Sambutan Kemenkeu pada Musrenbag Prov Jambi Tahun 2017
1. MUSRENBANG PROVINSI JAMBI TAHUN 2016
Jambi, 19 April 2016
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL DAN
TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA TA 2017
1
Disampaikan oleh:
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E.
2. OUTLINE
TEMA RKP 2017 DAN KEBIJAKAN FISKAL 2017
POKOK-POKOK KEBIJAKAN TRANSFER KE DAERAH DAN
DANA DESA TA 2017
KEBIJAKAN DANA DESA TA 2017
2
3. 3
• ARAH KEBIJAKAN FISKAL JANGKA MENENGAH 2017—2020
• Alokasi belanja negara pada kisaran 13,8—15,4% PDB.
• Mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan dan
program-program prioritas nasional (infrastruktur, pendidikan,
kesehatan, hankam, dll).
• Mempertahankan kebijakan subsidi yang tepat sasaran.
• Mengarahkan DAK untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan daerah yang sejalan dengan prioritas nasional.
Belanja Negara
Defisit Anggaran
• Defisit Anggaran dikendalikan pada kisaran 1,5-2,5% PDB.
• Keseimbangan primer menuju positif dalam jangka menengah.
• Melanjutkan kebijakan fiskal ekspansi dengan tetap menjaga
keberlanjutan fiskal.
• Defisit Anggaran dikendalikan pada kisaran 2,3-2,6% PDB.
• kebijakan fiskal ekspansi dalam rangka memberikan stimulus bagi
perekonomian
Jangka Menengah (2018—2020)2017
1. Mendukung pembangunan di bidang infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan,
terutama di daerah perbatasan
2. Melanjutkan efisiensi belanja operasional dan modal non infrastruktur di K/L
3. Pengalokasian subsidi yang tepat sasaran
4. Transfer ke Daerah dan Dana Desa kenaikannya lebih besar dari kenaikan
Belanja K/L
5. Pengalokasian DAK untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah
6. Meningkatkan alokasi Dana Desa mencapai 10% dari dan di luar Transfer ke
Daerah.
a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 4,79 5,3 5,3 5,5-5,9
b. Inflasi (%, yoy) 3,35 4,7 4,0 4,0±1
c. Tingkat bunga SPN 3 bulan (%) 5,97 5,5 6,0 5,5-6,5
d. Nilai tukar (Rp/US$) 13.392 13.900 13.400 13.700-14.200
e. Harga Minyak Mentah Indonesia (US$/barel) 49 50 35 35-45
f. Lifting Minyak (ribu barel per hari) 777,6 830 810 740-760
g. Lifting Gas (ribu barel setara minyak per hari) 1195,4 1.155 1.115 1050-1150
Indikator
2015 2016 2017
Realisasi APBN
Proyeksi
RAPBNP
Proyeksi Pagu
Indikatif
• ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO
Cost Recovery (miliar USD) 13,9 11,0 12,0
PDB Nominal (Triliun Rp) 11.540 12.638 13.906
• Kebijakan fiskal TA. 2017 masih akan bersifat ekspansif yang diarahkan untuk kegiatan produktif, mendorong
peningkatan kapasitas perkonomian dan penguatan daya saing, serta menjaga keseimbangan makroekonomi
Tema RKP 2017 :
“Memacu Pembangunan Infrastruktur dan Ekonomi untuk Meningkatkan Kesempatan Kerja serta Mengurangi Kemiskinan dan Kesenjangan antar Wilayah
Tema Kebijakan Fiskal 2017 :
“Pemantapan Pengelolaan Fiskal Untuk Peningkatan Daya Saing dan Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan dan Berkeadilan”
• SASARAN PEMBANGUNAN RPJMN 2015-2019
5. 5
Tren Transfer Ke Daerah dan Dana Desa
Pada 10 tahun terakhir, Transfer ke Daerah meningkat signifikan (rata-rata 13%), dari Rp226.2 Triliun pada 2006
(34% dari total belanja pemerintah) menjadi Rp770 Trilliun pada 2016 (36.5% dari total belanja pemerintah)
Peningkatan signifikan dari transfer ke daerah telah membawa perbaikan pada
beberapa indikator sosial ekonomi:
Indikator 2001 2008 2013 2014
GDP per kapita 6.98 Juta 8.26 Juta 10.83 Juta 11.38 Juta
Tingkat pengangguran 8.10% 8.39% 6.25% 5.94%
Tingkat Kemiskinan 18.41% 15.42% 11.47% 11.25%
HDI 65.8 71.17 73.81 68.9*
* Menurun dari tahun sebelumnya karena perubahan pendekatan metodologi HDI
33.9 33.4
29.7
32.9 33.1 31.8 32.2 31.1 32.3 33.5
36.5
226.2 253.3
292.4 308.6
344.7
411.3
480.6
513.3
573.7 664.6
765.2
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
0.0
100.0
200.0
300.0
400.0
500.0
600.0
700.0
800.0
900.0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
(Budget)
2016
(Budget)
%TransferthdTotalBelanja
RpTriliun
Dana Bagi Hasil Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Dana Otonomi Khusus
Dana Penyesuaian Dana Keistimewaan DIY Dana Desa %transfer thd total belanja
6. 4. a. Meningkatkan alokasi DAK melalui pengalihan dana dekonsentrasi dan tugas
pembantuan di K/L yang telah menjadi kewenangan daerah.
b. Memperkuat sistem pengalokasian DAK fisik berdasarkan kebutuhan daerah
(proposal based) dan sistem pelaporan monitoring dan evaluasi.
2. Meningkatkan besaran dan memperbaiki pembobotan dalam formulasi alokasi DAU
guna meningkatkan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah.
5. Meningkatkan alokasi anggaran Dana Insentif Daerah (DID) untuk memberikan
penghargaan kepada daerah yang berkinerja baik dalam pengelolaan keuangan,
perekonomian dan kesejahteraan daerah.
1. Meningkatkan Alokasi anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa dalam APBN 2017
lebih besar dari anggaran Kementerian/Lembaga (Belanja K/L).
ARAH KEBIJAKAN TRANSFER KE DAERAH
DAN DANA DESA TA 2017
3. Meningkatkan kualitas penganggaran dan penyaluran DBH dan penguatan DAU sebagai
instrumen equalization grant.
6
6. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas dana otsus Provinsi Papua, Papua Barat, dan
Provinsi Aceh, serta Dana Keistimewaan DIY.
7. Meningkatkan alokasi Dana Desa hingga 10% dari dan diluar transfer ke daerah sesuai Road
Map Dana Desa 2015-2019, untuk memenuhi amanat UU No. 6 Tahun 2014.
