O slideshow foi denunciado.
Seu SlideShare está sendo baixado. ×

Advances in The Study of Acute Acalculous Cholecystitis.pptx

Anúncio
Anúncio
Anúncio
Anúncio
Anúncio
Anúncio
Anúncio
Anúncio
Anúncio
Anúncio
Anúncio
Anúncio
Carregando em…3
×

Confira estes a seguir

1 de 46 Anúncio

Mais Conteúdo rRelacionado

Semelhante a Advances in The Study of Acute Acalculous Cholecystitis.pptx (20)

Mais recentes (20)

Anúncio

Advances in The Study of Acute Acalculous Cholecystitis.pptx

  1. 1. Advances in the Study of Acute Acalculous Cholecystitis : A Comprehensive Review Penyaji : Priska G. Sombolayuk NIM : C045211009 Yantao Fu, Liwei Pang, Wanlin Dai , Shuodong Wu, Jing Kong, Dig Dis 2022;40:468–478
  2. 2. Anatomi • Liver • Bile ducts • Pancreas • Duodenum • Transverse colon
  3. 3. Anatomi •Fundus •Body •Infundibulum/Neck •Cystic duct • Spiral Valves of Heister
  4. 4. Empedu • 95% empedu direabsorpsi ke dalam liver via portal vein (enterohepatic circulation) • 85-90% dalam ileum terminal via active transport • 10-15% deconjugated pada colon, absorbed passively • 5% eksresi pada tinja • siklus 6-10x sehari • 80% empedu tersimpan pada GB pada kondisi berpuasa
  5. 5. Tujuan Jurnal menyajikan pengetahuan terkini mengenai patogenesis, diagnosis, dan pengobatan Acalculous Akut Cholecystitis (AAC)
  6. 6. Abstrak • Kolesistitis akalkulus akut (AAC) dapat didefinisikan sebagai penyakit radang akut kandung empedu tanpa adanya batu empedu. • Insidensi ditemukan 3-10% dari semua kasus nyeri perut; • Presentasi lebih rendah (6,3%) pada usia <50 tahun dan lebih tinggi (20,9%)pada usia lebih dari 50 tahun • Presentasi kolesistitis akalkulus menyumbang 5- 10% dari total kejadian kolesistitis.
  7. 7. Abstrak Gejala klinik : • Nyeri perut kanan atas • Positif Murphy’s sign • Demam, Patogenesis dari AAC: Sifatnya complex dan multifactor, antara lain berupa faktor anatomi dan fungsinya, ischemia gallbladder, kelainan eksreksi empedu, cholestasis, and infeksi bakteri sekunder.
  8. 8. Abstrak Diagnosis: 1. Gejala klinik 2. Laboratorium 3. Radiologi (USG,Ctscan,MRCP,HIDA) Treatmeant : 1. Konservatif treatmeant, 2. Cholecystectomy, 3. Percutaneous cholecystostomy (PC), 4. Placement of a lumen-apposing fully covered metal stent(LAMS).
  9. 9. Type Acalcanous Kolesistitis Akut Mekanis Kimiawi Bakteri tekanan intralumen meningkat dan distensi menyebabkan iskemi mukosa dan dinding kandung empedu Aktivitas fosfolipase memicu pelepasan lesitin dan factor jaringan lokal Disebabkan oleh Escherichia coli, Klebsiella bacillus, Streptococcus spp, dan Staphylococcus aureus yang ada dikandung empedu E T I O L O G I
  10. 10. Luka bakar dan trauma Pemberian obat penenang dan analgetik Hormon dan obat2an tertentu Gangguan penggosongan kandung empedu Meningkatkan Viskositas Empedu Diabetes tipe II dan penyakit jantung Metabolisme virus dan parasit Kolestasis Cedera Iskemia- Reperfusi KOLESISTITIS ACALCANOUS Stenosis/Obstruksi/ Vasokontriksi A. Gallbladder Hipoperfusi organ Struktur Anatomi Abnormal dari Sistem Saluran Bilier Infeksi bakteri Patogenesis AAC
  11. 11. Teori Iskemia Kandung empedu- Cedera reperfusi Arteri kandung empedu adalah arteri terminal, sehingga nekrosis iskemik pada dinding kandung empedu sering terjadi akibat suplai darah yang tidak mencukupi. Faktor-faktor yang mempengaruhi : 1. Stress 2. Hipotensi 3. Obat-obatan vasoaktif Patogenesis AAC
