Makalah ini membahas dasar-dasar ilmu politik. Ia menjelaskan definisi politik dan ilmu politik, perkembangan awal ilmu politik di Yunani Kuno dan negara-negara lain, serta unsur-unsur penting ilmu politik seperti partisipasi politik masyarakat dan manfaatnya bagi demokrasi.
1. DASAR-DASAR ILMU POLITIK
BAB I PENDAHULUAN
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penyusunan makalah dengan judul Dasar-dasar Ilmu Politik dapat berjalan tanpa
halangan yang berarti, dari awal sampai selesai.
Penulisan makalah ini berdasarkan literatur yang ada. Penyusun menyadari akan kemampuan
yang sangat terbatas sehingga dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangannya. Namun
makalah yang disajikan sedikit banyak bermanfaat bagi penyusun khususnya dan mahasiswa lain
pada umumnya.
Dalam kesempatan ini disampaikan terima kasih atas bimbingan, bantuan serta saran dari
berbagai pihak.
Ilmu politik merupakan salah satu ilmu tertua dari berbagai ilmu yang ada. Meskipun beberapa
cabang ilmu pengetahuan yang ada telah mencoba melacak asal-usul keberadaannya hingga
zaman yunani kuno, akan tetapi hasil yang dicapai tidak segemilang apa yang telah sicapai oleh
ilmu politik. Ketika kita menggunakan istilah ideology baik dalam bahasa social, politik maupun
wacana kehidupan sehari-hari, berarti kita menggambarkan sebuah konsep yang memiliki sejarah
panjang dan kompleks. Dalam makalah kami akan memaparkan tentang dasar-dasar ilmu politik.
A. Latar belakang
Partisipasi politik masyarakat merupakan salah satu bentuk aktualisasi dari proses demokratisasi.
Keinginan ini menjadi sangat penting bagi masyarakat dalam proses pembangunan politik bagi
negara-negara berkembang, karena di dalamnya ada hak dan kewajiban masyarakat yang dapat
dilakukan salah satunya adalah berlangsung dimana proses pemilihan kepala negara sampai
dengan pemilihan walikota dan bupati dilakukan secara langsung. Sistem ini membuka ruang
dan membawa masyarkat untuk terlibat langsung dalam proses tersebut.
Di Indonesia pemilihan kepala daerah langsung merupakan sejarah terhadap proses
demokratisasi yang berlangsung setelah adanya reformasi. Pemilihan kepala daerah secara
langsung merupakan titik awal yang bagus bagi terciptanya proses demokratisasi di negara kita,
karena sistem ini sangat menghargai partisipasi politik masyarakat. Dalam sistem poitik kita hari
ini yang sedang berlansung dimana proses pemilihan kepala negara (presiden) sampai dengan
pemilihan walikota dan bupati di lakukan secara langsung, sistem ini membuka ruang dan
membawa masyarakat untuk terlibat langsung dalam proses tersebut.
B. Tujuan
Untuk menciptakan modernisasi politik maka dibutuhkan partisipasi politik masyarakat. Apalagi
Indonesia saat ini sedang melakukan pembangunan politiknya sesuai dengan nilai-nilai
demokrasi baik sistemnya maupun manusianya. Partisipasi politik masyarakat sangat
2. berpengaruh atas hasil-hasil yang akan di capai dalam proses pemilihan. Partisipasi menurut
Samuel P. Hutington dan Jean Nelson adalah
―…kegiatan yang dilakukan oleh para warga negara, individu-individu dengan tujuan
mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah…‖
Partisipasi masyarakat dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah terlihat jelas peran serta dan partisipasi masyarakat dalam proses politik. Untuk itu
partisipasi dan pembangunan politik dari masyarakat merupakan prasyarat terhadap proses
demokratisasi. Dukungan yang efektif bagi suatu pergeseran yang besar dalam kebijaksanaan-
kebijaksanaan ekonomi atau sosial biasanya berasal dari partisipasi kolektif yang terorganisasi
yang dapat tampil dalam berbagai bentuk.
Pertama, ia mencakup kegiatan-kegiatan akan tetapi bukan sikap-sikap atau perilaku politik yang
biasanya dipengaruhi oleh orientasi nilai individu dan sebagainya.
Kedua, kegiatan politik warga negara perorangan-perorangan dalam peranan mereka sebagai
warga negara preman. Partisipasi politik mencakup kegiatan pejabat-pejabat pemerintah, pejabat-
pejabat partai, calon-calon politik, dan looblyst profesional yang bertindak di dalam peranan-
pernan itu.
Ketiga, kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah.
Kegiatan yang demikian difokuskan terhadap pejabat-pejabat umum, mereka yang pada
umumnya diakui mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan yang final mengenai
pengalokasian nilai-nilai secara otoritatif di dalm pengelolaan sebuan perusahaan swasta agar
menaikan tingkat upah maksimum merupakan partisipasi politik.
Di Indonesia masyarakat hari ini mempunyai peran dan fungsi yang besar dalam melakukan
proses demokratisasi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lucian Pye bahwa
―salah satu unsur pembangunan politik dalam negara berkembang harus adanya partisipasi dan
ketertiban masyarakat dalam politik, baik dalam proses pengambilan kebijakan maupun dalam
proses politik yang lain‖.
Partisipasi politik itu sendiri akan mendukung proses demokratisasi sesuai dengan nilai-nilai
demokrasi yaitu adanya keterbukaan, adanya kebebasan dan adanya aturan main.
Dalam hal ini masyarakat seolah diberikan kebebasan dalam proses partisipasi politik, maka
untuk mewujudkan negara yang demokratis aakn semakin mudah karena masyarakat akan
semakin paham dan mengerti atas hak dan kewajiban politiknya yang kemudian muncuk
kemandirian dan pembangunan politik yang sehat di negara berkembang, karena sesungguhnya
negara berkembang harus bisa memberikan pelajaran kepada masyarakat tentang partisipasi
politik dalam keranga pembangunan politik untuk menciptakan domokratisasi sesuai dengan
cita-cita masyarakat.
3. Pengaruh yang dirasakan langsung oleh masyarakat adalah bahwa dengan partisipasi politik
masyarakat juga akan mendorong kesadaran berpolitik masyarakat, yang lebih penting bagi
kehidupan politiknya adalah masyarakat akan menjadi lebih cerdas dan terlatid dengan polihan-
pilihan politiknya sesuai dengan kepentingannya.
Proses-proses demokrasi dalam konteks ini seperti partisipasi lokal sangat penting untuk
mewujudkan pemerintahan daerah yang dinamis, damai sejahtera dan mampu menyerap
kepentingan masyarakat bawah.
C. Manfaat
Makalah ini di buat bertujuan untuk memperkenalkan Ilmu Politik secara menyeluruh dan
memberikan pemahaman dasar-dasar ilmu politik serta berbagai masalah yang erat kaitannya
dengan ilmu tersebut.
Memberikan kemampuan untuk mengenali dan memahami keadaan sosial dan politik Indonesia
yang ruang lingkupnya dimulai dengan munculnya zaman modern. Masuknya paham liberal ke
Indonesia mengubah struktur sosial ekonomi dan politik bangsa Indonesia.
Untuk memberikan kerangka berpikir teoritis dalam memahami poiltik internasional sebagai
salah satu bagian terpenting dalam studi hubungan internasional, tradisi-tradisi filosofis yang
mendasari teori-teori besar politik internasional saat ini, aspek power dan ekonomi politik dalam
hubungan internasional, termasuk di dalamnya adalah pembahasan mengenai berbagai macam
pandangan teoritis terhadap peranan ekonomi politik dalam hubungan internasional, perusahaan-
perusahaan multinasional (MNCs), masalah-masalah politik lingkungan hidup global dalam
hubungan internasional.
Untuk memahami ide-ide politik atau pemikiran politik secara umum yang ada pada jaman
klasik, jaman baru, sampai pada pemikiran politik dewasa ini. Setiap pemikir politik dan ide
pemikirannya dikupas dan dihubungkan dengan pemikiran politik dewasa ini.
BAB II TOTAL SINOPSIS
Sebelum mendefinisikan apa itu ilmu politik, maka perlu diketahui lebih dulu apa itu politik.
Secara etimologis, politik berasal dari bahasa Yunani ‖polis‖ yang berarti kota yang berstatus
negara. Secara umum istilah politik dapat diartikan berbagai macam kegiatan dalam suatu negara
yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-
tujuan itu.
Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau politics atau kepolitikan. Politik adalah
usaha menggapai kehidupan yang baik. Di Indonesia kita teringat pepatah gemah ripah loh
jinawi. Orang Yunani Kuno terutama Plato dan Aristoteles menamakannya sebagai en dam onia
atau the good life.
Apabila ilmu politik dipandang semata-mata sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu sosial
yang memiliki dasar, rangka, fokus, dan ruang lingkup yang jelas, maka dapat dikatakan bahwa
4. ilmu politik masih muda usianya karena baru lahir pada akhir abad ke-19. Pada tahap itu ilmu
politik berkembang secara pesat berdampingan dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya,
seperti sosiologi, antropologi, ekonomi, dan psikologi, dan dalam perkembangan ini mereka
saling mempengaruhi.
Akan tetapi, apabila ilmu politik ditinjau dalam rangka yang lebih luas, yaitu sebagai
pembahasan secara rasional dari berbagai aspek negara dan kehidupan politik, maka ilmu politik
dapat dikatakan jauh lebih tua umurnya. Bahkan ia sering dinamakan ilmu sosial yang tertua di
dunia. Pada taraf perkembangan itu ilmu politik banyak bersandar pada sejarah dan filsafat.
Di Indonesia kita mendapati beberapa karya tulis yang membahas masalah sejarah dan
kenegaraan, seperti misalnya Negarakertagama yang ditulis pada masa Majapahit sekitar abad
ke-13 dan ke-15 Masehi dan Babad Tanah Jawi. Sayangnya di negara-negara Asia tersebut
kesusastraan yang mencakup politik mulai akhir abad ke-19 telah mengalami kemunduran
karena terdesak oleh pemikiran Barat yang dibawa oleh negara-negara seperti Inggris, Jerman,
Amerika Serikat, dan Belanda dalam rangka imperialisme.
Di negara-negara benua Eropa seperti Jerman, Austria, dan Prancis bahasan mengenai politik
dalam abad ke-18 dan ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum dan karena itu fokus
perhatiannya adalah negara semata-mata. Bahasan mengenai negara termasuk kurikulum
Fakultas Hukum sebagai mata kuliah Ilmu Negara (Staatslehre). Di Inggris permasalahan politik
dianggap termasuk filsafat, terutama moral philosophy, dan bahasannya dianggap tidak dapat
terlepas dari sejarah. Akan tetapi dengan didirikannya Ecole Libredes Sciances Politiques di
Paris (1870) dan London School of Economics and Political Science (1985) , ilmu politik untuk
pertama kali di negara-negara tersebut dianggap sebagai disiplin tersendiri yang patut mendapat
tempat dalam kurikulum perguruan tinggi. Namun demikian, pengaruh dari ilmu hukum, filsafat
dan sejarah sampai perang dunia II masih tetap terasa.
Menurut Miriam Budiardjo dalam buku ‖Dasar-dasar Ilmu Politik‖, ilmu politik adalah ilmu
yang mempelajari tentang perpolitikan. Politik diartikan sebagai usaha-usaha untuk mencapai
kehidupan yang baik. Orang Yunani seperti Plato dan Aristoteles menyebutnya sebagai en dam
onia atau the good life (kehidupan yang baik).
Menurut Goodin dalam buku “A New Handbook of Political Science”, politik dapat diartikan
sebagai penggunaan kekuasaan social secara paksa. Jadi, ilmu politik dapat diartikan sebagai
sifat dan sumber paksaan itu serta cara menggunakan kekuasaan social dengan paksaan tersebut.
Beberapa definisi berbeda juga diberikan oleh para ahli , misalnya:
Menurut Bluntschli, Garner dan Frank Goodnow menyatakan bahwa ilmu politik adalah
ilmu yang mempelajari lingkungan kenegaraan.
Menurut Seely dan Stephen Leacock, ilmu politik merupakan ilmu yang serasi dalam
menangani pemerintahan.
Dilain pihak pemikir Prancis seperti Paul Janet menyikapi ilmu politik sebagai ilmu yang
mengatur perkembangan Negara begitu juga prinsip- prinsip pemerintahan, Pendapat ini
didukung juga oleh R.N. Gilchrist.
5. Ilmu politik secara teoritis terbagi kepada dua yaitu :
Valuational artinya ilmu politik berdasarkan moral dan norma politik. Teori valuational
ini terdiri dari filsafat politik, ideologi dan politik sistematis.
Non valuational artinya ilmu politik hanya sekedar mendeskripsikan dan
mengkomparasikan satu peristiwa dengan peristiwa lain tanpa mengaitkannya dengan
moral atau norma.
Perkembangan Ilmu Politik
Ilmu politik adalah salah satu ilmu tertua dari berbagai cabang ilmu yang ada. Sejak orang mulai
hidup bersama, masalah tentang pengaturan dan pengawasan dimulai. Sejak itu para pemikir
politik mulai membahas masalah-masalah yang menyangkut batasan penerapan kekuasaan,
hubungan antara yang memerintah serta yang diperintah, serta sistem apa yang paling baik
menjamin adanya pemenuhan kebutuhan tentang pengaturan dan pengawasan.
