk depresi yang lebih
         kronis tanpa ada bukti suatu episode depresi berat (dahulu disebut depresi
         neurosis). Kriteria DSM-IV untuk gangguan distimik: perasaan depresi selama
         beberapa hari, paling sedikit selama 2 tahun (atau 1 tahun pada anak-anak dan
         remaja); selama depresi, paling tidak ada dua hal berikut yang hadir: tidak nafsu
         makan atau makan berlebihan, insomnia atau hipersomnia, lemah atau keletihan,
         self esteem rendah, daya konsentrasi rendah, atau sulit membuat keputusan,
         perasaan putus asa; selama 2 tahun atau lebih mengalami gangguan, orang itu




                                              1
tanpa gejala-gejala selama 2 bulan; tidak ada episode manik yang terjadi dan kriteria
       gangguan siklotimia tidak ditemukan; gejala-gejala ini tidak disebabkan oleh efek
       psikologis langsung darib kondisi obat atau medis; signifikansi klinis distress
       (hendaya) atau ketidaksempurnaan dalam fungsi.
    3. Gangguan afektif bipolar atau siklotimik (Bipolar affective illness or cyclothymic
       disorder). Kriteria: kemunculan (atau memiliki riwayat pernah mengalami) sebuah
       sebuah episode depresi berat atau lebih; kemunculan (atau memiliki riwayat pernah
       mengalami) paling tidak satu episode hipomania; tidak ada riwayat episode manik
       penuh atau episode campuran; gejala-gejala suasana perasaan bukan karena
       skizofrenia atau menjadi gejala yang menutupi gangguan lain seprti skizofrenia;
       gejala-gejalanya tidak disebabkan oleh efek-efek fisiologis dari substansi tertentu
       atau kondisi medis secara umum; distres atau hendaya dalam fungsi yang signifikan
       secara klinis.
       Sedangkan menurut Carlson, seperti yang dikutip oleh shafii, membagi depresi pada
       remaja menjadi tipe primer dan sekunder. Tipe primer : bila tidak ada gangguan
       psikiatrik sebelumnya, dan tipe sekunder : bila gangguan yang sekarang mempunyai
       hubungan dengan gangguan psikiatrik sebelumnya. Pada gangguan depresi yang
       sekunder biasanya lebih kacau, lebih agresif, mempunyai lebih banyak kelehan
       sometik, dan lebih sering terlihat mudah tersinggung, putus asa, mempunyai ide
       bunuh diri, problem tidur, penurunan prestasi sekolah, harga diri yang rendah , dan
       tidak patuh.

III.Etiologi
     Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap etiologi depresi, khususnya pada
     anak dan remaja adalah:
     1. Faktor genetik
         Meskipun penyebab depresi secara pasti tidak dapat ditentukan, faktor genetik
         mempunyai peran terbesar. Gangguan alam perasaan cenderung terdapat dalam
         suatu keluarga tertentu. Bila suatu keluarga salah satu orangtuanya menderita
         depresi, maka anaknya berisiko dua kali lipat dan apabila kedua orangtuanya
         menderita depresi maka risiko untuk mendapat gangguan alam perasaan sebelum
         usia 18 tahun menjadi empat kali lipat. Pada kembar monozigot, 76% akan
         mengalami gangguan afektif sedangkan bila kembar dizigot hanya 19%. Bagaimana
         proses gen diwariskan, belum diketahui secara pasti. Bahwa kembar monozigot tidak
         100% menunjukkan gangguan afektif, kemungkinan ada faktor non-genetik yang
         turut berperan.
     2. Faktor Sosial
         Dilaporkan bahwa orangtua dengan gangguan afektif cenderung akan selalu
         menganiaya atau menelantarkan anaknya dan tidak mengetahui bahwa anaknya
         menderita depresi sehingga tidak berusaha untuk mengobatinya. Hasil penelitian
         menunjukkan bahwa status perkawinan orangtua, jumlah sanak saudara, status sosial
         keluarga, perpisahan orangtua, perceraian, fungsi perkawinan, atau struktur keluarga
         banyak berperan dalam terjadinya gangguan depresi pada anak. Ibu yang menderita
         depresi lebih besar pengaruhnya terhadap kemungkinan gangguan psikopatologi
         anak dibandingkan ayah yang mengalami depresi. Levitan et al (1998) dan Weiss et al
         (1999) melaporkan adanya hubungan yang signifikan antara riwayat penganiayaan
         fisik atau seksual dengan depresi, tetapi mekanismenya belum diketahui secara




                                               2
pasti.Diyakini bahwa faktor non-genetik seperti fisik maupun lingkungan merupakan
   pencetus kemungkinan terjadinya depresi pada anak dengan riwayat genetik.
3. Faktor Biologis lainnya
   Dua hipotesis yang menonjol mengenai mekanisme gangguan alam perasaan
   terfokus pada: terganggunya regulator sistem monoamin-neurotransmiter, termasuk
   norepinefrin dan serotonin (5-hidroxytriptamine). Hipotesis lain menyatakan bahwa
   depresi yang terjadi erat hubungannya dengan perubahan keseimbangan adrenergik-
   asetilkolin yang ditandai dengan meningkatnya kolinergik, sementara dopamin secara
   fungsional menurun.

IV. Epidemiologi
   Kejadian gangguan depresi pada remaja bervariasi tergantung dari kelompok umur.
   Kejadian depresi makin meningkat dengan bertambahnya umur anak. Di Amerika
   didapatkan gejala depresi pada remaja umur 11-13 tahun (remaja awal) lebih ringan
   secara bermakna dibandingkan dengan gejala depresi pada umur 14 tahun-16 tahun
   (remaja menengah) dan umur 17-18 tahun (remaja akhir). Prevalensi gangguan
   depresi pada remaja dengan depresi berat 0,4-6,4%, gangguan distimik 1,6-8% dan
   gangguan bipolar 1%. Sekitar 40-70% komorbiditas dengan gangguan jiwa lain
   (penyimpangan perilaku, penyalahgunaan obat, penyimpangan seksual, gangguan
   pemusatan perhatian dan hiperaktif, anxietas, anoreksia nervosa, problem sekolah).
   50% populasi memiliki 2 atau lebih dari dua gangguan jiwa lain. Rasio remaja
   perempuan dibandingkan laki-laki adalah 2:1.

