Makalah ini membahas tentang klasifikasi lahan berdasarkan kemampuan (capability) dan kesesuaian (suitability) lahan. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu, sedangkan kemampuan lahan menekankan pada kapasitas berbagai penggunaan lahan. Keduanya dapat dinilai secara aktual maupun potensial dengan mempertimbangkan faktor fisik lingkungan dan ekonomi.
Makalah_42 Klasifikasi tanah berdasarkan capability dan suitability
1. MAKALAH
KLASIFIKASI LAHAN BERDASARAKAN KEMAMPUAN (CAPABILITY) DAN
KESESUAIAN (SUITABILITY)
Disusun untuk memenuhi mata kuliah Evaluasi Lahan
Semester Ganjil Tahun 2010
Oleh
Raden Bondan Eddyana B
150110080162
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI D
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2. A. Kesesuaian lahan (Land Suitability)
Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu
penggunaan tertentu (Sitorus (1985:42). Sebagai contoh lahan sangat sesuai untuk irigasi, lahan
cukup sesuai untuk pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim. Kesesuaian
lahan ditunjukkan oleh kelas dan sub kelas kesesuaian lahan tertentu. Untuk memperoleh
tingkatan dalam kesesuaian lahan didapat dari hasil membandingkan antara kualitas lahan dengan
persyaratan penggunaan lahan. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini
(present) atau setelah diadakan perbaikan (improvement).
Kesesuaian lahan ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, yang terdiri atas iklim, tanah,
topografi, hidrologi dan/atau drainase sesuai untuk suatu usaha tani atau komoditas tertentu
yang produktif.
Klasifikasi kesesuaian lahan (land suitability classification) adalah penilaian dan
pengelompokan atau proses penilaian dan pengelompokan lahan dalam arti kesesuaian relatif
lahan atau kesesuaian absolut lahan bagi suatu penggunaan tertentu (Marendra, 2008).
Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut
tingkatannya
Ordo : Keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan
antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tergolong tidak sesuai (N).
Kelas : Keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Pada tingkat kelas, lahan yang
tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup
sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N)
tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas.
Kelas S1 (sangat sesuai) : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau
nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas yang bersifat minor dan
tidak akan mereduksi produktivitas lahan secara nyata.
Kelas S2 (cukup sesuai) : Lahan mempunyai faktor pembatas, dan factor pembatas ini
akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas
tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.
Kelas S3 (sesuai marjinal) : Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor
pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang
lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2.
Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya
bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta.
3. Kelas N (tidak sesuai) : Lahan yang tidak sesuai (N) karena mempunyai factor
pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi.
Subkelas : Keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas
kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan yang
menjadi faktor pembatas terberat. Faktor pembatas ini sebaiknya dibatasi jumlahnya, maksimum
dua pembatas. Tergantung peranan faktor pembatas pada masing-masing subkelas, kemungkinan
kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan ini bisa diperbaiki dan ditingkatkan kelasnya sesuai
dengan masukan yang diperlukan.
Unit : Keadaan tingkatan dalam subkelas kesesuaian lahan, yang
didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Semua unit yang
berada dalam satu subkelas mempunyai tingkatan yang sama dalam kelas dan mempunyai jenis
pembatas yang sama pada tingkatan subkelas. Unit yang satu berbeda dari unit yang lainnya
dalam sifat-sifat atau aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan sering merupakan
pembedaan detil dari factor pembatasnya. Dengan diketahuinya pembatas tingkat unit tersebut
memudahkan penafsiran secara detil dalam perencanaan usaha tani. Dalam praktek evaluasi
lahan, kesesuaian lahan pada kategori unit ini jarang digunakan.
Menurut kerangka FAO (1976) dikenal dua macam kesesuaian lahan, yaitu: Kesesuaian lahan
kualitatif dan Kesesuaian lahan kuantitatif. Masing-masing Kesesuaian lahan tersebut dapat
dinilai secara aktual maupun potensial; atau Kesesuaian lahan aktual dan Kesesuaian lahan
potensial. Kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang dilakukan dengan cara
mengelompokkan lahan ke dalam beberapa kategori berdasarkan perbandingan relative kualitas
lahan tanpa melakukan perhitungan secara rinci dan tepat biaya dan pendapatan bagi penggunaan
Gambar 1. Struktur Klasifikasi
Kesesuaian Lahan (FAO, 1976)
4. lahan tersebut. Klasifikasi ini didasarkan hanya pada potensi fisik lahan. Keadaan sosial ekonomi
hanya merupakan latar belakang umum saja. Sedangkan kesesuaian lahan kuantitatif adalah
kesesuaian lahan yang didasarkan tidak hanya pada fisik lahan, tetapi juga mempertimbangkan
aspek ekonomi yang dinyatakan dalam term ekonomi berupa masukan (input) dan keluaran
(output), B/C ratio, dan sebagainya yang biasanya digunakan untuk survei kelayakan secara rinci
(Arsyad, 1989:209).
