1. KAJIAN
INOVASI
PROGRAM
LISTRIK
UNTUK
1000
PULAU
berbasis
PLTS
I. Latar
Belakang
Suatu
kenyataan
bahwa
kebutuhan
akan
energi,
khususnya
energi
listrik
di
Indonesia,
makin
berkembang
menjadi
bagian
tak
terpisahkan
dari
kebutuhan
hidup
masyarakat
sehari-‐hari
seiring
dengan
pesatnya
peningkatan
pembangunan
di
bidang
teknologi,
industri
dan
informasi.
Namun
pelaksanaan
penyediaan
energi
listrik
yang
dilakukan
oleh
PT.PLN
(Persero),
selaku
lembaga
resmi
yang
ditunjuk
oleh
pemerintah
untuk
mengelola
masalah
kelistrikan
di
Indonesia,
sampai
saat
ini
masih
belum
dapat
memenuhi
kebutuhan
masyarakat
akan
energi
listrik
secara
keseluruhan.
Kondisi
geografis
negara
Indonesia
yang
terdiri
atas
ribuan
pulau
dan
kepulauan,
tersebar
dan
tidak
meratanya
pusat-‐pusat
beban
listrik,
rendahnya
tingkat
permintaan
listrik
di
beberapa
wilayah,
tingginya
biaya
marginal
pembangunan
sistem
suplai
energi
listrik
(Ramani,K.V,1992),
serta
terbatasnya
kemampuan
finansial,
merupakan
faktor-‐faktor
penghambat
penyediaan
energi
listrik
dalam
skala
nasional.
Selain
itu,
makin
berkurangnya
ketersediaan
sumber
daya
energi
fosil,
khususnya
minyak
bumi,
yang
sampai
saat
ini
masih
merupakan
tulang
punggung
dan
komponen
utama
penghasil
energi
listrik
di
Indonesia,
serta
makin
meningkatnya
kesadaran
akan
usaha
untuk
melestarikan
lingkungan,
menyebabkan
kita
harus
berpikir
untuk
mencari
altematif
penyediaan
energi
listrik
yang
memiliki
karakter;
1. dapat
mengurangi
ketergantungan
terhadap
pemakaian
energi
fosil,
khususnya
minyak
bumi;
2. dapat
menyediakan
energilistrik
dalam
skala
lokal
regional;
3. mampu
memanfaatkan
potensi
sumber
daya
energi
setempat,
serta;
4. cinta
lingkungan,
dalam
artian
proses
produksi
dan
pembuangan
hasil
produksinya
tidak
merusak
lingkungan
hidup
disekitarnya.
Sistem
penyediaan
energi
listrik
yang
dapat
memenuhi
kriteria
di
atas
adalah
sistem
konversi
energi
yang
memanfaatkan
sumber
daya
energi
terbarukan,
seperti:
matahari,
angin,
air,
biomas
dan
lain
sebagainya
(Djojonegoro,1992).
Tak
bisa
dipungkiri
bahwa
kecenderungan
untuk
mengembangkan
dan
memanfaatkan
potensi
sumber-‐sumber
daya
energi
terbarukan
dewasa
ini
telah
meningkat
dengan
pesat,
khususnya
di
negara-‐negara
sudah
berkembang,
yang
telah
menguasai
rekayasa
dan
teknologinya,
serta
mempunyai
dukungan
finansial
yang
kuat.
Oleh
sebab
itu,
merupakan
hal
yang
menarik
untuk
disimak
lebih
lanjut,
bagaimana
peluang
dan
kendala
pemanfaatan
sumber-‐sumber
daya
energi
terbarukan
ini
di
negara-‐negara
sedang
berkembang,
khususnya
di
Indonesia.
I.1.
Ramalan
Kebutuhan
dan
Ketersediaan
Energi
Listrik
di
Indonesia
Dengan
memperhatikan
pertumbuhan
ekonomi
dalam
sepuluh
tahun
terakhir,
skenario
"export-‐
import"
dan
pertumbuhan
penduduk,
pada
tahun
1990
diramalkan
bahwa
tingkat
pertumbuhan
kebutuhan
energi
listrik
nasional
dapat
mencapai
8,2
persen
rata-‐rata
per
tahun,
seperti
ditunjukkan
dalam
tabel
1-‐1
berikut;
2. Tabel
1-‐1.
Estimasi
Kebutuhan
Listrik
1990
2000
2010
Sektor
GWh
persen
GWh
persen
GWh
persen
Industri
35.305
68,0
84.822
69,0
183.389
70,0
Rumah
tangga
9.865
19.00
22.2392
18.0
40.789
16.0
Fasilitas
umum
3.634
7,0
6.731
6.0
12.703
5.5
Komersial
3.115
6.0
8.811
7,0
21.869
8.5
Total
51.919
100.0
122.603
100.0
258.747
100.0
(Sumber:
Djojonegoro,
1992)
Kebutuhan
energi
listrik
tersebut
diharapkan
dapat
dipenuhi
oleh
pusat-‐pusat
pembangkit
listrik,
baik
yang
dibangun
oleh
pemerintah
maupun
non-‐pemerintah.
Sebagai
ilustrasi,
pada
tahun
1990
kebutuhan
energi
listrik
sebesar
51.919
GWh
telah
dipenuhi
oleh
seluruh
pusat
pembangkit
listrik
yang
ada
dengan
kapasitas
daya
terpasang
sekitar
22.000
MW.
Sehingga
pada
tahun
2010
dari
kebutuhan
energi
listrik,
yang
diramalkan
mencapai
258.747
GWh
per
tahun,
diharapkan
dapat
dipenuhi
oleh
sistem
suplai
energi
listrik
dengan
kapasitas
total
sebesar
68.760
MW,
yang
komposisi
sumber
daya
energinya
seperti
diperlihatkan
dalam
tabel
1-‐2
berikut;
Tabel
1-‐2.