7. PERUBAHAN POSTUR TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
7
TA 2015 TA 2016 & TA 2017
TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
I. TRANSFER KE DAERAH I. TRANSFER KE DAERAH
A. Dana perimbangan A. Dana perimbangan
1. Dana Bagi Hasil
1. Dana Transfer Umum (General Purpose
Grant)
2. Dana Alokasi Umum a. Dana Bagi Hasil
3. Dana Alokasi Khusus b. Dana Alokasi Umum
B. Dana Otonomi Khusus
2. Dana Transfer Khusus (Specific Purpose
Grant)
C. Dana Keistimewaan Yogyakarta a. Dana Alokasi Khusus Fisik
D. Dana Transfer Lainnya b. Dana Alokasi Khusus Nonfisik
1. BOS
2. BOP PAUD
3. TPG PNSD
4. Tamsil PNSD
5. P2D2
6. BOK dan BOKB
7. Dana Peningkatan Kapasitas Koperasi, UKM dan
Ketenagakerjaan
B. Dana Insentif Daerah
C. Dana Otsus dan Dana Keistimewaan DIY
II. DANA DESA II. DANA DESA
8. KEBIJAKAN DANA TRANSFER UMUM TA 2017
(DANA ALOKASI UMUM)
1. Menerapkan formula DAU secara
konsisten melalui pembobotan:
o Alokasi Dasar;
o Komponen Kebutuhan Fiskal;
o Komponen Kapasitas Fiskal.
2. Menetapkan besaran pagu DAU Nasional
sebesar 27,7% dari PDN Neto yang
ditetapkan dalam APBN, sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
3. Meningkatkan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah (sebagai
equalization grant) yang ditunjukkan oleh
Indeks Williamson yang paling optimal,
melalui pembatasan porsi alokasi dasar
dan mengevaluasi bobot variabel
kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal,
dengan arah mengurangi ketimpangan
fiskal antar daerah.
4. Menetapkan besaran DAU yang bersifat
final (tidak mengalami perubahan), dalam
hal terjadi perubahan APBN yang
menyebabkan PDN Neto bertambah atau
berkurang.
KEBIJAKAN DAU TA 2017KEBIJAKAN DAU TA 2016
8
• Formula DAU, khususnya perhitungan
Kebutuhan Fiskal dan Kapasitas Fiskal,
sesuai dengan variabel yang sudah
ditentukan di UU Nomor 33 Tahun 2004.
• Memperbaiki proporsi pembagian DAU
antara provinsi dan kabupaten/kota
disesuaikan dengan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan
provinsi dan kabupaten / kota.
• Meningkatkan pemerataan fiskal antar
daerah (yang ditunjukan dengan Indeks
Wiliamson semakin kecil), dengan
mengurangi porsi AD dan penyesuaian
bobot variabel perhitungan Celah Fiskal.
• Masa transisi penerapan Revisi UU
Nomor 33 Tahun 2004 (dengan
menghilangkan AD) bobot dan peranan
AD secara bertahap terus dikurangi.
• Mendukung kebijakan afirmasi, dengan
meningkatkan bobot Luas Wilayah Laut.
9. DBH PAJAK
1. Mempercepat pengalokasian DBH Pajak melalui percepatan penyediaan data rencana dan prognosa
penerimaan pajak
2. Penggunaan Biaya Pemungutan PBB sebesar 9% yang merupakan bagian daerah digunakan untuk
mendanai kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerah (block grant).
3. Membagi penerimaan PBB bagian pusat sebesar 10% secara merata kepada seluruh Kab./Kota
4
.
Mempercepat penyelesaian Kurang Bayar DBH Pajak
5. Memperluas penggunaan DBH CHT yang semula berdasarkan UU No. 39/2007 tentang Cukai
hanya dapat digunakan untuk mendanai:
• peningkatan kualitas bahan baku,
• pembinaan industri,
• pembinaan lingkungan sosial,
• sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau
• pemberantasan barang kena cukai ilegal
Menjadi dapat juga digunakan untuk kegiatan yang lain sesuai dengan prioritas dan kebutuhan
daerah (block grant) dengan porsi 50%.
KEBIJAKAN DANA TRANSFER UMUM TA 2017
(DANA BAGI HASIL)
KEBIJAKAN DBH TA 2016
9
DBH SDA
1 Mempercepat penetapan alokasi DBH SDA melalui percepatan penyampaian data dari Kementerian
Teknis
2. Menetapkan alokasi DBH SDA secara tepat jumlah sesuai dengan rencana penerimaan berdasarkan
potensi daerah penghasil;
3. Menyempurnakan sistem penganggaran dan pelaksanaan atas PNBP yang dibagihasilkan ke daerah;
4. Mempercepat penyelesaian Kurang Bayar DBH SDA;
5. Mempertegas penerapan prinsip:
• By Origin; yaitu : (a) Daerah penghasil mendapatkan porsi lebih besar (b) Daerah lain (dalam
provinsi yang bersangkutan) mendapatkan bagian pemerataan dengan porsi tertentu;
• Realisasi : penyaluran DBH SDA berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan
6. Menegaskan sifat DBH SDA sebagai dana block grant dengan menghilangkan earmarked 0,5%
dari migas untuk bidang pendidikan
KEBIJAKAN DBH TA 2017
1. Menambah cakupan DBH
PBB termasuk PBB sektor
lainnya (a.l. PBB Perikanan,
Kabel bawah laut) diluar
sektor pertambangan,
perkebunan, dan
perhutanan.
2. Melakukan pembagian DBH
kepada daerah penghasil
berdasarkan prinsip by
origin.
3. Mempercepat penyelesaian
kurang bayar/kurang salur
dan lebih bayar/salur kepada
daerah.
4. Memperbaiki pola
penyaluran (triwulan I 30%,
triwulan II dan III masing2
25% dan triwulan IV based
on prognosa realisasi
penerimaan negara.
10. 1. PENINGKATAN PAGU
Meningkatkan anggaran DAK, termasuk dari
pengalihan anggaran dekonsentrasi dan tugas
pembantuan yang sudah menjadi kewenangan daerah
ke DAK.
2. FOKUS PADA PENCAPAIAN TARGET PRIORITAS
NASIONAL
Mempertajam fokus DAK Fisik untuk bidang/sub
bidang infrastruktur publik dan sarana/prasarana
pelayanan dasar berdasarkan prioritas nasional dan
kewilayahan, termasuk untuk daerah perbatasan,
tertinggal, dan kepulauan).
3. BERBASIS PROPOSAL
Pengalokasian DAK Fisik berdasarkan usulan daerah
dengan mempertimbangkan prioritas nasional.
4. SINKRONISASI DAK DENGAN PENDANAAN LAINNYA
Pengalokasian DAK disinergikan dan disinkronisasikan
dengan pendanaan lainnya guna mendukung
pencapaian prioritas nasional.
5. PERUBAHAN ALOKASI BERDASARKAN
KEWENANGAN
Merubah alokasi DAK Fisik dan DAK Nonfisik sesuai
dengan perubahan kewenangan yang diatur dalam UU
No.23/2014 (pendidikan SMA/SMK, Kehutanan,
Energi skala kecil).
KEBIJAKAN DANA TRANSFER KHUSUS KE DEPAN
(DANA ALOKASI KHUSUS)
KEBIJAKAN DAK TA 2017KEBIJAKAN DAK TA 2016
10
1. Mendukung implementasi Nawacita:
• Ketiga: membangun Indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka
NKRI;
• Kelima: meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia;
• Keenam: meningkatkan produktifitas rakyat dan daya
saing di pasar internasional;
• Ketujuh: kemandirian ekonomi dengan menggerakkan
sektor domestik.
