Dokumen tersebut membahas tiga teori belajar yaitu teori Piaget, Bruner, dan Gestalt. Teori Piaget membahas empat tahapan perkembangan berfikir anak, teori Bruner menjelaskan tiga tahapan belajar dan lima teorema pembelajaran matematika, sedangkan teori Gestalt menekankan pentingnya prasyarat, latihan berulang, dan pendekatan proses dalam pembelajaran.
1. TEORI BELAJAR MENURUT
PIAGET, BRUNER, DAN GESTLAT
D
I
S
U
S
U
N
KELOMPOK TIGA
By:
1. Yuli Fitriani Sinaga (8126171041)
2. Minta Ito Harahap (8126171023)
3. Lilis Saputri (8126171018)
2. TEORI-TEORI BELAJAR
1. TEORI BELAJAR MENURUT PIAGET
Teori ini mengatakan bahwa “Jika kita akan memberikan
pelajaran tentang sesuatu kepada anak didik, maka kita harus
memperhatikan tingkat perkembangan berfikir anak tersebut.”
Dengan teori belajar yang disebut Teori Perkembangan Mental Anak
(Mental atau Intelektual dan Kognitif) atau ada pula yang menyebutnya Teori
Tingkat Perkembangan Berfikir Anak telah membagi tahapan kemampuan
berfikir anak menjadi empat tahapan yaitu :
Tahap sensori motorik (dari lahir sampai usia 2 tahun)
Tahap operasional awal/pra operasi (usia 2 sampai 7 tahun)
Tahap operasional/operasi konkrit (usia 7 sampai 11/12 tahun)
Tahap operasional formal (usia 11 tahun ke atas).
3. A. Tahap Sensori Motor (Sensory Motoric Stage)
Tahap ini diperoleh melalui perbuatan fisik (gerakan anggota
tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman
itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila
ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha
untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghilang dari
pandangannya, asal perpindahan terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai
mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat
perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan
dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya mulai matang. Ia
mulai mampu untuk melambangkan objek fisik ke dalam simbol
misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan.
4. B. Tahap Pra Operasi (Pre Operational Stage)
Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi
konkrit. Istilah operasi yang digunakan oleh Piaget di sini adalah
berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti mengklasifikasikan
sekelompok objek (classifying), menata letak benda-benda menurut
urutan tertentu (seriation), dan membilang (counting). Pada tahap ini
pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit
daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat obyek-obyek yang
kelihatannya berbeda, maka ia mengatakannya berbeda pula.
a.
b.
5. Dari contoh-contoh di atas, tampak bahwa anak masih berada pada
tahap pra operasional belum memahami konsep kekekalan
(conservation), yaitu kekekalan banyak, kekekalan materi, kekekalan
volum, kekekalan panjang, dan kekekalan luas dan belum memahami
operasi yang sifatnya reversible belum dapat memikirkan dua aspek atau
lebih secara bersamaan, belum memahami operasi transformasi (Piaget,
1972 : 39).
C. Tahap Operasi Konkrit (Concrete Operation
Stage)
Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di
Sekolah Dasar, sehingga sudah semestinya guru-guru SD. mengetahui
benar kondisi anak pada tahap ini dan kemampuan apa yang belum
dimilikinya. Umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami
operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit. Kemampuan ini
terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk
mengklasifikasi dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut
pandang yang berbeda secara objektif, dan mampu berfikir reversible.
6. D. Tahap Operasi Formal (Formal Operation Stage)
Pada tahap ini Anak sudah mulai mampu berpikir secara abstrak,
dia dapat menyusun hipotesis dari hal-hal yang abstrak menjadi dunia
real, dan tidak terlalu bergantung pada benda-benda kongkrit. Piaget
menekankan bahwa proses belajar merupakan suatu proses asimilasi
dan akomodasi informasi ke dalam struktur mental. Asimilasi adalah
proses terpadunya informasi dan pengalaman baru ke dalam struktur
mental. Akomodasi adalah hasil perubahan pikiran sebagai suatu
akibat adanya informasi dan pengalaman baru.
Contoh :
Dalam operasi penjumlahan, anak memahami 5 + 3 = 8 dengan
memanipulasi benda-benda kongkret yang telah dia kenal. Misalnya
dia mempunyai 5 buah jeruk, kakaknya memberikan 3 buah jeruk lagi
kepada dia. Dia kumpulkan jeruk-jeruk tersebut kemudian membilang
banyaknya buah jeruk yang dia miliki saat ini. Dengan pengetahuan
dan pengalaman yang telah dimiliki, dia mampu menyatakan bahwa
sekarang jeruknya ada 8 buah.