Estimasi
Kemampuan
Penyediaan
Energi
Listrik
di
Indonesia
1990
2000
2010
Sumber
Energi
MW
persen
MW
persen
MW
persen
Batubara
1.930
8.8
10.750
28.4
28.050
35.3
Gas
3.530
16.0
7.080
18.7
14.760
21.5
Minyak
2.210
10.0
1.950
5.2
320
0.5
Solar
11.020
50.1
9.410
24.8
4.060
5.9
Panas
Bumi
170
0.8
500
1.3
430
0.6
Air
2.850
13.0
7.720
20.4
10.310
15.0
Biomass
270
1.2
290
0.8
460
0.7
Lain-‐lain
20
0.1
160
0.4
370
0.5
(Surya
Angin)
Total
22.000
100.0
37.860
100.0
68.760
100.0
(Sumber:
Djojonegoro,
1992
&
Wibawa,
1996)
Dari
di
atas
tampak
jelas
terlihat,
bahwa
penggunaan
minyak
bumi,
termasuk
solar/minyak
disel,
sebagai
bahan
bakar
produksi
energi
listrik
akan
sangat
berkurang,
sebaliknya
pemanfaatan
sumber-‐
sumber
daya
energi
baru
dan
terbarukan,
seperti
air,
matahari,
angin
dan
biomas,
mengalami
peningkatan
yang
cukup
tajam.
Kecenderungan
ini
tentu
akan
terus
bertahan
seiring
dengan
makin
berkurangnya
cadangan
minyak
bumi
serta
batubara,
yang
pada
saat
ini
masih
merupakan
primadona
banan
bakar
bagi
pembangkit
listrik
di
Indonesia.
Akan
tetapi
sejak
tahun
1992
kebutuhan
energi
listrik
nasional
meningkat
mencapai
18
persen
rata-‐
rata
per
tahun,
atau
sekitar
dua
kali
lebih
tinggi
dari
skenario
yang
dibuat
pada
tahun
1990.
Hal
ini
disebabkan
oleh
tingginya
pertumbuhan
ekonomi
nasional
kaitannya
dengan
pertumbuhan
industri
3. dan
jasa
konstruksi.
Jika
keadaan
ini
terus
bertahan,
berarti
diperlukan
pula
pengadaan
sistem
pembangkit
energi
listrik
tambahan
guna
mengantisipasi
peningkatan
kebutuhan
tersebut.
Dilema
yang
timbul
adalah
bahwa
di
satu
sisi,
pusat-‐pusat
pembangkit
energi
listrik
yang
besar
tentu
akan
diorientasikan
untuk
mencukupi
kebutuhan
beban
besar,
seperti
industri
dan
komersial.
Di
sisi
lain
perlu
juga
dipikirkan
agar
beban
kecil,
seperti
perumahan
dan
wilayah
terpencil,
dapat
dipenuhi
kebutuhannya
akan
energi
listrik.
Salah
satu
alternatif
yang
dapat
diupayakan
adalah
dengan
membangun
pusat-‐pusat
pembangkit
kecil
sampai
sedang
yang
memanfaatkan
potensi
sumber
daya
energi
setempat,
khususnya
sumber
daya
energi
baru
dan
terbarukan.
I.2.
Peluang
Pengembangan
Energi
Terbarukan
di
Indonesia
I.2.1.
Menipisnya
cadangan
minyak
bumi
Setelah
terjadinya
krisis
energi
yang
mencapai
puncak
pada
dekade
1970,
dunia
menghadapi
kenyataan
bahwa
persediaan
minyak
bumi,
sebagai
salah
satu
tulang
punggung
produksi
energi
terus
berkurang.
Hal
ini
diperkuat
dari
pendapat
para
ahli
bahwa
dengan
pola
konsumsi
seperti
sekarang,
maka
dalam
waktu
50
tahun
cadangan
minyak
bumi
dunia
akan
habis.
Keadaan
ini
bisa
diamati
dengan
kecenderungan
meningkatnya
harga
minyak
di
pasar
dalam
negeri,
serta
ketidak
stabilan
harga
tersebut
di
pasar
internasional,
karena
beberapa
negara
maju
sebagai
konsumen
minyak
terbesar
mulai
melepaskan
diri
dari
ketergantungannya
kepada
minyak
bumi
sekaligus
berusaha
mengendalikan
harga,
agar
tidak
meningkat.
Sebagai
contoh;
pada
tahun
1970
negara
Jerman
mengkonsumsi
minyak
bumi
sekitar
75
persen
dari
total
konsumsi
energinya,
namun
pada
tahun
1990
konsumsi
tersebut
menurun
hingga
tinggal
50
persen
(Pinske,
1993).
Jika
dikaitkan
dengan
penggunaan
minyak
bumi
sebagai
bahan
bakar
sistem
pembangkit
listrik,
maka
kecenderungan
tersebut
berarti
akan
meningkatkan
pula
biaya
operasional
pembangkitan
yang
berpengaruh
langsung
terhadap
biaya
satuan
produksi
energi
listriknya.
Di
lain
pihak
biaya
satuan
produksi
energi
listrik
dari
sistem
pembangkit
listrik
yang
memanfaatkan
sumber
daya
energi
terbarukan
menunjukkan
tendensi
menurun,
sehingga
banyak
ilmuwan
percaya,
bahwa
pada
suatu
saat
biaya
satuan
produksi
tersebut
akan
lebih
rendah
dari
biaya
satuan
produksi
dengan
minyak
bumi
atau
energi
fosil
lainnya.
I.2.2.
Meningkatnya
kesadaran
masyarakat
akan
pelestarian
lingkungan
Dalam
sepuluh
tahun
terakhir
ini,
pengetahuan
dan
kesadaran
masyarakat
akan
pelestarian
lingkungan
hidup
menunjukkan
gejala
yang
positif.
Masyarakat
makin
peduli
akan
upaya
penanggulangan
segala
bentuk
potusi,
mulai
dari
sekedar
menjaga
kebersihan
lingkungan
sampai
dengan
mengontrol
limbah
buangan
dan
sisa
produksi.
Banyak
pembangunan
proyek
fisik
yang
memperhatikan
faktor
pelestarian
lingkungan,
sehingga
perusakan
ataupun
pengotoran
yang
merugikan
lingkungan
sekitar
dapat
dihindari,
minimal
dikurangi.
