1. TUGAS MAKALAH
“Hak Memilih dan di Pilih”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“Hak Asasi Manusia”
Dosen Pengampu :
Abdul Halim, S. Pd, SH, MM, M. Pd
Di susun Oleh :
Muhammad Saifur Rohman
11.441.0041
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
UNIVERSITAS PANCA MARGA
PROBOLINGGO
2013
2. KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas perkenan dan izinnya penulis
dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Hak Atas Tanah” sesuai waktu yang
telah ditetapkan.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari pihak.
Untuk itu pada kesempatan penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Orang tua yang telah memberikan dorongan dan motivasi terhadap penulis
selama pembuatan makalah ini.
2. Bapak dosen yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan serta saran
dalam pembuatan makalah ini.
Penulis masih menerima dengan tangan terbuka terhadap kritik dan saran dari
pihak yang peduli terhadap makalah ini agar menjadi bahan perbaikan di kemudian hari.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
3. BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan manusia, tanah merupakan faktor yang sangat penting. Karena
pada kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah.Manusia
hidup di atas tanah (bermukim) dan memperoleh bahan pangan dengan cara
mendayagunakan tanah, lebih dari itu tanah juga mempunyai hubungan yang
emosional dengan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bukan hanya
dalam kehidupannya saja, untuk meninggalpun manusia masih memerlukan tanah
sebagai tempat peristirahatan. Manusia hidup senang serba kecukupan jika mereka
dapat menggunakan tanah yang dikuasai atau dimilikinya sesuai dengan hukum
alam yang berlaku, dan manusia akan dapat hidup tentram dan damai jika mereka
dapat menggunakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan batas-batas tertentu
dalam hukum yang berlaku yang mengatur kehidupan manusia itu dalam
masyarakat.
Kemudian dari hak-hak atas tanah itu yang kemudian menyangkut masalah
dengan hak-hak konvensi. Diantara salah satu warisan feudal yang sangat
merugikan rakyat ialah lembaga konversi yang berlaku dikeridenan Surakarta dan
daerah istimewa Yogyakarta. Dalam tahun 1948 lembaga konversi dihapuskan yang
salah satu contohnya ialah lembaga kadaster pada masa belanda. Kiranya ada
baiknya juga untuk mengetahui sejarahnya, agar kita dapat mengerti dan
menghargai tindakan revolusioner yang mengakibatkan hapusnya lembaga tersebut
beserta hak-hak yang bersangkutan.
Sejak permulaan abad ke-19 orang-orang asing sudah mulai mengadakan usaha
didaerah Surakarta dan yogjakarta, yang dulu disebut “vorstenlanden”. Didaerahdaerah tersebut semua tanah adalah milik Raja. Rakyat hanyalah sekedar
memakainya saja. Mereka ini diwajibkan menyerahkan sebagian (seperdua atau
sepertiga) dari hasil tanahnya kepada raja, jika yang dikuasainya tanah pertanian
atau melakukan kerja paksa jika tanahnya tanah pekarangan. Kepada anggota
keluarganya dan hamba-hambanya yang berjasa atau setia oleh raja diberikan tanah
sebagai nafkah. Pembagian tanah itu disertai pula pelimpahan hak raja atas bagian
4. hasil tanah tersebut diatas. Merekapun berhak menuntut kerja paksa. Stalsel ini
disebut stalsel apanage.
Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam Hukum Agraria Nasional
membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk, yaitu :
1. Hak-hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu hak-hak atas tanah yang dapat
dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang
mempunyai waktu lama dan dapat dipindah-tangankan kepada orang lain atau
ahliwarisnya.
2. Hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder, yaitu hak-hak atas tanah yang
bersifat sementara. Dikatakan bersifat sementara, karena hak-hak tersebut
dinikmati dalam waktu terbatas, dan hak-hak itu dimiliki oleh orang lain.
Kemudian pada prosesnya pula dari stelsel apanage dihapuskan. Semua tanah itu
diambil kembali oleh raja dan para bekas pemegang apanage mendapatkan
tunjangan berupa uang setiap bulan. Rakyat diberi hak atas tanah dengan tidak ada
kewajiban untuk melakukan kerja paksa. Dalam pada itu kepentingan paara
penguasa tdaklah diabaikan begitu saja. Kepada mereka masih diberikan jaminanjaminan istimewa, yang tidak dijumpai didaerah luar Surakarta dan Yogyakarta.
Didalam
penguasaan-penguasaan
yang
dilakukan
oleh
warga
asing.
