SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 11
1
Al Ijma’
Mata kuliah Ushul Fiqh
Dosen pengampu: Bapak Dr. H. Musahadi
Disusun oleh:
Robbiatul Addawiyah (132411186)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2014
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Agama Islam memiliki empat sumber hukum yang dapat dijadikan sebagai landasan
dalam menetapkan hukum suatu perkara tertentu. Salah satunya adalah Al Ijma’. Al Ijma’
menjadi landasan hukum umat Islam yang ketiga setelah Al Qur’an dan Al Hadits. Apabila
pada suatu hari ada sebuah masalah di kalangan umat Islam yang kemudian dicari
hukumnya di dalam Al Qur’an namun mereka tidak menemukan hukum dari masalah
tersebut maka mereka akan mencarnya lagi di dalam Al Hadits Rasulullah saw. Namun
mereka tidak menemukannya juga didalam Al Hadits. Maka umat Islam terutama para
ulama wajib untuk bermusyawarah demi menetapkan hukum dari masalah yang
dibicarakan tersebut.
Musyawarah para ulama yang menghasilkan hukum tersebut inilah yang dinamakan
dengan Al Ijma’. Dalam musyawarah Al Ijma’ ini, seluruh ulama Islam harus berkumpul
dalam satu tempat, namun seiring berkembangnya jaman dan semakin meluasnya wilayah
umat Islam, tidak mungkin untuk mengumpulkan semua Ulama Islam yang sudah tersebar
di berbagai belahan dunia. Maka Al Ijma kini boleh dilakukan tanpa harus mengumpulkan
semua ulama Islam. Cukup dengan para ulama yang ada dalam suatu negara.
Al Ijma’ bisa dikatakan pula sebagai salah satu dari bentuk Ijtihad. Hal ini karena
Al Ijma’ juga merupakan hasil suatu pemikiran para ulama yang berlandaskan Al Qur’an
dan Al Hadits serta Ilmu pengetahuan yang mereka miliki.
B. Rumusan masalah
1. Pengertian Al Ijma’
2. Macam-macam Al Ijma’
3. Kehujjahan Al Ijma’
4. Contoh kasus Al Ijma’
3
BAB II
ISI
A. Pengertian Al Ijma’
Al Ijma’ sumber hukum Islam ketiga setelah Al Qur’an dan Al Hadits. Untuk
definisi Al Ijma’, para ahli memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang pengertian Al
Ijma’. Abdul Husayn Al Basri (w. 436 H) mendefinisikan Al Ijma sebagai persetujuna
suatu kelompok atau jama’ah mengenai suatu masalah tertentu melalui tindakan atau
penghindaran tindakan.1
Al Ghazali mendefinisikan Al Ijma’ sebagai kesepakatan masyarakat Muhammad
mengenai suatu masalah keagamaan.2
Namun Al Ijma yang didefinisikan oleh Al Ghazali
mendapat banyak pertentangan, karena Al Ijma yang disepakati oleh seluruh masyarakat
tidak mungkin dapat dijalankan dengan baik.
Menurut Al Amidi, Al Ijma’ adalah kesepakatan dari semua anggota ahl al-hall wa
‘l-‘aqd yang termasuk dalam masyarakat Muhammad saw. dalam satu periode tertentu,
menyangkut suatu peraturan mengenai kejadian tertentu.3
Kesepakatan ahl al-hall wa
‘l-‘aqd menunjukkan kesepakatan bulat dari para ahli hukum atau ulama yang mencakup
kesepakatan masyarakat atau sebagai suatu perwakilan dari kesepakatan masyarakat.
Al Ijma’ sendiri dalam bahasa Arab dapat diartikan sebagai tekad. Al Ijma’
disebutkan dalam Al Qur’an surat Yunus ayat 71 dengan kata” ijmak” yang diartikan
sebagai kesepakatan atau keputusan para ulama,
‫فأجمعواامركم‬‫وشركاعكم‬:‫يونس‬ .۷۱
Karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu untuk
membinasakanku.(QS Yunus:71)
Kesepakatan para ulama disebut ijmak atau Al Ijma’ karena kesepakatan mereka
atas suatu hukum adalah kebulatan tekad mereka akan hal itu.
Secara istilah, Al Ijma’ mempunyai pengertian kesepakatan para ulama dalam
menetapkan hukum suatu perkara tertentu setelah wafatnya Nabi saw. Kesepakatan tersebut
adalah hasil musyawarah para mujtahid yang dikumpulkan di suatu tempat kemudian
mereka membicarakan suatu perkara yang masih diperdebatkan hukumnya karena tidak
terdapat dalam Al Qur’an dan Hadits. Sehingga para mujtahid membuat suatu kesepakatan
hukum akan hal itu, dan kesepakatan inilah yang disebut Al Ijma’.
1
Al Ghazali, al Mustashfa, Kairo: Mathba’ah Mushtashfa Muhammad, 1937, h. 116.
2
Ibid, h. 115.
3
Ahmad Hasan, Ijma’, Bandung: Penerbit Pustaka, 1985, h. 82.
4
Namun ada pula yang mengatakan bahwa Al Ijma sudah ada sejak masa Rasululah
masih hidup, yaitu Ahmad Syalabi. Diriwayatkan bahwa Ali ra. pernah berkata kepada
Nabi ;”Ada kalanya kita menghadapi suatu peristiwa yang belum ada hukumnya dalam Al
Qur’an dan Al Hadits. Nabi menyahut ; kumpulkan orang-orang berpengetahuan dan
jadikan hal itu sebagai bahan musyawarah”. Abu Bakar dan Umar dalam menghadapi suatu
perkara yang belum ada hukumnya di dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasul senantiasa
mengundang para sahabat untuk bermusyawarah. Keputusan yang diambil dalam
musyawarah itu disebut Ijma’ dan dijadikan dasar dan pegangan. 4
Namun hal ini tidak dapat disebut sebagai Al Ijma’ karena jika Rasulullah saw.
masih hidup ini berarti bahwa masih ada as Sunnah atau al Hadits yang bisa dijadikan
sebagai dasar hukum suatu perkara. Ketika para sahabat menemui suatu perkara kemudian
tidak terdapat dalam Al Qur’an dan Hadits, para sahabat bisa menanyakannya langsung
kepada Rasulullah saw. Meskipun kesepakatan suatu perkara tersebut di bahas dalam suatu
musyawarah yang dihadiri oleh para sahabat namun tidak dapat disebut sebagai Al Ijma’
karena Rasulullah saw. turut hadir dalam musyawarah tersebut.
Jadi Al Ijma’ hanya ada setelah Rasulullah saw. wafat. Kemudian Al Ijma’ ini
dihasilkan melalui musyawarah para sahabat berupa kesepakatan mengenai hukum suatu
perkara tertentu.
B. Macam-macam Al Ijma’
Dengan melihat berbagai hal yang terjadi saat proses mendapatkan Ijma’ maka ada
berbagai macam Ijma’. Berikut ini adalah macam-macam Ijma’:
1. Al Ijma’ ditinjau dari cara penetapannya ada dua yaitu Ijma’ Sharih dan Ijma’
Sukuti. Berikut pengertiannya:
a. Ijma’ al Sharih ( ‫ا‬‫جماع‬‫الصاريح‬ )
Ijma’ al Sharih yaitu kesepakatan para mujtahid atas suatu perkara tertentu pada
masa tertentu pula dan para mujtahid mengungkapkan pendapatnya masing-masing
baik dengan lisan maupun dengan perbuatan yang mencerminkan pendapatnya dan
kemudian di musyawarahkan berbagai pendapat tersebut sehingga menjadi satu
kesepakatan yang disetujui oleh semua mujtahid.
Ijma’ al Sharih disebut pula sebagai Ijma’ Qath’i, Ijma’ Hakiki, atau Ijma’
Qauli. Ijma’ al Sharih dapat dijadikan sebagai hujjah dan landasan hukum yang sah
setelah Al Qur’an dan al Hadits karena sempurnanya proses musyawarah.
b. Ijma’ Sukuti ( ‫ا‬‫جماع‬‫السكوتي‬ )