Setiap
bentuk
produksi
energi
dan
pemakaian
energi
secara
prinsip
dapat
menimbulkan
bahaya
bagi
manusia,
karena
pencemaran
udara,
air
dan
tanah,
akibat
pembakaran
energi
fosil,
seperti
batubara,
minyak
dan
gas
di
industri,
pusat
pembangkit
maupun
kendaraan
bermotor.
Limbah
produksi
energi
listrik
konvensional,
dari
sumber
daya
energi
fosil,
sebagian
besar
memberi
kontribusi
terhadap
polusi
udara,
khususnya
berpengaruh
terhadap
kondisi
klimatologi.
Pembakaran
energi
fosil
akan
membebaskan
Karbondioksida
(CO2)
dan
beberapa
gas
yang
merugikan
lainnya
ke
atmosfir.
Pembebasan
ini
merubah
komposisi
kimia
lapisan
udara
dan
mengakibatkan
terbentuknya
efek
rumah
kaca
(treibhouse
effect),
yang
memberi
kontribusi
pada
peningkatan
suhu
bumi.
Guna
mengurangi
pengaruh
negatif
tersebut,
sudah
sepantasnya
dikembangkan
pemanfaatan
sumber
daya
energi
terbarukan
dalam
produksi
energi
listrik.
Sebagai
ilustrasi,
setiap
kWh
energi
listrik
yang
diproduksi
dari
energi
terbarukan
dapat
menghindarkan
pembebasan
974
gr
CO2,
962
mg
SO2
dan
700
mg
NOx
ke
udara,
dari
pada
Jlka
diproduksi
dari
energi
4. fosil.
Bisa
dihitung,
jika
pada
tahun
1990
yang
lalu
85
persen
dari
produksi
energi
listrik
di
Indonesia
(sekitar
43.200
GWh)
dihasilkan
oleh
energi
fosil,
berarti
terjadi
pembebasan
42
juta
ton
CO2,
41,5
ribu
ton
SO2
serta
30
ribu
ton
NOx.
Kita
tahu
bahwa
CO2
merupakan
salah
satu
penyebab
terjadinya
efek
rumah
kaca,
SO2mengganggu
proses
fotosintesis
pada
pohon,
karena
merusak
zat
hijau
daunnya,
serta
menjadi
penyebab
terjadinya
hujan
asam
bersama-‐sama
dengan
NOx.
Sedangkan
NOx
sendiri
secara
umum
dapat
menumbuhkan
sel-‐sel
beracun
dalam
tubuh
mahluk
hidup,
serta
meningkatkan
derajat
keasaman
tanah
dan
air
jika
bereaksi
dengan
SO2.
I.3.
Kendala
Pengembangan
Energi
Terbarukan
di
Indonesia
Pemanfaatan
sumber
daya
energi
terbarukan
sebagai
bahan
baku
produksi
energi
listrik
mempunyai
kelebihan
antara
lain;
1. relatif
mudah
didapat,
2. dapat
diperoleh
dengan
gratis,
berarti
biaya
operasional
sangat
rendah,
3. tidak
mengenal
problem
limbah,
4. proses
produksinya
tidak
menyebabkan
kenaikan
temperatur
bumi,
dan
5. tidak
terpengaruh
kenaikkan
harga
bahan
bakar
(Jarass,1980).
Akan
tetapi
bukan
berarti
pengembangan
pemanfaatan
sumber
daya
energi
terbarukan
ini
terbebas
dari
segala
kendala.
Khususnya
di
Indonesia
ada
beberapa
kendala
yang
menghambat
pengembangan
energi
terbarukan
bagi
produksi
energi
listrik,
seperti:
1. harga
jual
energi
fosil,
misal;
minyak
bumi,
solar
dan
batubara,
di
Indonesia
masih
sangat
rendah.
2. rekayasa
dan
teknologi
pembuatan
sebagian
besar
komponen
utamanya
belum
dapat
dilaksanakan
di
Indonesia,
jadi
masih
harus
mengimport
dari
luar
negeri.
3. biaya
investasi
pembangunan
yang
tinggi
menimbulkan
masalah
finansial
pada
penyediaan
modal
awal.
4. belum
tersedianya
data
potensi
sumber
daya
yang
lengkap,
karena
masih
terbatasnya
studi
dan
penelitian
yang
dilakukan.
5. secara
ekonomis
belum
dapat
bersaing
dengan
pemakaian
energi
fosil.
6. kontinuitas
penyediaan
energi
listrik
rendah,
karena
sumber
daya
energinya
sangat
bergantung
pada
kondisi
alam
yang
perubahannya
tidak
tentu.
Potensi
sumber
daya
energi
terbarukan,
seperti;
matahari,
angin
dan
air,
ini
secara
prinsip
memang
dapat
diperbarui,
karena
selalu
tersedia
di
alam.
Namun
pada
kenyataannya
potensi
yang
dapat
dimanfaatkan
adalah
terbatas.
Disebabkan
oleh
keterbatasan-‐keterbatasan
tersebut,
nilai
sumber
daya
energi
sampal
saat
ini
belum
dapat
begitu
menggantikan
kedudukan
sumber
daya
energi
fosil
sebagai
bahan
baku
produksi
energi
listrik.
Di
Indonesia,
domain
energi
listrik
dimonopoli
oleh
PT.
Perusahaan
Listrik
Negara
(PLN).
Apa
yang
menjadi
beberapa
alternatif
strategi
kebijakan
pengembangan
energi
terbarukan
di
atas,
sudah
mulai
dilakukan
oleh
PLN
beberapa
tahun
belakangan.
Di
akhir
tahun
2010
(data
vivanews.com
akhir
oktober
2010),
Dengan
dikomandoi
oleh
CEO
baru,
yaitu
Dahlan
Iskan,
baru-‐baru
ini
PLN
5. meluncurkan
sebuah
program
terobosan
yaitu
mencanangkan
elektrifikasi
bagi
1000
pulau.
Seperti
yang
dilansir
dari
situs
resmi
kementerian
Energi
Sumber
Daya
Mineral
berikut;
JAKARTA.
Perusahaan
Listrik
Negara
(PLN)
menargetkan
1000
pulau
terpencil
di
Indonesia
akan
dialiri
listrik
yang
dihasilkan
oleh
Pembangkit
Listrik
Tenaga
Surya
(PLTS)
pada
2012
nanti.
