Dokumen tersebut membahas tentang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantar Gebang, termasuk hierarki proses pengangkutan sampah dari sumber sampah hingga TPA Bantargebang, dampak pembangunan TPA tersebut, serta upaya pemerintah dalam pengelolaan sampah perkotaan."
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
Tempat pembuangan akhir sampah
1. TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH
BANTAR GEBANG
NAMA ANGGOTA:
1. Rika Sri Amalia (16309863)
2. Yogi Oktopianto (16309875)
3. Yurista Vipriyanti (16309876)
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Gunadarma
2012
2. ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................................i
Daftar Isi ............................................................................................................ii
Daftar Gambar .................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..........................................................................1
1.2 Tujuan ......................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah......................................................................2
1.4 Batasan Masalah........................................................................3
BAB 2 PEMBANGUNAN TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH
TERPADU BANTARGEBANG
2.1 Uraian Umum............................................................................4
2.2 Hierarki Pengangkutan Sampah .................................................6
2.3 Dampak Sampah Di TPA Bantargebang ....................................9
2.4 Potensi Pengelolaan Sampah Menuju Zero Waste Dalam ............
Pengelolaan Sampah Perkotaan................................................ 14
3. iii
BAB 3 ANALISIS MASALAH
3.1 The Whole Story Of TPA Bantargebang ...................................19
3.2 Diagram Input-Output..............................................................20
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan .............................................................................21
4.2 Saran ....................................................................................... 21
Daftar Pustaka ..................................................................................................v
4. iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pola Umum Pengelolaan Kebersihan ............................................7
Gambar 2.2 Paradigma Pengelolaan Sampah ...................................................7
Gambar 2.3 Sampah Di TPA Bantargebang ................................................... 11
Gambar 2.4 PLTSa ........................................................................................ 13
Gambar 2.5 Konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle)..........................................14
Gambar 2.6 Komponen Sistem Pengelolaan Sampah Kota............................. 15
Gambar 2.7 Perubahan Paradigma Pengelolaan Sampah ................................ 16
Gambar 2.8 Flow Chart Pengelolaan Transformasi Sampah........................... 17
Gambar 2.9 Diagram Alir Proses Pemilahan .................................................. 18
Gambar 3.1 Diagram Story Board Pembangunan TPA Bantargebang.............19
Gambar 3.2 Diagram Input-Output Pembangunan TPA Bantargebang ...........20
5. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam mendukung program Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah DKI Jakarta Tahun 2007-2012 yang mencakup semua aspek kehidupan
mulai dari aspek ideologi, politik, perekonomian, pendidikan, kesehatan,
pekerjaan umum, perumahan rakyat, penataan ruang, perencanaan pembangunan,
perhubungan, pertanahan, sosial, kebudayaan hingga lingkungan hidup,
dibutuhkan kerjasama lintas sektor dan semua elemen pemerintahan dan
masyarakat.
Kota DKI Jakarta dengan jumlah dan kepadatan penduduk yang tinggi,
keterbatasan lahan dan laju pembangunan yang tinggi, menyebabkan menurunnya
daya dukung, fungsi dan kualitas lingkungan hidup kota yang juga memberi
dampak serius pada kesehatan penduduk dan terdegradasinya lingkungan dan
sumber daya alam.
Pencemaran lingkungan yang menonjol diantaranya :
1. Pencemaran air (sungai, waduk/situ, pantai, teluk, laut dan air tanah) yang
disebabkan oleh pembuangan limbah domestik dan limbah industri.
2. Pencemaran udara yang disebabkan antara lain oleh sektor industry,
transportasi dan aktivitas manusia sehari-hari.
3. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh pengelolaan sampah dan
limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang beracun.
Kondisi pengelolaan persampahan DKI Jakarta cukup kompleks
mengingat tingginya timbulan sampah Jakarta, yaitu 26.945m3
/hari dan prediksi
6. 2
kenaikan 5% pertahun, belum optimalnya penerapan 3R di sumber, masih
tercampurnya sampah dengan limbah B3 rumah tangga, tingkat pengangkutan
yang baru mencapai 91,51%, dan kurangnya fasilitas pengolahan sampah Jakarta.
