Dokumen tersebut membahas tentang upaya peningkatan gemar membaca dan menulis siswa kelas 3 SD dengan kebiasaan membaca senyap. Tujuannya adalah meningkatkan minat baca dan tulis siswa serta menambah pengetahuan guru tentang metode pembelajaran. Manfaatnya adalah siswa lebih bersemangat belajar dan guru mendapat masukan untuk pemilihan metode.
1. UPAYA PENINGKATAN GEMAR MEMBACA DAN MENULIS DENGAN
KEBIASAAN MEMBACA SENYAP PADA SISWA KELAS 3 SDN 01
WINONGO KECAMATAN WINONGO KABUPATEN MADIUN TAHUN
AJARAN 2012/2013
PROPOSAL
DISUSUN :
MUHAMMAD ROFI’I
NPM.09141145
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP PGRI MADIUN
2. BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh
pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis
melalui media kata-kata/bahasa tulis (H.G. Tarigan, 1986:7). Suatu proses yang
menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam
suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat
diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan yang
tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak
terlaksana dengan baik (Hodgson dalam Tarigan, 1986:7).
Membaca adalah sebuah ketrampilan. Setiap orang memiliki kecepatan
membaca yang berbeda. Namun yang jelas, semua orang bisa
meningkatkankemampuan membacanya, meskipun tidakada tuntutan bagi
siapapun untuk memiliki kecepatan membaca yang sama dengan orang lain. Hal
ini bergantung pada status dan kepentingan masing-masing.
Menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam
bentuk bahasa tulis untuk tujuan, misalnya memberi tahu, meyakinkan, atau
menghibur. Hasil dari proses kreatif ini biasa disebut dengan istilah karangan atau
tulisan. Kedua istilah tersebut mengacu pada hasil yang sama meskipun ada
pendapat mengatakan kedua istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda.
Istilah menulis sering melekatkan pada proses kreatif yang berjenis
ilmiah. Sementara istilah mengarang sering dilekatkan pada proses kreatif yang
berjenis nonilmiah. Menulis dan mengarang sebenarnya dua kegiatan yang sama
karena menulis berarti mengarang (baca: menyusun atau marangkai bukan
menghayal) kata menjadi kalimat, menyusun kalimat menjadi paragraf, menyusun
paragraf menjadi tulisan kompleks yang mengusung pokok persoalan.
Pokok persoalan di dalam tulisan disebut gagasan atau pikiran. Gagasan
tersebut menjadi dasar bagi berkembangnya tulisan tersebut. Gagasan pada
3. sebuah tulisan bisa bermacam-macam, bergantung pada keinginan penulis
penulis. Melalui tulisannya, penulis bisa mengungkapkan gagasan, pikiran,
perasaan, pendapat, kehendak dan pengalaman.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Menulis adalah membuat huruf
(angka dan sebagainya) dengan pena (pensil, kapur, dsb), anak-anak sedang
belajar, melahirkan pikiran atau perasaan (spt mengarang, membuat surat).
Membaca senyap (silent reading). Secara garis besar, membaca senyap
dapat di bagi atas:
a. membaca ekstensif berarti membaca secara luas. Membaca ekstensif meliputi:
membaca survei (survei reading), membaca sekilas (skimming), membaca
dangkal (superficial reading)
b. membaca intensif yaitu studi saksama, telaah teliti, dan penanganan terperinci
yang dilaksanakan di dalam kelas terhadap suatu tugas yang pendek kira-kira
dua sampai empat halaman setiap hari. Yang termasukke dalam membaca
intensif yaitu membaca telaah isi (content reading) dan membaca telaah
(linguistic study reading).
Pada zaman sekarang kebanyak siswa yang tidak suka membaca, faktor
yang mempengaruhi kemampuan serta minat membaca dapat diklasifikasikan
kedalam dua kategori, yakni faktor-faktor yang bersifat intrinsik (yang berasal
dari pembaca) dan faktor yang bersifat ekstrinsik (berasal dari luar pembaca).
a. Faktor-faktor intrinsik, meliputi:
• Kepemilikan kompetensi bahasa si pembaca
• Minat
• Kemampuan membacanya
b. Faktor-faktor ekstrinsik dibagi menjadi 2 kategori yaitu:
1) unsur-unsur yang berasal dari dalam bacaan, yakni keterbacaan dan
organisasi teks atau wacana
4. 2) unsur-unsur yang berasal dari lingkungan baca, yakni berkenaan fasilitas,
guru, model pembelajaran.
