Dokumen tersebut membahas tentang prinsip-prinsip good corporate governance (GCG) dan penerapannya di Indonesia, meliputi 5 prinsip GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan kesetaraan serta kewajaran. Juga dibahas tahapan penerapan GCG di perusahaan yaitu tahap persiapan, implementasi, dan evaluasi. Dokumen tersebut menyimpulkan bahwa penerapan GCG di Indonesia masih perlu diting
BE & GG, Ruslan, Hapzi Ali, Konsep GCG dan penerapannya pada budaya Indonesia, Universitas Mercu Buana, 2017
1. BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE
Nama : RUSLAN
NIM : 55116120052
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA
Program Studi Magister Manajemen
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MERCUBUANA
JAKARTA
2017
2. Prinsip-Prinsip dan Pendekatan Good Corporate Governance Yang Sesuai
Dengan Budaya Indonesia
Dalam penerapannya untuk melaksanakan GCG dalam suatu perusahaan dibutuhkan
prinsip-prinsip sehingga GCG bisa terlaksanakan dengan baik. Menurut (Komite
Nasional Kebijakan Governance) KNKG (Zarkasyi, 2008) prinsip-prinsip GCG yaitu:
1. Transparansi (Transparancy)
Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus
mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang
diisyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting
untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku
kepentingan lainnya. Disini ada 2 indikator yang dipakai dalam menilai
transparansi perusahaan yaitu informasi dan kebijakan dalam perusahaan.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur
dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
Akuntabilitas merupakan persyaratan yang diperlukan untuk mencapai kinerja
yang berkesinambungan. Dalam menilai akuntabilitas sebuah perusahaan bisa
dilihat dari 2 indikator yaitu basis kerja dan audit.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan
tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara
kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan Good
Corporate Citizen CSR (Corporate Social Responsibility) dan kepatuhan
(compliance) terhadap peraturan perundang-undangan.
4. Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan prinsip GCG, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Ada 2 indikator untuk
menilai independensi perusahaan yaitu pengaruh internal dan pengaruh
eksternal.
3. 5. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness)
Dalam melaksanaakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham, pemangku kepentingan lainnya
dan semua orang yang terlibat didalamnya berdasarkan prinsip kesetaraan dan
kewajaran. Untuk menilai kesetaraan dan kewajaran yang terjadi dalam
perusahaan ada 2 indikator yang bisa dilihat yaitu shareholder dan stakeholder.
Untuk menerapkan prinsip tersebut diperlukan integritas dari pihak-pihak yang terlibat
serta adanya pengawasan yang berjalan dengan baik. Sehingga dengan menerapkan
prinsip-prinsip GCG yang ada diharapkan perusahaan bisa berjalan secara efektif dan
efisien, sehingga kinerjanya menjadi optimal.
PENERAPAN GCG DI INDONESIA
Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan GCG
menggunakan pentahapan berikut (Chinn, 2000; Shaw,2003).
Tahap Persiapan
Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama:
1) Awareness building
Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai
arti penting GCG dan komitmen bersama dalam penerapannya.
2) GCG assessment
GCG Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau lebih tepatnya memetakan
kondisi
perusahaan dalam penetapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik
awal level penerapan GCG dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat
guna mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi
penerapan GCG secara efektif.
3) GCG manual building.
GCG manual building, adalah langkah berikut setelah GCG assessment dilakukan.
Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi
prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi GCG dapat
disusun.
Tahap Implementasi
Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yakni:
1) Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai
aspek yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai pedoman
penerapan GCG. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang
4. dibentuk untuk itu, langsung berada di bawah pengawasan direktur utama atau salah
satu direktur yang ditunjuk sebagai GCG champion di perusahaan.
2) Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG yang ada,
berdasar roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down approach
yang melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi hendaknya
mencakup pula upaya manajemen perubahan (change management) guna mengawal
proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi GCG.
3) Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup
upaya-upaya untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses bisnis perusahaan
kerja, dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa
penerapan GCG bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang
bersifat superficial, tetapi benarbenar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.
Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu untuk
mengukur sejauh mana efektivitas penerapan GCG telah dilakukan dengan meminta pihak
independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik GCG yang ada. Evaluasi
dapat membantu perusahaan memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan
dalam implementasi GCG sehingga dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu
berdasarkan rekomendasi yang diberikan.
Arti penting good corporate governance (GCG) diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar
yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan GCG
perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai
regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa
dunia usaha. Prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:
1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang
menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent law
enforcement).
2. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman dasar
pelaksanaan usaha.
3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang terkena
dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol
sosial (social control) secara obyektif dan bertanggung jawab
Sementara itu, dalam upaya meningkatkan kualitas tata kelola pengurus perusahaan dan
meningkatkan akuntabilitas perusahaan kepada pemegang saham serta meningkatkan
efektifitas sistem corporate governance, maka dibentuklah konsep codes of governance.
Menurut Aguilera dan Cuervo-Cazurra 2004, dua tujuan utama dibentuknya kode
kepemerintahan (codes of governance) adalah :
1. meningkatkan kualitas tata kelola pengurus perusahaan
2. meningkatkan akuntabilitas perusahaan kepada pemegang saham.