Ilmu politik diawali dengan baik pada masa Yunani Kuno, membuat peningkatan pada masa
Romawi, tidak terlalu berkembang di Zaman Pertengahan, sedikit berkembang pada Zaman
Renaissance dan Penerangan, membuat beberapa perkembangan substansial pada abad 19, dan
kemudian berkembang sangat pesat pada abad 20 karena ilmu politik mendapatkan karakteristik
tersendiri.
Ilmu politik sebagai pemikiran mengenai Negara sudah dimulai pada tahun 450 S.M. seperti
dalam karya Herodotus, Plato, Aristoteles, dan lainnya. Di beberapa pusat kebudayaan Asia
seperti India dan Cina, telah terkumpul beberapa karya tulis bermutu. Tulisan-tulisan dari India
terkumpul dalam kesusasteraan Dharmasatra dan Arthasastra, berasal kira-kira dari tahun 500
S.M. Di antara filsuf Cina terkenal, ada Konfusius, Mencius, dan Shan Yang(±350 S.M.).
Di Indonesia sendiri ada beberapa karya tulis tentang kenegaraan, misalnya Negarakertagama
sekitar abad 13 dan Babad Tanah Jawi. Kesusasteraan di Negara-negara Asia mulai mengalami
kemunduran karena terdesak oleh pemikiran Barat yang dibawa oleh Negara-negara penjajah
dari Barat.
Di Negara-negara benua Eropa sendiri bahasan mengenai politik pada abad ke-18 dan ke-19
banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena itu ilmu politik hanya berfokus pada negara. Selain
ilmu hukum, pengaruh ilmu sejarah dan filsafat pada ilmu politik masih terasa sampai perang
Dunia II.
Di Amerika Serikat terjadi perkembangan berbeda, karena ada keinginan untuk membebaskan
diri dari tekanan yuridis, dan lebih mendasarkan diri pada pengumpulan data empiris.
Perkembangan selanjutnya bersamaan dengan perkembangan sosiologi dan psikologi, sehingga
dua cabang ilmu tersebut sangat mempengaruhi ilmu politik. Perkembangan selanjutnya berjalan
dengan cepat, dapat dilihat dengan didirikannya American Political Science Association pada
1904.
6. Perkembangan ilmu politik setelah Perang Dunia II berkembang lebih pesat, misalnya di
Amsterdam, Belanda didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, walaupun penelitian
tentang negara di Belanda masih didominasi oleh Fakultas Hukum. Di Indonesia sendiri
didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, seperti di Universitas Riau. Perkembangan awal
ilmu politik di Indonesia sangat dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena pendidikan tinggi ilmu
hukum sangat maju pada saat itu.Sekarang, konsep-konsep ilmu politik yang baru sudah mulai
diterima oleh masyarakat.
Di negara-negara Eropa Timur, pendekatan tradisional dari segi sejarah, filsafat, dan hukum
masih berlaku hingga saat ini. Sesudah keruntuhan komunisme, ilmu politik berkembang pesat,
bisa dilihat dengan ditambahnya pendekatan-pendekatan yang tengah berkembang di negara-
negara barat pada pendekatan tradisional.
Perkembangan ilmu politik juga disebabkan oleh dorongan kuat beberapa badan internasional,
seperti UNESCO. Karena adanya perbedaan dalam metodologi dan terminologi dalam ilmu
politik, maka UNESCO pada tahun1948 melakukan survei mengenai ilmu politik di kira-kira 30
negara. Kemudian, proyek ini dibahas beberapa ahli di Prancis, dan menghasilkan buku
Contemporary Political Science pada tahun 1948. Selanjutnya UNESCO bersama International
Political Science Association (IPSA) yang mencakup kira-kira ssepuluh negara, diantaranya
negara Barat, di samping India, Meksiko, dan Polandia. Pada tahun 1952 hasil penelitian ini
dibahas di suatu konferensi di Cambridge, Inggris dan hasilnya disusun oleh W. A. Robson dari
London School of Economics and Political Science dalam buku The University Teaching of
Political Science. Buku ini diterbitkan oleh UNESCO untuk pengajaran beberapa ilmu
sosial(termasuk ekonomi, antropologi budaya, dan kriminologi) di perguruan tinggi. Kedua
karya ini ditujukan untuk membina perkembangan ilmu politik dan mempertemukan pandangan
yang berbeda-beda.
Pada masa-masa berikutnya ilmu-ilmu sosial banyak memanfaatkan penemuan-penemuan dari
antropologi, sosiologi, psikologi, dan ekonomi, dan dengan demikian ilmu politik dapat
meningkatkan mutunya dengan banyak mengambil model dari cabang ilmu sosial lainnya.
Berkat hal ini, wajah ilmu politik telah banyak berubah dan ilmu politik menjadi ilmu yang
penting dipelajari untuk mengerti tentang politik.
Ilmu politik memiliki beberapa konsep. Konsep-konsep ini merupakan hal-hal yang ingin dicapai
dalam politik. Pada paper ini akan dibahas tentang konsep-konsep tersebut, sumber kekuasaan,
serta perbedaan antara kekuasaan dan kewenangan, dengan beberapa sumber seperti buku dan
internet. Berikut pembahasannya secara ringkas.
1. Power (Kekuasaan)
Power sering diartikan sebagai kekuasaan. Sering juga diartikan sebagai kemampuan yang
dimiliki oleh suatu pihak yang digunakan untuk memengaruhi pihak lain, untuk mencapai apa
yang diinginkan oleh pemegang kekuasaan. Max Weber dalam bukunya Wirtschaft und
Gesselshaft menyatakan, kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial,
melaksanakan kemauan sendiri meskipun mengalami perlawanan. Pernyataan ini menjadi
rujukan banyak ahli, seperti yang dinyatakan Harold D. Laswell dan A. Kaplan,‖ Kekuasaan
7. adalah suatu hubungan dimana seseorang atau kelompok dapat menentukan tindakan seseorang
atau kelompok lain kearah tujuan pihak pertama.‖
Kekuasaan merupakan konsep politik yang paling banyak dibahas, bahkan kekuasaan dianggap
identik dengan politik. Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam Power and Society: ―Ilmu politik
mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan.‖
2. Authority (Kewenangan)
Kewenangan (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu. Kewenangan biasanya
dihubungkan dengan kekuasaan. Penggunaan kewenangan secara bijaksana merupakan faktor
kritis bagi efektevitas organisasi.
Kewenangan digunakan untuk mencapai tujuan pihak yang berwenang. Karena itu, kewenangan
biasanya dikaitkan dengan kekuasaan. Robert Bierstedt menyatakan dalam bukunya an analysis
of social power , bahwa kewenangan merupakan kekuasaan yang dilembagakan. Seseorang yang
memiliki kewenangan berhak membuat peraturan dan mengharapkan kepatuhan terhadap
peraturannya.
3. Influence (Pengaruh)
Norman Barry, seorang ahli, menyatakan bahwa pengaruh adala suatu tipe kekuasaan, yang jika
seorang dipengaruhi agar bertindak dengan cara tertentu, dapat dikatakan terdorong untuk
bertindak demikian, sekalipun ancaman sanksi terbuka bukan merupakan motivasi
pendorongnya. Dengan demikian, dapat dikatakan pengaruh tidak bersifat terikat untuk mencapai
sebuah tujuan.
Pengaruh biasanya bukan faktor satu-satunya yang menentukan tindakan pelakunya, dan masih
bersaing dengan faktor lainnya. Bagi pelaku masih ada faktor lain yang menentukannya
bertindak. Walaupun pengaruh sering kurang efektif dibandingkan kekuasaan, pengaruh lebih
unggul karena terkadang ia memiliki unsur psikologis dan menyentuh hati, dan karena itu sering
berhasil.
4. Persuasion (Ajakan)
Persuasi adalah kemampuan untuk mengajak orang lain agar mengubah sikap dengan
argumentasi, untuk melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan orang yang mengajak. Dalam
politik, persuasi diperlukan untuk memperoleh dukungan. Persuasi disini dilakukan untuk ikut
serta dalam suatu komunitas dan mencapai tujuan komunitas tersebut. Persuasi bersifat tidak
memaksa dan tidak mengharuskan ikut serta, tapi lebih kepada gagasan untuk melakukan
sesuatu. Gagasan ini dinyatakan dalam argumen untuk memengaruhi orang atau kelompok lain.
5. Coercion (Paksaan)
8. Paksaan merupakan cara yang mengharuskan seseorang atau kelompok untuk mematuhi suatu
keputusan. Peragaan kekuasaan atau ancaman berupa paksaan yang dilakukan seseorang atau
kelompok terhadap pihak lain agar bersikap dan berperilaku sesuai dengan kehendak atau
keinginan pemilik kekuasaan.
Dalam masyarakat yang bersifat homogen ada konsensus nasional yang kuat untuk mencapai
tujuan-tujuan bersama. Paksaan tidak selalu memengaruhi dan tidak tampak. Dengan demikian,
di negara demokratis tetap disadari bahwa paksaan hendaknya digunakan seminimal mungkin
dan hanya digunakan untuk meyakinkan suatu pihak.
Contoh dari paksaan yang diberlakukan sekarang adalah sistem ketentuan pajak. Sifat pajak ini
memaksa wajib pajak untuk menaati semua yang diberlakukan dan apabila melanggar akan
dikenai sanksi.
6. Acquiescence (Perjanjian)
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana satu pihak membuat janji kepada pihak lain untuk
melaksanakan satu hal. Oleh karena itu, perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi pihak
yang melakukan perjanjian. Perjanjian dilaksanakan dalam bentuk lisan atau tulisan.
Acquiescence diartikan sebagai perjanjian yang disetujui tanpa protes.
Sumber-sumber Kekuasaan
Seorang yang memiliki sesuatu, tentu mempunyai sumber darimana ia mendapatkan sesuatu
tersebut. Demikian halnya dengan kekuasaan. Kekuasaan datang dari berbagai sumber,
diantaranya kedudukan, kekayaan, dan kepercayaan. Seorang atasan dapat memerintahkan
bawahannya agar melakukan sesuatu. Jika bawahan melanggar perintah atasan, maka bawahan
bisa dikenai sanksi.
Seseorang yang memiliki kekayaan dapat memiliki kekuasaan. Misalnya seorang konglomerat
dapat menguasai suatu pihak yang didanainya. Kepercayaan atau agama juga merupakan sumber
kekuasaan. Misalnya di Indonesia, alim ulama banyak dituruti dan dipatuhi masyarakat. Alim
ulama bertindak sebagai pemimpin informal umat, maka ia perlu diperhitungkan dalam proses
pengambilan keputusan di tempat umatnya.
Jack H. Nagel dalam bukunya The Descriptive Analysis of Power yang juga terdapat dalam buku
Dasar-dasar Ilmu Politik, perlu dibedakan antara scope of power dan domain of power (wilayah
kekuasaan). Cakupan kekuasaan (scope of power) menunjuk kepada perilaku, serta sikap dan
keputusan yang menjadi subyek dari kekuasaan. Misalnya, seorang direktur bisa memecat
seorang karyawan, tetapi direktur tersebut tidak mempunyai kuasa apa-apa terhadap karyawan
diluar hubungan pekerjaan.
Wilayah kekuasaan (domain of power) menjelaskan siapa-siapa saja yang dikuasai oleh orang
atau kelompok yang berkuasa, jadi menunjuk pada pelaku organisasi, atau kolektivitas yang kena
kekuasaan. Misalnya seorang direktur memiliki kekuasaan di perusahaannya, baik itu di pusat
ataupun di cabang-cabangnya.
9. Dalam suatu hubungan kekuasaan(power relationship) selalu ada pihak yang lebih kuat daripada
pihak lain. Hal ini menyebabkan hubungan tidak seimbang(asimetris), dan ketergantungan satu
pihak dengan pihak lain. Semakin timpang hubungan ini, maka makin kuat ketergantungannya.
Hal ini disebut hegemoni, dominasi, atau penundukan oleh pemikir abad 20.
Perbedaan Power (Kekuasaan) dan Authority (Kewenangan)
Dalam pembahasan sebelumnya dinyatakan bahwa kewenangan berhubungan dengan kekuasaan,
tapi dari segi lain, ada perbedaan mendasar antara keduanya. Salah satunya, kewenangan adalah
kekuasaan secara formal yang diberikan oleh organisasi, sedangkan kekuasaan berada diluar
formalitas. Kewenangan adalah salah satu cara bagi seseorang untuk memperkuat kekuasaannya.
Kewenangan adalah kekuasaan namun kekuasaan tidak terlalu berupa kewenangan. Kewenangan
merupakan kekuasaan yang memiliki keabsahan ( legitimate power ), sedangkan kekuasaan tidak
selalu memiliki keabsahan. Apabila kekuasaan politik di rumuskan sebgai kemampuan
menggunakan sumber-sumber untuk memengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan
politik, maka kewenangan merupakan hak moral sesuai dengan nilai-nilai dan norma
masyarakat, termasuk peratuaran perundang-undangan.
Kewenangan merupakan hak berkuasa yang di tetapkan dalam struktur organisasi sosial guna
melaksanakan kebijakan yang di perlukan.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa kekuasaan merupakan konsep yang paling
banyak dibahas dalam ilmu politik, selain konsep lainnya. Kekuasaan berasal dari beberapa
sumber, misalnya kekayaan, kedudukan, dan kepercayaan. Kekuasaan dan kewenangan adalah
konsep yang berhubungan, tetapi keduanya berbeda. Kewenangan merupakan kekuasaan formal
yang diberikan oleh organisasi, sedangkan kekuasaan berada diluar formalitas.