V. Gejala Klinik
   Gejala klinis depresi :
   - Mood disforik ( Labil dan mudah tersinggung ) dan afek depresif. Gejolak mood
      pada remaja adalah normal, tapi pada kondisi depresi menjadi lebih nyata. Mood
      yang disforik dan sedih lebih sering tampak. Kecenderungan untuk marah-marah
      dan perubahan mood meningkat.
   - Pubertas. Depresi kronis yang dialami sejak masa remaja awal, kemungkinan akan
      mengalami kelambatan pubertas, terutama pad depresi yang disertai dengan
      kehilangan berat badan dan anoreksia. Remaja yang mengalami depresi lebih sulit
      menerima atau memahami tanda-tanda pubertas yang muncul. Perubahan
      hormonal yang disertai stres lingkungan, dapat memicu timbulnya depresi yang
      dalam dan kemungkinan munculnya perilaku bunuh diri. Mimpi basah dan mimpi
      yang berhubungan dengan incest (hubungan seksual antar anggota keluarga),
      dapat menambah beban rasa bersalah pada remaja yang depresi. Periode
      menstruasi pada remaja wanita yang mengalami depresi, mungkin terlambat,
      tidak teratur, atau disertai dengan timbulnya rasa sakit yang hebat dan perasaan
      tidak nyaman, Mood yang disforik sering nampak pada periode pramenstrual,
      Remaja wanita yang mengalami depresi mungkin merasa murung (feeling blue),
      sedih (down in the dump), menangis tanpa sebab, menjadi sebal hati (sulky and
      pouty), mengurung diri di kamar, dan lebih banyak tidur.
    - Perkembangan kognitif. Disorganisasi fungsi kognitif pada remaja yang bersifat
      sementara, menjadi lebih nyata pada kondisi depresi. Pada remaja awal yang
      mengalami depresi, terdapat keterlambatan perkembangan proses pikir abstrak
      yang biasanya muncul pada usia sekitar 12 tahun. Pada remaja yang lebih tua,




                                          3
kemampuan yang baru diperoleh ini akan menghilang atau menurun. Prestasi
    sekolah sering terpengaruh bila seorang remaja biasanya mendapat hasil baik di
    sekolah, tiba-tiba prestasinya menurun, depresi harus dipertimbangkan sebagai
    salah satu faktor penyebabnya. Membolos, menunda menyelesaikan tugas,
    perilaku yang mudah tersinggung didalam kelas, tidak peduli terhadap hasil yang
    dicapai dan masa depan, dapat merupakan gejala awal dari depresi pada remaja. -
    Harga diri . Pada remaja, kondisi depresi memperkuat perasaan rendah diri. Rasa
    putus asa dan rasa tidak ada yang menolong dirinya makin merendahkan hatga
    diri. Pada satu saat remaja yang depresi mencoba untuk melawan perasaan
    rendah dirinya dengan penyangkalan, fantasi, atau menghindari kenyataan realitas
    dengan menggunakan NAPZA.
-   Perilaku antisosial. Membolos, mencuri, berkelahi, sering mengalami kecelakaan,
    yang terjadi terutama pada remaja yang sebelumnya mempunyai riwayat perilaku
    yang baik, mungkin merupakan indikasi adanya depresi.
-    Penyalah gunaan NAPZA. Kebanyakan remaja yang depresi cenderung
    menyalahgunakan NAPZA, misalnya ganja, obat-obat yang meningkat mood (
    amfetamin ), yang menurunkan mood ( barbiturat, tranquilizer, hipnotika ) dan
    alkohol. Akhir-akhir ini banyak digunakan heroin, kokain dan derivatnya serta
    halusinogen.
-   Perilaku seksual. Secara umum remaja yang mengalami depresi tidak menunjukkan
    minat untuk kencan atau mengadakan interaksi heteroseksual. Namun ada juga
    remaja yang mengalami depresi menjadi berperilaku berlebihan dalam masalah
    seksual, atau menjalani pergaulan bebas, sebagai tindakan defensif untuk
    melawan depresinya, Beberapa remaja menginginkan kehamilan sebagai
    kompensasi terhadap objek yang hilang atau rasa rendah dirinya. Remaja yang
    mengalami depresi ada kemungkinan kawin muda untuk menghindari konflik
    dalam keluarga. Seringkali perkawinan ini malah memperkuat depresinya.
-   Kesehatan fisik. Remaja yang mengalami depresi, tampak pucat, lelah dan tidak
    memancarkan kegembiraan dan kebugaran, Seringkali mereka mempunyai banyak
    keluhan fisik, seperti sakit kepala, sakit lambung, kurang nafsu makan, dan
    kehilangan berat badan tanpa adanya penyebab organik, Remaja yang mengalami
    depresi biasanya tidak mengekspresikan perasaannya secara verbal, namun lebih
    banyak keluhan fisik yang diutarakan , sehingga hal ini biasanya merupakan satu-
    satunya kondisi yang membawanya datang ke dokter. Sensitivitas dari sang dokter
    dalam menemukan mood yang disforik ataupun depresi akan dapat mencegah
    kemungkinan terjadinya bunuh diri pada remaja.
-   Berat badan. Penurunan berat badan yang cepat dapat merupakan indikasi adanya
    depresi. Harga diri yang rendah dan kurangnya perhatian pada perawatan dirinya,
    atau makan yang berlebihan dapat menyebabkan obesitas, merupakan tanda dari
    depresi.
-   Perilaku bunuh diri. Remaja yang mengalami depresi mempunyai kerentanan tinggi
    terhadap bunuh diri. Penelitian di kentucky, Amerika Serikat, menyebutkan
    sekitar 30 % dari mahasiswa tingkat persiapan dan pelajar sekolah menengah atas
    pernah berpikir serius tentang percobaan bunuh diri dalam satu tahun terakhir
    saat diteliti , 19 % mempunyai rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri , dan
    11 % telah mencoba melakukan bunuh diri.




                                        4
VI. Pemeriksaan Penunjang
     Diagnosis depresi pada anak maupun dewasa tidak sejelas seperti pada penyakit
     lain. Tidak ada tes khusus yang dapat membantu menentukan bahwa seseorang
     individu menderita depresi, dan sangat sedikit yang dapat ditentukan penyebabnya.3
     Faktor neuroendokrin dapat mempengaruhi kejadian depresi, sehingga dapat
     dilakukan deksametason supression test (DST) berupa sekresi berlebihan kortisol,
     kadar hormon pertumbuhan menurun jika disuntik insulin-induced hypoglicemia,
     kadar tiroksin total lebih rendah, peningkatan sekresi kortisol pada malam hari.

VII. Diagnosis Banding
     Depresi harus dibedakan dengan kesedihan yang normal dan gangguan psikiatris
     lainnya. Sebelum diagnosis psikiatris ditegakkan, kondisi organik yang mirip ataupun
     yang menimbulkan gejala-gejala psikiatris harus disingkirkan terlebih dahulu seperti
     gangguan organik, intoksikasi zat, ketergantungan dan abstinensi, distimia,
     siklotimia, gangguan kepribadian, berkabung, serta gangguan penyesuaian. Keadaan
     seperti ini sangat bervariasi, tergantung umur. Perlu dibedakan pula
     penyalahgunaan obat, gangguan cemas, dan fase awal skizofrenia. Juga perlu
     ditentukan apakah gangguan afektif yang timbul merupakan primer atau sekunder.

