Teks tersebut membahas tentang pembangunan ekonomi daerah di Indonesia. Secara garis besar membahas tentang distribusi PDB nasional menurut provinsi, cara menghitung konsumsi rumah tangga per kapita antar provinsi, dan indeks pembangunan manusia Indonesia.
Abortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotec
Makalah pembangunan ekonomi daerah
1. PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
Ditujukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Perekonomian di Indonesia”
Dosen Pengampu :
Bakhrul Huda, M.E.I
Disusun Oleh :
Muhammad Husein Alamul Huda Muhaimin (G04219047)
Rendi Trida Kusuma Mayora (G04219064)
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2020
2. KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, syukur tak terhingga penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. berkat
karunia sehat dan ilmu yang telah diberikanNya kepada penyusun, sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Perekonomian di Indonesia yang berjudul “Pembangunan Ekonomi Daerah”. Makalah
tersebut telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
khususnya pengajar mata kuliah Perekonomian di Indonesia atas bimbingan dan arahannya.
Untuk itu penyusun mengucapkan banyak terimakasih untuk semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menyusun tugas
makalah ini. Harapan saya semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembacanya, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk apapun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik lagi. Makalah ini jauh dari sempurna, oleh
karena itu saya harapkan untuk memberi saran dan kritik untuk makalah ini.
Surabaya, 20 Februari 2020
Penulis
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Distribusi PDB Nasional menurut Provinsi
B. Menghitung konsumsi rumah tangga per kapita antar provinsi
C. Menghitung indeks pembangunan manusia indonesia
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
4. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan
masyarakaat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola
kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu
lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan pertumbuhan ekonomi dalam
wilayah tersebut. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama
untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja masyarakat daerah. Dalam upaya
untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-
sama mngambil inisiatif pembangunan daerah dimana sumber daya yang ada harus
mampu menaksir potensi yang diperlukan untuk merancang dan membangun
perekonomian daerah.
Menurut alinea IV Pembukaan UUD 1945, Pembangunan sebagai salah satu cermin
pengamalan Pancasila terutama dijiwai sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada
tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Disebutkan bahwa arah dan kebijakan pembangunan daerah adalah untuk memacu
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
rakyat, menggalakkan prakarsa dan peranserta aktif masyarakat serta meningkatkan
pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu dalam mengisi otonomi daerah
yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab serta memperkuat persatuan dan
kesatuan bangsa. Karena itu penting dan sangat krusial untuk mewujudkan tercapainya
keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara kemajuan lahiriah dan kepuasan
batiniah sehingga keadilan dan pemerataan hasil-hasil pembangunan merata di seluruh
tanah air merata di seluruh tanah air.
Beragamnya kondisi wilayah dan potensi sumberdaya yang ada di daerah
menyebabkan pembangunan dengan pendekatan sektoral menjadi pilihan utama dalam
menentukan strategi dan kebijakan pembangunan daerah. Menurut Sirojuzilam (2008),
pendekatan perencanaan regional dititikberatkan pada aspek lokasi di mana kegiatan
dilakukan. Pemerintah daerah mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dengan
5. instansi-instansi di pusat dalam melihat aspek ruang di suatu daerah. Artinya bahwa
dengan adanya perbedaan pertumbuhan dan disparitas antar wilayah, maka pendekatan
perencanaan parsial adalah sangat penting untuk diperhatikan. Dalam perencanaan
pembangunan daerah perlu diupayakan pilihan-pilihan alternatif pendekatan perencanaan,
sehingga potensi sumber daya yang ada akan dapat dioptimalkan pemanfaatannya.