Kebanyakan siswa yang kurang sukanya membaca buku dan menulis,
biasanya siswa tersebut kurang minat membaca, mereka hanya melihat gambar-
gambar yang ada di buku tersebut. Kurang menariknya buku tersebut terhadap
minat membaca siswa. pergaulan siswa, contohnya saja temannya ada yang mau
membaca, tetapi teman satunya mengajaknya untuk bermain. Contohnya di SDN
01 Winongo, di sana terdapat beberapa siswa yang tidak senang membaca buku,
terutama pada siswa kelas 3. Padahal di sekolah tersebut sudah menyiapkan
perpustakaan dengan bermacam-macam buku, mulai dari buku bacaan sekolah,
buku-buku cerita, dll.
Terkadang juga ada siswa yang datang ke perpustakaan untuk bermain
dengan temanya, seharusnya perpustakaan itu tempat untuk belajar. Pada
dasarnya membaca adalah sebuah ketrampilan. Selain membaca siswa juga
kurang minatnya terhadap menulis, si penulis pernah menjumpai beberapa siswa
yang tidak senang menulis, siswa tersebut lebih memilih menggambar dari pada
mengerjakan tugasnya.
Dengan membaca senyap siswa dapat dengan teliti menelusuri kalimat
demi kalimat yang bagaikan barisan semut. Baris demi baris di bacanya untuk
memahami makna dan isi bacaan. Siswa dapat membaca buku dengan membaca
senyap di mana pun yang mereka inginkan. Dengan membaca senyap siswa dapat
lebih memahami isi buku yang di bacanya, dan siswa dapat menuliskan suatu
pokok-pokok bahasan dengan tepat pada buku tersebut. Pada dasarnya membaca
senyap adalah membaca dengan tanpa mengeluarkan suara sekecil apapun, dan
memahami isi teks bacaan tersebut di dalam hati.
Berdasarkan uraian tersebut di atas peneliti terdorong untuk meningkatkan
gemar membaca dan menulis siswa dengan kebiasaan membaca senyap.
5. B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka dapat di
identifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Gemar membaca dan menulis yang di miliki siswa kelas IV Winongo masih
kurang
2. Kurangnya minat membaca dalam aktivitas belajar sehari-hari.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis mengambil
rumusan masalah yang di ajukan proposal sebagai berikut :
• Bagaimana upaya peningkatan membaca menulis siswa kelas 3 di SDN 01
Winongo tahun pelajaran 2012-2013?
D. Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan masalah kurangnya minat gemar membaca dan
menulis pada siswa kelas 4 SDN 01 Winongo kota madiun akan dilakukan
pembelajaran dengan menggunakan kebiasaan membaca senyap.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut ,tujuan penelitian yang ingin
dicapai adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kreatifitas dan inovasi dalam pemilihan metode yang
cocok untuk di gunakan dalam kegiatan pembelajaran.
2. Tujuan Khusus
meningkatkan gemar membaca dan menulis siswa.
6. F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagi siswa
a. Lebih bersemangat dalam membaca buku.
b. Tidak menganggap bahwa membaca itu membosankan.
2. Bagi guru
a. Sebagai masukan dalam pemilihan metode pembelajaran.
b. Menambah pengetahuan bagi guru yaitu upaya peningkatan gemar
membaca dan menulis siswa dengan kebiasaan membaca senyap.
3. Bagi sekolah
a. Penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi peningkatan kualitas pendidikan sekolah
b. Dapat di jadikan sebagai bahan referensi dalam menentukan sebuah
kebijakan.
4. Bagi penulis
a. Dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman
tentang penelitian.
b. Untuk menerapkan pengetahuan yang di peroleh, dan berlatih mandiri
dalam memecahkan masalah.
7. BAB II
Kajian Pustaka
A. Karakteristik Siswa Kelas IV SD
Tahapan perkembangan anak yang penting dan bahkan fundamental bagi
kesuksesan perkembangan selanjutnya adalah pada masa usia sekolah dasar
(sekitar 6,0 – 12,0). Karakteristik siswa kelas IV sekolah dasar masih termasuk
dalam tahap atau fase pertumbuhan dan perkembangan. Siswa kelas IV sekolah
dasar biasanya berumur antara 10-11 tahun.