2. Mendukung percepatan pembangunan infrastruktur publik
daerah;
3. Mendukung pemenuhan anggaran pendidikan (20%) dan
kesehatan (5%) dengan tetap menjaga lingkungan hidup
dan kehutanan;
4. Mengakomodasi usulan kebutuhan dan prioritas daerah
dalam mendukung pencapaian prioritas nasional (Proposal
Based),
5. Memperkuat kebijakan afirmasi untuk mempercepat
pembangunan daerah perbatasan, tertinggal, dan
pesisir/kepulauan;
6. Mempercepat pengalihan anggaran belanja K/L
(dekonsentrasi dan tugas pembantuan) yang sudah menjadi
urusan daerah ke DAK;
7. Merealokasi dana transfer lainnya (BOS, TPG, TAMSIL, dan
P2D2) ke dalam DAK non fisik;
8. Menyesuaikan kewajiban penyediaan dana pendamping
DAK sesuai dengan kemampuan fiskal daerah.
KEBIJAKAN DANA TRANSFER KHUSUS TA 2017
(DANA ALOKASI KHUSUS)
11. 11
LINGKUP BIDANG DAN SUBBIDANG DAK REGULER TA 2017
NO BIDANG DAK SUBBIDANG DAK ALOKASI PEMDA
7 KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN HIDUP
a. Lingkungan Hidup
a. Provinsi
b. Kabupaten/Kota
b. Kehutanan Provinsi
8 TRANSPORTASI
a. Infrastruktur Jalan
a. Provinsi
b. Kabupaten/Kota
b. Perhubungan
a. Provinsi
b. Kabupaten/Kota
c. Transportasi Perdesaan Kabupaten/Kota
9
SARANA PERDAGANGAN, INDUSTRI KECIL &
MENENGAH, dan PARIWISATA
a. Sarana Perdagangan
a. Provinsi
b. Kabupaten/Kota
b. Industri Kecil dan Menengah Kabupaten/Kota
c. Pariwisata
a. Provinsi
b. Kabupaten/Kota
10 PRASARANA PEMERINTAHAN DAERAH
a. Prasarana Pemda
a. Provinsi
b. Kabupaten/Kota
b. Prasarana Satpol PP
a. Provinsi
b. Kabupaten/Kota
c. Prasarana Pemadam Kebakaran Kabupaten/Kota
NO BIDANG DAK SUBBIDANG DAK ALOKASI PEMDA
1 PENDIDIKAN
a. Pendidikan SD/SDLB Kabupaten/Kota
b. Pendidikan SMP/SMPLB Kabupaten/Kota
c. Pendidikan SMA Provinsi
d. Pendidikan SMK Provinsi
2 KESEHATAN dan KELUARGA BERENCANA
a. Pelayanan Kesehatan Dasar Kabupaten/Kota
b. Pelayanan Kesehatan Rujukan
a. Provinsi
b. Kabupaten/Kota
c. Pelayanan Kesehatan Kefarmasian
a. Provinsi
b. Kabupaten/Kota
d. Keluarga Berancana Kabupaten/Kota
3
INFRASTRUKTUR PERUMAHAN,
PERMUKIMAN, AIR MINUM DAN SANITASI
a. Infrastruktur Perumahan dan Pemukiman Kabupaten/Kota
b. Infrastruktur Air Minum Kabupaten/Kota
c. Infrastruktur Sanitasi Kabupaten/Kota
4 KEDAULATAN PANGAN
a. Infrastruktur Irigasi
a. Provinsi
b. Kabupaten/Kota
b. Pertanian
a. Provinsi
b. Kabupaten/Kota
5 ENERGI SKALA KECIL Energi skala kecil Provinsi
6 KELAUTAN DAN PERIKANAN Kelautan dan perikanan
a. Provinsi
b. Kabupaten/Kota
12. KEBIJAKAN DANA INSENTIF DAERAH TA 2017
12
• Anggaran :
Pagu diperbesar agar besaran alokasi yang
diterima masing-masing daerah lebih
signifikan sebagai instrumen fiskal untuk
menstimulasi peningkatan kinerja pengelolaan
keuangan dan kesehatan fiskal daerah, kinerja
pelayanan dasar, dan kinerja ekonomi serta
kesejahteraan daerah.
• Tetap dialokasikan kepada Provinsi,
Kabupaten, dan Kota berdasarkan kriteria
utama dan kriteria kinerja.
TA. 2016 TA. 2017
• Dialokasikan kepada Provinsi, Kabupaten,
dan Kota berdasarkan kriteria utama dan
kriteria kinerja.
• Ditujukan untuk memberikan
penghargaan (reward) kepada daerah
yang mempunyai kinerja baik dalam
Kesehatan Fiskal dan Pengelolaan
Keuangan daerah (termasuk Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah)
Pelayanan Dasar Publik Perekonomian
dan kesejahteraan (termasuk
pengendalian tingkat inflasi).
• Penggunaan tidak terikat pada fungsi
pendidikan.
• Melakukan pemutakhiran dan perbaikan
data kesehatan fiskal dan pengelolaan
keuangan daerah dalam rangka penilaian
Kriteria Utama dan Kriteria Kinerja daerah
13. Kriteria, Alokasi dan Penggunaan
Dana Insentif Daerah
13
Rp5,0 T
KRITERIA ALOKASI DAN PENGGUNAAN
1. Kriteria Utama sebagai penentu
kelayakan daerah penerima, diukur
dari :
a. Opini BPK atas LKPD minimal
WDP; dan
b. Penetapan Perda APBD tepat
waktu.
2. Kriteria Kinerja merupakan kriteria
penilaian terhadap kinerja daerah,
diukur dari :
a. Kesehatan Fiskal dan Pengelolaan
Keuangan Daerah
b. Pelayanan Dasar Publik
c. Ekonomi dan Kesejahteraan
• Peningkatan pagu alokasi agar besaran alokasi
yang diterima masing-masing Daerah lebih
signifikan sebagai instrumen fiskal untuk
menstimulasi peningkatan kinerja kesehatan
fiskal dan pengelolaan keuangan daerah, kinerja
pelayanan dasar publik, serta kinerja ekonomi
dan kesejahteraan daerah.
• Penggunaan tidak terikat pada fungsi pendidikan,
namun juga dapat digunakan untuk mendanai
kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan dan
prioritas daerah.
DAERAH PENERIMA
Hanya menerima AM 162 Daerah
Hanya menerima AK 43 Daerah
Menerima AM dan AK 66 Daerah
Total 271 Daerah
ALOKASI DID
Alokasi Minimum
WTP/WTP-DPP
APBD tepat waktu
Alokasi Kinerja
Lulus
Passing Grade
14. Detail Kriteria Kinerja dan Passing Grade
Dana Insentif Daerah
14
No Kriteria Ke Depan (New) Bobot/ Skor
Kinerja Kesehatan Fiskal dan Pengelolaan Keuangan Daerah 50%
1. Realisasi Pendapatan Asli Daerah/Realisasi Total Pendapatan Daerah 1 - 4
2. Realisasi Pendapatan APBD/Target Pendapatan APBD 1 - 4
3.