  12. 12. Iskemia Kandung empedu- Cedera reperfusi Orlandoetal. Hakalaetal. Vakkalaetal. berpendapatbahwa iskemik gallbladder dancholestasis menurunkanperfusi. Iskemiajangka panjang memicuphospholipase A2 dansuperoxide dismutase, akanmeningkatkan kandunganlipid peroxide, yangakanmenyebabkan cedera dannekrosis mukosa gallbladder. menggunakan microangiography pada10 pasienbahwaada perbedaansignifikan antara ACC dan AAC, sehingga mereka menyarankan bahwa istilah AAC seharusnyadiganti dengan acuteischemiccholecystitis. mengkonfirmasi hubungan ischemia-cedera reperfusi padagallbladder dan mediator inflamasi. Histopatologi menemukan bahwaneutrophils, mononuclear inflammatory cells, andeosinophilic granulocytes ditemukan lebih sedikitpadaAAC dibandingkan ACC. Patogenesis AAC
  13. 13. Kolestasis  . Patogenesis AAC • Puasa jangka panjang, nutrisi parenteral, obstruksi intestinal, dehidrasi berat disebabkan karena luka bakar dan trauma yang memicu kelainan eksresi empedu. • Pemberian sedative dan analgetik (contohnya morphin) pada pada intraoperative and postoperative dapat berefek pada kontraksi pada gallbladder dan fungsi dari sphincter of Oddi, sehingga memicu kolestasis • Kolestasis dan konsentrasi empedu dapat menyebabkan perubahan komposisi kimia empedu; konsentrasi garam empedu yang tinggi dapat merangsang selaput lendir kandung empedu, menyebabkan kerusakan dan meningkatkan risiko perforasi dan gangren kandung empedu.
  14. 14. Kolestasis Patogenesis AAC • Studi sebelumnya melaporkan bahwa hormone (estrogen and progesterone) dan obat terkait( kontrasepsi oral, tiasid, ceftriaxone, octreotic, eritromycin, ampicillin, sunitinib, sorafenib, and alemtuzumab) menghambat diastole dan kontraksi otot halul kandung empedu yang menyebabkan cholestasis. • Metabolisme abnormal lipid disebabkan oleh diabetes type II dan penyakit jantung, meningkatkan vikositas empedu, yang memicu cholestasis. • Metabolisme virus dan parasite, seperti Epstein-Barr virus, hepatitis A virus, hepatitis E virus, Clonorchis sinensis, giardia, and Echinococcus species, akan menginvasi dinding pada kadung empedu atau sel epitel bilier, memicu kolestasis
  15. 15. INFEKSI BAKTERI Bakterinormalnya tidakadadi kandungempedu Invasivebakterimemicuinfeksi retrogradedanumumnya disebabkanbakterigram negatif (seperti E. coli, K. bacillus, Salmonella spp, Brucellosis, Vibriocholerae, and Leptospira)danbeberapabakterigrampositif (seperti Enterococcus faecalis,and Staphylococcus Fusariumspp, andLactococcusspp.) Karenastrukturdanfungsi normal darisphincter Oddi, bakteriusus tidakdapatdengan mudah masukdalamsistem empedudanmenyebabkaninfeksi. Penggunaanyang tidakperlu padaanalgetikopiod padaoperasi gastrointestinal, cederadanspasme darisphingterOddidapatmemicuresikoinfeksi. Infeksisistemikpadapasiensepsis, yangmemicu AAC melalu hematogen. Patogenesis AAC
  16. 16. Struktur Anatomi Abnormal dari Sistem Saluran Bilier Kelainan perkembangan kongenital pada saluran empedu menyebabkan gangguan pengosongan empedu karena faktor seperti leher kandung empedu yang memanjang, torsi kandung empedu, kista empedu, dan stenosis diameter duktus. Kandung empedu memiliki fungsi motorik, dengan 20-30% pengosongan pada interval 1 sampai 2 jam selama keadaan puasa dan 70-80% pengosongan setelah stimulasi oleh cholecystokinin selama asupan makanan. Interaksi antara kontraksi kandung empedu dan relaksasi memiliki peran penting dalam mendorong garam empedu ke dalam sirkulasi enterohepatic. Patogenesis AAC
  17. 17. Patogenesis AAC • Faktor resiko lainnya • Faktor terkait seperti diabetes melitus, hipertensi arteri, aterosklerosis, vaskulitis, stroke, dan imunodefisiensi (seperti lupus eritematosus sistemik, sindrom aktivasi makrofag, dan sindrom imunodefisiensi didapat) dapat meningkatkan risiko AAC . • Kullmann et al. menunjukkan bahwa faktor saraf juga dapat menyebabkan AAC; setiap faktor yang mengurangi tonus vagal dapat menyebabkan terjadinya AAC atau dapat menjadi faktor penyebab timbulnya kolesistitis