Hal
tersebut
diungkapkan
Direktur
Utama
PLN
Dahlan
Iskan
pada
konferensi
pers
usai
menandatangani
perjanjian
jual
beli
listrik
panas
bumi
dengan
pihak
Pertamina
Geothermal
Energy
(PGE)
dan
PT
Westindo
Hutama
Karya
di
Gedung
Bisnis
Indonesia,
Jakarta,
Jumat
(11/3/2011).
"Selain
panas
bumi,
kami
kita
ada
program
untuk
menerangi
pulau-‐pulau
Indonesia
dengan
pembangkit
tenaga
listrik
surya
(PLTS),"ujarnya.
Jika
pengembangan
ini
berhasil,
lanjutnya,
maka
pada
2012
kita
targetkan
akan
terangi
1000
pulau
dengan
PLTS
dan
Indonesia
dapat
masuk
ke
dalam
peta
pengguna
energi
terbarukan
dunia.
Pada
2011
ini
PLN
menargetkan
akan
membangun
Pembangkit
Listrik
Tenaga
Surya
(PLTS)
pada
100
pulau
kecil
di
kawasan
Indonesia
Timur.
Sebelumnya,
pada
2010
PLN
membangun
enam
PLTS
pada
enam
pulau
di
kawasan
Indonesia
Timur
yakni
Derawan,
Bunaken,
Raja
Ampat,
Wakatobi,
Banda
dan
Trawangan.
(KO)
(sumber:
http://www.esdm.go.id)
Terkait
dengan
penggunaan
tenaga
surya,
keuntungan
dari
penggunaan
tenaga
surya
sebagai
sumber
pembangkit
listrik
dapat
dilihat
pada
statemen
berikut.
...
Sebagai
salah
satu
solusi
masalah
energi
diatas
yaitu
energi
matahari
atau
tenaga
surya.
Energi
matahari
yang
dipancarkan
ke
planet
bumi
adalah
15.000
kali
lebih
besar
dibandingkan
dengan
penggunaan
energi
global
dan
100
kali
lebih
besar
dibandingkan
dengan
cadangan
batubara,
gas,
dan
minyak
bumi.
Permasalahan
energi
matahari
ini
mungkin
sedikit
banyak
mirip
dengan
energi
nuklir.
Sebenarnya
secara
teknologi
bangsa
Indonesia
sudah
mampu
mengelolanya.
Bahkan
teknologi
mutakhir
telah
mampu
mengubah
10-‐20
%
pancaran
sinar
matahari
menjadi
tenaga
surya.
Secara
teoritis
untuk
mencukupi
kebutuhan
energi
global,
penempatan
peralatan
tersebut
hanya
memerlukan
kurang
dari
satu
persen
permukaan
bumi,
bukankah
suatu
hal
yang
efisien!
(sumber:
http://www.chem-‐is-‐try.org)
Kajian
inovasi
ini
berusaha
mencoba
menelusuri
bagaimana
sebenarnya
program
yang
digagas
oleh
PLN
dalam
upayanya
untuk
melakukan
elektrifikasi
di
Indonesia.
ini
akan
coba
dijawab
pada
bagian-‐
bagian
berikutnya
pembahasan
makalah
ini.
II. Kondisi
Kelistrikan
di
Indonesia
(Timur)
Kebutuhan
energi
nasional
hingga
saat
ini
memang
tidak
dapat
dicukupi
oleh
PLN.
Selain
masalah
keterbatasan
pembangkit
listrik
yang
dimiliki
Indonesia,
infrastruktur
jaringan
kabel
listrik
juga
permasalahan
tersendiri.
Sisi
lain,
sebaran
demografis
penduduk
Indonesia
yang
memang
dominan
berada
di
wilayah
Sumatera,
Jawa
dan
Bali
pada
akhirnya
menyebabkan
kebijakan
PLN
untuk
masalah
instalasi
infrastruktur
pelistrikan
terkonsentrasi
di
wilayah-‐wilayah
tersebut.
Akibatnya,
wilayah
Indonesia
Timur
dianaktirikan.
Bukti
dari
penganaktirian
ini
dapat
dilihat
pada
tabel
data
panel
berikut
yang
menunjukkan
tingkat
elektrifikasi
di
daerah
Indonesia
Timur;
6. Tabel
2-‐1.
Rasio
Elektrifikasi
(RE)
Indonesia
Timur
Tahun
Tingkat
Elektrifikasi
Keterangan
Berjalan
(berdasarkan
jumlah
RT)
2008
45%
Tetap
2009
47%
Tetap
2010
51%
Tetap
2011
64%
Increase
with
pilot
dan
proyeksi
paruh
waktu
2012*)
79%
Proyeksi
jika
pilot
direplikasi
2013*)
100%
Proyeksi
jika
pilot
direplikasi
(sumber:
PLN:
presentasi
rapat
kabinet
21
April
2011)
Bagaimana
moda
kelistrikan
di
Indonesia
Timur,
dapat
dilihat
pada
pemetaan
dan
data
attribut
dalam
ilustrasi
berikut;
(sumber:
PLN:
presentasi
rapat
kabinet
21
April
2011)
Gambar
2-‐1.
Kondisi
Kelistrikan
Indonesia
Timur
Dari
gambar
2-‐1,
dapat
dilihat
bahwa
beberapa
pembangkit
listrik
yang
ada
saat
ini
sudah
dipastikan
hanya
bisa
untuk
mencukupi
kebutuhan
di
distriknya,
bahkan
untuk
beberapa
daerah
di
wilayah
lain,
balancing
antara
beban
puncak
dan
daya
kemampuan
dari
pembangkit
listrik
tergolong
membahayakan.
Jika
diteruskan,
bisa
jadi
pembangkit
listrik
tersebut
akan
lebih
cepat
usianya
(alias
rusak).
7. kondisi
realitas
ini
sebenarnya
sudah
dapat
diduga
oleh
PLN
pada
tahun
2007.
Tercatat
di
tahun
2008,
PLN
dengan
intervensi
pemerintah,
mencoba
melakukan
upaya
penambahan
fasilitas
pembangkit
listrik
di
tanah
air.
