2. Data AJI Indonesia:
2005, 43 kasus
2006, 53 kasus
2007, 75 kasus
2008, 59 kasus
2009, 40 kasus
2010, 51 kasus
Data LBH Pers
2011, 85 kasus
Kasus yang menonjol pada 2011:
• Penusukan kontributor Vivanews.com dan The Jakarta Globe di Jayapura bernama
Banjir Ambarita oleh orang tidak dikenal pada 3 Maret 2011.
• Penyerangan kantor redaksi Surat Kabar Harian Orbit di Medan oleh kelomok tidak
dikenal pada 3 Mei 2011.
• Penculikan jurnalis Jurnal Bogor bernama Eka Rahmawati oleh Dede Halim (pemilik
hotel Raja Inn Hotel) pada 10 Agustus 2011.
• Penyekapan dan ancaman pembunuhan kepada Endang Sidin, jurnalis Erende Pos di
Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, pada 16 Desember 2011 oleh Polisi Pamong Praja.
3. Pemberitaan pers yang kritis dan mengancam penguasa
Berada di lokasi terjadinya tindak pidana atau
pelanggaran HAM
Pemberitaan yang tidak profesional, tidak memenuhi
kode etik jurnalistik (proses peliputan yang tidak
mengedepankan empati dan penghormatan terhadap
narasumber, berita bohong, tidak cover both side, berisi
opini wartawan).
Pemberitaan yang tidak netral (bisa disebabkan oleh
jurnalis yang berpihak, namun bisa pula disebabkan
kebijakan redaksi yang berpihak kepada salah satu
pihak yang diberitakan.
Ketidaktahuan publik tentang mekanisme penyelesaian
sengketa akibat pemberitaan sesuai UU Pers.
4. Kekerasan fisik
• Mengakibatkan kerugian pada fisik, dari
sekedar luka-luka ringan hingga meninggal
dunia.
Kekerasan non fisik
• Menghalangi kerja jurnalistik (pelarangan
liputan, pengusiran, perusakan atau perampasan
alat kerja jurnalis, pendudukan kantor jurnalis,
intimidasi, unjukrasa,tuntutan hukum dan lain-
lain).
5. POLA KEKERASAN terhadap Pers
Sebelum 1998 Sesudah 1998
Kekerasan oleh negara Kekerasan oleh publik spt :
(pembredelan, pelarangan anggota ormas, LSM, tokoh
terbit atau siaran, sensorship warga, pengusaha
Kekerasan oleh aparatur Kekerasan oleh aparatur
keamanan negara (polisi, birokrat negara spt kepala
tentara, anggota milisi resmi, daerah, polisi, jaksa, hakim,
kelompok bersenjata) tramtib, TNI
Kekerasan oleh aparatur Kekerasan melalui peraturan
birokrat negara (pejabat lokal negara, spt : KUHP, UU ITE, UU
& nasional spt bupati, KIP, UU Pornografi, RUU
camat,gubernur,lurah) Rahasia Negara
6. Uraian kasus posisi
• Data lengkap identitas jurnalis yang menjadi korban
• Kronologis kasus.
• Nama pemilik perusahaan tempat korban bekerja, data atasan yang
bertanggungjawab terhadap kerja jurnalistik korban.
• Riwayat pekerjaan korban di perusahaan itu
• Status kerja korban
• Uraian kasus
• Tuntutan (dalam hal kriminalisasi pers)
• Jenis penanganan yang diharapkan.
• Dokumentasi dan kumpulan karya jurnalistik korban yang diduga
terkait dengan kekerasan atau ancaman yang terjadi.
• Uraikan perkembangan penanganan kasus.
* Dikutip dari Panduan Melakukan Advokasi Pers, diterbitkan Media
Center Aceh dan AJI Indonesia.
7. Langkah2 ADVOKASI
Verifikasi : kategori Demonstrasi dan Lobby : isu
kekerasan, profil korban, data yang kuat, solidaritas dan
peristiwa, profil pelaku, nara jaringan yang solid
Menuntut ke Pengadilan :
sumber, dokumen pendukung
menyusun kasus secara
(foto/file2 lain). kronologis, mencari lawyer atau
Menulis Alert : jenis kasus, pendamping kasus, menyusun
sumber informasi, identitas strategi beracara di pengadilan,
korban, kapan dimana dan mencari saksi2, melaporkan ke
bagaimana kekerasan, pelaku, polisi, mengikuti proses
penyebab kasus. peradilan
Investigasi : pengetahuan Pendampingan Korban : kontak
yang memadai, ketrampilan, dgn keluarga, wawancara dan
menggali informasi dari
sumber2 yang kuat,
perspektif korban, penanganan
keberanian & keteguhan trauma
Publikasi dan Kampanye : Membangun jaringan dengan
media massa dan komunitas lembaga lain.