4
Ahmad Syalabi, Sejarah Pembinaan Hukum Islam (Alih Bahasa Abdullah Badjerei), Jakarta: Djajamurni, h.
88.
5
Ijma’ Sukuti yaitu kesepakatan yang dimulai dengan pernyataan sebagian
mujtahid tentang sebuah persoalan dan sebagian lainnya tidak menentang dan hanya
diam tidak memberikan komentar setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan yang
telah dikemukakan.
Dalam Ijma’ Sukuti ini mujtahid yang hanya diam dan tidak memberikan
komentar bukan berarti sepakat dengan pernyataan atau pendapat dari mujtahid lain
sehingga dalam Ijma’ Sukuti ini belum dapat dikatakan telah terjadi kesepakatan
dan tidak pasti terjadi Ijma’.
Menurut para ulama kelompok Hanafi beranggapan bahwa Ijma’ Sukuti adalah
Ijma’ jika mujtahid yang diam itu telah diajukan kepadanya kejadian yang
dimaksud, sudah ditunjukkan kepadanya pendapat yang telah dikemukakan para
mujtahid, sudah melewati batas waktu yang cukup untuk membahas dan
menetapkan pendapatnya, tetapi ia hanya diam.5
Apabila mereka berbeda pendapat
dan menentang pendapat mujtahid lain, seharusnya mereka secara tegas
mengungkapkan pendapatnya dan ketidaksetujuannya akan pendapat mujtahid lain
tersebut dengan mengungkapkan pendapatnya.
Menurut Imam Syafi’i dan Imam Maliki, Ijma’ Sukuti ini tidak dapat dijadikan
dasar hukum karena diamnya ulama belum tentu menandakan bahwa mereka setuju,
bisa saja mereka merasa takut pendapatnya akan ditolak, menghormati ulama yang
lebih senior, terkena bujukan, ataupun mendapat ancaman dan tidak punya
pendukung.
2. Al Ijma’ Fi’li ( ‫الجماع‬‫الفعل‬‫ي‬ )
Yaitu kesepakatan para mujtahid pada suatu masa secara praksis, tanpa
melalui pernyataan sikap yang tegas tentang halal ataupun haram.6
Para mujtahid
tidak menjelaskan hukum suatu perkara tertentu namun mujtahid tersebut
mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika perkara tersebut halal maka
mujtahid tersebut akan melaksanakan, namun apabila perkara tersebut haram, maka
mujtahid tersebut tidak akan melaksanakan perkara tersebut.
3. Al Ijma’ Muhshosh ( ‫المخصصالجماع‬ )
Yaitu kesepakatan para mujtahid pada suatu masa bahwa makana sebuah
kata adalah sebagian dari kandungan makna tekstualnya, bukan semua cakupan
maknanya. 7
4. Al Ijma Murokab ( ‫الجماع‬‫المركب‬ )
5
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih, Jakarta: Pustaka Amani, 2003, h. 63
6
Jaenal Aripin, Kamus Ushul Fiqih Dalam Dua Bingkai Ijtihad, Jakarta: Kencana, 2012, h.6
7
Ibid, h. 7
6
Yaitu sebuah konveregensi (memusat) pada saat terdapat dua golongan
mujtahid dalam pemecahan suatu masalah.8
Misalnya, sebagian ulama berpendapat
“Itu haram” dan sebagian lainnya berpendapat “Itu makruh”. Konveregensi dua
pendapat haram dan makruh itu adalah tidak adanya pendapat yang “wajib, sunnah,
atu mubah”. Jika salah seorang mujtahid ada yang mengatakan “wajib”, maka
pendapat itu disebut sebagai pihak ketiga yang berbeda dari jenis Ijma’
konveregensi ini.
5. Al Ijma’ Manqouli ( ‫ا‬‫لجماع‬‫المنقول‬ )
Yaitu kesepakatan yang dilakukan oleh para peserta Ijma’ yang hadir
kemudian disampaikan kepada para mujtahid lain yang tidak hadir dalam majelis
Ijma’. Dengan demikian status Ijma’ ini sama dengan khabar al wahid.9
C. Kehujjahan Al Ijma’
Dalam pengertian Al Ijma’ telah disebutkan bahwa Ijma’ adalah kesepakatan
seluruh mujtahid muslim pada suatu masa tertentu dalam menetapkan hukum suatu perkara
tertentu. Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa Ijma’ dianggap sah menurut syara’
setelah mencakup empat unsur berikut:
1. Ada beberapa mujtahid pada saat terjadinya suatu peristiwa. Karena
kesepakatan tidak mungkin dicapai kecuali dari adanya beberapa pendapat yang
saling memiliki kesesuaian. Apabila pada waktu itu tidak ada beberapa
mujtahid, tidak ada sama sekali atau hanya seorang saja, maka menurut syara’
Ijma’ tersebut tidak sah.10
2. Kesepakatan atas suatu hukum syara’ mengenai suatu peristiwa, mujtahid tidak
boleh memandang asal negara, kebangsaan dan ras, atau kelompoknya. Apabila
suatu kesepakatan dibuat oleh suatu kelompok mujtahid tertentu saja maka
Ijma’nya tidak sah karena tidak mencakup semua mujtahid Islam dari berbagai
golongan dan berbagai daerah pada suatu masa.11
3. Kesepakatan mereka diawali dengan mengungkapakan pendapat masing-
masing mujtahid. Pandapat tersebut diungkapakan dalam bentuk perkataan
seperti fatwa atau perbuatan seperti putusan hukum. Diungkapkan secara
perorangan mujtahid dan mereka saling bertukar pendapat, kemudian setelah
pendapat masing-masing mujtahid dikumpulkan maka akan ditemukan suatu
8
Ibid, h. 8
9
Ibid, h. 8
10
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih, Jakarta: Pustaka Amani, 2003, h.55
11
Ibid, h. 55
7
kesepakatan yang akan ditetapkan sebagai hukum atas peristiwa yang terjadi.12
4. Kesepakatan tersebut benar-benar dari seluruh mujtahid Islam. Bila yang
bersepakat hanya mayoritas, maka kesepakatan tersebut tidak dapat disebut
Ijma’ meskipun yang tidak sepakat hanya minoritas ataupun hanya satu
mujtahid saja. Karena jika masih ada pertentangan , maka dimungkinkan benar
dalam satu segi dan salah dalam segi yang lain. Kesepakatan mayoritas
bukanlah hujjah yang menjadi dasar hukum syara’ yang memiliki kepastian dan
wajib diikuti.13
Apabila keempat unsur Ijma’ tersebut terpenuhi, yaitu setelah wafatnya Rasulullah
saw. dapat didata seluruh mujtahid Islam dari berbagai negara, bangsa dan kelompok.
Kemudian peristiwa yang menjadi pokok persoalan diajukan kepada mereka untuk
mengetahui hukumnya, dan seluruh mujtahid tersebut mngemukakan pendapatnya secara
jelas baik dengan perkataan ataupun perbuatan, berkelompok atau perorangan, dan ternyata
sepakat dengan satu hukum mengenai peristiwa itu. Maka hukum dari kesepakatan para
mujtahid tersebut berfungsi sebagai undang-undang hukum syara’ yang wajib diikuti dan
tidak ada seorangpun yang boleh menyalahinya. Mujtahid pada masa berikutnya tidak
boleh menjadikan peristiwa tersebut sebagai objek ijtihad lagi karena sudah adanya hukum
yang ditetapkan atas peristiwa tersebut dan hukum tersebut adalah pasti yang tidak
dibenarkan menyalahi atau merubahnya.
Adapun beberapa bukti yang menegaskan bahwa Al Ijma’ dapat dijadikan sebagai
hujjah terdapat dalam Al Qur’an yang memerintahkan orang-orang mukmin untuk taat
kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya, Dia juga memerintahkan supaya orang-orang