  18. 18. Diagnosis Anamnesis Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan Penunjang 1. Nyeri perut kanan atas yang persisten atau intermiten, 2. Demam yang tidak dapat dijelaskan, yang umumnya disertai dengan tanda penyakit saluran cerna yang tidak spesifik, seperti mual, muntah, dan sakit kuning. 1. nyeri epigastrik kanan, 2. massa epigastrium kanan teraba, 3. tanda Murphy positif (+), 4. iritasi peritoneal (nyeri perut total, nyeri rebound, dan ketegangan otot) 1. Laboratorium 2. Ultrasound 3. Ct Scan Abdomen 4. MRCP 5. HIDA
  19. 19. Laboratorium 1. Leukosit, neutrofil, dan kadar protein Creaktif mungkin lebih tinggi dari normal 2. Peningkatan aminotransferase, dapat disertai dengan peningkatan ringan hingga sedang pada tingkat bilirubin 3. Sedikit peningkatan amilase darah (mencapai 1000 unit/dL atau lebih) 4. Ekstraksi cairan empedu; dan kultur darah positif.
  20. 20. Ultrasound • Merupakan pemeriksaan yang simpel dan metode efektif yang dapat dilakukan bedside ke pasien. • Pilihan pertama radiologi untuk diagnostik AAC. • Spesifisitas berkisar antara 30% dan 100%; • Sensitivitas juga berkisar antara 30% dan 100%.
  21. 21. Kriteria diagnostik pada USG : Tanda Murphy's ultrasonik positif (tekanan yang diberikan, menggunakan probe, pada area kandung empedu menyebabkan rasa sakit) Tidak ada batu di kantong empedu pembesaran kandung empedu (panjang diameter >8 cm dan diameter melintang >5 cm) penebalan dinding kandung empedu (dinding kandung empedu >3,5 mm, bermanifestasi sebagai “bilateral " atau tanda "dinding ganda") adanya efusi peritoneum dan ekstraksi cairan seperti empedu, Echo pada dinding kandung empedu Bile (bile sludge)
  22. 22. Ultrasonographic signs of AAC- A) Absence of gallstones and enlargement B-C) Wall thickening > 3 mm D) Doppler signa increase doppler E) Pericholecystic fluid/fat alteration
  23. 23. CT  Pilihan pemeriksaan untuk mengeliminasi Differential Diagnosis  Merupakan pilihan untuk konfirmasi diagnosis pada pasien dengan suspek AAC namun hasil usg negative.  Meningkatkan sensitifitas dan spesifitas diagnosis jika dilakukan bersamaan dengan usg abdomen  Kriteria diagnostic antara lain tidak ditemukan batu pada kandung empedu atau ductus cystikus,pericholecystic fat stranding dengan atau tanpa pericholecystic fluid, gambaran gangrene cholecystitis (gambaran dinding empedu tidak jelas disertai defek), perforasi kandung empedu.
  24. 24. CT
  25. 25. MRCP (Magnetic Resonance Colangiopancreatography) • MRCP menggunakan prinsip hidrografi resonansi magnetik, tanpa agen kontras. • Memungkinkan pencitraan sistem saluran pankreas empedu dan sederhana, non-invasif, dan aman. • Dapat memberikan dasar klinis yang penting untuk diagnosis AAC, karena anatomi bilier yang abnormal. • Shiryajev dkk. juga melaporkan kasus sindrom Mirizzi rumit dengan AAC dan didiagnosis menggunakan MRCP.
  26. 26. ERCP( Endoscope Retrograde Cholangiipancreotography) • dapat digunakan untuk mendiagnosis dan mengobati AAC • lebih invasif dan menantang dibandingkan dengan MRCP, dan lebih terkait dengan pankreatitis, • Untuk pasien dengan kelainan anatomi bilier yang menjalani operasi gastroduodenal, ERCP seringkali memiliki keterbatasan
