1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
AMDAL pertama kali diperkenalkan pada tahun 1969 oleh National
Environmental Policy Act di Amerika Serikat. Menurut UU No. 23 tahun 1997
tentang pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP no 27 tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Jika Indonesia mempunyai Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang harus dibuat jika seseorang ingin
mendirikan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan, Belanda pun mempunyai milieu effect apportage
disingkat m.e.r. Sebenarnya Indonesia dan Belanda bukanlah penemu sistem ini,
tetapi ditiru dari Amerika Serikat yang diberi nama Environmental Impact Assesment
(EIA). AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Pada dasarnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah
keseluruhan proses yang meliputi penyusunan berturut-turut sebagaimana diatur
dalam PP nomor 27 tahun 1999 yang terdiri dari:
1. Kerangka Acuan (KA) adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai
dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan.
2. Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) adalah telaahan secara
cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana
usaha atau kegiatan.Rencana
3. Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) adalah upaya penanganan
dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan
akibat dari rencana usaha dan atau kegiatan.
4. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) adalah upaya
pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar
dan penting akibat dari rencana usaha atau kegiatan.
1.2 Tujuan
Agar siswa lebih memahami tentang pengertian,kegunaan dan bagian – bagian
amdal serta mengetahui bagaimana proses dari amdal tersebut dan dampak yang
diakibatkan oleh buruknya pengaturan lingkungan bagi manusia.
2. 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian AMDAL
AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup,
dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan.
Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-
ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi
kelayakan suatu rencana usaha dan kegiatan.
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan
keputusan suatu usaha dan kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan
kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan).
Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang
diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan
pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah
satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan
hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan. AMDAL digunakan
untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian ijin usaha dan
kegiatan.
2.2 Fungsi AMDAL di Lingkungan
Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan
hidup dari rencana usaha dan kegiatan
Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha
dan kegiatan
Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup
Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu
rencana usaha dan atau kegiatan
memberikan alternatif solusi minimalisasi dampak negative
3. 3
digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberi ijin
usaha atau kegiatan
2.3 Prosedur Pelaksanaan Pengambilan Data Amdal
Prosedur pelaksanaan AMDAL berdasarkan PP 51 tahun 1993, didahului oleh
Penapisan (screening) apakah proyek akan memerlukan AMDAL atau tidak.
AMDAL terdiri atas beberapa langkah, yaitu:
1. Identifikasi dampak penting (penapisan) dan pelingkupan
Penapisan
Penapisan bertujuan untuk memilih rencana pembangunan mana yang
harus dilengkapi dengan AMDAL. Dalam pasal 16 UU No.4 tahun 1982
hanya rencana proyek yang diprakirakan akan mempunyai dampak penting
saja yang diwajibkan untuk dilengkapi dengan AMDAL
Pelingkupan
Pelingkupan (scoping) ialah penentuan ruang studi ANDAL, yaitu bagian
dari AMDAL yang terdiri dari identifikasi, prakiraan dan evaluasi
dampak. Untuk dapat melakukan pelingkupan haruslah dilakukan identifikasi
dampak. Pada tahap pertama diusahakan untuk mengidentifikasi dampak
selengkapnya. Dari semua dampak yang teridentifikasi kemudian ditetukan
dampak mana yang penting. Dampak yang penting inilah yang kemudian
dimasukan dalam ruang lingkup studi ANDAL, sedangkan dampak yang tidak
penting tidak dimasukan.
2. Penyusunan Kerangka Acuan (KA) berdasarkan pelingkupan
Kerangka Acuan (KA) ialah uraian tugas yang harus dilaksanakan dalam
stusdi ANDAL. Kerangka Acuan didasarkan dari pelingkupan sehingga KA
4. 4
mamuat tugas-tugas yang relevan dengan dampak penting. Dengan KA yang
demikian maka studi ANDAL menjadi terfokus pada dampak penting.
3. ANDAL:
Prakiraan besarnya dampak yang teridentifikasi dalam Pelingkupan
dan tertera dalam KA.
Besarnya dampak haruslah diprakirakan dengan menggunakan metode yang
sesuai dalam bidang yang bersangkutan. Misalnya prakiraan besarnya penduduk yang
terkena proyek haruslah menggunakan metode dalam demografi.