VIII. Terapi
     Perawatan di rumah sakit perlu dipertimbangkan sesuai dengan indikasi, misalnya
     penderita cenderung mau bunuh diri, atau adanya penyalahgunaan atau
     ketergantungan obat. Pada umumnya, penderita berhasil ditangani dengan rawat
     jalan. Sekali diagnosis depresi berat ditegakkan, psikoterapi dan medikasi
     merupakan terapi yang harus diberikan. Namun, pengobatan selalu bersifat
     individual, tergantung pada hasil pertimbangan evaluasi dan keluarganya, termasuk
     kombinasi terapi individu, terapi keluarga, serta konsultasi dengan pihak sekolah.
     Pendekatan biopsikososial digunakan dalam mengobati remaja yang mengalami
     depresi. Pendekatan ini meliputi psikoterapi ( individual, keluarga , kelompok ),
     farmakoterapi, remedial / edukatif, dan pelatihan keterampilan sosial. Sebelum
     memulai suatu bentuk terapi, sebaiknya dipertimbangkan dengan hati -hati. Adanya
     obsesi untuk bunuh diri harus diobservasi dengan cermat dan sebaiknya pasien di
     rawat inap. faktor lain seperti kemampuan untuk berfungsi atau stabilitas keluarga
     merupakan faktor yang harus dipertimbangkan untuk merawat inapkan remaja ini.
     1. Psikoterapi. Beberapa pendekatan psikoterapi yang dapat dilakukan adalah :
         psikoterapi perorangan (individual psychotherapy), terapi berorientasi
         kesadaran (insight-oriented therapy), terapi tingkah laku (behavioral therapy),
         model stres hidup (life stress model), psikoterapi kognitif (cognitive
         psychotherapy) ,lain-lain seperti terapi kelompok (group therapy), latihan
         orangtua (parent training), terapi keluarga (family training), pendidikan
         remedial (remedial education), dan penempatan di luar rumah (out of
         homeplacement).
     2. Farmakoterapi . Saat ini, belum ada obat yang direkomendasikan oleh FDA.
         Pengobatan secara farmakoterapi masih kontroversial pada anak dan remaja .
         Farmakoterapi yang sering digunakan:
             • Golongan antidepresi trisiklik: Amitriptilin, Imipramin, dan Desipramin.
                  Berbeda dengan orang dewasa, pada anak tidak menunjukkan




                                           5
perbedaan yang berarti antara antidepresi golongan trisiklik dengan
              plasebo. Obat ini bersifat kardiotoksik dan cenderung berakibat fatal
              bila melampaui dosis.
           • Golongan obat yang bekerja spesifik menghambat ambilan serotinin:
              fluoksetin dan sertralin. Obat ini memberikan harapan yang cerah dalam
              pengobatan depresi pada anak dan remaja. Merupakan obat pilihan
              pertama pada anak dan remaja karena dapat ditoleransi dengan baik
              dan efek yang merugikan lebih sedikit dibandingkan dengan antidepresi
              golongan trisiklik. Sayangnya, sedikit sekali penelitian tentang
              pengobatan rumatan (maintenance) pada anak dan remaja.
              Dibandingkan dengan usia dewasa, pada masa remaja cenderung
              berkembang untuk agitasi atau menjadi mania bila mereka mendapat
              SSRIs (Selective serotinine reuptake inhibitors). Obat ini juga dapat
              menurunkan libido.
           • Litium karbonat .Obat ini telah digunakan untuk pengobatan anak dan
              remaja yang mengalami agresi, mania, depresi, dan masalah tingkah
              laku, tetapi lebih berguna pada kasus yang berisiko menjadi bipolar.
       Beberapa contoh obat yang ada di Indonesia : imipramine 25 – 125 mg / hari,
       clomipramine 25 – 200 mg /hari, fluoxetine 10 – 80 mg / hari, fluoxamine 100
       – 300 mg /hari, sertraline 50 – 200 mg / hari, moclobemide 150 – 300 mg / hari.

IX. Pencegahan
     Untuk mencegah depresi dapat dilakukan dengan menggunakan keberadaan dan
     peran serta guru pembimbing di sekolah. Upaya-upaya pembentukan kelompok
     belajar, kegiatan ekstrakurikuler, pemilihan jurusan, pramuka dan semacamnya,
     kesemuanya itu merupakan bagian dari rangkaian upaya preventif. Layanan
     bimbingan dapat berfungsi preventif atau pencegahan. Kegiatan yang berfungsi
     pencegahan dapat berupa program orientasi, program bimbingan karir, inventarisasi
     data, dan sebagainya. Pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah menitik
     beratkan kepada bimbingan terhadap perkembangan pribadi melalui pendekatan
     perorangan dan kelompok siswa yang menghadapi masalah untuk
     mendapatkanbantuan khusus untuk mampu mengatasinya. Tugas guru pembimbing
     adalah (a) membantu murid untuk mengenal dirinya, kemampuannya dan mengenal
     orang lain, (b) membantu murid dalam proses yang menuju kematangannya, (c)
     membantu dan mendorong murid untuk pemilihan-pemilihan yang tepat sesuai
     dengan kemampuan dan interestnya, (d) memberikan kesadaran kepada murid-
     murid tentang pentingnya penggunaan waktu luangdan mengembangkan interest
     dalam hobi yang berguna, (e) membantu murid untuk mengerti metode belajar yang
     efisien agar dapat mencapai hasilnya dengan waktu yang lebih singkat.5 Selain itu,
     diperlukan pula peranan orang tua (keluarga) dengan menghabiskan waktu bersama
     sehingga dapat mempererat hubungan antara anggota keluarga, bersikap lebih
     terbuka dengan cara mendengarkan pendapat anak dan mau dikritik sehingga
     remaja merasa lebih dihargai.
     Deteksi dini dengan menggunakan alat skrining (Child Behavior Checklist, Beck
     Depression Inventories , Child Depression Inventory) saat didapatpatkannya
     permasalahan disekolah baik prestasi atau permasalahan perilaku anak akan sangat
     membantu mengenali lebih dini remaja dengan depresi.