Dari
beberapa
pembangkit
listrik
yang
ada
tersebut,
hasil
autopsi
per
april
2011
diperoleh
data
beberapa
Pembangkit
Listrik
yang
akan
beroperasi
dan
kemampuannya
menghasilkan
listrik.
Data
tersebut
disajikan
pada
tabel
berikut;
Tabel
2-‐2.
Pembangkit
yang
akan
beroperasi
di
akhir
tahun
2011
NO
JENIS
ENERGI
PRIMER
KAP
(MW)
1
AIR
31.0
2
GAS
30.9
3
PANAS
BUMI
25.0
4
BATU
BARA
436.3
5
SURYA
22.0
TOTAL
524.2
(sumber:
PLN:
presentasi
rapat
kabinet
21
April
2011)
Kembali
ke
tabel
3-‐1,
ada
eskalasi
yang
menarik
yang
terjadi
rentang
tahun
2010-‐2011,
dimana
angka
ratio
elektrifikasi
daerah
Indonesia
Timur
berada
di
angka
13%.
Dan
bahkan,
di
tahun
2013,
PLN
bahkan
berani
menunjukkan
angka
100%
untuk
tingkat
elektrifikasi
di
wilayah
Indonesia
Timur.
Mengapa?
Jawabannya
ada
di
rencana
implementasi
program
elektrifikasi
dengan
menggunakan
100%
tenaga
surya
untuk
100
pulau.
III. Program
listrik
untuk
100
Pulau
Hasil
rapat
kerja
direksi
PLN
di
Karawaci
awal
Maret
2011
merupakan
awal
dari
kesepakatan
intern
PLN
yang
akan
memfokuskan
pada
upaya
pencapaian
target
pencapaian
Rasio
Elektrifikasi
di
33
Ibukota
Propinsi
di
seluruh
Indonesia
harus
mencapai
60%
di
akhir
2011.
Untuk
hitungan
kasarnya,
pencapaian
RE
>
60%
tersebut,
setelah
dilakukan
survey
oleh
PLN,
dibutuhkan
tambahan
konsumen
baru
sebesar
1,1
juta
pelanggan
baru.
Melalui
rapat
kerja
tersebut,
diputuskan
bahwa
besaran
pelanggan
baru
tersebut
nantinya
diupayakan
dalam
bentuk;
a. Pengembangan
jaringan:
670.000
pelanggan
b. PLTS
100
pulau
dengan
rincian
b.1.
9.800
pelanggan
baru
dan
b.2
1.600
pelanggan
lama
yang
menambahkan
jam
nyala.
c. Program
LAMPU
SEHEN
sebanyak
405.320
pelanggan
Pengembangan
jaringan
merupakan
mekanisme
PLN
untuk
memperluas
akses
infrastruktur
jaringan
listrik
ke
pelanggan,
sedangkan
untuk
PLTS
dan
program
LAMPU
SEHEN
merupakan
program
pengembangan
dari
piloting
yang
dilakukan
PLN
di
tahun
2010
yang
akan
direplikasi
di
tahun
2011.
Program
di
tahun
2010
tersebut
adalah
program
pembangunan
PLTS
di
beberapa
wilayah
wisata
di
Indonesia
yang
sudah
berjalan
saat
ini.
Program
ini
dilaksanakan
di
Gilitrawangan,
Bunaken,
dan
Raja
Ampat.
8. Lokasi
yang
akan
menjadi
target
dari
100
pulau
di
Indonesia
Timur
ini
benar-‐benar
dikerjakan
di
100
pulau,
dimana
satu
pulau
besar,
dihitung
satu
pulau.
Ini
mungkin
kelemahan
dari
program
yang
harus
direvisi
oleh
pihak
PLN.
Detail
dari
lokasi
tersebut
dapat
dilihat
pada
ilustrasi
berikut
ini;
(sumber:
PLN:
presentasi
rapat
kabinet
21
April
2011)
Gambar
3-‐1.
Sebaran
lokasi
proyek
elektrifikasi
100
pulau
Lebih
detail
tentang
dimana
dan
seberapa
banyak
target
pelanggan
yang
akan
coba
dicover
oleh
PLKN
dapat
dilihat
pada
tabel
berikut;
Tabel
3-‐1.
Rencana
Pembangunan
PLTS
100
Pulau
di
Indonesia
Timur
JUMLAH
JUMLAH TOTAL
PLTS
BIAYA
No. PROVINSI
LOKASI PLGN (kWp)
(xRp
1juta)
A. PLTS
15
KABUPATEN
DI
P APUA
&
P APUA
BARAT
1.a PAPUA
13
5.200
3.900
292.500
1.b PAPUA
BARAT 2
800
600
45.000
Jumlah
PLTS
15
Kabupaten 15
6.000
4.500
337.500
B PLTS
KEPULAUAN
1.a PAPUA
4
979
250
16.250
1.b PAPUA
BARAT 20
2.032
1.370
89.050
2.a MALUKU 17
900
2.100
105.000
2.b MALUKU
UTARA 12
1.400
2.400
120.000
3 NUSA
TENGGARA
TIMUR 11
5.180
2.200
110.000
4 NUSA
TENGGARA
BARAT 10
4.270
2.300
115.000
5.a SULAWESI
SELATAN 6
-‐
1.300
65.000
5.b SULAWESI
TENGGARA 2
-‐
600
30.000
5.c SULAWESI
BARAT 0
-‐
-‐
6.a SULAWESI
UTARA 14
3.300
2.350
117.500
6.b SULAWESI
TENGAH 5
500
700
35.000
6.c
GORONTALO 0
-‐
-‐
7 KALIMANTAN
TIMUR 0
-‐
-‐
8.a KALIMANTAN
SELATAN 5
847
1.700
85.000
8.b KALIMANTAN
TENGAH 0
-‐
-‐
Jumlah
PLTS
Kepulauan 106
19.408
17.270
887.800
T
O
T
A
L
121
25.408
21.770
1.225.300
9. (sumber:
PLN:
presentasi
rapat
kabinet
21
April
2011)
Dari
tabel
di
atas,
dapat
dilihat
bahwa
jika
rencana
PLN
berhasil,
maka
di
tahun
2011,
bukan
100
pulau
yang
akan
dapat
dicover
dan
teraliri
listrik,
tetapi
bahkan
106
pulau.