(Realisasi Total Pendapatan Daerah + Realisasi Penerimaan
Pembiayaan)/(Realisasi Total Belanja + Realisasi Total Pengeluaran
Pembiayaan)
1 - 4
4. Growth (Realisasi PDRD/Realisasi Total Pendapatan Daerah) 1 – 4
5. Realisasi Pendapatan PDRD/Realisasi PDRB non migas 1 – 4
6. Realisasi Belanja Modal/Realisasi Total Belanja APBD 1 – 4
7. Realisasi Belanja Pegawai/Realisasi Total Belanja APBD 1 – 4
8. Realisasi Belanja APBD/Pagu Belanja APBD 1 – 4
9. Realisasi Ruang Fiskal/Realisasi Total Pendapatan APBD 1 – 4
10. Defisit APBD/Total Pendapatan APBD 1 – 4
11. Realisasi SILPA Tahun Sebelumnya/Realisasi Total Belanja APBD 1 – 4
Kinerja Pelayanan Dasar Publik 25%
1. Angka Partisipasi Murni Sekolah Dasar 1 - 4
2. Angka Partisipasi Murni Sekolah Menengah Pertama 1 - 4
3. Angka Melek Huruf 1 - 4
4. Persentase bayi lima tahun yang mendapatkan imunisasi 1 - 4
5. Persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan 1 - 4
6. Persentase rumah tangga menurut sumber air minum layak 1 - 4
7. Persentase rumah tangga menurut akses terhadap sanitasi layak 1 - 4
Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan 25%
1. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 1 - 4
2. Penurunan Tingkat Kemiskinan 1 - 4
3. Penurunan Tingkat Pengangguran 1 - 4
4. Pengendalian Tingkat Inflasi 1 - 4
PerhitunganBesaran
AlokasiDaerahYang
Memenuhi Persyaratan
KriteriaUtamadan
KriteriaKinerja
Alokasi DID =
Alokasi Minimum
+
Alokasi Kinerja
(Passing Grade)
1. Alokasi Minimum: Pemberian
alokasi minimum terhadap daerah
yang memiliki Opini WTP atas
LKPD dan telah menetapkan
Perda APBD tepat waktu.
2. Alokasi Kinerja: Berdasarkan
peringkat nilai daerah, penetapan
batas nilai sebagai passing grade
penerima berdasarkan kelas atau
tingkatan nilai daerah, yaitu:
Kategori
Nilai (Grade)
Rentang (Interval)
AA+ 93,75 ≤ nilai kinerja ≤ 100
AA 87,50 ≤ nilai kinerja < 93,75
AA- 81,25 ≤ nilai kinerja < 87,50
BB+ 75,00 ≤ nilai kinerja < 81,25
BB 68,75 ≤ nilai kinerja < 75,00
BB- 62,50 ≤ nilai kinerja < 68,75
CC+ 56,25 ≤ nilai kinerja < 62,50
CC 50,00 ≤ nilai kinerja < 56,25
CC- 43,75 ≤ nilai kinerja < 50,00
DD+ 37,50 ≤ nilai kinerja < 43,75
DD 31,25 ≤ nilai kinerja < 37,50
DD- 25 ≤ nilai kinerja < 31,25
Batas minimum
nilai kinerja
(passing grade) yang
mendapat alokasi
kinerja adalah
daerah yang
memiliki kategori
nilai di atas atau
sama dengan BB
16. KEBIJAKAN DANA DESA TA 2017
• Untuk memenuhi amanat UU No. 6
Tahun 2014, alokasi Dana Desa
ditingkatkan hingga 6,4% dari dan
diluar transfer ke daerah, lebih besar
dari Road Map Dana Desa 2015-2019.
• Peningkatan alokasi Dana Desa sebesar
126% dari tahun TA. 2015 (alokasi Dana
Desa tahun 2015 sebesar Rp.20,77
miliar dan pada tahun 2016
ditingkatkan menjadi sebesar Rp.46,98
miliar) diikuti dengan peningkatan
akuntabilitas dan kinerja dana desa,
bagi yang berkinerja buruk akan
dilakukan penundaan penyaluran
dana desa.
• Untuk mendorong Kab/Kota memenuhi
alokasi Dana Desa (ADD) sebesar 10%,
kepada Kab/Kota yang tidak
mengalokasikan akan diberikan sanksi
berupa penundaan atau pemotongan
DAU/DBH nya.
KEBIJAKAN DANA DESA TA 2017KEBIJAKAN DANA DESA TA 2016
16
• Meningkatkan alokasi Dana Desa
mencapai 10% dari dan di luar Dana
Transfer ke Daerah sesuai amanat UU
No.6 Tahun 2014.
• Sesuai road map dana desa 2015-2019,
alokasi Dana Desa TA.2017
direncanakan meningkat sebesar 89%
(alokasi Dana Desa tahun 2016 sebesar
Rp46,98 triliun dan pada tahun 2017
direncanakan meningkat menjadi
sebesar Rp89 triliun), sehingga rata-
rata Dana Desa per desa mencapai
lebih dari Rp1 miliar.
• Untuk mendorong peningkatan kualitas
penggunaan Dana Desa, pelaksanaan
monitoring dan evaluasi Dana Desa
akan diintensifkan
17. 17
PENGALOKASIAN DANA DESA
PP 60/2014 PP 22/2015 (PMK 247/2015)
• Jumlah Penduduk adalah Jumlah Penduduk Desa pada kabupaten/kota.
• Jumlah Penduduk Miskin adalah Jumlah Penduduk Miskin Desa pada kabupaten/kota
• Luas Wilayah adalah Luas Wilayah Desa pada kabupaten/kota
• IKK adalah IKK kabupaten/kota, IKG adalah Indeks Kesulitan Geografis Desa (sumber BPS)
18. MEKANISME PENYALURAN DANA DESA
40%
Paling Lambat
Minggu II April
Tahap I
40%
Paling Lambat
Minggu II
Agustus
Tahap II
20%
Paling Lambat
Minggu II
Oktober
Tahap III
60%
April
Tahap I
40%
Agustus
Tahap II
PP Nomor 8/2016 tgl.24-3-2016
• Melalui cara
pemindah- bukuan
dari RKUN ke RKUD
untuk selanjutnya
dari RKUD ke RKD
• Penyaluran Dana
Desa dari RKUD ke
RKD dilakukan
paling lambat 7
(tujuh) hari kerja
setelah Dana Desa
diterima di RKUD
PP Nomor 22/2015
Rp18,76 T Rp18,76 T Rp9,38 T Rp28,14 T Rp18,76 TDana
Desa
Rp 46,9T
Dari RKUN ke
RKUD
(Oleh menteri
Keuangan C.q.