                                          6
X. Penyulit
        Penyulit yang dapat mempengaruhi depresi adalah penggunaan obat-obat terlarang
        dan psikotropika, keluarga dan lingkungan yang kurang kondusif.
   XI. Prognosis
        Prognosis depresi tergantung penyebab, bentuk klinis, pikiran bunuh diri,
        kepribadian pramorbid dan keluarga dengan gangguan jiwa serta umur saat
        terjadinya depresi. Apabila depresi berat tidak diobati dan terus berlangsung dalam
        kurun waktu 7-12 bulan akan berlanjut menjadi episode depresi berulang (recurrent)
        dengan gangguan sosial yang persisten antar dua episode. Usaha bunuh diri (suicide
        attempt) dan bunuh diri (suicide) merupakan komplikasi yang sering timbul. Semakin
        muda usia mulainya depresi, semakin jelek prognosisnya, tetapi erat hubungannya
        dengan faktor genetik. Remaja yang mengalami depresi berat cenderung untuk
        menderita depresi berat berulang dan gangguan bipolar. Kebanyakan yang sembuh
        dalam beberapa bulan, kembali relaps 1-2 tahun kemudian.

   DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes. Pedoman Kesehatan Jiwa Remaja (Pegangan Bagi Dokter Puskesmas).
   Diambil dari : www.depkes.go.id/downloads/Pedoman%20Kes%20Jiwa%20Remaja.pdf
2. Ola’s Site. Depresi pada Remaja.
   Diunduh dari: olapsyche.multiply.com/journal/item/21 - 134k
3. Abdul Mutholib Rambe. Depresi pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
   Kedokteran USU/ RSUPH Adam Malik Medan.
   Diunduh dari : http://www.tempo.co.id/medika/arsip/042001/pus-3.htm
4. I Gusti Ayu Endah Ardjana. Depresi pada Remaja dalam Tumbuh Kembang Remaja dan
   Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto, 2004, hal 219-31
5. M. Fatchurahman dan Bulkani. Peran Guru Pembimbing dalam Upaya Pencegahan
   Penyalahgunaan Narkotika pada Siswa SMA Negeri dan Swasta Kota Palangkaraya.
   Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya.
   Diunduh dari : eprints.sunan-ampel.ac.id/1/1/3._FATCKHUROHMAN.pdf
6. Indri Kemala Nasution. Stres pada Remaja.
   Diunduh dari : library.usu.ac.id/download/fk/132316815(1).pdf




                                              7

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Macam-Macam Gangguan Jiwa - oleh dr. Ida Rochmawati, SpKJ(K)
Macam-Macam Gangguan Jiwa - oleh dr. Ida Rochmawati, SpKJ(K)Macam-Macam Gangguan Jiwa - oleh dr. Ida Rochmawati, SpKJ(K)
Macam-Macam Gangguan Jiwa - oleh dr. Ida Rochmawati, SpKJ(K)Lautan Jiwa
 
Mengenal Gangguan Bipolar (v2, 15.0)
Mengenal Gangguan Bipolar (v2, 15.0)Mengenal Gangguan Bipolar (v2, 15.0)
Mengenal Gangguan Bipolar (v2, 15.0)Lautan Jiwa
 
Mengenal Gangguan Jiwa (4.0, Final)
Mengenal Gangguan Jiwa (4.0, Final)Mengenal Gangguan Jiwa (4.0, Final)
Mengenal Gangguan Jiwa (4.0, Final)Lautan Jiwa
 
Mengenal Skizofrenia (8.4, NIMH)
Mengenal Skizofrenia (8.4, NIMH)Mengenal Skizofrenia (8.4, NIMH)
Mengenal Skizofrenia (8.4, NIMH)Lautan Jiwa
 
Informasi Obat-obatan Kesehatan Jiwa (Edisi ke-4)
Informasi Obat-obatan Kesehatan Jiwa (Edisi ke-4)Informasi Obat-obatan Kesehatan Jiwa (Edisi ke-4)
Informasi Obat-obatan Kesehatan Jiwa (Edisi ke-4)Lautan Jiwa
 
Mengenal Gangguan Bipolar [dr. Lahargo Kembaren, SpKJ]
Mengenal Gangguan Bipolar [dr. Lahargo Kembaren, SpKJ]Mengenal Gangguan Bipolar [dr. Lahargo Kembaren, SpKJ]
Mengenal Gangguan Bipolar [dr. Lahargo Kembaren, SpKJ]Lautan Jiwa
 

Mais procurados (13)

Makalah SIK
Makalah SIKMakalah SIK
Makalah SIK
 
Macam-Macam Gangguan Jiwa - oleh dr. Ida Rochmawati, SpKJ(K)
Macam-Macam Gangguan Jiwa - oleh dr. Ida Rochmawati, SpKJ(K)Macam-Macam Gangguan Jiwa - oleh dr. Ida Rochmawati, SpKJ(K)
Macam-Macam Gangguan Jiwa - oleh dr. Ida Rochmawati, SpKJ(K)
 
Mengenal Gangguan Bipolar (v2, 15.0)
Mengenal Gangguan Bipolar (v2, 15.0)Mengenal Gangguan Bipolar (v2, 15.0)
Mengenal Gangguan Bipolar (v2, 15.0)
 
Mengenal Gangguan Jiwa (4.0, Final)
Mengenal Gangguan Jiwa (4.0, Final)Mengenal Gangguan Jiwa (4.0, Final)
Mengenal Gangguan Jiwa (4.0, Final)
 
Mengenal Skizofrenia (8.4, NIMH)
Mengenal Skizofrenia (8.4, NIMH)Mengenal Skizofrenia (8.4, NIMH)
Mengenal Skizofrenia (8.4, NIMH)
 
Makalah sik odgj
Makalah sik odgjMakalah sik odgj
Makalah sik odgj
 
Informasi Obat-obatan Kesehatan Jiwa (Edisi ke-4)
Informasi Obat-obatan Kesehatan Jiwa (Edisi ke-4)Informasi Obat-obatan Kesehatan Jiwa (Edisi ke-4)
Informasi Obat-obatan Kesehatan Jiwa (Edisi ke-4)
 
Gangguan mood
Gangguan moodGangguan mood
Gangguan mood
 
SOMATOFORM DISORDER
SOMATOFORM DISORDERSOMATOFORM DISORDER
SOMATOFORM DISORDER
 
Gangguan bipolar
Gangguan bipolarGangguan bipolar
Gangguan bipolar
 
Presentasi abnormal
Presentasi abnormalPresentasi abnormal
Presentasi abnormal
 
Reply
ReplyReply
Reply
 
Mengenal Gangguan Bipolar [dr. Lahargo Kembaren, SpKJ]
Mengenal Gangguan Bipolar [dr. Lahargo Kembaren, SpKJ]Mengenal Gangguan Bipolar [dr. Lahargo Kembaren, SpKJ]
Mengenal Gangguan Bipolar [dr. Lahargo Kembaren, SpKJ]
 