Negara
Negara adalah integrasi dari kekuasaan politik, dan merupakan organisasi pokok dari kekuasaan
politik. Boleh dikatakan Negara mempunyai dua tugas :
1. Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial, yakni yang
bertentangan satu sama lain, suapaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan.
2. Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kea rah
tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya. Negara menentukan bagaimana
kegiatan asosiasi-asosiasi kemasyarakatan disesuaikan satu sama lain dan diarahkan
kepada tujuan nasinal.
Definisi-definisi mengenai Negara, antara lain adalah :
1. Roger H. Soltau, ―Negara adalah alat (agency atau wewenang (authority) yang mengatur
atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas masyarakat (The state is an
agency or authority managing or controlling these (common) affairs on behalf of and in
the name of the community).
10. 2. Harold J. Laski, ―Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena
mempunyai wewenang yang bersifat memaksa yang secara sah lebih agung daripada
individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu (The state is a
society which is integrated by possessing a coercive authority legally supreme over any
individual or group which is part of the society).
3. Max Weber, ―Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam
penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah (The state is a human society
that (successfully) claims the monopoly of the legitimate use of physical force within a
given territory)
4. Robert M. Maciver, ―Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di
dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang
diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan
memaksa (The sate is an association which, acting through law as promulgated by a
government endowed to this end with coercive power, maintains within a community
territorially demarcated the external conditions of oreder).
J. Barents dalam ―Ilmu Politika‖ (1965) Ilmu Politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan
negara yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat: ilmu politik mempelajari negara-
negara itu melakukan tugas-tugasnya. Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam Power and
Soceity, ―ilmu politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat hakiki, dasar, prose-
proses, ruang lingkup dan hasil-hasil‖.
Dan beberapa pendekatan dalam Ilmu Politik antara lain :
a) Pendekatan Institusional
Pendekatan filsafat politik menekankan pada ide-ide dasar seputar dari mana kekuasaan berasal,
bagaimana kekuasaan dijalankan, serta untuk apa kekuasaan diselenggarakan. Pendekatan
institusional menekankan pada penciptaan lembaga-lembaga untuk mengaplikasikan ide-ide ke
alam kenyataan. Kekuasaan (asal-usul, pemegang, dan cara penyelenggaraannya) dimuat dalam
konstitusi. Obyek konstitusi adalah menyediakan UUD bagi setiap rezim pemerintahan.
Konstitusi menetapkan kerangka filosofis dan organisasi, membagi tanggung jawab para
penyelenggara negara, bagaimana membuat dan melaksanakan kebijaksanaan umum.
Dalam konstitusi dikemukakan apakah negara berbentuk federal atau kesatuan, sistem
pemerintahannya berjenis parlementer atau presidensil. Negara federal adalah negara di mana
otoritas dan kekuasaan pemeritah pusat dibagi ke dalam beberapa negara bagian. Negara
kesatuan adalah negara di mana otoritas dan kekuasaan pemerintah pusat disentralisir. Badan
pembuat UU (legislatif) berfungsi mengawasi penyelenggaraan negara oleh eksekutif. Anggota
badan ini berasal dari anggota partai yang dipilih rakyat lewat pemilihan umum.
Badan eksekutif sistem pemerintahan parlementer dikepalai Perdana menteri, sementara di
sistem presidensil oleh presiden. Para menteri di sistem parlementer dipilih perdana menteri dari
keanggotaan legislatif, sementara di sistem presidensil dipilih secara prerogatif oleh presiden.
11. Badan Yudikatif melakukan pengawasan atas kinerja seluruh lembaga negara (legislatif maupun
eksekutif). Lembaga ini melakukan penafsiran atas konstitusi jika terjadi persengketaan antara
legislatif versus eksekutif.
Lembaga asal-muasal pemerintahan adalah partai politik. Partai politik menghubungkan antara
kepentingan masyarakat umum dengan pemerintah via pemilihan umum. Di samping partai,
terdapat kelompok kepentingan, yaitu kelompok yang mampu mempengaruhi keputusan politik
tanpa ikut ambil bagian dalam sistem pemerintahan. Terdapat juga kelompok penekan, yaitu
suatu kelompok yang secara khusus dibentuk untuk mempengaruhi pembuatan kebijaksanaan
umum di tingkat parlemen. Dalam menjalankan fungsinya, eksekutif ditopang oleh (administrasi
negara). Ia terdiri atas birokrasi-birokrasi sipil yang fungsinya elakukan pelayanan publik.
b) Pendekatan Perilaku
Esensi kekuasaan adalah untuk kebijakan umum. tidak ada gunanya membahas lembaga-
lembaga formal karena bahasan itu tidak banyak memberi informasi mengenai proses politik
yang sebenarnya. Lebih bermanfaat bagi peneliti dan pemerhati politik untuk mempelajari
manusia itu sendiri serta perilaku politiknya, sebagai gejala-gejala yang benar-benar dapat
diamati. Perilaku politik menampilkan regularities (keteraturan)
c) Neo-Marxis
Menekankan pada aspek komunisme tanpa kekerasan dan juga tidak mendukung kapitalisme.
Neo Marxis membuat beberapa Negara sadar akan pentingnya persamaan tanpa kekerasan, akan
tetapi komunisme sulit dijalankan di beberapa Negara karena komunisme identik dengan
kekerasan dan kekejaman walaupun pada intinya adalah untuk menyamakan persamaan warga
negaranya di suatu Negara sehingga tidak ada yang ditindas dan menindas terlebih lagi dalam
bidang ekonomi.
Neo-Marxis juga menginginkan tidak adanya kapitalisme yang sering dilakukan Negara Barat
dalam hal ini Negara maju, karena kapitalisme hanya mementingkan keuntungan yang sebesar-
besarnya sehingga sering kali ―menyengsarakan‖ rakyat pribumi karena orang-orang pribumi
sering kali hanya menjadi penonton atau pun menjadi korban dari kapitalisme ini. Walaupun
kapitalisme berhubungan dengan bidang ekonomi tetapi kapitalisme juga berpengaruh dalam hal
kebijakan politik yang dibuat oleh Negara-negara maju terhadap Negara-negara berkembang
yang sering dijadikan sasaran kapitalisme besar-besaran seperti Indonesia.
d) Ketergantungan
Memposisikan hubungan antar negara besar dan kecil. Pendekatan ini mengedepankan
ketergantungan antara Negara besar dan Negara kecil yang saling keterkaitan sehingga satu sama
lain saling bergantung, jadi Negara besar bergantung pada Negara kecil baik dalam hal politik,
ekonomi dan dalam hubungan internasional dan sebaliknya sehingga satu sama lain mempunyai
posisi yang sama.
e) Pendekatan Pilihan Nasional
12. Pilihan-pilihan yang rasional dalam pembuatan keputusan politik. Pendekatan pilihan nasional
ini menekan kan bahwa pengambil kebijakan atau pembuatan keputusan dilihat dari rasionalitas
yang ada di Negara tersebut agar bisa dijalankan oleh Negara dan tentu identitas social-politik
sangat diperlukan. Terdapatnya identitas sosial-politik disebabkan adanya prilaku politik
identitas guna mengembangkan kelompok-kelompok. Prilaku ini seiring bertumbuh-kembangnya
eksplorasi kebudayaan di setiap kelompok guna ―menemukan‖ kembali dan atau melestarikan
solidaritas identitas yang dimiliki. Eksplorasi tersebut sangat bermanfaat bagi eksistensi
kelompok identitas yang memiliki jumlah besar (mayoritas).
BAB III KERANGKA KONSEP
1. A. Sifat, Arti, dan Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Pengetahuan lainnya.
Perkembangan dan definisi ilmu Politik
Apabila ilmu politik dipandang semata-mata sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu sosial
yang memiliki dasar, rangka, fokus, dan ruang lingkup yang jelas, maka dapat dikatakan bahwa
ilmu politik masih muda usianya karena baru lahir pada akhir abad ke-19. Pada tahap itu ilmu
politik berkembang secara pesat berdampingan dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya,
seperti sosiologi, antropologi, ekonomi, dan psikologi, dan dalam perkembangan ini mereka
saling mempengaruhi.
Akan tetapi, apabila ilmu politik ditinjau dalam rangka yang lebih luas, yaitu sebagai
pembahasan secara rasional dari berbagai aspek negara dan kehidupan politik, maka ilmu politik
dapat dikatakan jauh lebih tua umurnya. Bahkan ia sering dinamakan ilmu sosial yang tertua di
dunia. Pada taraf perkembangan itu ilmu politik banyak bersandar pada sejarah dan filsafat.
Di Indonesia kita mendapati beberapa karya tulis yang membahas masalah sejarah dan
kenegaraan, seperti misalnya Negarakertagama yang ditulis pada masa Majapahit sekitar abad
ke-13 dan ke-15 Masehi dan Babad Tanah Jawi. Sayangnya di negara-negara Asia tersebut
kesusastraan yang mencakup politik mulai akhir abad ke-19 telah mengalami kemunduran
karena terdesak oleh pemikiran Barat yang dibawa oleh negara-negara seperti Inggris, Jerman,
Amerika Serikat, dan Belanda dalam rangka imperialisme.
Di negara-negara benua Eropa seperti Jerman, Austria, dan Prancis bahasan mengenai politik
dalam abad ke-18 dan ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum dan karena itu fokus
perhatiannya adalah negara semata-mata. Bahasan mengenai negara termasuk kurikulum
Fakultas Hukum sebagai mata kuliah Ilmu Negara (Staatslehre). Di Inggris permasalahan politik
dianggap termasuk filsafat, terutama moral philosophy, dan bahasannya dianggap tidak dapat
terlepas dari sejarah. Akan tetapi dengan didirikannya Ecole Libredes Sciances Politiques di
Paris (1870) dan London School of Economics and Political Science (1985) , ilmu politik untuk
pertama kali di negara-negara tersebut dianggap sebagai disiplin tersendiri yang patut mendapat
tempat dalam kurikulum perguruan tinggi. Namun demikian, pengaruh dari ilmu hukum, filsafat
dan sejarah sampai perang dunia II masih tetap terasa.
• Ilmu Politik Sebagai Ilmu Pengetahuan (Science)
13. Adakalanya dipersoalkan apakah ilmu politik merupakan suatu ilmu pengetahuan (science) atau
tidak, dan disangsikan apakah ilmu politik memenuhi syarat sebagai ilmu pengetahuan. Soal ini
menimbulkan pertanyaan: apakah yang dinamakan ilmu pengetahuan (science) itu? Karakteristik
ilmu pengetahuan (science) ialah tantangan untuk menguji hipotesis melalui eksperimen yang
dapat dilakukan dalam keadaan terkontrol (controlled circumstances) misalnya laboratorium.
Berdasarkan eksperimen-eksperimen itu ilmu-ilmu eksakta dapat menemukan hukum-hukum
yang dapat diuji kebenarannya.
Jika definisi ini dipakai sebagai patokan, maka ilmu politik serta ilmu-ilmu sosial lainnya belum
memenuhi syarat, karena sampai sekarang belum ditemukan hukum-hukum ilmiah seperti itu.
Mengapa demikian? Oleh karena yang diteliti adalah manusia dan manusia itu adalah makhluk
yang kreatif, yang selalu didasarkan atas pertimbangan rasional dan logis, sehingga
mempersukar usaha untuk mengadakan perhitungan serta proyeksi untuk masa depan. Dengan
kata lain perilaku manusia tidak dapat diamati dalam keadaan terkontrol.
• Definisi Ilmu Politik
Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau politics atau kepolitikan. Politik adalah
usaha menggapai kehidupan yang baik. Di Indonesia kita teringat pepatah gemah ripah loh
jinawi. Orang Yunani Kuno terutama Plato dan Aristoteles menamakannya sebagai en dam onia
atau the good life.
Mengapa politik dalam arti ini begitu penting? Karena sejak dahulu kala masyarakat mengatur
kehidupan kolektif dengan baik mengingat masyarakat sering menghadapi terbatasnya sumber
daya alam, atau perlu dicari satu cara distribusi sumber daya agar semua warga merasa bahagia
dan puas. Ini adalah politik.
Bagaimana caranya mencapai tujuan dengan berbagai cara, yang kadang-kadang bertentangan
dengan satu sama lainnya. Akan tetapi semua pengamat setuju bahwa tujuan itu hanya dapat
dicapai jika memiliki kekuasaan suatu wilayah tertentu (negara atau sistem politik). Kekuasaan
itu perlu dijabarkan dalam keputusan mengenai kebijakan yang akan menentukan pembagian
atau alokasi dari sumber daya yang ada.
Dengan demikian kita sampai pada kesimpulan bahwa politik dalam suatu negara (state)
berkaitan dengan masalah kekuasaan (power) pengambilan keputusan (decision making),
kebijakan publik (public policy), dan alokasi atau distribusi (allocation or distribution).
Politik adalah perebutan kekuasaan, kedudukan, dan harta (Politics at its worst is a selfish grab
for power, glory and riches).
Di bawah ini ada dua sarjana yang menguraikan definisi politik yang berkaitan dengan masalah
konflik dan konsensus.
1. Menurut Rod Hague et al.: ―politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana
kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat
melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan di antara anggota-anggotanya.
