Lika-liku dan Permasalahan PHBM di Sumsel.
TANTANGAN :
Lambannya Pemda menindaklanjuti perizinan HD, membuat realisasi PHBM di KLHK hanya 10%/tahun.
Komitmen Pemda yang rendah untuk suksesnya PHBM dilihat dari minimnya anggaran daerah untuk mengalokasikannya.
*tahun 2014, WBH sudah membuat dan mengajukan "KERTAS KEBIJAKAN" tentang dukungan alternatif dari APBD guna proses PHBM di Sumsel.
TUJUAN sebuah SOLUSI :
tentang persoalan kemiskinan di pedesaan,
konflik tanah yang bermunculan dan tak terselesaikan,
tata kelola hutan yang perlu diperbaiki,
komitmen pengurangan emisi,
solusi kebakaran hutan dan lahan.
SASARAN :
KEPALA DAERAH yang sedang menjabat.
CALON KEPALA DAERAH yang sedang ikut Pilkada.
HARUS dapat menunjukkan KEBERPIHAKAN terhadap suksesnya PHBM!
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Press Release PHBM Sumsel - akhir 2015
1. PRESS RELEASE
Forum Komunikasi Masyarakat Pengelola Hutan (FKMPH) &
Wahana Bumi Hijau (WBH)
PHBM di Sumatera Selatan pada akhir tahun 2015
Sebuah Solusi Kemiskinan, konflik agraria, dan tata kelola hutan yang
belum diprioritaskan
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) merupakan program
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang bertujuan; memberi akses
pengelolaan kawasan hutan yang lestari kepada masyarakat untuk peningkatan
kesejahteraan. PHBM dapat berupa Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan
(HKM), dan Kemitraan.
Di Sumatera Selatan terdapat 40 skema PHBM, yang terdiri dari 25 Hutan Desa
(HD) dengan total luasan 54.207 hektar di 4 kabupaten (Musi Banyuasin, Muara
Enim, Musi Rawas, dan Lahat). Dari 25 usulan tersebut, 21 HD sudah mendapatkan
Izin Penetapan Areal Kerja (PAK) dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
dengan luas total 33.400 ha, sedangkan 4 HD belum mendapat PAK. Sedangkan
HKM terdapat 15 usulan, 2 usulan yang sudah mendapat PAK dari menteri LHK,
dan selebihnya belum mendapat PAK.
Permasalahan perizinan Hutan Desa di Sumsel, dari 21 HD yang sudah mendapat
PAK harus ditindaklanjuti dengan perizinan Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD)
dari Gubernur Sumsel. Dari 21 desa yang sudah mendapat PAK dari menteri LHK,
sebanyak 18 HD belum mendapatkan izin dari Gubernur Sumsel.
Adapun HD yang paling mendesak untuk di keluarkannya HPHD dari
Gubernur adalah HD di Musi Rawas sebanyak 5 HD, yakni HD Campur Sari,
Jajaran Baru I, Muara Megang, Bamasco, dan Lubuk Rubai, yang sudah mendapat
PAK tertanggal 6 Desember 2013 dan batas akhir pemberian izin HPHD dari
Gubernur Sumsel, 2 tahun setelah PAK, yakni tanggal 6 Desember 2015.
Lambannya pemerintah daerah dalam menindaklanuti perizinan HD
mempengaruhi perencanaan dan pengelolaan selanjutnya oleh Lembaga Desa
2. Pengelola HD. Hal tersebut menjadi perhatian kami, karena pada pengalamannya
HPHD Kepayang di Muba sebelumnya juga dikeluarkan hampir 2 tahun dari PAK.
Hal tersebut memperparah rendahnya realisasi PHBM di Kemen LHK, yang hanya
mencapai kisaran 10 persen / tahun dari yang sudah ditargetkan pemerintah pusat
sendiri.
Komitmen pemerintah daerah yang redah dalam hal mensukseskan PHBM
juga dapat dilihat dari minimnya anggaran daerah yang mendukung bidang
tersebut. Sumatera selatan salah satu provinsi yang mengalokasikan anggaran
perhutanan sosial sangat rendah. Pada tahun lalu, Dinas Kehutanan Propinsi
Sumatera Selatan mulai menganggarkan untuk perencanaan dan pengembangan
HKM dan Hutan Desa dengan total anggaran Rp.280 Juta dan target capaian hanya di
2 lokasi. Demikian halnya anggran kabupaten, semisal dukungan pendanaan di sektor
kehutanan dan lingkungan hidup di Kabupaten Musi Banyuasin pun terbilang
sangat kecil, yakni kurang dari 3 persen dari total belanja daerah.
Terkait dengan minimnya anggaran, atau lebih tepatnya alokasi anggaran yang
minim, WBH pada tahun 2014, telah membuat dan mengajukan Kertas Kebijakan
tentang dukungan anggaran alternatif dari APBD guna proses PHBM di Sumatera
Selatan. Selain itu, WBH mempersiapkan draft kerangka hukum dan kebijakan,
kelembagaan dan program kerja utama instrumen pendanaan daerah untuk
mempercepat realisasi PHBM di Sumsel.
Menjadi penting perhatian bagi kami, seperti tujuan dari PHBM itu sendiri yakni
menjadi solusi persoalan kemiskinan yang masih dominan terdapat di pedesaan,
konflik agraris yang bermunculan dan tidak terselesaikan, tata kelola hutan
yang perlu diperbaiki, seta komitmen akan pengurangan emisi, bahkan dapat
juga menjadi solusi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang terjadi
belakangan ini.
Karena pentingnya hal tersebut, kami pun berharap pemerintah daerah, baik kepala
daerah yang menjabat atau yang mencalonkan, dapat menunjukkan komitmen
keberpihakan terhadap permasalahan kesejahteraan masyarakat di sekitar atau
dalam kawasan hutan dan persoalan lingkungan hidup secara menyeluruh.