7. Sekarang dia dapat memisahkan antara konsep
banyaknya jeruk, yaitu 8 buah, yang terdapat pada suatu
kumpulan dengan cara-cara jeruk tadi ditata atau diatur,
yaitu 5 buah dan 3 buah. Oleh sebab itu, sekarang dia
dapat mengkonstruksikan bahwa 8 sama dengan 5 + 3.
Dengan perkataan lain, anak pada tahap operasi kongkret
sebagai dasar untuk berpikir abstrak.
8. 2. TEORI BELAJAR MENURUT BRUNER
Teori ini mengatakan bahwa “Belajar matematika akan lebih
berhasil jika proses pengajaran di arahkan kepada konsep-konsep dan
stuktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan dan
dengan menggunakan alat peraga serta diperlukannya keaktifan siswa
tersebut.”
Brunner mengemukakan bahwa dalam proses belajar siswa melewati 3
tahap yaitu :
a. Tahap Enaktif
Siswa secara langsung terlibat dalam memanipulasi objek.
Contoh : Budi mempunyai 2 pensil, kemudian ibunya memberikannya
lagi 3 pinsil. Berapa banyak pensil Budi sekarang ?
b. Tahap Ikonik
Kegiatan dilakukan siswa berhubungan dengan mental, di mana siswa
mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda dalam
bentuk bayangan mental.
Contoh : + = …
c. Tahap Simbolik
Dalam tahap ini anak dapat mengutarakan bayangan mental tersebut
dalam bentuk simpul dan bahasa.
Contoh : 2 pensil + 3 pensil = … pensil
9. Berdasarkan hasil pengamatannya, Brunner merumuskan 5 teorema
dalam pembelajaran matematika, yaitu :
1. Teorema Penyusunan
Menerangkan bahwa cara yang terbaik memulai belajar suatu konsep
matematika, dalil, defenisi, dan semacamnya adalah dengan cara
menyusun penyajiannya.
2. Teorema Notasi
Menerangkan bahwa dalam pengajaran suatu konsep, penggunaan
notasi-notasi matematika harus diberikan secara bertahap, dari yang
sederhana ke yang lebih kompleks.
3. Teorema Pengkontrasan dan Keanekaragaman
Menerangkan bahwa pengontrasan dan keanekaragaman sangat
penting dalam melakukan pengubahan konsep matematika dari yang
konkrit ke yang lebih abstrak.
4. Teorema Pengaitan
Menerangkan bahwa dalam matematika terdapat hubungan yang
berkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain.
10. Satu hal yang membuat Bruner terkenal karena dia lebih peduli
terhadap proses belajar daripada hasil belajar, menurutnya belajar
merupakan faktor yang menentukan dalam pembelajaran dibandingkan
dengan perolehan khusus, yaitu metode penemuan (dicovery).
Discovery learning dari Bruner merupakan model pengajaran yang
melambangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang
pembelajaran dalam prinsip konstruksitivis dan discovery learning
siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri.
Adapun tahap-tahap penerapan belajar penemuan adalah :
1. Stimulus (pemberian perangsang)
2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah)
3. Data collection ( pengumpulan data)
4. Data Prosessing (pengolahan data)
5. Verifikasi
6. Generalisasi
11. 3. TEORI BELAJAR MENURUT GESTLAT
Teori ini mengatakan bahwa “Bahwa penguasaan akan diperoleh apabila ada
prasyarat dan latihan hafal atau drill yang diulang-ulang sehingga tidak
mengherankan jika ada topik-topik di tata secara urut seperti perkalian bilangan
cacah kurang dari sepuluh.”
Dalam Kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru harus
memperhatikan hal-hal berikut ini :
a. Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian
b. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan
kesiapan intelektual siwa, dan
c. Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar.
Dari ketiga hal di atas, guru harus lebih mementingkan pemahaman terhadap
proses terbentuknya konsep tersebut daripada hasil akhir. Untuk hal ini guru
bertindak sebagai pembimbing dan pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan proses melalui metode induktif.
12. Pendekatan dan metode ini haruslah disesuaikan pula dengan
kesiapan intelektual siswa. Oleh karena itu dalam pelaksanaan
kegiatan pembelajaran mulailah dengan menyajikan contoh-contoh
kongkret yang beraneka ragam, kemudian mengarah pada konsep
abstrak tersebut.