  27. 27. HIDA (Hepatobiliary Dynamic Imaging) • Cholescintigraphy: Injection of Tc99 labeled hydroxyl iminodiacetic acid • HIDA→hepatocytes→secreted into bile →biliary tract • Pemeriksaan yang dapat memvisualisasi struktur morphologi dan fungsional dari hati dan kandung empedu. Pada kondisi normal,kandung empedu, CBD, dan small intestine tampak dalam 60 minute. • Memiliki spesifitas sekitar 38%-100%, dan sensitifitas sekitar 67%-100%.
  28. 28. HIDA Rim sign *Sphincter, ↙CBD Normal HIDA Positive HIDA
  29. 29. HIDA • False positives pada pasien puasa lama, menerima nutrisi parental, penggunaan morpin dan severe liver disease • False negative sangat rendah hanya sekitar 1%. • Merupakan pemeriksaan yang tidak dibutuhkan pada pasien dengan obstruksi pada ductus cysticus atau gallbladder neck.
  30. 30. Patologi Anatomi • ACC menyebabkan nekrosis jaringan kandung empedu, akibat gangguan sirkulasi darah. • Epitel mukosa dari dinding kandung empedu mengalami degenerasi dan nekrotik, membentuk ulkus erosif multipel, dengan banyak neutrofil dan sel inflamasi lainnya.
  31. 31. PILIHAN TERAPI AAC Menurut Pedoman Tokyo 2018, strategi pengobatan yang efektif, yang didasarkan pada tingkat keparahan, dipilih dengan menilai faktor risiko, seperti faktor prediktif, skor Indeks Komorbiditas Charlson, dan American Society of Anesthesiologists-status fisik skor.
  32. 32. PROGNOSIS AAC • Studi awal telah menunjukkan bahwa angka kematian pasca operasi di AAC berkisar antara 9% sampai 75%, secara signifikan lebih tinggi dari kolesistitis kalkulus • Tingkat kematian bervariasi tergantung pada penyakit yang mendasarinya dan lebih mungkin disebabkan oleh lesi sistem organ bersamaan daripada komplikasi hepatobilier. • Chung dkk. melakukan studi retrospektif pada 57 pasien dengan AAC.  Gejala sembuh dalam 4 hari pada 53 dari 57 (93%) pasien.  Angka kematian di rumah sakit adalah 21% (11/57),  kolesistektomi elektif dilakukan pada 31% (18/57).  Tatalaksana nonoperatif (28/57). 28 pasien ini ditindaklanjuti selama rata-rata 32 bulan, dan kolesistitis berulang terjadi pada 2 orang(7%).
  33. 33. Terapi AAC Diagnosis segera mungkin dan optimalisasi keadaan sistemik Tidak memungkinkan operasi Memungkinkan operasi Terapi konservatif berupa puasa, dekompresi gastrointestinal, antibiotic, maintenance elektrolit, koreksi asidosis/alkalosis, simptomatik treatmeant, dan tatalaksana awal
  34. 34. Tidak memungkinkan operasi Memungkinkan operasi
  35. 35. Perawatan Konservatif • Untuk pasien yang didiagnosis dini, dengan kondisi sistem yang lebih baik dan penyakit stadium ringan, perawatan konservatif merupakan terapi awal. • Karena infeksi saluran empedu terutama disebabkan oleh bakteri Gram-negatif, cephalosporin generasi ketiga dan aminoglikosida biasanya digunakan. • Jika perawatan konservatif tidak meringankan atau bahkan memperburuk kondisi pasien, perawatan bedah yang menentukan harus dilakukan untuk meminimalkan risiko gangren dan perforasi kandung empedu.
  36. 36. Kolesistektomi • Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa pengobatan yang lebih disukai untuk pasien AAC adalah kolesistektomi • Gangren kandung empedu dan tertanamnya hati membuat eksisi hati sulit dalam kasus ini, kolesistektomi parsial dapat dilakukan. • Warna, jumlah, dan sifat cairan yang dikeluarkan harus diamati dan dicatat.
  37. 37. Laparoscopic •Retraction and dissection of Triangle of Calot prior to Gallbladder removal from fossa •CD may be clipped, sutured, tied, stapled •Triangle of calot •Borders: CHD, cystic duct, liver edge •Contents: Cystic artery, node of Calot