DJPK)
Tahap I : 60% paling lambat bulan Maret
Syarat :
Perda mengenai APBD TA berjalan
Perkada mengenai tata cara pembagian dan penetapan
rincian DD setiap Desa
Laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan
DD TA sebelumnya
Tahap II : 40% paling lambat bulan Agustus
Syarat :
Laporan penyaluran Tahap I telah disampaikan oleh
bupati/walikota ke DJPK paling lambat minggu IV Juli
Paling kurang 50% DD Tahap I telah disalurkan ke RKD.
Dari RKUD ke
RKD
(Oleh Walikota /
Bupati)
Tahap I : 60% 7 hari kerja setelah diterima di Kasda
Syarat :
Perdes APB Desa disampaikan kepada
bupati/walikota paling lambat minggu II Februari
laporan realisasi penggunaan Dana Desa tahun
anggaran sebelumnya
Tahap II : 40% 7 hari kerja setelah diterima di Kasda
Syarat :
Laporan penggunaan DD Tahap I telah disampaikan
oleh kades ke bupati/walikota paling lambat minggu II
Juli
Paling kurang 50% DD Tahap I telah digunakan
SYARAT PENYALURAN
NEW
18
19. •Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang
pelaksanaanya diutamakan secara swakelola dengan
menggunakan sumber daya/bahan baku lokal, dan
diupayakan dengan lebih banyak menyerap tenaga
kerja dari masyarakat desa setempat.
•Penggunaan Dana Desa dilaksanakan sesuai dengan
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi dan dituangkan dalam
Rencana Kerja Pemerintah Desa.
19
PENGGUNAAN DANA DESA
Pasal 21 PMK 49/PMK.07/2016
20. 20
Pemotongan
Dana Desa
MENKEU
JENIS SANKSIPEMBERI
SANKSI
JENIS PELANGGARAN
Penundaan Penyaluran
Dana Desa Kab./Kota
Penundaan DAU dan/atau
DBH Kab./Kota sebesar
selisih kewajiban DD yg
harus disalurkan ke Desa Bupati/walikota tidak menyampaikan persyaratan
penyaluran setiap Tahap;
Bupati/walikota tidak menyampaikan perubahan
perkada mengenai tata cara pembagian dan penetapan
rincian Dana Desa setiap Desa yang dalam perkada
sebelumnya tidak sesuai ketentuan.
Bupati/walikota tidak menyalurkan Dana Desa tepat
waktu dan tepat jumlah sesuai yang telah ditentukan
BUPATI/
WALIKOTA
Pemberitahuan perbedaan jumlah desa dari bupati/walikota
Laporan penundaan penyaluran dari bupati/walikota;
Laporan pemotongan penyaluran Dana Desa dari
bupati/walikota
Pemotongan
Dana Desa ke Desa
Penundaan Penyaluran
Dana Desa ke Desa
Kepala Desa tidak menyampaikan Peraturan Desa mengenai
APB Desa;
Kepala Desa tidak menyampaikan laporan realisasi
penggunaan Dana Desa tahap sebelumnya;
Terdapat sisa Dana Desa > 30% pada TA sebelumnya; dan
Terdapat usulan dari aparat pengawas fungsional daerah.
Terdapat Sisa Dana Desa > 30% selama 2 tahun berturut-turut
SANKSI
Pasal 37-42 PMK 49/PMK.07/2016
Bupati/walikota tidak dapat memenuhi persyaratan
penyaluran sampai dengan berakhirnya tahun
anggaran
Sisa angggaran DD menjadi SAL
pada RKUN dan tidak
disalurkan kembali
23. 23
ARAH KEBIJAKAN FISKAL JANGKA MENENGAH
2017—2020
• Alokasi belanja negara pada kisaran
13,8—15,4% PDB.
• Mendukung pendanaan penyelenggaraan
pemerintahan dan program-program
prioritas nasional (infrastruktur,
pendidikan, kesehatan, hankam, dll).
• Mempertahankan kebijakan subsidi yang
tepat sasaran.
• Mengarahkan DAK untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
daerah yang sejalan dengan prioritas
nasional.
Belanja
Negara
Defisit
Anggaran
• Defisit Anggaran dikendalikan pada
kisaran 1,5-2,5% PDB.
• Keseimbangan primer menuju positif
dalam jangka menengah.
• Melanjutkan kebijakan fiskal ekspansi
dengan tetap menjaga keberlanjutan
fiskal.
• Defisit Anggaran dikendalikan pada
kisaran 2,3-2,6% PDB.
• kebijakan fiskal ekspansi dalam
rangka memberikan stimulus bagi
perekonomian
Jangka Menengah
2018—2020
2017
1. Mendukung pembangunan di bidang
infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan,
terutama di daerah perbatasan
2. Melanjutkan efisiensi belanja operasional
dan modal non infrastruktur di K/L
3. Pengalokasian subsidi yang tepat sasaran
4. Transfer ke Daerah dan Dana Desa
kenaikannya lebih besar dari kenaikan
Belanja K/L
5. Pengalokasian DAK untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah
6. Meningkatkan alokasi Dana Desa mencapai
10% dari dan di luar Transfer ke Daerah.
24. (dalam triliun rupiah)
POSTUR TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
TA 2015 DAN TA 2016
24
POSTUR 2015
APBN
2015
APBNP
2015
POSTUR 2016
RAPBN
2016
APBN
2016
SELISIH
Transfer ke Daerah 637,9 643,8 Transfer ke Daerah 735,2 723,2 (12,0)
I. Dana Perimbangan 516,4 521,7 I. Dana Perimbangan 710,7 700,4 (10,3)
A. Dana Transfer Umum 495,5 491,5 (4,0)
A. Dana Bagi Hasil 127,6 110,0 1. Dana Bagi Hasil 107,2 106,1 (1,1)
1. Pajak 50,5 54,2 a. Pajak 51,7 51,5 (0,205)
2. Sumber Daya Alam 77,1 55,8 b. Sumber Daya Alam 55,5 54,6 (0,915)
B. Dana Alokasi Umum 352,8 352,8 2. Dana Alokasi Umum 388,2 385,4 (2,8)
B. Dana Transfer Khusus 215,2 208,9 (6,3)
C. Dana Alokasi Khusus 35,8 58,8 a. DAK Fisik 91,7 85,4 (6,3)
II. Dana Transfer Lainnya 104,4 104,4 b. DAK Non Fisik 123,4 123,5 -
II. Dana Insentif Daerah 5,0 5,0
-
III. Dana Otsus dan Dana
Keistimewaan DIY
19,4 17,7 (1,6)
III. Dana Otonomi Khusus 16,6 17,1 A. Dana Otonomi Khusus 18,9 17,2 (1,6)
IV. Dana Keistimewaan DIY 0,547 0,547 B. Dana Keistimewaan DIY 0,547 0,547 -
Dana Desa 9,0 20,7 Dana Desa 46,9 46,9 -
JUMLAH 647,0 664,6 JUMLAH 782,2 770,1 (12,0)
25. Proporsi DAU terhadap Total TKDD masih yang paling besar dibanding dengan jenis transfer lainnya. Selain DAU.
Untuk Sumatera proporsi DAU terhadap total Transfer dan Dana Desa mencapai 50,3%.