Pada pasal 110 Bab VIII Peraturan Daerah tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah DKI tahun 2030 dijelaskan rencana tata ruang wilayah Kota
Administrasi dan Kabupaten Administrasi merupakan bagian untuk mencapai
tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten administrasi
yang terdiri dari : (a) pusat kegiatan, (b) prasarana transportasi, (c) prasarana
sumber daya air, (d) pengendalian daya rusak air, (e) prasarana sampah, dan (f)
prasarana listrik.
Berdasarkan peraturan tersebut, Pemerintah daerah menyediakan sarana
dan prasarana dalam pengelolaan sampah Jakarta. Saat ini Jakarta hanya
mempunyai 1 (satu) TPA, yaitu TPA Bantargebang yang letaknya di wilayah
Bekasi, dan 1 (satu) PDUK (Pusat Daur Ulang dan Kompos) milik swasta.
Kondisi ini sangat mempengaruhi kelancaran pengelolaan sampah di DKI Jakarta.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Menyusun hierarki proses pengangkutan sampah mulai dari
lingkungan hingga akhir di TPA Sampah Bantargebang
2. Mengidentifikasi dampak-dampak yang terjadi pada pengelolaan TPA
Sampah Bantargebang
3. Mengulas implementasi kebijakan pengelolaan TPA Sampah
Bantargebang
4. Mengulas potensi pengelolaan sampah menuju zero waste dalam
pengelolaan sampah perkotaan
7. 3
1.3 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana hierarki dari proses pengangkutan sampah hingga berakhir
di TPA Sampah Bantargebang?
2. Apa saja dampak yang dihasilkan dari Pembangunan Tempat Sampah
Akhir Bantargebang, termasuk dampak yang dirasakan warga sekitar
akibat penumpukan sampah tersebut?
3. Apa saja kebijakan dari Pemerintah Daerah terhadap lingkungan hidup
di daerah pengolahan sampah seperti TPA Sampah Bantargebang?
4. Apa saja inovasi teknologi dalam upaya menihilkan limbah sampah?
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah diperlukan untuk menghindari penyimpangan
pembahasan terhadap permasalah yang diuraikan sebelumnya. Batasan-batasan
masalah yang digunakan dalam makalah ini adalah :
1. Hierarki proses pengangkutan sampah yang terdefinisikan dalam
gambar.
2. Dampak positif maupun negatif terhadap pembangunan TPA Sampah
yang mencakup aspek kesehatan, pendidikan, kebersihan dan aspek
tata ruang wilayah di sekitarnya.
3. Identifikasi masalah yang dituangkan dalam bentuk Diagram Story
Board, Diagram Input-Output dan Causal Loop Diagram.
8. 4
BAB II
PEMBANGUNAN TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH
TERPADU BANTARGEBANG
2.1 Uraian Umum
Sebagai kota metropolitan, DKI Jakarta memiliki sejumlah permasalahan
yang perlu ditangani secara serius. Salah satunya, permasalahan sampah. Sebab,
volume sampah yang dihasilkan penduduk DKI Jakarta setiap tahun bertambah 5
persen. Tahun 2009, volume sampah di DKI Jakarta mencapai 6.400 ton per hari.
Artinya, volume bertambah 400 ton per hari atau meningkat 5 persen
dibandingkan volume sampah tahun 2008 yang hanya 6.000 ton per hari. Melihat
kondisi yang semakin komplek, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus
melakukan berbagai upaya untuk menangani sampah, termasuk pengolahannya
menjadi sumber energi yang dapat dimanfaatkan kembali oleh masyarakat. Mulai
dari penambahan armada truk sampah, personel, pembangunan tempat
pengelolaan sampah terpadu (TPST) hingga pemberdayaan warga Jakarta untuk
tidak membuang sampah di kali.
Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Eko Bahruna, mengatakan,
penanganan sampah yang paling mendesak, yakni penyediaan tempat
pembuangan. Karena itu, Pemprov DKI Jakarta terus melakukan berbagai upaya
untuk mengatasi hal ini. Misalnya, dengan memperpanjang kontrak kerja sama
pemanfaatan lahan di TPA Bantargebang, Bekasi. Perjanjian tersebut telah
ditandatangani Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dan Walikota Bekasi Mochtar
Mohammad pada Juli 2009 lalu di Balaikota DKI Jakarta. Dalam perjanjian
tersebut, tipping fee disepakati sebesar Rp 103 ribu per ton per bulan, dan 20
persen diantaranya atau sekitar Rp 20.600 per ton per bulan diserahkan kepada
Pemkot Bekasi sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Dengan adanya perjanjian
9. 5
itu, Pemprov DKI bisa memanfaatkan lahan TPST Bantergebang untuk 20 tahun
ke depan, yakni selama 2009-2028.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor
1221/2003 tentang Pemberian Bantuan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
kepada Pemerintah Kotamadya Bekasi Sebagai Kompensasi Atas
Pengelolaan Sampah dan Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Kecamatan
Bantargebang Kota Bekasi Tahun Anggaran 2003, Pemerintah Daerah DKI
Jakarta memberikan bantuan sebagai kompensasi sebesar Rp. 8.000.000.000,00
(delapan milyar rupiah) dan proses monitoring atas penggunaan dan pemanfaatan
bantuan dilakukan oleh Tim Pemantauan dalam rangka Pengawasan dan
Pengendalian Pengelolaan Sampah danTPA di Kecamatan Bantargebang sesuai
dengan Keputusan Bersama antara Gubernur Provinsi DKI Jakarta dan
Walikotamadya Bekasi Nomor 2802/220 (659.1/Kep. 434A.HOR/XII/2002)
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantar Gebang mempunyai
areal seluas 108 ha. Luas areal kerja efektif kurang lebih 69 ha yang dibagi dalam
lima zona, masing-masing zona dikelilingi dengan jalan kerja yang kondisinya
cukup baik. Setiap zona tersebut dibagi menjadi beberapa bagian sub-zona.
Meski pemanfaatan lahan di TPA Bantargebang telah diperpanjang,
namun hal ini belum menuntaskan masalah sampah di DKI Jakarta. Sebab, TPA
Bantargebang memiliki keterbatasan daya tampung, yakni hanya mampu
menampung sampah 4.500 ton per hari. Akibatnya, selama ini selalu terjadi
overload karena setiap hari selalu dipaksakan untuk menampung 6.400 ton
sampah per hari
TPA Sampah Bantar Gebang telah beroperasi sekitar 21 tahun yaitu sejak
tahun 1989 sampai sekarang. Berdasarkan rencana Pemerintah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Raya Tahun 1987, TPA Sampah Bantar Gebang akan beroperasi
20 tahun dengan metode pembuangan sampah secara sanitary landfill.
Berdasarkan rencana tersebut umur teknis tempat pembuangan sampah ini telah
10. 6
dilewati. TPA Sampah Bantar Gebang sejak beroperasi sampai sekarang melayani
buangan sampah dari Kota Jakarta dan Kota Bekasi.
Pengelolaan persampahan yang terjadi di TPA Sampah Bantar Gebang
melibatkan masyarakat, pemerintah, dan pelaku usaha (produsen, penjual,
pedagang dan jasa). Pengelolaan sampah di masyarakat masih bermasalah karena
rendahnya peran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan
sampah. Dari sisi pemerintah, permasalahan terjadi karena kurangnya sarana,
prasarana, sumberdaya manusia dan keterbatasan dana, serta masih kurangnya
dukungan pemerintah terhadap upaya komunitas masyarakat yang telah berhasil
dalam pengelolaan sampah. Dukungan penghargaan, dukungan pendanaan, teknis,
manajemen, maupun bentuk dukungan lainnya, seperti adanya sistem insentif dan
disinsentif bagi pelaku usaha belum diberikan oleh pemerintah.
Rendahnya peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah dan tidak
aktifnya pelaku usaha untuk memanfaatkan dan mengelola sampah menyebabkan
perlunya tempat pembuangan akhir sampah. TPA Sampah Bantar Gebang yang
tidak sesuai dengan spesifikasi teknis dapat menimbulkan berbagai dampak baik
itu dampak positif maupun dampak negatif. Di TPA Sampah Bantar Gebang
terdapat + 4500 orang pemulung, + 300 orang lapak dan + 45 orang bandar (Dinas
Kebersihan DKI, 2005).
2.2 Hierarki Pengangkutan Sampah
Pengangkutan sampah adalah kegiatan pengangkutan sampah dengan
menggunakan truk sampah dari sumber sampah atau TPS ke lokasi Penampungan
Sampah Akhir atau TPA yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan pengangkutan
sampah tersebut diatas menggunakan 2 (dua) sistem angkutan sistem angkutan
langsung dan sistem angkutan tidak langsung. Secara umum pola pengakutan
sampah yang berasal dari berbagai sumber baik langsung maupun tak langsung
dapat dilihat pada Gambar 2.1.