  38. 38. Drainase • Untuk pasien dalam kondisi kritis yang tidak dapat mentolerir anestesi dan pembedahan, PC yang dipandu ultrasound adalah pilihan. • Kateter PC ditempatkan melalui hati ,juga dikenal sebagai percutaneous transhepatic gallbladder drainage [PTGD]) dan perut. • Menempatkan kateter PC melalui perut dapat dengan mudah menyebabkan kebocoran empedu, dan pembentukan saluran sinus fibrosa, dibandingkan dengan PTGD.
  39. 39. PC (Percutaneous cholecystostomy) 1. dapat dengan cepat menghilangkan tekanan di kantong empedu, dengan efek menguntungkan pada drainase dan penurunan peradangan, 2. dikaitkan dengan trauma yang lebih sedikit dan komplikasi anestesi yang lebih sedikit dibandingkan untuk pembedahan, 3. memiliki waktu operasi yang singkat, pemulihan yang cepat, dan insidensi komplikasi pasca operasi yang rendah, dan 4. dapat digunakan sebagai pengobatan tunggal
  40. 40. PC • bahwa setelah memasang selang PC selama 4 hari, 235 pasien (86,7%) mengalami perbaikan gejala dan hasil laboratorium, hanya 6 pasien (2%) yang memiliki komplikasi. Balmadrid et al. • menyimpulkan bahwa tabung PC harus diangkat, jika angiography kandung empedu (yang dilakukan setelah 1 minggu, ketika gejala dan hasil laboratorium membaik) menunjukkan saluran empedu yang halus dan jalan masuk yang mulus dari agen kontras ke dalam duodenum. Noh et al.
  41. 41. LAMS (Placement of a lumen- apposing fully covered metal stent) • Endoscopic transpapillary gallbladder drainage under ERCP (mencakup endoscopic nasogallbladder drainage and gallbladder stenting and endoscopic ultrasound guided gallbladder drainage) telah dilaporkan sebagai alternatif pilihan prosedur drainage pada pasien dengan AAC. • LAMS ditempatkan di antara duodenum atau antrum gaster dan kantong empedu selama endoskopik. Kedua sisi stent masing-masing dipasang pada saluran pencernaan dan kantong empedu, untuk membuat jalur yang aman untuk drainase internal. • Sangat cocok untuk pasien dengan kantong empedu yang membesar dan sulit diterapi dengan operasi langsung dan mudah terjadi perforasi duodenum atau gaster. • Bisa menjadi terapi paliatif untuk pasien yang tidak dapat mentolerir pembedahan atau mereka yang memiliki harapan hidup pendek. • Studi lain menemukan bahwa LAMS memiliki skor nyeri yang lebih rendah, rawat inap yang lebih pendek, dan intervensi berulang yang lebih sedikit, bila dibandingkan dengan PC.
  42. 42. DRAINAGE
  43. 43. KESIMPULAN • Patogenesis AAC kompleks, termasuk struktur anatomi sistem saluran empedu yang abnormal, kolestasis, cedera iskemia reperfusi kandung empedu, infeksi bakteri, dan faktor risiko lainnya. • AAC harus didiagnosis secara dini dan akurat sehingga penyakit primer dapat dikontrol secara aktif, dan pengobatan pendukung simtomatik dapat diberikan. • Strategi bedah yang paling efektif dilaporkan dalam Pedoman Tokyo 2018. • Teknik drainase, seperti PTGBD, drainase kandung empedu transpapillary endoskopi, drainase naso-kandung empedu endoskopi, stenting kandung empedu endoskopi, drainase kandung empedu yang dipandu USG endoskopi, dan kanulasi yang dipandu kawat dengan sphincterotome untuk kanulasi saluran empedu selektif, adalah strategi yang efektif untuk AAC yang parah.
  44. 44. KELEBIHAN JURNAL Artikel ini telah meringkas kemajuan terbaru dalam penelitian AAC secara komprehensif, dan laporan kami dapat membantu memperkuat pemahaman dokter tentang AAC, mencapai diagnosis dini, dan dengan cepat memilih pengobatan yang paling efektif, yang akan berperan dalam penelitian AAC di masa depan.
  45. 45. “ ” TERIMA KASIH 13-01-2023

Notas do Editor

  • Rim sign-increased uptake in liver surrounding GB (fossa), but no uptake in GB itself due to increased inflammation in this area

×