Kesesuaian lahan dibedakan atas kesesuaian lahan aktual (present land suitability) dan kesesuaian
lahan potensial (potential land suitability). Kesesuaian lahan sekarang adalah kesesuaian lahan
yang dinilai berdasarkan keadaan lahan pada saat dilakukan penelitian tanpa memperhitungkan
jenis perbaikan lahan yang diperlukan, sedangkan kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian
lahan yang dinilai berdasarkan keadaan lahan setelah diadakan perbaikan-perbaikan
(improvement) tertentu yang diperlukan seperti penambahan pupuk, pengairan atau terasering
tergantung dari jenis faktor pembatasnya (FAO, 1976; Dent dan Young, 1981).
B. Kemampuan lahan (Land Capability)
Klasifikasi kemampuan lahan (land capability classification) adalah penilaian komponen-
komponen lahan secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori
berdasarkan sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari.
Kemampuan lahan lebih menekankan kepada kapasitas berbagai penggunaan lahan secara umum
yang dapat diusahakan di suatu wilayah. Jadi semakin banyak jenis tanaman yang dapat
dikembangkan atau diusahakan di suatu wilayah maka kemampuan lahan tersebut semakin tinggi.
Sebagai contoh suatu lahan yang topografi atau reliefnya datar, tanahnya dalam, tidak kena
pengaruh banjir dan iklimnya cukup basah kemampuan lahan pada umumnya cukup baik untuk
pengembangan tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Namun jika kedalaman tanahnya
kurang dari 50 cm, lahan tersebut hanya mampu dikembangkan untuk tanaman semusim atau
tanaman lain yang mempunyai zone perakaran dangkal (Marendra, 2008)
Berdasarkan cara penilaian kemampuan lahan (Soepraptohaedjo, 1962) kualitas lahan dapat
dinilai dari sifat tanah dan lingkungan. Sifat tanah meliputi kandungan unsure hara, hubungan
kelembapan tanah – tanaman, kapasitas menyerap unsure hara, permeabilitas, dan kedalaman
effektif. Sedangkan factor lingkungan terdiri dari factor penghambat (batu dan konkresi, muka air
tanah, relief) dan factor bahaya (kekeringan, salinitas, banjir dan erosi)
5. Gambar 2. Skema hubungan Kelas Kemampuan lahan dengan Intensitas dan
Macam Penggunaan lahan (Hockennamith dan Steele, 1949 dan Brady, 1974
dalam Sitorus 1985)
Gambar 3. Tabel Penentuan Kelas Kemampuan Lahan ( Soepraptohardjo, 1962:55)
6. DAFTAR PUSTAKA
Soepraptohaedjo. 1962. Dalam Kualitas, Kemampuan dan Penggunaan Lahan pada Bentuk Lahan Asal
Denudasional di Kecamatan Dawan Kabupaten Daerah Tingkat II Kelungkung. Diakses
melalui http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/30197155165.pdf. Tanggal akses
14/11/2010
FAO. 1976. dalam Pertimbangan Faktor-faktor Pertanian Guna Optimalisasi Lahan. Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran. Jatinangor. Diakses melalui http://pustaka.unpad.ac.id/wp
content/uploads/2009/03/pertimbangan_faktor_faktor_pertanian_guna_optimalisadi_lah
n.pdf. Tanggal akses 14/11/2010
Ejasta. 1997. Kualitas, Kemampuan dan Penggunaan Lahan pada Bentuk Lahan Asal Denudasional di
Kecamatan Dawan Kabupaten Daerah Tingkat II Kelungkung. Diakses melalui
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/30197155165.pdf. Tanggal akses 14/11/2010
Dent dan Young. 1981. Pertimbangan Faktor-faktor Pertanian Guna Optimalisasi Lahan. Fakultas
Pertanian Universitas Padjadjaran. Jatinangor. Diakses melalui
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/03/
pertimbangan_faktor_faktor_pertanian_guna_optimalisadi_lahan.pdf. Tanggal akses
14/11/2010
Sitorus. 1985. Dalam Pertimbangan Faktor-faktor Pertanian Guna Optimalisasi Lahan.FakultasPertanian
Universitas Padjadjaran. Jatinangor. Diakses melalui http://pustaka.unpad.ac.id/wp
content/uploads/2009/03/pertimbangan_faktor_faktor_pertanian_guna_optimalisadi_lah
n.pdf. Tanggal akses 14/11/2010
Arsyad. 1989.Dalam Pertimbangan Faktor-faktor Pertanian Guna Optimalisasi Lahan. FakultasPertanian
Universitas Padjadjaran. Jatinangor. Diakses melalui http://pustaka.unpad.ac.id/wp
content/uploads/2009/03/pertimbangan_faktor_faktor_pertanian_guna_optimalisadi_lah
n.pdf. Tanggal akses 14/11/2010
Marendra. 2008. Pertimbangan Faktor-faktor Pertanian Guna Optimalisasi Lahan. Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran. Jatinangor. Diakses melalui http://pustaka.unpad.ac.id/wp
content/uploads/2009/03/pertimbangan_faktor_faktor_pertanian_guna_optimalisadi_lah
n.pdf. Tanggal akses 14/11/2010