Olehkarenanya dapat kita melihat proses-proses yang menjadikan hak-hak atas
tanah yang berada di Indonesia ini, apa sajakah yang menjadikan tanah itu
merupakan hak penuh dari seseorang atau yang menjadi tanah-tanah sementara bagi
setiap warga Indonesia.
5. BAB II
PEMBAHASAN
A. Hak-hak Atas Tanah
Penerapan hak-hak atas tanah, diatur didalam Pasal-pasal UUPA yang
menyebutkan adanya dan macamnya hak-hak atas tanah adalah pasal 4 ayat 1 dan 2,
16 ayat 1 dan 53.
Pasal 4 ayat 1 dan 2 berbunyi sebagai berikut:
a) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai dimaksud dalam pasal 2
ditentukan adanya amacam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut
tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan
hukum.
b) Hak hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi
kewenangan untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula
tubuh bumi dan air serta ruang angkasa yang ada diatasnya sekedar
diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan
penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan
peraturan-peraturan hukum yang lebih tinggi.
Kemudian dari penjelasan hak-hak atas tanah yang dimaksud diatas ditentukan
didalam pasal 16 ayat 1 serta ruang lingkup dari hak-hak tanah sampai kepada sifat
yang bersifat sementara sebagaimana diatur pula didalam pasal 53.
Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam hukum agraria Nasional
membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk. Pertama : hak-hak atas tanah yang
bersifat primer. Kedua : hak hak atas tanah yang bersifat sekunder.
I.
Hak atas tanah yang bersifat Derevatif (sekunder)
Pengertian hak-hak atas tanah primer adalah hak-hak atas tanah yang dapat
mempunyai waktu lama dan dapat berpindah tangankan kepada orang lain
atas ahli warisnya. Dalam UUPA terdapat beberapa hak atas tanah yang
bersifat primer, yaitu:
1.
Hak Milik atas tanah (HM)
Ketentuan mengenai hak milik disebutkan dalam pasal 16 ayat 1
huruf a UUPA. Secara khusus diatur dalam pasal 20 sampai dengan
6. pasla 27 UUPA. Menurut pasal 50 ayat 1 UUPA, ketentuan lebih
lanjut diatur dengan Undang-undang.
2.
Hak Guna Usaha (HGU)
Menurt pasal 28 ayat 1 UUPA, yang dimaksud hak guna usaaha
adalah hak untuk mengusahakan tanah yng dikuasai langsung oleh
negara. Luas hak guna usaha untuk perseorangan minimalnya 5
hektar dan maksimalnya 25 hektar. Sedangkan untuk badan hukum
luas minimalnya 5 hektar dan maksimalnya diatur dalam pasal 5
UU No. 40 tahun 1996.
Subjek Hak guna usaha menurut pasal 30 UUPA jo. Pasal 2 PP No.
40 Tahun 1996, yaitu:
a. Warga Negara Indonesia
b. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia
dan berkedudukan di Indonesia.
Terjadinya hak guna usaha karena adanya penetapan pemerintah.
Jangka waktu hak guna usaha untuk pertama kalinya paling lama
35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 25 tahun
(pasal 29 UUPA). Permohonan perpanjangan jangka waktu
diajukan selambat-lambatnya 2 tahun sebelum berakhirnya jangka
waktu hak guna usaha tersebut.
Hapusnya hak guna usaha berdasarkan pasal 34 UUPA, yaitu :
a) Jangka waktunya berakhir
b) Diberhrntikan sebelum janghka waktu berakhir karena
sesuatu syarat tidak terpenuhi
c) Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya
berakhir
d) Diterlantarkan
e) Tanahnya musnah
f) Ketentuan dalam pasal 3 ayat 2
7. 3.
Hak Guna Bangunan (HGB)
Menurut pasal 35 UUPA, hak guna bangunan, yaitu hak untuk
mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan
milikya dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat
diperpanjang paling lama 20 tahun.
Subjek hak guna bangunan, yaitu :
a. Warga Negara Indonesia;
b. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia.
4.
Hak pakai (HP).
Menurut pasal 41 ayat 1 UUPA, hak pakai, yaitu hak untk
menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai
oleh negara atau tanah milik orang lain yng memberi wewenang
dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya
oleh pejabat yang berwenang asal tidak bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan UUPA.