2. Menurut Andrew Heywood: ―Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan
untuk membuat, mempertahankan , dan mengamandemenkan peraturan-peraturan umum
14. yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan
kerja sama.
Perbedaan-perbedaan dalam definisi yang kita jumpai disebabkan karena setiap sarjana
meneropong hanya satu aspek atau unsur dari politik. Unsur ini diperlukannya sebagai konsep
pokok yang akan dipakainya untuk meneropong unsur-unsur lain.
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa konsep-konsep itu adalah:
1. Negara (state)
2. Kekuasaan (power)
3. Pengambilan keputusan (decision making)
4. Kebijakan (policy, beleid)
5. Pembagian (distribution)
• Bidang-bidang Ilmu Politik
Dalam contemporary Political Science, terbitan Unesco 1950, ilmu politik dibagi menjadi empat
bidang.
1. Teori Politik
2. Lembaga-lembaga politik
3. Partai-partai, golongan-golongan (groups), dan pendapat umum
4. Hubungan internasional
• Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Pengetahuan Lain
- Sejarah
Seperti diterangkan di atas, sejak dahulu kala ilmu politik erat hubuganya dengan sejarah dan
filsafat. Sejarah merupakan alat yang paling penting bagi ilmu politik, oleh karena menyumbang
bahan, yaitu data dan fakta dari masa lampau, untuk diolah lebih lanjut.
- Filsafat
Ilmu pengetahuan lain yang erat sekali hubungannya dengan ilmu politik ialah filsafat. Filsafat
ialah usaha untuk secara rasional dan sistematis mencari pemecahan atau jawaban atas persoalan-
persoalan yang menyangkut alam semesta (universe) dan kehidupan manusia.
- Sosiologi
Di antara ilmu-ilmu sosial, sosiologi-lah yang paling pokok dan umum sifatnya. Sosiologi
membantu sarjana ilmu politik dalam usahanya memahami latar belakang, susunan dan pola
kehidupan sosial dari berbagai golongan dan kelompok dalam masyarakat.
- Antropologi
Apabila jasa sosiologi terhadap perkembangan ilmu politik adalah terutama dalam memberikan
analisis terhadap kehidupan sosial secara umum dan menyeluruh, maka antrophology
menyumbang pengertian dan teori tentang kedudukan serta peran berbagai satuan sosial-budaya
yang lebih kecil dan sederhana.
15. - Ilmu Ekonomi
Pada masa silam ilmu politik dan ilmu ekonomi merupakan bidang ilmu tersendiri yang dikenal
sebagai ekonomi politik (political economy), yaitu pemikiran dan analisis kebijakan yang hendak
digunakan untuk memajukan kekuatan dan kesejahteraan negara Inggris dalam menghadapi
saingannya seperti Portugis, Spanyol, Prancis, dan Jerman, pada abad ke-18 dan ke-19.
- Psikologi Sosial
Psikologi sosial adalah pengkhususan psikologi yang mempelajari hubungan timbal balik antara
manusia dan masyarakat, khususnya faktor-faktor yang mendorong manusia untuk berperan
dalam ikatan kelompok sosial, bidang psikologi umumnya memusatkan perhatian pada
kehidupan perorangan.
- Geografi
Faktor-faktor yang berdasarkan geografi, seperti perbatasan strategis, desakan penduduk, daerah
pengaruh mempengaruhi politik.
- Ilmu Hukum
Terutama negara-negara Benua Eropa, ilmu hukum sejak dulu kala erat hubungannya dengan
ilmu politik, karena mengatur dan melaksanakan undang-undang merupakan salah satu
kewajiban negara yang penting. Cabang-cabang ilmu hukum yang khususnya meneropong
negara ialah hukum tata-negara (dan ilmu negara).
B. KONSEP-KONSEP POLITIK
Teori Politik
Konsep politik lahir dalam pikiran (mind) manusia dan bersifat abstrak. Konsep digunakan
dalam menyusun generalisasi abstrak mengenai beberapa phenomena, yang disebut sebagai teori.
Berdasarkan pengertiannya, teori politik bisa dikatakan sebagai bahasan dan generalisasi dari
phenomena yang bersifat politik.
Menurut Thomas P. Jenkin dalam The Study of Political Theory, teori politik dibedakan menjadi
dua, yaitu :
a. Norms for political behavior, yaitu teori-teori yang mempunyai dasar moril dan norma-norma
politik. Teori ini dinamakan valuational (mengandung nilai). Yang termasuk golongan antara
lain filsafat politk, teori politik sistematis, ideologi, dan sebagainya.
b. Teori-teori politik yang menggambarkan dan membahas phenomena dan fakta-fakta politk
dengan tidak mempersoalkan norma-norma atau nilai (non valuational), atau biasa dipakai istilah
―value free‖ (bebas nilai). Biasanya bersifat deskriptif dan berusaha membahas fakta-fakta politk
sedemikian rupa sehingga dapat disistematisir dan disimpulkan dalam generalisasi-generalisasi.
Teori-teori kelompok (a) dibagi menjadi tiga golongan :
1. Filsafat politik (political philosophy), yaitu mencari penjelasan berdasarkan ratio. Pokok
pikiran dari filsafat politik ialah persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta
16. harus dipecahkan dulu sebelum persoalan-persoalan politik yang kita alami sehari-hari
dapat ditanggulangi.
2. Teori politik sistematis (systematic political theory), yaitu mendasarkan diri atas
pandangan-pandangan yang sudah lazim diterima pada masanya. Dengan kata lain teori
ini hanya mencoba merealisasikan norma-norma dalam suatu program politik.
1. Ideologi politik (political ideology), yaitu himpunan nilai-nilai, ide, norma, kepercayaan
dan keyakinan, yang dimiliki seorang atau sekelompok orang, atas dasar mana dia
menentukan sikapnya terhadap kejadian dan problema politk yang dihadapinya dan yang
menentukan tingkah lakunya.
II. Masyarakat
Manusia mempunyai naluri untuk hidup bersama orang lain secara bergotong-royong. Manusia
memilih jalan untuk mengorganisir bermacam-macam kelompok dan asosiasi untuk memenuhi
keperluan dan kepentingan-kepentingan fisik maupun mental yang sukar dipenuhi sendiri. Dan
dalam kehidupan berkelompok ini, pada dasarnya manusia menginginkan nilai-nilai.
Dalam mengamati masyarakat, khususnya masyarakat Barat, Harold Laswell memperinci
delapan nilai, yaitu :
1. Kekuasaan
2. Pendidikan/Penerangan (enlightenment)
3. Kekayaan (wealth)
4. Kesehatan (Well-being)
5. Keterampilan (Skill)
6. Kasih Sayang (affection)
7. Kejujuran (rectitude) dan Keadilan (rechtschapenheid)
8. Keseganan (respect).
Masyarakat, menurut Robert Maciver, adalah suatu system hubungan-hubungan yang
ditertibkan (Society means a system of ordered relations). Menurut Harold J. Laski dari London
School of Economics and Political Science, masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup
bersama dan bekerjasama untuk mencapai keinginan-keinginan mereka bersama (A society is a
group of human beings living together and working together for the satisfaction of their mutual
wants).
III. Negara
Negara adalah integrasi dari kekuasaan politik, dan merupakan organisasi pokok dari kekuasaan
politik. Boleh dikatakan Negara mempunyai dua tugas :
1. Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial, yakni yang
bertentangan satu sama lain, suapaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan.
2. Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kea rah
tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya. Negara menentukan bagaimana
17. kegiatan asosiasi-asosiasi kemasyarakatan disesuaikan satu sama lain dan diarahkan
kepada tujuan nasinal.
Definisi-definisi mengenai Negara, antara lain adalah :
1. Roger H. Soltau, ―Negara adalah alat (agency atau wewenang (authority) yang mengatur
atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas masyarakat (The state is an
agency or authority managing or controlling these (common) affairs on behalf of and in
the name of the community).
2. Harold J. Laski, ―Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena
mempunyai wewenang yang bersifat memaksa yang secara sah lebih agung daripada
individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu (The state is a
society which is integrated by possessing a coercive authority legally supreme over any
individual or group which is part of the society).
3. Max Weber, ―Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam
penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah (The state is a human society
that (successfully) claims the monopoly of the legitimate use of physical force within a
given territory)
4. Robert M. Maciver, ―Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di
dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang
diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan
memaksa (The sate is an association which, acting through law as promulgated by a
government endowed to this end with coercive power, maintains within a community
territorially demarcated the external conditions of oreder).
Negara mempunyai sifat-sifat, antara lain adalah :
a) Sifat Memaksa,
b) Sifat Monopli,
c) Sifat mencakup semua
Unsur-unsur Negara, antara lain adalah :
a) Wilayah
b) Penduduk
c) Pemerintah
Menurut Roger H. Saltau, tujuan Negara ialah memungkinan rakyatnya berkembang serta
menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin (the freest possible development and creative
self-expression of its members). Dan menurut Harold J. Laski, tujuan Negara ialah menciptakan
keadaan di mana rakyatnya dapat mencapai terkabulnya keinginan-keinginan secara maksimal
18. (creation of those conditions under which the members of the state may attain the maximum
satisfaction of their desire).
Tujuan dan fungsi Negara
Tujuan Negara R.I sebagai tercantum dalam UUD 1945 : Untuk membentuk suatu pemerintahan
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadialn
social.
Terlepas dari ideologinya, Negara menyelenggarakan beberapa minimum fungsi yang mutlak
perlu, yaitu :
1. Melaksanakan penertiban (law and order)
2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
3. Pertahanan
4. Menegakkan keadilan
Charles E. Merriam menyebutkan lima fungsi Negara, yaitu : Keamanan ekstern, Ketertiban
intern, Keadilan, Kesejahteraan umum, dan Kebebasan.
IV. Kekuasaan
Kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah-laku sesorang
atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah-laku itu menjadi sesuai dengan keinginan
dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.
Kekuasaan social menurut Ossip K. Flechtheim adalah keseluruah dari kemampuan, hubungan-
hubungan dan proses-proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain untuk tujuan-tujuan
yang ditetapkan oleh pemegang kekuasaan (Social power is the sum total of all the capacities,
relationship, and process by which compliance of others is secured for ends determinded by the
power holder).
Ossip K. Flechtheim membedakan dua macam kekuasaan politik, yakni :
1. bagian dari kekuasaan sosial yang terwujud dalam Negara (state power), seperti lembaga-
lembaga pemerintahan DPR, Presiden, dan sebagainya.
2. bagian dari kekuasaan sosial yang ditujukan kepada Negara.
Definisi yang dieberikan oleh Robert M. Maciver : Kekuasaan social adalah kemampuan untuk
mengendalikan tingakah-laku orang lain, baik dengan cara langsung dengan memberi perintah,
mamupun tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia (Social
power is the capacity to control the behavior of others either directly by fiat or indirectly by
manipulation of available means).
19. Robert M. Maciber mengemukakan bahwa kekuasaan dalam suatu masyarakat berbentuk
piramida. Ini terjadi karena kenyataan bahwa kekuasaan yang satu membuktikandirinya lebih
unggul dari pada yang lain, yang berarti bahwa kekuasaan yang satu itu lebih kuat dengan jalan
mengkoordinasi keuasaan yang lain.
Kekuasaan yang paling penting adalah kekuasaan politik. Pengertian kekuasaan politik adalah
kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun
akibat-akibatnya sesuai dengan tujun-tujuan pemegang kekuasaan sendiri.
Referensi
http://manshurzikri.wordpress.com/2009/11/27/konsep-konsep-politik/
C. Berbagai pendekatan dalam Ilmu politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain
berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara (Wikipedia, 2009). Politik
adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses
menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut (Rahmadani
Yusran, ). Roger F. Soltau dalam ―Introduction to Politic‖ (1961) Ilmu Politik mempelajari
negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu;
hubungan antara negara dengan warga negaranya serta dengan negara-negara lain.
J. Barents dalam ―Ilmu Politika‖ (1965) Ilmu Politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan
negara yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat: ilmu politik mempelajari negara-
negara itu melakukan tugas-tugasnya. Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam Power and
Soceity, ―ilmu politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat hakiki, dasar, prose-
proses, ruang lingkup dan hasil-hasil‖.
Dan beberapa pendekatan dalam Ilmu Politik antara lain :
a) Pendekatan Institusional
Pendekatan filsafat politik menekankan pada ide-ide dasar seputar dari mana kekuasaan berasal,
bagaimana kekuasaan dijalankan, serta untuk apa kekuasaan diselenggarakan. Pendekatan
institusional menekankan pada penciptaan lembaga-lembaga untuk mengaplikasikan ide-ide ke
alam kenyataan. Kekuasaan (asal-usul, pemegang, dan cara penyelenggaraannya) dimuat dalam
konstitusi. Obyek konstitusi adalah menyediakan UUD bagi setiap rezim pemerintahan.
Konstitusi menetapkan kerangka filosofis dan organisasi, membagi tanggung jawab para
penyelenggara negara, bagaimana membuat dan melaksanakan kebijaksanaan umum.