11. 7
Gambar 2.1 Pola Umum Pengelolaan Kebersihan
Gambar 2.2 Paradigma Pengelolaan Sampah
Sistem operasional pengangkutan sampah dari berbagai sumber diangkut
ke tempat pembuangan sementara (TPS), sebagian ada yang masuk ke stasiun
peralihan antara (SPA), sedangkan sebagian besar lainnya diangkut ke tempat
pembuangan akhir (TPA) di Bantargebang.
Tata cara pengelolaan sampah bersifat integral dan terpadu secara berantai
dengan urutan yang berkesinambungan yaitu :
12. 8
1. Penampungan sampah/pewadahan
Adalah suatu cara penampungan sebelum dikumpulkan, dipindahkan,
diangkut dan dibuang ke TPA. Tujuannya adalah menghibdari agar
sampah tidak berserakan sehingga tidak mengganggu lingkungan (SNI
19-2454-2002)
2. Pengumpulan
Adalah cara atau proses pengambilan sampahmulai dari tempat
penampungan / pewadahansampai ke tempat pembuangan sementara.
Berdasarkan SNI 19-2454-2002 pola pengumpulan sampah
dikelompokkan dalam 2 yaitu:
a. Pola individual
Proses pengangkutan sampah dimulai dari sumber sampah
kemudian diangkut ke tempat TPS sebelum dibuang ke TPA.
b. Pola komunal
Pengumpulan sampah dilakukan olehpenghasil sampah ke tempat
penampungan sampah komunal yang telah disediakan / ke truk
sampah yang menangani titik pengumpuan kemudian diangkut ke
TPA tanpa proses pemindahan.
3. Pemindahan
Adalah memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam alat
pengangkutan untuk dibawa ke tempat pembuangan akhir. Tempat
yang digunakan untuk pemindahan sampah adalah depo pemindahan
sampah yang dilengkapi dengan container pengangkut (SNI 19-2454-
2002).
Sumber Pengumpulan Pengangkutan TPA
Sumber Wadah Pengangkut Tempat
Pembuangan
13. 9
4. Pengangkutan
Kegiatan pengangkutan sampah yang telah dikumpulkan dari tempat
penampungan sementara ke tempat pembuangan akhir.
5. Pembuangan Akhir
Tempat pembuangan sampah akhir adalah sarana fisik untuk
berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah (SK SNI T-11-
1991-03).
Dengan luasan cakupan pelayanan DKI Jakarta yang sangat besar, serta
posisi TPA di belahan timur (Bantar Gebang),sistem pengangkutan menjadi
kurang efisien. Saat ini di DKI hanya ada 2 (dua) SPA (Stasiun Perantara) yaitu
SPA Cakung dan SPA Sunter.
Strategi pendekatan pengelolaan persampahan menyatakan bahwa : (i)
Pengelolaan sampah DKI Jakarta direncanakan berubah dari terpusat (polar) ke
sistem multisimpul (multi nodal); (ii) Wilayah Kota Jakarta dibagi menjadi 4
(empat) daerah pelayanan darat dan 1 (satu) daerah pelayanan pantai/laut ; (iii)
Setiap daerah pelayanan dilengkapi dengan fasilitas TPS, SPA dan ITF. Dengan
adanya pembagian daerah pelayanan menjadi 4 wilayah darat dan 1 (satu) daerah
pelayanan pantai/laut, maka diharapkan sistem pengelolaan sampah DKI Jakarta
akan menjadi lebih baik lagi.
2.3 Dampak Sampah di Kawasan TPA Bantargebang
Peningkatan jumlah penduduk di DKI Jakarta yang sangat pesat
memberikan dampak terhadap peningkatan volume sampah, setiap harinya Jakarta
menghasilkan ± 6.000 ton sampah dan akhirnya akan diterima oleh TPA
Bantargebang. Dengan volume sampah yang terus bertambah namun kapasitas
tempat pengelolaan sampah yang terbatas, tentunya akan menimbulkan dampak
terhadap berbagai aspek. Dampak yang ditimbulkan oleh sampah meliputi
14. 10
dampak positif dan dampak negatif, berikut ini akan diuraikan mengenai dampak
yang ditimbulkan oleh sampah di TPA Bantargebang.