Semelhante a Depresi remaja (20)

Depresi point AKPER PEMKAB MUNA
Depresi point AKPER PEMKAB MUNA Depresi point AKPER PEMKAB MUNA
Depresi point AKPER PEMKAB MUNA
 
Reply AKPER PEMKAB MUNA
Reply AKPER PEMKAB MUNA Reply AKPER PEMKAB MUNA
Reply AKPER PEMKAB MUNA
 
Depresi
DepresiDepresi
Depresi
 
fdokumen.com_gangguan-mood-55d299958ee36.ppt
fdokumen.com_gangguan-mood-55d299958ee36.pptfdokumen.com_gangguan-mood-55d299958ee36.ppt
fdokumen.com_gangguan-mood-55d299958ee36.ppt
 
Gangguan bipolar
Gangguan bipolarGangguan bipolar
Gangguan bipolar
 
Depresi
DepresiDepresi
Depresi
 
Depresi postpartuM
Depresi postpartuMDepresi postpartuM
Depresi postpartuM
 
Tugas jiwaku mimi
Tugas jiwaku mimiTugas jiwaku mimi
Tugas jiwaku mimi
 
Askep skizofrenia
Askep skizofreniaAskep skizofrenia
Askep skizofrenia
 
Tugas jiwaku mimi AKPER PEMKAB MUNA
Tugas jiwaku mimi AKPER PEMKAB MUNA Tugas jiwaku mimi AKPER PEMKAB MUNA
Tugas jiwaku mimi AKPER PEMKAB MUNA
 
Bipolar
BipolarBipolar
Bipolar
 
Psikologi klinis 2 pertemuan 2
Psikologi klinis 2 pertemuan 2Psikologi klinis 2 pertemuan 2
Psikologi klinis 2 pertemuan 2
 
Psikologi Klinis_Skizofrenia
Psikologi Klinis_SkizofreniaPsikologi Klinis_Skizofrenia
Psikologi Klinis_Skizofrenia
 
Informasi gangguan jiwa
Informasi gangguan jiwaInformasi gangguan jiwa
Informasi gangguan jiwa
 
Gangguan jiwa berat
Gangguan jiwa beratGangguan jiwa berat
Gangguan jiwa berat
 
asuhan keperawatan gangguan skizofrenia.ppt
asuhan keperawatan gangguan skizofrenia.pptasuhan keperawatan gangguan skizofrenia.ppt
asuhan keperawatan gangguan skizofrenia.ppt
 
referat jiwa.pptx
referat jiwa.pptxreferat jiwa.pptx
referat jiwa.pptx
 
Presentation Psikosis Akut
Presentation Psikosis AkutPresentation Psikosis Akut
Presentation Psikosis Akut
 
referat-depresi-docx
referat-depresi-docxreferat-depresi-docx
referat-depresi-docx
 
Obstetri Gynekologi Pert 7 Gangguan Psikologis dalam Kebidanan.pptx
Obstetri Gynekologi Pert 7 Gangguan Psikologis dalam Kebidanan.pptxObstetri Gynekologi Pert 7 Gangguan Psikologis dalam Kebidanan.pptx
Obstetri Gynekologi Pert 7 Gangguan Psikologis dalam Kebidanan.pptx
 