Perkembangan setiap individu tidak hanya dalam satu aspek saja, tetapi
dalam beberapa aspek. Havighurst (dalam Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih,
2009: 1.21) mengemukakan bahwa “setiap tahap perkembangan individu harus
sejalan dengan perkembangan aspek-aspek, yaitu fisik, psikis, emosional, moral
dan sosial”. Kartono (dalam Sobur Alex, 2009: 128) mengemukakan bahwa
pertumbuhan sebagai “Perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses
pematangan fungsi-fungsi fisik, yang berlangsung secara normal pada diri anak
yang sehat, dalam passage/peredaran waktu tertentu”. Kartono juga
mendefinisikan tentang perkembangan sebagai perubahan psikofisis sebagai hasil
proses pematangan fungsi psikis dan fisis pada anak dengan ditunjang oleh faktor
lingkungan dan proses belajar menuju kedewasaan. Jadi, pertumbuhan dan
perkembangan memiliki arti yang sama.
Erik Erikson (dalam Rita Eka Izzati, dkk, 2008: 25-26) menggolongkan
masa remaja/10-20 tahun ke dalam siklus identitas dan kebingungan identitas.
Pada masa ini anak dihadapkan pada penemuan siapa diri mereka, bagaimana
nantinya, serta kemana anak tersebut menuju dalam kehidupannya. Anak
dihadapkan banyak peran baru dan status orang dewasa. Jika pada masa ini anak
ditolak perannya oleh orang tua, maka anak tidak memamadai dalam menjajaki
banyak peran nantinya.
8. Siti Rahayu Haditono (2006: 214) membagi fase perkembangan menjadi
empat yaitu:
1) Stadium sensori-motorik (0-18 atau 24 bulan)
Pada stadium ini nampak perkembangan anak. Pada mulanya anak
bergerak terus atas dasar tingkah laku refleksi murni. Sama sekali belum ada
differensiasi antara anak dan sekitarnya. Baru pada akhir periode ini nampak
differensiasi yang jelas antara subjek dan objek. Contoh yang paling jelas
mengenai arah perkembangan ini adalah gejala permanensi objek. Bagi anak
umur 8 bulan objek tidak ada eksistensinya lagi bila misalnya
disembunyikan di belakang layar. Baru sekitar umur 9-12 bulan anak mampu
untuk menemukan kembali objek-objek yang disembunyikan. Anak pada
usia ini hanya mencarinya di tempat objek tadi disembunyikan pertama kali.
2) Stadium Pra-operasional (± 18 bulan-7 tahun)
Pada proses ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu untuk
melakukan tingkah laku simbolis, berpikir pra-operasional masih sangat
egosentris. Anak belum mampu untuk mengambil perspektif orang lain. Cara
berpikir pra-operasional sangat memusat. Bila anak dikonfontrasi dengan
situasi yang multi-dimensional, maka ia akan memusatkan perhatiannya
hanya pada satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi-dimensi lain dan
akhirnya mengabaikan hubungan antara dimensi-dimensi ini. Sangat khusus
bagi anak dalam periode ini adalah percakapan antara orang dewasa dan
anak.
3) Stadium operasional konkret (7-11 tahun)
Stadium operasional konkret dapat menjadi ciri-ciri negatif pada
stadium berpikir pra-operasional. Cara berpikir anak yang operasional
konkret kurang egosentris. Ada kekurangan dalam cara berpikir operasional
konkret. Anak mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya
dalam situasi yang konkret. Anak belum mampu untuk menyelesaikan
9. masalah dengan baik apabila dihadapkan dengan masalah secara verbal
tanpa ada bahan yang konkret.
4) Stadium operasional formal (mulai 11 tahun)
Berpikir operasional formal mempunyai dua sifat yang penting:
a) Sifat deduktif-hipotesis
Anak yang berpikir operasional formal, akan bekerja dengan cara
lain. Ia akan memikirkan dulu secara teoretis, menganalisis masalahnya
dengan penyelesaian berbagai hipotesis yang ada. Atas dasar analisisnya
ini, lalu membuat suatu strategi penyelesaian. Analisis teoretis ini dapat
dilakukan secara verbal. Anak lalu mengadakan proposisi-proposisi
tertentu, kemudian mencari hubungan antara proposisi yang berbeda-
beda tadi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka berpikir operasional
formal juga disebut berpikir proposional.
b) Berpikir operasional formal juga berpikir kombinatoris
Sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan
berhubungan dengan cara bagaimana melakukan analisisnya. Berpikir
operasional formal memungkinkan orang untuk mempunyai tingkah
laku “problem solving” yang ilmiah, serta memungkinkan untuk
mengadakan pengujian hipotesis dengan variabel-variabel tergantung.
c) Perpindahan dari berpikir pra-operasional ke operasional konkret
Piaget menciptakan sejumlah tugas yang dapat menggambarkan
perpindahan dari berpikir pra-operasioanal ke operasional konkret.
