Reformasi perpajakan di Indonesia mencakup pembenahan administrasi perpajakan dan peraturan serta peningkatan basis perpajakan. Salah satu program reformasi tersebut adalah penerapan e-faktur mulai 1 April 2018, di mana pengusaha kena pajak wajib mencantumkan NIK pembeli jika tidak memiliki NPWP untuk memudahkan pengawasan Direktorat Jenderal Pajak.
2. REFORMASI PERPAJAKAN : e-faktur
Pada akhir tahun 2016, Pemerintah membentuk tim reformasi pajak melalui
Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK-885/KMK.03/2016 tentang Pembentukan Tim
Reformasi Perpajakan. Tujuan pembentukan Tim Reformasi adalah untuk mempersiapkan
dan mendukung pelaksanaan reformasi perpajakan untuk meningkatkan kepercayaan Wajib
Pajak terhadap institusi perpajakan, kepatuhan Wajib Pajak, Kehandalan pengelolaan basis
data/administrasi perpajakan, dan Integritas serta produktivitas aparat perpajakan.
Reformasi Perpajakan itu sendiri adalah Perubahan sistem perpajakan yang
menyeluruh, termasuk di dalamnya adalah pembenahan administrasi perpajakan, perbaikan
regulasi, dan peningkatan basis perpajakan. Hal-hal yang melatarbelakangi Reformasi
Perpajakan antara lain : Tingkat kepatuhan wajib pajak yang masih rendah, Target peneriman
pajak setiap tahun semakin meningkat, Jumlah SDM yang tidak sebanding dengan
penambahan jumlah Wajib Pajak, Kesulitan dalam pengawasan dan penegakan hukum,
Aturan yang mengantisipasi perkembangan transaksi perdagangan dan Perkembangan
ekonomi digital dan kemajuan teknologi yang sangat pesat.
Tujuan jangka panjang Reformasi Perpajakan adalah untuk Menuju Rasio Pajak 14%
pada tahun 2020. Sedangkan tujuan jangka pendeknya adalah Mengamankan penerimaan
tahun 2017 dengan meningkatkan mutu pelayanan, penguatan pengawasan dan penegakan
hukum perpajakan, peningkatan kerja sama dengan pihak ketiga, serta memberi kesempatan
wajib pajak untuk memperoleh keadilan perpajakan.
Ada 5 Pilar Reformasi Perpajakan, antara lain :
1. Organisasi
Penajaman dan peningkatan fungsi, penataan dan penyempurnaan organisasi.
2. Sumber Daya Manusia
Pembentukan SDM yang tangguh, akuntabel, dan berintegritas
3. Teknologi Informasi dan Basis Data
Penataan sistem informasi teknologi dan basis data yang andal, mendukung proses
bisnis DJP, dan menghasilkan output yang akurat dan reliabel
4. Proses Bisnis
Penyerdehanaan proses bisnis untuk bekerja yang lebih efektif, efisien, akuntabel,
berbasis teknologi informasi, dan mencakup seluruh tugas DJP.
5. Peraturan Perundang-Undangan
3. Kebijakan perpajakan yang memperuas basis perpajakan, memberikan kepastian
hukum, mengurangi biaya kepatuhan, dan meningkatkan penerimaan pajak.
Salah satu program yang dihasilkan Reformasi Perpajakan dalam bidang Teknologi
Informasi dan Basis data atau dalam hal digital economy adalah dengan diberlakukannya e-
faktur.
Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2017, mulai tanggal 1
April 2018, e-faktur yang diterbitkan bagi pembeli orang pribadi yang tidak memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka wajib mencantumkan Nomor Induk Kependudukan (NIK)
atau nomor paspor (bagi warga negara asing)
Faktur pajak elektronik atau yang biasa disebut e-faktur adalah faktur pajak yang
dibuat melalui aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Aplikasi ini
telah dipersiapkan sejak tahun 2011.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menjelaskan mengapa
pihaknya mengatur pembuatan faktur secara elektronik atau e-faktur bagi pengusaha kena
pajak (PKP). Alasannya, karena selama ini banyak pembeli kategori orang pribadi yang
membeli bahan baku untuk usaha namun mengaku tidak punya Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP). Di dalam faktur pajak, ada kewajiban menyertakan identitas pembeli, termasuk
NPWP. Tetapi, kenyataannya banyak pembeli yang tidak mencantumkan, mereka tidak mau
memberikan NPWP atau mengaku tidak punya NPWP. Para pembeli tersebut membeli bahan
baku atau barang untuk usaha mereka dalam skala besar. Bahkan, tidak jarang mereka
membeli barang langsung dari pabrik hingga miliaran rupiah untuk sekali transaksi. Dari
fakta tersebut, DJP menilai barang itu tidak mungkin untuk digunakan seorang diri,
melainkan dipakai sebagai modal untuk usaha yang orang tersebut jalankan. Sehingga,
diaturlah regulasi soal e-faktur guna menerapkan perlakuan yang sama atau adil dengan
mereka yang sudah patuh terhadap aturan perpajakan.
Adapun cara kerja e-faktur, jelas Yoga, dimulai ketika pembeli melaksanakan
transaksi dengan PKP. Saat transaksi dilakukan, PKP wajib membuat e-faktur, dengan
catatan harus menyertakan NPWP. Lantas apabila ada pembeli yang mengaku tidak punya
NPWP atau mengaku belum membuat NPWP maka isian data NPWP pada e-faktur bisa
diganti dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada KTP elektronik pembeli yang
bersangkutan. Dengan begitu, DJP tetap bisa memantau siapa yang membeli barang serta
dapat dilakukan tindak lanjut jika orang itu belum masuk ke dalam sistem perpajakan di
Indonesia.
4. Untuk para pembeli, faktur pajak merupakan bukti bahwa pembeli telah
melaksanakan kewajiban perpajakan dengan membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas
pembelian Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).
Sedangkan untuk para penjual, Penjual sekaligus Pengusaha Kena Pajak penerbit
faktur pajak harus membuat faktur pajak yang mencantumkan keterangan yang sesuai dengan
kondisi yang sebenarnya, termasuk identitas pembeli yang meliputi nama, alamat, dan NPWP
pembeli. Apabila pembeli orang pribadi tidak memiliki NPWP maka wajib mencantumkan
NIK atau nomor paspor bagi warga negara asing.
Apabila kolom NPWP diisi dengan 00.000.000.0-000.000 namun NIK atau nomor
paspor tidak diisi, maka e-faktur tidak dapat diterbitkan. Apabila e-faktur diterbitkan dengan
tidak mencantumkan keterangan yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan/atau
sesungguhnya, maka e-faktur tersebut termasuk e-faktur yang diterbitkan tidak berdasarkan
transaksi yang sebenarnya dan ada konsekuensi atas hal ini.
Sedangkan bagi (Pengusaha Kena Pajak) PKP pedagang eceran, atas transaksi
penyerahan secara eceran kepada konsumen akhir, tetap berlaku Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-58/PJ/2010, sehingga tidak perlu mencantumkan NIK atau nomor paspor
pembeli BKP/penerima JKP.
Beberapa tujuan dari pelaksanaan aplikasi e-faktur ini antara lain : Bagi PKP; adanya
kenyamanan karena tidak lagi membutuhkan tanda tangan basah, tidak ada kewajiban untuk
print out faktur pajak, dan aplikasi ini merupakan satu kesatuan dengan pelaporan Surat
Pemberitahuan (SPT) yang selama ini dilaporkan melalui e-SPT.
Sedangkan bagi DJP, manfaat dari aplikasi e-faktur adalah dapat mempermudah
dalam pengawasan dengan adanya proses validasi Pajak Keluaran-Pajak Masukan (PK-PM)
dan adanya data lengkap dari setiap faktur pajak. Dan juga mempermudah pelayanan karena
akan mempercepat proses pemeriksaan, pelaporan, dan pemberian nomor seri faktur pajak.