Data
terakhir
per
21
April,
sudah
60
pulau
dari
100
pulau
yang
menjadi
target
telah
teraliri
listrik.
yang
menarik
dari
program
ini
adalah,
untuk
program
LAMPU
SEHEN,
PLN
tidak
menggunakan
biaya
dari
pemerintah,
tetapi
program
ini
dilakukan
dengan
menggunakan
dana
hasil
penghematan
operasional
PLN
dalam
upayanya
melayani
masyarakat
Indonesia.
Untuk
program
Pengembangan
jaringan
PLN
akan
fokus
di
beberapa
Pulau
besar,
sedangkan
untuk
di
pulau-‐pulau
kecil
dan
daerah
pedalaman
yang
jika
dihitung
secara
proporsional
kebutuhan
untuk
penyelenggaraan
infrastruktur
listrik
hingga
di
lokasi
tersebut
dibandingkan
jumlah
calon
pelanggan
yang
ada
akan
dilakukan
program
PLTS
dengan
LAMPU
SEHEN.
Lalu
apa
sebenarnya
program
LAMPU
SEHEN
ini?
IV. Program
LAMPU
SEHEN
DAN
PLTS
Program
yang
diusung
oleh
PLN
ini
yang
dinamai
LAMPU
SEHEN
ini
seyogyanya
adalah
program
elektrifikasi
murni
hasil
inovasi
PLN.
Program
ini
merupakan
program
elektrifikasi
dengan
tanpa
terlebih
dahulu
PLN
membuat
jaringan
listrik
bagi
pelanggannya.
Kata
SEHEN
merupakan
kepanjangan
dan
Super
Extra
Hemat
Energi.
Jika
diikuti
kata
lampu,
maka
program
ini
adalah
tak
lain
program
elektrifikasi
paket
dimana
para
pelanggan
selain
diberi
satu
set
panel
surya
+
kabel
+
baterei
(accu)
yang
dapat
diinstalasi
secara
cepat
di
rumah
pelanggan
baru,
para
pelanggan
baru
juga
akan
mendapatkan
tidak
satu
lampu,
tetapi
tiga
lampu
yang
siap
plug
in
beserta
tiga
saklar
di
rumah
mereka.
Gambar
4-‐1.
Paket
Panel
Surya
program
LAMPU
SEHEN
dan
pemasangan
10.
Program
ini
menyasar
pada
daerah-‐daerah
miskin
atau
daerah
dengan
lokasi
yang
susah
dijangkau
melalui
jalan
biasa.
Saat
ini,
program
LAMPU
SEHEN
sudah
berjalan
hampir
6
bulan
di
wilayah
pulau
Sumba,
Nusa
Tenggara
Timur.
Spesifikasi
teknis
dan
bagaimana
desain
program
ini
berjalan,
dapat
dilihat
lebih
detail
pada
matriks
berikut;
Tabel
4-‐1.
Matriks
Spesifikasi
Program
LAMPU
SEHEN
No
Uraian
Spesifikasi
Keterangan
1
Nama
Program
LAMPU
SEHEN
–Lampu
SUPER
EXTRA
HEMAT
ENERGI
• Satu
Panel
Pembangkit
Listrik
Tenaga
Surya
• Tiga
Lampu
SEHEN
dengan
tiga
buah
lampu
SEHEN
2-‐3
watt
yang
mampu
memberi
penerangan
sama
dengan
25-‐35
watt
2
Paket
Program
lampu
neon.
• Instalasi
Pemasangan
dan
Penempatan
Kabel.
Tanpa
adanya
instalasi
lain,
3
lampu
tersebut
dapat
menyala
selama
24
jam
dengan
kondisi
cuaca
cerah
dan
tidak
berawan
>=
7
jam
Elektrifikasi
dasar
bagi
masyarakat
Indonesia
yang
berdomisili
di
3
Tujuan
Program
wilayah
pedesaan
dan
kepulauan
dan
tidak
terjangkau
oleh
jaringan
listrik
PLN.
4
Sasaran
Program
Masyarakat
Non
Pelanggan
PLN
di
wilayah
program
dilaksanakan
5
Area
program
100
Pulau
target
elektrifikasi
PLN
(Gambar
3-‐1)
Membayar
Rp.
500.000,-‐
sebagai
instalasi
dan
garansi
atas
paket
dan
6
Syarat
ikut
program
Rp.
35.000,-‐/bulannya
sebagai
biaya
langganan
dengan
kompensasi
paket
program
(ket.
Nomor
2)
Sudah
dilakukan
di
satu
kecamatan
di
wilayah
Sumba,
dan
mengcover
700
KK
dan
hingga
saat
ini
sedang
berjalan
(enam
bulan)
dengan
7
Pilot
Project
keluhan
masalah
pemindahan
pemasangan
instalasi
lampu,
tidak
ada
keluhan
terkait
paket
program
Wilayah
dengan
stock
BBM
yang
sulit
(penggunaan
listrik
melalui
Kriteria
Pulau
dan
daerah
8
tenaga
diesel)
dan
wilayah
dimana
harga
BBM
tinggi
dan
wilayah
yang
penerima
Program
tidak
terjangkau
oleh
jaringan
listrik
PLN
(sumber:
notulensi
diskusi
program
nasional
PLN,
Mei
2011)
V. PLTS;
analisis
biaya
dan
manfaat
(empiris)
V.1.
Analisis
Biaya
Untuk
program
LAMPU
SEHEN,
hitungan
modal
yang
diperlukan
oleh
PLN
untuk
melaksanakan
program,
dengan
melihat
hasil
pilot
project
di
wilayah
Sumba,
dibutuhkan
anggaran
19
Milyar
dengan
coverage
700
KK
dengan
700
sambungan
pelanggan
baru.
Ini
berarti,
modal
yang
dibutuhkan
persambungan
hanyalah
Rp.
27.142.857,14.
11. Berdasarkan
hitungan
dari
pihak
PLN,
modal
bersih
yang
dibutuhkan,
dengan
teknis
pembayaran
Rp.
35.000,-‐
/bulan
dan
uang
muka
Rp.