5. Pada awal 2007, Komite Nasional Kebijakan Governance telah menyempurnakan Pedoman
Umum Good Coorporate Governance (GCG) dan merintis pembuatan Pedoman Good Public
Governance (Combined Code). Ini merupakan sebuah terobosan dan bukti kepedulian terhadap
penciptaan kondisi usaha yang lebih baik dan menjanjikan di Indonesia jika diterapkan dengan
konsisten. Pemerintah melalui perangkatnya juga terlihat melakukan banyak pembenahan
untuk memperbaiki citra pemerintah dan keseriusannya dalam meningkatkan praktik good
public governance, melalui pemberdayaan Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan
Korupsi, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian telah
cukup banyak temuan dan kasus yang diangkat ke permukaan dan diterapkan enforcement yang
tegas.
Indonesia di tengah dinamika perkembangan global maupun nasional, saat ini menghadapi
berbagai tantangan yang membutuhkan perhatian serius semua pihak. Good governance atau
tata pemerintahan yang baik, merupakan bagian dari paradigma baru, yang berkembang dan,
memberikan nuansa yang cukup mewarnai terutama pasca krisis multi dimensi, seiring dengan
tuntutan era reformasi. Perkembangan situasi nasional saat ini digambarkan dengan tiga
fenomena yang dihadapi, yaitu :
1. Permasalahan yang semakin kompleks (multidimensi )
2. Perubahan yang sedemikian cepat (regulasi kebijakan dan aksi-reaksi masyarakat)
3. Ketidakpastian yang relatif tinggi (bencana alam yang silih berganti, situasi ekonomi
yang tidak mudah di prediksi, dan perkembangan politik yang up and down).
Komunikasi politik ke bawah, secara efektif belum terjadi, sehingga hanya mengandalkan
informasi dari berbagai media massa dengan variatif dan terkadang bisa berbau provokatif.
Dalam situasi masyarakat seperti itu (kebingungan informasi), masyarakat tak tahu apa itu good
governance.
Sekalipun pemerintah berusaha gencar memasyarakatkannya, namun proses dan cara yang
salah dalam berkomunikasi justru akan di sambut dengan apatisme masyarakat. Dalam situasi
masyarakat yang sedang belajar berdemokrasi, komunikasi politik yang transparan, partisipasi,
dan akuntabilitas kebijakan publik menjadi sangat penting. Ini artinya, good governance
menemukan relevansinya.
Survei ACGA (Asian Corporate Governance Association) tentang praktik corporate
governance di Asia juga menyebutkan penerapan indikator CGG di Indonesia semuanya berada
di bawah rata-rata. Indikator ini meliputi prinsip dan praktik governance yang baik, penegakkan
peraturan, kondisi politik dan hukum, prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan kultur.
Dalam laporan itu disebutkan beberapa hal yang baik di Indonesia.
1. Pertama, walaupun kondisi pelaporan keuangan di Indonesia belum memadai, kualitas
pelaporan keuangan kuartalan ternyata cukup bagus.
2. Kedua, Indonesia ternyata juga memiliki kerangka hukum yang paling strict dalam
memberikan perlindungan untuk pemegang saham minoritas, khususnya dalam
pelaksanaan preemptive rights (hak memesan efek lerlebih dahulu).
3. Ketiga, gerakan antikorupsi yang dilakukan pemerintah telah menunjukkan hasil cukup
positif. Ditambah lagi, penyempurnaan Pedoman Unium CGG, dan Pedoman CGG
6. sektor perbankan yang dilakukan di Indonesia. Namun, masih menurut laporan tadi,
belum banyak yang percaya bahwa pemerintah cukup serius mendorong penerapannya.
Dari berbagai hasil penelitian lembaga independen menunjukkan bahwa pelaksanan Corporate
Governance di Indonesia masih sangat rendah, hal ini terutama disebabkan oleh kenyataan
bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia belum sepenuhnya memiliki Corporate Culture
sebagai inti dari Corporate Governance. Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa
korporat kita belum dikelola secara benar, atau dengan kata lain, korporat kita belum
menjalankan governansi.
Untuk itu, menurut pemahaman saya agar penerapan GCG sesuai dengan budaya kita yaitu :
Konsisten melakukan edukasi tentang tujuan dan pentingnya penerapan GCG di
berbagai sektor serta dengan tegas memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang belum
menerapkan GCG.
Integritas dari berbagai lembaga, baik pemerintah dan swasta dalam menerapkan
prinsip-prinsip GCG sehingga menghilangkan segala bentuk praktek Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme.
Komunikasi politik ke bawah harus lebih efektif, sehingga tidak terjadi
kesimpangsiuran informasi, yang dapat mengakibatkan menurunnya tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Gagasan Corporate Social Responsibility (CSR) atau peran serta perusahaan dalam
mewujudkan tanggung jawab sosialnya. Dalam gagasan CSR perusaahaan tidak lagi
dihadapkan pada tanggung jawab terhadap nilai perusahaan (corporate value) yang
direflesikan ke dalam kondisi keuangan perusahaan saja, namun tanggung jawab
perusahaan harus juga berpijak pada tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Masyarakat harus meninggalkan sikap apatis, dan harus aktif dan bertanggung jawab
dalam mengontrol berjalannya GCG (social control) secara obyektif.
7. DAFTAR PUSTAKA
Chinn, Richard, Corporate Governance Handbook, Gee Publishing Ltd. London,
2000.
Shaw, John. C, Corporate Governance and Risk: A System Approach, John Wiley &
Sons, Inc, New Jersey, 2003.
Zarkasyi, Wahyudin. (2008). Good Corporate Governance Pada Badan Usaha
Manufaktur, Perbankan, dan Jasa Keuangan Lainnya. Bandung : Alfabeta
http://studentjournal.petra.ac.id/index.php/manajemen-bisnis/article/view/225/167
https://www.scribd.com/doc/4606676/Good-Governance