Tugas ini dipandang sebagai tugas kriterium, artinya bila anak dapat
menyelesaikan tugasnya maka ia berada di dalam stadium operasional
konkret.
Menurut Jean Piaget (dalam Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih, 2009:
1.15) mengemukakan empat tahap proses anak sampai mampu berpikir seperti
orang dewasa, yaitu :
1) Tahap sensori motor (0,0 - 2,0)
10. Pada tahap ini mencakup hampir keseluruhan gejala yang berhubungan
langsung dengan panca indra. Anak saat mulai mencapai kematangan dan
mulai memperoleh keterampilan berbahasa , mereka menerapkannya dalam
objek yang nyata dan anak mulai memahami hubungan antara nama yang
diberikan pada suatu benda.
2) Tahap praoperasional (2,0 – 7,0)
Pada tahap ini, anak berkembang sangat pesat. lambang-lambang bahasa yang
digunakan untuk menunjukkan suatu benda konkret bertambah pesat serta
mampu mengambil keputusan berdasarkan intuisi, bukan berdasarkan rasional
serta mampu mengambil suatu kesimpulan atas apa yang telah diketahuinya
walaupun hanya sebagian kecil.
3) Tahap operasional konkret (7,0 – 11,0)
Pada tahap ini, anak sudah mampu untuk berpikir secara logis. Mereka
mampu berpikir secara sistematis untuk mencapai suatu pemecahan masalah.
Pada tahap ini permasalahan yang muncul pada anak adalah permasalahan
yang konkret. Anak akan menemui kesulitan apabila diberi tugas untuk
mengungkapkan sesuatu yang tersembunyi.
4) Tahap operasional formal (11,0 – 15,0)
Pada tahap ini anak sudah memiliki pola pikir seperti orang dewasa. Mereka
mampu menerapkan cara berpikir dari berbagai permasalahan yang dihadapi.
Anak sudah mampu memikirkan buah pikirannya, dapat membentuk suatu ide
dan mampu berpikir tentang masa depan secara realistis.
Berdasarkan pendapat ahli yang telah disebutkan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa karakteristik siswa kelas IV sekolah dasar adalah berada pada
masa perkembangan dan pertumbuhan. Banyak aspek yang berkembang pada diri
anak seperti aspek fisik, sosial, emosional, dan moral sehingga anak akan
menemukan jati diri mereka dan juga harus ditunjang oleh lingkungan dan proses
pembelajaran menuju kedewasaan. Siswa kelas IV sekolah dasar digolongkan ke
dalam stadium operasional konkret, anak mampu melakukan aktivitas logis,
11. mampu menyelesaikan masalah dengan baik tetapi masih sulit mengungkapkan
sesuatu yang masih tersembunyi. Pada masa usia ini, anak suka menyelidik
berbagai hal serta anak juga memiliki rasa ingin selalu mencoba dan
bereksperimen. Anak memiliki rasa ingin tahu yang besar serta mulai menjelajah
dan mengeksplorasi berbagai hal. Anak sudah mulai terdorong untuk berprestasi
di sekolahnya, tetapi anak juga masih senang untuk bermain dan bergembira.
Berdasarkan hal ini, guru sepatutnya lebih memahami dunia anak.
B. Pengertian membaca senyap
Membaca senyap atau membaca dalam hati (silent reading) ialah kegiatan
membaca yang melibatkan ingatan visual (visual memory) dan pengaktifan mata
dan ingatan. Tujuan utama membaca jenis ini adalah untuk memperoleh informasi
dan pemahaman. Membaca mentalis ialah kunci bagi segala ilmu pengetahuan.