Sunjek hak pakai, yaitu :
a) Warga Negara Indonesia
b) Orng Asing yang Berkedudukan di Indonesia
c) Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia
d) Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di
Indonesia
II. Hak atas tanah yang bersifat Derevatif (sekunder)
Pengertian hak atas tanah ini ialah hak atas tanah yang tidak langsung
bersumber kepada hak bangsa Negara Indonesia dan diberikan oleh
pemilik tanah dengan cara memperolehnya melalui perjanjian pemberian
hak antara pemilik tanah dan calon pemegang hak yang bersangkutan. Hak
atas tanah ini sifatnya sementara, dalam waktu yang singkat akan
dihapuskan dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan, mengandung
sifat feodal, dan bertentangan dengan jiwa UUPA.
Hak Atas Tanah Yang Bersifat Sementara yaitu hak atas tanah yang
berasal dari tanah pihak lain. Macam-macam hak atas tanah ini adalah hak
8. guna bangunan atas tanah hak milik, hak pakai atas tanah hak pengelolaan,
hak pakai atas tanah hak milik, hak sewa untuk bangunan, hak gadai (gadai
tanah), hak usaha bagi hasil (perjanjian bagi hasil), hak menumpang, dan
hak sewa tanah pertanian. Diantara macam-macam tersebut, yaitu:
1. Hak Gadai
Pengertian hak gadai adalah penyerahan sebidang tanah milik
seseorang kepada orang lain untuk sementara wktu yang disertai
dengan pembayaran
dengan ketentuan pemilik tanah dapat
memperoleh kembali tanahnya apabila melakukan penebusan.
Jangka waktu hak gadai, dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Hak gadai yang lamanya tidak ditentukan
b. Hak gadai yang lamanya ditentukan
Hapusnya hak gadai, karena :
a) Telah dilakuktan penebusan
b) Hak gadai sudah berlangsung 7 tahun atau lebih
c) Adanya putusan pengadilan
d) Tanahnya dicabut untuk kepentinga umum
e) Tanahnya musnah
2. Hak Usaha Bagi Hasil
Hak guna usaha ialah bentuk hak atas tanah yang dapat diberikan
kepada pemegang hak. Menurut Boedi Harsono hak usaha bagi hasil
adalah hak seseorang atau badan hukm (yang disebut penggarap)
untuk menyelenggarakan usaha pertanian diatas tanah kepunyaan
pihak lain (yang disebut pemilik) dengan perjanjian bahwa hasilnya
akan dibagi antara kedua belah pihak menurut imbangan yang telah
disetujui sebelumnya.
Jangka waktu hak usaha bagi hasil diatur dalam UU No. 2 Tahun
1960, yaitu Lamanya jangka waktu perjanjian bagi hasil untuk tanaah
sawah sekurang-kurangnya 3 tahun dan untuk tanah kering sekurangkurangnya 5 tahun.
9. Hapusnya hak usaha bagi hasil , yaitu :
a. Jangka waktu berakhir
b. Perjanjian dibatalkan atas persetujuan kedua belah pihak;
c. Pemilik tanah meninggal dunia;
d. Adanya pelanggaran oleh penggarap terhadap ;larangan
dalam perjanjian;
e. Tanahnya musnah
Kemudian akan hapusnya guna usaha, dapat pula terjadi diantaranya:
a) Dicabut untuk kepentingan umum
b) Ditelantarkan
c) Ketentuan dalam pasal 30 ayat (2) (pasal 34 Undang-undang
pokok Agraria.
3. Hak Menumpang
Menurut Boedi Harsosno hak menumpang adalah hak yang memberi
wewenang kepada seseprang untuk mendirikan dan menempati
rumah diatas tanah pekarangan milik orang lain. Hak menumpang
biasanya terjadi atas dasar kepercayaan pemilik tanah kepada orang
dalam bentuk tidak tertulis, tidak ada saksi, dan tidak diketahui oleh
peangkat Desa/kelurahan setampat, sehingga jauh dari jaminan
kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi kedua belah pihak.
Hapusnya hak menumpang atas faktor-faktor :
a. Pemilik tanah mengakhiri hubungan hak menumpang
b. Hak milik yang bersangkutan dicabuat untuk kepentingan
umum
c. Pemegang hak menumpang melepaskan secara sukarela
4. Hak Sewa Tanah Pertanian
Hak sewa tanah pertanian adalah suatu perbuatan hukum dalam
bentuk penyerahan kekuasaan tanah pertanian oleh pemilik ntanah
pertanian kepada pihak lain dalm jangka waktu tertantu dan sejumlah
uang sebagai sewa atas dasar kesepakatan kedua belah pihak.