Depresi remaja

  • 1. DEPRESI PADA REMAJA Dalam perkembangan normalpun seorang remaja mempunyai kecenderungan untuk mengalami depresi, Oleh karena itu sangatlah penting untuk membedakan secara jelas dan hati -hati antara depresi yang disebabkan oleh gejolak mood yang normal pada remaja dengan depresi yang patologik. Akibat sulitnya membedakan antara kedua kondisi diatas, membuat depresi pada remaja sering tidak terdiagnosis. Bila tidak ditangani dengan baik, gangguan psikiatrik pada remaja sering kali akan berlanjut sampai masa dewasa. I. Definisi Kondisi yang ditandai dengan ketidakmampuan berkonsentrasi, perubahan pola tidur yang parah, menurunnya energi, ketidaknyamanan fisik, mudah tersingung, serta perasaan sedih , kesal dan tidak berdaya yang ekstrim. Depresi dapat terjadi pada keadaan normal sebagai bagian dalam perjalanan proses kematangan dari emosi sehingga definisi depresi adalah sebagai berikut: (1) pada keadaan normal merupakan gangguan kemurungan (kesedihan, patah semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan, dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang, (2) pada kasus patologis, merupakan ketidakmauan ekstrim untuk mereaksi terhadap rangsang disertai menurunnya nilai diri, delusi ketidakpuasan, tidak mampu, dan putus asa. II. Klasifikasi depresi Menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders fourth edition) Gangguan depresi terbagi dalam 3 kategori, yaitu: 1. Gangguan depresi berat (Mayor depressive disorder). Didapatkan 5 atau lebih simptom depresi selama 2 minggu. Kriteria terebut adalah: suasana perasaan depresif hampir sepanjang hari yang diakui sendiri oleh subjek ataupun observasi orang lain (pada anak-anak dan remaja perilaku yang biasa muncul adalah mudah terpancing amarahnya), kehilangan interes atau perasaan senang yang sangat signifikan dalam menjalani sebagian besar aktivitas sehari-hari, berat badan turun secara siginifkan tanpa ada progran diet atau justru ada kenaikan berat badan yang drastis, insomnia atau hipersomnia berkelanjuta, agitasi atau retadasi psikomotorik, letih atau kehilangan energi, perasaan tak berharga atau perasaan bersalah yang eksesif, kemampuan berpikir atau konsentrasi yang menurun, pikiran-pikiran mengenai mati, bunuh diri, atau usaha bunuh diri yang muncul berulang kali, distres dan hendaya yang signifikan secara klinis, tidak berhubugan dengan belasungkawa karena kehilangan seseorang. 2. Gangguan distimik (Dysthymic disorder) adalah suatu bentuk depresi yang lebih kronis tanpa ada bukti suatu episode depresi berat (dahulu disebut depresi neurosis). Kriteria DSM-IV untuk gangguan distimik: perasaan depresi selama beberapa hari, paling sedikit selama 2 tahun (atau 1 tahun pada anak-anak dan remaja); selama depresi, paling tidak ada dua hal berikut yang hadir: tidak nafsu makan atau makan berlebihan, insomnia atau hipersomnia, lemah atau keletihan, self esteem rendah, daya konsentrasi rendah, atau sulit membuat keputusan, perasaan putus asa; selama 2 tahun atau lebih mengalami gangguan, orang itu 1
  • 2. tanpa gejala-gejala selama 2 bulan; tidak ada episode manik yang terjadi dan kriteria gangguan siklotimia tidak ditemukan; gejala-gejala ini tidak disebabkan oleh efek psikologis langsung darib kondisi obat atau medis; signifikansi klinis distress (hendaya) atau ketidaksempurnaan dalam fungsi. 3. Gangguan afektif bipolar atau siklotimik (Bipolar affective illness or cyclothymic disorder). Kriteria: kemunculan (atau memiliki riwayat pernah mengalami) sebuah sebuah episode depresi berat atau lebih; kemunculan (atau memiliki riwayat pernah mengalami) paling tidak satu episode hipomania; tidak ada riwayat episode manik penuh atau episode campuran; gejala-gejala suasana perasaan bukan karena skizofrenia atau menjadi gejala yang menutupi gangguan lain seprti skizofrenia; gejala-gejalanya tidak disebabkan oleh efek-efek fisiologis dari substansi tertentu atau kondisi medis secara umum; distres atau hendaya dalam fungsi yang signifikan secara klinis. Sedangkan menurut Carlson, seperti yang dikutip oleh shafii, membagi depresi pada remaja menjadi tipe primer dan sekunder. Tipe primer : bila tidak ada gangguan psikiatrik sebelumnya, dan tipe sekunder : bila gangguan yang sekarang mempunyai hubungan dengan gangguan psikiatrik sebelumnya. Pada gangguan depresi yang sekunder biasanya lebih kacau, lebih agresif, mempunyai lebih banyak kelehan sometik, dan lebih sering terlihat mudah tersinggung, putus asa, mempunyai ide bunuh diri, problem tidur, penurunan prestasi sekolah, harga diri yang rendah , dan tidak patuh. III.Etiologi Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap etiologi depresi, khususnya pada anak dan remaja adalah: 1. Faktor genetik Meskipun penyebab depresi secara pasti tidak dapat ditentukan, faktor genetik mempunyai peran terbesar. Gangguan alam perasaan cenderung terdapat dalam suatu keluarga tertentu. Bila suatu keluarga salah satu orangtuanya menderita depresi, maka anaknya berisiko dua kali lipat dan apabila kedua orangtuanya menderita depresi maka risiko untuk mendapat gangguan alam perasaan sebelum usia 18 tahun menjadi empat kali lipat. Pada kembar monozigot, 76% akan mengalami gangguan afektif sedangkan bila kembar dizigot hanya 19%. Bagaimana proses gen diwariskan, belum diketahui secara pasti. Bahwa kembar monozigot tidak 100% menunjukkan gangguan afektif, kemungkinan ada faktor non-genetik yang turut berperan. 2. Faktor Sosial Dilaporkan bahwa orangtua dengan gangguan afektif cenderung akan selalu menganiaya atau menelantarkan anaknya dan tidak mengetahui bahwa anaknya menderita depresi sehingga tidak berusaha untuk mengobatinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status perkawinan orangtua, jumlah sanak saudara, status sosial keluarga, perpisahan orangtua, perceraian, fungsi perkawinan, atau struktur keluarga banyak berperan dalam terjadinya gangguan depresi pada anak. Ibu yang menderita depresi lebih besar pengaruhnya terhadap kemungkinan gangguan psikopatologi anak dibandingkan ayah yang mengalami depresi. Levitan et al (1998) dan Weiss et al (1999) melaporkan adanya hubungan yang signifikan antara riwayat penganiayaan fisik atau seksual dengan depresi, tetapi mekanismenya belum diketahui secara 2