B. Rumusan Masalah
1. Distribusi PDB nasional menurut provinsi
2. Menghitung konsumsi rumah tangga per kapita antar provinsi
3. Menghitung indeks pembangunan manusia indonesia
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui distribusi PDB nasional menurut provinsi
2. Bagaimana cara menghitung konsumsi rumah tangga per kapita antar provinsi
3. Bagaimana cara menghitung indeks pembangunan manusia indonesia1
1 http://eprints.ums.ac.id/49362/3/BAB%20I.pdf
http://digilib.unila.ac.id/7472/14/BAB%20I.pdf
6. BAB II
PEMBAHASAN
A. Distribusi PDB Nasional menurut Provinsi
Pola pertumbuhan dan tingkat disparitas regional dalam pembangunan yang
ditemui di beberapa provinsi di Indonesia dengan demikian bukanlah semata-mata
hanya terjadi karena perbedaan perkembangan PDRB per kapita antarprovinsi, namun
terkait juga dengan banyak aspek terutama adanya perbedaan faktor produksi yang
dimiliki. Selain itu, ternyata provinsi-provinsi yang memiliki laju pertumbuhan
ekonomi regional tinggi belum tentu memiliki PDRB per kapita yang tinggi pula,
karena dalam menghitung PDRB per kapita selain ditentukan oleh tinggi rendahnya
PDRB suatu wilayah juga ditentukan oleh jumlah penduduk wilayah tersebut.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 34 provinsi di Indonesia atas dasar
harga berlaku pada 2018 tumbuh 9,02% menjadi Rp 14.985,86 triliun dibanding tahun
sebelumnya Rp 13.742,29 triliun. Sementara itu, PDRB atas dasar harga konstan 2010
tumbuh 5,31% menjadi Rp 10.526,76 triliun dari sebelumnya Rp 9.995,62 triliun.
Dalam asumsi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2020-2024, PDRB diproyeksikan tumbuh 5,4% pada 2020 dan 6,1% pada 2024.
Untuk PDRB Sumatera diproyeksikan tumbuh 4,86%-5,57%, Jawa dan Bali 5,84% -
6,26%, Kalimantan 4,12%-5,24%. Kemudian Sulawesi tumbuh 6,98%-7,34%, Nusa
Tenggara tumbuh 3,74%-4,74%. Maluku 6,65%-7,61% dan Papua 5,95%-7,48%.
Adapun provinsi dengan PDRB terbesar 2018 adalah DKI Jakarta senilai Rp
2.599.17 triliun. Kemudian diikuti Jawa Timur dengan PDRB Rp 2.189,78 triliun di
urutan kedua. Sedangkan empat provinsi di Indonesia bagian timur memiliki PDRB
terendah. Keempat provinsi tersebut adalah Sulawesi Barat (Rp 43,55 triliun), Maluku
(Rp 43,06 triliun), Maluku Utara (Rp 36,5 triliun), dan Gorontalo (Rp 37,74 triliun)2
.
2 https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/07/31/inilah-pdrb-34-provinsi-di-indonesia-pada-2018
8. a) Konsep PDRB
1. Produk domestik
Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang
beroperasi di wilayah domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya
berasal dari atau dimiliki oleh penduduk dareha tersebut, merupakan produk domestik
daerah yang bersangkutan. Pendapatan yang timbul oleh karena adanya kegiatan
produksi tersebut merupakan pendapatan domestik. Kenyataan menunjukkan bahwa
sebagian dari faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan produksi di suatu
daerah berasal dari daerah lain atau dari luar negeri, demikian juga sebaliknya faktor
produksi yang dimilki oleh penduduk daerah tersebut ikut serta dalam proses produksi
di daerah lain atau di luar negeri. Hal ini menyebabkan nilai produk domestik yang
timbul di suatu daerah tidak sama dengan pendapatan yang diterima penduduk daerah
tersebut. Dengan adanya arus pendapatan yang mengalir antar daerah ini (termasuk
juga dari da ke luar negeri) yang pada umumnya berupa upah/gaji, bunga, deviden
dan keuntungan maka timbul perbedaan antara produk domestik dan produk regional.