1. Dampak Negatif :
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 28H ayat 1 menyebutkan “setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”, namun masih ada dampak negatif yang ditimbulkan oleh TPA
Bantargebang. Berikut ini dampak negatif yang ditimbulkan :
a. Aspek Kesehatan
Dengan bertambahnya volume sampah setiap harinya, tentunya
akan terjadi penumpukkan sampah. Sampah yang menumpuk lama akan
menjadi tempat bersarangnya hewan penyebar penyakit misalnya lalat,
nyamuk, tikus, dan bakteri patogen. Dengan adanya hewan-hewan
penyebar penyakit tersebut akan mudah tersebar dan menjalar ke
lingkungan sekitar. Penyakit yang ditimbulkan yaitu kolera, tipus, diare
dan malaria.
b. Aspek Pendidikan
Dampak negatif yang ditimbulkan dari kerusakan lingkungan juga
dialami oleh para murid SD Negeri 2 Sumur Batu yang bersekolah 500 m
tidak jauh dari tempat pembuangan sampah Bantargebang, dampak yang
ditimbulkan yaitu bau sampah yang tidak sedap yang menyebabkan
beberapa siswa terkena penyakit infeksi saluran pernafasan atas.
Pada pasal 115 ayat 4 Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta
Tahun 2030 telah dijelaskan bahwa rencana pengembangan kawasan
pelayanan umum dan sosial berdasarkan pembangunan dan peningkatan
fasilitas pendidikan dengan prasarana dan sarana yang standar pelayanan
minimal. Namun, kondisi nyata di daerah sekitar TPA tersebut tidak
mencerminkan dari pasal diatas.
15. 11
c. Aspek Kebersihan
Dengan menumpuknya sampah terlalu lama, bukan hanya sarang
penyakit yang ditimbulkan melainkan udara juga akan tercemari dengan
bau yang tidak sedap. Dari sejumlah kasus yang ada, penyakit infeksi
saluran pernafasan atas (ISPA) merupakan jenis penyakit yang menempati
urutan teratas. Penyakit tersebut banyak diderita warga di empat kelurahan
yang berada berdekatan dengan lokasi pembuangan sampah. Keempat
kelurahan tersebut adalah sumur batu, cikiwul, ciketing udik, dan bantar
gebang.
Selain keberadaan lokasi pembuangan sampah yang sangat
berdekatan dengan lokasi pemukiman warga, pengelolaan sampah yang
buruk juga menjadi salah satu penyebab tingginya perkembangan penyakit
ISPA di daerah tersebut. Hal ini terlihat dari masih mengalirnya air
sampah (air lindi) ke luar areal pembuangan dan bahkan ada yang
mengalir ke saluran-saluran air. Bau tak sedap yang setiap hari harus
dihirup warga di sekitar lokasi juga turut memperparah kondisi yang ada.
Pada peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
2030 pasal 77 ayat 3 dijelaskan pemanfaatan dan pengelolaan kawasan
permukiman di kawasan perlindungan, pencegahan dan pelarangan
pembangunan dalam rangka mempertahankan kelestarian lingkungan kota
dilaksanakan dengan menjaga kebersihan limbah dan keindahan
lingkungan dan selaras dengan tata bangunan perumahan yang ada
diatasnya.
Gambar 2.3 Sampah di TPA
Bantargebang
16. 12
d. Aspek Tata Ruang
Berdasarkan SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan
Lokasi TPA Sampah menyebutkan bahwa jarak dari lapangan terbang
harus lebih besar dari 3000 meter untuk penerbangan turbo jet dan lebih
besar dari 1500 meter untuk jenis lainnya. Sedangkan pada TPA
Bantargebang dengan pemukiman warga di tiga desa yaitu Desa Ciketing
Udik, Sumur Batu dan Cikiwul masing-masing lebih kurang 200 m, 400
m, 600 m dan 800 m dari pinggir TPA. Dengan jarak TPA yang dekat
dengan pemukiman warga tentunya akan mempengaruhi kualitas air tanah
pada pemukiman warga tersebut.