  • 3. pasti.Diyakini bahwa faktor non-genetik seperti fisik maupun lingkungan merupakan pencetus kemungkinan terjadinya depresi pada anak dengan riwayat genetik. 3. Faktor Biologis lainnya Dua hipotesis yang menonjol mengenai mekanisme gangguan alam perasaan terfokus pada: terganggunya regulator sistem monoamin-neurotransmiter, termasuk norepinefrin dan serotonin (5-hidroxytriptamine). Hipotesis lain menyatakan bahwa depresi yang terjadi erat hubungannya dengan perubahan keseimbangan adrenergik- asetilkolin yang ditandai dengan meningkatnya kolinergik, sementara dopamin secara fungsional menurun. IV. Epidemiologi Kejadian gangguan depresi pada remaja bervariasi tergantung dari kelompok umur. Kejadian depresi makin meningkat dengan bertambahnya umur anak. Di Amerika didapatkan gejala depresi pada remaja umur 11-13 tahun (remaja awal) lebih ringan secara bermakna dibandingkan dengan gejala depresi pada umur 14 tahun-16 tahun (remaja menengah) dan umur 17-18 tahun (remaja akhir). Prevalensi gangguan depresi pada remaja dengan depresi berat 0,4-6,4%, gangguan distimik 1,6-8% dan gangguan bipolar 1%. Sekitar 40-70% komorbiditas dengan gangguan jiwa lain (penyimpangan perilaku, penyalahgunaan obat, penyimpangan seksual, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, anxietas, anoreksia nervosa, problem sekolah). 50% populasi memiliki 2 atau lebih dari dua gangguan jiwa lain. Rasio remaja perempuan dibandingkan laki-laki adalah 2:1. V. Gejala Klinik Gejala klinis depresi : - Mood disforik ( Labil dan mudah tersinggung ) dan afek depresif. Gejolak mood pada remaja adalah normal, tapi pada kondisi depresi menjadi lebih nyata. Mood yang disforik dan sedih lebih sering tampak. Kecenderungan untuk marah-marah dan perubahan mood meningkat. - Pubertas. Depresi kronis yang dialami sejak masa remaja awal, kemungkinan akan mengalami kelambatan pubertas, terutama pad depresi yang disertai dengan kehilangan berat badan dan anoreksia. Remaja yang mengalami depresi lebih sulit menerima atau memahami tanda-tanda pubertas yang muncul. Perubahan hormonal yang disertai stres lingkungan, dapat memicu timbulnya depresi yang dalam dan kemungkinan munculnya perilaku bunuh diri. Mimpi basah dan mimpi yang berhubungan dengan incest (hubungan seksual antar anggota keluarga), dapat menambah beban rasa bersalah pada remaja yang depresi. Periode menstruasi pada remaja wanita yang mengalami depresi, mungkin terlambat, tidak teratur, atau disertai dengan timbulnya rasa sakit yang hebat dan perasaan tidak nyaman, Mood yang disforik sering nampak pada periode pramenstrual, Remaja wanita yang mengalami depresi mungkin merasa murung (feeling blue), sedih (down in the dump), menangis tanpa sebab, menjadi sebal hati (sulky and pouty), mengurung diri di kamar, dan lebih banyak tidur. - Perkembangan kognitif. Disorganisasi fungsi kognitif pada remaja yang bersifat sementara, menjadi lebih nyata pada kondisi depresi. Pada remaja awal yang mengalami depresi, terdapat keterlambatan perkembangan proses pikir abstrak yang biasanya muncul pada usia sekitar 12 tahun. Pada remaja yang lebih tua, 3
  • 4. kemampuan yang baru diperoleh ini akan menghilang atau menurun. Prestasi sekolah sering terpengaruh bila seorang remaja biasanya mendapat hasil baik di sekolah, tiba-tiba prestasinya menurun, depresi harus dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penyebabnya. Membolos, menunda menyelesaikan tugas, perilaku yang mudah tersinggung didalam kelas, tidak peduli terhadap hasil yang dicapai dan masa depan, dapat merupakan gejala awal dari depresi pada remaja. - Harga diri . Pada remaja, kondisi depresi memperkuat perasaan rendah diri. Rasa putus asa dan rasa tidak ada yang menolong dirinya makin merendahkan hatga diri. Pada satu saat remaja yang depresi mencoba untuk melawan perasaan rendah dirinya dengan penyangkalan, fantasi, atau menghindari kenyataan realitas dengan menggunakan NAPZA. - Perilaku antisosial. Membolos, mencuri, berkelahi, sering mengalami kecelakaan, yang terjadi terutama pada remaja yang sebelumnya mempunyai riwayat perilaku yang baik, mungkin merupakan indikasi adanya depresi. - Penyalah gunaan NAPZA. Kebanyakan remaja yang depresi cenderung menyalahgunakan NAPZA, misalnya ganja, obat-obat yang meningkat mood ( amfetamin ), yang menurunkan mood ( barbiturat, tranquilizer, hipnotika ) dan alkohol. Akhir-akhir ini banyak digunakan heroin, kokain dan derivatnya serta halusinogen. - Perilaku seksual. Secara umum remaja yang mengalami depresi tidak menunjukkan minat untuk kencan atau mengadakan interaksi heteroseksual. Namun ada juga remaja yang mengalami depresi menjadi berperilaku berlebihan dalam masalah seksual, atau menjalani pergaulan bebas, sebagai tindakan defensif untuk melawan depresinya, Beberapa remaja menginginkan kehamilan sebagai kompensasi terhadap objek yang hilang atau rasa rendah dirinya. Remaja yang mengalami depresi ada kemungkinan kawin muda untuk menghindari konflik dalam keluarga. Seringkali perkawinan ini malah memperkuat depresinya. - Kesehatan fisik. Remaja yang mengalami depresi, tampak pucat, lelah dan tidak memancarkan kegembiraan dan kebugaran, Seringkali mereka mempunyai banyak keluhan fisik, seperti sakit kepala, sakit lambung, kurang nafsu makan, dan kehilangan berat badan tanpa adanya penyebab organik, Remaja yang mengalami depresi biasanya tidak mengekspresikan perasaannya secara verbal, namun lebih banyak keluhan fisik yang diutarakan , sehingga hal ini biasanya merupakan satu- satunya kondisi yang membawanya datang ke dokter. Sensitivitas dari sang dokter dalam menemukan mood yang disforik ataupun depresi akan dapat mencegah kemungkinan terjadinya bunuh diri pada remaja. - Berat badan. Penurunan berat badan yang cepat dapat merupakan indikasi adanya depresi. Harga diri yang rendah dan kurangnya perhatian pada perawatan dirinya, atau makan yang berlebihan dapat menyebabkan obesitas, merupakan tanda dari depresi. - Perilaku bunuh diri. Remaja yang mengalami depresi mempunyai kerentanan tinggi terhadap bunuh diri. Penelitian di kentucky, Amerika Serikat, menyebutkan sekitar 30 % dari mahasiswa tingkat persiapan dan pelajar sekolah menengah atas pernah berpikir serius tentang percobaan bunuh diri dalam satu tahun terakhir saat diteliti , 19 % mempunyai rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri , dan 11 % telah mencoba melakukan bunuh diri. 4
  • 5. VI. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis depresi pada anak maupun dewasa tidak sejelas seperti pada penyakit lain. Tidak ada tes khusus yang dapat membantu menentukan bahwa seseorang individu menderita depresi, dan sangat sedikit yang dapat ditentukan penyebabnya.3 Faktor neuroendokrin dapat mempengaruhi kejadian depresi, sehingga dapat dilakukan deksametason supression test (DST) berupa sekresi berlebihan kortisol, kadar hormon pertumbuhan menurun jika disuntik insulin-induced hypoglicemia, kadar tiroksin total lebih rendah, peningkatan sekresi kortisol pada malam hari. VII. Diagnosis Banding Depresi harus dibedakan dengan kesedihan yang normal dan gangguan psikiatris lainnya. Sebelum diagnosis psikiatris ditegakkan, kondisi organik yang mirip ataupun yang menimbulkan gejala-gejala psikiatris harus disingkirkan terlebih dahulu seperti gangguan organik, intoksikasi zat, ketergantungan dan abstinensi, distimia, siklotimia, gangguan kepribadian, berkabung, serta gangguan penyesuaian. Keadaan seperti ini sangat bervariasi, tergantung umur. Perlu dibedakan pula penyalahgunaan obat, gangguan cemas, dan fase awal skizofrenia. Juga perlu ditentukan apakah gangguan afektif yang timbul merupakan primer atau sekunder. VIII. Terapi Perawatan di rumah sakit perlu dipertimbangkan