Dalam konstitusi dikemukakan apakah negara berbentuk federal atau kesatuan, sistem
pemerintahannya berjenis parlementer atau presidensil. Negara federal adalah negara di mana
otoritas dan kekuasaan pemeritah pusat dibagi ke dalam beberapa negara bagian. Negara
kesatuan adalah negara di mana otoritas dan kekuasaan pemerintah pusat disentralisir. Badan
20. pembuat UU (legislatif) berfungsi mengawasi penyelenggaraan negara oleh eksekutif. Anggota
badan ini berasal dari anggota partai yang dipilih rakyat lewat pemilihan umum.
Badan eksekutif sistem pemerintahan parlementer dikepalai Perdana menteri, sementara di
sistem presidensil oleh presiden. Para menteri di sistem parlementer dipilih perdana menteri dari
keanggotaan legislatif, sementara di sistem presidensil dipilih secara prerogatif oleh presiden.
Badan Yudikatif melakukan pengawasan atas kinerja seluruh lembaga negara (legislatif maupun
eksekutif). Lembaga ini melakukan penafsiran atas konstitusi jika terjadi persengketaan antara
legislatif versus eksekutif.
Lembaga asal-muasal pemerintahan adalah partai politik. Partai politik menghubungkan antara
kepentingan masyarakat umum dengan pemerintah via pemilihan umum. Di samping partai,
terdapat kelompok kepentingan, yaitu kelompok yang mampu mempengaruhi keputusan politik
tanpa ikut ambil bagian dalam sistem pemerintahan. Terdapat juga kelompok penekan, yaitu
suatu kelompok yang secara khusus dibentuk untuk mempengaruhi pembuatan kebijaksanaan
umum di tingkat parlemen. Dalam menjalankan fungsinya, eksekutif ditopang oleh (administrasi
negara). Ia terdiri atas birokrasi-birokrasi sipil yang fungsinya elakukan pelayanan publik.
b) Pendekatan Perilaku
Esensi kekuasaan adalah untuk kebijakan umum. tidak ada gunanya membahas lembaga-
lembaga formal karena bahasan itu tidak banyak memberi informasi mengenai proses politik
yang sebenarnya. Lebih bermanfaat bagi peneliti dan pemerhati politik untuk mempelajari
manusia itu sendiri serta perilaku politiknya, sebagai gejala-gejala yang benar-benar dapat
diamati. Perilaku politik menampilkan regularities (keteraturan)
c) Neo-Marxis
Menekankan pada aspek komunisme tanpa kekerasan dan juga tidak mendukung kapitalisme.
Neo Marxis membuat beberapa Negara sadar akan pentingnya persamaan tanpa kekerasan, akan
tetapi komunisme sulit dijalankan di beberapa Negara karena komunisme identik dengan
kekerasan dan kekejaman walaupun pada intinya adalah untuk menyamakan persamaan warga
negaranya di suatu Negara sehingga tidak ada yang ditindas dan menindas terlebih lagi dalam
bidang ekonomi.
Neo-Marxis juga menginginkan tidak adanya kapitalisme yang sering dilakukan Negara Barat
dalam hal ini Negara maju, karena kapitalisme hanya mementingkan keuntungan yang sebesar-
besarnya sehingga sering kali ―menyengsarakan‖ rakyat pribumi karena orang-orang pribumi
sering kali hanya menjadi penonton atau pun menjadi korban dari kapitalisme ini. Walaupun
kapitalisme berhubungan dengan bidang ekonomi tetapi kapitalisme juga berpengaruh dalam hal
kebijakan politik yang dibuat oleh Negara-negara maju terhadap Negara-negara berkembang
yang sering dijadikan sasaran kapitalisme besar-besaran seperti Indonesia.
d) Ketergantungan
21. Memposisikan hubungan antar negara besar dan kecil. Pendekatan ini mengedepankan
ketergantungan antara Negara besar dan Negara kecil yang saling keterkaitan sehingga satu sama
lain saling bergantung, jadi Negara besar bergantung pada Negara kecil baik dalam hal politik,
ekonomi dan dalam hubungan internasional dan sebaliknya sehingga satu sama lain mempunyai
posisi yang sama.
e) Pendekatan Pilihan Nasional
Pilihan-pilihan yang rasional dalam pembuatan keputusan politik. Pendekatan pilihan nasional
ini menekan kan bahwa pengambil kebijakan atau pembuatan keputusan dilihat dari rasionalitas
yang ada di Negara tersebut agar bisa dijalankan oleh Negara dan tentu identitas social-politik
sangat diperlukan. Terdapatnya identitas sosial-politik disebabkan adanya prilaku politik
identitas guna mengembangkan kelompok-kelompok. Prilaku ini seiring bertumbuh-kembangnya
eksplorasi kebudayaan di setiap kelompok guna ―menemukan‖ kembali dan atau melestarikan
solidaritas identitas yang dimiliki. Eksplorasi tersebut sangat bermanfaat bagi eksistensi
kelompok identitas yang memiliki jumlah besar (mayoritas). Disini, pendekatan politik terlihat
dari banyaknya dukungan para elit politik guna menggerakkan pertumbuhan budaya dan
kemudian sebagai ―konsekuensi‖ logis untuk mendapatkan dukungan dari kelompok identitas
(simbiosis mutualisme).
Pendekatan politik kelompok akan menjadi sangat ―berharga‖ untuk diperebutkan. Mengapa
demikian? Fenomena ini terjadi karena adanya perebutan kekuasaan melalui cermin kebanggaan
identitas yang lebih cenderung pada etnisitas. Kecenderungan tersebut cukup beralasan, karena
masyarakat kita hari ini masih dalam tahap mencari ―jati diri‖ sebagai identitas sosial-politik. Jati
diri yang paling mudah didapatkan/dirasakan adalah identitas etnisitas yang sekaligus menjadi
perekat solidaritas sosial-politik. Perebutan kekuasaan ini tidak semata-mata hanya berpijak pada
―kontribusi‖ penguasa terhadap kelompok yang diwakilinya, namun juga terhadap kelompok lain
yang selama ini menjadi bagian pendukung karena memiliki kesamaan identitas. Dari analisa
tersebut, jalan koalisi antar kelompok berbeda identitas belum bisa dijadikan jaminan
kesuksesan. Jaminan kesuksesan itu tidak muncul karena tingkat eksistensi politik identitas
menjadi sangat dominan di negeri ini, sehingga kebanggan identitas akan terletak pada kelompok
identitas mana yang berada di puncak kekuasaan.
Beberapa Pendekatan Lain dalam kajian Ilmu Politik
Pendekatan Behavioral
Jika pendekatan Institusionalisme meneliti lembaga-lembaga negara (abstrak), pendekatan
behavioralisme khusus membahas tingkah laku politik individu. Behavioralisme menganggap
individu manusia sebagai unit dasar politik (bukan lembaga, seperti pendekatan
Institusionalisme). Mengapa satu individu berperilaku politik tertentu serta apa yang mendorong
mereka, merupakan pertanyaan dasar dari behavioralisme. Misalnya, behavioralisme meneliti
motivasi apa yang membuat satu individu ikut dalam demonstrasi, apakan individu tertentu
bertoleransi terhadap pandangan politik berbeda, atau mengapa si A atau si B ikut dalam partai X
bukan partai Y?
Pendekatan Plural
22. Pendekatan ini memandang bahwa masyarakat terdiri atas beraneka ragam kelompok. Penekanan
pendekatan pluralisme adalah pada interaksi antar kelompok tersebut. C. Wright Mills pada
tahun 1961 menyatakan bahwa interaksi kekuasaan antar kelompok tersusun secara piramidal.
Robert A. Dahl sebaliknya, pada tahun 1963 menyatakan bahwa kekuasaan antar kelompok
relatif tersebar, bukan piramidal. Peneliti lain, yaitu Floyd Huter menyatakan bahwa karakteristik
hubungan antar kelompok bercorak top-down (mirip seperti Mills).
Pendekatan Struktural
Penekanan utama pendekatan ini adalah pada anggapan bahwa fungsi-fungsi yang ada di sebuah
negara ditentukan oleh struktur-struktur yang ada di tengah masyarakat, buka oleh mereka yang
duduk di posisi lembaga-lembaga politik. Misalnya, pada zaman kekuasaan Mataram (Islam),
memang jabatan raja dan bawahan dipegang oleh pribumi (Jawa). Namun, struktur masyarakat
saat itu tersusun secara piramidal yaitu Belanda dan Eropa di posisi tertinggi, kaum asing lain
(Cina, Arab, India) di posisi tengah, sementara bangsa pribumi di posisi bawah. Dengan
demikian, meskipun kerajaan secara formal diduduki pribumi, tetapi kekuasaan dipegang oleh
struktur teratas, yaitu Belanda (Eropa).
Contoh lain dari strukturalisme adalah kerajaa Inggris. Dalam analisa Marx, kekuasaan yang
sesungguhnya di Inggris ukan dipegang oleh ratu atau kaum bangsawasan, melainkan kaum
kapitalis yang ‗mendadak‘ kaya akibat revolusi industri. Kelas kapitalis inilah (yang menguasai
perekonomian negara) sebagai struktur masyarakat yang benar-benar menguasai negara. Negara,
bagi Marx, hanya alat dari struktur kelas ini.
Pendekatan Developmental
Pendekatan ini mulai populer saat muncul negara-negara baru pasca perang dunia II. Pendekatan
ini menekankan pada aspek pembangunan ekonomi serta politik yang dilakukan oleh negara-
negara baru tersebut. Karya klasik pendekatan ini diwakili oleh Daniel Lerner melalui kajiannya
di sebuah desa di Turki pada tahun 1958. Menurut Lerner, mobilitas sosial (urbanisasi, literasi,
terpaan media, partisipasi politik) mendorong pada terciptanya demokrasi.
Karya klasik lain ditengarai oleh karya Samuel P. Huntington dalam ―Political Order in
Changing Society‖ pada tahun 1968. Karya ini membantah kesimpulan Daniel Lerner. Bagi
Huntington, mobilitas sosial tidak secara linear menciptakan demokrasi, tetapi dapat mengarah
pada instabilitas politik. Menurut Huntington, jika partisipasi politik tinggi, sementara
kemampuan pelembagaan politik rendah, akan muncul situasi disorder. Bagi Huntington, hal
yang harus segera dilakukan negara baru merdeka adalah memperkuat otoritas lembaga politik
seperti partai politik, parlemen, dan eksekutif.
Kedua peneliti terdahulu berbias ideologi Barat. Dampak dari ketidakmajuan negara-negara baru
tidak mereka sentuh. Misalnya, negara dengan sumberdaya alam makmur megapa tetap saja
miskin. Penelitian jenis baru ini diperkenalkan oleh Andre Gunder Frank melalui penelitiannya
dalam buku ―Capitalism and Underdevelopment in Latin America. Bagi Frank, penyebab terus
miskinnya negara-negara ‗dunia ketiga‘ adalah akibat :
23. modal asing
perilaku pemerintah lokal yang korup
kaum borjuis negara satelit yang ‗manja‘ pada pemerintahnya
Frank menyarankan agar negara-negara ‗dunia ketiga‘ memutuskan seluruh hubungan dengan
negara maju (Barat).
Referensi
http://gdpermana.blogspot.com/2009/12/pendekatan-pendekatan-dalam-ilmu.html
BAB IV PEMBAHASAN
Apa itu politik ? Secara retorik, Iwan Fals pernah mempermasalahkanya: ―Apakah selamanya
politik itu kejam … ?‖ Memang pada masa pemerintahan Mao Tse-tung pernah diterapkan
kebijakan Revolusi Kebudayaan. Dengan revolusi ini, setiap orang yang dicurigai berpikiran
liberal (Amerika Serikat sentris) akan ditahan, diinterogasi, disiksa, bahkan dioper ke kamp-
kamp kerja paksa untuk ―membersihkan‖ otaknya. Hal ini mirip dengan di masa Orde Baru, di
mana orang-orang yang dianggap terlibat Partai Komunis Indonesia ―dibuang‖ ke kamp-kamp
―pembersihan otak‖ di Pulau Buru, Kepulauan Maluku. Kedua keputusan baik di Cina maupun
Indonesia adalah bukti keputusan politik, dan itu terkesan kejam.
Namun, keputusan untuk menaikkan gaji guru, menaikkan Upah Minimun Regional (UMR), atau
kesempatan cuti haid bagi buruh perempuan dapatkah dikatakan kejam? Atau keputusan politik
untuk menggratiskan biaya pendidikan di Brunei Darussalam atau Arab Saudi, masukkah ke
dalam kategori yang sama
Berbicara mengenai politik, kita tidak berbicara mengenai kejam atau tidak. Berbicara mengenai
politik berarti membicarakan perilaku kita dalam hidup bermasyarakat. Khususnya, cara kita
mengatasi sejumlah perbedaan yang ada di antara kita. ―Cara‖ bergantung pada siapa yang
menggunakan. Subyektivitas kita masing-masing-lah yang menyebut cara yang dilakukan si A
atau si B, atau pemerintah A atau B tersebut sebagai ―kejam‖ atau tidak ―kejam‖, dan satu bidang
tersendiri di ilmu politik membicarakan persoalan itu: Etika Politik.
Dalam politik kita berbicara mengenai bagaimana masyarakat, di suatu wilayah, saling
menegosiasikan kepentingan masing-masing, untuk kemudian melahirkan kesepakatan
bagaimana kepentingan masing-masing tersebut dapat terselenggara tanpa merugikan pihak lain.
Saat dimulainya, politik selalu bertujuan untuk mencapai kebahagiaan bersama. Tujuan awal
politik tidaklah ―kejam‖ seperti sering didengungkan orang.