mukmin taat kepada Ulil Amri mereka, seperti dalam Al Qur’an surat An Nisaa’:59
berikut:
‫ياايها‬‫الدين‬‫امنوا‬‫اطيعواال‬‫و‬‫اطيعواالرسول‬‫و‬‫أولي‬‫المر‬‫النساء‬ .‫منكم‬:۵۹
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah SWT, dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil
Amri diantara kamu. QS. An Nisaa’:59
Lafal Amri artinya hal atau perkara. Ulil Amri pada masalah dunia berarti raja, para
pemimpin dan penguasa, sedangkan dalam masalah agama Ulil Amri berarti para mujtahid
dan ahli fatwa. Penafsiran tersebut mencakup keseluruhan dan semuanya harus ditaati
dalam ruang lingkup masing-masing.
Apabila Ulil Amri telah sepakat dalam menetapkan hukum syara’ suatu perkara
maka mereka wajib dipatuhi dan dilaksanakan berdasarkan nash Al Qur’an berikut:
12
Ibid, h. 55
13
Ibid, h. 55
8
‫ولو‬‫ردوه‬‫إلي‬‫الرسول‬‫والي‬‫اولي‬‫المر‬‫منهم‬‫لعلمه‬‫الدين‬‫يستنبطونه‬‫النسا‬ .‫منهم‬‫ء‬:۸۳
Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya
dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). QS. An Nisaa’: 83
Pada dasarnya hukum yang telah disepakati oleh pendapat semua mujtahid umat
Islam adalah hukum umat yang diperankan oleh para mujtahidnya. Ketidakmungkinan
melakukan kesalahan itu ditunjukan oleh kesepakatan para mujtahid atas satu hukum
terhadap satu peristiwa. Perbedaan sudut pandang, lingkungan, dan bermacam-macam
sebab perbedaan mereka adalah bukti bahwa kesamaan haq dan kebenaranlah yang
menyatukan pendapat mereka dan menyisihkan alasan-alasan perbedaan pendapat mereka.
Ijma’ atas suatu hukum syara’ harus didasarkan pada sandaran syara’ pula, karena
mujtahid Islam memiliki batas-batas yang tidak boleh dilanggar. Bila hasil ijtihadnya tidak
didukung nash, maka tidak boleh melewati batas pemahaman suatu nash dan makna dari
petunjuk nash yang ada.
D. Contoh kasus Al Ijma’
Berkembangnya Ilmu pengetahuan dan semakin majunya jaman, maka akan ada
banyak problematika yang berbeda dari masa sebelumnya dan sangat bermacam-macam
kasusnya. Suatu peristiwa yang muncul dimasa sekarang belum tentu juga ada di masa
sebelumnya dan belum tentu juga telah ada hukum yang secara pasti menghukumi
peristiwa tersebut baik di dalam Al Qur’an maupun Al Hadits.
Adapun peristiwa yang menggunakan Ijma pada jaman dahulu ialah perdebatan
tentang sebuah kisah sahabat yang menggauli istrinya disiang hari pada bulan Ramadhan.
Rasulullah memerintahkannya membayar kafarat, yaitu memerdekakan seorang budak,
atau berpuasa selama dua bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang miskin.
Dalam peristiwa tersebut terdapat kesepakatan diantara para ahli Ushul bahwa
hukum syar’i tersebut disebabkan oleh illat tertentu, namun mereka berselisih dalam
penentuan pokok pembahasan illatnya. Sebagian menilai bahwa wajib kafarat diberlakukan
atas perilaku menodai keagungan bulan Ramadhan berupa hal-hal yang membatalkan
puasa. Jika demikian maka siapa saja yang membatalkan puasa secara sengaja misalnya
dengan berbuka sebelum waktu yang telah ditentukan maka ia juga wajib membayar
kafarat atau denda tersebut diatas.14
Sebagian yang lainnya berpendapat bahwa illat wajibnya kafarat perilaku menodai
keagungan bulan suci Ramadhan dengan jima’ saja, bukan karena sebab yang lain. Dengan
14
Jaenal Aripin, Kamus Ushul Fiqih Dalam Dua Bingkai Ijtihad, Jakarta: Kencana, 2012, h.8
9
begitu, kewajiban membayar kafarat tidak berlaku bagi orang yang membatalkan puasanya
dengan makan dan minum secara sengaja. Dengan demikian setelah para ulama sepakat
bahwa hukum kafarat disebabkan oleh illat tertentu, mereka berbeda pendapat dalam
penentuan pokok pembahasan illatnya secara presisif.
Adapun peristiwa masa sekarang yang menerapkan Ijma’ misalnya yaitu perubahan
hukum rokok dari yang semula makruh menjadi haram. Dengan adanya Ijma’ akan hukum
rokok yang haram ini maka masyarakat juga harus mematuhinya karena Ijma’ ini
merupakan hukum rokok yang tidak terdapat di dalam Al Qur’an dan Al Hadits dan
diadakan dalam sebuah musyawarah para mujtahid yang disebut Ijma’ tersebut.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi, Al Ijma’ adalah suatu kesepakatan para ulama setelah wafatnya Nabi
Muhammad saw. atas hukum suatu peristiwa atau perkara tertentu. Kesepakatan tersebut
adalah hasil pemikiran yang harus berlandaskan Al Qur’an dan Al Hadits serta berbekal
Ilmu pengetahuan yang memadai tentang syariat Islam.
Nabi pernah memerintahkan kaumnya untuk berkumpul dalam suatu majelis untuk
bermusyawarah dan menemukan kesepakatan akan suatu peristiwa yang belum ada
hukumnya didalam Al Qur’an dan Al Hadits. Namun kesepakatan tersebut tidak bisa
dikatakan sebagai Al Ijma karena pada masa itu Nabi adalah satu-satunya mujtahid muslim
yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi memerintahkan umatnya untuk
bermusyawarah apabila menemui suatu peristiwa yang belum ada hukumnya. Allah
memerintahkan kepada orang-orang mukmin untuk taat kepada Allah yaitu dengan
melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya seperti disebutkan dalam Al Qur’an,
mentaati Rasul-Nya dengan mentaati Hadits serta sunnahnya, dan mentaati Ulil Amri yaitu
para pemimpin dan para mujtahid dengan ketetapannya yaitu Al Ijma’.
Apalagi pada era globalisasi yang semakin jauh dari masa dimana Rasul masih
hidup, akan ada banyak persoalan yang muncul dan tidak pernah ditemui di dalam Al
Qur’an dan Al Hadits maka wajib bagi para mujtahid untuk bermusyawarah dan
menetapkan hukum atas suatu peristiwa agar masyarakat tidak sembarangan dalam
bertindak dan mengambil keputusan sendiri.
B. Kritik dan saran
Demikianlah makalah bab Al Ijma yang saya buat ini, semoga bermanfaat bagi para
pembaca. Apabila ada kekurangan dan kesalahan mohon kritik dan sarannya. Sekian dan
terimakasih.
11
DAFTAR PUSTAKA
Khallaf, Abdul Wahhab. 2003. Ilmu Ushul Fikih: Kaidah Hukum Islam. Jakarta:
Pustaka Amani.
Hasan, Ahmad. 1985. Ijma’. Bandung: Penerbit Pustaka.
Aripin, Jaenal. 2012. Kamus Ushul Fiqih; Dalam Dua Bingkai Ijtihad. Jakarta:
Kencana.
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2001. Pengantar Hukum Islam.
Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
Djazuli, A. 2010. Ilmu Fiqih; Penggalian, Perkembangan, dan Penetapan Hukum
Islam. Jakarta: Kencana.
Syalabi, Ahmad. Sejarah Pembinaan Hukum Islam (Alih Bahasa Abdullah
Badjerei). Jakarta: Djajamurni.