2. Produk regional
Produk regional merupakan produk domestik ditambah dengan pendapatan
dari faktor produksi yang diterima dari luar daerah/negeri dikurangi dengan
pendapatan dari faktor produksi yang dibayarkan ke luar daerah/negeri. Jadi produk
regional merupakan produk yang ditimbulkan oleh faktor produksi yang dimiliki oleh
residen.
3. Residen dan Non-Residen
Unit institusi yang mencakup penduduk/rumah tangga, perusahaan,
pemerintah lembaga non-profit, dikatakan sebagai residen bila mempunyai/melakukan
kegiatan ekonomi di suatu wilayah (Indonesia). Suatu rumah tangga, perusahaan,
lembaga non profit tersebut mempunyai/melakukan kegiatan ekonomi di suatu
wilayah jika memiliki tanah/bangunan atau melakukan kegiatan produksi di wilayah
tersebut dalam jangka waktu tertentu (minimal satu tahun).
9. 4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Pasar
Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar adalah jumlah nilai
tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di
suatu wilayah. Nilai tambah adalah nilai yang ditambahkan dari kombinasi faktor
produksi dan bahan baku dalam proses produksi. Penghitungan nilai tambah adalah
nilai produksi (output) dikurangi biaya antara. Nilai tambah bruto di sini mencakup
komponen-komponen pendapatan faktor (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan
keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Jadi dengan menjumlahkan
nlai tambah bruto dari masing-masing sektor dan menjumlahkan nilai tambah bruto
dari seluruh sektor tadi, akan diperoleh Produk Domestik Regional Bruto atas dasar
harga pasar.
5. Produk Domestik Regional Neto (PDRN)Atas Dasar Harga Pasar
Perbedaan antara konsep neto di sini dan konsep bruto di atas, ialah karena
pada konsep bruto di atas; penyusutan masih termasuk di dalamnya, sedangkan pada
konsep neto ini komponen penyusutan telah dikeluarkan. Jadi Produk Domestik
Regional Bruto atas dasar harga pasar dikurangi penyusutan akan diperoleh Produk
Domestik Regional Neto atas dasar harga pasar. Penyusutan yang dimaksud di sini
ialah nilai susutnya (ausnya) barang-barang modal yang terjadi selama barang-barang
modal tersebut ikut serta dalam proses produksi. Jika nilai susutnya barang-barang
modal dari seluruh sektor ekonomi dijumlahkan.
6. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) Atas Dasar Biaya Faktor
Perbedaan antara konsep biaya faktor di sini dan konsep harga pasar di atas,
ialah karena adanya pajak tidak langsung yang dipungut pemerintah dan subsidi yang
diberikan oleh pemerintah kepada unit-unit produksi. Pajak tidak langsung ini
meliputi pajak penjualan, bea ekspor dan impor, cukai dan lain-lain pajak, kecuali
pajak pendapatan dan pajak perseorangan. Pajak tidak langsung dari unit-unit
produksi dibebankan pada biaya produksi atau pada pembeli hingga langsung
berakibat menaikkan harga barang. Berlawanan dengan pajak tidak langsung yang
berakibat menaikkan harga tadi, ialah subsidi yang diberikan pemerintah kepada unit-
unit produksi, yang bisa mengakibatkan penurunan harga. Jadi pajak tidak langsung
dan subsidi mempunyai pengaruh terhadap harga barang-barang, hanya yang satu
berpengaruh menaikkan sedang yang lain menurunkan harga, hingga kalau pajak
10. tidak langsung dikurangi subsidi akan diperoleh pajak tidak langsung neto. Kalau
Produk Domestik Regional Neto atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak
langsung neto, maka hasilnya adalah Produk Domestik Regional Neto atas dasar biaya
faktor.3
b) Konsep dan Definisi PDB Pengeluaran
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT) merupakan pengeluaran atas
barang dan jasa oleh rumah tangga untuk tujuan konsumsi. Dalam hal ini rumah
tangga berfungsi sebagai pengguna akhir (final demand) dari berbagai jenis barang
dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Rumah tangga didefinisikan sebagai
individu atau kelompok individu yang tinggal bersama dalam suatu bangunan tempat
tinggal. Mereka mengumpulkan pendapatan, memiliki harta dan kewajiban, serta
mengkonsumsi barang dan jasa secara bersama-sama utamanya kelompok makanan
dan perumahan (UN, 1993).
2. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah adalah nilai seluruh jenis output
pemerintah dikurangi nilai output untuk pembentukan modal sendiri dikurangi nilai
penjualan barang/jasa (baik yang harganya signifikan dan tidak signifikan secara
ekonomi) ditambah nilai barang/jasa yang dibeli dari produsen pasar untuk diberikan
pada RT secara gratis atau dengan harga yang tidak signifikan secara ekonomi (social
transfer in kind-purchased market production.
3. Pembentukan Modal Tetap Bruto
Secara garis besar PMTB didefinisikan sebagai pengeluaran unit produksi
untuk menambah aset tetap dikurangi dengan pengurangan aset tetap bekas.
Penambahan barang modal meliputi pengadaan, pembuatan, pembelian barang modal
baru dari dalam negeri dan barang modal baru maupun bekas dari luar negeri
(termasuk perbaikan besar, transfer atau barter barang modal).
3 https://jatim.bps.go.id/subject/52/produk-domestik-regional-bruto.html#subjekViewTab2
https://kaltim.bps.go.id/subject/11/produk-domestik-regional-bruto--pengeluaran-.html#subjekViewTab1
11. Disebut sebagai pembentukan modal tetap bruto karena menggambarkan penambahan
serta pengurangan barang modal pada periode tertentu. Barang modal mempunyai
usia pakai lebih dari satu tahun serta akan mengalami penyusutan. Istilah ”bruto”
mengindikasikan bahwa didalamnya masih mengandung unsur penyusutan.
Penyusutan atau konsumsi barang modal (Consumption of Fixed Capital)
menggambarkan penurunan nilai barang modal yang digunakan pada proses produksi
secara normal selama satu periode.
B. Menghitung konsumsi rumah tangga per kapita antar provinsi
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia masih ditopang oleh
komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga yang mencakup lebih dari separuh
produk domestik bruto (PDB) Indonesia yaitu sebesar 55,79%. Kepala BPS Suhariyanto
mengatakan angka kontribusi terhadap PDB tersebut lebih tinggi dibandingkan Kuartal II
2018 yang sebesar 55,23%.
Pengeluaran per kapita adalah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua
anggota rumah tangga selama sebulan dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga.
Data pengeluaran (dalam rupiah) yang dibedakan menurut kelompok makanan dan bukan
makanan dapat digunakan untuk melihat pola pengeluaran penduduk. Pada kondisi
pendapatan terbatas, pemenuhan kebutuhan makanan akan menjadi prioritas utama,
sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian
besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan. Seiring dengan peningkatan
pendapatan maka lambat laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan
porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dan peningkatan porsi pendapatan
yang dibelanjakan untuk bukan makanan.
Pola pengeluaran dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk menilai
tingkat kesejahteraan (ekonomi) penduduk, dimana semakin rendah persentase
pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran maka semakin baik tingkat
perekonomian penduduk. Seperti hukum yang dikemukakan oleh Ernst Engel (1857)
bahwa bila selera tidak berbeda maka persentase pengeluaran untuk makanan menurun
seiring dengan meningkatnya pendapatan, hukum ini ditemukan Engel dari perangkat
data survei pendapatan dan pengeluaran.
12. Rumusan:
Kegunaan:
Data pengeluaran dapat mengungkap tentang pola konsumsi rumah tangga secara umum
menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk makanan dan non makanan. Komposisi
pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan ukuran un tuk menilai tingkat kesejahteraan
ekonomi penduduk, makin rendah persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total
pengeluaran makin membaik tingkat kesejahteraan.