Proporsi DAU TA 2016 terhadap Total Transfer ke Daerah
dan Dana Desa masih yang terbesar di semua daerah...
WILAYAH DBH SDA DBH PAJAK DAU DID DANA DESA DAK FISIK
DAK NON
FISIK
OTSUS
TAMBAHAN
INFRA
DK
YOGYAKART
A
JUMLAH
Sumatera 13,451 12,317 103,451 1,193 14,093 22,781 30,744 7,707 , , 205,737
Jawa 4,418 26,852 120,549 2,097 14,619 16,127 57,979 , , 0,547 243,188
Bali Nusa
Tenggara
0,993 1,381 28,01 0,425 2,943 6,769 7,859 , , , 48,38
Kalimantan 27,451 5,18 37,036 0,24 4,103 10,112 8,427 , , , 92,549
Sulawesi 1,419 1,946 52,331 0,69 5,356 15,643 11,814 , , , 89,198
Maluku 0,327 ,502 13,602 0,231 1,408 4,077 1,838 , , , 21,985
Papua 6,471 2,059 30,382 0,126 4,46 9,944 1,799 7,707 1,8 , 64,747
Triliun rupiah
25
27. 44.43% 42.23% 40.06% 39.20% 39.27%
20.43%
19.52%
20.19% 20.75% 20.97%
20.89%
21.11% 22.77% 22.67% 22.66%
6.29%
8.67% 8.78% 7.82% 6.69%
7.97% 8.47% 8.20% 9.56% 10.40%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2011 2012 2013 2014 2015
Belanja_Pegawai Belanja_Barang dan jasa Belanja_Modal Belanja_Lainnya Belanja_Transfer
PROPORSI BELANJA APBD TAHUN 2011 S.D. 2015
Porsi belanja pegawai terhadap total belanja dalam kurun 5 tahun terakhir cenderung mengalami
penurunan (turun 5%). Namun porsi belanja pegawai terhadap total belanja daerah masih lebih
besar dari porsi belanja modal atau porsi belanja pegawai hampir 2 kali dari belanja modal. 27
28. Persentase Realisasi Belanja Tahun 2011 -2015
28
Realiasi belanja pada bulan januari s.d Juni cendrung hanya untuk belanja pegawai dan belanja barang rutin. Pada
bulan Juli terdapat kenaikan karena sudah ada kegiatan belanja barang modal untuk uang muka maupun
pembayaran tahap I. Realisasi belanja daerah terpusat pada bulan Nopember dan Desember, untuk pembayaran
belanja modal yang jatuh tempo pada 2 bulan terakhir
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2011 2012 2013 2014 2015
29. 29
PENYERAPAN BELANJA APBD RELATIF LAMBAT
• Penyerapan Belanja
Modal di Triwulan I
s/d III sangat rendah,
namun melonjak
tinggi di akhir
November s/d
Desember.
• Terjadi karena
perencanaan belanja
modal yang kurang
baik dan proses
lelang yang memakan
waktu lama.
Persentase Realisasi Belanja Daerah
Per Jenis Agregat Nasional Tahun 2014
dan Tahun 2015
*TW IV Tahun 2015 angka
perkiraan
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV
2014 2015
Belanja Pegawai 13.1% 39.1% 65.1% 95.8% 15.1% 35.4% 65.6% 93.5%
Belanja Barang dan Jasa 6.3% 24.6% 45.7% 90.8% 7.5% 25.4% 44.5% 92.9%
Belanja Modal 2.2% 10.0% 29.9% 84.7% 2.9% 12.5% 28.9% 90.4%
Belanja Lainnya 13.3% 31.9% 61.4% 110.1% 21.9% 45.2% 85.1% 102.7%
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
100.0%
120.0%
30. 2010 2011 2012 2013 2014
SilPA Thn Berkenaan 56.574 78.317 97.026 100.58 124.474
Realisasi Belanja 424.007 498.805 595.824 687.877 764.001
% 13.3% 15.7% 16.3% 14.6% 16.3%
13.3%
15.7%
16.3%
14.6%
16.3%
0.0%
2.0%
4.0%
6.0%
8.0%
10.0%
12.0%
14.0%
16.0%
18.0%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
MiliarRupiah
AGREGAT SILPA TAHUN BERKENAAN TERHADAP
REALISASI BELANJA DAERAH (2010 - 2014)
Realisasi belanja dari tahun 2010 sampai 2014 menunjukkan trend yang meningkat, begitu
juga dengan Silpa pada tahun 2014 meningkat lebih 2 kali lipat dibandingkan dengan Silpa
tahun 2010. 30
31. DANA PEMERINTAH DAERAH DI PERBANKAN
TAHUN 2012 – 2016
*Sumber Data: Bank Indonesia
1. Sesuai tren perkembangan jumlah simpanan pemda di perbankan pada empat tahun terakhir, posisi simpanan pemda di
perbankan pada bulan Januari hingga Juni mengalami tren kenaikan. Hal ini karena pada triwulan I dan II, disinyalir pemda
baru dapat merealisasikan belanja operasional sementara belanja modal relatif belum banyak direalisasikan (misalnya
terkendala lambatnya proses pelelangan pekerjaan).
2. Adapun posisi tertinggi simpanan pemda di perbankan adalah bulan September. Pada bulan Oktober-Desember, simpanan
pemda di perbankan mengalami tren penurunan dan berada pada posisi terendah di bulan Desember. Hal ini menunjukkan
bahwa pada triwulan IV, pemda menarik sebagian besar simpanannya di perbankan untuk dipergunakan dalam bentuk
realisasi belanja.
Ket: Posisi simpanan pemerintah daerah adalah posisi dana pemda di perbankan yang tercatat berdasarkan lokasi dimana bank
berkedudukan. 31
32. Jumlah Daerah Yang Dikenakan Sanksi Penundaan Penyaluran DAU
Akibat Terlambat Menyampaikan Informasi Keuangan Daerah
Pada tahun 2016 terdapat 14 Daerah yang dikenakan sanksi karena penyampaian APBD
tidak tepat waktu.
32
Data Tahun 2016:
LRA Semester I data per bulan Februari
Penyampoaian Pertanngungjawaban APBD TA sebelumnya masih ditunggu paling lambat Bulan Agustus 2016
33. PERMASALAHAN DAN SOLUSI
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
No. PERMASALAHAN SOLUSI KEBIJAKAN
1 Kualitas belanja yang kurang baik (Proporsi
belanja pegawai lebih besar daripada belaja
modal)
• Melakukan pembatasan (pegging) pagu Alokasi
Dasar terhadap pagu DAU nasional dengan
mengupayakan porsi AD kurang dari 50%
terhadap pagu DAU nasional.
• Pengaturan penggunaan Dana Transfer ke
Daerah yang penggunaannya bersifat umum
digunakan sekurang-kurangnya 15% untuk
belanja infrastruktur pelayanan publik dalam
bentuk belanja modal dan belanja barang dan
jasa.