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Mais procurados (20)

Tafsir al kabir @ mafatih al ghaib oleh Imam Fakhruddin ar Razi
Tafsir al kabir @ mafatih al ghaib oleh Imam Fakhruddin ar RaziTafsir al kabir @ mafatih al ghaib oleh Imam Fakhruddin ar Razi
Tafsir al kabir @ mafatih al ghaib oleh Imam Fakhruddin ar Razi
 
Pengertian qawaid fiqhiyyah
Pengertian qawaid fiqhiyyahPengertian qawaid fiqhiyyah
Pengertian qawaid fiqhiyyah
 
ijma dan qiyas
ijma dan qiyas ijma dan qiyas
ijma dan qiyas
 
13 HUKUM 'ARIYAH
13 HUKUM 'ARIYAH13 HUKUM 'ARIYAH
13 HUKUM 'ARIYAH
 
Presentasi Ushul Fiqh 5 (Quran Sunnah)
Presentasi Ushul Fiqh 5 (Quran Sunnah)Presentasi Ushul Fiqh 5 (Quran Sunnah)
Presentasi Ushul Fiqh 5 (Quran Sunnah)
 
11 HUKUM WAKALAH
11 HUKUM WAKALAH11 HUKUM WAKALAH
11 HUKUM WAKALAH
 
Makalah ushul fiqh (qiyas)
Makalah ushul fiqh (qiyas)Makalah ushul fiqh (qiyas)
Makalah ushul fiqh (qiyas)
 
Ibnu katsir
Ibnu katsirIbnu katsir
Ibnu katsir
 
Istihsan (استحسان)
Istihsan (استحسان)Istihsan (استحسان)
Istihsan (استحسان)
 
05.3 HUKUM JUAL BELI SALAM & ISTISHNA
05.3 HUKUM JUAL BELI SALAM & ISTISHNA05.3 HUKUM JUAL BELI SALAM & ISTISHNA
05.3 HUKUM JUAL BELI SALAM & ISTISHNA
 
Ijma’ dan qiyas
Ijma’ dan qiyasIjma’ dan qiyas
Ijma’ dan qiyas
 
Tarikh tasyri
Tarikh tasyriTarikh tasyri
Tarikh tasyri
 
naskh wa mansukh
naskh wa mansukhnaskh wa mansukh
naskh wa mansukh
 
Ppt ulumul qur’an ii
Ppt ulumul qur’an iiPpt ulumul qur’an ii
Ppt ulumul qur’an ii
 
istihsan, istishhab, mashlahah mursalah
istihsan, istishhab, mashlahah mursalahistihsan, istishhab, mashlahah mursalah
istihsan, istishhab, mashlahah mursalah
 
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
 
Fiqih Zakat Fitrah Dan Zakat Uang
Fiqih Zakat Fitrah Dan Zakat UangFiqih Zakat Fitrah Dan Zakat Uang
Fiqih Zakat Fitrah Dan Zakat Uang
 
Presentasi Pengantar Masail Fiqhiyah
Presentasi Pengantar Masail FiqhiyahPresentasi Pengantar Masail Fiqhiyah
Presentasi Pengantar Masail Fiqhiyah
 
Amar, Nahi, dan Takhyir
Amar, Nahi, dan TakhyirAmar, Nahi, dan Takhyir
Amar, Nahi, dan Takhyir
 
Fiqh islam
Fiqh islamFiqh islam
Fiqh islam
 

Semelhante a Al Ijma' - Sumber Hukum Islam

PEND.Agama islam ijma' bab 11 ( kel 8)MAKALAH
PEND.Agama islam ijma' bab 11 ( kel 8)MAKALAHPEND.Agama islam ijma' bab 11 ( kel 8)MAKALAH
PEND.Agama islam ijma' bab 11 ( kel 8)MAKALAHAlfiseptina
 
Ijtihad .pptx
Ijtihad .pptxIjtihad .pptx
Ijtihad .pptxLala La
 
kelompok 3 bahan tugas mata kuliah ushul fiqh ekonomi islam
kelompok 3 bahan tugas mata kuliah ushul fiqh ekonomi islamkelompok 3 bahan tugas mata kuliah ushul fiqh ekonomi islam
kelompok 3 bahan tugas mata kuliah ushul fiqh ekonomi islamTri Agustuti
 
Mendefinisikan Ijma’ dan Qiyas.docx
Mendefinisikan  Ijma’ dan Qiyas.docxMendefinisikan  Ijma’ dan Qiyas.docx
Mendefinisikan Ijma’ dan Qiyas.docxZukét Printing
 
Mendefinisikan Ijma’ dan Qiyas.pdf
Mendefinisikan  Ijma’ dan Qiyas.pdfMendefinisikan  Ijma’ dan Qiyas.pdf
Mendefinisikan Ijma’ dan Qiyas.pdfZukét Printing
 
Ppt_Ilmu_fiqih_ijma_dan_qiyas.pptx
Ppt_Ilmu_fiqih_ijma_dan_qiyas.pptxPpt_Ilmu_fiqih_ijma_dan_qiyas.pptx
Ppt_Ilmu_fiqih_ijma_dan_qiyas.pptxFauziahNurHutauruk
 
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdf
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdfIjtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdf
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdfZukét Printing
 
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docx
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docxIjtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docx
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docxZukét Printing
 
Pendidikan agama islam
Pendidikan agama islamPendidikan agama islam
Pendidikan agama islamtaufiq_zhaen
 
Kata pengantar.studi hukum islamdocx
Kata pengantar.studi hukum islamdocxKata pengantar.studi hukum islamdocx
Kata pengantar.studi hukum islamdocxRaja Aidil Angkat
 
Istihsan, urf, istishab, marsalah mursalah
Istihsan, urf, istishab, marsalah mursalahIstihsan, urf, istishab, marsalah mursalah
Istihsan, urf, istishab, marsalah mursalahrisky13
 
Menggagas fikih mazhab kritis
Menggagas fikih mazhab kritisMenggagas fikih mazhab kritis
Menggagas fikih mazhab kritisWiyanto Suud
 
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah Fiqhiyah
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah FiqhiyahAgama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah Fiqhiyah
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah FiqhiyahFahmiIbrahim10
 

Semelhante a Al Ijma' - Sumber Hukum Islam (20)

Ijtihad
IjtihadIjtihad
Ijtihad
 
Ijma’ dan Qiyas.pdf
Ijma’ dan Qiyas.pdfIjma’ dan Qiyas.pdf
Ijma’ dan Qiyas.pdf
 
Ijma’ dan Qiyas.docx
Ijma’ dan Qiyas.docxIjma’ dan Qiyas.docx
Ijma’ dan Qiyas.docx
 
4. Ijma_.pptx
4. Ijma_.pptx4. Ijma_.pptx
4. Ijma_.pptx
 
PEND.Agama islam ijma' bab 11 ( kel 8)MAKALAH
PEND.Agama islam ijma' bab 11 ( kel 8)MAKALAHPEND.Agama islam ijma' bab 11 ( kel 8)MAKALAH
PEND.Agama islam ijma' bab 11 ( kel 8)MAKALAH
 