Politik berasal dari bahasa Yunani POLIS yang artinya negara-kota. Dalam negara kota di zaman
Yunani, orang saling berinteraksi satu sama lain guna mencapai kesejahteraan hidupnya.
Manakala manusia mencoba untuk untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, manakala
mereka berusaha meraih kesejahteraan pribadi melalui sumber daya yang ada, atau manakala
mereka berupaya mempengaruhi orang lain agar menerima pandangannya, maka mereka sibuk
dengan suatu kegiatan yang kita semua namai sebagai POLITIK.[1] Dengan demikian, kita dapat
24. dikatakan tengah berpolitik ketika mempengaruhi suami atau istri di rumah, bersaing dengan
tetangga sebelah rumah untuk jabatan sekretaris RT, atau berdebat dengan supir angkot bahwa
ongkos yang ia terapkan terlampau mahal. Luas sekali pelajaran politik jika demikian, bukan ?
A New Handbook of Political Science menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan politik adalah
the constrained use of social power (penggunaan kekuasaan sosial yang dipaksakan).[2]
Di sini disebutkan ―kekuasaan‖ sosial bukan ―kekuasaan pribadi.‖ Dalam zaman kaisar-kaisar
Romawi, raja-raja di pulau Jawa, seorang kaisar atau raja dapat saja menimpakan suatu hukuman
mati pada seorang abdi atau rakyat lewat ―kemauannya‖ sendiri. Rakyat luas tentu tidak sepakat
dengan cara tersebut, tetapi tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka menurut bukan karena setuju,
tetapi karena takut.
Kekuasaan raja atau kaisar tersebut bukan kekuasaan sosial, tetapi kekuasaan pribadi. Hanya satu
orang yang menyepakati cara penghukuman, bukan seluruh orang menyepakatinya. Sebaliknya,
politik adalah kekuasaan sosial dan sebagai kekuasaan sosial ia harus disepakati banyak orang
sebelum suatu cara diterapkan. Politik menghendaki negosiasi, dari negosiasi baru dicapai
kesepakatan. Dengan demikian, suatu kekuasaan politik adalah kekuasaan yang disepakati
banyak orang, bukan hanya kemauan satu orang.
Ilmu Politik
Dengan luasnya cakupan, dapatkah politik dikatakan sebagai suatu ilmu layaknya ilmu Biologi,
Fisika, atau Ekonomi ? Jawabannya adalah bisa. Namun, sebelumnya kita harus ketahui terlebih
dahulu apa yang dimaksud dengan ilmu.
Ilmu adalah ―pengetahuan yang disusun secara metodis, sistematis, obyektif, dan umum.‖
Metodis artinya menggunakan metode, cara, jalan yang lazim digunakan dalam disiplin ilmu
yang dibicarakan. Sistematis artinya masing-masing unsur saling berkaitan satu sama lain secara
teratur dalam suatu keseluruhan, sehingga dapat tersusun suatu pola pengetahuan yang rasional.
Obyektif artinya kebenaran dari hasil pemikiran dari suatu bidang dapat memperoleh bobot
obyektif (sesuai kenyataan), tidak lagi bersifat subyektif (menurut pemikiran sendiri). Dan
akhirnya, umum, artinya tingkat kebenaran yang mempunyai bobot obyektif tersebut dapat
berlaku umum, di mana saja dan kapan saja.[3]
Ilmu berbeda dengan pengetahuan. Pengetahuan adalah ―apa yang kita peroleh dalam proses
mengetahui … tanpa memperhatikan obyek, cara, dan kegunaannya.‖[4] Kita tahu bahwa sepeda
beroda dua, manusia hidup mengalir darah dalam tubuhnya, sinar matahari adalah panas, atau
pemerintah menerapkan kebijakan wajib belajar. Namun, kita sekadar tahu tanpa mendalami apa
itu, bagaimana darah mengalir, ke mana dan untuk apa ? Atau, bagaimana sepeda yang cuma
beroda dua tersebut dapat dikayuh seseorang dengan seimbang? Atau, bagaimana proses
terjadinya keputusan pemerintah untuk menyelenggarakan wajib belajar? Dengan kalimat lain,
pengetahuan tidak berbicara mengenai aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis suatu
obyek. Pengetahuan relatif tercerai-berai sementara ilmu relatif tersusun secara teratur. Ilmu
dapat menambah pengetahuan, sementara pengetahuan disistematisasikan oleh ilmu.
25. Ontologi Ilmu Politik
Secara sederhana, ontologi adalah ilmu tentang hakikat sesuatu atau benda/hal/aspek apa yang
dikaji. Epistemologi adalah ilmu tentang bagaimana ―ontologi‖ itu dipelajari, dibangun.
Aksiologi adalah untuk apa bangunan ilmu yang dibuat diperuntukkan. Ontologi, epistemologi,
dan aksiologi merupakan aspek-aspek khas ilmu, apapun bentuknya.
Aspek ontologi ilmu ekonomi misalnya adalah barang dan jasa. Aspek ontologi ilmu sosial
(sosiologi) adalah kekerabatan antarmanusia, dan aspek ontologi ilmu fisika adalah materi serta
gas. Ontologi berarti obyek-obyek yang dipelajari oleh suatu ilmu. Lalu, bagaimana dengan ilmu
politik sendiri ?
Secara ontologis, politik juga memiliki obyek-obyek kajian yang spesifik. Miriam Budiardjo
menyebutkan sekurang-kurangnya ada 5 obyek ontologis ilmu politik, yaitu :
1. Negara (state)
Organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh
rakyatnya.
2. Kekuasaan (power)
Kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau
kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku.
3. Pengambilan keputusan (decision-making)
Keputusan (decision) adalah membuat pilihan di antara beberapa alternative pengambilan
keputusan (decision-making) menunjuk pada proses yang terjadi sampai keputusan itu dicapai.
4. Kebijaksanaan umum (public policy)
Kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok politik dalam usaha
memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan. Pihak yang membuat kebijakan memiliki
kekuasaan untuk melaksanakannya.
5. Pembagian (distribution)
Nilai adalah sesuatu yang dianggap baik atau benar, sesuatu yang diinginkan, sesuatu yang
berharga. Pembagian dan penjatahan dari nilai-nilai (values) dalam masyarakat. Pembagian ini
sering tidak merata dan karena itu menyebabkan konflik.
Epistemologi Ilmu Politik
Secara sederhana, Epistemologi berarti bagaimana suatu ilmu dibangun. Dalam membangun
suatu ilmu, seseorang ahli teori dibatasi oleh periode hidup serta hal-hal lain yang mempengaruhi
26. pikirannya saat membangun suatu ilmu. Sebagai contoh, pada abad pertengahan, pelajaran
mengenai tata surya dipengaruhi suatu kesimpulan umum bahwa matahari mengelilingi bumi.
Artinya, pusat dari tata surya adalah bumi, bukan matahari. Namun, pendapat ini berubah tatkala
Nicolaus Copernicus melontarkan pendapat bahwa bukan matahari yang mengelilingi bumi
melainkan sebaliknya. Dengan demikian, pelajaran mengenai sistem tata surya pun berubah.
Dalam ilmu politik, epistemologi ilmu ini diterjemahkan ke dalam konsep PENDEKATAN. Arti
dari pendekatan adalah dari sudut mana serta bagaimana seseorang melihat suatu permasalahan.
Dalam mendidik anak, orang tua biasanya mendekati lewat 3 pendekatan: Otoriter, Laissez Faire,
dan Demokratis. Jika otoriter, orang tua hanya mau dituruti pendapatnya oleh si anak, jika
Laissez Faire cenderung membebaskan/membiarkan, dan jika demokratis akan menjak dialog
dua arah.
Pendekatan dalam ilmu politik pun terbagi menjadi 3, yaitu :
1. Pendekatan tradisional
2. Pendekatan behavioral
3. Pendekatan post-behavioral
Taksonomi dari perbedaan atas masing-masing pendekatan adalah sebagai berikut :[5]
Tradisional Behavioral Postbehavioral
Mencampuradukkan fakta Memisahkan fakta dengan nilai Fakta dan nilai bergantung pada
dengan nilai; Spekulatif tindakan serta relevansi antar
keduanya
Preskriptif dan normatif Nonpreskriptif, obyektif, dan Bersifat kemanusiaan serta
empiris berorietasi masalah; Normatif
Kualitatif Kuantitatif Kualitatif dan kuantitatif
Memperhatikan keteraturan atau Memperhatikan keseragaman Memperhatikan keteraturan
ketidakteraturan dan keteraturan atau ketidakteraturan
Etnosentris; Fokus utamanya Etnosentris; Fokus utama pada Fokus pada Dunia Ketiga
pada negara demokrasi Barat model Anglo Amerika
(AS dan Eropa)
Deskriptif, parokial, dan negara Abstrak, konservatif secara Teoretis, radikal, dan
sentris ideologis, dan negara-sentris berorientasi perubahan
Fokus utama pada struktur Fokus utama pada struktur serta Fokus pada kelompok kelas dan
politik yang formal (konstitusi fungsi kelompok-kelompok konflik antarkelompok
dan pemerintah) formal dan informal
Historis atau ahistoris Ahistoris Holistik
Ketiga pendekatan dalam ilmu politik memang dikategorisasi berdasarkan periode. Pendekatan
tradisional muncul terlebih dahulu (sejak zaman Yunani Kuno) untuk kemudian secara berturut-
turut, disusul dua pendekatan setelahnya. Para pemikir politik seperti Plato atau para ahli politik
27. seperti Montesquieu, Jean Jacques Rousseau atau John Stuart Mill mendekati permasalah politik
dengan pendekatan tradisional. Pasca Perang Dunia Kedua, muncul pendekatan Behavioral yang
coba memisahkan fakta dengan nilai dalam menganalisis permasalahan politik. Para teoretisi
seperti David Easton, David E. Apter atau Gabriel A. Almond adalah contohnya.
Saat pendekatan Behavioral dinilai tidak lagi ―sensitif‖ di dalam menganalisa gejala politik, pada
tahun 1960-an muncul pendekatan Postbehavioral. Teoretisi seperti Andre Gunder Frank,
Cardoso, atau di Indonesia Arief Budiman (?) mencoba menganalisis gejala politik secara lebih
komprehensif dengan memperhatikan karakteristik wilayah serta kepentingan apa yang
sesungguhnya melandasi sebuah tindakan politik. Ketiga pendekatan ilmu politik ini tidak
terpisah (terkotakkan) secara ―zakelijk‖ (tepat/pasti) melainkan kadang tercampur satu sama lain.
Aksiologi Ilmu Politik
Ilmu kedokteran berorientasi pada peningkatan standar kesehatan masyarakat. Ilmu ekonomi
pada bagaimana seseorang dapat makmur secara material atau ilmu militer pada penciptaan
prajurit-prajurit yang dapat menjamin keamanan negara. Ketiganya adalah aksiologi. Aksiologi
adalah guna dari suatu ilmu atau, untuk apa ilmu tersebut diperuntukkan nantinya.
Aksiologi ilmu politik adalah untuk memberi ―jalan atau cara‖ yang lebih baik dalam hal
negosiasi kepentingan antar kelompok dalam masyarakat. Ilmu politik (menurut Aristoteles)
bertujuan untuk ―membahagiakan hidup manusia‖ yang tinggal dalam suatu wilayah yang sama.
Secara khusus, bagi seorang mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, ilmu politik diharapkan akan
memberi wawasan baru bahwa dalam kerja keseharian, sebagai administratur negara ia berada
dalam suatu kawasan yang bernama negara. Ia terikat oleh aturan-aturan (legislasi) yang dibuat
pemerintah (DPR dan Eksekutif). Bagi seorang mahasiswa Ilmu Administrasi Niaga, belajar
politik diharapkan akan memberi wawasan bahwa kelompok-kelompok ekonomi amat
terpengaruh oleh sebuah keputusan politik, dan sebaliknya, suatu kondisi ekonomi akan memberi
pengaruh-pengaruh tertentu atas kehidupan politik.
Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Lain
Ilmu politik tidak benar-benar bersifat independen (berdiri secara bebas). Ilmu politik juga
dipengaruhi oleh ilmu lain. Pengaruh ini dapat dilihat dari konsep-konsep (gagasan) dari ilmu-
ilmu lain tersebut yang dipakai dalam studi politik. Di bawah ini hanya akan diajukan contoh
pengaruh dari ilmu sosiologi, psikologi, ekonomi, filsafat, antropoloogi, teologi (ilmu ketuhanan)
dan ilmu jurnalistik serta para praktisi politik :[6]
Bidang Ilmu Konsep yang Dipinjam
Akomodasi, agregasi, asimilasi, sirkulasi elit, klik, kohesi, perilaku
kolektif, hirarki, tipe ideal, individualisme, legitimasi, media massa,
masyarakat massa, militerisme, nasionalisme, variabel-variabel pola, etika
Sosiologi
Prostestan, sekularitas, segregasi, kelas sosial, kontrol sosial, itegrasi
sosial, struktur sosial, sosialisasi, ketidakkonsistenan status, kelas pekerja,
Gemeinschaft-Gesellschaft.
Psikologi Afeksi, alienasi, ambivalensi, aspirasi, attitude, perilaku, kesadaran,
28. ketergantungan, empati, personalitas, gerakan sosial, strereotip, Gestalt.