Pada pasal 96 Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta
Tahun 2030 dijelaskan bahwa pengembangan kawasan strategis
dilaksanakan dengan membatasi perubahan fungsi kawasan permukiman
sekaligus melestarikan lingkungan.
2. Dampak Positif :
Dengan ide kreatif dari manusia, sampah yang menumpuk bisa menjadi lebih
berdaya guna. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta
Tahun 2030 dijelaskan bahwa kawasan strategis dan kawasan terbuka hijau
dapat dijadikan bahan konservasi/penelitian dan kegiatan pendidikan yang
nantinya bermanfaat bagi masyarakat luas. Berikut ini contoh dari dampak
positif dari sampah di TPA Bantargebang.
1. Sebagai Sumber Listrik Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)
Sebagian dari sampah ini digunakan untuk pembangkit listrik
tenaga sampah atau PLTSa Bantargebang. PLTSa bantargebang
dioperasikan tahun 2010. Daya listrik yang dihasilkan mencapai 10,5 MW
pada 1 Mei 2012. Sampah yang dimanfaatkan untuk menghasilkan tenaga
listrik berasal dari sampah organik. Tujuan sitem pemanfaatan sampah
ialah dengan mengkonversi sampah tersebut menjadi bahan yang berguna
secara efisien dan ekonomis dengan dampak lingkungan yang minimal.
Pada dasarnya ada dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi
17. 13
energi, yakni proses biologis yang menghasilkan gas-bio dan
proses thermal yang menghasilkan panas.
Pada kedua proses tersebut, hasilnya dapat langsung dimanfaatkan
untuk menggerakkan generator listrik. PLTSa Bantargebang Bekasi
merupakan pembangkit listrik tenaga sampah kedua di Indonesia setelah di
Bali. Namun, daya yang dihasilkan oleh PLTSa Bantargebang masih lebih
besar dibandingkan PLTSa Bali yang hanya menghasilkan daya 9,6 Mega
Watt. Rencananya, hasil produksi listrik PLTSa Bantargebang akan
dipakai untuk memenuhi kebutuhan listrik di jaringan Jawa-Bali. Dengan
pemanfaatan sampah sebagai energi pembangkit listrik, penggunaan BBM
dapat dihemat hingga 34,5 juta liter per tahun. Penghematan BBM tersebut
setara dengan Rp 8 miliar per tahun.
Gambar 2.4 PLTSa
2. Menjadikan Sampah Organik Sebagai Pupuk Kompos
Sampah di Bantargebang juga akan menghasilkan keuntungan ganda yang
bernilai ekonomis, salah satunya bahan baku pupuk organik (kompos).
3. Bahan baku produk daur ulang plastik
18. 14
2.4 Potensi Pengelolaan Sampah Menuju Zero Waste Dalam Pengelolaan
Sampah Perkotaan
Zero Waste adalah mulai dari produksi sampai berakhirnya suatu proses
produksi dapat dihindari terjadi produksi sampah atau diminimalisir terjadinya
sampah, ( Urip Santoso, 2009). Konsep Zero Waste ini salah satunya dengan
menerapkan prinsip 3 R (Reduce, Reuse, Recycle). Pemikiran konsep zero waste
adalah pendekatan serta penerapan sistem dan teknologi pengolahan sampah
perkotaan skala individual dan skala kawasan secara terpadu dengan sasaran
untuk dapat mengurangi volume sampah sesedikit mungkin. Konsep 3R adalah
merupakan dasar dari berbagai usaha untuk mengurangi limbah sampah dan
mengoptimalkan proses produksi sampah. Pola operasional pengolahan sampah
dengan konsep 3R :
Sumber Sampah
Timbulan Sampah
Pewadahan
Pemilihan
Pengumpulan Pewadahan Pengangkutan
Pengolahan
Pembuangan
Akhir
Gambar 2.5 Konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle)
19. 15
Gambar 2.6 Komponen Sistem Pengelolaan Sampah Kota
Paradigma umum yang dijumpai sampai saat ini dalam pengelolaan
sampah kota adalah :
1. KUMPUL – ANGKUT – BUANG
Merupakan sistem pengelolaan konvensional dimana pengelolahan
sampah yang dilakukan hanya berupa tiga tahap yaitu kumpul, angkut dan buang
tanpa melalui rangkaian proses pengolahan.