Ijtihad .pptx
Ijtihad .pptxIjtihad .pptx
Ijtihad .pptx
 
kelompok 3 bahan tugas mata kuliah ushul fiqh ekonomi islam
kelompok 3 bahan tugas mata kuliah ushul fiqh ekonomi islamkelompok 3 bahan tugas mata kuliah ushul fiqh ekonomi islam
kelompok 3 bahan tugas mata kuliah ushul fiqh ekonomi islam
 
Mendefinisikan Ijma’ dan Qiyas.docx
Mendefinisikan  Ijma’ dan Qiyas.docxMendefinisikan  Ijma’ dan Qiyas.docx
Mendefinisikan Ijma’ dan Qiyas.docx
 
Mendefinisikan Ijma’ dan Qiyas.pdf
Mendefinisikan  Ijma’ dan Qiyas.pdfMendefinisikan  Ijma’ dan Qiyas.pdf
Mendefinisikan Ijma’ dan Qiyas.pdf
 
Ppt_Ilmu_fiqih_ijma_dan_qiyas.pptx
Ppt_Ilmu_fiqih_ijma_dan_qiyas.pptxPpt_Ilmu_fiqih_ijma_dan_qiyas.pptx
Ppt_Ilmu_fiqih_ijma_dan_qiyas.pptx
 
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdf
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdfIjtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdf
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.pdf
 
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docx
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docxIjtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docx
Ijtihad Ushul Fiqh dan Kaidah.docx
 
Pendidikan agama islam
Pendidikan agama islamPendidikan agama islam
Pendidikan agama islam
 
Thaharah (bersuci)
Thaharah (bersuci)Thaharah (bersuci)
Thaharah (bersuci)
 
KEL 1O AGAMA ISLAM IJMA'.pptx
KEL 1O AGAMA ISLAM IJMA'.pptxKEL 1O AGAMA ISLAM IJMA'.pptx
KEL 1O AGAMA ISLAM IJMA'.pptx
 
Kata pengantar.studi hukum islamdocx
Kata pengantar.studi hukum islamdocxKata pengantar.studi hukum islamdocx
Kata pengantar.studi hukum islamdocx
 
Istihsan, urf, istishab, marsalah mursalah
Istihsan, urf, istishab, marsalah mursalahIstihsan, urf, istishab, marsalah mursalah
Istihsan, urf, istishab, marsalah mursalah
 
Ijtihad
IjtihadIjtihad
Ijtihad
 
Menggagas fikih mazhab kritis
Menggagas fikih mazhab kritisMenggagas fikih mazhab kritis
Menggagas fikih mazhab kritis
 
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah Fiqhiyah
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah FiqhiyahAgama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah Fiqhiyah
Agama 3 sesi 1 kelompok 2 Kedudukan Qaidah Fiqhiyah
 

Mais de ade orreo

Mengenal Reksadana
Mengenal ReksadanaMengenal Reksadana
Mengenal Reksadanaade orreo
 
Konsep Ilmu Akhlaq _ Akhlaq Tasawuf
Konsep Ilmu Akhlaq _ Akhlaq TasawufKonsep Ilmu Akhlaq _ Akhlaq Tasawuf
Konsep Ilmu Akhlaq _ Akhlaq Tasawufade orreo
 
Mu'tazilah - Aliran dalam Ilmu Kalam
Mu'tazilah - Aliran dalam Ilmu KalamMu'tazilah - Aliran dalam Ilmu Kalam
Mu'tazilah - Aliran dalam Ilmu Kalamade orreo
 
Distorsi Pasar Dalam Perspektif Ekonomi Islam
Distorsi Pasar Dalam Perspektif Ekonomi IslamDistorsi Pasar Dalam Perspektif Ekonomi Islam
Distorsi Pasar Dalam Perspektif Ekonomi Islamade orreo
 
Fungsi Konsumsi dan Fungsi Investasi dalam Ekonomi Makro Islam
Fungsi Konsumsi dan Fungsi Investasi dalam Ekonomi Makro IslamFungsi Konsumsi dan Fungsi Investasi dalam Ekonomi Makro Islam
Fungsi Konsumsi dan Fungsi Investasi dalam Ekonomi Makro Islamade orreo
 
Rijal al Hadits-Ulumul Hadits
Rijal al Hadits-Ulumul HaditsRijal al Hadits-Ulumul Hadits
Rijal al Hadits-Ulumul Haditsade orreo
 
Rijal al hadits makalah - Ulumul Hadits
Rijal al hadits makalah - Ulumul HaditsRijal al hadits makalah - Ulumul Hadits
Rijal al hadits makalah - Ulumul Haditsade orreo
 
Islam dialektika-Faham Islam
Islam dialektika-Faham IslamIslam dialektika-Faham Islam
Islam dialektika-Faham Islamade orreo
 
Teori Produksi dan Biaya Produksi
Teori Produksi dan Biaya ProduksiTeori Produksi dan Biaya Produksi
Teori Produksi dan Biaya Produksiade orreo
 
Ibnu Khaldun
Ibnu KhaldunIbnu Khaldun
Ibnu Khaldunade orreo
 

Mais de ade orreo (10)

Mengenal Reksadana
Mengenal ReksadanaMengenal Reksadana
Mengenal Reksadana
 
Konsep Ilmu Akhlaq _ Akhlaq Tasawuf
Konsep Ilmu Akhlaq _ Akhlaq TasawufKonsep Ilmu Akhlaq _ Akhlaq Tasawuf
Konsep Ilmu Akhlaq _ Akhlaq Tasawuf
 
Mu'tazilah - Aliran dalam Ilmu Kalam
Mu'tazilah - Aliran dalam Ilmu KalamMu'tazilah - Aliran dalam Ilmu Kalam
Mu'tazilah - Aliran dalam Ilmu Kalam
 
Distorsi Pasar Dalam Perspektif Ekonomi Islam
Distorsi Pasar Dalam Perspektif Ekonomi IslamDistorsi Pasar Dalam Perspektif Ekonomi Islam
Distorsi Pasar Dalam Perspektif Ekonomi Islam
 
Fungsi Konsumsi dan Fungsi Investasi dalam Ekonomi Makro Islam
Fungsi Konsumsi dan Fungsi Investasi dalam Ekonomi Makro IslamFungsi Konsumsi dan Fungsi Investasi dalam Ekonomi Makro Islam
Fungsi Konsumsi dan Fungsi Investasi dalam Ekonomi Makro Islam
 
Rijal al Hadits-Ulumul Hadits
Rijal al Hadits-Ulumul HaditsRijal al Hadits-Ulumul Hadits
Rijal al Hadits-Ulumul Hadits
 
Rijal al hadits makalah - Ulumul Hadits
Rijal al hadits makalah - Ulumul HaditsRijal al hadits makalah - Ulumul Hadits
Rijal al hadits makalah - Ulumul Hadits
 
Islam dialektika-Faham Islam
Islam dialektika-Faham IslamIslam dialektika-Faham Islam
Islam dialektika-Faham Islam
 
Teori Produksi dan Biaya Produksi
Teori Produksi dan Biaya ProduksiTeori Produksi dan Biaya Produksi
Teori Produksi dan Biaya Produksi
 
Ibnu Khaldun
Ibnu KhaldunIbnu Khaldun
Ibnu Khaldun
 

Último

vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxDedeRosza
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024RahmadLalu1
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXIksanSaputra6
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptnabilafarahdiba95
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxriscacriswanda
 
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxTEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxMOHDAZLANBINALIMoe
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxDEAAYUANGGREANI
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"baimmuhammad71
 
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...nuraji51
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptxSusanSanti20
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptnovibernadina
 
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxPANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxfitriaoskar
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaharnosuharno5
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024editwebsitesubdit
 

Último (20)

vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
 
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxTEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxPANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 