Membaca mentalis merupakan aktiviti membaca yang dapat menguasai
sebahagian besar hidup kita. Dibandingkan dengan membaca nyaring, dapat
dilakukan di mana-mana sahaja. Ketika kegiatan membaca dilakukan, orang lain
tidak terganggu.
Dalam kehidupan yang sebenar, setiap anggota masyarakat membaca
bahan-bahan yang sesuai dengan selera dan pilihan masing-masing. Ini dilakukan
tanpa paksaan daripada mana-mana pihak. Membaca secara perseorangan
menuntut selera masing-masing dan ini disebut sebagai personalized reading.
Pengajaran membaca seperti ini merupakan satu falsafah pengajaran yang
melibatkan satu pendekatan terhadap organisasi kelas. Berdasarkan konsep
bahawa setiap kanak-kanak harus mencari, memilih, melangkah dan maju sendiri,
program membaca perseorangan adalah satu strategi yang amat menarik. Hal ini
dipercayai dapat memenuhi keperluan individu tersebut secara berkesan.
Biasanya, membaca dalam hati atau membaca senyap ini melibatkan dua
jenis bacaan, iaitu membaca intensif dan membaca ekstensif. Kedua-duanya
mempunyai ciri-ciri yang tersendiri.
12. Oleh itu, bacaan mentalis ialah bacaan yang disuarakan dalam hati atau
menukarkan isi bacaan kepada maknanya tanpa mengeluarkan suara. Kelajuan
bacaan mentalis lebih pantas daripada bacaan mekanis kerana beberapa perkara
yang dilakukan dalam bacaan mekanis seperti nada suara, sebutan yang jelas dan
sebagainya tidak diperlukan dalam bacaan mentalis. Bacaan mentalis ini
dijalankan sesudah murid-murid mencapai kemahiran dan kecekapan bacaan
mekanis.
Dalam sistem pembelajaran yang menggunakan kebiasaan membaca
senyap ini nanti siswa dapat melakukannya di halaman sekolah atau di luara
sekolah. Agar siswa juga tidak merasa bosan dalam proses pembelajaran tersebut.
C. Gemar Membaca
Gemar artinya suka, senang sekali. Sementara minat yaitu perhatian,
kesukaan/kecenderungan hati akan sesuatu (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Jadi
gemar membaca dapat diartikan sebagai kesukaan akan membaca, ada
kecenderungan hati ingin membaca. Dengan demikian Gemar baca seseorang
berimbas kepada jumlah koleksi yang pernah dibaca yang bersangkutan (bukan
buku pelajaran/modul/buku paket sekolah). Adapun koleksi bacaan yang
dikonsumsi bisa diperoleh dari mana pun juga. Hal ini berkaitan dengan peran
toko buku, taman bacaan, atau perpustakaan. Bila mana minat baca sudah
tumbuh, maka dibutuhkan fasilitas (buku/majalah/koran, dan sebainya) yang
memadai. Suatu kenyataan jika, di ranah Indonesia ini masih sedikit yang
memiliki koleksi bacaan sendiri. Sebagian besar koleksi diperoleh dengan
meminjam atau membaca di sebuah kedai/toko buku atau perpustakaan. Bahkan
bagi mereka yang mampu (dana berlebih) bisa mengakses melalui internet, pun
memiliki perpustakaan sendiri. Dengan demikian, adanya minat baca sehingga
gemar membaca belumlah merata. Kembali pada pertanyaan di atas, siapakah
yang harus menumbuhkan budaya gemar membaca? Harapan kita tentunya, jika
melek huruf sudah terjadi, seseorang akan berminat untuk membaca segala
sesuatu, selanjutnya menjadi gemar membaca.
13. D. Menulis
Pengertian Menulis
Menulis merupakan salah satu dari empat ketrampilan berbahasa, menulis
memiliki kedudukan yang sangat penting dalam pengajaran bahasa Indonesia,
namun kadang guru mengalami kesulitan dalam mengajarkannya. Hal tersebut
terjadi karena menulis merupakan ketrampilan yang sangat kompleks.
Banyak ahli yang berpendapat tentang pengertian menulis diantaranya:
Akhadiah (1994:2-3) menyatakan bahwa aktivitas menulis adalah aktivitas
untuk mengekspresikan ide, gagasan, pikiran atau perasaan ke dalam lambang-
lambang kebahasaan.
Tarigan (1994:13) mengatakan bahwa, menulis merupakan suatu
ketrampilan bahasa yang digunakan untuk komunikasi secara tidak langsung.