10. Hapusnya hak sewa pertanian , karena :
1) Jangka waktunya berakhir
2) Hak sewanya dialihkan kepada pihak lain tanpa persetujuan
dari pemilik tanah keculi diperkenankan oleh pemilik tanah
3) Hak sewa dilepaskan sukarela oleh penyewa
4) Hak atas tanah dicabut untuk kepentingan umum
5) Tanahnya musnah.
B. Aspek-aspek Konversi Hak-hak atas Tanah
Aspek-aspek konversi hak-hak atas tanah ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Pengertian konversi
Konversi berasal dari bahasa belanda yang asalnya konvensi. Penggunaan
makna konvensi dari bahasa belanda itu, di tafsirkan menjadi konversi. Konversi
didalam kamus bahasa Indonesia yaitu perubahan pemilikan atas suatu benda.
Kata konversi berasal dari bahasa latin convertera yang berarti membalikkan
atau mengubah nama dengan memberikan nama dengan pemberian nama baru
atau sifat baru sehingga mempunyai isi dan makna baru.
Sedangkan pengertian konversi dalam hukum agraria adalah perubahan hak
lama atas tanah menjadi hak baru. Yang dimaksud dengan hak-hak lama adalah
hak-hak atas tanah sebelum berlakunya UUPA, dan yang dimaksud dengan hakhak adalah hak-hak yang memuat UUPA khususnya pasal 16 ayat 1, c.q hak
milik, hak guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai.
2. Tujuan Konversi
Tujuan daripada konversi adalah usaha-usaha untuk penataan kembali hak-hak
atas tanah yang berasal dari hak-hak adat maupun hak-hak barat dan untuk
mengembalikan fungsi sosial atas penguasaan tanah sesuai dengan pancasila dan
UUD 1945 serta melenyapkan system barat.
3. Terjadinya konversi
Pada prinsipnya konversi hak-hak lama menjadi hak baru sesuai dengan
ketentuan UUPA, menurut ketentuan-ketentuan konversi terjadinya konversi
karena tiga kemungkinan, yaitu:
a.
Konversi yang terjadi dengan sendirinya karena hokum
11. b.
Konversi yang terjadi setelah diperoleh suatu tindakan yang bersifat
deklaratoir dari instansi yang berwewenang;
c.
Konversi yang terjadi melalui suatu tindakan yang bersifat konstitutif
4. Pelaksanaan konversi
5. Pelaksanaan konversi hak atas tanah secara garis besar diuraikan sebagai
berikut:
1. Hak eigendom
a. Hak eigendom dikonversikan menjadi hak milik, kecuali jika yang
mempunyai tidak memenuhi syarat yang tersebut didalam ketentuan
pasal 21 UUPA.
b. Hak eigendom kepunyaan pemerintahan asing yang digunakan untuk
rumah kediaman kepada perwakilan dan gedung kedutaan menjadi hak
pakai (pasal 41 (1) UUPA, yang akan berlangsung selama tanahnya
dipergunakan untuk keperluan itu.
c. Hak eigendom kepunyaan orang asing, orang yang berkewarganegaraan
rangkap dan badan-badan hukum yang tidak ditunjuk oleh pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 21 (2) UUPA , menjadi
hak guna bangunan sesuai ketentuan pasal 35 (1) UUPA dengan jangka
waktu 20 tahun.
2. Hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan
hak yang dimaksud pasal 20 (1).
3. Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar dan pertanian kecil
dikonversikan menjadi hak guna usaha diatur dalam pasal 28 (1) yang akan
berlangsung selama sisa waktu erfpacht tersebut, selama-lamanya 20 tahun.
4. Hak consessi dan sewa kebun besar, dalam jangka waktu satu tahun harus
mengajukan permintaan kepada menteri agraria agar haknya dikonversikan
menjadi hak guna usaha.
5. Hak opstal dan hak erfpacht untuk perumahan dikonversikan menjadi hak
guna bangunan yang berlangsung selama sisa waktu hak opstal dan hak
erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun.
6. Hak-hak tanah memberi wewenang sebagaimana hak yang dimaksud dalam
pasal 41 (1)
12. C. Konversi Hak atas Tanah
1. Upaya Menuju Unifikasi dalam Hukum Tanah Indonesia
a) Keadaan Hukum Tanah Indonesia sebelum Undang Undang pokok Agraria
Adapun yang berlaku dalam Hukum tanah Indonesia sebelum Undang
Undang pokok Agraria adalah bersifat pluralistis,yang terdiri dari :
Hukum tanah adat;
Hukum tanah barat;
Hukum tanah antar golongan;
Hukum tanah administratif;
Hukum tanah swarapaja
b) Tujuan Undang-Undang pokok Agraria
Undang Undang pokok Agraria, bertujuan:
Penghapusan/ mengakhiri Hukum Tanah Klonial.