Al Ijma' - Sumber Hukum Islam

  • 1. 1 Al Ijma’ Mata kuliah Ushul Fiqh Dosen pengampu: Bapak Dr. H. Musahadi Disusun oleh: Robbiatul Addawiyah (132411186) FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2014
  • 2. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Agama Islam memiliki empat sumber hukum yang dapat dijadikan sebagai landasan dalam menetapkan hukum suatu perkara tertentu. Salah satunya adalah Al Ijma’. Al Ijma’ menjadi landasan hukum umat Islam yang ketiga setelah Al Qur’an dan Al Hadits. Apabila pada suatu hari ada sebuah masalah di kalangan umat Islam yang kemudian dicari hukumnya di dalam Al Qur’an namun mereka tidak menemukan hukum dari masalah tersebut maka mereka akan mencarnya lagi di dalam Al Hadits Rasulullah saw. Namun mereka tidak menemukannya juga didalam Al Hadits. Maka umat Islam terutama para ulama wajib untuk bermusyawarah demi menetapkan hukum dari masalah yang dibicarakan tersebut. Musyawarah para ulama yang menghasilkan hukum tersebut inilah yang dinamakan dengan Al Ijma’. Dalam musyawarah Al Ijma’ ini, seluruh ulama Islam harus berkumpul dalam satu tempat, namun seiring berkembangnya jaman dan semakin meluasnya wilayah umat Islam, tidak mungkin untuk mengumpulkan semua Ulama Islam yang sudah tersebar di berbagai belahan dunia. Maka Al Ijma kini boleh dilakukan tanpa harus mengumpulkan semua ulama Islam. Cukup dengan para ulama yang ada dalam suatu negara. Al Ijma’ bisa dikatakan pula sebagai salah satu dari bentuk Ijtihad. Hal ini karena Al Ijma’ juga merupakan hasil suatu pemikiran para ulama yang berlandaskan Al Qur’an dan Al Hadits serta Ilmu pengetahuan yang mereka miliki. B. Rumusan masalah 1. Pengertian Al Ijma’ 2. Macam-macam Al Ijma’ 3. Kehujjahan Al Ijma’ 4. Contoh kasus Al Ijma’
  • 3. 3 BAB II ISI A. Pengertian Al Ijma’ Al Ijma’ sumber hukum Islam ketiga setelah Al Qur’an dan Al Hadits. Untuk definisi Al Ijma’, para ahli memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang pengertian Al Ijma’. Abdul Husayn Al Basri (w. 436 H) mendefinisikan Al Ijma sebagai persetujuna suatu kelompok atau jama’ah mengenai suatu masalah tertentu melalui tindakan atau penghindaran tindakan.1 Al Ghazali mendefinisikan Al Ijma’ sebagai kesepakatan masyarakat Muhammad mengenai suatu masalah keagamaan.2 Namun Al Ijma yang didefinisikan oleh Al Ghazali mendapat banyak pertentangan, karena Al Ijma yang disepakati oleh seluruh masyarakat tidak mungkin dapat dijalankan dengan baik. Menurut Al Amidi, Al Ijma’ adalah kesepakatan dari semua anggota ahl al-hall wa ‘l-‘aqd yang termasuk dalam masyarakat Muhammad saw. dalam satu periode tertentu, menyangkut suatu peraturan mengenai kejadian tertentu.3 Kesepakatan ahl al-hall wa ‘l-‘aqd menunjukkan kesepakatan bulat dari para ahli hukum atau ulama yang mencakup kesepakatan masyarakat atau sebagai suatu perwakilan dari kesepakatan masyarakat. Al Ijma’ sendiri dalam bahasa Arab dapat diartikan sebagai tekad. Al Ijma’ disebutkan dalam Al Qur’an surat Yunus ayat 71 dengan kata” ijmak” yang diartikan sebagai kesepakatan atau keputusan para ulama, ‫فأجمعواامركم‬‫وشركاعكم‬:‫يونس‬ .۷۱ Karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu untuk membinasakanku.(QS Yunus:71) Kesepakatan para ulama disebut ijmak atau Al Ijma’ karena kesepakatan mereka atas suatu hukum adalah kebulatan tekad mereka akan hal itu. Secara istilah, Al Ijma’ mempunyai pengertian kesepakatan para ulama dalam menetapkan hukum suatu perkara tertentu setelah wafatnya Nabi saw. Kesepakatan tersebut adalah hasil musyawarah para mujtahid yang dikumpulkan di suatu tempat kemudian mereka membicarakan suatu perkara yang masih diperdebatkan hukumnya karena tidak terdapat dalam Al Qur’an dan Hadits. Sehingga para mujtahid membuat suatu kesepakatan hukum akan hal itu, dan kesepakatan inilah yang disebut Al Ijma’. 1 Al Ghazali, al Mustashfa, Kairo: Mathba’ah Mushtashfa Muhammad, 1937, h. 116. 2 Ibid, h. 115. 3 Ahmad Hasan, Ijma’, Bandung: Penerbit Pustaka, 1985, h. 82.
  • 4. 4 Namun ada pula yang mengatakan bahwa Al Ijma sudah ada sejak masa Rasululah masih hidup, yaitu Ahmad Syalabi. Diriwayatkan bahwa Ali ra. pernah berkata kepada Nabi ;”Ada kalanya kita menghadapi suatu peristiwa yang belum ada hukumnya dalam Al Qur’an dan Al Hadits. Nabi menyahut ; kumpulkan orang-orang berpengetahuan dan jadikan hal itu sebagai bahan musyawarah”. Abu Bakar dan Umar dalam menghadapi suatu perkara yang belum ada hukumnya di dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasul senantiasa mengundang para sahabat untuk bermusyawarah. Keputusan yang diambil dalam musyawarah itu disebut Ijma’ dan dijadikan dasar dan pegangan. 4 Namun hal ini tidak dapat disebut sebagai Al Ijma’ karena jika Rasulullah saw. masih hidup ini berarti bahwa masih ada as Sunnah atau al Hadits yang bisa dijadikan sebagai dasar hukum suatu perkara. Ketika para sahabat menemui suatu perkara kemudian tidak terdapat dalam Al Qur’an dan Hadits, para sahabat bisa menanyakannya langsung kepada Rasulullah saw. Meskipun kesepakatan suatu perkara tersebut di bahas dalam suatu musyawarah yang dihadiri oleh para sahabat namun tidak dapat disebut sebagai Al Ijma’ karena Rasulullah saw. turut hadir dalam musyawarah tersebut. Jadi Al Ijma’ hanya ada setelah Rasulullah saw. wafat. Kemudian Al Ijma’ ini dihasilkan melalui musyawarah para sahabat berupa kesepakatan mengenai hukum suatu perkara tertentu. B. Macam-macam Al Ijma’ Dengan melihat berbagai hal yang terjadi saat proses mendapatkan Ijma’ maka ada berbagai macam Ijma’. Berikut ini adalah macam-macam Ijma’: 1. Al Ijma’ ditinjau dari cara penetapannya ada dua yaitu Ijma’ Sharih dan Ijma’ Sukuti. Berikut pengertiannya: a. Ijma’ al Sharih ( ‫ا‬‫جماع‬‫الصاريح‬ ) Ijma’ al Sharih yaitu kesepakatan para mujtahid atas suatu perkara tertentu pada masa tertentu pula dan para mujtahid mengungkapkan pendapatnya masing-masing baik dengan lisan maupun dengan perbuatan yang mencerminkan pendapatnya dan kemudian di musyawarahkan berbagai pendapat tersebut sehingga menjadi satu kesepakatan yang disetujui oleh semua mujtahid. Ijma’ al Sharih disebut pula sebagai Ijma’ Qath’i, Ijma’ Hakiki, atau Ijma’ Qauli. Ijma’ al Sharih dapat dijadikan sebagai hujjah dan landasan hukum yang sah setelah Al Qur’an dan al Hadits karena sempurnanya proses musyawarah. b. Ijma’ Sukuti ( ‫ا‬‫جماع‬‫السكوتي‬ ) 4 Ahmad Syalabi, Sejarah Pembinaan Hukum Islam (Alih Bahasa Abdullah Badjerei), Jakarta: Djajamurni, h. 88.