Lebih lanjut menulis dikatakan sebagai proses menuliskan lambang-lambang
grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang di pahami sehingga orang lain
dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut apabila mereka memahami
bahan dan gambaran grafik tersebut. Sementara Marahimin (1994:13)
menyebutkan bahwa menulis adalah usaha untuk berkomunikasi yang mempunyai
aturan main serta kebiasaan-kebiasaan sendiri (kaidah).
Pendapat lain mengatakan bahwa menulis adalah kegiatan komunikasi
berupa penyampaian pesan secara tertulis kepada pihak lain. Aktivitas menulis
melibatkan unsure penulis sebagai penyampaian pesan, pesan atau isi tulisan,
saluran atau media tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan. (Yunus dalam
Nugroho, 2009).
Jadi, pada dasarnya ketrampilan menulis merupakan serangkaian aktivitas
berpikir menuangkan gagasan untuk menghasilkan suatu bentuk tulisan yang
dapat di jadikan sebagai sarana penyampaian pesan dari penulis kepada pembaca.
14. Hipotesis Tindakan
• Jika siswa kelas IV SDN 01 Winongo Kota Madiun di ajarkan dengan
menggunakan kebiasaan membaca senyap maka gemar membaca siswa dalam
kegiatan belajar akan meningkat.
• Jika siswa kelas IV SDN 01 Winongo Kota Madiun di ajarkan dengan
menggunakan kebiasaan membaca senyap maka aktivitas menulis siswa
dalam kegiatan belajar akan meningkat.
15. BAB III
Metode Penelitian
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN 01 Winongo Kota Madiun Tahun
Pelajaran 2012/2013.
2. Waktu penelitian
Waktu penelitiann dimulai sejak bulan Oktober 2012 sampai bulan November
2012.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV B semester 1 SDN 01 Winongo Kota
Madiun Tahun Pelajaran 2012/2013.
C. Prosedur Penelitian
PTK dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur yang terdiri dari 4 tahap
seperti pada gambar di bawah ini.
PERENCANAAN TINDAKAN OBSERVASI MEREFLEKSI
Gambar: Prosedur pelaksanaan PTK
Menurut Taggart (dalam Zainal, 2006:30), prosedur pelaksanaan PTK mencakup
1. Perencanaan tindakan
Dalam tahap ini, guru mempersiapkan segala sesuatu yang digunakan
dalam penelitian. Kegiatan ini berupa pembuatan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) mulai dari siklus I sampai siklus I, penyampaian materi
pelajaran mulai dari siklus I sampai siklus II, penyiapan media pembelajaran,
menyiapkan lembar kerja siswa mulai siklus I sampai II, serta menyiapkan
istrumen penelitian yang berupa : (a) lembar aktivitas guru dan lembar
16. aktivitas siswa, (b) Hasil kerja siswa. Semua instrument disiapkan mulai dari
siklus I sampai siklus II.
2. Implementasi Pembelajaran dan Observasi
Pada tahap ini dilakukan tidakan pemecahan masalah sebagaimana
telah dirumuskan pada RPP. Kegiatan pembelajaran diawali dengan
melakukan tanya jawab mengenai ide pokok dan menentukan ide pokok
dengan menerapkan kebiasaan membaca senyap. Setelah itu, guru membagi
siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4 orang
berdasarkan letak tempat duduknya. Jadi mereka belajar dan bekerja dengan
berhadap-hadapan, kemudian guru memberi media pembelajaran dan
melakukan observasi terhadap proses belajar mengajar di kelas dengan
menggunakan lembar observasi yang sudah dibuat.
Pengambilan data dilaksananakan pada dua siklus dan tiap siklus
terdapat
Siklus
Tabel 3.1
Pelaksanaan Observasi
Siklus Kegiatan Hari / tanggal
Siklus I Pertemuan ke- 1 dan 2 Selasa, 23 Oktober 2012
Jumat, 26 Oktober 2012
Siklus II Pertemuan ke- 1 dan 2 Selasa, 6 November 2012
Selasa, 13 November 2012
SIKLUS I
Pada siklus I, guru melaksanakan pembelajaran sebagaimana yang
telah digambarkan pada RPP yaitu siswa membentuk kelompok yang terdiri
atas 4-5 orang, siswa mendapatkan lembar contoh teks bacaan bergambar
yang sudah disiapkan. Setelah itu siswa disuruh membaca senyap dengan
kelompoknya, kemudian mereka mendiskusikan ide pokok dalam bacaan
tersebut dengan kelompoknya.