Penghapusan Pluralisme Hukum Tanah Indonesia.
Sekaligus menciptakan pembangunan Hukum Tanah Indonesia.
Hal ini menjelaskan bahwa Undang Undang pokok Agraria, bertujuan
menuju Unifikasi Hukum Tanah Indonesia dengan berlandasan kepada
tujuan dari pembentukan tersebut.
c) Konversi Sebagai Salah Satu Upaya Menuju Unifikasi Hukum Tanah
Nasional
Salah satu upaya menuju Unifikasi Hukum Tanah Nasional, khususnya
dalam hal penghapusan plurarisme Hukum Tanah Indonesia, Undang –
Undang pokok Agraria mengenal suatu lembaga, yang disebut „‟Konversi‟‟ ,
yang diatur dalam Bab IV, Ketentuan – Ketentuan Konversi Pasal I sampai
dengan Pasal IX dengan ketentuan pelaksanaannya;
13. Dalam kaitannya ini, maka menurut Ir. Sutarja Sudrajat dalam pertemuan
Konsultasi Tehnis Kepala Direktorat Agraria Propinsi se–Indonesia pada
tahun 1987 di Jakarta, telah di ajukan, dengan latar belakang Konversi yaitu :
a. Penghapusan azas Domain
b. Penghapusan Hukum Tanah, yaitu;
Swapraja
Barat
Administrasi
Sedangkan Hak-Hak atas tanah, sebelum berlakunya Undang- Undang
Pokok Agraria berstatus.:
Bekas Tanah Hak Barat
Bekas Tanah Hak Adat
Bekas Tanah Swapraja
14. BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penerapan hak-hak atas tanah, diatur didalam Pasal-pasal UUPA yang
menyebutkan adanya dan macamnya hak-hak atas tanah adalah pasal 4 ayat 1 dan 2,
16 ayat 1 dan 53. Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam hukum agraria
Nasional membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk. Pertama : hak-hak atas
tanah yang bersifat primer. Kedua : hak hak atas tanah yang bersifat sekunder.
Aspek-aspek konversi hak-hak atas tanah ini dengan melihat dari makna
konversi, yaitu yang menyebutkan bahwa: Konversi dalam hukum agraria adalah
perubahan hak lama atas tanah menjadi hak baru. Yang dimaksud dengan hak-hak
lama adalah hak-hak atas tanah sebelum berlakunya UUPA, dan yang dimaksud
dengan hak-hak adalah hak-hak yang memuat UUPA khususnya pasal 16 ayat 1, c.q
hak milik, hak guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai.
Prinsipnya konversi hak-hak lama menjadi hak baru sesuai dengan ketentuan
UUPA, menurut ketentuan-ketentuan konversi terjadinya konversi karena tiga
kemungkinan:
1. Konversi yang terjadi dengan sendirinya karena hukum;
2. Konversi yang terjadi setelah diperoleh suatu tindakan yang bersifat
deklaratoir dari instansi yang berwewenang;
3. Konversi yang terjadi melalui suatu tindakan yang bersifat konstitutif.
Pelaksanaan konversi hak atas tanah secara garis besar diuraikan yaitu terdiri
dari:
1. Hak eigendom;
2. Hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan
hak yang dimaksud pasal 20 (1);
3. Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar dan pertanian kecil
dikonversikan; menjadi hak guna usaha diatur dalam pasal 28 (1), dll.
15. BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Soimin, Soedharyo. Status Hak dan Pembebasan Tanah, (Jakarta: sinar Grafika,
2008)
Ahmad Chomzah, Ali. Hukum Agraria Pertanahan Indonesia, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, Cet. 1, 2004)
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&ca
d=rja&ved=0CC8QFjAB&url=http%3A%2F%2Flontar.ui.ac.id%2Ffile%3Ffil
e%3Ddigital%2F131368-T%252027518-Kekuatan%2520hukumPendahuluan.pdf&ei=m3NRUsr2A8_OrQfJlYGoCw&usg=AFQjCNHrkOUpLq
UC1tzKL3j3fk2vCjjQew&sig2=jaoWLUlBL21wHZIegtpymg&bvm=bv.5353710
0,d.bmk