2 Penyerapan belanja yang lambat • Pemberian sanksi penundaan Transfer DAU bagi
Pemda yang terlambat menetapkan Perda APBD.
• Penyaluran Transfer DAK dilakukan berdasarkan
kinerja penyerapan DAK.
3 Dana Idle dan Silpa yang besar Pemda yang memiliki uang kas dan/atau simpanan
di bank dalam jumlah tidak wajar, dapat dilakukan
konversi penyaluran DBH dan/atau DAU dalam
bentuk nontunai sesuai PMK dengan
235/PMK.07/2015 Tentang Konversi Penyaluran DBH
Dan/Atau DBH Dalam Bentuk Nontunai.
33
35. Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Agregat
Kabupaten/Kota/Provinsi se Jambi 2011-2016
Sumber: DJPK 35
1. Dalam kurun waktu 5 tahun Total
Dana Transfer ke Daerah se-Provinsi
Jambi meningkat signifikan, dari
semula Rp7,6 triliun pada tahun
2011 menjadi Rp13,5 triliun pada
tahun 2016.
2. Proporsi DAU terhadap total TKDD
masih yang terbesar dibandingkan
jenis dana transfer yang lain, namun
ditahun 2016 proporsinya menurun
menjadi 57,1% jika dibandingkan
dengan tahun 2015 sebesar 59,5%.
3. DAK Fisik tahun 2016 mengalami
peningkatan sebesar 73,6% jika
dibanding tahun 2015, dari semula
Rp777,1 miliar menjadi Rp1,3 triliun.
(dalam miliar Rp)
Tahun DBH PAJAK DBH SDA DAU DAK
DANA TRANSFER
LAINNYA
DANA DESA TOTAL
2011 813,86 1.241,68 4.404,27 423,02 784,39 - 7.667,22
2012 1.020,53 1.506,76 5.382,35 438,91 902,11 - 9.250,65
2013 1.214,07 1.337,03 6.200,41 504,37 1.074,10 - 10.329,99
2014 925,36 1.587,83 6.760,31 479,57 1.284,96 - 11.038,03
2015 1.171,26 644,95 6.755,00 777,11 1.622,43 381,56 11.352,31
2016 889,42 885,59 7.698,12 1.348,96 1.804,98 856,77 13.483,82
36. 36
Rasio Pendapatan Asli Daerah per Total
Pendapatan rata-rata Provinsi Jambi menunjukkan
tren meningkat pada tahun 2013 dan 2015. Namun
demikian Rasio Pendapatan Asli Daerah per Total
Pendapatan rata-rata Provinsi Jambi lebih rendah
dibanding dengan rata-rata Provinsi .
Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Daerah
Rasio Total Belanja Pegawai per Total Belanja rata-
rata Provinsi Jambi menunjukkan tren menurun
dari tahun 2011 sampai tahun 2013 hingga
mencapai 18,2%. Kemudian dari tahun 2013
sampai tahun 2015 mengalami peningkatan,
hingga mencapai 19,8%.
Namun demikian Rasio Total Belanja Pegawai per
Total Belanja Provinsi Jambi tahun 2011 sampai
dengan tahun 2015 lebih tinggi dibanding dengan
rata-rata rasio Provinsi.
Rasio PAD Terhadap Total Pendapatan
RASIO PAD TERHADAP TOTAL PENDAPATAN DAN RASIO BELANJA
PEGAWAI TERHADAP TOTAL BELANJA DAERAH
PROVINSI JAMBI 2011-2015
37. 37
STRUKTUR BELANJA APBD PROVINSI/KAB/KOTA
DI PROV. JAMBI
Proporsi terbesar belanja daerah
adalah belanja pegawai, dari tahun
2011 sampai dengan tahun 2013
trendnya menunjukkan penurunan
dari 46,3% menjadi 39,1%. Namun
demikian trendnya meningkat lagi
hingga pada tahun 2015 mencapai
42,5%.
Proporsi belanja modal relatif
cukup besar, dengan persentase
pada kisaran 30%. Proporsi terbesar
adalah pada tahun 2013 dengan
proporsi sebesar 31,1% dari total
anggaran belanja dalam APBD.
Jenis Belanja
(miliar Rupiah)
2011 2012 2013 2014 2015
B. Pegawai 4.130,5 4.694,3 5.183,3 5.903,3 6.699,0
B. Barang Jasa 1.535,1 1.985,8 2.346,0 2.947,7 3.071,7
B. Modal 2.409,2 3.054,5 4.130,2 4.216,6 4.026,9
B. Lainnya 853,0 1.143,8 1.610,4 1.380,3 1.960,5
Total 8.927,8 10.878,4 13.269,9 14.447,9 15.758,1
38. 38
REALISASI SILPA PEMDA DI PROV. JAMBI
TAHUN 2009-2013
• SILPA di Kab/Kota di Jambi cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan mencapai puncaknya
pada tahun 2012 dan kemudian menurun pada tahun 2013, demikian pula dengan SILPA di
Provinsi Jambi.
• Semakin besar SILPA tahun berkenaan memberikan indikasi perencanaan anggaran dan
pelaksanaan yang kurang baik yang pada gilirannya berdampak terhadap kurang optimalnya
pelayanan kepada masyarakat.
39. 39
TINGKAT AKUNTABILITAS DI PROVINSI JAMBI
• Secara umum tingkat akuntabilitas Provinsi Jambi cenderung mengalami perbaikan. Pada
tahun 2010 sampai tahun 2011 tidak ada daerah yang memperoleh opini WTP.
• Kemudian pada tahun 2012 daerah yang memperoleh opini WTP meningkat menjadi 2 daerah,
namun demikian pada tahun 2013 daerah yang memperoleh opini WTP berkurang menjadi 1
daerah.
40. 40
Penetapan APBD Provinsi Jambi Tahun 2011-2015
Penyampaian APBD Provinsi Jambi Tahun 2011-2015
S.d
Desember
Januari Februari Maret April
2011 2 5 3 2 0
2012 3 9 0 0 0
2013 5 6 1 0 0
2014 7 4 0 0 1
2015 12 0 0 0 0
S.d
Desember
Januari Februari Maret April
2011 0 3 5 4 0
2012 1 7 3 1 0
2013 0 11 0 1 0
2014 2 7 2 0 1
2015 3 8 1 0 0
41. 41
Indeks Pembangunan Manusia Prov. Jambi
Provinsi
Aceh
Provinsi
Sumatera
Utara
Provinsi
Sumatera
Barat
Provinsi
Riau
Provinsi
Kepulaua
n Riau
Provinsi
Jambi
Provinsi
Sumatera
Selatan
Provinsi
Kepulaua
n Bangka
Belitung
Provinsi
Bengkulu
Provinsi
Lampung
2010 71.7 74.19 73.78 76.07 75.07 72.74 72.95 72.86 72.92 71.42
2011 72.16 74.65 74.28 76.53 75.78 73.3 73.42 73.37 73.4 71.94
2012 72.51 75.13 74.7 76.9 76.2 73.78 73.99 73.78 73.93 72.45
2013 73.05 75.55 75.01 77.25 76.56 74.35 74.36 74.29 74.41 72.87
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
IPM
PerbandinganIPM Tahun2010-2013 WilayahSumatera
• IPM Provinsi Jambi mulai tahun
2010 sampai tahun 2013 terus
mengalami peningkatan dan
berada di atas IPM Nasional.