17. Selama kegiatan mengajar berlangsung, satu orang pengamat yaitu
peneliti itu sendiri mengamati kegiatan pembelajaran yang akan berlangsung
serta memberikan penilaian yang sesuai dengan istrumen yang tersedia.
Instrumen yang digunakan yaitu : lembar aktivitas guru, lembar aktiviats
siswa dan hasil belajar siswa. Dalam implentasi dan observasi dirangsang
menjadi dua siklus.
SIKLUS 2
Pada siklus 2, guru melaksanakan pembelajaran sebagaimana yang
telah digambarkan pada RPP yaitu siswa membentuk kelompok yang terdiri
dari 4-5 orang, siswa diberi bacaan bergambar yang sudah disiapkan dan
kemudian siswa melakukan kegiatan membaca senyap dan menentukan ide
pokok dalam bacaan bergambar tersebut.
3. Refleksi
Refleksi merupakan pemahaman ulang perenungan terhadap
pembelajaran yang dilakukan. Hasil yang didapat dalam tahap implementasi
dan observasi dikumpulkan serta dianalisis. Dari hasil analisis guru dapat
direfleksi. Dengan melihat data observasi guru dapat mengevaluasi diri
sendiri yang melihat sejauh mana kemampuan siswa terhadap gemar
membaca dan dapat menuliskan ide pokok dalam bacaan yang sudah
disiapkan.
D. Data dan Teknik Pengumpulan Data
1. Data
Dalam penelitian ini data yang akan di ambil adalah:
a. Gemar membaca siswa
b. Menulis siswa
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data tiap-tiap siklus dalam penelitian ini adalah melalui
teknik yaitu lembar observasi, tes hasil belajar dan lembar respon siswa.
18. 1) Melakukan Observasi
Melakukan obsevasi aktivitas siswa dan guru dilakukan untuk
mengetahui dan memperoleh gambaran serta obyektif kondisi selama proses
pembelajaran berlangsung, serta mengamati sikap siswa selama tidakan
penelitian dilakukan.
2) Melakukan tes hasil belajar
Tes dilakukan untuk mendapatkan data tentang hasil belajar mengajar
siswa ditinjau dari ketuntasan hasil belajar siswa. Berdasarkan topik tersebut
siswa menyusun karangan narasi dan operasi hitung sesuai dengan media
yang direncanakan.Tes hanya dilakukan satu kali dalam tiap putaran. Setiap
jawaban siswa dinilai oleh guru berdasarkan kemampuan dalam kaidah-
kaidah yang sesuai dengan aspek yang telah ditentukan di RPP. Nilai tersebut
diambil dari nilai penjumlahan tiap aspek yang dinilai.
19. BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Penerapan kebiasaan membaca senyap sangat membantu siswa untuk gemar
membaca dan menulis, tetapi juga sangat berguna untuk membantu siswa
dalam memahami sebuah teks bacaan.
2. Penerapan kebiasaan membaca senyap dapat meningkatkan gemar membaca
siswa.
3. Penerapan kebiasaan membaca senyap dapat meningkatkan gemar aktivitas
menulis siswa.
B. Saran
1. Guru
Guru hendaknya dalam kegiatan pembelajaran jangan memilih metode
pembelajaran yang sangat efektif dan jangan hanya menggunakan metode
ceramah saja.
2. Siswa
Siswa hendaknya lebih serius dalam proses kegiatan pembelajaran
berlangsung agar proses pembelajaran bisa berjalan dengan lancer dan efektif.
20. Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi.2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi
VI. Jakarta: Rineka Cipta
Debdiknas, 2006. Standar Kompentensi Lulusan Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia SD,SMP/MTS, SMA/MA, SMK Jakarta: Depdiknas
http://srlumapas-bru4.blogspot.com/2012/02/aktiviti-program-membaca-membaca-
senyap.html
http://sdntemenggungankabprob.blogspot.com/2009/08/membaca-senyap.html
Tarigan, Hendry Guntur. 1986. Menulis Sebagai suatu keterampilan berbahasa.
Jakarta: Balai Pustaka
http://www.pemustaka.com/topik/pengertian-gemar-membaca#_