8. Jika korban tidak mampu/mungkin menyusun
kronologis sendiri, PPMI Kota terdekat mengumpulkan
dan memverifikasi informasi kekerasan atau ancaman
dan menyusun kronologisnya.
Melakukan analisa apakah kasus kekerasan atau
ancaman terkait dengan kerja jurnalistik jurnalis yang
menjadi korban.
ADVOKASI HANYA DIBERIKAN JIKA KASUS
KEKERASAN TERKAIT LANGSUNG DENGAN KERJA
JURNALISTIK KORBAN atau UPAYA MEMPERJUANGKAN
KEBEBASAN PERS DAN EKSPRESI.
9. Dalam menangani pengaduan, kedepankan keselamatan korban. Setiap
pengumumkan kasus kekerasan terhadap jurnalis terlebih dahulu
mempertimbangkan:
• Perkiraan dampak jika sebuah ancaman atau kekerasan terhadap
jurnalis dipublikasikan, perkirakan apakah ada kemungkinan
kekerasan susulan terjadi.
• Diskusikan dengan korban kebutuhan evakuasi, namun jangan sampai
menambah kepanikan korban.
• Mintalah persetujuan dan pertimbangan korban sebelum
mempublikasikan kasus kekerasan atau ancaman.
• Hasil analisa menentukan apa rekomendasi dan strategi advokasi
yang akan dimasukkan ke dalam Alert.
10. 20 Langkah Menghadapi Ancaman (Diadaptasi dari 20 Langkah
Menghadapi Ancaman yang disusun oleh PJUF dan IFJ untuk
Jurnalis di Pakistan).
• Pelajari dan dokumentasikan uraian situasi apakah yang
sedang terjadi ketika muncul ancaman itu, kapan ancaman
diterima, dan orang serta para pihak yang terkait dengan
ancaman itu.
• Simpan seluruh SMS ancaman dalam telepon selular Anda,
itu penting untuk menjadi bukti di kemudian hari.
• Segera beritahukan ancaman itu kepada orang lain, atasan
Anda, rekan sesama jurnalis yang bekerja di lokasi yang sama,
keluarga Anda.
• Mintalah bantuan dari PPMI atau organisasi jurnalis terdekat
dengan lokasi kerja Anda, lembaga advokasi HAM, dan
organisasi lain, baik di level lokal, regional maupun nasional .
11. • Dalam hal ancaman itu merupakan kelanjutan dari ancaman
sebelumnya yang gagal diungkap siapa pelakunya, lakukan
langkah:
Simpan seluruh nomor darurat dalam telepon selular Anda,
termasuk nomor atasan, kantor tempat Anda bekerja, nomor
jurnalis lain yang Anda percayai, nomor polisi dan atau
pengacara yang Anda percaya. Aturlah seluruh nomor
darurat itu dalam fasilitas speed dial di telepon selular Anda.
Selalu informasikan ke mana Anda pergi kepada atasan Anda,
jurnalis lain yang Anda percayai, dan keluarga Anda.
Informasikan kapan Anda akan berangkat, perkiraan Anda
tiba di lokasi, perkiraan Anda meninggalkan lokasi dan
kembali tiba di tempat aman. Lakukan secara berkala,
sehingga jika rutinitas itu terhenti orang lain akan menyadari
Anda dalam bahaya.
12. Hindari bepergian sendirian, usahakan selalu ada orang lain
yang menyertai perjalanan Anda.
Jika Anda harus menemui seseorang yang belum Anda kenal,
pastikan lokasi pertemuan itu adalah tempat publik yang
ramai. Beritahukan rencana Anda kepada atasan, dan jurnalis
lain yang Anda percayai.
Pastikan kondisi fisik dan mental Anda dalam keadaan baik
dan tidak di bawah tekanan.
Biasakan untuk membuat rute perjalanan harian yang selalu
berubah-ubah. Rute perjalanan yang selalu sama
memudahkan orang yang berniat buruk mencelakakan Anda.
Kenalilah jalan keluar di lokasi yang rutin Anda singgahi,
misalnya kantor atau tempat tinggal Anda. Pelajarilah
kemungkinan membuat jalan keluar alternatif jika sewaktu-
waktu Anda harus mengevakuasi diri.
13. Diluar kasus kekerasan terhadap jurnalis,
juga terdapat ancaman lain terhadap
kebebasan pers.
• KUHP – ada 37 pasal pidana yang siap mengirim
jurnalis ke penjara
• UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara
• UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE
• UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang KIP.
• UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
• RUU Rahasia Negara
• Pengaturan mekanisme peliputan di lembaga publik
yang berpotensi menghalangi hak wartawan untuk
meliput, misalnya, rencana pengaturan tata cara
peliputan di DPR RI