500.000,-‐
di
awal,
PLN
dapat
mencapai
Break
Even
Point
di
tahun
ke
8
(delapan).
Menurut
pihak
PLN,
ini
menguntungkan
karena
biaya
perawatan
dari
program
PLTS
Lampu
SEHEN
ini
tidak
membutuhkan
ongkos
subsidi
yang
harus
ditanggung
PLN
terhadap
pemasangan
pelanggan
baru
jika
menggunakan
jaringan
listrik
(untuk
pemasangan
instalasi
baru,
per
meter
saat
ini
PLN
membebani
harga
2,5
juta
hingga
5
juta
rupiah
per
meternya),
yang
mana
PLN
menyubsidi
biaya
sambungan
baru
100%
per
meter
jaringan
listrik.
Bagi
pelanggan
Lampu
SEHEN,
mereka
sangat
diuntungkan
sekali.
Kriteria
pemilihan
lokasi
Wilayah
dengan
stock
BBM
yang
sulit
(penggunaan
listrik
melalui
tenaga
diesel)
dan
wilayah
dimana
harga
BBM
tinggi
dan
wilayah
yang
tidak
terjangkau
oleh
jaringan
listrik
PLN
jika
dibandingkan
saat
mereka
menggunakan
lampu
petromaks,
perbulan
mereka
membutuhkan
biaya
hampir
Rp.
90.000
rupiah
per
titik
(harga
BBM
yang
naik
hingga
15
ribu
rupiah
per
liternya).
Dan
bagi
negara,
program
lampu
SEHEN
ini
sangat
menguntungkan,
karena
pemerintah
tidak
perlu
mengeluarkan
subsidi
untuk
BBM
yang
jika
dikalkulasikan
bagi
per
KK
di
lokasi
dengan
kriteria
tersebut
sebesar
Rp.
300.000.
dengan
lampu
SEHEN,
malah
pemerintah
mendapat
pemasukan
Rp.
35.000
per
bulan.
Bagi
pemerintah
daerah,
program
lampu
SEHEN
nantinya
akan
berjalan
dengan
mekanisme
kemitraan.
Biaya
500
ribu
yang
harus
disetor
di
awal
oleh
calon
pelanggan
baru
akan
ditampung
di
Bank
Daerah.
Ini
berarti
pemasukan.
Untuk
wilayah
pilot
misalnya,
dari
700
pelanggan
baru,
diperoleh
tambahan
saving
dari
masyarakat
sebesar
Rp.
350.000.000,-‐,
belum
dari
pembayaran
per
bulan.
Bagaimana
kalau
ternyata
yang
memasang
mencapai
ratusan
ribu
orang.
Hal
ini
tentunya
akan
dapat
memberikan
tambahan
modal
daerah
untuk
melaksanakan
pembangunan.
Selain
itu,
pihak
PLN
sendiri
sudah
menyiapkan
beberapa
guidance
atas
vendor
yang
mempunyai
interest
untuk
berpartisipasi
dalam
program
pengadaan
lampu
SEHEN
ini.
Diantaranya
adalah
kewajiban
dari
para
vendor
untuk
menyediakan
layanan
purna
jual
jika
mereka
berhasil
memasarkan
30.000
unit
lampu
SEHEN
atau
10.000
pelanggan
baru
(dengan
asumsi
1
pelanggan
mendapat
paket
3
lampu
SEHEN).
Ini
tentunya
akan
berdampak
pada
kemungkinan
terbukanya
lapangan
pekerjaan
baru
di
sektor
energi
terbarukan,
dan
adanya
komoditas
baru
yang
dapat
diperdagangkan
guna
mendukung
program
ini,
diantaranya
suku
cadang
Baterei
–atau
Accu
yang
digunakan,
penjual
jasa
pemasangan
instalasi
listrik,
transportasi
dan
sebagainya.
V.1.
Analisis
Manfaat
Paket
Program
Lampu
SEHEN
merupakan
hasil
produksi
dalam
negeri
dalam
perakitan
dan
model
jenis
lampunya.
Kelemahan
dari
program
ini,
adalah
kebutuhan
dasar
atas
pembuatan
panel
pembangkit
surya
dan
LED
sebagai
bahan
dasar
lampu
masih
impor.
Jika
program
ini
berjalan,
dan
demand
di
Indonesia
naik,
maka
negara
yang
mempunyai
industri
pembuatan
panel
dan
LED
ini
pasti
akan
menaikkan
harga.
Hal
ini
tentunya
membutuhkan
sebuah
kebijakan
nasional
jika
memang
program
ini
akan
dijadikan
sebagai
salah
satu
program
untuk
mendukung
penggunaan
energi
listrik
ramah
lingkungan
di
Indonesia.
Keberadaan
paket
lampu
SEHEN
tentunya
akan
berdampak
pula
pada
aktifitas
penduduk
penerima
manfaat.
Beberapa
hal
yang
mungkin
dapat
ditabulasi
manfaat
positif
nya
adalah;
-‐ Dibandingkan
dengan
menggunakan
lampu
petromaks,
para
pelanggan
lampu
SEHEN
lebih
diuntungkan
kebersihan
rumahnya
(karena
lampu
SEHEN
tidak
meninggalkan
bekas
pembakaran
seperti
petromaks).
SEHEN
adalah
lampu
dengan
konsumsi
daya
kurang
dari
5
Watt
dan
memiliki
kerapatan
(efficacy)
lumen
lebih
dari
60
lumen/watt.
Ini
berarti,
penggunaan
energi
12. sebesar
2-‐3
watt
dengan
lampu
SEHEN
sama
dengan
penggunaan
lampu
yang
membutuhkan
daya
50-‐60
watt.
-‐ Pengeluaran
RT
pelanggan
lampu
SEHEN
lebih
hemat
dibandingkan
menggunakan
petromaks.
-‐ Untuk
mereka
yang
bersekolah,
akan
dapat
menambah
jam
waktu
belajar
dengan
lebih
nyaman,
karena
tidak
ada
resiko
mata
pedas
terkena
asap
lampu
petromaks.
-‐ Sangat
ramah
lingkungan,
karena
dalam
produksinya
tidak
menggunakan
energi
tak
terbarukan
yang
menghasilkan
emisi
dan
pollutan
(asap,
bau
tak
enak,
bekas
api).