Evaluasi dampak
Besar dan pentingnya dampak mempunyai konsep yang berbeda. Nilai besar
dampak menunjukan besarnya perubahan yang terjadi karena kegiatan yang
dipelajari. Sedangkan nilai penting dampak menunjukan nilai yang kita berikan pada
dampak tersebut. Umunya nilai penting dampak bersifat kualitatif. Makin besar
dampak maka makin penting pula dampak tersebut, tetapi dapat juga tidak ada
hubungan antara keduanya.
4. Perencanaan dan pemantauan lingkungan
Penyusunan rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
Didalam Rencana pengelolaan lingkungan menguraikan prinsip dan
persyaratan tindakan yang harus diambil dalam penanganan dampak. Selain itu
sebagai masukan kepada kepada konsultan rekayasa tentang suatu rencana
proyek/pembangunan.
Penyusunan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Pemantauan diperlukan sebagai sarana untuk memeriksa apakah persyaratan
lingkungan dipatuhi dalam pelaksanaan proyek. Informasi yang didapat dari
5. 5
pemantauan juga berguna sebagai peringatan dini, baik dalam arti positif maupun
negative, tetang perubahan lingkungan yang mendekati ayau melampaui nilai ambang
batas serta tindakan apa yang perlu diambil. Juga ubtuk mengetahui apakah prakiraan
yang dibuat dalan ANDAL sesuai dengan dampak yang terjadi. Karena itu
pemantauan sering disebut post-audit dan berguna sebagai masukan untuk
memperbaiki ANDAL dikemudian hari dan untuk memperbaiki kebijaksanaan
lingkungan.
Metode pengelolaan dan pemantauan lingkungan juga harus menggunakan
metode yang sesuai dengan bidang yang bersangkutan.
5. Penyusunan Laporan AMDAL
Pada umunya laopran terdiri dari tiga bagian, yaitu:
Ringkasan Eksekutif (executive summary)
Merupakan laporan yang singkat dan berisi pokok permasalahan yang
diperuntukkan kepada para pengambil keputusan, cara pemecahan dan rekomendasi
tindakan yang harus diambil dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti,
juga perlu table atau grafik ringkasan. Panjang laporan sekitar 10 halaman dan tidak
sampai 20 halaman.
Laporan Utama (main report)
Diperuntukkan bagi para pelaksana proyek dan terknisi yang memerlukan
keterangan rinci. Laopran harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan
bahasa yang mudah dimengerti oleh para pakar yang berbeda-beda.
Lampiran-Lampiran (appendix)
Berisi lampiran-lampiran penyusunan terdahulu pada tahap-tahap
penyusunan AMDAL.
6. 6
2.4 Faktor Faktor Yang Harus Di Perhatikan Dalam Pengambilan Data
AMDAL
1. dokumen yang disusun sebagai bagian identifikasi dampak penting dan solusi
mengeloladampak penting ini sangat miskin isi dan miskin dalam pengawasan.
Pihak ketiga (konsultan) yang dianggap kompoten dalam penyusunan amdal
lebih banyak berkiblat dan didikte terhadap kemauan pemrakarsa dibanding
mengabdikan dedikasinya pada lingkungan. Hal ini terjadi akibat pemrakarsa
menjadi dewa yang memiliki otoritas untuk menyetujui konsultan yang akan
menyusun amdal. Menjadi satu kemahfuman ketika pemrakarsa “memesan”
konsultan kepada instansi terkait untuk melakukan penyusunan amdal di areal
kerja mereka. Mereka menginginkan konsultan yang terpilih dapat diajak
“berdiskusi” dan berkompromi tentang isi dokumen sesuai dengan keinginan
pemrakarsa.
Belum lagi kompetisi konsultansi amdal membuat harga penyusunan dokumen
amdal yang semakin kompetitif dan murah mengakibatkan dokumen disusun
seadanya akibat keterbatasan dana. Tidak mengherankan beberapa dokumen
amdal disusun dalam kurun waktu yang sangat singkat. Dan lebih hebatnya lagi
terkadang ada jasa konsultansi yang dapat menyusun 4 dokumen amdal dalam
waktu yang bersamaan. Pertanyaan mendasar adalah dengan kurun waktu yang
singkat ini informasi apa yang akan ditemukan untuk mencoba menyusun
rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang baik? Salah satu contoh
yang dapat dikemukakan adalah identifikasi dampak penting pada aspek sosial.
Kurun waktu seminggu rasanya sangat tidak cukup untuk mendapatkan
informasi yang komprehensif untuk menyusun dampak penting yang
ditimbulkan akibat aktifitas eksploitasi sumber daya alam.