C. Menghitung indeks pembangunan manusia Indonesia
Apa Itu Indeks Pembangunan Manusia?
IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam
memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
IPM diperkenalkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada
tahun 1990 dan dipublikasikan secara berkala dalam laporan tahunan Human
Development Report (HDR).
Apa Saja Manfaat IPM?
IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya
membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk).
IPM dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu wilayah/negara.
Bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis karena selain sebagai ukuran kinerja
Pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu alokator penentuan Dana Alokasi
Umum (DAU).
13. Mengapa Metodologi IPM Diubah?
Alasan yang dijadikan dasar perubahan metodologi penghitungan IPM.
PERTAMA
Beberapa indikator sudah tidak tepat untuk digunakan dalam penghitungan IPM.
Angka melek huruf sudah tidak relevan dalam mengukur pendidikan secara utuh
karena tidak dapat menggambarkan kualitas pendidikan. Selain itu, karena angka
melek huruf di sebagian besar daerah sudah tinggi, sehingga tidak dapat membedakan
tingkat pendidikan antardaerah dengan baik.
PDB per kapita tidak dapat menggambarkan pendapatan masyarakat pada suatu
wilayah.
KEDUA, penggunaan rumus rata-rata aritmatik dalam penghitungan IPM menggambarkan
bahwa capaian yang rendah di suatu dimensi dapat ditutupi oleh capaian tinggi dari dimensi
lain.
Apa Saja yang Berubah?
Indikator
Angka Melek Huruf pada metode lama diganti dengan Angka Harapan Lama Sekolah.
Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita diganti dengan Produk Nasional Bruto
(PNB) per kapita.
Apa Keunggulan IPM Metode Baru?
Menggunakan indikator yang lebih tepat dan dapat membedakan dengan baik (diskriminatif).
Dengan memasukkan rata-rata lama sekolah dan angka harapan lama sekolah, dapat
diperoleh gambaran yang lebih relevan dalam pendidikan dan perubahan yang terjadi.
PNB menggantikan PDB karena lebih menggambarkan pendapatan masyarakat pada
suatu wilayah.
Dengan menggunakan rata-rata geometrik dalam menyusun IPM dapat diartikan bahwa
capaian satu dimensi tidak dapat ditutupi oleh capaian di dimensi lain. Artinya, untuk
14. mewujudkan pembangunan manusia yang baik, ketiga dimensi harus memperoleh perhatian
yang sama besar karena sama pentingnya.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), menurut United Nations Development
Programme (UNDP), adalah indeks yang mengukur capaian pembangunan manusia berbasis
pada komponen dasar kualitas hidup manusia. Komponen dasar kualitas hidup manusia
dilihat melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Tiga dimensi dasar tersebut adalah
1. Kesehatan
berupa umur panjang dan hidup sehat (a long life and healthy life). Indikator yang
diukur adalah (a) Angka Harapan Hidup (AHH).
2. Pendidikan berupa pengetahuan (knowledge). Indikator yang diukur adalah (b) Rata-
rata Lama Sekolah (RLS) dan (c) Harapan Lama Sekolah (HLS).
3. Pengeluaran
berupa standar hidup layak (decent standard aliving). Indikator yang diukur adalah
(d) Pengeluaran per Kapita Disesuaikan.
i. Angka Harapan Hidup (AHH)
Angka harapan hidup (life expectancy) adalah rata-rata estimasi lamanya tahun
yang dapat dilalui oleh seseorang selama hidup. Angka harapan hidup dihitung
melalui pendekatan tidak langsung (indirect estimation), yaitu dengan
menggunakan pendekatan data Angka Lahir Hidup (ALH) dan Angka Masih
Hidup (AMH).
ii. Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
Rata-rata lama sekolah (mean years of schooling) adalah jumlah tahun yang
digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Penghitungan
dilakukan pada penduduk yang berusia 25 tahun ke atas dimana diasumsikan
seseorang yang telah berumur 25 tahun, maka proses pendidikannya telah
berakhir.