-‐ Berkurangnya
penderita
sakit
mata,
dada
yang
diakibatkan
oleh
penggunaan
lampu
petromaks.
-‐ Multiplier
effect
dari
penggunaan
lampu
SEHEN
diharapkan
mampu
memberikan
ruang
sosial
yang
lebih
dinamis.
(Sebagai
catatan,
lampu
SEHEN
ini
dapat
ditarik
dan
dijadikan
senter,
atau
dikumpulkan
pada
satu
lokasi
untuk
kegiatan
pesta
ataupun
kegiatan
warga
secara
komunal).
-‐ Dengan
nominal
langganan
yang
dibayarkan
sebesar
Rp.
35.000
dan
Rp.
500.000
sebagai
jaminan
awal
(ini
bisa
dibuat
kebijakan
dari
bank
dimana
dapat
dicicil
hingga
10
kali
misalnya),
maka
program
lampu
SEHEN
akan
dapat
menyasar
masyarakat
miskin
di
Indonesia.
-‐ Resiko
kebakaran
lebih
kecil
,
karena
tidak
menggunakan
sumber
api
sebagai
alat
penerangan
dan
tidak
mencederai
balita
karena
lampu
dapat
ditaruh
di
tempat
yang
tinggi
dan
diluar
jangkauan
anak-‐anak.
-‐ Memperkecil
angka
perkawinan
di
bawah
umur,
karena
dengan
adanya
penerangan,
maka
dapat
memberikan
kesempatan
kepada
masyarakat
untuk
melakukan
aktifitas
ekonomi
di
malam
hari.
-‐ Dapat
membuka
investasi
baru
di
sektor
energi
terbarukan
yaitu
industri
pembuatan
LED
dan
Panel
Surya
yang
jika
ada
di
Indonesia
dan
diproduksi
secara
massal,
maka
tentunya
selain
membuka
lapangan
pekerjaan
baru,
juga
akan
menurunkan
biaya
produksi
dari
PLN
yang
berimbas
pula
pada
semakin
murah
dan
terbukanya
pengembangan
teknologi
pendamping
dari
program
lampu
SEHEN.
Berdasarkan
hasil
diskusi
yang
dilakukan
penulis
dengan
pihak
PLN,
ada
beberapa
dampak
negatif
yang
dikhawatirkan
akan
terjadi
akibat
program
ini,
diantaranya;
-‐ Adanya
permintaan
penggunaan
energi
listrik
di
atas
paket
program
yang
tentunya
akan
membuat
umur
dari
baterei
akan
lebih
pendek.
-‐ Angka
kriminalitas
(perampokan)
meningkat.
Batere
–accu,
yang
digunakan
dapat
dipakai
sebagai
alternatif
penyimpan
energi
listrik
untuk
penggunaan
di
luar
lampu
SEHEN,
dan
dapat
dijual
bebas.
-‐ Kesalahan
analisis
kebutuhan
pelanggan
baru
yang
tidak
menggunakan
data
akurat
dan
terbaru
terkait
demografi
di
lokasi
program
yang
berdekatan
dapat
memunculkan
persoalan
politis
dan
munculnya
konflik
horizontal.
13. -‐ Munculnya
model
kampanye
sistem
politik
dagang
sapi
yang
baru
dengan
iming-‐iming
paket
listrik
bagi
tiap
KK
yang
mempunyai
hak
pilih
untuk
memilih
kandidat
tertentu
jika
musim
pemilihan
kepala
daerah
tiba
(maklum,
dibandingkan
dengan
memasang
umbul2,
memberi
baju,
dan
memberi
uang
kepada
tiap
pemilih,
lebih
murah
dan
efektif
menggunakan
imbal
jasa
program
Lampu
SEHEN).
-‐ Pihak
PLN
harus
melakukan
kajian
lebih
dalam
lagi
terkait
dengan
kebijakan
program
Lampu
SEHEN
karena
ide
awal
dari
program
ini
muncul
adalah
pemenuhan
kebutuhan
dasar
penduduk
Indonesia
atas
elektrifikasi
dengan
basis
penerangan.
Hukum
permintaan
yang
selalu
naik
seiring
dengan
keberadaan
energi
akan
berlaku.
Jika
ini
tidak
diantisipasi
dengan
kebijakan
multi
sektoral
lain,
maka
bisa
jadi,
seiring
dengan
penemuan
teknologi
baru,
dan
meningkatnya
pendapatan
tiap
individu,
maka
program
ini
hanya
menjadi
sebuah
proyek
belaka.
VI. Sumbangsih
Program
Lampu
SEHEN
pada
target
angka
Rasio
Elektrifikasi
(RE)
Melalui
tiga
strategi
pelaksanaan
kebijakan
peningkatan
RE
di
wilayah
Indonesia
Timur,
yaitu
Pengembangan
Jaringan,
PLTS
dan
Lampu
SEHEN,
Pihak
manajemen
PLN
telah
melakukan
sebuah
exercise
bagaimana
kelayakan
dari
pelaksanaan
program
lampu
SEHEN
dalam
mencapai
target
elektrifikasi
100
pulau
di
Indonesia
Timur.
Berikut
disajikan
data
Rasio
Elektrifikasi
Ibukota
Propinsi
per
tahun
2010.
Tabel
VI-‐1.
Rasio
Elektrifikasi
Ibukota
Propinsi
di
Indonesia
Timur
tahun
2010
tingkat
RE
Ibukota
Propinsi
Rasio
Elektrifikasi
(RE)
Kaltim
84,7%
Sulut
77,2%
Tingkat
RE
>
60%
Kalsel
73,4%
Gorontalo
74,0%
Sulsel
69,05%
Sulteng
58.9%
Maluku
46,9%
Tingkat
RE
Sulsra
44%
40%
s/d
60%
Kalteng
43,8%
Maluku
Utara
43,6%
Tingkat
RE
Papua
Barat
37,1%
30%
s/d
40%
Sulbar
32,05%
NTB
29,9%
Tingkat
RE
Papua
27,7%
<
30%
NTT
26,02%
(sumber:
notulensi
diskusi
program
nasional
PLN,
Mei
2011)