Aplikasi e-faktur ini hanya bisa digunakan oleh wajib pajak dengan kategori PKP
yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Aplikasi ini telah ditentukan dan
disediakan oleh DJP dan telah disertai dengan cara penggunaan manualnya. Transaksi yang
dapat menggunakan faktur pajak elektronik ini adalah transaksi yang dibuat untuk
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP). Faktur pajak
elektronik (E-faktur) ini dibuat pada saat penyerahan BKP dan/atau JKP atau saat
pembayaran atau saat penerimaan termin atau saat lain yang ditentukan.
5. Berikut tabel perbedaan faktur pajak kertas dan faktur pajak elektronik (e-faktur) :
Faktur Pajak Kertas E-Faktur
Format
Faktur pajak kertas tidak
ditentukan formatnya
E-faktur telah ditentukan dan
disediakan format dan
aplikasinya oleh DJP.
Pembuat
Faktur pajak kertas dibuat
oleh seluruh PKP terdaftar
E-faktur dibuat hanya oleh
PKP yang telah ditetapkan
oleh DJP.
Bentuk
Faktur pajak kertas berbentuk
lembaran kertas di mana
jumlah lembarnya diatur
E-faktur tidak wajib dicetak.
Namun melalui diunggah
melalui aplikasi
Jenis Transaksi
Faktur pajak kertas
digunakan pada seluruh jenis
transaksi,
Edangkan e-faktur hanya
digunakan pada transaksi
penyerahan bkp dan/atau jkp
saja.
Tanda Tangan
Faktur pajak kertas harus
mencantumkan tanda tangan
basah
E-faktur menggunkana tanda
tangan elektronik/ digital
signature berbentuk QR
Code.
Persetujuan dan Prosedur
Pelaporan
Faktur pajak kertas tidak
memerlukan persetujuan DJP
E-faktur diunggah untuk
mendapatkan persetujuan
dari DJP terlebih dahulu.
Sistem Pelaporan SPT SPT Masa PPN dilaporkan
dengan aplikasi tersendiri
E-faktur menggunakan
aplikasi yang sama dengan
aplikasi pembuatan e-faktur.
Secara umum ketentuan ini adalah untuk melindungi PKP agar terjadi perlakuan yang
sama di antara para pengusaha, karena dalam praktik, disinyalir banyak pengusaha orang
pribadi yang membeli barang dalam jumlah besar (yang diperuntukkan untuk diolah atau
diperjualbelikan kembali), tetapi mengaku tidak memiliki NPWP agar tetap tidak masuk ke
dalam sistem perpajakan. Pengumpulan semua data ke dalam sistem perpajakan semata-mata
dilakukan agar pengenaan pajak tidak hanya dikenakan kepada sekelompok kecil masyarakat
saja. Membayar pajak adalah bentuk gotong royong kita bersama dalam membangun bangsa.
Sebelumnya, DJP sempat menyatakan untuk memberlakukan aturan ini pada 1
Desember 2017 lalu. Namun, pemberlakuan aturan itu ditunda hingga 1 April 2018 karena
pihak-pihak terkait belum siap dan masih belum terbiasa dengan kebijakan tersebut.
Tentunya 1 April 2018 tidak akan lama lagi. Kewajiban pencantuman NIK atau
nomor paspor dalam e-faktur akan diberlakukan pada tanggal tersebut. Buat PKP, masih ada
cukup waktu mempersiapkan dan menyesuaikan administrasi penyerahan BKP dan/atau JKP
tersebut.
6. Daftar Pustaka
Widyanti, Anis Anajala. “Mengintip Reformasi Perpajakan 2016-2020”
https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20180116113609-445-269220/mengintip-
reformasi-perpajakan-2016-2020/
Direktorat Jenderal Pajak. “Agar tidak menjadi april mop”
http://www.pajak.go.id/article/agar-tak-menjadi-april-mop
Kompas.com. “E-Faktur Vs Faktur Pajak Kertas”
https://ekonomi.kompas.com/read/2014/11/05/150500626/.E-Faktur.Vs.Faktur.Pajak.Kertas.