Tidak heran pula apabila ada dokumen amdal yang sepertinya hanya merupakan
copy and paste dari dokumen amdal di tempat lain. Di beberapa kasus ada
dokumen amdal yang masih tercantum nama wilayah lain akibat keteledoran
konsultan dalam copy and pastenya. Atau ada pula justifikasi dari konsultan
terkait dengan kemiripan antara satu dokumen amdal dengan yang lain karena
7. 7
menurut mereka antara kawasan satu dengan yang lain memiliki tipologi yang
sama. Ironis rasanya mendengarkan pembenaran ini.
Yang lebih memprihatinkan lagi adalah selain miskin isi, amdal dalam
implementasinya juga miskin pengawasan. Dinas terkait yang diberikan
tanggung jawab oleh Negara, dengan alasan keterbatasan penganggaran, tidak
melakukan pengawasan terhadap perencanaan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan. Akibatnya sudah dapat ditebak: sangat sedikit perusahaan yang
merupakan pemrakarsa melakukan manajemen lingkungan ini secara
konsekuen.
2. bagi pemrakarsa, amdal dianggap sebagai ijin untuk melaksanakan aktifitas
kegiatannya. Amdal bukannya dilihat sebagai bagian pertanggungjawaban
untuk berkontribusi mengurangi dampak yang dapat ditimbulkan dari kegiatan
tersebut. Bagi pemrakarsa, setelah komisi amdal menyetujui dokumen Rencana
Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL),
maka saatnya bagi perusahaan untuk melaksanakan kegiatan dan tidak peduli
apakah hal tersebut sesuai dengan RKL dan RPL yang disusun sebelumnya.
Sebagai contoh, ada perusahaan yang cukup bonafit ketika dikonfirmasi
keberadaan dokumen amdal, perusahaan ini tidak mampu menunjukkan dengan
alasan tercecer. Kita tidak tahu apakah mereka telah mengetahui isi dokumen
tersebut diluar kepala atau mereka tidak pernah peduli sehingga dokumen
penting ini tidak terdokumentasi dengan baik.
3. karena penyusunan dokumen amdal diinisiasi oleh pemrakarsa dalam aspek
pendanaan, setidaknya kondisi ini menimbulkan konflik kepentingan. Konflik
kepentingannya adalah pemrakarsa menginginkan pihak yang menyusun
dokumen amdal sesuai rekomendasi dan keinginan mereka. Kondisi ini
menimbulkan peluang kebocoran pada aspek kualitas dokumen. Lemahnya
transparansi pemilihan konsultan penyusun amdal juga dapat menimbulkan
kebocoran lain terhadap akuntabilitas penggunaan dan dalam penyusunan
dokumen. Instansi terkait yang seharusnya menjaga akuntabilitas ini malah
8. 8
terkesan bermain dengan memberikan tanggung jawab ini kepada pihak yang
dapat ”bekerja sama”. Tak heran apabila ada konsultan yang mengeluhkan
tentang besarnya pemotongan dana penyusunan amdal oleh oknum tertentu.
Namun dalam pandangannya daripada diberikan kepada pihak lain lebih baik
dilakukan saja seadanya. Toh mereka dijanjikan akan dibantu saat presentasi
dokumen ini dihadapan komisi amdal. Belum lagi pemanfaatan anggaran
penyusunan amdal tidak diperuntukkan untuk melakukan studi yang
berkualitas, namun proporsi anggaran lebih banyak dialokasikan untuk hal-hal
yang sifatnya adminstratif.
4. dalam sejarah perjalanan pelaksanaan amdal, sangat sedikit dokumen amdal
yang ditolak oleh komisi amdal kalau tidak ingin mengatakan tidak pernah ada.
Kemungkinan terburuk dokumen amdal diterima dengan catatan yang dalam
pandangan pemrakarsa sudah merupakan kabar gembira karena kegiatan
mereka dapat dimulai. Selama ini komisi amdal terkesan impoten dalam
mengeksekusi kualitas dokumen yang tidak memadai. Tidak adanya shock
theraphy terhadap kualitas dokumen yang rendah menyebabkan semua pihak
yang terlibat dalam penyusunan amdal bermasa bodoh untuk menyusun
dokumen yang berkualitas.
Pun pernah terjadi satu kasus dimana salah satu anggota komisi amdal disalah
satu kabupaten menolak menandatangani persetujuan dokumen amdal salah
satu perusahaan tambang. Namun dalam perjalanannya akhirnya dapat
diselesaikan dengan ”baik” dimana pemrakarsa melakukan lobby kepada
pimpinan instansi anggota komisi yang selanjutnya kapasitas keanggotaan di
komisi amdal digantikan oleh personil yang lain. Tentunya lobby ini melibatkan
transaksi-transaksi di belakang meja.