2. KUMPUL – OLAH – ANGKUT – OLAH – BUANG
Pola yang dikembangkan dalam pengelolaan persampahan pertama dengan
memasukkan kegiatan pengolahan sampah mulai dari hulu sampai hilir.
Pergeseran pola pengelolaan persampahan perlu dilakukan seperti Pola
Transformasi Waste to Source dan perlu dikembangkan sehingga sampah yang
saat ini kita anggap sebagai sesuatu yang tidak berguna akan menjadi sesuatu
yang memiliki nilai guna yang tinggi.
Penanganan sampah yang terintegrasi bertujuan untuk meminimalkan atau
mengurangi sampah yang terangkut menuju pemrosesan akhir. Pengelolaan
sampah yang hanya mengandalkan proses Kumpul-Angkut-Buang dan proses
Kumpul – Olah – Angkut – Olah – Buang akan menyisakan permasalahan dan
20. 16
kendala, antara lain untuk pembuangan akhir, maka salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan konsep Transformasi Sampah melalui reduksi volume
sampah dan penyediaan sarana fasilitas sampah untuk menghasilkan sumber daya
yang bermanfaat seerti kompos dan metan sebagai bahan baku sumber energi.
Melalui Transformasi Sampah selain hasil akhir dari pengelolaan yang diharapkan
akan menghasilkan zero waste juga akan menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi.
Melalui Transformasi Sampah selain hasil akhir dari pengelolaan yang
diharapkan akan menghasilkan zero waste juga akan menghasilkan nilai ekonomi
yang tinggi.
Gambar 2.7 Perubahan Paradigma Pengelolaan Sampah
Dilihat dari komposisinya, maka sebagian sampah kota di Indonesia
adalah tergolong sampah hayati, atau secara umum dikenal sebagai sampah
organik alamiah, atau sampah basah. Rata-rata sampah yang tergolong hayati ini
adalah di atas 65 % dari total sampah.
22. 18
Gambar 2.9 Diagram Alir Proses Pemilahan
Sampah hasil organik hasil pemilahan akan diolah menjadi kompos pada
Instalasi pengomposan, sedangkan sampah anorganik berupa plastik akan diolah
pada Instalasi daur ulang plastik dan sampah yang tidak dapat didaur ulang akan
diolah pada Sanitary Landfill.
23. 19
BAB III
ANALISIS MASALAH
3.1 The Whole Story Of TPA Bantargebang
PEMBANGUNAN TPA
BANTAR GEBANG
Pendidikan
Kesehatan Hukum
Tata Ruang
Sarana dan Prasara
pendidikan Tidak Layak
Konsentrasi
Jarak TPA Dekat
Dengan Pemukiman
Warga
Pengembangan Kawasan
Strategis
RTRW Jakartaa Tahun
2030
Keputusan Gub. DKI
Jakarta No.1221/2003
Polusi Udara
Penyebaran Penyakit
Keputusan Bersama
Antara Gub. Jakarta
Dan Walikotamadya
Bekasi N0. 2802/220
RPJM DKI Jakarta Tahun
2007-2012
Gambar 3.1 Diagram Story Board Pembangunan TPA Bantargebang
Dalam pemanfaatan kawasan Bantargebang sebagai tempat pembuangan
akhir sampah untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, ada 4 aspek yang
diperhatikan. Aspek itu meliputi : aspek hukum, aspek pendidikan, aspek
kesehatan, dan aspek tata ruang. Dalam aspek lingkungan (kesehatan dan
kebersihan) dengan adanya pembangunan TPA Bantargebang, pemerintah harus
memperhatikan kesehatan lingkungan dari warga setempat. Dampak terburuk
yang akan mereka alami adalah timbulnya wadah penyakit mulai dari infeksi
saluran pernapasan hingga pencemaran air bersih.
24. 20
Aspek pendidikan sama pentingnya dengan aspek lingkungan. Adanya
tumpukan sampah di wilayah tempat pendidikan dapat mempengaruhi proses
belajar-mengajar bagi anak didik kawasan tersebut. Kawasan TPA Bantargebang
diharapkan dapat menjadi bahan konservasi penelitian. Pemerintah perlu
menerapkan tata ruang wilayah TPA tersebut dengan efektif dan efisien, sehingga
tidak adanya pihak yang merasa dirugikan dengan adanya kebijakan tempat
pengolahan sampah di kawasan Bantargebang. Kebijakan tersebut harus didukung
dengan RPJM dan RTRW Jakarta serta Keputusan Gubernur DKI Jakarta dan
Walikotamadya Bekasi.