15. Pada kondisi normal rata-rata lama sekolah di suatu wilayah diasumsikan tidak
akan turun. Batas nilainya adalah minimum 0 dan maksimum 15 tahun. Langkah-
langkah penghitungannya adalah sebagai berikut:
Dari data mikro yang digunakan, seleksi penduduk yang berusia 25 tahun ke
atas.
Hitung lamanya sekolah setiap penduduk berumur 25 tahun ke atas tersebut.
Hitung rata-rata lama sekolah menggunakan rumus rata-rata :
RLS=n1i=1∑nxi dimana RLS adalah rata-rata lama sekolah di suatu wilayah,
xix_ixi adalah lama sekolah penduduk ke-iii di suatu wilayah dan nnn jumlah
penduduk (i=1,2,3,...,n)(i = 1, 2, 3, ..., n)(i=1,2,3,...,n).
iii. Harapan Lama Sekolah (HLS)
Harapan lama sekolah (expected years of schooling) adalah lamanya
sekolah yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa
mendatang. Penghitungan dilakukan pada penduduk yang berusia 7 tahun ke
atas karena adanya kebijakan program wajib belajar untuk usia tersebut. Batas
nilai harapan lama sekolah adalah minimum 0 dan maksimum 18 tahun.
Harapan lama sekolah dihitung menggunakan data Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas). Namun untuk penduduk yang tidak tercakup
dalam susenas yaitu siswa yang bersekolah di pesantren maka dilakukan
koreksi terhadap HLS.
dimana adalah harapan lama sekolah pada umur a di tahun t, FK
adalah faktor koreksi pesantren, jumlah penduduk usia i yang bersekolah
pada tahun t, adalah penduduk usia i pada thun t dan i adalah usia
(a,a+1,...,n).
Faktor koreksi pesantren dihitung dari
16. iv. Pengeluaran Perkapita
Pengeluaran perkapita dihitung menggunakan rata-rata pengeluaran
perkapita konstan/rill yang disesuaikan dengan paritas daya beli
(purchasing power parity) berbasis forumula Rao.
Menghitung Indeks Komponen
Setiap komponen IPM distandardisasi dengan nilai minimum dan maksimum sebelum
digunakan untuk menghitung IPM. Rumus yang digunakan sebagai berikut.
Dimensi Kesehatan
Dimensi Pendidikan
Dimensi Pengeluaran
Menghitung IPM
IPM dihitung sebagai rata-rata geometrik dari indeks kesehatan, pendidikan, dan
pengeluaran.
17. 4Grafik Pertumbuhan IPM Indonesia dari Tahun ke Tahun
4 4 https://www.bps.go.id/subject/26/indeks-pembangunan-manusia.html#subjekViewTab2
https://www.rumusstatistik.com/2019/11/cara-menghitung-indeks-pembangunan-manusia.html
https://media.neliti.com/media/publications/48424-ID-ringkasan-eksekutif-pengeluaran-dan-konsumsi-
penduduk-indonesia-berdasarkan-hasi.pdf
https://data.metrokota.go.id/2017/05/16/pengeluaran-per-kapita/
https://mediaindonesia.com/read/detail/251322-konsumsi-rumah-tangga-masih-jadi-penopang-ekonomi-kuartal-
ii-2019
18. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah dan masyarakaat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor
swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang
perkembangan pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut. Pola
pertumbuhan dan tingkat disparitas regional dalam pembangunan yang
ditemui di beberapa provinsi di Indonesia dengan demikian bukanlah semata-
mata hanya terjadi karena perbedaan perkembangan PDRB per kapita
antarprovinsi, namun terkait juga dengan banyak aspek terutama adanya
perbedaan faktor produksi yang dimiliki. Paradigma pembangunan ekonomi
yang terlalu berat menekankan pada pertumbuhan ekonomi daripada
pemerataan pada masa-masa awal pembangunan ekonomi di Indonesia.