Alokasi sumber daya, kartel, korporatisme, revolusi industri,
Ekonomi industrialisasi, liberalisme, merkantilisme, GNP, kelangkaan, wilayah
terbelakang.
Anarkisme, aristokrasi, konsensus, demokrasi, faksi, kehendak umum,
Filsafat
idealisme, monarki, oligarki, pluralisme, tirani, nilai.
Antropologi Akulturasi, afinitas, kasta, nepotisme, patriarki, masyarakat majemuk.
Teologi Anomi, karisma.
Imperialisme, internasionalisme, isolasionisme, kiri dan kanan, lobi,
Jurnalis dan Politisi netralisme, nihilisme, patronase, plebisit, propaganda, sosialisme,
sindikalisme.
Meskipun dipinjam, konsep-konsep tersebut di atas telah terinternalisasi dengan baik sehingga
menjadi konsep-konsep mapan di dalam ilmu politik. Beberapa konsep dari yag disebut di atas
akan kembali kita temui dalam materi-materi Pengantar Ilmu Politik selanjutnya.
Sub-sub Disiplin Ilmu Politik
Ilmu politik merupakan suatu bidang keilmuwan yang cukup luas. Dengan demikian, para pakar
yang tergabung ke dalam International Political Science Association merasa perlu untuk
membagi disiplin ilmu politik ke dalam sub-sub disiplin yang lebih rinci. Ada 9 subdisiplin yang
berada dalam naungan ilmu politik, yaitu :[7]
1. Ilmu Politik (Political Science)
Bidang ini membahas bagaimana politik dapat dianggap sebagai bidang ilmu tersendiri, sejarah
ilmu politik, dan hubungan ilmu politik dengan ilmu-ilmu sosial lain.
2. Lembaga-lembaga Politik
Bidang ini mempelajari lembaga-lembaga politik formal yang mencakup : sistem kepartaian,
sistem pemilihan umum, dewan legislatif, struktur pemerintahan, otoritas sentral, sistem
peradilan, pemerintahan lokal, pelayanan sipil, serta angkatan bersenjata.
3. Tingkah Laku Politik
Bidang ini mempelajari tingkah laku politik bukan hanya aktor dan lembaga politik formal, tetapi
juga aktor dan lembaga politik informal. Misalnya mempelajari perilaku pemilih dalam
‗mencoblos‘ suatu partai dalam Pemilu, bagaimana sosialisasi politik yang dilakukan dalam
suatu sekolah, bagaimana seorang atau sekelompok kuli panggul memandang presiden di negara
mereka.
4. Politik Perbandingan
Politik perbandingan adalah suatu subdisiplin ilmu politik yang mempelajari:
29. Perbandingan sistematis antarnegara, dengan maksud untuk mengidentifikasi serta menjelaskan
perbedaan-perbedaan atau persamaan-persamaan yang ada di antara negara yang
diperbandingkan.
Suatu metode riset soal bagaimana membangun suatu standar, aturan, dan bagaiana melakukan
analisis atas perbandingan yang dilakukan.
5. Hubungan Internasional
Bidang ini mempelajari politik internasional, politik luar negeri, hukum internasional, konflik
internasional, serta organisasi-organisasi internasional. Singkatnya, segala aktivitas politik yang
melampaui batas yuridiksi wilayah satu atau lebih negara.
6. Teori Politik
Bidang ini secara khusus membahas pembangunan konsep-konsep baru dalam ilmu politik.
Misalnya mengaplikasikan peminjaman konsep-konsep dari ilmu sosial lain guna diterapkan
dalam ilmu politik. Konsep-konsep yang dibangun oleh subdisiplin Teori Politik nantinya
digunakan untuk menjelaskan fenomena-fenomena politik yang ada. Misalnya, saat ini ilmu
politik telah mengaplikasi suatu teori baru yaitu FEMINISM THEORY. Teori ini digunakan
untuk menjelaskan fenomena maraknya gerakan-gerakan perempuan di hampir seluruh belahan
dunia. Atau, untuk menjelaskan politik ―menutup‖ diri Jepang dan Amerika Serikat (sebelum
Perang Duia I), diterapkan teori ISOLASIONISME (pinjaman dari bahasa jurnalistik).
7. Administrasi dan Kebijakan Publik
Subdisiplin ini mempelajari rangkuman aktivitas pemerintah, baik secara langsung atau tidak
langsung (melalui agen), di mana aktivitas ini mempengaruhi kehidupan warganegara.
8. Ekonomi Politik
Sub disiplin ini menekankan pada perilaku ekonomi dalam proses politik serta perilaku politik
dalam pasar (marketplace).
9. Metodologi Politik
Subdisiplin ini khusus mempelajari paradigma (metodologi) serta metode-metode penelitian
yang diterapkan dalam ilmu politik. Apakah pendekatan kualitatif atau kuantitatif yang akan
digunakan dalam suatu penelitian, masuk ke dalam subdisiplin ini. Demikian pula aneka ragam
uji statistik (dalam tradisi behavioral analysis) yang digunakan untuk menganalisis data.
Pendekatan-pendekatan dalam Ilmu Politik
Berbicara mengenai pendekatan maka kita berada dalam kerangka aspek epistemologi ilmu
pengetahuan. Dengan epistemologi, tata urut penemuan suatu pengetahuan akan dapat dilihat.
Dalam pertemuan 2 kita telah membahas adanya 3 pendekatan besar dalam ilmu politik yaitu
30. tradisional, behavioral, dan postbehavioral. Ketiga pendekatan tersebut sesungguhnya lebih
tertuju kepada aspek historis perkembangan ilmu politik ketimbang memberi suatu penjelasan
yang lebih spesifik mengenai bagaimana kita menghampiri suatu fenomena politik.
Pendekatan dapat dianalogikan seperti 6 orang yang coba menganalisa suatu rumah. Rumah
misalkan saja terdiri atas 6 buah aspek, yaitu : fundasi, dinding, atap, halaman, distribusi air, dan
keindahan ruangan. Orang yang meneliti sebuah rumah dari sisi fundasi tentu berbeda cara dan
kesimpulannya dari orang yang mengamati melalui perspektif atap. Demikian pula, orang yang
ahli sistem pengairan tidak dapat menyimpulkan hasil penelitian melalui perspektif halaman.
Demikian pula halnya dalam ilmu politik. Pendekatan satu dengan pendekatan lain berbeda baik
dalam hal meneliti serta menyimpulkan sebuah gejala politik.
Di dalam ilmu politik —-sekurang-kurangnya menurut David E. Apter—- terdapat 6 pendekatan
dalam memahami fenomena politik. Keenam pendekatan tersebut memiliki pendukung dan
karakteristik khasnya masing-masing. Namun, sama seperti masalah rumah tadi, meskipun
keenam perspektif tersebut berbeda, tetapi tetap menganalisa satu bidang yaitu rumah. Di dalam
politik demikian pula halnya, keenam pendekatan ini sama-sama menganalisa satu bidang, yaitu
fenomena politik.[8]
Pendekatan-pendekatan yang terdapat dalam ilmu politik adalah terdiri atas Filsafat Politik,
Institusionalisme, Behavioralisme, Pluralisme, Strukturalisme, dan Developmentalisme. Paparan
berikutnya akan digunakan untuk merinci masing-masing pendekatan secara satu per satu.
Filsafat Politik
Filsafat politik adalah suatu pendekatan ilmu politik yang relatif abstrak sebab berbicara pada
dataran filosofis kegiatan politik. Pendekatan ini mengkaji mengapa suatu negara terbentuk, apa
tujuan negara, siapa yang layak memerintah, di mana posisi ideal penguasa dengan yang
dikuasai, juga menyinggung masalah moral politik. Dalam pendekatan filsafat politik dikenal
empat tradisi besar yaitu tradisi klasik, pertengahan, pencerahan, dan radikal.
A. Tradisi Klasik (Plato dan Aristoteles)
Plato hidup pada masa ketika negara-kota Athena menjadi rebutan dari orang-orang yang tidak
memenuhi syarat untuk memimpin. Plato mempromosikan filsafat politiknya demi memberi
arahan yang benar seputar bagaimana menyeenggarakan kehidupan bernegara.
Bagi Plato, kehidupan negara yang sempurna akan tercapai jika prinsip-prinsip keadilan
ditegakkan. Keadilan —menurut Plato— adalah tatanan keseluruhan masyarakat yang selaras
dan seimbang. Masyarakat yang adil adalah masyarakat yang dipersatukan oleh tatanan yang
harmonis, di mana masig-masing anggota memperoleh kedudukan sesuai dengan kodrat dan
tingkat pendidikan mereka.
Negara, bagi Plato, terdiri atas tiga golongan besar, yaitu (1) para penjamin makanan (pekerja);
(2) para penjaga; dan, (3) para pemimpin.[9] Para pekerja terdiri atas mereka yang bekerja agar
barang-barang kebutuhan manusia dapat tersedia: para petani, tukang, pedagang, buruh,
31. pengemudi kereta, dan pelaut. Karena mereka hanya memahami kepentingan mereka sendiri,
mereka harus harus diatur agar hidupnya selaras dengan kepentingan umum oleh para penjaga.
Golongan kedua (para penjaga) mengabdikan seluruh hidupnya demi kepentingan umum. Untuk
itu, golongan penjaga dilarang untuk memuaskan kepentingan pribadi masing-masing. Mereka
dilarang berkeluarga, wanita dan anak dimiliki bersama, tidak boleh punya milik pribadi, serta
hidup, makan serta tidur bersama-sama. Golongan penjaga ‗disapih‘ sejak umur 2 tahun, diberi
pendidikan yang materinya mengarah pada tertib dan kebijaksanaan seperti filsafat, gimnastik,
dan musik.
Golongan ketiga (para pemimpin) dipilih di antara para penjaga, khususnya mereka yag paling
memahami filsafat (ahlinya: filosof). Dengan demikian, seorang penguasa bagi Plato harus
seorang filosof-raja. Dengan menguasai filsafat, seorang raja akan mampu memahami melihat
hakikat-hakikat rohani di belakang bayang-bayang inderawi yang selalu berubah-ubah ini. Hal
ini mungkin dilakukan oleh sebab filsuf-raja telah melepaskan diri dari ikatan-ikat nafsu dan
indera serta bebas dari pamrih. Sebab itu dapat dikatakan ahwa sumber kekuasaan adalah
PENGETAHUAN yang dicapai melalui pendidikan.
Pemikiran Plato mengenai politik dapat dilihat pada skema berikut :
Sarana Tujuan
Otoritas Keadilan
Para Penguasa →
(1) (2)
↑ ↓
Pekerjaan Potensialitas
Rakyat ←
(4) (3)
Keterangan :
Penguasa menggunakan kekuasaan untuk mencapai kepentingan umum sebagai hasil dari
kecerdasan mereka. Kepentingan umum sebaliknya, merupakan pemenuhan setiap potensi-
pontesi yang ada pada diri individu. Otoritas akan dijalankan oleh filosof-raja yang memerintah
untuk menegakkan keadilan. Keadilan diberikan kepada rakyat untuk diselenggarakan pada
pemenuhan potensi-potensi yang dicapai melalui pekerjaan. Pekerjaan akhirnya akan
menghasilkan sumber-sumber yang perlu untuk otoritas.
Aristoteles (384-322 sM) mempersamakan tujuan negara dengan tujuan manusia: Menciptakan
kebahagiaan (Eudaimonia). Manusia adalah makhluk sosial sekaligus zoon politikon (makhluk
politik), sebab manusia tidak dapat berbuat banyak demi mencapai kebahagiaan tanpa bantuan
orang lain. Sebab itu, manusia harus mau berinteraksi di dalam negara (berinteraksi dengan
orang lain) demi mencapai kebahagiaan hidup sendiri dan bersama.
Dengan demikian, tugas negara bagi Aristoteles pun jelas: Mengusahakan kebahagiaan hidup
warganegaranya. Aristoteles menentang gagasan Plato untuk menyerahkan kekuasaan negara
hanya kepada filosof-raja yang tanpa konstitusi. Sebaliknya, Aristoteles menyarankan
pembetukan suatu negara bernama POLITEIA (negara yang berkonstitusi). Pemimpin negara
32. adalah orang yang ahli dan teruji kepemimpinannya secara praktis, bukan filsuf yang hanay
duduk di ‗menara gading.‘ Sumber kekuasaan dalam Politeia adalah hukum.
Bagi Aristoteles, kekuasaan suatu negara harus berada di tangan banyak orang agar suatu
keputusan tidak dibuat secara pribadi melainkan kolektif. Namun, kekuasaan tersebut jangan
berada di tangan golongan miskin atau kaya, melainkan golongan menengah.[10]
Artinya, bentuk kekuasaanya berada di tengah-tengah antara oligarki dengan demokrasi. Satu hal
penting lain, seluruh penguasa harus takluk kepada hukum. Bagi Aristoteles pun, negara sama
seperti organisme: Ia mampu berkembang dan mati.
Secara sederhana, pemikiran Aristoteles mengenai politik dapat dilihat pada skema berikut ini:
Sarana Tujuan
Kebijaksanaan
Warganegara Pilihan
← (praktis)
Individual
(4) (3)
↓ ↑
Konstitusi
Kebahagiaan
Polis (negara) Campuran →
(1) (2)
Aristoteles menekankan pentingnya konstitusi campuran yang merupakan aturan dasar
kehidupan bernegara. Kontitusi ini harus menunjuk kebahagiaan setiap individu sebagai hal ideal
yang harus dicapai suatu negara. Kebahagiaan secara praktis diturunkan ke dalam bentuk
kebijaksanaan-kebijaksanaan praktis. Setiap kebijaksanaan menghasilkan pilihan-pilihan baru
bagi para warganegara yang nantinya diwujudkan ke dalam bentuk konstitusi campuran.