• Secara wilayah, IPM Provinsi
Riau tahun tahun 2010 - 2013
selalu berada pada peringkat 7
dari 10 provinsi di wilayah
Sumatera.
42. 42
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT dalam %) Prov. Jambi
• TPT Provinsi Jambi mulai tahun
2010 hingga 2012 mengalami
penurunan, namun kemudian
naik lagi di tahun 2013 dan 2014
dan berada di atas rata-rata TPT
Nasional.
• Secara wilayah, TPT Provinsi Riau
berada pada peringkat 7 dari 10
provinsi di wilayah Sumatera.
Provinsi
Aceh
Provinsi
Sumatera
Utara
Provinsi
Sumatera
Barat
Provinsi
Riau
Provinsi
Kepulaua
n Riau
Provinsi
Jambi
Provinsi
Sumatera
Selatan
Provinsi
Kepulaua
n Bangka
Belitung
Provinsi
Bengkulu
Provinsi
Lampung
2010 8.37 7.43 6.95 8.72 6.9 5.39 6.65 5.63 4.59 5.57
2011 7.43 6.37 6.45 5.32 7.8 4.02 5.77 3.61 2.37 5.78
2012 9.1 6.2 6.52 4.3 5.37 3.22 5.7 3.49 3.61 5.18
2013 10.12 6.45 7.02 5.48 5.63 4.76 4.84 3.65 4.61 5.69
2014 9.02 6.23 6.50 6.56 6.69 5.08 4.96 5.14 3.47 4.79
0
2
4
6
8
10
12
%TingkatPengangguranTerbuka
Perbandingan %Tingkat Pengangguran Terbuka
Tahun 2010-2014 Wilayah Sumatera
43. 43
Tingkat Kemiskinan (Jumlah Penduduk Miskin dalam %)
Prov. Jambi
• Tingkat kemiskinan Provinsi Jambi
mulai Tahun sampai tahun 2014
cenderung fluktuatif, pada tahun
2011 dan 2012 berada di atas
tingkat kemiskinan Nasional, namun
pada tahun 2013 dan 2014 berada
di bawah tingkat kemiskinan
Nasional.
• Secara wilayah, tingkat kemiskinan
Provinsi Jambi berada pada
peringkat 6 dari 10 provinsi di
wilayah Sumatera.
Provinsi
Aceh
Provinsi
Sumater
aUtara
Provinsi
Sumater
aBarat
Provinsi
Riau
Provinsi
Kepulaua
n Riau
Provinsi
Jambi
Provinsi
Sumater
aSelatan
Provinsi
Kepulaua
n Bangka
Belitung
Provinsi
Bengkulu
Provinsi
Lampung
2011 19.57 11.33 9.04 8.47 8.65 14.24 17.5 16.93 5.75 7.4
2012 18.58 10.41 8 8.05 8.28 13.48 17.51 15.65 5.37 6.83
2013 17.72 10.39 7.56 8.42 6.35 8.42 14.06 5.25 17.75 14.39
2014 16.98 9.85 6.89 7.99 6.40 8.39 13.62 4.97 17.09 14.21
0
5
10
15
20
25
%PendudukMiskin
Perbandingan %Penduduk Miskin
Tahun 2011-2014 Wilayah Sumatera
44. 44
Pertumbuhan Ekonomi (%) Prov. Jambi
• Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi
pada tahun 2012 meningkat menjadi
8,87%, namun kemudian terus
menurun hingga menjadi 7,57%.
Secara keseluruhan berada di atas
tingkat pertumbuhan Nasional.
• Secara wilayah, pertumbuhan
ekonomi Provinsi Jambi Tahun 2014
berada pada peringkat tertinggi dari
10 provinsi di wilayah Sumatera .
Prov.
ACEH
Prov.
SUMATE
RA
UTARA
Prov.
SUMATE
RA
BARAT
Prov.
RIAU
Prov.
JAMBI
Prov.
SUMATE
RA
SELATAN
Prov.
BENGKU
LU
Prov.
LAMPUN
G
Prov.
Kepulau
an
BANGKA
BELITUN
G
Prov.
Kepulau
an RIAU
2011 3.28 6.66 6.34 5.57 7.86 6.36 6.85 6.56 6.9 6.96
2012 3.85 6.45 6.31 3.76 7.03 6.83 6.83 6.44 5.5 7.63
2013 2.83 6.08 6.02 2.49 7.07 5.4 6.08 5.78 5.22 7.11
2014 1.65 5.23 5.85 2.62 7.76 4.68 5.49 5.08 4.68 7.32
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
%PertumbuhanEkonomi
%Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2011-2014
Wilayah Sumatera
47. Arahan Presiden Jokowi – Money Follow Program
Sidang Paripurna Penetapan Tema, Arahan Kebijakan & Prioritas dalam Rangka Penyusunan RKP 2017, Percepatan
Integrasi RPJMN 2015-2019, RTRW, dan Daftar Negatif Investasi, 10 Februari 2016
• Seluruh Menteri Kabinet Kerja diminta untuk menggunakan anggaran
belanjanya sesuai dengan program prioritas.
• Pergeseran paradigma money follow function menjadi money follow
program, yaitu anggaran tidak hanya sesuai dengan jabatan, namun
seharusnya sesuai dengan program prioritas yang akan dijalankan –
sehingga manfaatnya lebih terasa di masyarakat
• Pengajuan anggaran untuk program to the point tanpa harus
mengajukan dengan kata-kata bersayap.
• Penganggaran harus fokus untuk pengendalian yang lebih baik
• Konsekuensinya, Menteri harus berani mengatur anak buahnya dalam
rangka penetapan program prioritas
(penjelasan lebih lanjut Menko Perekonomian Darmin Nasution)
47
48. 48
Reformasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Restrukturisasi Anggaran APBN Pemerintahan Jokowi
• Pengalihan belanja subsidi ke belanja infrastruktur
• Desentralisasi anggaran (Dana Dekon TP menjadi DAK)
• Restrukturisasi nomenklatur Kementerian (penyatuan KLH & Kehutanan, Pekerjaan
Umum & Perumahan Rakyat)
• Penghematan anggaran perjalanan dinas & honorarium
• Moratorium belanja yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan publik
(contoh: belanja gedung kantor & belanja kendaraan dinas)
Contoh upaya efisiensi anggaran dan simplifikasi birokrasi oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan
• Penghematan 20% anggaran perjalanan dinas
• Penyederhanaan nomenklatur kegiatan
• Rencana penggabungan fungsi/pengurangan jabatan eselon I
Upaya reformasi anggaran Belanja Pemerintah Pusat merupakan sebuah contoh bagi
Pemerintah Daerah dalam mengelola APBD