  • 5. 5 Ijma’ Sukuti yaitu kesepakatan yang dimulai dengan pernyataan sebagian mujtahid tentang sebuah persoalan dan sebagian lainnya tidak menentang dan hanya diam tidak memberikan komentar setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan yang telah dikemukakan. Dalam Ijma’ Sukuti ini mujtahid yang hanya diam dan tidak memberikan komentar bukan berarti sepakat dengan pernyataan atau pendapat dari mujtahid lain sehingga dalam Ijma’ Sukuti ini belum dapat dikatakan telah terjadi kesepakatan dan tidak pasti terjadi Ijma’. Menurut para ulama kelompok Hanafi beranggapan bahwa Ijma’ Sukuti adalah Ijma’ jika mujtahid yang diam itu telah diajukan kepadanya kejadian yang dimaksud, sudah ditunjukkan kepadanya pendapat yang telah dikemukakan para mujtahid, sudah melewati batas waktu yang cukup untuk membahas dan menetapkan pendapatnya, tetapi ia hanya diam.5 Apabila mereka berbeda pendapat dan menentang pendapat mujtahid lain, seharusnya mereka secara tegas mengungkapkan pendapatnya dan ketidaksetujuannya akan pendapat mujtahid lain tersebut dengan mengungkapkan pendapatnya. Menurut Imam Syafi’i dan Imam Maliki, Ijma’ Sukuti ini tidak dapat dijadikan dasar hukum karena diamnya ulama belum tentu menandakan bahwa mereka setuju, bisa saja mereka merasa takut pendapatnya akan ditolak, menghormati ulama yang lebih senior, terkena bujukan, ataupun mendapat ancaman dan tidak punya pendukung. 2. Al Ijma’ Fi’li ( ‫الجماع‬‫الفعل‬‫ي‬ ) Yaitu kesepakatan para mujtahid pada suatu masa secara praksis, tanpa melalui pernyataan sikap yang tegas tentang halal ataupun haram.6 Para mujtahid tidak menjelaskan hukum suatu perkara tertentu namun mujtahid tersebut mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika perkara tersebut halal maka mujtahid tersebut akan melaksanakan, namun apabila perkara tersebut haram, maka mujtahid tersebut tidak akan melaksanakan perkara tersebut. 3. Al Ijma’ Muhshosh ( ‫المخصصالجماع‬ ) Yaitu kesepakatan para mujtahid pada suatu masa bahwa makana sebuah kata adalah sebagian dari kandungan makna tekstualnya, bukan semua cakupan maknanya. 7 4. Al Ijma Murokab ( ‫الجماع‬‫المركب‬ ) 5 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih, Jakarta: Pustaka Amani, 2003, h. 63 6 Jaenal Aripin, Kamus Ushul Fiqih Dalam Dua Bingkai Ijtihad, Jakarta: Kencana, 2012, h.6 7 Ibid, h. 7
  • 6. 6 Yaitu sebuah konveregensi (memusat) pada saat terdapat dua golongan mujtahid dalam pemecahan suatu masalah.8 Misalnya, sebagian ulama berpendapat “Itu haram” dan sebagian lainnya berpendapat “Itu makruh”. Konveregensi dua pendapat haram dan makruh itu adalah tidak adanya pendapat yang “wajib, sunnah, atu mubah”. Jika salah seorang mujtahid ada yang mengatakan “wajib”, maka pendapat itu disebut sebagai pihak ketiga yang berbeda dari jenis Ijma’ konveregensi ini. 5. Al Ijma’ Manqouli ( ‫ا‬‫لجماع‬‫المنقول‬ ) Yaitu kesepakatan yang dilakukan oleh para peserta Ijma’ yang hadir kemudian disampaikan kepada para mujtahid lain yang tidak hadir dalam majelis Ijma’. Dengan demikian status Ijma’ ini sama dengan khabar al wahid.9 C. Kehujjahan Al Ijma’ Dalam pengertian Al Ijma’ telah disebutkan bahwa Ijma’ adalah kesepakatan seluruh mujtahid muslim pada suatu masa tertentu dalam menetapkan hukum suatu perkara tertentu. Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa Ijma’ dianggap sah menurut syara’ setelah mencakup empat unsur berikut: 1. Ada beberapa mujtahid pada saat terjadinya suatu peristiwa. Karena kesepakatan tidak mungkin dicapai kecuali dari adanya beberapa pendapat yang saling memiliki kesesuaian. Apabila pada waktu itu tidak ada beberapa mujtahid, tidak ada sama sekali atau hanya seorang saja, maka menurut syara’ Ijma’ tersebut tidak sah.10 2. Kesepakatan atas suatu hukum syara’ mengenai suatu peristiwa, mujtahid tidak boleh memandang asal negara, kebangsaan dan ras, atau kelompoknya. Apabila suatu kesepakatan dibuat oleh suatu kelompok mujtahid tertentu saja maka Ijma’nya tidak sah karena tidak mencakup semua mujtahid Islam dari berbagai golongan dan berbagai daerah pada suatu masa.11 3. Kesepakatan mereka diawali dengan mengungkapakan pendapat masing- masing mujtahid. Pandapat tersebut diungkapakan dalam bentuk perkataan seperti fatwa atau perbuatan seperti putusan hukum. Diungkapkan secara perorangan mujtahid dan mereka saling bertukar pendapat, kemudian setelah pendapat masing-masing mujtahid dikumpulkan maka akan ditemukan suatu 8 Ibid, h. 8 9 Ibid, h. 8 10 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih, Jakarta: Pustaka Amani, 2003, h.55 11 Ibid, h. 55
  • 7. 7 kesepakatan yang akan ditetapkan sebagai hukum atas peristiwa yang terjadi.12 4. Kesepakatan tersebut benar-benar dari seluruh mujtahid Islam. Bila yang bersepakat hanya mayoritas, maka kesepakatan tersebut tidak dapat disebut Ijma’ meskipun yang tidak sepakat hanya minoritas ataupun hanya satu mujtahid saja. Karena jika masih ada pertentangan , maka dimungkinkan benar dalam satu segi dan salah dalam segi yang lain. Kesepakatan mayoritas bukanlah hujjah yang menjadi dasar hukum syara’ yang memiliki kepastian dan wajib diikuti.13 Apabila keempat unsur Ijma’ tersebut terpenuhi, yaitu setelah wafatnya Rasulullah saw. dapat didata seluruh mujtahid Islam dari berbagai negara, bangsa dan kelompok. Kemudian peristiwa yang menjadi pokok persoalan diajukan kepada mereka untuk mengetahui hukumnya, dan seluruh mujtahid tersebut mngemukakan pendapatnya secara jelas baik dengan perkataan ataupun perbuatan, berkelompok atau perorangan, dan ternyata sepakat dengan satu hukum mengenai peristiwa itu. Maka hukum dari kesepakatan para mujtahid tersebut berfungsi sebagai undang-undang hukum syara’ yang wajib diikuti dan tidak ada seorangpun yang boleh menyalahinya. Mujtahid pada masa berikutnya tidak boleh menjadikan peristiwa tersebut sebagai objek ijtihad lagi karena sudah adanya hukum yang ditetapkan atas peristiwa tersebut dan hukum tersebut adalah pasti yang tidak dibenarkan menyalahi atau merubahnya. Adapun beberapa bukti yang menegaskan bahwa Al Ijma’ dapat dijadikan sebagai hujjah terdapat dalam Al Qur’an yang memerintahkan orang-orang mukmin untuk taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya, Dia juga memerintahkan supaya orang-orang mukmin taat kepada Ulil Amri mereka, seperti dalam Al Qur’an surat An Nisaa’:59 berikut: ‫ياايها‬‫الدين‬‫امنوا‬‫اطيعواال‬‫و‬‫اطيعواالرسول‬‫و‬‫أولي‬‫المر‬‫النساء‬ .‫منكم‬:۵۹ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah SWT, dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil Amri diantara kamu. QS. An Nisaa’:59 Lafal Amri artinya hal atau perkara. Ulil Amri pada masalah dunia berarti raja, para pemimpin dan penguasa, sedangkan dalam masalah agama Ulil Amri berarti para mujtahid dan ahli fatwa. Penafsiran tersebut mencakup keseluruhan dan semuanya harus ditaati dalam ruang lingkup masing-masing. Apabila Ulil Amri telah sepakat dalam menetapkan hukum syara’ suatu perkara maka mereka wajib dipatuhi dan dilaksanakan berdasarkan nash Al Qur’an berikut: 12 Ibid, h. 55 13 Ibid, h. 55