B. Tradisi Abad Pertengahan (Santo Agustinus, Thomas Aquinas, dan Martin Luther)[11]
Santo Agustinus (13 Nopember 354 M – 28 Agustus 430 M)
Agustinus menulis magnum opus-nya De Civitate Dei (Kota Tuhan). Ia membagi negara ke
dalam dua substansi: Sekuler dan Surgawi. Negara sekuler (diaboli) adalah negara yang jauh dari
penyelenggaraan hukum-hukum Tuhan, sementara negara surgawi sebaliknya. Negara Surgawi
(disebut pula negara Allah) ditandai oleh penjunjungan tinggi atas kejujuran, keadilan, keluhuran
budi, serta keindahan. Negara sekuler ditandai oleh kebohongan, pengumbaran hawa nafsu,
ketidakadilan, penghianatan, kebobrokan moral, dan kemaksiatan. Konsepsi negara surgawi dan
diaboli dianalogikan Agustinus seperti kisah Kain dan Habel. Perilaku Kain yang negatif
mencerminkan pengumbaran hawa nafsu, sementara perilaku Habel mencerminkan ketaatan
pada Tuhan.
Santo Thomas Aquinas (1225-1274 M).
Magnum opus Aquinas adalah ―Summa Theologia.‖ Berbeda dengan Agustinus, Aquinas
menyatakan bahwa negara adalah sama sekali sekuler. Negara adalah alamiah sebab tumbuh dari
33. kebutuhan-kebutuhan manusia yang hidup di dunia. Namun, kekuasaan untuk menjalankan
negara itulah justru yang berasal dari Hukum Tuhan (Divine Law). Sebab itu, kekuasaan harus
diperguakan sebaik-baiknya dengan memperhatikan hukum Tuhan.
Penguasa harus ditaati selama ia mengusahakan terselanggaranya keptingan umum. Jika
penguasa mulai melenceng, rakyat berhat untuk mengkritik bahkan menggulingkannya. Namun,
Aquinas menyarakankan ―Jangan melawan penguasa yang tiran, kecuali sungguh-sungguh ada
seseorang yang mampu menjamin stabilitas setelah si penguasa tiran tersebut digulingkan.‖
Martin Luther (1484-1546 M)
Tahun 1517 memberontak terhadap kekuasaan gereja Roma. Sebab-sebab pemberontakannya
adalah mulai korupnya kekuasaan Bapa-Bapa gereja, isalnya mengkomersilkan surat
pengampunan dosa (surat Indulgencia). Luther juga meulai prithatin akan gejala takhayulisme
dan mitologisasi patung-patung orang-orang suci gereja. Keprihatinan lain Luther adalah
anggapan suci yang berlebihan atas para pemuka agama, sebab sesungguhnya mereka pun
manusia biasa.
Sebab itu, berbeda dengan pemikiran Katolik pertengahan, Luther menyarakan pemisahan
kekuasaan gereja (agama) dengan kekuasaan negara (sekuler). Luther menuntut Paus agar
mengakui kekuasaan para raja dengan tidak mengintervensi penyelenggaraan kekuasaan dengan
dalih-dalih penafsiran kitab suci. Akhirnya, gereja harus ditempatkan di bawah pengawasan
negara. Penyembahan Tuhan lalu dijadikan penghayatan oleh subyek bukan terlembaga seperti
gereja Katolik.
Secara umum, pemikiran Agustinus, Aquinas, dan Luther berada dalam konsep umum teokrasi
(pemerintahan berdasarkan prinsip-prinsip ketuhanan). Secara sederhana, dapat dirangkum ke
dalam bagan berikut :
Sarana Tujuan
Masyarakat Baik
Negara Manusia
Sebagai Kota
Yang Mengatur (akal) ←
Tuhan (wahyu)
(2) (1)
↓ ↑
Kepatuhan Pada Kejayaan
Yang Diatur Hukum Positif → (Grace)
(3) (4)
Keterangan :
Wahyu turun dari Tuhan. Dari wahyu muncul nalar, dan dari nalar tampil hukum alam. Dari
hukum alam maka lahir hukum praktis yang mengatur harta benda, warisan, dinas militer, dan
kewajiban-kewajiban lain. Hukum praktis ini dibuat oleg rakyat dan disebut hukum positif, yaitu
hukum yang menunjukkan apa apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Hukum
ini dimaksudkan demi menciptakan kejayaan (grace).
34. C. Tradisi Pencerahan (kembali ke persoalan duniawi)
Niccolo Machiavelli (1469-1527 M).[12]
Dalam magnum opus-nya ―Il Principe‖ (sang pangeran), Machiavelli menandaskan bahwa
kekuasaan merupakan awal dari terbentuknya negara. Negara adalah simbol kekuasaan politik
tertinggi yang sifatnya mencakup semua dan mutlak. Berbeda dengan pemikiran Agustinus,
Aquinas, dan Luther, bagi Machiavelli kekuasaan ada di dalam dirinya sendiri, mutlak, bukan
berasal dari Tuhan atau doktrin agama manapun. Justru, agama, moral bahkan Tuhan, dijadikan
alat untuk memperoleh kekuasaan oleh para penguasa.
Il Principe menceritakan soal apa yang seharusnya dilakukan seorang raja untuk
mempertahankan atau menambah kekuasaannya. Raja harus licik sekaligus jujur. Tujuan seorang
penguasa adalah mempertahankan kekuasaan dan untuk itu, ia harus menyelenggarakan
kesejahteraan rakyat secara umum agar si penguasa tersebut semakin dicintai dan didukung
rakyat agar terus berkuasa.
Thomas Hobbes (1588-1679 M).
Magnum opus-nya Thomas Hobbes adalah ―Leviathan.‖ Bagi Hobbes, manusia adalah serigala
bagi sesamanya (homo homini lupus), sebab manusia secara mendasar memiliki naluri-naluri
‗buas‘ di dalam dirinya. Situasi dalam masyarakat sebelum adanya negara adalah Bellum
Omnium Contra Omnes (perang semua lawan semua). Untuk mengatasi situasi perang tersebut
perlu dibentuk negara guna menciptakan stabilitas dan kedamaian.
Hobbes berbeda dengan Aristoteles sebab memperbolehkan pemerintahan tanpa konstitusi.
Bagaimana raja terjaga dari kemungkinan penyelewengan kekuasaan? Hobbes menjawa: ―Tidak
mungkin sebab raja dituntun oleh hukum moral di alam dirinya!‖
John Locke (1632-1704 M)
Magnum opusnya John Locke ―Two Treatises of Government.‖ Menurut Locke, manusia pada
dasarnya adalah baik, tetapi ia berangsur-angsur memburuk perilakunya karena menjaga harta
milik dari jarahan individu lain. Sebab itu, negara dibutuhkan untuk menjamin hak milik pribadi.
Namun, negara yang dibentuk harus berdasarkan konstitusi dan kekuasaan yang ada harus
dibeda-bedakan. Locke berbeda dengan Hobbes, bahwa kekuasaan seorang raja harus dibatasi.
Dan tidak hanya itu, Locke menyarankan adanya 3 bentuk kekuasaan yang terpisah, yaitu :
Legislatif (pembuat UU)
Eksekutif (pelaksana UU)
Federatif (hubungan dengan luar negeri) —- sementara dipegang eksekutif.
Locke menyarankan diselenggarakannya demokrasi perwakilan, di mana wakil-wakil rakyat
yang membuat undang-udang. Namun, ―rakyat‖ yag diwakili tersebut adalah laki-laki, dan
berasal dari kelas borjuis.
35. Montesquieu (1689-1755 M).
Magnum opus dari Montesquieu adalah ―The Spirit of the Laws.‖ Buku ini terdiri atas 31 buku
yang dibagi ke dalam 6 bagian, dengan rincian berikut :
1. Hukum secara umum dan bentuk-bentuk pemerintahan
2. Pengaturan militer dan pajak
3. Ketergantugan adat kebiasaan atas iklim dan kondisi alam suatu wilayah
4. Perekonomian.
5. Agama
6. Uraian tentang hukum Romawi, Perancis, dan Feodalisme.
Untuk menjamin kebebasan warganegara, Montesquieu merasa perlu untuk memisahkan tiga
jenis kekuasaan, yaitu Legislatif (membuat UU), Eksekutif (melaksanakan UU), dan Yudikatif
(mengawasi pembuatan dan pelaksanaan UU).
Jean Jacques Rousseau (1712-1778 M).
Magnum opus Rousseau adalah ―The Social Contract.‖ Dalam karya tersebut, Rousseau
menyebutkan bahwa negara terbentuk lewat suatu perjanjian sosial. Artinya, individu-individu
dalam masyarakat sepakat untuk menyerahkan sebagian hak-hak, kebebasan dan kekuasaan yang
dimilikinya kepada suatu kekuasaan bersama. Kekuasaan bersama ini kemudian dinamakan
Negara.
Negara berdaulat selama diberi mandat oleh rakyat. Kedaulatan tersebut akan tetap absah selama
negara tetap menjalankan fungsi sesuai kehendak rakyat. Dalam menjalankan hidup keseharian
negara, Rousseau tidak menghendaki demokrasi perwakilan melainkan lagsung. Artinya, setiap
masyarakat tidak mewakilkan kepentinga politiknya pada seseorang atau sekelompok orang,
tetapi sendiri melakukannya di kehidupan publik. Masing-masing rakyat datang ke pertemuan
umum dan menegosiasikan kepentingannya dengan individu lain.
Secara umum, pendekatan filsafat politik tradisi pencerahan dapat dilihat pada bagan berikut :
Sarana Tujuan
Stabilitas dan
Kekuasaan
Para Penguasa → Ketertiban
(3) (4)
↑ ↓
Dukungan Hak-Hak
Yang Dikuasai ←
(2) (1)
Keterangan :
Hal paling penting dalam tradisi pencerahan adalah hak-hak individu manusia (bukan Tuhan atau
masyarakat). Untuk menjamin terselenggaranya hak tersebut, mereka memberi dukungan pada
seseorang atau sekelompok orang untuk mengatur mereka. Dukungan melahirkan kekuasaan, dan
36. kekuasaan demi menjaga stabilitas dan ketertiban agar setiap individu mampu menikmati hak-
hak mereka dengan rasa aman.
D. Tradisi Modern
Georg Wilhelm Friedrich Hegel
Magnum Opus-nya : ―The Phenomenology of Mind.‖ Menurut Hegel ada satu kekuatan absolut
yang sedang bekerja di dunia ini. Kekuatan tersebut ia sebut Ide Mutlak. Ide mutlak bergerak
dalam sejarah dan bentuk yang paling sempurna adalah negara. Negara berasal dari gerak
dialektis (pertentangan) di tengah masyarakat. Pertentangan mengalami penyelesaian melalui
media terbentuk dan terselenggaranya negara. Dengan demikian, negara adalah bentuk tertinggi
pengorganisasian manusia dan ia mengatasi kepentingan-kepentingan individu. Kepentingan
negara harus didahulukan ketimbang yang terakhir.
Karl Heinrich Marx
Magnum opus-nya Manifesto Komunis (bersama Friedrich Engels). Marx (murid Hegel)
menentang gurunya . Ia menyatakan bahwa negara cuma sekadar alat dari kelas ‗kaya‘ ekonomis
untuk mengisap kelas ‗miskin‘ (proletar). Dengan adanya negara, penindasan kelas pertama atas
yang kedua berlanjut. Penindasan hanya dapat dihentikan jika negara dihapuskan. Pengahapusan
negara melalui revolusi proletariat.[13]
John Stuart Mill
Magum opusnya ―On Liberty.‖ Mill amat menjunjung tinggi kehidupan politik yang negosiatif.
Baginya, negara muncul hanya sebagai instrumen untuk menjamin kebebasan individu. Bagi
Mill, hal yang harus diperbuat negara adalah menciptakan Greatest Happines for Greates
Number (kebahagian terbesar untuk jumlah yang terbesar). Bagi Mill, dengan demikian, prinsip
mayoritas harus dijunjung tinggi dalam suatu negara. Baginya, yang ‗banyak‘ harus didahulukan
ketimbang yang sedikit.
Pendekatan Institusional
Pendekatan filsafat politik menekankan pada ide-ide dasar seputar dari mana kekuasaan berasal,
bagaimana kekuasaan dijalankan, serta untuk apa kekuasaan diselenggarakan. Pendekatan
institusional menekankan pada penciptaan lembaga-lembaga untukmengaplikasikan ide-ide ke
alam kenyataan.
Kekuasaan (asal-usul, pemegang, dan cara penyelenggaraannya) dimuat dalam konstitusi. Obyek
konstitusi adalah menyediakan UUD bagi setiap rezim pemerintahan. Konstitusi menetapkan
kerangka filosofis dan organisasi, membagi tanggung jawab para penyelenggara negara,
bagaimana membuat dan melaksanakan kebijaksanaan umum.
Dalam konstitusi dikemukakan apakah negara berbentuk federal atau kesatuan, sistem
pemerintahannya berjenis parlementer atau presidensil. Negara federal adalah negara di mana