5. manajemen amdal yang amburadul turut menambah daftar percepatan
kehancuran lingkungan. Di beberapa kawasan DAS, setidaknya telah dipenuhi
dengan aktifitas pertambangan dan perkebunan. Semua perusahaan telah
memiliki Amdal. Namun tidak disadari bahwa kepemilikan amdal oleh semua
9. 9
perusahaan ini tidaklah cukup untuk mengurangi dampak penting karena ada
dampak akumulatif yang disebabkan oleh banyaknya perusahaan tambang dan
perkebunan dalam satu kawasan DAS.
Menilik kondisi ini, diperlukan kesadaran dan komitmen bersama untuk
membawa manajemen lingkungan ini kembali ke khittahnya. Diperlukan
gerakan bersama agar semangat lahirnya gagasan ini kembali sebagai alat yang
efektif untuk mengurangi dampak negatif dari kegiatan eksploitasi sumber daya
alam.
Penyusun amdal yang harus diakui mayoritas berasal dari latar belakang
akademisi dan intelektual harus membawa ideologi yang berpihak pada
lingkungan. Ini menjadi otokritik pada akademisi dan perguruan tinggi untuk
mengawal agar amdal tidak bergerak seperti bola liar yang hanya akan menjadi
faktor percepatan kerusakan lingkungan itu sendiri.
Demikian pula perlu transparansi dan akuntabilitas pihak yang disepakati
sebagai penyusun amdal. Pengetatan aturan tidak hanya pada kompetensi
anggota penyusun yang dibuktikan dengan beragam sertifikat, namun juga
perlu diperlukan mekanisme tender yang transparan untuk pihak yang
menyusun dokumen amdal. Walaupun dana yang dipergunakan dalam
penyusunan amdal bukan berasal dari APBN/APBD, namun dampak yang akan
diterima menyangkut kepentingan publik sehingga seyogyanya diperlukan
lembaga yang benar-benar kompoten dan bertangung jawab serta bersedia
menerima tanggung gugat terhadap kualitas dokumen yang dihasilkan.
Setidaknya mekanisme ini dapat menghindari kemungkinan pesanan
pemrakarsa terhadap pihak-pihak tertentu yang mereka inginkan agar dokumen
yang disusun sesuai dengan keinginan mereka.
Namun apabila penggiat, pelaku bisnis dan penyusun amdal tidak berubah dan
senantiasa merasa berada pada zona nyaman untuk tetap melaksanakan pakem
yang ada saat ini, maka kita harus berani mengatakan bahwa amdal hanya
menjadi alat justifikasi pemerintah, swasta dan penyusun amdal yang memiliki
10. 10
latar belakang intelektual akademis. Dengan berat hati kita harus
menyimpulkan bahwa amdal merupakan faktor utama percepatan laju
kerusakan lingkungan di negeri ini.
Sekarang kita diperhadapkan pada pilihan: ”meneruskan percepatan laju
kerusakan lingkungan dengan pakem implementasi amdal saat ini atau kita
berkomitmen mengurangi laju kerusakan lingkungan dengan melakukan
reinventing terhadap semangat amdal yang dicita-citakan oleh inisiatornya.
11. 11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Amdal, merupakan reaksi terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas
manusia yang semakin meningkat. Amdal dilakukan untuk menjamin tujuan proyek-
proyek pembangunan yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat tanpa merusak
kualitas lingkungan hidup. Amdal bukanlah suatu proses yang berdiri sendiri, tetapi
merupakan bagian dari proses Amdal yang lebih besar dan lebih penting sehingga
Amdal merupakan bagian dari beberapa hak berikut :
1. Pengelolaan lingkungan
2. Pemantauan proyek
3. Pengelolaan proyek
4. Pengambilan keputusan
5. Dokumen yang penting
3.2 Saran
Semoga AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) ini dapat
dijadikan secara optimal dalam pengambilan suatu keputusan.
12. 12
DAFTAR PUSTAKA
- Blogger. Pengertian AMDAL (Analisis mengenai Dampak Lingkungan) (online).
(http://soera.wordpress.com/2009/01/31/pengertian-amdal/. diakses 23 Juni 2003).
- Blogger. Peran AMDAL (online). (http://dedekrenz.blogspot.com/2011/01/peran-
amdal-dalam-pemgelolaan.html. diakses 23 Juni 2003).