  • 8. 8 ‫ولو‬‫ردوه‬‫إلي‬‫الرسول‬‫والي‬‫اولي‬‫المر‬‫منهم‬‫لعلمه‬‫الدين‬‫يستنبطونه‬‫النسا‬ .‫منهم‬‫ء‬:۸۳ Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). QS. An Nisaa’: 83 Pada dasarnya hukum yang telah disepakati oleh pendapat semua mujtahid umat Islam adalah hukum umat yang diperankan oleh para mujtahidnya. Ketidakmungkinan melakukan kesalahan itu ditunjukan oleh kesepakatan para mujtahid atas satu hukum terhadap satu peristiwa. Perbedaan sudut pandang, lingkungan, dan bermacam-macam sebab perbedaan mereka adalah bukti bahwa kesamaan haq dan kebenaranlah yang menyatukan pendapat mereka dan menyisihkan alasan-alasan perbedaan pendapat mereka. Ijma’ atas suatu hukum syara’ harus didasarkan pada sandaran syara’ pula, karena mujtahid Islam memiliki batas-batas yang tidak boleh dilanggar. Bila hasil ijtihadnya tidak didukung nash, maka tidak boleh melewati batas pemahaman suatu nash dan makna dari petunjuk nash yang ada. D. Contoh kasus Al Ijma’ Berkembangnya Ilmu pengetahuan dan semakin majunya jaman, maka akan ada banyak problematika yang berbeda dari masa sebelumnya dan sangat bermacam-macam kasusnya. Suatu peristiwa yang muncul dimasa sekarang belum tentu juga ada di masa sebelumnya dan belum tentu juga telah ada hukum yang secara pasti menghukumi peristiwa tersebut baik di dalam Al Qur’an maupun Al Hadits. Adapun peristiwa yang menggunakan Ijma pada jaman dahulu ialah perdebatan tentang sebuah kisah sahabat yang menggauli istrinya disiang hari pada bulan Ramadhan. Rasulullah memerintahkannya membayar kafarat, yaitu memerdekakan seorang budak, atau berpuasa selama dua bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang miskin. Dalam peristiwa tersebut terdapat kesepakatan diantara para ahli Ushul bahwa hukum syar’i tersebut disebabkan oleh illat tertentu, namun mereka berselisih dalam penentuan pokok pembahasan illatnya. Sebagian menilai bahwa wajib kafarat diberlakukan atas perilaku menodai keagungan bulan Ramadhan berupa hal-hal yang membatalkan puasa. Jika demikian maka siapa saja yang membatalkan puasa secara sengaja misalnya dengan berbuka sebelum waktu yang telah ditentukan maka ia juga wajib membayar kafarat atau denda tersebut diatas.14 Sebagian yang lainnya berpendapat bahwa illat wajibnya kafarat perilaku menodai keagungan bulan suci Ramadhan dengan jima’ saja, bukan karena sebab yang lain. Dengan 14 Jaenal Aripin, Kamus Ushul Fiqih Dalam Dua Bingkai Ijtihad, Jakarta: Kencana, 2012, h.8
  • 9. 9 begitu, kewajiban membayar kafarat tidak berlaku bagi orang yang membatalkan puasanya dengan makan dan minum secara sengaja. Dengan demikian setelah para ulama sepakat bahwa hukum kafarat disebabkan oleh illat tertentu, mereka berbeda pendapat dalam penentuan pokok pembahasan illatnya secara presisif. Adapun peristiwa masa sekarang yang menerapkan Ijma’ misalnya yaitu perubahan hukum rokok dari yang semula makruh menjadi haram. Dengan adanya Ijma’ akan hukum rokok yang haram ini maka masyarakat juga harus mematuhinya karena Ijma’ ini merupakan hukum rokok yang tidak terdapat di dalam Al Qur’an dan Al Hadits dan diadakan dalam sebuah musyawarah para mujtahid yang disebut Ijma’ tersebut.
  • 10. 10 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Jadi, Al Ijma’ adalah suatu kesepakatan para ulama setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. atas hukum suatu peristiwa atau perkara tertentu. Kesepakatan tersebut adalah hasil pemikiran yang harus berlandaskan Al Qur’an dan Al Hadits serta berbekal Ilmu pengetahuan yang memadai tentang syariat Islam. Nabi pernah memerintahkan kaumnya untuk berkumpul dalam suatu majelis untuk bermusyawarah dan menemukan kesepakatan akan suatu peristiwa yang belum ada hukumnya didalam Al Qur’an dan Al Hadits. Namun kesepakatan tersebut tidak bisa dikatakan sebagai Al Ijma karena pada masa itu Nabi adalah satu-satunya mujtahid muslim yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi memerintahkan umatnya untuk bermusyawarah apabila menemui suatu peristiwa yang belum ada hukumnya. Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin untuk taat kepada Allah yaitu dengan melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya seperti disebutkan dalam Al Qur’an, mentaati Rasul-Nya dengan mentaati Hadits serta sunnahnya, dan mentaati Ulil Amri yaitu para pemimpin dan para mujtahid dengan ketetapannya yaitu Al Ijma’. Apalagi pada era globalisasi yang semakin jauh dari masa dimana Rasul masih hidup, akan ada banyak persoalan yang muncul dan tidak pernah ditemui di dalam Al Qur’an dan Al Hadits maka wajib bagi para mujtahid untuk bermusyawarah dan menetapkan hukum atas suatu peristiwa agar masyarakat tidak sembarangan dalam bertindak dan mengambil keputusan sendiri. B. Kritik dan saran Demikianlah makalah bab Al Ijma yang saya buat ini, semoga bermanfaat bagi para pembaca. Apabila ada kekurangan dan kesalahan mohon kritik dan sarannya. Sekian dan terimakasih.
  • 11. 11 DAFTAR PUSTAKA Khallaf, Abdul Wahhab. 2003. Ilmu Ushul Fikih: Kaidah Hukum Islam. Jakarta: Pustaka Amani. Hasan, Ahmad. 1985. Ijma’. Bandung: Penerbit Pustaka. Aripin, Jaenal. 2012. Kamus Ushul Fiqih; Dalam Dua Bingkai Ijtihad. Jakarta: Kencana. Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2001. Pengantar Hukum Islam. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. Djazuli, A. 2010. Ilmu Fiqih; Penggalian, Perkembangan, dan Penetapan Hukum Islam. Jakarta: Kencana. Syalabi, Ahmad. Sejarah Pembinaan Hukum Islam (Alih Bahasa Abdullah Badjerei). Jakarta: Djajamurni.