sesuai dengan indikasi, misalnya penderita cenderung mau bunuh diri, atau adanya penyalahgunaan atau ketergantungan obat. Pada umumnya, penderita berhasil ditangani dengan rawat jalan. Sekali diagnosis depresi berat ditegakkan, psikoterapi dan medikasi merupakan terapi yang harus diberikan. Namun, pengobatan selalu bersifat individual, tergantung pada hasil pertimbangan evaluasi dan keluarganya, termasuk kombinasi terapi individu, terapi keluarga, serta konsultasi dengan pihak sekolah. Pendekatan biopsikososial digunakan dalam mengobati remaja yang mengalami depresi. Pendekatan ini meliputi psikoterapi ( individual, keluarga , kelompok ), farmakoterapi, remedial / edukatif, dan pelatihan keterampilan sosial. Sebelum memulai suatu bentuk terapi, sebaiknya dipertimbangkan dengan hati -hati. Adanya obsesi untuk bunuh diri harus diobservasi dengan cermat dan sebaiknya pasien di rawat inap. faktor lain seperti kemampuan untuk berfungsi atau stabilitas keluarga merupakan faktor yang harus dipertimbangkan untuk merawat inapkan remaja ini. 1. Psikoterapi. Beberapa pendekatan psikoterapi yang dapat dilakukan adalah : psikoterapi perorangan (individual psychotherapy), terapi berorientasi kesadaran (insight-oriented therapy), terapi tingkah laku (behavioral therapy), model stres hidup (life stress model), psikoterapi kognitif (cognitive psychotherapy) ,lain-lain seperti terapi kelompok (group therapy), latihan orangtua (parent training), terapi keluarga (family training), pendidikan remedial (remedial education), dan penempatan di luar rumah (out of homeplacement). 2. Farmakoterapi . Saat ini, belum ada obat yang direkomendasikan oleh FDA. Pengobatan secara farmakoterapi masih kontroversial pada anak dan remaja . Farmakoterapi yang sering digunakan: • Golongan antidepresi trisiklik: Amitriptilin, Imipramin, dan Desipramin. Berbeda dengan orang dewasa, pada anak tidak menunjukkan 5
  • 6. perbedaan yang berarti antara antidepresi golongan trisiklik dengan plasebo. Obat ini bersifat kardiotoksik dan cenderung berakibat fatal bila melampaui dosis. • Golongan obat yang bekerja spesifik menghambat ambilan serotinin: fluoksetin dan sertralin. Obat ini memberikan harapan yang cerah dalam pengobatan depresi pada anak dan remaja. Merupakan obat pilihan pertama pada anak dan remaja karena dapat ditoleransi dengan baik dan efek yang merugikan lebih sedikit dibandingkan dengan antidepresi golongan trisiklik. Sayangnya, sedikit sekali penelitian tentang pengobatan rumatan (maintenance) pada anak dan remaja. Dibandingkan dengan usia dewasa, pada masa remaja cenderung berkembang untuk agitasi atau menjadi mania bila mereka mendapat SSRIs (Selective serotinine reuptake inhibitors). Obat ini juga dapat menurunkan libido. • Litium karbonat .Obat ini telah digunakan untuk pengobatan anak dan remaja yang mengalami agresi, mania, depresi, dan masalah tingkah laku, tetapi lebih berguna pada kasus yang berisiko menjadi bipolar. Beberapa contoh obat yang ada di Indonesia : imipramine 25 – 125 mg / hari, clomipramine 25 – 200 mg /hari, fluoxetine 10 – 80 mg / hari, fluoxamine 100 – 300 mg /hari, sertraline 50 – 200 mg / hari, moclobemide 150 – 300 mg / hari. IX. Pencegahan Untuk mencegah depresi dapat dilakukan dengan menggunakan keberadaan dan peran serta guru pembimbing di sekolah. Upaya-upaya pembentukan kelompok belajar, kegiatan ekstrakurikuler, pemilihan jurusan, pramuka dan semacamnya, kesemuanya itu merupakan bagian dari rangkaian upaya preventif. Layanan bimbingan dapat berfungsi preventif atau pencegahan. Kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat berupa program orientasi, program bimbingan karir, inventarisasi data, dan sebagainya. Pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah menitik beratkan kepada bimbingan terhadap perkembangan pribadi melalui pendekatan perorangan dan kelompok siswa yang menghadapi masalah untuk mendapatkanbantuan khusus untuk mampu mengatasinya. Tugas guru pembimbing adalah (a) membantu murid untuk mengenal dirinya, kemampuannya dan mengenal orang lain, (b) membantu murid dalam proses yang menuju kematangannya, (c) membantu dan mendorong murid untuk pemilihan-pemilihan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan interestnya, (d) memberikan kesadaran kepada murid- murid tentang pentingnya penggunaan waktu luangdan mengembangkan interest dalam hobi yang berguna, (e) membantu murid untuk mengerti metode belajar yang efisien agar dapat mencapai hasilnya dengan waktu yang lebih singkat.5 Selain itu, diperlukan pula peranan orang tua (keluarga) dengan menghabiskan waktu bersama sehingga dapat mempererat hubungan antara anggota keluarga, bersikap lebih terbuka dengan cara mendengarkan pendapat anak dan mau dikritik sehingga remaja merasa lebih dihargai. Deteksi dini dengan menggunakan alat skrining (Child Behavior Checklist, Beck Depression Inventories , Child Depression Inventory) saat didapatpatkannya permasalahan disekolah baik prestasi atau permasalahan perilaku anak akan sangat membantu mengenali lebih dini remaja dengan depresi. 6
  • 7. X. Penyulit Penyulit yang dapat mempengaruhi depresi adalah penggunaan obat-obat terlarang dan psikotropika, keluarga dan lingkungan yang kurang kondusif. XI. Prognosis Prognosis depresi tergantung penyebab, bentuk klinis, pikiran bunuh diri, kepribadian pramorbid dan keluarga dengan gangguan jiwa serta umur saat terjadinya depresi. Apabila depresi berat tidak diobati dan terus berlangsung dalam kurun waktu 7-12 bulan akan berlanjut menjadi episode depresi berulang (recurrent) dengan gangguan sosial yang persisten antar dua episode. Usaha bunuh diri (suicide attempt) dan bunuh diri (suicide) merupakan komplikasi yang sering timbul. Semakin muda usia mulainya depresi, semakin jelek prognosisnya, tetapi erat hubungannya dengan faktor genetik. Remaja yang mengalami depresi berat cenderung untuk menderita depresi berat berulang dan gangguan bipolar. Kebanyakan yang sembuh dalam beberapa bulan, kembali relaps 1-2 tahun kemudian. DAFTAR PUSTAKA 1. Depkes. Pedoman Kesehatan Jiwa Remaja (Pegangan Bagi Dokter Puskesmas). Diambil dari : www.depkes.go.id/downloads/Pedoman%20Kes%20Jiwa%20Remaja.pdf 2. Ola’s Site. Depresi pada Remaja. Diunduh dari: olapsyche.multiply.com/journal/item/21 - 134k 3. Abdul Mutholib Rambe. Depresi pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/ RSUPH Adam Malik Medan. Diunduh dari : http://www.tempo.co.id/medika/arsip/042001/pus-3.htm 4. I Gusti Ayu Endah Ardjana. Depresi pada Remaja dalam Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto, 2004, hal 219-31 5. M. Fatchurahman dan Bulkani. Peran Guru Pembimbing dalam Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika pada Siswa SMA Negeri dan Swasta Kota Palangkaraya. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. Diunduh dari : eprints.sunan-ampel.ac.id/1/1/3._FATCKHUROHMAN.pdf 6. Indri Kemala Nasution. Stres pada Remaja. Diunduh dari : library.usu.ac.id/download/fk/132316815(1).pdf 7