3.2 Diagram Input-Output
Berdasarkan identifikasi masalah dijelaskan sebelumnya, maka dapat
dibuat diagram input-output yang berfungsi untuk identifikasi penyebab masalah-
masalah yang ada. Adapun diagramnya dapat dilihat pada gambar 3.2 berikut.
Pembangunan TPA Bantar
Gebang
Input Tak Terkendali
Peningkatan Jumlah Sampah
Keterbatasan Kemampuan
Pengolahan Sampah
Input Terkendali
RTRWN Jakarta 2030
RPJM DKI Jakarta 207-2012
Keputusan bersama antara Gub.
Jalarta dan Walikotamadya Bekasi
No.2802/220
Keputusan Gub. DKI Jakarta
No.1221/2003
Output yang Diharapkan
Pertumbuhan Ekonomi Di
Kawasan TPA Bantar Gebang
Pengolahan Sampah Zero Waste
Kota Yang Bersih Dan
Berkelanjutan
Output Tak Diharapkan
Alih Fungsi Lahan
Tidak Tercapainya Pemerataan
Pembangunan
Manajemen Risiko
Pengolahan Sampah
Penataan Ruang
Input Lingkungan
UU No. 18/2008 Tentang
Pengolahan Samah
Peraturan Pemerintah No.27 tahun
1999 tentang analisis mengenai
dampak lingkungan
Keputusan Mentri Lingkungan
Hidup No.17 Tahun 2001
Gambar 3.2 Diagram Input-Output Pembangunan TPA Bantargebang
25. 21
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pemanfaatan kawasan Bantargebang sebagai
Tempat Pembuangan Akhir Sampah dapat disimpulkan bahwa:
1. Kawasan TPA Bantargebang menjadi salah satu rencana tata ruang
prasarana sampah yang telah dicantumkan dalam RPJM DKI Jakarta
tahun 2007-2012 dan RTRW Jakarta tahun 2030.
2. Dampak negatif bagi warga sekitar dengan adanya tumpukan sampah
sangat besar, mulai dari aspek kesehatan, kebersihan lingkungan
sekitar hingga terganggunya proses belajar-mengajar di sekolah
wilayah sekitar.
3. Tata ruang wilayah Bantargebang menjadi semakin semrawut, karena
penataan ruang yang tidak berjalan dengan baik.
4. Terpilihnya kawasan Bantargebang menjadi kawasan TPA Sampah
untuk warga Jakarta telah tercantum jelas dalam Keputusan Bersama
antara Gubernur DKI Jakarta dan Waikotamadya Bekasi Nomor
2802/220.
5. Pengelolaan sampah menuju zero waste menjadi salah satu alternatif
yang penulis berikan dalam pengolahan sampah yang ada.
4.2 Saran
1. Dengan meningkatnya produksi sampah tiap hari, Pemerintah Daerah
perlu meninjau kembali rencana pembangunan wilayah yang dapat
dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan sampah akhir dengan
memperhatikan aspek-aspek kehidupan masyarakat sekitarnya.
26. 22
2. Perlu adanya pengolahan sampah menuju zero waste yang dapat
menihilkan sampah di lingkungan masyarakat sekitar.
3. Pemerintah Daerah perlu mempertegas dan mengawasi pelaksanaan pihak
pengelola sampah dalam menjalankan amanah sesuai UU No. 18 Tahun
2008 Pasal 7 tentang wewenang pemerintah dalam pengelolaan sampah
adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan
sampah
c. Memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antardaerah, kemitraan,
dan jejaring dalam pengelolaan sampah
d. Menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja
pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah
e. Menetapkan kebijakan penyelesaian perselisihan antar daerah dalam
pengelolaan sampah.
4. Sebagai masyarakat memiliki peran penting dalam pengelolaan sampah
yaitu dengan mengurangi atau meniadakan sampai yang dihasilkan. Sesuai
dengan UU No. 18 Tahun 2008 Pasal 20 ayat 1, pengurangan sampah
dapat dilakukan dengan :
a. Pembatasan timbulan sampah;
b. Pendauran ulang sampah; dan/atau
c. Pemanfaatan kembali sampah.